PENGARUH METODE PENEMUAN TERBIMBING BERBANTUAN MEDIA BENDA KONGKRIT TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK SISWA (Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas VIII SMP Darul Ma’arif, Jakarta Selatan)

(1)

PENGARUH METODE PENEMUAN TERBIMBING

BERBANTUAN MEDIA BENDA KONGKRIT TERHADAP

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK SISWA

(Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas VIII SMP Darul Ma’arif, Jakarta Selatan)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh Ghufron Kamil NIM : 109017000098

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2014


(2)

Media Benda Kongkrit Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa” disusun oleh Ghufron Kamil, NIM. 109017000098, Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, April 2014

Yang mengesahkan,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Kadir, M.Pd Khairunnisa, S.Pd, M.Si


(3)

(4)

Nama : GHUFRON KAMIL

NIM : 109017000098

Jurusan : Pendidikan Matematika

Angkatan Tahun : 2009

Alamat : Jl. Kp. Gintung RT.04/08 No.57, Cirendeu-Ciputat Timur Tangerang Selatan – Banten

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Metode Penemuan Terbimbing Berbantuan Media Benda Kongkrit Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis

Matematik Siswa adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

1. Nama : Dr. Kadir, M.Pd

NIP : 19670812 199402 1 001

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

2. Nama : Khairunnisa, S.Pd, M.Si

NIP :19810404 200901 2 013

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, 7 April 2014 Yang Menyatakan,

Ghufron Kamil NIM 109017000098


(5)

i

ABSTRAK

Ghufron Kamil (109017000098). “pengaruh metode penemuan terbimbing

berbantuan media benda kongkrit terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, April 2014

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh metode

penemuan terbimbing berbantuan media benda kongkrit terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa. Penelitian ini dilakukan di SMP Darul Ma’arif Jakarta Selatan, Tahun Ajaran 2013/2014. Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi eksperimen dengan desain Control Group Post-test Only Design, yang melibatkan 70 siswa sebagai sampel. Pengumpulan data setelah perlakuan dilakukan dengan menggunakan tes kemampuan berpikir kritis matematik siswa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematik siswa yang diajar dengan metode pembelajaran penemuan terbimbing berbantuan media benda kongkrit lebih tinggi dari pada siswa yang diajar dengan metode pembelajaran konvensional (thitung = 2,40 dan ttabel = 2,00). Hal ini dapat

dilihat dari presentase hasil setiap indikator, pada indikator memfokuskan pertanyaan kelas eksperimen mencapai 78,7% sedangkan kelas kontrol 61,76%. Pada indikator menganalisis argumen kelas eksperimen mencapai 66,2% sedangkan kelas kontrol 47,55%. Pada indikator menjawab pertanyaan yang menentang kelas eksperimen mencapai 61,11 sedangkan pada kelas kontrol 48,53%. Pada indikator membuat dan mempertimbangkan hasil keputusan kelas ekperimen mencapai 76,59 sedangkan kelas kontrol 70,59%. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah bahwa pembelajaran matematika pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar dengan menggunakan metode Penemuan terbimbing berbantuan media benda kongkrit berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa.

Kata kunci: Penemuan Terbimbing, Berpikir kritis Matematik, Media Benda Kongkrit


(6)

ii

Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, April 2014

The purpose of this study was to analyze the effect of media-assisted guided discovery method of concrete objects to critical thinking mathematical of students. This research was conducted SMP Darul Maarif in South Jakarta, Academic of Year 2013/2014. The method used is the method of quasi-experimental with Control Group Post-test Only Design, which involved 70 students in the sample. Data after the treatment is collected by using a mathematical test students' critical thinking skills.

The results showed that the critical thinking skills of students whom are taught mathematics by guided discovery learning methods aided concrete media objects is higher than students whom taught by conventional teaching methods ( of t = 2.40 and t table = 2,00 ) . It can be seen from the percentage results for each indicators, questions focused on indicators of classroom experiments reached 78.7 %, 61.76 % while the control class . On the argument indicator analyze experimental class reached 66.2%, 47.55 % while the control class . In answering the question indicators against experimental class reached 61.11%, while 48.53 % in the control classes . At indicators make decisions and consider the results of the experimental class reaches 76.59%, 70.59 % while the control class . The conclusion of this study is that the learning of mathematics on the subject of figures with the flat side using media-assisted guided discovery method of concrete objects significantly affect students' critical thinking skills of mathematics.

Keywords: Guided Discovery, Critical Thinking Mathematics, Media Objects concrete


(7)

iii

KATA PENGANTAR

ﻳﺤﺭﻟﺍﻦ ﺤﺭﻟﺍﷲﺍ ﺳﺑ

Alhamdulillah segala puji kehadirat illahirabbi Allah SWT yang telah memberikan segala karunia, nikmat iman, nikmat islam, dan nikmat kesehatan yang berlimpah dari dunia sampai akhirat. Shalawat dan Salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat kerja keras, doa, perjuangan, kesungguhan hati dan dorongan serta masukan-masukan yang positif dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Kadir, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus sebagai dosen pembimbing I yang telah memberikan waktu, bimbingan, arahan, motivasi, dan semangat dalam membimbing penulis selama ini. Terlepas dari segala perbaikan dan kebaikan yang diberikan, Semoga Bapak selalu berada dalam kemuliaanNya.

3. Bapak Abdul Muin, S.Si, M.Pd, Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Khairunnisa, S.Pd, M.Si, selaku dosen Pembimbing II yang telah

memberikan waktu, bimbingan, arahan, motivasi, dan semangat dalam membimbing penulis selama ini. Terlepas dari segala perbaikan dan kebaikan yang diberikan. Semoga Ibu selalu berada dalam kemuliaanNya.

5. Ibu Lia Kurniawati, M.Pd, Dosen Pembimbing akademik yang telah memberikan arahan, motivasi, dan semangat dalam penulisan skripsi ini. 6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah


(8)

iv

Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dalam pembuatan surat-surat serta sertifikat.

8. Kepala SMP Darul Ma’arif, Bapak Rasyidul Anam, S.Pd yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

9. Seluruh dewan guru SMP Darul Ma’arif, khususnya Ami Inayati, S.Pd selaku guru mata pelajaran yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini. Serta siswa dan siswi SMP Darul Ma’arif, khususnya kelas VIII-A dan VIII-C.

10. Keluarga tercinta Ayahanda Bachtiar, Ibunda Elda Rusmiati yang tak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Adik A. Lutfi Fuadi, Hilmi Karim, Mutia Alifia, dan Hamdan Syakir serta semua keluarga yang selalu mendoakan, mendorong penulis untuk tetap semangat dalam mengejar dan meraih cita-cita. 11. Sahabatku tersayang Frendy astra, M. Anang Jatmiko, Sakhina Sri Utami, Nurul Amanah, dan Linda Rusdiana yang tak henti-hentinya memberikan semangat dan menjadi tempat berbagi untuk segala cerita selama penulisan skripsi ini.

12. Sahabat seperjuangan Yulisa Desriyanti, Viera Avianutia, Mulyoko yang selalu merepotkan dan memberikan masukan positif kepada penulis.

13. Adikku Risma Cahyani yang selalu meluangkan waktu untuk menemani, membantu menghilangkan stres dan memberikan doa serta motivasi penuh selama proses penyusunan skripsi. Terimakasih sudah bersedia direpotkan. 14. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika Angkatan 2009,

khususnya kelas C. Terimakasih untuk doa dan semangatnya. Semoga kekeluargaan kita tetap terjalin dengan baik.

15. Kakak Kelas angkatan 2008 yang telah membantu memberikan saran dan motivasi kepada penulis.


(9)

v

Ucapan terima kasih juga ditunjukan kepada semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis hanya dapat memohon dan berdoa mudah-mudahan bantuan, bimbingan, dukungan, semangat, masukan dan doa yang telah diberikan menjadi pintu datangnya ridho dan kasih sayang Allah

SWT di dunia dan akhirat. Amin yaa robbal’alamin.

Demikianlah, betapapun penulis telah berusaha dengan segenap kemampuan yang ada untuk menyusun karya tulis yang sebaik-baiknya, namun di atas lembaran-lembaran skripsi ini masih saja dirasakan dan ditemui berbagai macam kekurangan dan kelemahan. Karena itu, kritik dan saran dari siapa saja yang membaca skripsi ini akan penulis terima dengan hati terbuka.

Penulis berharap semoga skripsi ini akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi penulis khususnya dan bagi pembaca sekalian umumnya.

Jakarta, 18 April 2014

Penulis Ghufron Kamil


(10)

vi

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah... 7

E. Tujuan Penelitian... 7

F. Manfaat Penelitian... 8

BAB II LANDASAN TEORITIS, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 9

A. Deskripsi Teoritik ... 9

1. Kemampuan Berpikir Matematik Matematik Siswa ... 9

a. Pengertian Berpikir Kritis ... 9

b. Kemampuan Berpikir Kritis Matematik ... 10

c. Indikator Berpikir Kritis Matematik ... 11

2. Penemuan Terbimbing ... 15

a. Pengertian Metode Penemuan Terbimbing ... 15

b. Kelebihan dan Kekurangan Metode Penemuan Terbimbing ... 17

c. Langkah – Langkah Metode Penemuan Terbimbing ... 18

3. Media Beda kongkrit ... 19

4. Metode Pembelajaran Konvensional... 21


(11)

vii

C. Kerangka Berpikir ... 25

D. Hipotesis Penelitian ... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 26

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

B. Metode dan Desain Penelitian ... 26

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 27

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 28

E. Instrumen Penelitian ... 28

F. Analisis Instrumen... 30

G. Teknik Analisis Data ... 34

H. Hipotesis Statistik ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39

A. Hasil Penelitian ... 40

1. Deskripsi Data ... 40

a. Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Bangun Ruang Sisi Datar Kelompok Eksperimen ... 41

b. Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Bangun Ruang Sisi Datar Kelompok Kontrol ... 46

2. Analisis Data ... 51

Tes Kemampuan Berpikir Kritis Bangun Ruang Sisi Datar ... 52

1) Uji Normalitas ... 52

2) Uji Homogenitas ... 53

3) Pengujian Hipotesis ... 54

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 55

1. Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Siswa ... 55

a. Kemampuan Berpikir Kritis Indikator Memfokuskan Pertanyaan ... 60

b. Kemampuan Berpikir Kritis Indikator Menganalisis Argumen ... 62


(12)

viii

Mempertimbangkan Hasil Keputusan ... 65

2. Proses Pembelajaran Metode Penemuan Terbimbing ... 67

C. Keterbatasan Penelitian ... 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

A. Kesimpulan... 70

B. Saran ... 71 DAFTAR PUSTAKA


(13)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Keterampilan Berpikir Kritis ... 12

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Berpikir Kritis Matematik ... 29

Tabel 3.2 Kriteria Koefisien Reliabilitas... 32

Tabel 3.3 Indeks Taraf Kesukaran ... 32

Tabel 3.4 Indeks Daya Pembeda ... 33

Tabel 3.5 Rekap Data Hasil Uji Instrumen ... 34

Tabel 4.1 Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen ... 42

Tabel 4.2 Tabel Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen ... 42

Tabel 4.3 Diskripsi Data Kelas Eksperimen Berdasarkan Indikator ... 44

Tabel 4.4 Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Kontrol ... 47

Tabel 4.5 Tabel Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol ... 47

Tabel 4.6 Diskripsi Data Kelas Kontrol Berdasarkan Indikator ... 49

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas ... 52

Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas ... 53

Tabel 4.9 Hasil Uji Hipotesis ... 54

Tabel 4.10 Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis ... 56

Tabel 4.11 Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontorl Berdasarkan Indikator ... 58


(14)

x

Gambar 2.1 Kerucut Pengalaman ... 19 Gambar 4.1 Histogram Skor Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Kelas

Eksperimen ... 43 Gambar 4.2 Diagram Batang Presentase Indikator Kelas Ekperimen ... 46 Gambar 4.3 Histogram Skor Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Kelas

Kontrol ... 48 Gambar 4.4 Diagram Batang Presentase Indikator Kelas Kontrol ... 51 Gambar 4.5 Kurva Perbandingan Nilai Kemampuan Berpikir Kelas Ekperimen

dan Kelas Kontrol ... 57 Gambar 4.6 Perbandingan Mean Berpikir Kritis Kelas Ekperimen dan Kelas

Kontrol ... 59 Gambar 4.7 Perbandingan Presentase Berpikir Kritis Kelas Ekperimen dan

Kelas Kontrol ... 60 Gambar 4.8 Hasil Jawaban Siswa Indikator Memfokuskan Pertanyaan ... 61 Gambar 4.9 Hasil Jawaban Siswa Indikator Menganalisi Argumen ... 63 Gambar 4.10 Hasil Jawaban Siswa Indikator Menjawab Pertanyaan yang

Menentang ... 64 Gambar 4.11 Hasil Jawaban Siswa Indikator Membuat dan Mempertimbangkan


(15)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen... 74

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 106

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa (LKS) Eksperimen ... 135

Lampiran 4 Tabel Hasil Perhitungan CVR ... 171

Lampiran 5 Tabel Validitas CVR ... …. 172

Lampiran 6 Form Penilaian CVR ... 173

Lampiran 7 Pedoman Penilaian ... 178

Lampiran 8 Kisi-kisi Instrumen ... 182

Lampiran 9 Kunci Jawaban Instrumen ... 185

Lampiran 10 Instrumen Kemampuan Berpikir Kritis ... 188

Lampiran 11 Perhitungan Validitas Instrumen ... …..190

Lampiran 12 Hasil Validitas Instrumen ... 191

Lampiran 13 Perhitungan Reliabilitas... 192

Lampiran 14 Hasil Reliabilitas Instrumen ... 194

Lampiran 15 Perhitungan Taraf Kesukaran ... 195

Lampiran 16 Hasil Taraf Kesukaran ... 196

Lampiran 17 Perhitungan Daya Pembeda ... 197

Lampiran 18 Hasil Daya Pembeda ... 198

Lampiran 19 Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Siswa Kelompok Eksperimen ... 199

Lampiran 20 Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Siswa Kelompok Kontrol ... 200

Lampiran 21 Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Varians, Simpangan Baku dan Kemiringan Kelompok Eksperimen ... 201

Lampiran 22 Perhitungan Mean dan Persentase Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Siswa Berdasarkan Indikator pada Kelas Eksperimen ... 205


(16)

xii

Lampiran 24 Perhitungan Mean dan Persentase Kemampuan Berpikir Kritis

Matematik Siswa Berdasarkan Indikator pada Kelas Kontrol .... 211

Lampiran 25 Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 213

Lampiran 26 Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 215

Lampiran 27 Perhitungan Uji Homogenitas ... 217

Lampiran 28 Perhitungan Pengujian Hipotesis ... 218


(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

“Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia adalah kurangnya kemampuan berpikir siswa. Hal ini disebabkan dalam proses pembelajaran anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir”.1 Hal ini sejalan dengan hasil laporan The Trends International Mathematics and Sciencs Study (TIMSS) pada tahun 2003 Indonesia berada pada peringkat 34 dari 46 negara yang disurvei. Hasil studi TIMSS tahun 2007 juga masih menempatkan Indonesia pada urutan ke 36 dari 48 negara yang disurvei. Dan hasil TIMSS pada tahun 2011 menempatkan Indonesia pada urutan ke 38 dari 42 negara.

“Kemampuan matematis siswa Indonesia untuk soal–soal tidak rutin sangat lemah, namun relatif baik dalam menyelesaikan soal–soal fakta dan procedural”.2 Hal ini disebabkan karena guru hanya mengajarkan materi saja, tidak membiasakan siswa untuk mengalami kesulitan ketika ia bekerja dan berpikir aktif, kreatif, serta kritis untuk mencari jalan keluar dari masalah yang mereka hadapi. Guru bukan hanya mengajar, namun guru juga harus menjadi motivator, fasilitator yang dapat menumbuhkan minat siswa sehingga tertarik dalam belajar.

Matematika adalah pelajaran yang dipelajari pada semua tingkat pendidikan formal seperti SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Pemerintah Republik Indonesia, khususnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan telah berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan matematika, baik melalui

1 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Bandung: Kencana, 2006), h. 1.

2Dasa Ismaimuza, “Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Ditinjau dari Pengetahuan Awal


(18)

peningkatan kualitas guru metematika melalui penataran-penatarannya, maupun peningkatan prestasi belajar siswa melalui peningkatan standar minimal Ujian Nasional untuk mata pelajaran metematika.3 Karenanya matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang menduduki peranan penting dalam pendidikan. Hal ini dilakukan karena tujuan dari mata pelajaran matematika sangat banyak. Salah satu tujuannya, menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), adalah untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif.

Pendidikan matematika untuk pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi ditujukan untuk memenuhi kehidupan manusia masa kini dan masa yang akan datang. Perubahan zaman yang terjadi seiring dengan berubahnya peradaban manusia menuntut adanya pola pikir yang mencari dan menganalisis suatu informasi guna menyelesaikan masalah. Karena semakin modern zaman, semakin ketat juga persaingan antara individu. Untuk itu kemampuan berpikir kritis sangat penting untuk dilatih dan dikembangkan. Menurut Poedjiadi pada jurnal Abdul Karim menyatakan bahwa “berpikir kritis menjadi bekal bagi siswa untuk menghadapi persaingan tingkat dunia”.4 Tentu jika kemampuan berpikir kritis itu ditingkatkan dalam pendidikan di Indonesia, maka hasil survey TIMSS selanjutnya akan membawa Indonesia di peringkat atas sehingga Indonesia tidak kalah dengan negara–negara tetangganya yang juga sedang berkembang.

Menurut Anderson juga menyatakan dalam jurnal Dodi “bila berpikir kritis dikembangkan, seseorang cenderung untuk mencari kebenaran, berpikir divergen (terbuka dan toleran terhadap ide–ide baru), dapat menganalisis dengan baik, berpikir secara sistematis, penuh rasa ingin tahu, dewasa dalam berpikir, dan dapat berpikir kritis secara mandiri”.5 Artinya dalam berpikir kritis siswa dilatih untuk menganalisis serta berpikir secara sistematis dengan demikian dalam

3 Markaban, Model Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing, (Yogyakarta: DEPDIKNAS, 2006), h. 3.

4 Abdul Karim, “Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Model Reciprocal Teaching”, (2010), h. 36.

5

Dodi Syamsuduha, “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Berbantuan Goemeter’s Sketchpad Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Siswa SMP, (2010) h. 52.


(19)

3

berpikir kritis siswa juga dilatih agar timbul rasa ingin tahu yang dalam sehingga siswa akan terus menyelidiki suatu masalah sampai menemukan pemecahan masalah yang dibutuhkan.

Menurut Baron dan Stemberg dalam jurnal Dasa menyatakan “terdapat lima hal dasar dalam berpikir kritis yaitu praktis, reflektif, masuk akal, keyakinan, dan tindakan”.6 Artinya dalam berpikir kritis suatu pikiran akan dianalisis oleh nalar lalu diyakini untuk memutuskan tindakan yang akan dilakukan. Siswa menerima masalah lalu mencari informasi yang berkaitan dengan masalah yang diterimanya, mencari pemecahan masalah dengan penuh keyakinan dengan informasi yang dimilikinya, setelah itu melakukan tindakan sesuai dengan hasil yang ditemukan.

Hal ini sejalan dengan pendapat Krulick dalam jurnal pendidikan matematika, Dasa menyatakan “bahwa berpikir kritis itu adalah suatu cara berpikir menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek dari suatu masalah, termaksuk di dalamnya kemampuan untuk mengumpulkan informasi, mengingat, menganalisis situasi, membaca serta memahami dan mengidentifikasi hal–hal yang diperlukan”.7 Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah proses yang sistematis karena dilakukan selangkah demi selangkah, dilakukan dengan menghubungkan semua informasi yang ada. Setelah itu mengambil mengklarifikasi, membandingkan, menarik kesimpulan dan mengevaluasi.

Dalam upaya memperbaiki kualitas pendidikan terutama terkait kemampuan berpikir kritis matematika siswa, metode penemuan terbimbing

merupakan suatu alternatif metode yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematik. Metode penemuan terbimbing dinilai sebagai proses pemerolehan atau pembentukan pengetahuan. Teori belajar menurut teori

Kontruktivisme yang merupakan salah satu filsafat pengetahuan, menekankan bahwa pengetahuan kita adalah kontruksi (bentukan) kita sendiri. Belajar

6 Dasa Ismaimuza, op. cit. h. 12. 7Ibid. h. 13.


(20)

merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajarinya dengan pengertian yang dimiliki, dengan demikian pengertiannya menjadi berkembang. Hal ini sejalan dengan pengertian kemampuan berpikir kritis tadi, yaitu dalam berpikir kritis juga menghubungkan informasi yang dimiliki dari suatu masalah lalu menganalisis kebenaran suatu informasi untuk mengambil kesimpulan, kemudian membuktikan kesimpulan yang didapat untuk mencari pemecahan masalah.

Menurut Paul Suparno dalam buku karangan Markaban, ada beberapa prinsip belajar, yaitu (1) belajar adalah mencari makna, (2) kontruksi makna adalah proses yang terus menerus, (3) belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru, (4) hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subyek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya, dan (5) hasil belajar tergantung pada apa yang telah diketahui si subyek belajar, tujuan, motivasi, mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari.8 Artinya belajar bukan hanya menerima informasi yang diberikan guru, namun belajar adalah mengkontruksi (membentuk) pengetahuan dari apa yang siswa dengar, lihat, rasakan dan alami.

Dalam pandangan Bruner pada buku Markaban “belajar dengan penemuan adalah belajar yang sangat efektif, dalam belajar penemuan siswa diarahkan untuk menemukan, ketika seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah atau situasi yang tampak ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahan”.9 Ada beberapa keunggulan belajar penemuan, pertama pengetahuan itu bertahan lama atau lama diingat atau lebih mudah diingat bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara– cara lain. Kedua, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil dari belajar lainnya. Ketiga, secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas.

8 Markaban, op. cit. h. 7.


(21)

5

Media pembelajaran juga diperlukan dalam proses pembelajaran. Kata media dalam bahasa arab berarti “perantara (لئاسو) atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima”.10 Media adalah semua bentuk saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi yang akan dituju. Pendidikan di Indonesia kurang berkembang karena pada proses pembelajaran guru tidak menggunakan media pembelajaran untuk mengkonstruk (membangun) pola pikir siswa, padahal media mempunyai peran yang cukup penting. Dengan media pembelajaran, siswa mendapatkan pengalaman langsung untuk mempelajari objek atau bahan yang dipelajari. Proses pembelajaran yang terjadi melalui pengalaman langsung siswa merupakan proses pembelajaran yang sangat bermanfaat, karena dengan mengalami secara langsung, kemungkinan kesalahan memahami akan dapat dihindari.

“Contoh belajar melalui pengalaman langsung adalah mengamati tingkah laku hewan di kebun binatang, berlatih mengendarai kendaraan bermotor atau pengalaman langsung mempelajari benda-benda di lingkungan. Namun, pada kenyataannya tidak semua bahan pelajaran dapat disajikan secara langsung”.11 Untuk mempelajari bagaimana kehidupan ikan-ikan di dasar laut, tidak mungkin seluruh siswa menyelam hingga ke dasar laut, atau mempelajari kerja atau komponen dari organ tubuh manusia. Untuk memberikan pengalaman belajar semacam itu, guru memerlukan alat bantu seperti foto, film, maupun rangka buatan yang menyerupai objek yang akan diteliti. Belajar seperti itu merupakan proses pembelajaran melalui pengalaman tiruan.

“Pengalamann tiruan adalah pengalaman yang diperoleh melalui benda atau kejadian yang dimanipulasi agar mendekati keadaan yang sebenarnya”.12 Pengalaman tiruan bukanlah pengalaman langsung bagi siswa, karena objek yang dipelajari bukan keadaan sebenarnya melainkan benda tiruan yang menyerupai aslinya. Mempelajari objek tiruan sangat besar manfaatnya bagi siswa, terutama

10 Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 3. 11 Winna Sanjaya, op. cit, h. 164.


(22)

untuk menghindari cara mengajar guru yang hanya menggunakan tulisan dan ucapannya. Menurut Yunus dalam buku Azhar Arsyad.13

“Mengungkapkan bahwasanya media pembelajaran paling besar pengaruhnya bagi indera dan lebih dapat menjamin pemahaman... orang yang mendengarkan saja tidaklah sama tingkat pemahamannya dan lamanya bertahan apa yang dipahaminya diibandingkan dengan mereka yang melihat, atau melihat dan mendengarkannya.”

Berdasarkan latar belakang tersebut, diharapkan metode penemuan terbimbing dengan bantuan media pembelajaran yang bersifat memberikan pengalaman tiruan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematik siswa. Oleh karena itu, peneliti bermaksud mengadakan penelitian dengan judul Pengaruh Metode Penemuan Terbimbing Berbantuan Media Benda Kongkrit Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Siswa ”.

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah sebelumnya, maka timbul berbagai permasalahan yang dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut:

1. Fenomena umum menunjukan bahwa proses pembelajaran matematika diajarkan secara konvensional, dimana guru menjadi pusat pembelajaran

(teaching center).

2. Rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran matematika.

3. Siswa sulit mengerjakan soal non contoh.

13

Azhar Arsyad, op. cit, h.16


(23)

7

C.

Pembatasan Masalah

Agar penelitian terarah dan tidak terjadi penyimpangan terhadap masalah yang akan dibahas, maka peneliti memberikan batasan sebagai berikut :

1. Pengaruh Metode Penemuan Terbimbing berbantuan media benda kongkrit terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa.

2. Kemampuan berpikir kritis matematik siswa merupakan fokus dan ukuran pada penelitian ini.

3. Penelitian dilakukan di SMP Darul Ma’arif. 4. Materi yang disampaikan adalah Geometri.

D.

Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalahnya yaitu:

1. Bagaimana kemampuan berpikir kritis matematik siswa yang diajarkan dengan pembelajaran metode penemuan terbimbing berbantuan media benda kongkrit dan pembelajaran metode konvensional?

2. Apakah terdapat pengaruh pembelajaran menggunakan metode penemuan terbimbing berbantuan media benda kongkrit terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa?

E.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan problematika yang telah dikemukakan, maka tujuan kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendapatkan informasi mengenai kemampuan berpikir kritis matematika siswa sebelum penerapan metode penemuan terbimbing. 2. Mendapatkan informasi mengenai kemampuan berpikir kritis


(24)

3. Mendapatkan informasi mengenai pengaruh metode penemuan terbimbing terhadap kemampuan berpikir kritis matematika siswa pada pembelajaran matematika.

F.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tentang pengaruh metode penemuan terbimbing terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa dapat memberikan kontribusi sebagai berikut :

1. Bagi peneliti

a) Memberi gambaran pengaruh metode penemuan terbimbing terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran matematika.

b) Sebagai acuan dalam pelaksanaan pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing.

2. Bagi guru

a) Memberi informasi pada guru mengenai metode penemuan terbimbing serta penerapannya.

b) Memberi masukan mengenai cara mengajar yang dapat mempengaruhi kemampuan berpikir kritis matematika siswa.


(25)

9

BAB II

KAJIAN TEORI, HASIL PENELITIAN RELEVAN, KERANGKA

BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritik

1. Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Siswa a. Pengertian Berpikir Kritis

Pengertian berpikir kritis, menurut Gerhand dalam buku Dina, mendefinisikan sebagai “proses kompleks yang melibatkan penerimaan dan penguasaan data, analisis data, evaluasi data, dan mempertibangkan aspek kualitatif dan kuantitatif serta membuat seleksi atau membuat keputusan berdasarkan hasil evaluasi”.1 Sedangkan menurut Vincent Reggiero dalam buku Elaine menyatakan bahwa “berpikir kritis adalah segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk memahami; berpikir adalah sebuah pencarian jawaban, sebuah pencapaian makna”.2

Proses berpikir kritis mengharuskan siswa membuka pikirannya, menerima kekurangan diri, dan sabar dalam memecahkan masalah. Pencarian kebenaran dari suatu informasi mengharuskan siswa berhati-hati dalam mengambil keputusan dan menarik kesimpulan, mengakui kesalahan yang dibuat, toleran terhadap sudut pandang baru, sabar dalam menyelidiki bukti yang ditemukan, dan mengakui kelebihan sudut pandang orang lain.

1 Dina Mayadiana Suwarma, Kemampuan Berpikir Kritis Matematika, (Jakarta: Cakrawala Maha Karya, 2009), h. 11


(26)

Alasan pentingnya kemampuan berpikir kritis harus ditanamkan menurut Wahab pada buku Dina adalah : (1) tuntutan zaman yang menuntun setiap warga negara dapat mencari, memilih, dan menggunakan informasi untuk kehidupan bermasyarakat dan bernegara, (2) Setiap warga negara senantiasa berhadapan dengan berbagai masalah dan pilihan sehingga dituntut mampu berpikir kritis dan kretif, (3) Kemampuan memandang sesuatu hal dengan cara yang berbeda dalam memecahkan masalah, dan (4) Berpikir kritis merupakan aspek dalam memecahkan peremasalahan secara kreatif agar peserta didik kita disatu pihak dapat bersaing secara adil dan dilain pihak bisa bekerja sama dengan bangsa lain.3

Jadi menurut penulis berpikir kritis adalah proses yang menyangkut merumuskan atau memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk memahami untuk membuat keputuasan terhadap suatu masalah yang dihadapi.

b. Kemampuan Berpikir Kritis Matematik

“Istilah berpikir matematik (mathematical thingking) diartikan sebagai cara berpikir berkenaan dengan kegiatan matematika (doing math) atau cara berpikir dalam menyelesaikan tugas matematik (mathematical task)

baik yang sederhana maupun yang kompleks”.4 Berpikir kritis matematik juga ada dalam lingkup berpikir matematik dimana dalam berpikir kritis, siswa tidak segera mengambil keputusan agar dapat meminimalisir kesalahan dalam mengambil kesimpulan dalam masalah matematika.

3 Dina Mayadiana Suwarma, op. cit, h. 5.

4Utari “u ar o, berpikir da disposisi ate atik : apa, e gapa, da bagai a a dike ba gka


(27)

11

“Berpikir matematik digolongkan dalam 2 jenis. Yaitu tingkat rendah dan tingkat tinggi”.5 NCTM (National Council Teacher Mathematic)

menyatakan salah satu komponen berpikir matematik adalah daya matematik, yaitu kemampuan untuk mengeksplorasi, menyusun konjektur, dan memberikan alasan secara logis; kemampuan menyelesaikan masalah non rutin; mengomunasikan ide mengenai matematika dan menggunakan metematika sebagai alat komunikasi; menghubungkan ide-ide dalam matematika, antar matematika, dan kegiatan intelektual lainnya. Jadi menurut penulis, kemampuan berpikir kritis matematika adalah kemampuan siswa dalam merumuskan dan menganalisis masalah matematika, setelah itu siswa membuat keputusan untuk menyelesaikan masalah matematika tersebut dan siswa mengkaji kembali keputusan yang telah dibuatnya untuk melihat kemungkinan kesalahan yang ditimbulkan.

c. Indikator Berpikir Kritis Matematik

Terdapat beberapa kelompok kemampuan berpikir kritis, salah satunya menurut Ennis dalam buku Dina mengelompokan kemampuan berpikir kritis menjadi lima kemampuan berpikir6, yaitu:

1) Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification),

2) Membangun keterampilan dasar (basic support),

3) Membuat inferensi (inferring),

4) Membuat penjelasan lebih lanjut (advanced clarification),

5) Mengatur startegi dan taktik (strategies and tactics).

5Ibid, h. 4


(28)

Tabel 2.1

Keterampilan Berpikir Kritis Keterampilan

Berpikir Kritis Indikator Penjelasan

Memberikan penjelasan

sederhana

Memfokuskan pertanyaan.

a. Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan. b. Mengidentifikasi kriteria-kriteria untuk

mempertimbangkan yang mungkin. c. Menjaga kondisi pikiran.

Menganalisis argument

a. Mengidentifikasi kesimpulan

b. Mengidentifikasi alasan(sebab) yang dinyatakan(eksplisit)

c. Mengidentifikasi alasan(sebab) yang tidak dinyatakan(implisit)

d. Mengidentifikasi ketidakrelevanan dan kerelevanan

e. Mencari persamaan dan perbedaan f. Mencari struktur suatu argument g. Merangkum

Bertanya dan menjawab pertanyaan klasifikasi

dan pertanyaan yang menentang

a. Mengapa

b. Apa intinya, apa artinya

c. Apa contohnya, apa yang bukan contoh d. Bagaimana menerapkannya dalam kasus

tersebut

e. Perbedaan apa yang menyebabkannya f. Akankah andah menyatakan lebih dari itu

Membangun keterampilan dasar Mempertimbangkan kredibilitas (kriteria) suatu sumber

a. Ahli

b. Tidak ada konflik internal c. Kesepakatan antar sumber d. Reputasi

e. Mengurutkan prosedur yang ada f. Mengetahui resiko

g. Kemampuan memberi alasan h. Kebisaaan hati-hati

Mengobservasi dan mempertimbangkan

hasil observasi

a. Ikut terlibat dalam menyimpulkan b. Dilaporkan oleh pengamat sendiri c. Mencatat hal-hal yang diinginkan

d. Penguatan(collaboration) dan kemungkinan penguatan

e. Kondisi akses yang baik

f. Penggunan teknologi yang kompeten g. Kepuasan observer atas kredibilitas kriteria


(29)

13

Menyimpulkan

Membuat deduksi dan mempertimbangkan

hasil deduksi

a. Kelompok yang logis b. Kondisi yang logis c. Interpretasi pernyataan Membuat induksi dan

mempertimbangkan hasil induksi

a. Membuat gereralisasi

b. Membuat kesimpulan dan hipotesis

Membuat dan mempertimbangkan

hasil keputusan

a. Latar belakang fakta b. Konsekuensi

c. Penerapan prinsip-prinsip d. Memikirkan alternatif

e. Menyeimbangkan, memutuskan

Membuat penjelasan lebih lanjut Mendefinisikan istilah, mempertimbangkan definisi.

a. Bentuk : sinonim, klarifikasi, rentang ekspresi yang sama

b. Strategi definisi (tindakan mengidentifikasi persamaan)

c. Isi (content)

Mengidentifikasi asumsi.

a. Penalaran secara implisit

b. Asumsi yang diperlukan rekonstrukurusasi argument

Strategi dan tehnik

Memutuskan suatu tindakan

a. Mendefinisikan masalah b. Menyelesaikan kriteria

c. Merumuskan alternatif yang memungkinkan d. Memutuskan hal-hal yang akan dilakukan secara

alternatif

e. Melakukan revise

f. Memonitori implementasi Berinteraksi dengan

orang lain

Indikator kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan dari aktivitas kritis siswa sebagai berikut:

1) Memberi pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan; 2) Memberi alasan;

3) Berusaha mengetahui informasi dengan baik;

4) Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya; 5) Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan;

6) Berusaha tetap relevan dengan ide utama; 7) Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar;


(30)

8) Memberi alternatif;

9) Bersikap dan berpikir terbuka;

10) Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu;

11) Memberi penjelasan sebanyak mungkin apabila memungkinkan;

12) Bersikap secara sistematis dan teratur dengan bagian-bagian dari keseluruhan masalah.

Dalam penelitian ini, difokuskan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis dengan indikator berikut :

1) Memfokuskan pertanyaan

Memfokuskan pertanyaan yang dimaksud dalam lingkup

mengidentifikasi atau merumuskan masalah dan mengidentifikasi kriteria-kriteria untuk mempertimbangkan yang mungkin sehingga siswa bisa menjawab pertanyaan yang dimaksud.

2) Menganalisis argumen

Menganalisis argumen dalam lingkup mengidentifikasi alasan(sebab) yang tidak dinyatakan(implisit) dan mencari persamaan serta perbedaan. 3) Menjawab pertanyaan yang menentang

Menjawab pertanyaan yang menentang dalam lingkup pengetahuan siswa yang bisa membedakan sebab dari suatu perbedaan.

4) Membuat dan mempertimbangkan hasil keputusan

Membuat dan mempertimbangkan hasil keputusan dalam lingkup dapat menerapkan prinsip-prinsip yang telah dipelajari untuk membuat keputusan dan dapat menyeimbangkan dan memutuskan menjadi suatu kesimpulan.


(31)

15

2. Penemuan Terbimbing

a. Pengertian Metode Penemuan Terbimbing

Model penemuan merupakan model belajar yang dipopulerkan oleh Bruner. Belajar yang bermakna dapat diperoleh ketika siswa berusaha sendiri mencari tahu pemecahan masalah yang dihadapi dengan pengetahuan yang dimilikinya. Ada beberapa kebaikan belajar penemuan, yaitu (1) pengetahuan akan bertahan lebih lama diingat dan lebih mudah diingat bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara bukan penemuan, (2) hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya, (3) secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas.7

Namun begitu, belajar penemuan ini memerlukan waktu yang lama dalam pelaksanaannya. Belajar penemuan juga kurang tepat, karena pada umumnya sebagian besar siswa masih membutuhkan konsep dasar untuk menemukan sesuatu. Jika siswa tidak memiliki konsep dasar untuk melakukan penemuan, siswa tidak akan bisa berbuat apa-apa karena siswa tidak tahu. Dalam metode penemuan ini, siswa mencari sendiri penyelesaian dari permasalahan yang ada. Tanpa dibantu oleh siapapun, siswa tergangung pada kesanggupan, pengalaman, latihan dan trial and error.

Demikian pula model penemuan kurang tepat untuk diterapkan untuk siswa sekolah dasar maupun lanjutan apabila tidak dengan bimbingan guru. Karena materi matematika yang ada dalam kurikulum tidak banyak yang hal dipelajari sendiri bahkan siswa dan guru pun kekurangan waktu dalam pembelajaran di sekolah. Untuk itu, metode penemuan yang dipandu oleh guru atau bisa disebut metode penemuan terimbing. Metode penemuan terbimbing ini pertama diperkenalkan oleh Plato yang selanjutnya dikembangkan oleh Bruner. Metode

7 Ratna Wilis Dahar , Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta : Penerbit Erlangga, 2006), h.80


(32)

ini melibatkan interaksi guru dan siswa dimana siswa mencari kesimpulan yang diinginkan melalui interaksi tersebut. Interaksi dalam metode ini menekankan pada adanya interaksi dalam kegiatan belajar mengajar. Interaksi tersebut dapat terjadi antara siswa dengan siswa, siswa dengan bahan ajar, siswa dengan guru. Interaksi dapat pula dilakukan antara siswa baik dalam kelompok-kelompok kecil maupun kelompok besar.

Dalam kelompok kecil, interaksi dapat berupa sharing antar siswa atau siswa yang lemah bertanya dan siswa yang pandai menjelaskan. Sedangkan dalam kelompok besar interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa tertentu, dengan beberapa siswa , atau dengan semua siswa dalam kelas. Tujuannya untuk saling mempengaruhi pikiran masing-masing. Yang harus dilakukan oleh guru adalah memancing berpikir siswa, yaitu dengan pertanyaan-pertanyaan yang terfokus sehingga memungkinkan siswa untuk memahami atau membangun konsep-konsep tertentu untuk memecahkan masalah.

Dengan model penemuan terbimbing ini siswa dihadapkan pada situasi ketika siswa bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan untuk mencari penemuan yang baru. Terkaan, intuisi dan mencoba-coba (trial and error) hendaknya dianjurkan dan guru sebagai penunjuk jalan dan membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep dan keterampilan yang sudah mereka pelajari untuk menemukan pengetahuan yang baru.8 Karena dalam metode penemuan terbimbing mengarahkan siswa untuk aktif berpikir, mencari tahu, aktif, dan mencari alternatif-alternatif termudah agar dapat menyelesaikan suatu masalah yang diberikan. Melalui pembelajaran seperti inilah siswa mendapat pengetahuan yang benar-benar bermakna, ditambah lagi dalam metode penemuan terbimbing siswa dituntut berperan aktif mencari penyelesaian masalah yang diberikan. Sehingga pengetahuan yang didapat akan lebih lama diingat oleh siswa.

8 Markaban, Model Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing, (Yogyakarta: Depdiknas, 2006), h. 15


(33)

17

b. Kelebihan metode penemuan terbimbing

Berikut adalah kelebihan yang dimiliki dalam metode penemuan terbimbing:9

1) Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan. 2) Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiry

(mencari-temukan).

3) Mendukung kemampuan problem solving siswa.

4) Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru, dengan demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

5) Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukannya.

c. Langkah-langkah metode penemuan terbimbing berbantuan media benda kongkrit.

Agar pelaksanaan model penemuan terbimbing ini berjalan dengan efektif, beberapa langkah yang perlu ditempuh oleh guru matematika adalah sebagai berikut.

1) Merumuskan masalah. Guru memberikan data secukupnya kepada siswa. Perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah.

2) Dari data yang berikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, digunakan media pembelajaran dalam proses menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data. Dengan penggunaan media pembelajaran siswa akan lebih mudah menyususn dan mengorganisir


(34)

informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah. Pada langkah ini guru membimbing siswa menggunakan media pembelajaran agar dapat digunakan dengan baik.

3) Siswa menyusun konjektur (perkiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya. Bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS. 4) Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat siswa tersebut di atas

diperiksa kembali oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran perkiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai.

5) Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunya. Di samping itu perlu diingat pula bahwa induksi tidak menjamin 100% kebenaran konjektur.

6) Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru dan siswa menyimpulkan hasil diskusi dari beberapa konjektur siswa yang berbeda-beda. Selanjutnya guru menyedikan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakan hasil penemuan itu benar.

3. Media Benda Kongkrit

Guru memiliki peran penting dalam proses belajar mengajar, namun guru bukanlah satu – satunya sumber belajar. Dengan berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, guru dapat menambahkan media pembelajaran sebagai sumber belajar lain bagi siswa. Pada saat guru tidak bisa menjadi sumber belajar di luar jam pelajaran di sekolah, media pembelajaran dapat menjadi sumber belajar bagi siswa ketika membutuhkannya. Kata media dalam bahasa arab


(35)

19

Gambar 2.1 Kerucut Pengalaman

berarti “perantara (لئاسو) atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima”.10 Dalam bahasa latin media adalah bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim kepada penerima sehingga dapat merangsang fikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sehingga proses pembelajaran terjadi secara baik.

Penggunaan media dalam pembelajaran berguna untuk memfasilitasi siswa melihat miniatur benda asli yang dipelajari. Dengan penggunaan media benda kongkrit, siswa mendapat proses pembelajaran secara langsung. Edgar Dale

dalam buku Arief, dkk

“mengklasifikasi pengalaman

menurut tingkat yang paling kongkrit ke yang paling abstrak yang dikenal dengan nama kerucut pengalaman (Cone of experience)”. 11

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah sarana pendidikan yang dapat digunakan sebagai perantara dalam proses pembelajaran untuk mempertinggi efektifitas dan efesiensi dalam mencapai tujuan pengajaran. Ada empat substansi media pembelajaran secara umum, yaitu bentuk saluran, jenis komponen dalam lingkungan pembelajar, bentuk alat fisik, dan bentuk-bentuk komunikasi.

10 Azhar Arsyad, Media Pembelajaran. (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 3 11Arief dkk, “Media Pendidikan”. PT raja Grafindo persada(Jakarta: 1996) h. 8


(36)

Adapun tujuan media pembelajaran sebagai alat bantu pembelajaran, yaitu mempermudah proses pembelajaran di kelas, meningkatkan efisiensi proses pembelajaran, menjaga relevansi antara materi pembelajaran dengan tujuan belajar, dan membantu konsentrasi pembelajaran dalam proses pembelajaran. Sedangkan manfaat media pembelajaran sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran, yaitu pengajaran lebih menarik perhatian pembelajar, bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya, metode pembelajaran bervariasi, dan pembelajar lebih banyak melakukan kegiatan belajar.

Tidak semua media pembelajaran cocok digunakan dalam proses pembelajaran, untuk itu perlu dilakukan pertimbangan dalam memilih media supaya penggunaan media pembelajaran tersebut benar dan tepat. Adapun media yang dipilih harus disesuaikan dengan tujuan pengajaran, bahan pelajaran, metode mengajar, tersedia alat yang dibutuhkan, pribadi pengajar, minat dan kemampuan pembelajar, dan situasi pengajaran yang sedang berlangsung.

Dengan penggunaan media pembelajaran siswa dapat mempelajari media tersebiut dengan melihat langsung maksud dari permasalahan yang ada. Hal tersebut menjelaskan bahwa dibandingkan dengan hanya mendengarkan saja, siswa lebih paham jika dalam proses pembelajaran guru menggunakan media pembelajaran. Dengan menggunakan media pembelajaran juga pemahamannya bertahan lebih lama dibandingkan yang hanya mendengarkan saja.

Berikut adalah menfaat menggunakan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar:12

a. Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar,


(37)

21

b. Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk belajar sendiri–sendiri sesuai dengan kemampuan minatnya,

c. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu,

d. Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya mislanya melalui karyawisata, kunjungan-kunjungan ke museum atau kebun binatang.

Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerangka-kerangka kubus, balok, limas dan prisma yang akan membantu siswa dalam mengidentifikasi unsur-unsur kubus, balok, limas dan prisma; jarring-jaring kubus, balok, limas dan prisma yang akan membantu siswa untuk menemukan rumus luas permukaan bangun-bangun tersebut; rubik, dan miniatur kubus, balok, limas dan prisma yang transparan sehingga dapat membantu siswa untuk menemukan volume bangun-bangun tersebut.

4. Metode pembelajaran konvensional

Metode pembelajaran adalah suatu cara yang digunakan oleh guru untuk mengajar. Pada dasarnya pembelajaran adalah penambahan informasi dan kemampuan kepada siswa melalui guru. Seorang guru diwajibkan untuk menguasai metode pembelajaran yang hendak diterapkan dalam pembelajaran. Dengan guru menggunakan metode pembelajaran yang tepat, siswa yang diajarkan dapat memperoleh nilai lebih pada pengetahuan yang diperoleh. Dengan menggunakan metode pemebelajaran yang tepat, situasi pembelajaran


(38)

menjadi lebih mudah untuk dikontrol oleh guru. Penggunaan metode pembelajaran sangatlah dipengaruhi oleh keadaan peserta didiknya.

Pengajaran matematika tradisional di Indonesia pada umumnya memiliki beberapa ciri khas, seperti : materinya materi lama (lamban berkembang), lebih mengutamakan hafalan daripada kepada pemahaman, menekankan kepada bagaimana suatu dihitung daripada mengapa sesuatu dihitung demikian, lebih mengutamakan melatih otak daripada kegunaannya, bahasa/istilah/simbul yang dipergunakan tidak jelas (ambiguous), urutan operasi harus diterima tanpa alasan, soal-soal banyak yang menjelimet, dan lain-lain.13 Dari ciri khas tersebut disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional belum melatih kemampuan berpikir siswa. Contohnya dalam pembelajaran konvesional yang diutamakan hanyalah hafalan, tidak dilatih memahami agar siswa faham.

Dalam pembelajaran konvensional pula posisi guru adalah sebagai pusat pembelajaran. Padahal jika kemampuan berpikir ingin ditingkatkan siswa harus menjadi pusat pembelajaran, karena siswa dapat mengeksplor apa yang ingin diketahuinya. Dalam pembelejaran konvensional siswa hanya diberikan rumus tanpa mengetahui kenapa alasan rumus itu ada. Jika siswa yang menjadi pusat pembelajaran, siswa diberi kesempatan berpikir, bahkan menemukan rumus sehingga pengetahuan yang diterima lebih lama melekat.

Metode konvensional juga dikenal dengan nama metode ceramah (Lecture). Metode ceramah ini berbentuk penjelasan konsep, prinsip, dan fakta yang dijelaskan oleh guru di depan kelas dan pada akhir pembelajaran ditutup dengan tanya jawab antara gur dengan siswa. Dalam bukunya, Yamin menyatakan bahwa ada 5 keterbatasan metode ceramah14, yaitu:

13Ruseffendi,”pengajaran matematika modern dan masa kini”, Tarsito, bandung 1988, h

. 70

14

Martinis yamin, strategi pembelajaran berbasis kompetensi.(Jakarta:gaung persada press) 2004, h. 65


(39)

23

a. Keberhasilan siswa tidak terukur,

b. Perhatian dan motivasi siswa sulit diukur, c. Peranserta siswa dalam pembelajaran rendah, d. Materi kurang terfokus,

e. Pembicaraan sering melantur.

Untuk itu penulis menyarankan agar pembelajaran di sekolah menggunakan metode pembelajaran yang bervarisi agar meningkatkan kemempuan berpikir siswa.

B.

Hasil Penelitian Yang Relevan

Tahun 2011, Zulkarnaini juga melaksanakan penelitian yang mengukur kemampuan berpikir kritis matematik siswa. Penelitian tersebut dituangkan dalam jurnal yang berjudul “Model Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW) Untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Deskripsi dan Berpikir Kritis”. Penelitian juga mengukur keterampilan berpikir kritis memberikan penjelasan sederhana dan membangun keterampilan dasar. Kedua keterampilan tersebut selajan dengan penelitian yang akan dilakukan dan penelitian Zulkarnaini ini mengkasilkan kesimpulan bahwa kemampuan berpikir kritis matematik siswa yang menggunakan model kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) lebih meningkat daripada kemampuan berpikir kritis matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional.

Leo Adhar Effendi melakukan penelitian terhadap proses pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing. Hasil penelitiannya dituangkan dalam jurnal yang berjudul “Pembelajaram Matematika Dengan Metode Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Representasi dan Pemecahan Masalah Matemetis Siswa SMP”. Penelitian ini dilaksanakan dengan sampel sebanyak 71 siswa kelas VIII yang berasal dari dua kelas pada salah satu SMP Negeri di Bandung. Penelitian


(40)

ini menghasilkan kesimpulan bahwa secara keseluruhan peningkatan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing, lebih baik daripada pembelajaran konvensional.

Asrul karim pada tahun 2011 juga melakukan penelitian terhadap proses pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing di sekolah dasar. Hasil penelitiannya dituangkan dalam jurnal yang berjudul “penerapan metode penemuan terbimbing dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan pemahaman konsep dan berpikir kritis sisiwa sekolah dasar”. Penelitian ini melibatkan 104 siswa sekolah dasar yang berasal dari tiga level, yaitu rendah, sedang, tinggi pada salah satu Sekolah Dasar di Kecamatan Kuta Blang. Penelitian ini mengukur kemampuan berpikir kritis yang meliputi mengidentifikasi konsep, kemampuan generalisasi, menganalisis argoritma dan memecahkan masalah. Kesimpulan penelitian ini secara keseluruhan peningkatan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing, lebih baik daripada pembelajaran konvensional.

Oleh karena itu, penulis menjadikan ke empat hasil penelitian itu sebagai salah satu referensi dalam menjalankan dan melaporkan hasil penelitian yang mempergunakan metode pembelajaran yang sama.

C.

Kerangka Berpikir

Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan yang harus dimiliki setiap siswa, karena dengan kemampuan berpikir kritis siswa dapat mencari penyelesaian masalah secara aktif dan sistematis. Siswa dilatih untuk menyusun pengetahannya, mengaplikasikannya, menganalisi, merefleksi, dan mengevaluasi informasi yang dikumpulkan dengan cara mengamati, pengalaman langsung, atau memberikan alasan dalam suatu mencari pemecahan masalah.


(41)

25 Metode Penemuan Terbimbing Berbantuan Media Benda Kongkrit Berpikir Kritis Matematik Merumuskan masalah Menganalisis data Membuat perkiraan Menyimpulkan perkiraan dari masalah

Mengidentifikasi yang mungkin Perbedaan apa yang menyebabkan. BERPENGARUH POSITIF Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan Mengidentifikasi sebab yang tidak

dinyatakan

Penerapan prinsip-prinsip

Penemuan terbimbing adalah metode yang menuntut siswa aktif dan kreatif dalam mencari pemecahan masalah. Keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar tentu dibawah bimbingan oleh guru. Langkah-langkah penemuan terbimbing yang terjadi dalam proses pembelajaran adalah memahami masalah, melihat pola yang terjadi dan membuat dugaan, lalu membuktikan dugaan yang dibuat.

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir

Dalam berpikir kritis siswa juga dituntut aktif, dan siswa juga akan menyusun dugaan dari informasi yang diterimanya untuk membuat kesimpulan yang akan menjadi pemecahan masalahnya. Kemampuan berpikir kritis juga akan meningkat jika pembelajaran menggunakan media benda kongkrit yang dapat menjadi fasilitator siswa untuk mencari informasi dan menganalisis informasi tersebut. Dengan demikian, pembelajaran metode penemuan terbimbing berbantuan media benda kongkrit diduga dapat berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa.


(42)

D.

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah “ peningkatan kemampuan berpikir kritis matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing berbantuan media benda kongkrit lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode konvensional.”


(43)

27

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Darul Ma’arif yang beralamat di Jalan RS. Fatmawati No. 45 Cipete Selatan, Jakarta Selatan. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada semester ganjil bulan Januari - Februari 2014 tahun pelajaran 2013-2014.

B.

Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen

(percobaan semu), yaitu metode eksperimen yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan penuh terhadap faktor lain yang mempengaruhi variabel dan kondisi eksperimen. Dalam hal ini kelompok sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian The Randomized Kontrol Group Posttest Only Design. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara random, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen diberikan treatment (perlakuan khusus) berupa pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing. Sedangkan pada kelompok kontrol, peneliti melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan metode konvensional. Kemudian kedua kelompok diberi posttest

untuk mengetahui perbedaan antara kedua kelompok, apakah ada perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Model desainnya adalah :

R : E XE Y


(44)

Keterangan:

R = Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dipilih secara acak XE = Perlakuan dengan metode penemuan terbimbing

XK = Perlakuan dengan metode konvensional

Y =posttest yang diberikan kepada kedua kelompok

C.

Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Menurut Hadari Nawawi dalam S. Margono, ”populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes, atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karekteristik tertentu di dalam suatu penelitian”.1 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Darul Ma’arif kelas VIII semester genap pada Tahun Ajaran 2013/2014 yang terdiri dari 6 kelas.

2. Sampel

”Sampel adalah sebagai bagian dari populasi”.2 Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah Cluster Random Sampling, yaitu dengan mengambil dua kelas secara acak dari enam kelas yang memiliki karakteristik yang sama. Satu kelas sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan metode penemuan terbimbing dan satu kelas sebagai kelas kontrol dengan menggunakan metode konvensional. Dari enam kelas yang ada, kemuadian dirandom dan terpilih dua kelas yaitu kelas VIII-A dan VIII-C. Kemudian dari dua kelas tersebut dirandom lagi untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol, dan terpilih kelas VII-C sebagai kelas eksperimen dan VIII-A sebagai kelas kontrol. Kelas VIII-C beranggotakan 36 orang, dan VIII-A beranggotakan 34 orang.

1 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), h. 118 2 S. Margono, Ibid., h. 121


(45)

29

D.

Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut:

1. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini melibatkan dua variabel yaitu:

a. Variabel metode penemuan terbimbing. Variabel ini menduduki posisi sebagai variabel independen (bebas) yakni masukan yang memberi pengaruh terhadap hasil.

b. Variabel kemampuan berpikir kritis matematik siswa. Variabel ini menduduki posisi sebagai variabel dependen (terikat) yakni hasil sebagai pengaruh variabel independen.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini, yaitu:

1. Siswa, siswa yang menjadi sampel penelitian. Dari siswa didapat informasi tentang kemampuan berpikir kritis matematik siswa. Sumber data juga didapat dari siswa yang menjadi sampel untuk melakukan uji coba instrumen.

2. Peneliti, peneliti adalah sumber data yang penting karena di dalam penelitian ini berperan sebagai perancang penelitian, pelaksana pembelajaran, dan penganalisis hasil penelitian.

E.

Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tes kemampuan berpikir kritis matematik siswa dalam proses pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing. Tes kemampuan berpikir kritis matematik yang diberikan sesuai dengan indikator kemampuan berpikir kritis matematik. Tes ini kemudian dinilai


(46)

dengan berdasarkan rubrik penilaian kemampuan berpikir kritis matematik. Berikut adalah kisi-kisi tes kemampuan berpikir kritis yang akan diuji cobakan:

Tabel 3.1

Kisi-kisi instrumen kemampuan berpikir kritis Standar Kompetensi : Memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma limas dan

bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya. Indikator

Kemampuan Berpikis Kritis

Matematik

Kompetensi Dasar No. Butur

Soal

Banyaknya Butir Soal

Memfokuskan pertanyaan

 Mengidentifikasi sifat-sifat kubus, balok, prisma dan limas serta bagian-bagiannya.

1 dan 2 2 soal

Menganalisis argumen

 Menghitung luas permukaan dan volume kubus, balok,

prisma dan limas. 3

2 soal  Membuat jaring-jaring

kubus, balok, prisma

dan limas. 4

Menjawab pertanyaan yang

menentang

 Membuat jaring-jaring kubus, balok, prisma

dan limas. 5

2 soal  Mengidentifikasi

sifat-sifat kubus, balok, prisma dan limas serta bagian-bagiannya.

6

Membuat dan mempertimbangkan

hasil keputusan

 Menghitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma dan limas

7 dan 8 2 soal

Tes kemampuan berpikir kritis matematik diberikan kepada siswa untuk mengetahui kemampuan siswa dalam mengerjakan soal-soal kemampuan berpikir kritis matematik. Kemudian, agar tes kemampuan berpikir kritis matematik dapat


(47)

31

digunakan perlu dilakukan proses uji validasi, proses uji validasi yang digunakan yaitu validitas empiris pada soal yang valid.

F.

Analisis Instrumen

1. Uji validitas

Penilaian instrumen tes oleh para ahli ini selain untuk perbaikan instrumen tes, dimaksudkan juga untuk memperoleh uji validitas isi instrumen tes kemampuan berpikir kritis matematik dengan menggunakan metode CVR (Content Validity Ratio). Rumus CVR yang digunakan adalah sebagai berikut: 3

2 N

) 2 N n ( = CVR e 

Keterangan:

CVR : Konten validitas rasio (Content Validity Ratio)

e

n : Jumlah penilai yang menyatakan item soal esensial

N : Jumlah penilai

Penilaian ahli ini melibatkan 7 orang ahli dalam bidang matematika, diantaranya 3 orang dosen dan 4 orang guru. Dari 11 soal yang diuji dengan CVR, didapat delapan soal valid dengan minimum skor 0,99. Selanjutnya delapan soal yang valid dalam penilaian CVR kembali diuji kepada siswa. Uji validitas digunakan pada instrumen tes kemampuan berpikir kritis matematik siswa matematik adalah dengan menggunakan validitas butir soal. Perhitungan validitas dilakukan dengan menggunakan rumus product moment

sebagai berikut:4

r xy =

√{ }{ }

3

C. H Lawshe. (1975). A quantitative approach to content validity. By Personnel Psychology, INC. h. 567-568

4 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara 2012) , Edisi ke-2 Cet pertama, h. 87


(48)

keterangan:

r xy =koefisien korelasi

= jumlah skor item

= jumlah skor total

= jumlah responden

Uji validitas instrumen dilakukan dengan membandingkan hasil perhitungan di atas dengan rtabel pada taraf signifikansi 5% dengan ketentuan

jika rhitung > rtabel berarti butir soal valid, sedangkan jika rhitung < rtabel berarti

butir soal tidak valid. Berdasarkan hasil uji validitas instrumen, dari delapan soal yang diuji, hasilnya kedelapan soal tersebut valid. Untuk itu penguji melakukan uji selanjutnya yaitu uji reliabilitas.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas suatu alat evaluasi, menunjuk pada satu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Untuk mengetahui tingkat reliabilitas instrumen dilakukan dengan menggunakan alpha cronbach, yaitu :5

r11 = { } { }

keterangan;

r11 = reliabilitas yang dicari

= jumlah varians skor tiap-tipa item

= varians total

=


(49)

33

Tabel 3.2

koefisien reliabilitas:

Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas instrumen, diperoleh nilai 0,72. Maka instrumen penelitian tersebut dapat disimpulkan memiliki kriteria koefisien reliabilitas yang tinggi, dan memenuhi persyaratan instrument yang memiliki ketetapan jika digunakan.

3. Taraf Kesukaran

Uji taraf kesukaran instrumen bertujuan mengetahui soal-soal yang mudah, sedang, dan sukar. Rumus yang digunakan untuk mengetahui indeks kesukaran adalah:6

JS

B

P

Keterangan:

P = indeks kesukaran

B = jumlah seluruh poin siswa pada tiap nomor

JS = jumlah poin penuh suatu nomor dikali dengan jumlah seluruh peserta tes

Tabel 3.3

Indeks taraf kesukaran

P Keterangan

0,00-0,30 Sukar

0,31-0,70 Sedang

0,71-1,00 Mudah

6 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara 2003) , Edisi Revisi Cet-6 h. 208

Interval Kriteria

0,80 ≤ r ≤ 1,00 Sangat tinggi 0,70 ≤ r < 0,80 Tinggi 0,40 ≤ r < 0,70 Sedang 0,20 ≤ r < 0,40 Rendah


(50)

Berdasarkan hasil perhitungan uji tingkat kesukaran butir soal instrumen, dari delapan soal yang diujikan diperoleh 1 soal dengan tingkat kesukaran “mudah”, dan 7 soal dengan tingkat kesukaran “sedang”.

4. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi adalah:7

DP = Keterangan:

DP = Daya pembeda soal

JBA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar JBB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar JSA = Banyaknya peserta kelompok atas

JSB = Banyaknya peserta kelompok bawah

PA = = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

PB = = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Tabel 3. 4 Indeks Daya Pembeda

Daya beda soal Keterangan

0,00-0,20 Jelek

0,21-0,40 Cukup

0,41-0,70 Baik

0,71-1,00 Baik sekali

Dari hasil perhitungan daya beda soal, ditemukan bahwa dari delapan soal yang diujikan,tujuh soal memiliki daya pembeda “cukup”, dan satu soal memiliki


(51)

35

daya pembeda “baik”.

Berikut adalah rekap hasil uji validitas,reliabilitas instrumen, taraf kesukaran dan daya pembeda soal :

Tabel 3.5

REKAP DATA HASIL UJI COBA INSTRUMEN

No. Soal Validitas Taraf Kesukaran Daya Beda Keterangan

1. Valid Sedang Cukup Digunakan

2. Valid Sedang Cukup Digunakan

3. Valid Sedang Cukup Digunakan

4. Valid Sedang Baik Digunakan

5. Valid Sedang Cukup Digunakan

6. Valid Sedang Cukup Digunakan

7. Valid Sedang Cukup Digunakan

8. Valid Mudah Cukup Digunakan

Derajat Reliabilitas 0,72

G.

Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif, yaitu suatu teknik analisis yang dilakukan dengan perhitungan, mengenai tes kemampuan berpikir kritis matematik siswa yang diberikan. Penganalisisan dilakukan dengan membandingkan hasil tes kelas kontrol dan kelas eksperimen.

Dari data yang telah diperoleh dilakukan perhitungan statistik dan melakukan perbandingan terhadap dua kelas tersebut untuk mengetahui kontribusi metode penemuan terbimbing dalam pembelajaran Matematika terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa. Perhitungan statistik yang digunakan, yaitu:


(52)

1. Uji Prasyarat Analisis Data

Data yang telah terkumpul selanjutnya diolah dan dianalisis untuk dapat menjawab masalah dan hipotesis penelitian. Sebelum menguji hipotesis penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat. Uji prasyarat analisis yang perlu dipenuhi adalah:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas untuk menguji apakah sebaran data posttest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Apabila hasil pengujian menunjukan bahwa sebaran data berdistribusi normal maka dalam menguji kesamaan dua rata-rata digunakan uji-t.

Pengujian normalitas data hasil penelitian dengan menggunakan Chi-Square, dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:8

1. Perumusan hipotesis

H0: Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal

H1: Sampel berasal dari populasi berdistribusitidak normal

2. Data dikelompokan kedalam distribusi frekuensi 3. Menetukan proposi ke-j (Pj)

4. Menentukan 100 Pj yaitu prosentasse luas interval ke-j dari suatu distribusi normal melalui tranformasi ke skor baku: ̅

5. Menghitung nilai

6. Menentukan tabel pada derajat bebas (db) = k-3, dimana k

banyaknya kelompok 7. Kriteria pengujian

Jika tabel maka H0 diterima

Jika tabel maka H0 ditolak

8 Kadir, Statistika Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: PT. Rosemata Sampurna, 2010), h.111


(53)

37

8. Kesimpulan

tabel : Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal

tabel : Sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal

b. Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas varians digunakan untuk menguji kesamaan varians pada kedua kelompok populasi. Apabila hasil pengujian menunjukkan kesamaan varians maka untuk uji kesamaan dua rata-rata digunakan uji t (apabila berdistribusi normal) dan digunakan varians gabungan. Apabila hasil pengujian menunjukkan tidak homogen maka untuk uji kesamaan dua rata-rata digunakan uji t (apabila berdistribusi normal) dan tidak digunakan varians gabungan.

Uji homogenitas varians dua buah variabel independen dapat dilakukan dengan Uji F, adapun langkah-langkah statistik uji F yang dimaksud diekspresikan sebagai berikut:9

1) Perumusan Hipotesis Ho : σ12= σ22

Distribusi populasi kedua kelompok mempunyai varians yang sama Ha : σ12  σ22

Distribusi populasi kedua kelompok mempunyai varians yang tidak sama

2) Menghitung nilai F dengan rumus Fisher:

2 2

k b

S S F

9


(54)

Keterangan:

2 b

S = varians terbesar

2 k

S = varians terkecil

3) Menentukan taraf signifikan α = 5 %

4) Menentukan Ftabel pada derajat bebas db1 = (n1 – 1) untuk pembilang

dan db2 = (n2 – 1) untuk penyebut, dimana n adalah banyaknya

anggota kelompok 5) Kriteria pengujian

Jika Fhitung≤ Ftabel maka H0 diterima

Jika Fhitung > Ftabel maka H0 ditolak

6) Kesimpulan

Fhit ≤ Ftab : Distribusi populasi mempunyai varians yang sama atau

homogen

Fhit > Ftab : Distribusi populasi mempunyai varians yang tidak

homogen

2. Uji Hipotesis (Uji-t)

Pengujian yang harus dilakukan selanjutnya adalah uji hipotesis, uji hipotesis ini dilakukan jika pada uji normalitas dan uji homogenitas menghasilkan kesimpulan bahwa data populasi berdistribusi normal dan data populasi homogen. Uji hipotesis ini digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan antara kemampuan berpikir kritis matematik siswa yang menggunakan metode Penemuan Terbimbing Berbantuan Media Benda Kongkrit (kelompok eksperimen) dengan siswa yang menggunakan Pembelajaran dengan Metode Konvensional (kelompok kontrol).

Langkah-langkah pengujian hipotesis yaitu: 1. Rumusan Hipotesis


(55)

39

Ho : 1  2

Ha : 1 > 2

2. Tentukan Uji Statistik.

Rumus yang digunakan :

1). Jika varians populasi homogen

Rumus : t hitung =

2 1 2 1 1 1 n n S X X gab  

; dengan db = (n1 + n2– 2)

2). Jika varians populasi heterogen Rumus : t hitung =

2 2 2 1 2 1 2 1 n S n S X X   Dimana : ) 2 ( ) 1 ( ) 1 ( 2 1 2 2 2 2 1 1       n n S n S n Sgab Keterangan: 1

X = rata-rata kemampuan berpikir kritis matematik dari kelompok eksperimen

2

X = rata-rata kemampuan berpikir kritis matematik dari kelompok kontrol

S12 = standar deviasi (varians kelompok eksperimen)

S22 = standar deviasi (varians kelompok kontrol)

n1 = jumlah sampel kelompok eksperimen

n2 = jumlah sampel kelompok Kontrol

Sgab = varians gabungan 3. Tentukan Tingkat Signifikan

Tingkat signifikan yang diambil dalam penelitian ini adalah dengan derajat keyakinan 95% dengan  = 5% dan rumus ttabel = t (, db).


(1)

Lampiran 27

PERHITUNGAN UJI HOMOGENITAS

A. Menentukan Hipotesis Statistik H0 :

2 2 2

1 

 

H1 :

2 2 2

1 

 

B. Menentukan Ftabel

Dari tabel F untuk jumlah sampel 36 pada taraf signifikasi ( ) 5% dan pada taraf signifikansi  =0,05 untuk dk penyebut (varian terbesar) 36 dan dk pembilang (varian terkecil ) 34, diperoleh Ftabel = 1,76.

C. Menentukan Fhitung

225 , 1

84 , 129

09 , 159

terkecil Varians

terbesar Varians

Fhitung

  

D. Membandingkan Ftabel dengan Fhitung

Dari hasil perhitungan diperoleh, Fhitung ≤ Ftabel  1,225 ≤ 1,76

E. Kriteria Pengujian

Kriteria pengujian untuk uji homogenitas sebagai berikut : Jika Fhitung < Ftabel , maka H0 diterima dan H1 ditolak

Jika Fhitung ≥ Ftabel , maka H0 ditolak dan H1 diterima

F. Kesimpulan

Dari pengujian homogenitas dengan uji Fisher diperoleh Fhitung ≤ Ftabel

maka H0 diterima, artinya kedua kelompok sampel berasal dari populasi yang


(2)

218

Lampiran 28

PERHITUNGAN UJI HIPOTESIS STATISTIK

A. Menentukan Hipotesis Statistik H0 : 12

H1 : 1 2

Keterangan: 1

μ : Rata-rata kemampuan berpikir kritis matematik siswa pada kelompok

eksperimen 2

μ : Rata-rata kemampuan berpikir kritis matematik siswa pada kelompok

kontrol

H0 : Rata-rata kemampuan berpikir kritis matematik siswa pada kelompok

eksperimen lebih kecil sama dengan rata-rata kemampuan berpikir kritis matematik siswa pada kelompok kontrol

H1 : Rata-rata kemampuan berpikir kritis matematik siswa pada kelompok

eksperimen lebih tinggi dari rata-rata kemampuan berpikir kritis matematik siswa pada kelompok kontrol

B. Menentukan ttabel

Dengan dk

n1n2 2

 

 36342

68

Pada taraf signifikasi  =0,05 diperoleh ttabel = ttabel t0,05  ,68 = 2,00 C. Menentukan thitung

Statistik Kelas Kontrol Kelas Eksperimen

Rata –rata 56,26 63,17


(3)



 



04 , 12 68 87 , 9852 2 34 36 84 , 129 1 34 09 , 159 1 36 2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1               n n s n s n sgab

D. Membandingkan thitung dengan ttabel

Dari hasil perhitungan diperoleh, thitung > ttabel  2,4 > 2,00

E. Kriteria Pengujian

Kriteria pengujian untuk uji hipotesis statistik sebagai berikut: Jika thitung ≤ ttabel , maka H0 diterima dan H1 ditolak

Jika thitung > ttabel , maka H0 ditolak dan H1 diterima

F. Kesimpulan

Dari pengujian hipotesis dengan uji-t diperoleh thitung> ttabel maka H0

ditolak dan H1 diterima atau dengan kata lain rata-rata kemampuan berpikir

kritis matematik siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari rata-rata kemampuan berpikir kritis matematik siswa pada kelompok kontrol.

4 , 2 878 , 2 ` 91 , 6 34 1 36 1 04 , 12 26 , 56 17 , 63 1 1 2 1 2 1         n n S X X t gab hitung


(4)

220

Tabel. Minimum values of CVR, One tailed test, p = .05 No of Panelists Minimum Value

5 .99

6 .99

7 .99

8 .85

9 .78

10 .62

11 .59

12 .56

13 .54

14 .51

15 .49

20 .42

25 .37

30 .33

35 .31

40 .29


(5)

Wawancara Pra Penelitian

Hari/Tanggal : Senin, 20 Januari 2014 Nama Guru : Ami Inayati, S.Pd

Tempat : SMP Darul Ma’arif Jakarta Pewawancara : Ghufron Kamil

Daftar pertanyaan Wawancara

1. Bagaimana keadaan para siswa pada saat pembelajaran metamatika?

“Keadaan siswa pada saat pembelajaran berbeda-beda. Ada yang antusias, ada yang diam, ada yang malu-malu, dan ada yang suka berbicara tentang hal-hal diluar pelajaran matematika. Umumnya siswa belum siap untuk belajar.”

2. Apakah para siswa aktif bertanya ketika mereka mengalami kesulitan pada saat belajar matematika?

“Ada beberapa siswa yang aktif bertanya karna menyukai pelajaran matematika. Namun siswa yang seperti itu sangat sedikit”

3. Kesulitan apa saja yang dialami siswa dalam belajar matematika?

“Keadaan siswa pada saat pembelajaran matematika berbeda-beda, siswa masih memiliki kesulitan dalam perhitungan dasar Sehingga tidak sedikit siswa yang sudah putus asa dalam menyelesaikan permasalahan matematika; terutama pada soal cerita, menyelesaikan masalah matematika dan soal aplikasi matematika.

4. Upaya apa yang Ibu lakukan untuk mengatasi kesulitan belajar tersebut?

“Biasanya ya saya yang harus aktif dalam menangani perbedaan karakteristik siswa yang berbeda-beda, saya harus mengulang kembali mengenai materi perhitungan dasar. Umumnya dalam pembelajaran matematika masih terfokus pada guru yang harus aktif“

5. Metode apa yang biasa Ibu gunakan pada saat pembelajaran matematika? “Biasanya saya masih menggunakan metode gabungan atau variatif tapi lebih sering ceramah.”


(6)

6. Bagaimana kemampuan berpikir kritis matematik siswa?

“Kemampuan berpikir kritis siswa itu masih rendah. berbeda pada masing-masing siswa. karna siswa hanya menerima pelajaran saja”

7. Seberapa penting kemampuan berpikir kritis matematik dalam pembelajaran? “Sangat penting, mengingat begitu berkembangnya perubahan zaman, jadi siswa harus sangat kritis dalam pembelajaran, melatih untuk kehidupan sehari-hari mereka.

8. Sulitkah Ibu mengajak siswa untuk melatih kemampuan berpikir kritis siswa? “cukup sulit, cara mengatasinya dengan menyuruh siswa untuk aktif dan ikut memberikan pendapatnya ketika pelajaran.

9. Menurut Ibu, metode yang sudah Ibu gunakan, sudah cukup untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa?

“Metode yang saya gunakan masih belum cukup untuk membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematik siswa, karena ya banyak faktor-faktor yang saya hadapi.”


Dokumen yang terkait

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA (Penelitian Quasi Eksperimen di SMP Madani Depok)

0 8 150

Pengaruh strategi pembelajaran aktif dengan metode pengajaran terbimbing terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa pada sub bab relasi dan fungsi (penelitian eksperimen di SMP 3 Pelabuhan Ratu)

0 22 194

Pengaruh metode penemuan terbimbing (guided discovery) terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa : penelitian quasi eksperimen terhadap siswa Kelas VIII SMPI Ruhama.

2 21 217

Pengaruh model pembelajaran learning cycle 5e terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa: penelitian quasi eksperimen di salah satu SMP di Tangerang.

6 24 248

Pengaruh metode penemuan terbimbing (guided discovery method) dalam pembelajaran matematika terhadap kemampuan penalaran adaptif siswa kelas xi IPA: penelitian quasi eksperimen di SMAN 5 Kota Tangerang Selatan

6 70 244

Pengaruh model pembelajaran learning cycle terhadap keterampilan berpikir kritis siswa

0 22 8

Pengaruh strategi pembelajaran aktif teknik question student have terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa: penelitian quasi eksperimen di Kelas VII SMP Negeri 11 Tangerang Selatan

0 4 240

Pengaruh Pendekatan Open Ended Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa (Penelitian Quasi Eksperimen di MTs Annajah Jakarta)

1 14 197

PENGARUH PENDEKATAN OPEN-ENDED TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA : Quasi Eksperimen Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 11 Makassar.

0 0 35

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIK DAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIK SISWA SMP DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING.

1 4 9