Identifikasi pengetahuan guru fisika mengenai siswanya yang diduga mendasari tindakannya dalam pembelajaran : studi kasus 2 guru fisika di 2 sekolah yang berbeda - USD Repository

  

IDENTIFIKASI PENGETAHUAN GURU FISIKA

MENGENAI SISWANYA YANG DIDUGA MENDASARI TINDAKANNYA

DALAM PEMBELAJARAN

(STUDI KASUS 2 GURU FISIKA DI 2 SEKOLAH YANG BERBEDA)

  

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

  

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh:

KARTIKA DHINY MURWATI

  

NIM: 051424030

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  2012

   

  

PERSEMBAHAN

  Kupersembahkan karya kecilku ini untuk:

  • My Jesus Christ, untuk cinta kasih-Mu yang tak terbatas untukku, terimakasih karena KAU tak pernah meninggalkanku.
  • Bunda Maria, yang selalu menjadi tempatku mengeluh di setiap waktu, terimakasih atas kasih dan kekuatanku.

  Yang terkasih Eyang Fx Mulyono, Eyang R Suharti, Bapak Yohanes Kartiman, dan Ibu Florentina Muryaniningsih untuk kasih sayang yang begitu melimpah untukku.

  Almamaterku Universitas Sanata Dharma

  

MOTTO

  Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan yang menaruh harapannya pada Tuhan! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah

  (Yeremia 17 : 7-8)

  

Satu hal yang aku percaya, sesulit apapun jalan yang terjal di dalam hidup ini,

akan membuat aku jauh lebih berani dan akan menjadi indah pada waktunya.

  

Dan aku percaya itu semua berkat DIA

(Dhiny)

   

   

  

ABSTRAK

  

IDENTIFIKASI PENGETAHUAN GURU FISIKA

MENGENAI SISWANYA YANG DIDUGA MENDASARI TINDAKANNYA

DALAM PEMBELAJARAN

  (STUDI KASUS 2 GURU FISIKA DI 2 SEKOLAH YANG BERBEDA) Kartika Dhiny Murwati

  Universitas Sanata Dharma 2012

  Skripsi ini berisi tentang penelitian terhadap pengetahuan guru fisika mengenai siswanya yang diduga mendasari tindakannya dalam pembelajaran. Rumusan masa lah dalam skripsi ini adalah “ Bagaimana pengetahuan guru fisika terhadap kesulitan belajar siswa, karakteristik siswa, miskonsepsi siswa, dan motivasi siswa?” Skripsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengetahuan guru mengenai siswanya.

  Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan penelitian kualitatif. Penelitian deskriptif karena peneltian ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi mengenai gejala yang ada pada saat penelitian. Penelitian ini juga merupakan penelitian kualitatif karena data yang diperoleh berupa hasil transkrip video pembelajaran.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) kedua guru mengetahui kesulitan belajar siswanya (2) Peneliti menemukan pengetahuan guru A mengenai karakteristik siswa dan tidak berhasil menemukan pengetahuan guru B mengenai karakteristik siswa (3) peneliti tidak berhasil menemukan pengetahuan guru mengenai miskonsepsi siswa (4) kedua guru mengetahui motivasi-motivasi yang sebaiknya diberikan siswanya.

  ABSTRACT

  IDENTIFICATION OF PHYSIC TEACHERS’ UNDERSTANDING

ABOUT THEIR STUDENTS WHICH IS SUSPECTED AS THE BASIS OF

THEIR ACTION IN LEARNING

  (CASE STUDY OF TWO TEACHERS IN TWO DIFFERENT SCHOOL) Kartika Dhiny Murwati

  Sanata Dharma University 2012

  This thesis is a research of physic teacher’ Understanding About Their Students Which Is Suspected As The Basis Of Their Action In Learning. The problem of it is “ How do the physics teachers’ understanding about their students’ learning difficulties, students’ characters, students’ misconcepts and students’ motivations. The goal of this is to describe the teachers; knowledge about their student.

  This a descriptive and qualitative research. A descriptive research because it is done collect some informations about some indications occured while researching. This is also a qualitative one because the data we have got is a learning video trancrip.

  The result of this research show that: (1) Both of the teachers knew the learning difficulties of their students. (2) The research find teachers knowledge about students’ characters and the research did not find teachers knowledge about students’ characters. (3) The research did not find teachers knowledge about students’ misconception.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Bapa di surga yang telah melimpahkan Kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Identifikasi

  

Pengetahuan Guru Fisika Tentang siswanya Yang Diduga mendasari

Tindakannya Dalam Pembelajaran Studi Kasus 2 Guru di 2 Sekolah Yang

Berbeda. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan FisikaUniversitas Sanata Dharma.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat berhasil disusun berkat bimbingan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1.

  Drs. Rohandi, M.Ed., Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

  2. Drs. A. Atmadi, M. Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan fisika Universitas Sanata Dharma.

  3. Drs. T Sarkim M.Ed., Ph.D selaku Dosen Pembimbing yang penuh dengan kesabaran membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.

  4. Dra. Wanty Widjaja, M.Ed., Ph.D yang selalu memberikan solusi untuk penulisan dasar teori.

  5. Seluruh Dosen Pendidikan Fisika USD yang telah memberikan bimbingan, semangat dan dorongan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Pendidikan Fisika USD.

  6. Pak Sugeng dan mb’a Heny (sekretariat JP MIPA) yang selalu melayani kebutuhan penulis selama penelitian skripsi ini dengan penuh kesabaran.

  7. Mas Agus, mas Antok (sekretarian Dekanat), dan mas Agus (Laboratorium JP MIPA) yang selalu membantu dalam peminjaman handycam selama pengambilan data skripsi.

  8. Seluruh staf dan karyawan perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah menyediakan koleksi-koleksi buku yang penulis butuhkan sebagai referensi, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

  9. Ibu Anna Harsanti Selaku Kepala Sekolah SMA Stella Duce 2 Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di sekolah tersebut.

  10. Bapak Drs. Rubiyanto selaku Kepala Sekolah SMA N 6 Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di sekolah tersebut.

  11. Bapak Jarot Kaptono dan Bapak Doso selaku Guru Fisika beserta siswa- siswi yang telah bersedia meluangkan waktu dan membantu penulis untuk melakukan penelitian ini.

  12. Yang tercinta Eyang FX. Mulyono dan R. suharti serta Bapak Yohanes Kartiman dan Ibu Florentina Muryaniningsih yang memberikan cinta kasih yang tak terhingga, terimakasih atas doa dan semangat yang selalu mengalir untukku sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

  13. Semua saudaraku, Om, Bulek, Sepupu-sepupuku (Ardha, Dhika, Dia, Dhimas, Cinta, Gisa, Arya, Br’e, nael, Dhea) terimakasih atas doa, dan dukungannya.

  14. Mas Jajax (PMat03) yang selalu membantu dalam mentransfer video rekaman skripsi ini.

  15. Teman-teman satu proyek (Nuning, Prapti, Eni, Nita kris, Wido, Agatha, Ambro, Made, Indah, Yoyok, eva) terimakasih atas kerja samanya dalam menjalani proyek skripsi ini sampai

  16. Seluruh teman-teman P’Fis 05 (Nuning, Prapti, Eni, Nita kris, Suci, Rita, Nita cicil, Yosi, Ika, Feri, Iren, Asih, Melly, Era, Wisnu, Wido, Wega, Agus, Helen, Dinar, Arun, Nori, Tutik, Adira, Maya, Nori, tutik, dll) Terimakasih atas persahabatan dan kebersamaan kita selama menjalani masa studi.

  17. Sahabat-sahabat terbaikku Christina Probolini, Yuvenalis andharwaty, mendengarkan cerita dan keluhanku, terima kasih atas nasehat, waktu, kebersamaan, kesetiaan dalam menemani dan merawat ketika penulis sakit, semoga abadi untuk selamanya.

18. Teman- teman Gita Kost, Terima kasih atas hari-hari indah yang pernah kita lewati.

  19. Teman-teman P’Fis UST 05 (Lusi, Ida, Uut, Intan, Yansen), Terimakasih atas bantuan, dukungan, dan kebersamaannya, tak kan terlupakan, Walau kita jauh jarak tetap tak berarti bagi kita. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan skripsi ini. Akhirnya terlepas dari ketidaksempurnaan tersebut, dengan segala kerendahan hati penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

  Yogyakarta, 26 januari 2012 Penulis

  Kartika Dhiny Murwati

  

DAFTAR ISI

  

  

  

   1. PCK (Pedagogical Content Knowledge).............................3 2. Pengetahuan Guru Mengenai Siswa....................................6 a. Kesulitan Belajar Siswa................................................7 b. Karakteristik Siswa......................................................10 c. Miskonsepsi.................................................................11

  d.

  Motivasi Belajar Siswa................................................13

   1.

  Bagi Guru...........................................................................18 2. Bagi Peneliti Lain...............................................................18 3. Bagi Peneliti........................................................................18

  

  

  

  

  

  

   1.

  Tahap Observasi.................................................................23 2. Tahap Pengambilan Data....................................................24 3. Tahap Wawancara..............................................................25

  

  

  

  

  

  

  3.4 Deskripsi Penelitian…………………………………….....…33

  

  

  

  

  

  

DAFTAR LAMPIRAN

A.

  LAMPIRAN 1

   B.

  LAMPIRAN 2

   C.

  LAMPIRAN 3 D.

  LAMPIRAN 4

BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai latar belakang, dasar teori, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. A. Latar Belakang Mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam

  hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan terjadinya proses belajar. Pengertian ini mengandung makna bahwa guru dituntut untuk dapat berperan sebagai organisator kegiatan belajar siswa dan juga hendaknya mampu memanfaatkan lingkungan, baik ada di kelas maupun yang ada di luar kelas, yang menunjang terhadap kegiatan belajar mengajar (Rastodio. 2009).

  Berkaitan dengan peran tersebut maka guru perlu berusaha mengerti keadaan siswa. Beberapa situasi siswa perlu diketahui seperti: konsepsi awal siswa, pemikiran siswa, konsep yang telah dipunyai, tingkah laku, dan situasi psikologis siswa. Guru perlu mengerti bagaimana siswa menanggapi pembelajarannya, apakah mereka senang, bosan, malas, dan lain sebagainya. Dengan mengerti keadaan siswa, guru akan dapat membantu pembelajaran secara lebih kontekstual, sesuai dengan situasi siswa. Selain itu guru juga perlu melatih diri berkomunikasi akrab dengan siswa. Hubungan yang akrab dengan siswa perlu dibangun, kemampuan memotivasi, memberikan semangat, menegur, menggerakkan siswa yang perlu dilatih. Ketrampilan mendekati siswa, membantu siswa belajar, dan juga kemampuan mendengarkan apa yang dirasakan dan diinginkan siswa perlu dikembangkan. Pengetahuan mengenai siswa pun perlu ditumbuhkan (Suparno.2007 : 3).

  Pengetahuan guru mengenai siswa adalah salah satu bagian dari PCK (Pedagogical Content Knowledge). PCK merupakan perpaduan dari pengetahuan tentang mata pelajaran dengan pengetahuan pedagogis yang memungkinkan guru menyajikan suatu topik pelajaran secara terorganisir sesuai dengan tujuan pembelajaran, tingkat perkembangan murid, dan situasi tempat pembelajaran berlangsung (Shulman. 1987 dalam Sarkim. 2005).

  Penelitian Skripsi ini hanya bagian kecil dari keseluruhan penelitian PCK yang dilakukan secara berkelompok (penelitian proyek). Penelitian PCK tersebut dilakukan oleh 12 mahasiswa yang terbagi menjadi 2 yaitu 6 mahasiswa pendidikan fisika dan 6 mahasiswa pendidikan matematika. Sedangkan Penelitian skripsi ini dilakukan di dua sekolah yaitu SMA Stella Duce 2 Yogyakarta dan SMAN 6 Yogyakarta dengan guru fisika yang berbeda. Sekolah yang digunakan sebagai tempat penelitian ini ditentukan secara bersama-sama dalam satu kelompok besar.

  PCK khususnya pengetahuan guru mengenai siswa ini dapat diketahui melalui pengalaman guru dalam mengajar. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti pengetahuan guru mengenai siswa tersebut yang tercermin dari tindakan- tindakan guru dalam proses pembelajaran dan menuangkannya ke dalam bentuk skripsi yang berjudul ” Identifikasi Pengetahuan Guru Fisika Mengenai

  

Siswanya Yang Diduga Mendasari Tindakannya Dalam Pembelajaran (Studi

Kasus 2 Guru di 2 Sekolah Yang Berbeda)”.

B. Dasar Teori

  Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: PCK (Pedagogical Content Knowledge), dan Pengetahuan guru mengenai siswa yang terdiri dari: Kesulitan belajar siswa, Karakteristik siswa, Miskonsepsi siswa, dan Motivasi siswa.

1. PCK (Pedagogical Content Knowledge)

  Shulman memperkenalkan Pedagogical Content Knowledge (PCK) sebagai pengetahuan penting bagi guru untuk mentransformasikan pengetahuan ilmu mereka menjadi pengajaran yang efektif. PCK memiliki sejumlah komponen termasuk:

  1) Pengetahuan dan keyakinan mengenai tujuan pembelajaran

  2) Pengetahuan dan keyakinan mengenai kurikulum

  3) Pengetahuan mengenai strategi pengajaran

  4) Pengetahuan siswa

  5) Pemahaman ilmu pengetahuan, dan

  6) dan Pengetahuan mengenai penilaian PCK diperoleh melalui pengalaman belajar di berbagai tingkat pendidikan dan berkembang melalui pengalaman mengajar (Sarkim. 2006).

  Di dalam artikel yang berjudul: “Those Who Understand: Growth of

  Knowledge in Teaching ” (Shulman. 1986) tertulis:

A second kind of content knowledge is pedagogical knowledge, which goes

beyond knowledge of subject matter per se to the dimension of subject matter

knowledge for teaching. I still speak of content knowledge here, but of the

particular form of content knowledge that embodies the aspects of content mot

germane to its teachability. ( Shulman, 1986, seperti dikutip di dalam Sarkim

  2005) Dari kutipan di atas Shulman membedakan pengetahuan isi untuk pengajaran, yang ia sebut dengan pengetahuan isi bersifat pendidikan, dari pengetahuan isi yang ada di dalam dirinya. Pengetahuan isi ini termasuk pengetahuan tentang fakta-fakta, konsep-konsep dan struktur sintaksis dan substantive dari pengetahuan. Struktur substantive dari disiplin ilmu mengacu pada cara dimana konsep-konsep dan prinsip-prinsip dasar dari disiplin ilmu itu diorganisir struktur sintaksis dari suatu disiplin ilmu adalah himpunan dari cara dimana pertimbangan, validasi, atau penetapan ditetapkan. (Schwab. 1964, Grossman. 1987, dalam Sarkim. 2005).

  Shulman membuat pembedaan mengenai dua jenis pengetahuan isi yang berbeda. Salah satu keyakinan yang mendasari PCK itu sudah pernah dikemukakan oleh ahli pendidikan John Dewey pada abad ke-20. John Dewey berpendirian bahwa:

  

Every study or subject thus has two aspects: one for the scientist as a scientist; the

other for the teacher as a teacher. These two aspects are in no sense opposed or

conflicting. But neither are they immediately identical.(p.285)

  Setiap studi atau subyek pada prinsipnya mempunyai dua aspek: yang satu untuk ilmuwan sebagai seorang ilmuwan, yang lain untuk guru sebagai seorang guru. Dua aspek ini tidak dalam pengertian saling menentang ataupun berlawanan. Tetapi tidak juga dengan seetika menjadi serupa. (Dewey.1902, seperti dikutip dalam Sarkim. 2005).

  Mengelaborasi karya Shulman, ahli-ahli lain telah mengadopsi elemen kunci PCK yaitu pengetahuan mengenai representasi yang dapat dipahami dari suatu materi dan pemahaman tentang content yang berhubungan dengan kesulitan belajar. Selain itu, masing-masing telah memperluas konsep dengan mengikutsertakan PCK dalam beberapa kategori pengetahuan berbeda dalam pengetahuan dasar menurut Shulman.

  Sebagai contoh Grossman mengidentifikasi sumber-sumber berikut dari PCK yang dihasilkan dan dikembangkan:

  1) Observasi kelas, baik sebagai siswa dan seorang guru dari siswa tersebut

  2) Kedisiplinan pendidikan yang dapat mengakibatkan preferensi pribadi untuk

  3) Program studi tertentu selama pendidikan guru yang dampaknya biasanya tidak diketahui

  4) Pengalaman mengajar di kelas

  Selain itu, Marks.(1990), (dalam Sarkim 2005) juga memperluas model Shulman dengan mengikutsertakan PCK dalam pengetahuan tentang mata pelajaran juga pengetahuan dari media yang digunakan dalam pengajaran. Marks menganggap perkembangan PCK sebagai proses integratif yang bergulir pada pemahaman akan pengetahuan subjek materi dan spesifikasi pengetahuan umum, dengan demikian Shulman berfokus pada dua elemen kunci. Marks juga membahas beberapa ambiguitas dalam PCK dengan memberikan contoh-contoh dimana tidak mungkin untuk membedakan PCK dari subyek-materi baik pengetahuan atau pengetahuan pedagogi umum.

  Pedagogi adalah ilmu atau seni dalam menjadi seorang guru. Istilah ini merujuk pada strategi pembelajaran atau gaya pembelajaran. Sedangkan menurut Uyoh Sadulloh.(2001) pedagogi merupakan pendidikan yang lebih menekankan kepada praktek, menyangkut kegiatan mendidik, membimbing anak.

2. Pengetahuan Guru mengenai siswa

  PCK menyiratkan transformasi subyek-materi pengetahuan, sehingga dapat digunakan secara efektif dan fleksibel dalam proses komunikasi antara guru dan peserta didik selama praktek di kelas.

  Dengan demikian, guru dapat memperoleh PCK dari praktek mengajar mereka sendiri (misalnya, menganalisis kesulitan belajar secara khusus) dan juga dari kegiatan sekolah (misalnya, seminar mengenai konsepsi siswa). Lebih penting ketika berhadapan dengan materi pelajaran, tindakan guru akan ditentukan dari PCK mereka, membuat komponen PCK menjadi bagian penting dari pengetahuan tentang kemampuan.

  Grossman.(1990) (dalam Sarkim 2005) menganggap bahwa PCK terdiri dari pengetahuan tentang strategi dan representasi untuk mengajar topik tertentu dan pengetahuan akan pemahaman siswa, konsepsi, dan miskonsepsi. Selain itu, dalam model tentang pengetahuan guru menurut Grossman, PCK merupakan pusat yang dikelilingi oleh tiga kategori, yaitu:

  1) Pengetahuan mengenai materi pelajaran

  2) Pengetahuan pedagogi umum

  3) Pengetahuan kontekstual

  Dalam penelitian ini, pengetahuan guru mengenai siswa meliputi kesulitan belajar siswa, karakteristik siswa, miskonsepsi siswa, dan motivasi siswa.

a. Kesulitan Belajar Siswa

  Menurut Hitsuke (2009), dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.

  Kesulitan belajar siswa mencakup pengertian yang luas, diantaranya: 1.

   Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan proses belajar

  seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah- gemulai.

  2. Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dengar, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.

3. Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat

  potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah di tes kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.

  4. Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.

  5. Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.

  Terdapat tujuh karakteristik yang ditemui pada anak dengan kesulitan belajar disini diartikan sebagai hambatan dalam belajar, bukan kesulitan belajar

  1. Sejarah kegagalan akademik berulang kali Pola kegagalan dalam mencapai prestasi belajar ini terjadi berulang-ulang.

  Tampaknya memantapkan harapan untuk gagal sehingga melemahkan usaha.

  2. Hambatan fisik/tubuh atau lingkungan berinteraksi dengan kesulitan belajar Adanya kelainan fisik, misalnya penglihatan yang kurang jelas atau pendengaran yang terganggu berkembang menjadi kesulitan belajar yang jauh di luar jangkauan kesulitan fisik awal.

  3. Kelainan motivasional Kegagalan berulang, penolakan guru dan teman-teman sebaya, tidak adanya reinforcement. Semua ini ataupun sendiri-sendiri cenderung merendahkan mutu tindakan, mengurangi minat untuk belajar, dan umumnya merendahkan motivasi atau memindahkan motivasi ke kegiatan lain.

  4. Kecemasan yang mengambang Kegagalan yang berulang kali, yang mengembangkan harapan akan gagal dalam bidang akademik dapat menular ke bidang-bidang pengalaman lain.

  Adanya antisipasi terhadap kegagalan yang segera datang, yang tidak pasti dalam hal apa, menimbulkan kegelisahan, ketidaknyamanan, dan semacam keinginan untuk mengundurkan diri. Misalnya: dalam bentuk melamun atau tidak memperhatikan.

  5. Perilaku yang tidak konsisten dan tidak terduga Rapor hasil belajar anak dengan kesulitan belajar cenderung tidak konstan.

  Tidak jarang perbedaan angkanya menyolok dibandingkan dengan anak lain. Ini disebabkan karena naik turunnya minat dan perhatian mereka terhadap pelajaran. Ketidakstabilan dan perubahan yang tidak dapat diduga ini lebih merupakan isyarat penting dari rendahnya prestasi itu sendiri.

  6. Penilaian yang keliru karena data tidak lengkap Kesulitan belajar dapat timbul karena pemberian label kepada seorang anak berdasarkan informasi yang tidak lengkap. Misalnya tanpa data yang lengkap seorang anak digolongkan keterbelakangan mental tetapi terlihat perilaku akademiknya tinggi yang tidak sesuai dengan anak yang keterbelakangan mental.

  7. Pendidikan dan pola asuh yang didapati tidak memadai Terdapat anak-anak yang tipe, mutu, penguasaan, dan urutan pengalaman belajarnya tidak mendukung proses belajar. Kadang-kadang kesalahan terdapat pada sistem pendidik itu sendiri, tetapi pada ketidak cocokan antara kegiatan kelas dengan kebutuhan anak. Kadang-kadang pengalaman yang didapat dalam keluarga juga tidak mendukung kegiatan belajar.

       b.

   Karakteristik siswa

  Siswa sebagai subjek dalam proses belajar mengajar memiliki keunikan, perbedaan itu tampak dalam sifat aspek fisik, aspek intelek, aspek emosi, aspek sosial, aspek bahasa, aspek bakat aspek nilai, moral dan sikap (Hariyadi 1993). Sementara itu Slameto (2003) menjelaskan bahwa selain berbeda dalam dalam tingkat kecakapan memecahkan masalah, taraf kecerdasan atau kemampuan berpikir kreatif, siswa juga dapat berbeda dalam cara memperoleh, menyimpan serta menerapkan pengetahuan. Mereka dapat berbeda dalam cara pendekatan menghubungkan pengalaman-pengalaman mereka, dalam cara mereka merespon terhadap metode pengajaran tertentu.

  Hal tersebut sesuai dengan karakteristik belajar yang dimiliki masing- masing siswa. Adanya kesadaran pada diri masing-masing siswa akan membantu dalam menentukan cara belajar dan sasaran belajar dirinya sendiri. Cara belajar merupakan bagian dari ciri atau karakteristik belajar siswa . Cara belajar adalah kegiatan belajar yang konsisten dilakukan oleh seorang siswa dalam mempelajari sesuatu dan dalam situasi yang tertentu pula. Bermacam-macam cara belajar tidak terpisah satu sama lain tetapi semuanya saling melengkapi, kemungkinan perlu digunakan beberapa cara sekaligus (secara beruntun) untuk mencapai tujuan belajar. Karakteristik belajar yang dimaksud meliputi cara mengikuti pelajaran di sekolah, persiapan sebelum mengikuti pelajaran, pemahaman konsep dan aplikasi konsep, cara membuat rangkuman atau ringkasan setelah mengikuti pelajaran, cara menghadapi ujian/ulangan.

c. Miskonsepsi

  Miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam bidang itu. Bentuk miskonsepsi dapat berupa konsep awal, kesalahan, hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep, gagasan intuitif atau pandangan yang naïf (Suparno,2005:4). Menurut beberapa penelitian, miskonsepsi yang terbanyak terjadi pada gerak parabola. Siswa masih sulit memahami mengapa kecepatan pada puncak suatu proyektil adalah nol, meskipun percepatannya tidak nol. Mereka berfikir jika kecepatan nol maka percepatannya juga harus nol (Suparno,2005:13).

  Selain itu Twiest dan Twiest, 1992 (dalam Suparno,2005:24) menemukan banyak salah pengertian mengenai magnet pada siswa, seperti berikut:

  1. Kutub magnet yang senama adalah netral dan yang tidak senama tarik- menarik, padahal yang benar kutub magnet yang tidak senama akan tarik- menarik.

  2. Bila suatu magnet batang dipotong menjadi dua, satu bagian menjadi semuanya kutub utara dan yang lain semua kutub selatan; padahal yang benar kedua bagian akan menjadi magnet batang dengan masing-masing mempunyai kutub selatan dan kutub utara yang berlainan di tempat yang dipotong.

  3. Daya tarik magnetik pada magnet batang sama di seluruh permukaannya; padahal yang benar adalah magnet batang mempunyai daya tarik magnetik terbesar di kedua kutubnya.

  Flowler,1987 (Dalam Suparno, 2005:5) menjelaskan lebih rinci arti miskonsepsi. Ia memandang miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan yang hirarkis konsep-konsep yang tidak benar.

  Penyebab miskonsepsi dapat diringkas dalam lima kelompok, yaitu: siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode mengajar. Penyebab yang berasal dari siswa dapat terdiri dari berbagai hal, seperti prakonsepsi awal, kemampuan, tahap perkembangan, minat, cara berpikir, dan teman lain.

  Penyebab kesalahan dari guru dapat berupa ketidakmampuan guru, kurangnya pnguasaan bahan, cara mengajar yang tidak tepat atau sikap guru dalam berelasi dengan siswa yang kurang baik. Penyebab miskonsepsi dari buku teks biasanya terdapat pada penjelasan uraian yang salah dalam buku tersebut.

  Konteks, seperti budaya, agama, dan bahasa sehari-hari juga mempengaruhi miskonsepsi siswa. Sedangkan metode mengajar yang hanya menekankan kebenaran satu segi sering memunculkan salah pengertian pada siswa. Seringkali penyebab-penyebab itu berdiri sendiri, akan tetapi terkadang saling terkait satu sama lain, sehingga salah pengertiannya menjadi semakin kompleks. Hal ini menyebabkan semakin tidak mudah untuk membantu siswa dalam mengatasi miskonsepsi mereka (Suparno,2005:29).

d. Motivasi Belajar Siswa

  Motivasi merupakan kekuatan yang mendorong manusia untuk melakukan sesuatu dalam mencapai tujuan. Hal tersebut terlaksana karena dirangsang dari berbagai macam kebutuhan atau keinginan yang hendak dipenuhi (Meeta. 2007). Dalam kegiatan belajar mengajar, dikenal adanya motivasi belajar, yaitu motivasi yang diterapkan dalam kegiatan belajar. Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar itu demi mencapai satu tujuan (Winkel,1987, dalam Meeta.2007). Menurut (Sobry Sutikno.2007), motivasi ada dua, yaitu: 1.

  Motivasi Intrinsik yaitu jenis motivasi yang timbul dari dalam individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain tetapi atas dasar kemauan sendiri. Bagi siswa yang selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan, bukanlah masalah bagi guru. Karena dalam diri siswa tersebut ada motivasi yang disebut motivasi instrinsik. Siswa yang demikian biasanya dengan kesadaran sendiri memperhatikan penjelasan guru dan rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi pelajaran yang diberikan.

  2. Motivasi Ekstrinsik yaitu jenis motivasi yang timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena ada ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar. Di sini tugas guru adalah membangkitkan motivasi peserta didik sehingga mereka mau belajar. Ada beberapa strategi yang dapat digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar,diantaranya: a.

  Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik.

  b.

  Pada permulaan belajar, guru menjelaskan tujuan yang akan dicapai.

  Semakin jelas tujuan belajar, maka semakin besar motivasi dalam belajar.

  c.

  Pemberian hadiah.

  Pemberian hadiah kepada siswa yang berprestasi akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi.

  d.

  Kompetisi/Saingan.

  Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswa untuk meningkatkan prestasi belajar. Berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.

  e.

  Pujian.

  Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun.

  f.

  Hukuman.

  Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya.

  g.

  Perhatian.

  Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke siswa.

  h.

  Membentuk kebiasaan belajar yang baik. i.

  Membantu kesulitan belajar siswa secara individual atau kelompok. j.

  Menggunakan metode yang bervariasi. k.

  Menggunakan media yang baik sesuai dengan tujuan pembelajaran. Menurut Ali Imron (1996), motivasi belajar memegang peranan penting dalam memberikan gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar sehingga yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar. Siswa yang mempunyai motivasi tinggi sangat sedikit yang tertinggal belajarnya dan sangat sedikit pula kesalahan dalam belajarnya. Sebagai konsekuensi atas perhatian guru terhadap unsur-unsur yang mempengaruhi tersebut, guru hendaknya senantiasa berupaya meningkatkan motivasi belajar.

  Upaya meningkatkan motivasi belajar tersebut dilakukan dengan cara mengoptimalkan prinsip-prinsip belajar/pembelajaran, mengoptimalkan unsur- unsur belajar/pembelajaran, mengoptimalkan pemanfaatan pengalaman/kemampuan yang dimiliki oleh pembelajar dam mengembangkan cita-cita dan aspirasi pembelajar.

C. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut:

  • Bagaimana pengetahuan Guru Fisika mengenai kesulitan belajar siswanya pada 2 sekolah yang berbeda di Yogyakarta?
  • Bagaimana pengetahuan Guru Fisika mengenai karakteristik siswanya pada 2 sekolah yang berbeda di Yogyakarta?
  • Bagaimana pengetahuan Guru Fisika mengenai miskonsepsi yang dialami oleh siswanya pada 2 sekolah yang berbeda di Yogyakarta?
  • Bagaimana motivasi yang diberikan oleh Guru Fisika kepada siswanya pada 2 sekolah yang berbeda di Yogyakarta?

  D. Pembatasan Masalah

  Peristiwa PCK yang diteliti hanya pada saat proses pembelajaran gerak parabola dan gaya lorentz di 2 sekolah yang berbeda.

  E. Tujuan Penelitian

  Sesuai dengan permasalahan yang terdapat di dalam penelitian ini, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

  • Mengetahui pengetahuan Guru Fisika mengenai kesulitan belajar siswanya pada 2 sekolah yang berbeda di Yogyakarta.
  • Mengetahui pengetahuan Guru Fisika mengenai karakteristik siswanya pada 2 sekolah yang berbeda di Yogyakarta.
  • Mengetahui pengetahuan Guru Fisika mengenai miskonsepsi yang dialami oleh siswanya pada 2 sekolah yang berbeda di Yogyakarta.
  • Mengetahui motivasi yang diberikan oleh Guru Fisika kepada siswanya pada 2 sekolah yang berbeda di Yogyakarta.

  F. Manfaat Penelitian

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh beberapa pihak, antara lain:

  1. Bagi Guru

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu informasi bagi guru untuk melakukan langkah yang lebih baik lagi dalam mengajar.

  2. Bagi Peneliti Lain

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian yang sejenis dan diharapkan peneliti lain dapat mengembangkannya.

  3. Bagi Peneliti

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pegangan atau pedoman ketika peneliti menjadi guru dan dapat diterapkan ketika peneliti mengajar.

BAB II METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisi uraian tentang jenis penelitian, subjek penelitian, data

  penelitian, waktu dan tempat penelitian, pengambilan data penelitian, dan teknik analisis data.

2.1 Jenis Penelitian

  Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Penelitian ini mendeskripsikan secara sistematis kenyataan-kenyataan dan sifat populasi tertentu secara faktual dan teliti, tidak ada maksud untuk mencari atau menjelaskan hubungan-hubungan, menguji hipotesis, membuat ramalan, atau menjelaskan atau menemukan makna atau implikasi ( Kusriniati. 2005: 27). Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan (Kusriniati. 2005: 27).

  Penelitian ini juga termasuk penelitian kualitatif dimana penelitian kualitatif merupakan salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati (Abdul Kamil.2009).

  Bogdan dan Taylor. (1992) (dalam Abdul Kamil. 2009) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasilkan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, dan atau organisasi tertentu dalam suatu setting konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistik.

  Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perpektif partisipan. Pemahaman tersebut tidak ditentukan terlebih dahulu, tetapi didapat setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian. Berdasarkan analisis tersebut kemudian ditarik kesimpulan berupa pemahaman umum yang sifatnya abstrak tentang kenyataan-kenyataan (Hadjar. 1996, Basrowi dan Sukidin. 2002,) (dalamAbdulKamil.2009)

  Penelitian ini akan menggunakan data yang berupa hasil transkrip rekaman video pembelajaran Fisika dan hasil wawancara terhadap guru Fisika yang dilakukan di 2 SMA yang berbeda.

2.2 Subjek Penelitian

  Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah Guru Fisika di salah satu SMA A (swasta) dan Guru Fisika di salah satu SMA B (negeri) yang ada di Yogyakarta. Sedangkan untuk Objek penelitiannya yaitu PCK (Pedagogical Content Knowledge ) itu sendiri.

2.3 Data Penelitian

  Data yang dihasilkan dari penelitian ini yaitu: 1. Hasil transkrip peristiwa PCK dari rekaman Video proses pembelajaran fisika pada 2 sekolah yang berbeda di Yogyakarta.

  2. Hasil transkrip wawancara terhadap Guru Fisika pada 2 sekolah yang berbeda di Yogyakarta.

  3. Field Note

2.4 Jenis Data

  Menurut Sudjana (1989: 126, dalam Kusriniati. 2005), jenis data ada dua yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif bersifat numerikan yang maknanya belum menggambarkan apa adanya sebelum dilakukan pengolahan dan analisis lebih lanjut. Salah satu cara untuk mengolah dan menganalisis data kuantitatif adalah statistika.

  Data kualitatif dapat disusun dan langsung ditafsirkan untuk menyusun kesimpulan penelitian. Peneliti tidak perlu melakukan pengolahan melalui perhitungan matematis sebab data telah memiliki makna apa adanya (Sudjana, 1989: 126, dalam Kusriniati. 2005).

  Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yaitu data yang diperoleh dari hasil rekaman video pembelajaran Fisika SMA dan hasil rekaman wawancara terhadap Guru Fisika.

2.5 Waktu dan Tempat Penelitian

  Penelitian ini dilakukan di 2 sekolah yang berbeda dengan waktu yang digunakan juga berbeda.

  1. Tahap observasi tanpa handycam Tahap observasi ini dilaksanakan pada hari senin tanggal 27 Juli 2009 dan selasa tanggal 28 Juli 2009 di SMA A kelas XI IPA, sedangkan tahap ini juga dilaksanakan di SMA B, kelas XII IPA pada hari kamis tanggal 16 juli 2009 dan selasa tanggal 21 juli 2009.

  2. Tahap observasi dengan menggunakan handycam Tahap observasi dengan menggunakan handycam dilaksanakan pada hari sabtu, 1 Agustus 2009 dan senin, 3 Agustus 2009 di SMA A dan di kelas yang sama. Tahap ini juga dilaksanakan di SMA B pada hari selasa, 4 Agustus 2009.

  3. Tahap pengambilan data Proses pengambilan data dilakukan pada hari selasa, 4 Agustus 2009 dan sabtu, 8 Agustus 2009 di SMA A dengan materi Gerak Parabola. Sedangkan pengambilan data dilakukan di SMA B pada hari selasa, 11 Agustus 2009 dan selasa, 18 Agustus 2009 dengan materi gaya Lorentz.

  4. Tahap Wawancara Tahap ini dilakukan setelah Peneliti melihat, mngamati dan mencermati rekaman video.

2.6 Metode Pengumpulan Data

  Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah metode berbasis video. Sedangkan langkah-langkah pengambilan data di lakukan melalui beberapa tahap, antara lain: 1.

   Tahap Observasi

  Observasi yang dilakukan di salah satu SMA A yang ada di Yogyakarta berlangsung selama empat kali pertemuan, dimana pada dua pertemuan pertama peneliti belum menggunakan handycam di dalam kelas. Hal ini bertujuan agar siswa terbiasa dan tidak merasa terganggu dengan adanya peneliti di dalam kelas. Sedangkan pada dua pertemuan berikutnya, peneliti melakukan observasi dengan menggunakan handycam. Hal ini bertujuan agar siswa dan guru terbiasa dengan adanya handycam ketika proses pembelajaran sedang berlangsung.

  Seperti halnya di atas, peneliti melakukan observasi selama tiga kali pertemuan di salah satu SMA B yang ada di Yogyakarta. Dalam observasi pertama dan kedua, peneliti belum menggunakan handycam di dalam kelas supaya siswa terbiasa dengan adanya peneliti di dalam kelas. Untuk observasi selanjutnya dilakukan dengan menggunakan handycam dengan tujuan agar siswa dan guru terbiasa dengan keberadaan handycam di dalam kelas.

  Selain bertujuan membiasakan diri siswa dan guru dengan adanya peneliti dan handycam, tahap observasi ini juga bertujuan agar peneliti dapat mengetahui kebiasaan-kebiasaan guru di dalam kelas yang apa adanya (natural), dan dapat mengetahui posisi pengambilan gambar yang tepat.

  Dalam melakukan observasi di 2 sekolah, peneliti masuk ke dalam kelas sebelum guru masuk ke dalam kelas tersebut. Jika observasi tidak menggunakan handycam maka peneliti langsung duduk di bagian belakang kemudian mencatat apa yang dilakukan guru saat proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan jika observasi menggunakan handycam, setelah masuk ke dalam kelas peneliti kemudian menyiapkan kabel dan handycam yang akan digunakan. Peneliti mengambil rekaman video pembelajaran dari beberapa arah.

2. Tahap Pengambilan Data

  Pengambilan data di salah satu SMA A berlangsung selama dua kali pertemuan dengan materi yang diajarkan yaitu Gerak Parabola. pada pertemuan pertama, proses pembelajaran yang berlangsung berada di dalam kelas XI IPA dimana desain tempat duduk siswa yang digunakan adalah tapal kuda. Sedangkan pada pertemuan yang kedua, satu jam pertama proses pembelajaran berlangsung di dalam kelas sedangkan pada jam berikutnya berlangsung di Laboratorium Fisika. Proses pengambilan data yang dilakukan di SMA B berlangsung selama dua kali pertemuan di dalam kelas XII IPA

  4 .

  Materi yang diajarkan oleh guru adalah gaya Lorentz.

  Pengambilan data ini dilakukan seperti peneliti melakukan tahap observasi dengan mnggunakan handycam. Dimana peneliti masuk ke dalam kelas dan menyiapkan handycam, kabel kemudian merekam proses pembelajaran dari berbagai arah. Karena peneliti berjumlah 2 orang maka ketika salah satu peneliti merekam maka peneliti yang lain duduk di bagian belakang kelas melakukan pencatatan terhadap apa yang dilakukan guru dalam mengajar.

3. Tahap wawancara

  Setelah dilakukan tahap pengambilan data, maka dilakukan juga tahap wawancara dimana tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk melengkapi data-data yang sudah diperoleh dari 2 Guru Fisika.

  Wawancara yang dilakukan di SMA A bertempat di ruang tamu dengan menggunakan handycam yang diletakkan di depan Guru untuk merekan suara Guru. Ketika mewawancarai, peneliti duduk disamping Guru Fisika. Sedangkan di SMA B, wawancara dilakukan di ruang Guru dengan menggunakan alat yang sama untuk merekam suara Guru. Posisi peneliti dan handycam sama seperti posisi ketika melakukan wawancara di SMA A.

2.7 Instrumen Pengumpulan Data

  Penelitian ini menggunakan alat pemgumpulan data yang berupa alat perekam atau biasa disebut handycam. Alat perekam tersebut digunakan untuk merekam proses berlangsungnya pembelajaran Fisika. Dari hasil rekaman tersebut dihasilkan data yang berupa transkrip.

  Alat perekam juga digunakan untuk merekam saat berlangsungnya tahap wawancara terhadap Guru fisika. Selain itu field note dan diary peneliti juga digunakan sebagai alat untuk menunjang kelengkapan data.

  Selain itu, instrumen yang digunakan adalah beberapa pertanyaan wawancara. Di sekolah A, wawancara dilakukan di ruang tamu dengan duduk saling berhadapan antara peneliti dan guru. Sedangkan di sekolah B, wawancara dilakukan di ruang guru dengan saling berhadapan antara peneliti dan guru.

  Instrumen tersebut yaitu:

  Wawancara di sekolah A 1.

  Bapak mengajar dari tahun berapa? 2. Sebelum mengajar persiapan-persiapan apa saja yang bapak lakukan? 3. Mengapa bapak selalu pelan dalam mengajar? Apakah ada hubungannya dengan kemampuan siswa? Lalu bagaimana dari segi waktu?

4. Mengapa pada bagian tertentu dari materi, bapak selalu mengulang-ulang?

  Apakah harus dengan cara seperti itu? 5. Mengapa ketika mau masuk ke materi berikutnya bapak selalu meminta siswa menuliskan kembali materi sebelumnya? Apakah tujuan dari hal tersebut?

  6. Setelah ada siswa yang mengerjakan soal di depan, bapak memberikan sesuatu atau tanda pada bagian presensi. Apakah ada kaitannya dengan nilai siswa atau bonus nilai? 7. Bapak mengajar siswa perempuan semua, lalu bagaimana dengan perhatian mereka? Apakah biasa atau selalu minta perhatian yang lebih dari bapak?