PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN DAN KEKUATAN OTOT LENGAN TERHADAP PRESTASI TOLAK PELURU

(1)

commit to user

i

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN DAN KEKUATAN OTOT LENGAN TERHADAP PRESTASI TOLAK PELURU (Study Eksperimen Metode Latihan Plyometrik Heavy Bag Thrust dan

Medicine Ball Chest Pass pada Siswa Putra SMA Negeri Punung Kabupaten Pacitan)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Keolahragaan

Disusun Oleh :

N A N G I M

NIM: A.120809115

PROGRAM STUDI ILMU KEOLAHRAGAAN PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user

ii

PERSETUJUAN

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN DAN KEKUATAN OTOT LENGAN TERHADAP PRESTASI TOLAK PELURU (Study Eksperimen Metode Latihan Plyometrik Heavy Bag Thrust dan

Medicine Ball Chest Pass pada Siswa Putra SMA Negeri Punung Kabupaten Pacitan)

Disusun Oleh :

N A N G I M

NIM: A.120809115

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Pada tanggal : Pebruari 2011

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr.H.M. Furqon H, M.Pd Prof. Dr.H. Muchsin Doewes, dr ,AIFO NIP : 19600727 198702 1 001 NIP. 19480531 197603 1 001

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Keolahragaan

Prof. Dr.Sugiyanto NIP. 19491108 197609 1 001


(3)

commit to user

iii

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN DAN KEKUATAN OTOT LENGAN TERHADAP PRESTASI TOLAK PELURU (Study Eksperimen Metode Latihan Plyometrik Heavy Bag Thrust dan

Medicine Ball Chest Pass pada Siswa Putra SMA Negeri Punung Kabupaten Pacitan)

Disusun Oleh :

N A N G I M

NIM: A.120809115

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua : Prof. Dr. Sugiyanto ...

Sekretaris : Dr. Kiyatno, M.Or,AIFO ...

Anggota Penguji :

1. Prof. Dr. H. M. Furqon H, M.Pd. ...

2. Prof. Dr. H. Muchsin Doewes, dr, AIFO. ...

Direktur PPs UNS,

Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. NIP. 19570820 198503 1 004

Surakarta, Pebruari 2011 Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Keolahragaan

Prof. Dr. Sugiyanto NIP. 19491108 197609 1 001


(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

Nama : N A N G I M

NIM : A.120809115

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul :

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN DAN KEKUATAN OTOT LENGAN TERHADAP PRESTASI TOLAK PELURU

(Study Eksperimen Metode Latihan Plyometrik Heavy Bag Thrust dan Medicine Ball Chest Pass pada Siswa Putra SMA Negeri Punung

Kabupaten Pacitan)

Adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan pada daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Pebruari 2011 Pembuat Pernyataan


(5)

commit to user

v

MOTTO

Tidak ada simpanan yang lebih berguna daripada ilmu, tidak ada sesuatu yang lebih terhormat daripada adab dan tidak ada kawan yang lebih bagus daripada akal, tidak ada yang mulia kecuali Iman dan taqwa.


(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan

Kepada :

Ibu dan Bapak Tercinta, Isteri dan Anakku Tersayang, Saudara-saudaraku Tersayang, Almamaterku Tercinta


(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat-Nya, sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan. Penyelesaian tesis mengalami berbagai kesulitan dan hambatan, berkat bantuan dari berbagai pihak berbagai kesulitan dan hambatan yang timbul tersebut dapat diatasi. Dalam kesempatan ini diucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. dr. M. Syamsulhadi, Sp. KJ (K). selaku Rektor Universitas Sebelas

Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian.

2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. selaku Direktur Program Pasca Sarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta atas pemberian pengarahan dan bantuannya.

3. Prof. Dr. Sugiyanto selaku Ketua Program Studi Ilmu Keolahragaan Program

Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Prof. Dr.H.M. Furqon H, M.Pd selaku Dosen Pembimbing I yang telah

memberikan pengarahan, saran dan koreksi dalam menyusun tesis.

5. Prof. Dr. H. Muchsin Doewes, dr,AIFO selaku Dosen Pembimbing II yang

telah memberikan pengarahan, saran dan koreksi dalam menyusun tesis.

6. Drs. Wachidin selaku Kepala SMA Negeri Punung Kab. Pacitan yang telah

memberikan ijin untuk mengadakan penelitian.

7. Teman-teman yang telah membantu pelaksanaan penelitian.

8. Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam menyelesaikan

penulisan tesis ini.

Semoga Allah melimpahkan rahmat dan balasan-Nya kepada mereka dengan yang lebih baik. Amin.

Surakarta, Pebruari 2011


(8)

commit to user

viii

ABSTRAK

NANGIM, NIM: A.120809115, 2011. PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN DAN KEKUATAN OTOT LENGAN TERHADAP PRESTASI TOLAK PELURU (Study Eksperimen Metode Latihan Plyometrik Heavy Bag Thrust dan Medicine Ball Chest Pass pada Siswa Putra SMA Negeri Punung, Kabupaten Pacitan)

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: (1) Perbedaan pengaruh antara Latihan Heavy Bag Thrust dan Medecine Ball Chest Pass terhadap peningkatan prestasi tolak peluru. (2) Perbedaan prestasi tolak peluru antara siswa yang memiliki kekuatan otot

lengan tinggi dan rendah. (3) Pengaruh interaksi antara latihan Plyometric dan kekuatan

otot lengan terhadap peningkatan prestasi tolak peluru.

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri Punung Kab. Pacitan selama 2 bulan. Penelitian menggunakan metode eksperimen dengan rancangan faktorial 2 X 2. Populasi penelitian ini adalah siswa putra SMA Negeri Punung Kab. Pacitan yang

berjumlah 64 siswa. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive random

sampling, sampel yang diambil sebanyak 40 siswa, terdiri dari 20 siswa yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi dan 20 siswa yang memiliki kekuatan otot lengan rendah. Variabel yang diteliti yaitu variabel bebas : variabel manipulatif dan variabel atributif, serta satu variabel terikat. Variabel manipulatif terdiri dari latihan Heavy Bag Thrust dan latihan Medicine Ball Chest Pass. Variabel atributif terdiri dari kelompok sampel dengan kekuatan otot lengan tinggi dan rendah. Variabel terikat yaitu prestasi tolak

peluru . Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis varians ( ANOVA )

dua jalur.

Kesimpulan: (1) Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara latihan Heavy

Bag Thrust dan Medicine Ball Chest Pass terhadap prestasi tolak peluru (Fhitung = 13,4812 > F tabel = 4.11 ) . (2) Ada perbedaan hasil prestasi tolak peluru yang signifikan ( Fhitung = 10,3802 > F tabel = 4.11 ) antara siswa yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi dan rendah, dimana siswa yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi lebih baik dari siswa yang memiliki kekuatan otot lengan rendah. (3) Ada pengaruh interaksi yang signifikan antara latihan latihan dan kekuatan otot lengan terhadap peningkatan prestasi tolak peluru (Fhitung = 62,4512 > F tabel = 4.11 ), dimana latihan Heavy Bag Thrust lebih cocok diterapkan pada siswa yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi sedangkan latihan Medicine Ball Chest Pass lebih cocok diterapkan pada siswa yang memiliki kekuatan otot lengan rendah.


(9)

commit to user

ix

Kata Kunci : Latihan Plyometrics, Latihan Heavy Bag Thrust, Latihan Medicine Ball Chest

Pass , Kekuatan otot lengan, Prestasi Tolak Peluru

ABSTRACT

NANGIM, NIM: A. 120809115, 2011. THE EFFEECT OF PLYOMETRICS TRAINING AND ARM

MUSCLE POWER TO IMPROVING SHOOT PHUT ACHIEVEMENT. (Study Experiment

Heavy Bag Thrust Training and Medicine Ball Chest Pass , Student SMA Negeri Punung Kab. Pacitan).

The aims of this research are to find out : (1) The differences of effect between Heavy Bag Thrust Training and Medicine Ball Chest Pass to improve shoot phut achievement. (2) The differences shoot phut achievement between student who have

high and low arm muscle power. (3) The effect of interaction between Plyometric

training and arm muscle power to improve shoot phut achievement.

This research was held at SMA Negeri Punung Kab. Pacitan for two months. This research used experiment method 2 X 2 factorial design. The population of this research were 64 boys student to SMA Negeri Punung Kab. Pacitan. The sampling technique was purposive random sampling, the samples taken as 40 student, consisted of 20 student who have high arm muscle power and 20 student who have low arm muscle power. The variables were independent variables consisted of two factors, there were manipulative variable and attributive variables and one bound variable. Manipulative

variables consisted of Heavy Bag Thrust Training and Medicine Ball Chest Pass .

Attributive variables consists of groups of samples with high and low arm muscle power. Bound Variables in this research is shoot phut achievement. Technique of data analysis in this research were used varians analysis (ANAVA) two lanes.

Conclusion: (1) There is a significant of difference effect between Heavy Bag Thrust. Training and Medicine Ball Chest Pass to shoot phut achievement, (Fhitung = 13,4812 > F tabel = 4.11 ) . (2) There is a significant difference of shoot phut


(10)

commit to user

x

achievement ( Fhitung = 10,3802 > F tabel = 4.11 ) between student who have high and

low arm muscle power, which student who have high arm muscle power was better than student who have low arm muscle power. (3) There is a significant interaction

effect between Plyometric training and arm muscle power to improve shoot phut

achievement (Fhitung = 62,4512 > F tabel = 4.11 ), where the Heavy Bag Thrust Training more suitable to be applied to the student who have high arm muscle power while Medicine Ball Chest Pass Training more suitable to be applied to the student who have low arm muscle power.

Key word : Plyometric training, Heavy Bag Thrust Training, Medicine Ball Chest


(11)

commit to user

xi BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berolahraga merupakan salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi oleh setiap orang untuk menunjang derajat kesehatan dan kebugaran jasmani nya. Pentingnya peran kesehatan, dalam lembaga pendidikan maka dilaksanakan kegiatan olahraga yang disebut pendidikan jasmani dan kesehatan .Pendidikan jasmani merupakan salah satu jenis pendidikan yang mengutamakan gerak tubuh atau aktivitas jasmani yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran secara keseluruhan.

Pendidikan jasmani mempunyai tujuan untuk mengembangkan kemampuan jasmani anak dan potensi lainnya seperti afektif, kognitif dan psikomotor. Aktivitas gerak sebagai sarana untuk mencapai tujuan pendidikan jasmani telah dituangkan dalam silabus pembelajaran. Mata pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan salah satu program pendidikan umum dalam kurikulum pendidikan yang diberikan pada setiap jenjang sekolah. termasuk mata pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan harus diberikan kepada siswa adalah cabang olahraga atletik, salah satu nomor atletik adalah tolak peluru.

Cabang olahraga atletik perlu dikembangkan dan ditingkatkan prestasinya di masyarakat, termasuk di lingkup pendidikan sekolah. Hal ini tepat sekali karena selain sebagai sarana pembinaan fisik,mental dan sosial masyarakat sekolah adalah kader-kader penerus bangsa seperti yang disebutkan dalam GBHN (Tap MPR RI No. II/MPR/1993) sebagai berikut :


(12)

commit to user

xii

Pembinaan dan pengembangan Olahraga yang merupakan bagian upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia pada peningkatan kesehatan jasmani, mental dan rokhani ,serta ditunjukkan untuk pembentukan watak dan kepribadian,disiplin dan sportivitas yang tinggi serta peningkatan prestasi yang dapat membangkitkan rasa kebanggan Nosional.

Atletik merupakan salah satu cabang olahraga yang wajib diajarkan dalam pendidikan jasmani. Atletik diajarkan dari tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP) Sekolah Menengan Atas (SMA/SMK). Nomor-nomor atletik yang diajarkan meliputi jalan, lari, lompat dan lempar. Dari tiap-tiap nomor tersebut didalamnya terdapat beberapa nomor yang dilombakan atau dipertandingkan. Untuk nomor lari terdiri atas : lari jarak pendek, jarak menengah, jarak jauh atau marathon, lari gawang, lari sambung dan lari cross country. Nomor lompat meliputi lompat jauh, lompat tinggi, lompat jangkit, lompat tinggi galah. Nomor lempar meliputi lempar cakram, lempar lembing, tolak peluru dan lontar martil.

Berkaitan dengan nomor-nomor atletik tersebut, penelitian ini akan mengkaji dan meneliti nomor lempar . Melempar merupakan salah satu aktivitas pengembangan kemampuan daya gerak siswa yaitu bertindak melakukan suatu bentuk gerakan dengan anggota badan nya secara lebih terampil.

Tolak peluru merupakan salah satu nomor lempar yang mempunyai istilah berbeda dengan nomor lempar lainnya. Hal ini karena gerakan menolak tidak melempar. Ditinjau dari gaya tolak peluru dibedakan atas dua gaya yaitu : gaya ortodhox (menyamping) dan gaya obrein (membelakang). Dikatakan gaya menyamping karena, sikap badan pada waktu menolak menyamping dari sektor


(13)

commit to user

xiii

lemparan, sedangkan dikatakan gaya mebelakangi karena pada waktu menolak posisi badan membelakangi sektor lemparan.

Berkaitan dengan gaya tolak peluru, penelitian ini akan mengkaji dan

meneliti tolak peluru gaya menyamping (orthodox). Untuk menolakkan peluru

sejauh-jauhnya tidaklah mudah. Ada beberapa unsur yang dapat mempengaruhi pencapaian prestasi tolak peluru. Kemampuan fisik yang memadai dan menguasai teknik yang benar merupakan bagian yang dapat mempengaruhi pencapaian prestasi tolak peluru. Kemampuan fisik dan teknik merupakan komponen yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Teknik tolak peluru dapat dikuasai dengan baik, jika didukung kemampuan fisik yang memadai. Hal ini karena, dalam pelaksanaan teknik tolak peluru pasti melibatkan kemampuan fisik. Adapun teknik tolak peluru terdiri dari : cara memegang dan meletakkan peluru, sikap badan pada waktu akan menolak, cara menolak peluru dan sikap akhir setelah menolak. Untuk mencapai tolakkan yang sejauh-jauhnya, maka teknik-teknik tersebut harus dikuasai.

Untuk dapat menolakkan peluru sejauh-jauhnya tidaklah mudah . kemampuan fisik yang memadai dari otot-otot lengan sangat dibutuhkan. Pada saat menolakkan peluru otot-otot lengan harus dikerahkan secara maksimal. Sadoso Sumosardjuno (1994:58) menyatakan bahwa “otot-otot bagian atas yang

sangat penting untuk gerakan melempar adalah otot punggung bagian atas, otot

trapesius, otot pektoralis bagian atas, otot deltoideus, otot tricep, serta otot pada lengan dan pergelangan”. Hal ini berarti, untuk menolakkan peluru secara


(14)

commit to user

xiv

maksimal otot-otot lengan dan otot pergelangan tangan harus dikerahkan secara maksimal dalam satu pola gerakan yang tepat.

Pada umumnya seorang atlet tolak peluru memiliki perawakan tubuh yang tinggi besar dan kuat. Tamsir Riyadi ( 1985:121 ) menyatakan “ Dalam usaha pencapaian prestasi secara maksimal, bentuk tubuh seseorang (besar,tinggi,kekar dan berat) juga sangat besar pengaruhnya terhadap hasil lemparan “ Hal ini berarti, bentuk tubuh yang tinggi dan kekar sudah barang tentu disertai bagian-bagian tubuh yang ideal diantaranya lengan dan tungkai nya panjang. Lengan yang panjang harus mampu dimanfaatkan secara optimal pada teknik yang benar. Lengan yang panjang tentu mempunyai jarak jangkauan yang lebih panjang, sehingga hal ini dapat mempengaruhi jauhnya tolakan.

Ditinjau dari Gerakan tolak peluru gaya ortodhok terdiri atas pada gerakan

kaki berdiri dengan satu kaki dan kaki lainnya diayun, untuk selanjutnya digeser kedepan. Hal ini berarti, kemampuan berdiri dengan stabil sangat penting untuk dapat melakukan teknik menolak dengan baik. Kemampuan seseorang atlet berdiri dengan stabil dengan tetap menjaga keseimbangan akan mendukung gerakan menolakkan peluru. Semakin tubuh seimbang saat akan menolakkan peluru, maka gerakan menolakkan peluru dapat dilakukan dengan baik, sehingga dapat mendukung pencapaian prestasi yang optimal.

Peningkatan prestasi merupakan salah satu tujuan pendidikan dan olahraga. Salah satu nomor dalam cabang atletik yang belum mampu menunjukkan prestasi terbaiknya diarena Internasional adalah di nomor tolak peluru salah satu jalan dapat ditempuh adalah dengan berlatih yang teratur dan terus menerus dengan


(15)

commit to user

xv

asuhan seorang pelatih atau guru olahraga yang profesional, dalam arti mempunyai pengetahuan yang luas dan memahami dengan benar azas-azas olahraga untuk tujuan prestasi yang diharapkan.

Berusaha dan terus berusaha mendapatkan jalan baru untuk meningkatkan prestasi keolahragaan di Indonesia adalah tanggung jawab Negara, sebagai pelatih,guru olahraga, pembinaan olahraga dan ilmuwan olahraga khususnya atlet itu sendiri. .

Untuk mencapai prestasi tinggi pada nomor tolak peluru maka unsur kekuatan otot lengan dengan usaha eksplosif (ledakan) sangat diperlukan.

Sedangkan dua gerak yang dimaksud adalah gaya gerak otot atau muscule

explosive power.

Dari pendapat diatas apabila diamati pada atletik tolak peluru akan terlihat sekali pada saat setelah melakukan awalan dengan membungkuk, lalu dengan cepat dan tenaga sekuat-kuatnya melontarkan peluru terjadilah daya ledak otot lengan yang diikuti dengan kaki kanan bagi pelontar yang menggunakan tangan kanan) berfungsi untuk mendorong tubuh naik keatas yang diikuti dengan meluruskan lengan pemegang peluru sedangkan lengan satunya sebagai keseimbangan.

Dalam berbagai cabang olahraga, kualitas unsur gerak fisik yang dituntut mencapai prestasi secara khusus berbeda-beda. Sama halnya dengan ciri-ciri biologis yang diperlukan dalam gerak menyangkut kualitas serta ketetapan dalam melaksanaakan suatu gerak olahraga. Demikian halnya dalam suatu latihan fisik, meskipun dalam latihan prinsip-prinsip sama, tetapi dalam latihan pada unsur


(16)

commit to user

xvi

geraknya tertentu akan berbeda atau porsi latihan yang diberikan kepada setiap cabang olahraga.

Dengan mengenal dan mengetahui uraian tenatang analisis gerakan dari suatu cabang olahraga diharapkan pelatih atau guru olahraga untuk selanjutnya menganalis sendiri tentang teknik olahraga yang diajarkan. Mengingat tolak peluru sebagian besar telah diajarkan disekolah-sekolah baik disekolah negeri maupun swasta, maka untuk memperbaiki prestasi tolak peluru di Indonesia sebaiknya juga dimulai dari sekolah dasar.

Selanjutnya tolak peluru itu sendiri salah satu faktor pokok yang mempengaruhi prestasi adalah struktur dan postur tubuh. Hal ini dapat dibuktikan memperhatikan penampilan bagi sebagian besar atlet yang mengikuti nomor lempar dan tolak peluru di arena Sea Games, Asean Games, maupun Olimpiade memperhatikan bentuk tubuh yang besar dan kuat. Sebab tubuh yang besar dan kuat dengan otot-otot tubuh, utamanya otot lengan dan bahu akan menghasilkan lemparan maupun tolakan yang terjauh. Sedangkan di nomor tolak dan lempar yang menjadi ukuran prestasi adalah jauh lemparan atau tolakan nya. Sehingga untuk melakukanya menuntut kekuatan otot dan teknik lemparan atau menolak yang tepat.

Mengenai pentingnya kekuatan otot pada nomor-nomor lempar dan tolak peluru menurut Sadoso Sumosardjono (1990:27) dikatakan bahwa: “Nomor tolak peluru adalah kegiatan olahraga yang lebih condong kekuatan terutama dengan


(17)

commit to user

xvii

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahawa untuk mencapai prestasi tinggi pada nomor tolak peluru maka unsur kekuatan otot lengan dengan usaha ekssplosif (ledakan) sangat diperlukan. Sedangkan gaya gerak yang dimaksud

daya gerak otot atau muscule explosive power.

B. Identivikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Pendidikan jasmani dan kesehatan belum dioptimalkan di sekolah untuk

meningkatkan derajat kesehatan pada siswa.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi untuk meningkatkan tolak peluru.

3. Siswa belum diketahui kondisi fisiknya dan kekuatan otot lengan yang

dapat mendukung kemampuan tolak peluru.

4. Siswa belum memanfaatkan kemampuan kekuatan otot lengan secara

maksimal dalam melakukan tolak peluru.

5. Untuk meningkatkan prestasi tolak peluru dengan melakukan latihan

plyometrik.

6. Jenis latihan plyometrik Heavy Bag Thrust dan Medicine Ball Chest Pass

C. Pembatasan Masalah.

Pembatasan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Perbedaan pengaruh Metode latihan Heavy Bag Thrust dan Medicine Ball


(18)

commit to user

xviii

2. Perbedaan prestasi tolak peluru antara siswa yang memiliki kekuatan otot

lengan tinggi dan kekuatan otot lengan rendah.

3. Pengaruh interaksi antara metode latihan dan kekuatan otot lengan

terhadap prestasi tolak peluru.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, peneliti dapat merumuskan sebagai berikut :

1. Adakah perbedaan pengaruh metode latihan Heavy Bag Thrust dan

Medicine Ball Chest Pass terhadap prestasi tolak peluru.

2. Adakah perbedaan prestasi tolak peluru antara siswa yang memiliki

kekuatan otot lengan tinggi dan kekuatan otot lengan rendah.

3. Adakah pengaruh interaksi antara metode latihan dan kekuatan otot

lengan terhadap prestasi tolak peluru.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka tujuan penelitian ini untuk mengetahui :

1. Perbedaan pengaruh metode latihan Heavy Bag Thrust dan Medicine

Ball Chest Pass terhadap prestasi tolak peluru pada siswa putra kelas XI SMA Negeri Punung, Kabupaten Pacitan.

2. Perbedaan prestasi tolak peluru antara siswa yang memiliki kekuatan otot

lengan tinggi dan kekuatan otot lengan rendah.

3. Pengaruh interaksi antara metode latihan dan kekuatan otot lengan


(19)

commit to user

xix

F. Manfaat Penelitian.

Adapun penelitian ini diharapkan bermanfaat ;

1. Bagi Guru dan pelatih dapat memberikan dan menambah wawasan

tentang pengaruh metode latihan Heavy Bag Thrust dan Medicine Ball Chest

Pass terhadap prestasi tolak peluru.

2. Memberikan sumbangan pengetahuan kepada para pelatih / guru

pendidikan jasmani tentang pentingnya metode latihan yang tepat untuk meningkatkan prestasi tolak peluru.


(20)

commit to user

xx

BAB II

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Kajian Teori

1. Tolak Peluru

a. Pengertian Tolak Peluru

Tolak peluru adalah salah satu nomor lempar yang terdapat dalam cabang olahraga siswaik. Meski pun termasuk dalam nomor lempar, namun penggunaan istilahnya bukan lempar peluru, tetapi tolak peluru. Hal ini karena, peluru tidak dilemparkan, tetapi ditolakkan atau didorong dari bahu. Menurut istilah tolak peluru, Aip Syarifuddin (1992:144) “ Tolak peluru adalah suatu bentuk gerakan menolak atau mendorong suatu alat yang bundar dengan berat tertentu yang terbuat dari logam (peluru) yang dilakukan dari bahu dengan satu tangan untuk mencapai jarak sejauh-jauhnya”

Berdasarkan pengertian tolak peluru tersebut menunjukkan bahwa, peluru adalah suatu alat yang bundar terbuat dari logam, tembaga atau kuningan yang memiliki berat tertentu yang dalam pelaksanaannya harus ditolakkan dari bahu untuk mencapai jarak sejauh-jauhnya. Adapun berat peluru yang dipergunakan dalam perlombaan resmi yang diselenggarakan PASI peluru untuk putra sebesar 7,257 kg dan bagi peserta wanita 4 kg, menurut Soegito (1992:22) yaitu “ Pengguanaan peluru yang digunakan di sekolah-sekolah menengah, bagi anak laki-laki digunakan peluru seberat 5 kg dan untuk anak perempuan seberat 3 kg” Sedangkan dalam pelaksanakan


(21)

commit to user

xxi

menolakkan peluru dapat dilakukan dengan menyamping (gaya orthodox) atau

membelakangi sektor lemparan (gaya obrein)

b. Tolak Peluru Gaya Ortodhox

Untuk mencapai prestasi tolak peluru yang maksimal adalah dengan menolakkan peluru sejauh-jauhnya dan dinyatakan sah berdasarkan peraturan yang berlaku. Dalam pelaksanaan menolakkan peluru disebut dengan gaya

tolak peluru ada dua macam yaitu gaya ortodhox dan gaya obrein. Dikatakan

gaya orhodhox atau menyamping karena sikap saat akan melakukan tolakan

menyamping sektor lemparan. Menurut Tamsir Riyadi (1985:126) disebut gaya menyamping karena :”sikap permulaan berdiri miring, sehingga arah tolakan disebelah samping”. Hal senada dikemukakan Jonath U Haag E, dan Krempel

R (1988:46) bahwa “teknik ortodhox yaitu menolak peluru lepas kesamping

setelah loncatan datar”

Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, tolak

peluru gaya ortodhox atau gaya menyamping merupakan cara menolak peluru,

dimana posisi badan saat akan menolakkan peluru menyamping dari sektor

lemparan. Gaya ortodhox ini sering digunakan untuk siswa-siswa sekolah,

karena gerakannya lebih mudah dan sederhana jika dibandingkan dengan gaya

membelakangi atau obrein. Seperti dikemukakan Tamsir Riyadi (1985:126)

bahwa “Gaya menyamping masih sering dipakai, terutama bagi siswa anak-anak sekolah (SMP,SMA) .


(22)

commit to user

xxii

Teknik merupakan pelaksanaan suatu kegiatan secara efektif dan rasional yang memungkinkan tercapainya hasi-hasil yang baik didalam suatu perlombaan maupun latihan. Peningkatan prestasi dalam olahraga menuntut adanya perbaikan dan pengembangan unsur teknik untuk mencapai tujuannya. Peningkatan prestasi tolak peluru selalu menuntut perubahan teknik dari gaya depan, gaya menyamping, dan gaya membelakang. Hal ini berarti, setiap saat teknik selalu berkembang sesuai dengan tuntutan peningkatan prestasi olahraga atau terjadi sebaliknya dengan diketemukan nya teknik-teknik baru, maka prestasi olahraga menjadi meningkat.

Untuk mencapai prestasi tolak peluru gaya orthodox, maka harus

menguasai teknik tolak peluru dengan baik dan benar. Dengan menguasai teknik tolak peluru akan memberi peluang pencapaian prestasi yang optimal. Menurut Aip Syarifudin (1992:145) “ teknik tolak peluru yaitu :(1) cara memegang peluru, (2) sikap badan pada waktu akan menolak peluru, (3) cara menolak peluru, (4) sikap badan setelah menolakkan peluru”.

Untuk lebih jelas teknik pelaksanaan tolak peluru gaya ortodhox

dijelaskan secara singkat sebagai berikut :

1). Cara Memegang Peluru

Cara memeggang peluru merupakan tahap awal dalam gerakan

tolak peluru. Menurut Jerver J,(2005:80) salah satu tujuan memegang peluru yaitu “mendapatkan pegangan yang paling efisien, sehingga penyaluran


(23)

commit to user

xxiii

tenaga cukup efektif sewaktu peluru tersebut ditolak kan”. Adapun cara memegang peluru meurut Agus Mukholid (2004:109) sebagai berikut:

(1)Peluru diletakkan pada telapak tangan bagian atas atau pada ujung

telapak tangan, yang dekat dengan jari-jari tangan. Jari-jari tangan direnggangkan atau dibuka. Jari kelingking dan ibu jari digunakan untuk memegang atau menahan bagian samping agar peluru tidak tergelincir kedalam atau keluar, sedangkan jari-jari yang lain bertugas menahan, menekan dan memegang peluru bagian belakang, ibu jari menahan ke dalam dan jari kelingking menahan keluar.

(2) Setelah peluru dapat di pegang dengan baik, letakkan pada bahu dan

menempel (melekat) di leher. Siku diangkat ke samping sedikit agak serong kedalam. Lengan yang tidak memegang peluru menjaga keseimbangan. Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan ilustrasi cara memegang peluru sebagai berikut :

Gamb ar 1. Cara Memegang Peluru

(Agus Mukholid, 2004:108)

2). Sikap Badan pada Waktu Akan Menolak Peluru.

Sikap badan pada waktu akan menolakkan peluru berkaitan dengan gaya tolak peluru, Seperti telah dijelaskan di atas bahwa, cara menolakkan peluru ada dua cara yaitu menyamping dan membelakangi sektor lemparan. Dalam hal


(24)

commit to user

xxiv

ini akan diuraikan cara atau sikap padan pada waktu akan menolakkan peluru menyamping. Menurut Agus Mukholid (2004:109) sikap badan pada waktu akan menolakkan peluru menyamping sebagai berikut:

(1)Berdiri tegak menyamping kearah tolakan, kedua kaki di buka lebar. Kaki

kiri lurus kedepan, sedangkan kaki kanan lututnya dibengkokkan kedepan sedikit agak serong ke samping kanan,badan agag condong kesamping kanan.

(2)Tangan kanan memegang peluru pada bahu, sedangkan lengan kiri dengan

siku dibengkokkan didepan sedikit agak serong keatas.

(3)Tangan dan lengan kiri berfungsi untuk membantu dan menjaga

keseimbangan, pandangan ditunjukkan ke arah tolakan.

Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan ilustrasi sikap badan pada waktu akan menolakkan peluru sebagai berikut:

Gambar : 2 Sikap Badan pada Waktu Akan Menolak Gaya Menyamping (Agus Mukholid, 2004:109)


(25)

commit to user

xxv

3). Cara Menolakkan Peluru

Cara menolakkan peluru merupakan tahapan ke tiga dari serangkaian gerakan tolak peluru. Menurut Aip Syarifudin (1992:148) pelaksanaan

cara menolakkan peluru gaya ortodhox sebagai berikut :

(1) Bersamaan dengan memutar ke arah tolakan, siku ditarik serong ke

atas ke belakang (ke arah samping kiri), pinggul dan pinggang serta perut didorong ke depan agak keatas hingga dada terbuka menghadap ke depan serong ke atas ke arah tolakan. Dagu di angkat atau agak ditengadahkan, pandangan ke arah tolakan.

(2) Pada saat seluruh badan (dada) menghadap kearah tolakan,

secepatnya peluru itu ditolakkan sekuat-kuatnya ke atas ke depan ke arah tolakan (parabola) bersamaan dengan bantuan menolakkan kaki kanan dan melonjakkan seluruh badan ke atas serong kedepan (kalau menolak dengan tangan kanan, sedangkan jika dengan tangan kiri sebaliknya)

Untuk lebih jelas berikut ini disajiakn ilustrasi gerakan cara menolakkan peluru gaya menyamping sebagai berikut:


(26)

commit to user

xxvi

Gambar : 3 Cara Menolakkan Peluru Gaya Ortodhox.

(Agus Mukholid, 2004:110)

4). Sikap Badan Setelah Menolakkan Peluru

Sikap akhir setelah menolakkan peluru merupakan salah satu faktor yang menentukan sah dan tidaknya tolakan yang dilakukan. Menurut Agus Mukholid (2004:110) sikap badan setelah menolakkan peluru sebagai berikut:

(1) Setelah peluru lepas dari tangan kanan, secepatnya kaki yang digunakan

untuk menolak itu diturunkan dan diletakkan kembali pada tempat bekas injakan kaki kiri , dengan lutut agak dibengkokkan.

(2) Kaki yang berada didepan (kaki kiri) diangkat kebelakang lurus dan

santai, untuk membantu menjaga keseimbangan.

(3) Badan condong ke depan, dagu diangkat dan badan agak miring ke

samping kiri, pandangan kearah jatuhnya peluru.

(4) Tangan kanan dengan siku agak dibengkokkan berada di depan sedikit

agak dibawah badan, lengan kiri lemas dan lurus kebelakang untuk membantu menjaga keseimbangan.

Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan ilustrasi sikap badan menolakkan peluru sebagai berikut.


(27)

commit to user

xxvii

Gambar : 4 Sikap Badan Setelah Menolakkan Peluru (Agus Mukholid, 2004:111)

Teknik pelaksanaan tolak peluru tersebut penting untuk dikuasai oleh setiap siswa tolak peluru. Penguasaan teknik yang baik akan dapat mendukung pencapaian prestasi tolak peluru lebih maksimal. Dalam pelaksanaannya teknik

tolak peluru gaya ortodok tersebut harus dirangkaikan dengan baik dan

harmonis.

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Tolak Peluru.

Mencapai prestasi yang semaksimal mungkin adalah salah satu tujuan dalam perlombaan atletik termasuk tolak peluru. Untuk mencapai prestasi yang tinggi terlepas dari dukungan berupa faktor. Menurut Jonath U. Haag E. and Krempel R. (1988:44- 45) faktor-faktor terpenting yang menentukan prestasi pada tolak peluru antara lain: “(1) lintasan percepatan pelurunya, (2) tinggi berangkat dan sudut berangkat peluru, (3) putaran antara poros bahu dan poros pinggangnya, (4) percepatan peluru dan waktu mulai ditolak dan, (5) pengakhiran semua tolakan tenaga bagian serta bersama dan pada saat yang tepat, dan terutama koordinasi antara gerak lengan dan kaki”.

Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, untuk mencapai prestasi tolak peluru yang maksimal seorang siswa harus mampu menolak peluru sejauh-jauhnya pada teknik yang tepat. Dalam hal ini seorang siswa harus menguasai teknik menolak yang benar, pola gerakan yang benar dan sudut tolakan yang tepat, sehingga peluru dapat terlontar sejauh mungkin.


(28)

commit to user

xxviii

Kesalahan teknik menolak dapat mempengaruhi kualitas tolakan yang dilakukan.

2. Hakikat Latihan

Menurut Nossek. J (1995:3) “ Latihan adalah suatu proses atau dinyatakan dengan kata lain, periode waktu yang berlangsung selama beberapa tahun,sampai siswa tersebut mencapai standar penampilan yang tinggi ”. Menurut Sukadiyanto (2002:1) menerangkan bahwa,” Pada prinsipnya latihan merupakan suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik, yaitu untuk meningkatkan: kualitas fisik kemampuan fungsional peralatan tubuh dan kualitas psikis anak latih”. Sedangkan menurut Harsono, (1988:102) menyatakan bahwa,” Latihan juga bisa dikatakan sebagai sesuatu proses berlatih yang sistematis yang dilakukan secara berulang-ulang yang kian hari jumlah beban latihannya kian bertambah ”.

Bompa Tudor O. (1990:3) menyatakan pula, “ Latihan adalah merupakan kegiatan yang sistematis dalam waktu yang lama ditingkatkan secara progresif dan individual yang mengarah pada cirri-ciri fisiologis dan psikologis manusia untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan ”. Namun ada pula yang menyatakan bahwa, “Latihan adalah suatu proses yang sistematis dengan tujuan meningkatkan fitness/kesegaran seorang siswa dalam suatu aktivitas yang dipilih. Ini adalah proses jangka panjang yang semakin meningkat

(progresif) dan mengakui kebutuhan individu-individu siswa dan


(29)

commit to user

xxix

untuk mengembangkan kualitas yang dituntut oleh suatu even ”. (Thomson, Peter,J.L. 1993:61)

Latihan secara luas diartikan sebagai suatu intruksi yang diorganisasikan dengan tujuan meningkatkan kemampuan fisik, psikis serta keterampilan baik intelektual maupun keterampilan gerak olahraga. Dalam pembinaan olahraga prestasi latihan didefinisikan sebagai persiapan fisik, teknik, intelektual, psikis, dan moral. Selanjutnya dikatakan bahwa, ” Latihan adalah proses persiapan secara sistematis dalam mempersiapkan siswa menuju kearah tingkat keterampilan yang paling tinggi ” (Harre D. 1982:11). Melalui latihan kemampuan seseorang dapat meningkatkan sebagian besar sestem dapat menyesuaikan diri pada tuntutan fungsi yang melebihi dari apa yang biasa dijumpai dari biasanya. ” Latihan dapat didefinisikan sebagai peran serta yang sistematis yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas fungsional fisik dan daya tahan ”. (Pate R., Clenaghan M.B., 1993:317)

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa latihan (olahraga) adalah suatu proses kegiatan olahraga yang dilakukan secara sadar, sistematis, bertahap dan berulang-ulang, dengan waktu yang relatif lama, untuk mencapai tujuan akhir dari suatu penampilan yaitu peningkatan prestasi yang optimal. Agar latihan mencapai hasil prestasi yang optimal, maka program/bentuk latihan disusun hendaknya mempertimbangkan kemampuan dasar individu, dengan memperhatikan dan mengikuti prinsip-prinsip atau azas-azas pelatihan.


(30)

commit to user

xxx

a. Prinsip-Prinsip Latihan

Keberhasilan dalam mencapai prestasi tertinggi bagi seorang siswa banyak

dipengaruhi oleh kesiapan program latihan, kemampuan pelatih serta kemampuan fisik siswa. Semakin spesifik program latihan tersebut, semakin besar pengaruh yang dicapai dalam penampilan. Untuk mencapai tujuan latihan haruslah menganut prinsip-prinsip latihan. Prinsip-prinsip latihan merupakan pedoman untuk menyusun program latihan yang terorganisir dengan baik. Untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan fisik, serta efektifitas latihan dapat dicapai, maka dalam pelaksanaanya harus memperhatikan prinsip-prinsip latihan.

Menurut Nossek. J (1995: 4) prinsip-prinsip dalam latihan adalah terdiri dari:

1) Prinsip pembebanan (loading) sepanjang tahun latihan tersebut

2) Prinsip periodisasi dan penataan beban selama peredaran waktu latihan

tersebut

3) Prinsip hubungan antara persiapan yang bersifat umum dan khusus dengan

kemajuan spesialisasi

4) Prinsip pendekatan indivudal dan pembebanan individual

5) Prinsip hubungan terbaik antara kondisi fisik, teknik, taktik dan intelektual

(kecerdikan) termasuk kemauan.

Menurut Sukadiyanto (2002:12-22) menjelaskan bahwa ada beberapa prinsip-prinsip latihan yang seluruhnya dapat dilaksanakan sebagai pedoman dalam satu kali tatap muka antara lain:

(a) Prinsip kesiapan (readiness), (b) Prisip individual, (c) Prinsip adaptasi, (d).

Prisip beban lebih (Overload), (e). Prinsip progresif (peningkatan), (f) Prinsip

spesifikasi (kekhususan), (g) Prinsip variasi, (h) Prinsip pemanasan dan


(31)

commit to user

xxxi

Prinsip berkebalikan (Reversibility), (k) Prinsip tidak berlebihan (Moderat), (l)

Prinsip sistematik.

Menurut Suharno HP. (1993: 7-13) prinsip-prinsip latihan adalah:

1) Latihan sepanjang tahun tanpa berseling (prinsip kontinyu dalam latihan)

2) Kenaikan beban latihan secara teratur

3) Prinsip individual (perorangan siswa)

4) Prinsip interval

5) Prinsip stress (penekanan)

6) Prinsip spesialisasi

Sedangkan menurut Harsono (1998:102-112) adalah:

1) Prinsip beban lebih (overloadprinciple)

2) Prinsip perkembangan menyeluruh

3) Prinsip spesialisasi

4) Prinsip individualisasi

Menurut Nossek. J (1982:14) prinsip-prinsip dalam latihan adalah terdiri dari:

1) Prinsip pembebanan (loading) sepanjang tahun latihan tersebut

2) Prinsip periodesasi dan penataan beban selama peredaran waktu latihan

tersebut

3) Prinsip hubungan antara persiapan yang bersifat umum dan khusus dengan

kemajuan spesialisasi

4) Prinsip pendekatan individual dan pembebanan individual

5) Prinsip hubungan terbaik antara kondisi fisik, teknik, taktik dan intelektual

(kecerdikan) termasuk kemauan.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip latihan adalah kaidah-kaidah atau prosedur yang harus diperhatikan dalam melaksanakan latihan agar sasaran latihan dapat tercapai dengan maksimal. Prinsip-prinsip tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Prinsip latihan sepanjang tahun

Karena sifat adaptasi siswa terhadap beban latihan yang diterima adalah labil dan sementara, maka untuk mencapai suatu prestasi maksimal, perlu ada


(32)

commit to user

xxxii

latihan sepanjang tahun dan terus menerus secara teratur, terarah, dan berkesinambungan. Terus menerus dan berkesinambungan bukan berarti tidak ada istirahat sama sekali. Agar dapat diketahui dengan jelas suatu latihan yang sistematis, perlu ada periode-periode latihan.

2) Prinsip beban lebih

Beban latihan yang diberikan pada siswa harus cukup berat dan diberikan berulang-ulang dengan intensitas yang cukup tinggi sehingga merangsang adaptasi fisik terhadap beban latihan. Kenaikan beban harus bertahap sedikit

demi sedikit agar tidak tejadi overtraining, dan proses adaptasi terhadap beban

terjamin keteraturannya.

3) Prinsip perkembangan menyeluruh

Prinsip perkembangan menyeluruh memberikan kebebasan kepada siswa untuk melibatkan diri dalam berbagai aspek kegiatan agar ia memiliki dasar yang kokoh guna menunjang ketrampilan khususnya kelak. Dengan melibatkan diri dalam berbagai aktivitas, siswa mengalami perkembangan yang komprehensif terutama dalam hal kondisi fisiknya seperti kekuatan, daya tahan, kecepatan, kelincahan gerak dan sebagainya.

4) Prinsip individual

Setiap orang berbeda-beda baik fisik, mental, potensi, karakteristik belajarnya, ataupun tingkat kemampuannya, karena perbedaan-perbedaan tersebut harus diperhatikan oleh pelatih agar di dalam memberikan beban dan dosis latihan,


(33)

commit to user

xxxiii

metode latihan, serta cara berkomunikasi dapat sesuai dengan keadaan dan karakter siswa sehingga tujuan prestasi dapat tercapai.

5) Prinsip interval

Prinsip interval sangat penting dalam merencanakan latihan, karena berguna dalam pemulihan fisik dan mental siswa. Dalam prinsip ini latihan-latihan yang dilakukan menggunakan interval berupa waktu istirahat. Istirahat dapat dilakukan dengan istirahat aktif maupun istirahat pasif. Perbandingan waktu kerja atau latihan dengan waktu istirahat dapat pula menjadi beban latihan untuk meningkatkan kemampuan fisik.

6) Prinsip tekanan

Prinsip tekanan atau stress menuntut latihan harus menimbulkan kelelahan secara sungguh-sungguh baik kelelahan lokal maupun kelelahan total jasmani dan rohani. Hal ini penting untuk meningkatkan prestasi, beban yang berat berguna meningkatkan kemampuan organisme, situasi dan kondisi yang berat

untuk menggembleng mental yang diperlukan dalam menghadapi

pertandingan-pertandingan, meskipun demikian pemberian tekanan harus disesuaikan dengan kondisi siswa.

7) Prinsip kekhususan

Latihan harus mempunyai bentuk dan ciri yang khusus sesuai dengan sifat dan karakter masing-masing cabang olahraga.


(34)

commit to user

xxxiv

Tujuan serta sasaran utama dari latihan adalah mencapai prestasi yang maksimal, di samping itu Harre D. (1982:10) secara rinci mengemukakan tujuan utama latihan adalah:

1) Untuk meningkatkan kekuatan, kecepatan, kekuatan dan daya tahan fisik

2) Untuk meningkatkan teknik dan koordinasi gerakan yang sesuai dengan

teknik dasar setiap cabang olahraga

3) Untuk meningkatkan taktik individu maupun kelompok

4) Untuk meningkatkan mental siswa

5) Untuk mengembangkan kepribadian siswa.

Latihan fisik mempunyai tujuan memberikan tekanan fisik secara teratur, sistematik dan berkesinambungan, sehingga meningkatkan kemampuan di dalam melakukan kerja atau atkivitas gerak. Tanpa kondisi fisik yang baik siswa tidak dapat mengikuti proses latihan kondisi fisik dengan sempurna.

Latihan teknik bertujuan untuk mengembangkan dan membentuk sikap dan gerak melalui pengembangan motorik dan sistem saraf menuju gerakan otomatis. Kesempurnaan teknik dasar tiap cabang olahraga akan menentukan kesempurnaan gerak keseluruhan. Karenanya teknik dasar yang diperlukan oleh tiap cabang olahraga harus dipelajari dan dikuasai dengan baik oleh siswa.

Taktik dapat diartikan sebagai suatu siasat yang digunakan untuk

memperoleh keberhasilan atau kemenangan secara sportif dengan

menggunakan kemampuan teknik individu. Teknik-teknik gerakan yang telah dikuasai dengan baik, dikembangkan dan dilatih lebih keras lagi dalam setiap latihan, sedangkan kekurangan-kekurangan atau kelemahan-kelemahan yang ada sebisa mungkin ditekan dan dicari suatu cara untuk menutup kekurangan atau kelemahan tersebut. Dengan mengetahui kelebihan dan kekurangan yang


(35)

commit to user

xxxv

ada maka dapat dikembangkan suatu taktik untuk dapat menguasai dan mengalahkan lawan atau mencapai kemenangan, bahkan dengan senjata kekurangan yang ada sekalipun.

Latihan mental bertujuan untuk menjaga kestabilan emosi dan meningkatkan motivasi. Harsono (1988:101) mengemukakan bahwa “Latihan mental adalah latihan yang menekankan pada perkembangan kedewasaan siswa, emosional, dan impulsif guna mempertinggi efisiensi mental siswa terutama apabila siswa dalam situasi stress yang kompleks”. Jadi pada prinsipnya latihan mental adalah untuk menghilangkan atau mengurangi beban psikologis itu mental siswa yang dapat mengganggu penampilan atau prestasi selama berlomba atau bertanding. Mental yang tinggi merupakan modal tambahan yang sangat penting untuk menuju tahap kematangan juara, karena sifat-sifat yang berupa semangat bertanding yang bernyala-nyala, tak kenal menyerah dan berputus asa, selalu waspada, dan rasa percaya diri yang tinggi menandakan bahwa siswa siap untuk menjadi seorang berkuasa.

Demikian pentingnya latihan sehingga para ahli olahraga dan ilmuwan berusaha untuk meneliti lebih jauh cara metode yang dapat meningkatkan kemampuan fisik yang lebih efektif dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta penemuan-penemuan sebelumnya.

Aktivitas latihan dipengaruhi oleh bentuk latihan, jenis latihan dan waktu pelaksanaan latihan. Dengan demikian latihan akan merangsang kemampuan


(36)

commit to user

xxxvi

adaptasi fisik terhadap perkembangan fisiologis maupun psikologis untuk melawan tekanan dalam latihan.

c. Metode Latihan

Metode adalah suatu cara yang dalam fungsinya merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan. Pada dasarnya latihan adalah sama dengan belajar, dimana latihan adalah belajar dalam skala yang lebih intesif Rusli Lutan, (1988:397) mendefinisikan ” Metode sebagai suatu cara untuk melangsungkan proses belajar mengajar sehingga tujuan dapat tercapai ”. Hal yang senada dikemukakan oleh Winarno Surakhmad (1994:96) bahwa ” Metode adalah cara yang didalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan ”.

Dalam kamus bahasa Indonesia ” Metode diartikan sebagai cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan dalam rangka mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya ”.

Mengadopsi pendapat Singer , Robert, N (1980:25) jika dihubungkan dengan latihan, maka ” Untuk mencapai tujuan latihan secara efektif dan efisien, prosedur dan teknik yang harus dikerjakan pelatih dan siswa mencakup tiga aspek, yakni akurat, efisien dan komunikatif ”.

Akurat mengandung arti bahwa informasi mengenai program latihan yang disusun harus dapat dipahami dan diterima siswa dengan mudah, serta tepat untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Efisien berarti bahwa penggunaan waktu dan tenaga diusahakan sesingkat mungkin tetapi diharapkan tujuan dapat dicapai dengan baik dan hasil yang maksimal tanpa kelelahan yang berarti.


(37)

commit to user

xxxvii

Komunikasi dalam hal ini adalah situasi lingkungan latihan yang diciptakan harus dapat memberikan motivasi latihan yang baik bagi siswa, ada kesepahaman antara pelatih dengan siswa dalam melaksanakan program latihan yang disusun. Bila ada bentuk komunikasi antara pelatih dan siswa akurat, efisien dan menarik maka semangat latihan dapat meningkat. Keberhasilan pelatih dalam melatih didukung atas beberapa faktor diantaranya adalah metode latihan.

Dalam masalah metode latihan fisik, dapat dibedakan menjadi dua macam program latihan. Pertama program latihan peningkatan kondisi fisik, baik per komponen maupun secara keseluruhan untuk meningkatkan status kondisi fisik siswa bersangkutan untuk menghadapi pertandingan. Kedua, program latihan mempertahankan kondisi fisik, yatu program latihan yang disusun sedemikian rupa untuk mempertahankan kondisi fisik siswa berada dalam puncaknya.

Peningkatan kondisi fisik yang diperoleh melalui latihan dapat dilihat berupa peningkatan kemampuan gerak, tidak cepat merasa lelah, dan peningkatan ketrampilan. Untuk itu diperlukan suatu program latihan yang benar dan sesuai dengan tujuan dari latihan itu sendiri. Memperhatikan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa metode adalah cara yang sistematis untuk kelancaran pelaksanaan proses belajar atau berlatih dalam mencapai suatu tujuan yang diharapkan.

Pada kenyataannya latihan harus mempunyai sasaran dan tujuan yang nyata, yang mana pemenuhan sasaran dan tujuan jangka pendek maupun


(38)

commit to user

xxxviii

jangka panjang sangat penting untuk memotivasi seorang siswa dan memungkinkan pelatih mendapatkan umpan balik apakah latihan yang direncanakan itu efektif meningkatkan prestasi atau tidak.

d. Program Latihan

Dengan berpedoman pada prinsip-prinsip dasar latihan maka program latihan disusun. Dalam penyusunan program latihan perlu diperhatikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan program latihan tersebut dalam meningkatkan prestasi. Faktor-faktor tersebut adalah:

1). Intensitas latihan

Intensitas pelatihan adalah suatu dosis (jatah) pelatihan yang harus dilakukan seorang siswa menurut program yang telah ditentukan.

Intensitas pelatihan yang dilakukan setiap kali berlatih harus cukup, apabila intensitas suatu pelatihan tidak memadai, maka pengaruh pelatihan terhadap peningkatan kualitas fisik sangat kecil atau bahkan tidak sama sekali. Sebaliknya apabila intensitas pelatihan terlalu tinggi kemungkinan dapat menimbulkan cidera atau sakit (M.Sajoto, 1995: 133).

Menurut Djoko Pekik Irianto (2002:54) “ Intensitas pelatihan adalah ukuran kualitas latihan meliputi prosentase kinerja maksimum (Kg.m/detik),

prosentase detak jantung maksimal, prosentase VO2 max, kadar laktat darah

dan lain-lain “.

Dalam menentukan dosis latihan ada tiga cara yang bisa dicapai sebagai patokan ambang rangsang, yaitu: denyut nadi, asam laktat, dan ambang rangsang anaerobik. “ Cara yang termudah untuk mengetahui intensitas


(39)

commit to user

xxxix

pelatihan sudah cukup atau belum yaitu dengan menghitung denyut nadinya pada waktu pelatihan” Ngurah Nala, (1998:45). Selanjutnya kualitas suatu intensitas yang menyangkut kecepatan atau kekuatan dari suatu aktivitas ditentukan berdasarkan persentase dari denyut nadi. Makin kecil persentasenya disebut intensitas rendah, sedangkan makin tinggi persentasenya disebut intensitas supermaksimal. Tingkat intensitas ini terdiri dari terendah sampai tertinggi Ngurah Nala, (1998: 45), terdiri atas :

a). Intensitas Rendah : 30% - 50% Denyut Nadi

b). Intermedium : 50% - 70% Denyut Nadi

c). Medium : 70% - 80% Denyut Nadi

d). Submaksimal : 80% - 90% Denyut Nadi

e). Maksimal : 90% - 100% Denyut Nadi

f). Supermaksimal : 100% - 105% Denyut Nadi

Ngurah Nala (1992:38) menyatakan bahwa apabila intensitas suatu pelatihan diambil berdasarkan denyut nadi maka, dapat diukur dengan menggunakan dalil sebagai berikut:

Teknik menghitung denyut nadi yang digunakan adalah dengan cara memegang dan merasakan denyut nadi dengan menggunakan ketiga jari tangan (telunjuk, jari tengah, jari manis) pada nadi pergelangan tangan, pada daerah pengumpul, radialis, lalu dirasakan dan setelah detakan baru dihitung selam 30 detik. Hitungan selama 30 detik, lalu dikalikan 2, sehingga hasil perkalian tersebut merupakan jumlah denyutan per menit Ngurah Nala, (1992:72).

Denyut Nadi Maksimal : 220 – Umur.


(40)

commit to user

xl

Sedangkan penghitungan denyut nadi yang lain biasanya dilakukan dengan

palpasi pada arteri radialis atau arteri coratid selama 15 detik selanjutnya

hasilnya dikalikan empat.

Tabel 1.

Zona Latihan Berdasarkan Denyut Nadi

Zona Tingkat Denyut Nadi (Dt/Mnt)

01 Rendah 120-150

02 Sedang 150-170

03 Tinggi 170-185

04 Maksimum > 185

Sumber : Djoko Pekik Irianto, 2002:57

Dari pendapat ahli tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa: “ Pelatihan Plyometric Heavy Bag Trhust dan Medicine Ball Chest Pass dapat

meningkatkan daya ledak (power) otot lengan secara efektif, apabila intensitas

pelatihan adalah 50% - 70% “. Ngurah Nala, (1992:38).

2) Lama latihan

Lama latihan atau durasi latihan adalah berapa minggu atau bulan program latihan itu dijalankan sehingga seorang siswa dapat mencapai kondisi yang diharapkan. Lama latihan ditentukan berdasarkan kegiatan latihan per minggu, per bulan atau aktivitas latihan yang dilakukan dalam jangka waktu per menit atau jam. Lama latihan berbanding terbalik dengan intensitas latihan. Bila intensitas latihan tinggi maka durasi latihan lebih singkat, sebaliknya bila


(41)

commit to user

xli

intensitas latihan rendah maka durasi latihan lebih panjang. Fox E.L, Mathew, DK dalam M. Sajoto (1995:70) menyatakan bahwa “ Lama latihan hendaknya dilakukan 4 – 8 minggu ”, sedangkan Harsono (1988:117) berpendapat bahwa “ Untuk tujuan olahraga prestasi, lama latihan 45-120 menit dan untuk olahraga kesehatan lama latihan 20-30 menit dan training zone ”.

Berdasarkan uraian di atas, maka waktu pelatihan pada penelitian ini adalah 2 bulan atau selama 18 kali pelatihan dengan frekuensi pelatihan 3 kali

seminggu dimana tidak termasuk tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test).

“Pelatihan yang diberikan adalah pelatihan Plyometrik Heavy Bag Thrus dan

Medicine Ball Chest Pass , hingga mencapai daerah pelatihan (training zone), yaitu 50% - 70% .” Ngurah Nala, (1992:38)

3) Frekuensi latihan

Yang dimaksud dengan frekuensi latihan adalah jumlah latihan intensif yang dilakukan dalam satu minggu. Untuk menentukan frekuensi latihan harus memperhatikan kemampuan seseorang, sebab kemampuan setiap orang tidak harus memperhatikan kemampuan seseorang, sebab kemampuan setiap orang tidak sama dalam beradaptasi dengan program latihan. Bila frekuensi latihan terlebih dapat mengakibatkan cedera, tetapi bila frekuensi kurang maka tidak memberikan hasil karena otot sudah kembali pada kondisi semula sebelum latihan.

Jumlah frekuensi latihan bergantung pada jenis, sifat dan karakter olahraga yang dilakukan. Latihan sebaiknya dilakukan 3 kali dalam satu


(42)

commit to user

xlii

minggu untuk memberi kesempatan bagi tubuh beradaptasi dengan beban latihan. M.Sajoto (1995:35) mengemukakan bahwa: ” Program latihan yang dilaksanakan 4 kali setiap minggu selama 6 minggu cukup efektif, namun para pelatih cenderung melaksanakan 3 kali setiap minggu untuk menghindari terjadinya kelelahan yang kronis, dengan lama latihan yang dilakukan selama 6 minggu atau lebih ”.

Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa latihan dalam penelitian ini adalah suatu program latihan berbeban secara isotonik yang disusun dengan sistematis guna meningkatkan daya ledak otot, khususnya daya ledak otot tungkai. Adapun penentuan berat beban, repetisi, ulangan dan jumlah latihannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip latihan berbeban dan pendapat para ahli di atas.

Pelaksanaan masing-masing berat beban untuk program latihan plyometrik dalam penelitian ini dilakukan selama 6 minggu. Hal ini disesuaikan dengan pendapat Pate R., Clenaghan M.B. (1984:324) bahwa: ” Lama latihan 6-8 minggu akan memberikan efek yang cukup berarti bagi siswa, yaitu untuk latihan power dapat meningkat 10%-25%. Untuk frekuensi latihannya sebanyak 3 kali perminggu ”. Hal ini untuk memberi kesempatan pada tubuh untuk beradaptasi terhadap beban yang diterima otot. Selanjutnya untuk peningkatan beban latihan perminggu adalah kurang dari 5% beban sebelumnya. Untuk penambahan beban adalah dengan jenjang bergelombang seperti gambar 1. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa latihan minggu ke dua meningkat sedikit dari minggu pertama, kemudian minggu ke tiga


(43)

commit to user

xliii

meningkat sedikit dari minggu ke dua, selanjutnya minggu ke empat turun yaitu dengan berat beban sama dengan minggu ke dua, demikian dilanjutkan sampai masa latihan selesai.

B

eba

n La

ti

ha

n Kecepatan

Beban Latihan

Gambar 5. Kurva Kecepatan Beban Latihan yang Diikuti Dengan Peningkatan Prestasi (Bompa Tudor O., 1994:46).

Metode latihan yang akan dilibatkan dalam penelitian ini yaitu metode latihan

plyometric dengan model latihan Heavy Bag Trhus dan Medicine Ball Chest Pass , yang nantinya diharapkan metode latihan ini dapat meningkatkan prestasi tolak peluru.

e. Sistematis Latihan.

Pelatihan akan menghasilkan suatu manfaat yang maksimal apabila mengikuti sistem pelatihan yang tepat. Sistematika pelatihan yang salah akan menyebabkan terjadinya suatu cidera. Adapun sistematika yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut Kanca, (1990:22).

1) Pelatihan Peregangan (Streching).

Sebelum melakukan pelatihan yang berat, sebaiknya terlebih dahulu melakukan pelatihan peregangan karena bermanfaat untuk :


(44)

commit to user

xliv

a) Meningkatkan kelenturan (elastisitas) otot-otot, sendi dan menambah mutu

gerakan.

b) Mengurangi ketegangan otot dan membantu tubuh merasa rileks, serta mencegah

terjadinya cidera.

c) Meningkatkan kesiap-siagaan tubuh, serta melancarkan sirkulasi darah.

Peregangan mutlak harus dilakukan, gerakan peragangan tidak boleh dilakukan secara tiba-tiba harus perlahan - lahan. Peregangan dapat dilakukan secara aktif dan juga bisa dilakukan secara pasif dengan bantuan orang lain. ”Pada setiap akhir dari usaha peregangan otot pada satu sendi posisinya ditahan selama 20-30 detik ”. Ngurah Nala, (1998:51).

2) Pelatihan Pemanasan (Warning-Up).

Pemanasan atau warming-up amat perlu dilakukan oleh setiap siswa baik

sebelum berlatih (pra-latihan) maupun sebelum bertanding (pra-pertandingan).

“Sistem tubuh pada saat istirahat berada dalam keadaan tidak begitu aktif (inersia).

Untuk mengaktifkan kembali maka perlu dilakukan pemanasan”. Ngurah Nala, (1998:49).

Proses pemanasan ini sebenarnya berawal di tingkat lapisan luar otak atau korteks otak. Untuk mengantisipasi gerakan pada saat pemanasan, saraf simpatis dirangsang yang menyebabkan terjadinya vasodilatasi atau pelebaran pembuluh darah diseluruh pembuluh skeletal. Bila aktivitas sesungguhnya dimulai, maka akan terjadi

vasokontriksi di organ otot skeletal yang tidak bekerja dan tetap terjadi vasodilatasi di

otot skeletal yang berkontraksi.Ngurah Nala, (1998: 49)

Selama pemanasan akan terjadi peningkatan intensitas secara progresif, menaikkan kapasitas kerja organ tubuh serta fungsi saraf, diikuti pula proses metabolik yang cepat. Akibat pemanasan aliran darah meningkat, suhu tubuh naik,


(45)

commit to user

xlv

yang akan merangsang pusat pernapasan untuk meningkatkan pemasokan oksigen kepada sel otot dan organ tubuh yang lainnya. Peningkatan oksigen dan aliran darah ini akan berdampak memperbesar potensi kerja organ tubuh sehingga penampilan dan kinerja siswa menjadi lebih efektif.

Menurut Fox E.L, Mathew, DK, 1984, (1998:50) Prosedur pemanasan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu pemanasan aktif dan pemanasan pasif. Senam

pemanasan (calisthenic) merupakan gerakan yang aktif. Sedangkan pemanasan

dengan cara pasif yang bertujuan semata-mata untuk meningkatkan suhu tubuh, seperti mandi air panas, selimut tebal, infra merah bahan kimia dan pijat. Pelatihan pemanasan harus melibatkan kelompok otot utama, khususnya yang langsung menyangkut cabang olahraga yang bersangkutan.

Intensitas dan durasi pelatihan sangat lah bervariasi sesuai dengan cabang olahraga. Intensitas dan durasi pelatihan menurut Ngurah Nala (1998:50) yang diambil dari berbagai penelitian ilmiah pakar olahraga, antara lain:

a) Lama waktu pemanasan untuk menggerakkan seluruh otot tubuh yaitu berkisar

20-30 menit . Fox E.L, Mathew, DK, (1993:54) atau 10-20 menit Ngurah Nala, (1998:50), dimana 5 menit terakhir dipergunakan untuk pemanasan khusus sesuai dengan aktifitas yang akan dilakukan.

b) Malahan menurut Ngurah Nala, (1998:49) pemanasan cukup dilakukan 5 menit

saja apabila cuma melatih beberapa otot skeletal atau otot yang erat kaitannya dengan gerakan khas atau khusus dari cabang olahraga yang akan dilaksanakan.

c) Pelatihan pemanasan dilakukan antara 5-30 menit tergantung berat ringannya

pelatihan inti yang akan dilakukan (Fox E.L, Mathew, DK, 1984:89).

d) Ada pula yang menggunakan patokan kenaikan frekuensi denyut nadi. Jika


(46)

commit to user

xlvi

(istirahat). Apabila denyut nadi istirahat yakni 60 denyutan pemanasan cukup dilakukan apabila denyut nadi mencapai 80 denyutan per menit Ngurah Nala, (1998: 50).

Banyak faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan untuk

menentukan lama dan tife gerakan pemanasan. ” Jadi pemanasan itu tidak selalu lama, bisa berkisar antara 10 – 15 menit ” Ngurah Nala, (1998:50). Lamanya pemanasan pada pelatihan ini selama 10 menit.

3) Aktivitas formal (Formal Activity).

Fase terakhir dari pelatihan pemanasan adalah suatu kegiatan yang dilakukan sesuai dengan cabang olahraga yang akan dilatihkan.

4) Pelatihan inti.

Pelatihan yang dilakukan merupakan aktivitas pokok dari cabang olahraga yang

dilatihkan. Bentuk pelatihan inti ini adalah pelatihan Plyometric Heavy Bag Thrust dan

Medicine Ball Chest Pass yang dilakukan dalam 4-6 set dengan repetisi 10-20 kali dimana istirahat antar set adalah 1-2 menit. Sedangkan intensitas pelatihannya adalah 50% sampai dengan 70% dari denyut nadi minimal.

5) Pelatihan Pendinginan (Cooling-Down),

Pendinginan dilakukan setelah melakukan pelatihan atau aktivitas fisik lainnya. Pelatihan pendinginan yang dimaksud adalah melakukan pelatihan yang ringan sesudah masa berat. Dengan melakukan pelatihan pendinginan, derajat keasaman (Ph) darah menurun lebih cepat, sehingga kelelahan akibat dari pada pelatihan cepat hilang. “ Lamanya pendinginan tergantung cepatnya asam laktat dirubah, maka lama waktu dibutuhkan untuk pendinginan adalah 10-30 menit”, menurut Ngurah Nala, (1998:52). Lamanya pendinginan pada pelatihan ini adalah selam 5 menit.


(47)

commit to user

xlvii

f. Latihan untuk Meningkatkan Kekuatan Otot Lengan.

Menurut Harsono, (1988:200) “ Ada dua unsur dalam kekuatan : 1) Kekuatan otot, dan 2) Kecepatan otot dalam mengerahkan tenaga maksimal untuk mengatasi tahanan “. Dengan demikian secara singkat dapat disimpulkan batasan kekuatan sebagai berikut: Kekuatan adalah kemampuan otot untuk mengerahkan kekuatan maksimal dalam waktu yang cepat.

Kekuatan atau daya ledak adalah kemampuan otot didalam mengatasi tahanan beban dengan kecepatan tinggi dalam satu gerakan yang utuh. Dalam

kegiatan olahraga, kekuatan atau daya ledak digunakan untuk melompat,

melempar, menendang dan lain sebagainya. Didalam melatih dan

mengembangkan kekuatan otot lengan ada beberapa hal yang harus

diperhatikan, antara lain adalah penerapan latihan yang cocok. Seorang pelatih harus mampu memilih bentuk latihan yang sesuai dan cocok untuk karakteristik dari olahraga yang dibinanya.

Kecermatan dan ketepatan dalam memilih latihan yang sesuai merupakan

factor yang sangat penting untuk memperoleh peningkatan kekuaran otot lengan

yang lebih baik. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa latihan Plyometric

merupakan suatu latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesegaran

biomotorik siswa termasuk kekuatan (strength), kecepatan (speed) dan kekuatan.

Cara kerja latihan Plyometrics disebut dengan “reflek peregangan” (stretch

reflex), juga disebut “refleks spindle” atau “reflek miotatik” (spindle reflek or miotatik reflek). Alat-alat atau perangkat reflek poros dan reflek regangan itu merupakan komponen-komponen utama dari kontrol keseluruhan sistem syaraf terhadap


(48)

commit to user

xlviii

gerakan tubuh. Pada saat melakukan gerakan reaktif ekplosif , otot-otot mengalami peregangan yang cepat sebagai akibat adanya semacam beban yang dikenakan pada otot-otot tersebut.

Ciri-ciri latihan eksplosif kekuatanmenurut Suharno (1993:59) antara lain:1)

Melawan beban relative ringan yaitu dengan berat badan sendiri atau dapat pula dengan tambahan beban luar yang ringan. 2) Gerakan latihan aktif, dinamis dan cepat. 3) Gerakannya merupakan satu gerakan yang singkat, serasi dan utuh. 4) Bentuk gerakannya bias cycic atau acyclic. 5) Intensitas kerja submaksimal atau maksimal.

3. Latihan Plyometric a. Pengertian Plyometric

” Plyometric merupakan suatu metode untuk mengembangkan daya ledak

atau explosive kekuatan, yang merupakan komponen penting dari sebagian

besar prestasi/kinerja olahraga ” (Radcliffe J. C & Farentinos R. C.,1985: 1).

Dari sudut pandang praktis latihan plyometric memang relatif mudah

diajarkan dan dipelajari, serta menempatkannya juga lebih sedikit tuntutan fisik tubuh daripada latihan kekuatan dan daya tahan.

”Plyometric berasal dari kata Yunani “pleythyein” yang berarti

meningkatkan atau membangkitkan. kata ini berasal dari kata “plio” berarti

lebih dan “metric” berarti pengukuran ” ( Radcliffe J. C & Farentinos R. C.,

1985:3). ” Latihan plyometric menunjukkan karakteristik kekuatan penuh

dari kontraksi otot dengan respon yang sangat cepat, beban dinamis (dynamic loading) atau penguluran otot yang sangat rumit ” (Radcliffe J. C and Farentinos R. C., 1985:111).


(49)

commit to user

xlix

Plyometric adalah latihan yang menghasilkan pergerakan otot isometric dan menyebabkan refleks regangan dalam otot. Perhatian latihan plyometric dikhususkan pada latihan yang menggunakan pergerakan otot-otot untuk menahan beban ke atas dan menghasilkan kekuatan atau kekuatan

eksplosif. Plyometric adalah latihan yang tepat untuk orang-orang yang

dikondisikan dan dikhususkan untuk menjadikan siswa dalam meningkatkan dan mengembangkan tolakan dan kekuatan maksimal.

Menurut yang dikutip oleh Fauzi Idris (2000:7) Latihan plyometric

memberikan keuntungan ganda yaitu; pertama, plyometric

memanfaatkan gaya dan kecepatan yang dicapai dengan percepatan berat badan melawan grafitasi, ini menyebabkan gaya dan kecepatan

latihan beban tersedia. Kedua, plyometric merangsang berbagai

aktifitas olahraga seperti melompat, berlari dan melempar lebih sering dibanding dengan latihan beban. Ini adalah latihan khusus yang dapat menghasilkan kekuatan lebih besar dan kecepatan lebih tinggi.

Dari definisi di atas dapat dikatakan bahwa latihan plyometric adalah

bentuk latihan explosive kekuatan dengan menggunakan kontraksi otot yang

sangat cepat dan kuat dalam mengatasi tahanan, yakni otot selalu berkontraksi baik saat memanjang maupun pada saat memendek dalam waktu yang cepat.

Menurut Sukadiyanto (2002:96) bentuk latihan plyometric dikelompokkan

menjadi dua macam, yaitu latihan dengan intensitas rendah (low impact) dan

latihan dengan intensitas tinggi (high impact).

1. Bentuk latihan plyometric dengan intensitas rendah (low impact) antara

lain: a) Skipping

b) Rope Jumps ( lompat tali)

c) Loncat-loncat ( Hops) atau lompat-lompat

d) Melompat di atas bangku atau tali setinggi 25-35 cm


(50)

commit to user

l

f) Melempar bola tennis yang ringan.

2. Bentuk latihan plyometric dengan intensitas tinggi (high impact) meliputi:

a) Lompat tinggi tanpa awalan (Standing Jump/ long jump)

b) Triple Jump (lompat tiga kali)

c) Lompat tinggi dan langkah panjang

d) Loncat-loncat dan lompat-lompat

e) Melempar bola medicine 5-6 kg

f) Drop Jumps dan Reactive Jumps

g) Melompat di atas bangku atau tali setinggi di atas 35 cm

h) Melempar benda yang relatif berat.

Latihan plyometric akan efektif apabila pelatih dapat menyusun

periodisasi latihan yang tepat. Pelatih perlu memadukan antara frekuensi, volume, intensitas beserta pengembangannya. Perpaduan yang tepat akan menghasilkan penampilan yang maksimal. Tidak ada riset yang menunjukkan secara rinci mengenai aturan volume yang berkaitan dengan set dan repetisi. Literatur lebih menganjurkan agar pelatih menyesuaikan dengan kondisi dan

tingkat keberhasilan latihan. ” Intensitas latihan dalam plyometric selalu diukur

dengan tingkat kesulitan gerakan. Semakin sulit gerakan, intensitasnya semakin tinggi ” (Radcliffe J. C & Farentinos R. C., 1995:28). Untuk durasi latihan tergantung pada lamanya pemain mengeksekusi gerakan cabang olahraga tertentu. Tidak ada waktu pasti, tergantung pada tingkat kesulitan dan intensitas latihan dalam sistem energi predominan cabang olahraga tertentu, karena tiap cabang mempunyai sistem pedominan yang berbeda-beda.

b. Sistem Energi Latihan Plyometric.

Olahraga merupakan suatu aktivitas fisik yang memerlukan energi. Energi diartikan sebagai kapasitas atau kemampuan untuk melakukan kerja, sedangkan kerja didefinisikan sebagai penerapan dari suatu gaya melalui suatu jarak. Energi


(51)

commit to user

li

menurut Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifuddin. (1996:113) didefinisikan ” Sebagai

abilitas untuk melakukan kerja, sedangkan kerja (work) adalah produk dari sesuatu

kekuatan (force) melalui suatu jarak (W = F x d) ”. Dengan demikian energi dan kerja

tidak dapat dipisahkan. Banyaknya energi yang dikeluarkan untuk kerja otot tergantung pada intensitas, frekuensi, serta ritme dan durasi latihan. Menurut Pate R., Clenaghan M.B. (1993:237) mengatakan ” Kontraksi otot menyebabkan

perubahan bentuk energi kimia menjadi energi mekanik yaitu ikatan energi ATP digunakan untuk menambah bahan bakar gerakan tubuh manusia. Tenaga maksimal berarti kecepatan terbesar dimana sistem energi dapat menyediakan energi bagi kerja otot”. Kalau kita kaji secara mendasar bahwa, seluruh energi yang digunakan oleh tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia berasal dari matahari. Manusia memeperoleh energi dari tumbuh-tumbuhan dan hewan, hidup kita tergantung dari mereka, oleh karena itu kita harus mengkonsumsi tumbuh-tumbuhan dan hewan. Sebagian besar energi yang kita dapatkan dari tumbuh-tumbuhan dan hewan kita gunakan untuk: mengalirkan darah, bernafas, pembuatan enzim, kontraksi otot-otot, bergerak dan aktivitas yang lain.

Energi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan yang kita konsumsi, di dalam tubuh kita dipecah, dimana peristiwa ini dikenal dengan istilah pemecahan makanan. ” Energi yang berasal dari pemecahan makanan digunakan untuk

membentuk persenyawaan kimia adenosin trifosfat (ATP) yang ditimbun di dalam

otot ” (Sukarman, 1987:21). ” Di dalam tubuh terdapat suatu zat kimia yang

membuat otot dapat berkontraksi atau berrelaksasi, yaitu adenosin trifosfat atau


(52)

commit to user

lii

adenosine difosfat atau ADP sambil menghasilkan energi siap pakai untuk otot ” (Janssen, 1987:12). Secara sistematis proses ini dapat digambarkan sebagai berikut;

ATP ADP + energi.

Sumber energi yang sewaktu-waktu harus memenuhi kebutuhan untuk aktivitas otot adalah ATP. Bahan ini disimpan dalam jumlah yang terbatas dalam otot, dan diisi kembali bila diperlukan, dari bahan-bahan yang ada dalam tubuh untuk keperluan energi berikutnya.

Menurut Janssen (1987:12) mengatakan jumlah ATP yang langsung tersedia

adalah cukup untuk kira-kira 1-2 detik aktivitas maksimal, dan jumlah kreatin

fosfat habis setelah kira-kira 6-8 detik . Otot yang aktif, energi yang dihasilkan

dari glikogen ini memproduksi asam laktat (LA). LA mengakibatkan kelelahan.

Aktivitas maksimal dalam waktu 45 – 60 detik menimbulkan akumulasi LA maksimal. Untuk menghilangkannya perlu waktu 45 – 60 detik.

Tabel 2

Prediksi Pulih Asal dan Diet (Fox E.L, Mathew, DK et al, 1981:235)

Proses Pulih Waktu Pulih Asal Jenis Diet

Minimum Maksimum

ATP-PC 1:2 (work 1: relief 2) - -

Cadangan fosfagen 3 menit 5 menit -

Cadangan glycogen otot 5 jam (cab. Or intermiten) 24 jam Karbohidrat

10 jam (cab. Or. Kontinyu) 48 jam karbohidrat

Cadangan glycogen hati tidak diketahui 24 jam -

Pengangkutan asam 30 menit (rest aktif) 1 jam -

Laktat 1 jam (rest pasif) 2 jam -

Cadangan 02 10 – 15 detik - -

Sumber energi yang sewaktu-waktu harus memenuhi kebutuhan untuk aktivitas otot adalah ATP. Bahan ini disimpan dalam jumlah yang terbatas dalam otot, dan diisi


(53)

commit to user

liii

kembali bila diperlukan, dari bahan-bahan yang ada dalam tubuh untuk keperluan energi berikutnya.

Tabel 3

Klasifikasi Aktivitas Maksimal pada Berbagai Durasi Serta Sistem Penyediaan Energi untuk Aktivitas (Janssen, 1987:14)

Durasi Aerob/Anaerob Energi Observasi

1 – 4 detik Anaerob, alaktik ATP -

4 – 20 detik Anaerob, alaktik ATP + PC -

20 – 45 detik Anaerob, alaktik

+ Anaerob

ATP + PC + glikogen otot

Dengan meningkatkat nya durasi, produksi laktat menurun

120 – 140 detik Aerob

+ anaerob, laktik Glikogen otot

Dengan meningkatkat nya durasi, produksi laktat menurun

240 – 600 detik Aerob Glikogen otot

+ asam lemak

Dengan meningkatkatnya durasi, dibutuhkan andil lemak yang tinggi

Sumber energi terpenting untuk melakukan olahraga secara intensif adalah karbohidrat. Karbohidrat mampu menyediakan energi terbanyak per unit waktu. Bilamana intensitas eksersi lebih rendah, pembakaran lemak mulai memegang peran penting.

Tabel 4

Berbagai Substrat untuk Pasok Energi dan Ciri-Cirinya

Substrat Dekomposisi Ketersediaan Kecepatan

produksi energi Kreatin fosfat (CP) Anaerob, alaktik Sangat terbatas Sangat cepat

Glikogen/glukosa Anaerob, laktik Terbatas Cepat Glukosa/glikogen Aerob, alaktik Terbatas Lambat

Asam lemak Aerob, alaktik Tak terbatas Sangat lambat

“ ATP dapat diberikan kepada sel otot dalam tiga cara, dua diantaranya secara anaerob, maksudnya adalah oksigen tidak mutlak diperlukan dalam menghasilkan ATP,


(54)

commit to user

liv

yaitu sisten ATP-PC dan sistem LA, sedang yang ketiga adalah sistem aerob

(memerlukan oksigen untuk menghasilkan ATP) ”. (Smith. 1983:184). ATP (Adenosin Tri

Phosfat) dapat disediakan melalui 3 cara seperti gambar berikut;

Gambar 6 : Penyediaan ATP (Smith. 1983:184).

Semua energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh berasal dari ATP-ATP yang banyak terdapat dalam otot. Apabila otot berlatih lebih banyak, maka persediaan ATP lebih besar. Padahal yang tersedia dalam otot sangat terbatas jumlahnya, maka untuk dapat berkontraksi berulang-ulang ATP yang digunakan otot

harus dibentuk kembali. Pembentukan ATP kembali (resistensis ATP) juga diperlukan

energi. Supaya otot dapat berkontraksi dengan cepat atau kuat maka ATP harus dibentuk lebih cepat guna membantu pembentukan ATP lebih cepat ada senyawa Phospho Creatin (PC) yang terdapatdalam otot. Phospho Creatin adalah senyawa kimia

yang mengandung fosfat (P), maka senyawa tersebut disebut sebagai “Phosphagen

system”. Apabila PC pecah akan keluar energi, pemecahan ini tidak memerlukan oksigen PC ini jumlahnya sangat sedikit tetapi PC merupakan sumber energi yang tercepat untuk membentuk ATP kembali.

Dengan latihan yang cepat dan berat, jumlah ATP-PC tersebut dapat ditingkatkan. Energi yang tersedia dalam sistem ATP-PC hanya untuk bekerja yang cepat


(1)

commit to user cxlii

Fauzi Idris. 2000. Pengaruh Latihan Plyometric Terhadap Peningkatan Power

Lengan Atlet Bolavoli Selabora. Laporan Penelitian. Yogyakarta. FIK

UNY.

Fox, Edward L. & Mathew, D. 1981. The Physiological Basic of Physical

Educations and Athletics,4th Edition, Philadelphia : Sounder College

Publishing.

Fox, Edward L. & Mathew, D. 1984. Sport Physiology. Saunders College

Publishing.

Fox, Edward L. & Mathew, D. 1988. The physiological basic Of Physical

Education and Athletics. New York : Sounders College Publishing.

Fox, Edward L. & Mathew, D. 1993. The physiological Basic For Exercise and

Sports. Winconsin : WBC. Brown and Bechmak.

Fox, Edward L. & Mathew, D. 1998. Physiological Basic for Exercise and Sport,

New York: McGraw-Hill Companies, Inc.,

Furchan, 1982 , Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Surabaya : Usaha

Nasional.

Gayton, Arthur C. M. D. 1983. Text Book of Medical Physiologi. Fifth Edition

Toronto : W.B. Sounders Campany. GBHN Tap MPR RI No. II/MPR/1993. Jakarta

Hadi Sutrisno, 2000, Metodologi Riset. Jilid IV. Yogyakarta : Penerbit Andi

Offset.

Harre, D. 1982. Principles of Sport Training : Introduksion to Theory of Methodes

Training. Berlin : Sport Verlag.

Harsono.1988. Coaching dan Aspek-aspek Psikologi Dalam Coaching. Jakarta :

PT. Raja Grafindo.

Hasnan Said. 1997. Tes Kesegaran Jasmani A.S.C.P.T.B. Jakarta : KONI Pusat.

Isaac, S. & Mitchel, William B. 1984, Handbook in Research and Evaluation. San


(2)

commit to user cxliii

Iskandar Z. Saputra dkk. 1999. Panduan Teknis Tes dan Latihan Kesegaran

Jasmani. Jakarta : Pusat Pengkajian dan Pengembangan Iptek Olahraga

Kantor Menteri Pemuda dan Olahraga.

Janssen, Peter,GJM. 1987. Training Lactate Pulse Rate by Electro Polar:

Publisher.

Jerver,J. 2005, Belajar dan Berlatih Atletik (Terjemahan BE. Handoko). Bandung

: CV. Pionir Jaya.

Johnson, Barry L. & Nelson, Jack K. 1969. Practical Measurements For

Evaluation In Physical Education. Burgess Publishing Company.

Johnson, Barry L. and Nelson, Jack K. 1986. Practical Measurement for

Evaluation in Phisycal Education. New York : Macmillan Publishing

Company, a devision of Macmillan, Inc.

Jonath U. Haag E. & Krempel R. 1987. Atletik: Lari dan loncat,Lempar ; Latihan,

Teknik, Taktik (Edisi terjemahan oleh Soeparmo). Jakarta: PT. Rosda

Jayaputra.

Jonath U. Haag E. & Krempel R. 1988. Atletik II (Edisi terjemahan oleh

Soeparmo). Jakarta: PT. Rosda Jayaputra.

Kanca, I Nyoman. 1990. Pengaruh pelatihan Aceleration Sprint dan Pelatihan

Hollow Sprint Terhadap Power Dan Speed. Fakultas Pasca sarjana,

UNAIR, Surabaya.

M. Furqon H. 1995. Teori Umum Latihan. Surakarta : UNS Press.

M. Sajoto, 1988. Perkembangan dan Penbinaan Kondisi Fisik dalam Olahraga.

Jakarta : Depdikbud, Dirjen Dikti. P2LPTK

M. Sajoto. 1995. Pembinaan Kekuatan Kondisi Fisik Dalam Olahraga.

Semarang: Effhar & Dahara Prize Offset.

M. Sajoto. 2002. Peningkatan dan Pembinaan Kekuatan Kondisi Fisik dalam

Olahraga.. Semarang: Dahara Prize.

Mulyono B. 1994. Tes & Pengukuran Dalam Olahraga. Surakarta : UNS Press.

Ngurah Nala,. 1992. Kumpulan Tulisan Olahraga. DENPASAR: KONI Propinsi


(3)

commit to user cxliv

Ngurah Nala. 1998. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Denpasar: Program Pasca

Sarjana Studi Fisiologi Olahraga Universitas Udayana Denpasar.

Nossek, Josef. 1982. General Theory of Training. Lagos: Pan Afrikan Press Ltd.

Nossek, Josef. 1995. General Theory of Training. Lagos: Pan Afrikan Press Ltd.

Pate R., Clenaghan M.B. 1984, Dasar-Dasar Kepelatihan (Terjemahan Kasiyo

DW). Semarang: IKIP Semarang Press.

Pate R., Clenaghan M.B. 1993. Dasar-dasar Ilmiah Kepelatihan (Edisi

terjemahan olah Kasiyo Dwijonoto). Semarang: IKIP Semarang Press.

Pyke, Fs. 1980. Towards Better Coaching: The Art and Science of Coaching.

Canberra: Australian Goverenment Publishing Service

Pyke, Fs. . 1991. Batter Coaching: Advanced Coachs Manual. Autralia:

Coaching Caucil Ins.

Radcliffe, J. C. & Farentinos, R. C. (1985). Plyometrics Explosive Power

Training, 2nd ed. Champaign, Illionis: Human kinetics Published, Inc.

Rusli Lutan dkk. 1992 Manusia dan Olahraga. Bandung : ITB dan FPOK/IKIP

Bandung

Rusli Lutan. 1988: Belajar Keterampilan Motorik, Pengantar Teori dan Metode.

Jakarta : Depdikbud, Dirjendikti Proyek Pengembangan LPTK.

Sadoso Sumasardjuno. 1994. Pengetahuan Praktis Kesehatan Dalam Olahraga.

Jakarta : PT Gramedia.

Sarwono & Ismaryati, 1999. Laporan Penelitian Pengaruh Metode Kombinasi

Latihan Sirkuit Pliometrik Berat Badan dan Waktu Reaksi Terhadap

Kelincahan, Surakarta; FKIP UNS.

Sarwono & Ismaryati. 2006. Tes & Pengukuran Olahraga. LPP & UPT UNS.

Surakarta

Singer, Robert N. 1980. Motor Learning and Human Performance. New York:

Me M i l l a n Publishing Company, Inc.


(4)

commit to user cxlv

Smith, N.J. 1983. Sports Medicine: Health Care for Young Athletes. Evanston

Illinois: American Academy of Pediatrics.

Soegito. 1992. Atletik I. Surakarta : UNS Press.

Soekarman. 1987. Dasar Olahraga Untuk Pembina, Pelatih dan Atlet. Jakarta :

Haji Masagung.

Sudjarwo. 1993. Ilmu Kepelatihan Dasar. Surakarta : UNS Press.

Sugiyanto. 1998. Perkembangan dan Belajar Motorik.Deparyemen Pendidikan

dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta

Suharno HP. 1985. Ilmu Kepelatihan Olahraga. Jakarta : KONI Pusat.

Suharno HP. 1993, Metodologi Pelatihan. Yogyakarta : FPOK IKIP.

Sukadiyanto. (2002). Pengantar Teori dan Metodologi Melatih Fisik. Yogyakarta:

FIK UNY.

Sutrisno Hadi. 1982. Analisis Regresi. Yogyakarta : Andi Offset.

Syaifuddin. 1997. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Jakarta : Penerbit

Kedokteran EGC.

Tamsir Riyadi . 1985. Petunjuk Atletik. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.

Thompson, Peter, J.L. 1993. Pengenalan Kepada Teori Kepelatihan,

terjemahan Suyono. Jakarta: Persatuan Atletik Seluruh Indonesia.

Waharsono. 1999. Materi Pelatihan Guru Pendidikan Jasmani dan Kesehatan

SD/Pelatih Klub Olahraga Usia Dini. Jakarta : Depdikbud. Direktoral

Pendidikan Dasar.

Welkowitz, Joan, Ewen, Robert B, and Cohen, Jacob. 1982. Measurement and

Evaluation for Physical Education, Second Edition. Champaign Illionos:

Human Kinetic Publishers, Inc

Winarno Surakhmad. 1994. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar. Bandung:

Tarsito.

Yusuf Hadisasmita & Aip Syarifuddin, 1996, Ilmu Kepelatihan Dasar. Jakarta :


(5)

commit to user cxlvi


(6)

commit to user cxlvii