9.1 PROFIL APBD KABUPATEN - DOCRPIJM 99596adcd5 BAB IX009. BAB 9 ASPEK PEMBIAYAAN1
Penyusunan Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2016-2020
BAB 9 ASPEK PEMBIAYAAN
9.1 PROFIL APBD KABUPATEN
Bagian ini menggambarkan struktur APBD Kabupaten Ponorogo selama 5 tahun terakhir dengan sumber data berasal dari dokumen Realiasasi APBD dalam 5 tahun terakhir. Komponen yang dianalisis berdasarkan format Permendagri No. 13 Tahun 2006 adalah sebagai berikut: a.
Belanja Daerah yang meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tak Langsung.
b.
Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah.
c.
Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan Pengeluaran.
Tabel 9. 1
Perkembangan Pendapatan Daerah Dalam 5 Tahun Terakhir
Tahun Komponen APBD 2010 2011 2012 2013 2014 Pendapatan49.777.463.975.00 52.711.776.999.00 77.381.702.550.00 91.870.473.739.28 183.740.947.478.57 Asli Daerah Dana
680.611.900.592.00 767.402.712.246.00 907.372.284.310.00 1.028.667.533.395.44 2.057.335.066.790.87 Perimbangan Lain-lain
Pendapatan 84.387.672.262.00 235.034.596.467.00 196.536.865.681.00 240.273.779.302.65 480.547.558.605.29
Yang Sah
Total APBD 814.777.036.829.00 1.055.149.085.712.00 1.181.290.852.541.00 1.360.811.786.437.36 2.721.623.572.874.73
Tabel 9. 2
Perkembangan Belanja Daerah dalam 5 Tahun Terakhir
BELANJA DAERAH 2010 2011 2012 2013 2014 Belanja Tidak 348,679,572,703.17 403,100,057,544.27 504,811,099,511.18 550,983,472,580.46 710,715,662,558.51
Langsung
Belanja Langsung 230,778,851,415.50 260,750,931,512.71 339,632,381,838.49 279,218,323,799.60 226,112,962,319.00
Total Belanja 579,458,424,118.67 663,850,989,056.98 844,443,481,349.67 830,201,796,380.06 936,828,624,877.51
Penyusunan Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2016-2020 Tabel 9. 3 Perkembangan Pembiayaan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir PEMBIAYAAN 2010 2011 2012 2013 2014 DAERAH Penerimaan 01,569,453,997.67 76,985,540,814.98 116,347,633,142.46 54,638,829,137.45 44,375,751,513.52
Pembiayaan
Pengeluaran 47,816,250,0 681,250,000. 16,788,750,0 12,619,750,0
70,393,890,000.00 Pembiayaan
00.00
00
00.00
00.00 Total Pembiayaan 31,175,563,997.67 29,169,290,814.98 115,666,383,142.46 37,850,079,137.45 31,756,001,513.52
9.2 PROFIL INVESTASI PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA 9.2.1. Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari APBN dalam 5 Tahun Terakhir
Meskipun pembangunan infratruktur permukiman merupakan tanggung jawab Pemda, Ditjen Cipta Karya juga turut melakukan pembangunan infrastruktur sebagai stimulant kepada daerah agar dapat memenuhi SPM. Setiap sektor yang ada di lingkungan Ditjen Cipta Karya menyalurkan dana ke daerah melalui Satuan Kerja Non Vertikal (SNVT) sesuai dengan peraturan yang berlaku (PermenPU No. 14 Tahun 2011). Data dana yang dialokasikan pada suatu kabupaten/kota perlu dianalisis untuk melihat trend alokasi anggaran Ditjen Cipta Karya dan realisasinya di daerah tersebut.
Tabel 9. 4 APBN Cipta Karya di Kabupaten Ponorogo dalam 5 Tahun Terakhir Alokasi Alokasi Alokasi Alokasi Alokasi Sektor Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Pengembangan Air Minum Pengembangan PLP Pengembangan Permukiman Penataan Bangunan & Lingkungan Total
Di samping APBN yang disalurkan Ditjen Cipta Karya kepada SNVT di daerah, untuk mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur permukiman juga dilakukan melalui penganggaran Dana Alokasi Khusus. DAK merupakan dana APBN yang dialokasikan ke daerah tertentu dengan tujuan mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai prioritas nasional.
Prioritas nasional yang terkait dengan sektor Cipta Karya adalah pembangunan air minum dan sanitasi. DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem
Penyusunan Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2016-2020
penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan.
Sedangkan DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses pemberdayaan masyarakat. Besar DAK ditentukan oleh Kementerian Keuangan berdasarkan Kriteria Umum, Kriteria Khusus dan Kriteria Teknis. Dana DAK ini perlu dilihat alokasi dalam 5 tahun terakhir sehingga bisa dianalisis perkembangannya.
Tabel 9. 5
Perkembangan DAK Infrastruktur Cipta Karya di
Kabupaten Ponorogo dalam 5 Tahun Terakhir
Jenis DAK Tahun - 1 Tahun - 2 Tahun - 3 Tahun - 4 Tahun - 5 DAK Air Minum DAK Sanitasi 9.2.2.
Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari APBD dalam 5 Tahun Terakhir
Untuk perkembangan alokasi APBD untuk pembangunan bidang cipta karya kabupaten Ponorogo dalam 5 tahun terakhir bisa dilihat pada tabel 9.6 dibawah ini.
Tabel 9. 6
Perkembangan Alokasi APBD untuk Pembangunan Bidang Cipta Karya
dalam 5 Tahun Terakhir
Sektor Tahun - 1 Tahun - 2 Tahun - 3 Tahun - 4 Tahun - 5 Alokasi Alokasi Alokasi Alokasi Alokasi Pengembangan Air Minum Pengembangan PPLP Pengembangan Permukiman Penataan Bangunan dan Lingkungan Total Belanja APBD Bidang Cipta Karya Total Belanja APBD
Penyusunan Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2016-2020 Tabel 9. 7 Perkembangan DDUB dalam 5 Tahun Terakhir Tahun - 1 Tahun - 2 Tahun - 3 Tahun - 4 Tahun - 5 Sektor Alokasi Alokasi Alokasi Alokasi Alokasi DDUB DDUB DDUB DDUB DDUB APBN APBN APBN APBN APBN Pengembangan Air Minum Pengembangan PPLP Pengembangan Permukiman Penataan Bangunan dan Lingkungan Total 9.2.3.
Perkembangan Investasi Perusahaan Daerah Bidang Cipta Karya dalam 5 Tahun Terakhir
Perusahaan daerah yang dibentuk pemerintah daerah memiliki dua fungsi, yaitu untuk menyediakan pelayanan umum bagi kesejahteraan sosial (social oriented) sekaligus untuk menghasilkan laba bagi perusahaan maupun sebagai sumber pendapatan pemerintah daerah (profit oriented). Ada beberapa perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang pelayanan bidang Cipta Karya, seperti di sektor air minum, persampahan dan air limbah. Kinerja keuangan dan investasi perusahaan daerah perlu dipahami untuk melihat kemampuan perusahaan daerah dalam meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan secara berkelanjutan. Pembiayaan dari perusahaan daerah dapat menjadi salah satu alternatif dalam mengembangkan infrastruktur Cipta Karya.
Dalam bagian ini disajikan kinerja perusahaan daerah yang bergerak di bidang Cipta Karya berdasarkan aspek keuangan, aspek pelayanan, aspek operasi dan aspek sumber daya manusia. Khusus untuk PDAM, indikator tersebut telah ditetapkan BPP-SPAM untuk diketahui apakah perusahaan daerah memiliki status sehat, kurang sehat atau sakit.
9.2.4. Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari Swasta dalam 5 Tahun Terakhir
Sehubungan dengan terbatasnya kemampuan pendanaan yang dimiliki pemerintah, maka dunia usaha perlu dilibatkan secara aktif dalam pembangunan infrastruktur Cipta Karya melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) untuk kegiatan yang berpotensi cost-
recovery
atau Corporate Social Responsibility (CSR) untuk kegiatan non-cost recovery. Dasar hukum pembiayaan dengan skema KPS adalah Perpres No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur serta PermenPPN No. 3 Tahun 2012 Tentang Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Sedangkan landasan hukum untuk pelaksanaan CSR
Penyusunan Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2016-2020
tercantum dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Tabel 9. 8
Perkembangan KPS Bidang CK dalam 5 Tahun Terakhir
Komponen Satuan Skema Kegiatan Tahun Nilai (Rp) Ket. KPS Volume KPSPengembangan Air Minum Pengembangan PPLP Pengembangan Permukiman Penataan Bangunan dan Lingkungan
9.3 PROYEKSI DAN RENCANA INVESTASI BIDANG CIPTA KARYA
9.3.1 Proyeksi APBD 5 tahun ke depan
Proyeksi APBD dalam lima tahun ke depan dilakukan dengan melakukan perhitungan regresi terhadap kecenderungan APBD dalam lima tahun terakhir menggunakan asumsi atas dasar trend historis. Setelah diketahui pendapatan dan belanja maka diperkirakan alokasi APBD terhadap bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan dengan asumsi proporsinya sama dengan rata-rata proporsi tahun-tahun sebelumnya.
Tabel 9. 9
Proyeksi Pendapatan APBD dalam 5 Tahun ke Depan
Realisasi Proyeksi Persentase Komponen APBD Pertumbuhan Y-2 Y-1 Y-0 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5
Pendapatan Asli Daerah 77.381.702.550 91.870.473.739 183.740.947.479 59% 292.813.036.447 585.626.072.894 878.439.109.342 1.171.252.145.789 1.464.065.182.236
Dana Perimbangan 907.372.284.310 1.028.667.533.395 2.057.335.066.791 57% 3.223.512.293.668 6.447.024.587.336 9.670.536.881.004 12.894.049.174.672 16.117.561.468.340
Lain-lain Pendapatan Yang196.536.865.681 240.273.779.303 480.547.558.605 61% 774.291.375.168 1.548.582.750.336 2.322.874.125.503 3.097.165.500.671 3.871.456.875.839 Sah
Total APBD 1.181.290.852.541 1.360.811.786.437 2.721.623.572.875 58% 4.289.238.114.309 8.578.476.228.619 12.867.714.342.928 17.156.952.457.237 21.446.190.571.546
Penyusunan Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2016-2020
9.4 Strategi Peningkatan Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya
Sebagai kesimpulan dari analisis aspek pembiayaan, dilakukan analisis tingkat ketersediaan dana yang ada untuk pembangunan bidang infrastruktur Cipta Karya yang meliputi sumber pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan daerah, serta dunia usaha dan masyarakat. Kemudian, perlu dirumuskan strategi peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya dengan mendorong pemanfaatan pendanaan dari berbagai sumber.
9.4.1 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah
Kebijakan pengelolaan keuangan daerah tidak terlepas dari kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang memberikan warna baru landasan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan Undang-undang No. 32 tahun 2004 bertumpu pada upaya peningkatan efisiensi, efektifitas, akuntabilitas, dan transparansi pengelolaan keuangan publik baik dari sisi pendapatan maupun belanja. Dalam implementasinya pengelolaan keuangan daerah mengacu pada paket reformasi keuangan negara, yang dituangkan dalam beberapa peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Pengelolaan keuangan daerah meliputi seluruh kegiatan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggung jawaban dan pengawasan laporan keuangan daerah. Perencanaan dan penganggaran daerah merupakan proses kunci dalam penyusunan kebijakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Pada saat proses perencanaan diarahkan agar seluruh proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) semaksimal mungkin dapat menunjukkan latar belakang pengambilan keputusan dalam penetapan arah kebijakan umum, skala prioritas dan penetapan alokasi, serta distribusi sumber daya dengan melibatkan partisipasi masyarakat. APBD hakekatnya adalah sebuah proses pengelolaan dana/belanja publik oleh pemerintah yang bersumber dari uang rakyat dan diperuntukkan untuk kesejahteraan rakyat. Sebagai sebuah instrumen pengelolaan uang rakyat, APBD seyogyanya menjamin berlangsungnya proses pengambilan keputusan yang dikaitkan dengan kebijakan pendapatan daerah dan belanja daerah.
Peran APBD yang cukup besar dalam konstelasi pembangunan daerah diharapkan dapat mengharmoniskan pengelolaan keuangan daerah, baik antara pemerintah daerah dan Pemerintah Pusat, antara pemerintah daerah dan DPRD, ataupun antara pemerintahan daerah dan masyarakat. Dengan demikian, daerah dapat mewujudkan pengelolaan keuangan secara
Penyusunan Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2016-2020
efektif dan efisien, serta dapat mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, berdasarkan tiga pilar utama, yaitu transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif.
Dalam penyusunan APBD, perlu dilakukan analisis mengenai kondisi dan proyeksi keuangan daerah untuk memperoleh proyeksi kemampuan daerah dalam mendanai rencana pembangunan dan dapat mengidentifikasi isu dan permasalahan strategis secara tepat. Dengan melakukan analisis keuangan daerah yang tepat akan melahirkan kebijakan efektif dalam pengelolaan keuangan daerah. Selanjutnya belanja daerah sebagai komponen keuangan daerah dalam kerangka ekonomi makro diharapkan dapat memberikan dorongan atau stimulan terhadap perkembangan ekonomi daerah dalam kerangka pengembangan yang memberikan efek multiflier yang lebih besar bagi meningkatnya kesejahteraan rakyat yang lebih merata. Untuk itu maka kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah perlu disusun dalam kerangka yang sistimatis dan terpola.
9.4.2 Strategi Peningkatan Investasi Bidang Cipta Karya
Dalam rangka percapatan pembangunan bidang Cipta Karya di Kabupaten Ponorogo dan untuk memenuhi kebutuhan pendanaan dalam melaksanakan usulan program yang ada dalam RPI2JM, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Ponorogo perlu menyusun suatu set strategi untuk meningkatkan pendanaan bagi pembangunan infrastruktur permukiman. Oleh karena itu pada bagian ini, Satgas RPI2JM Kabupaten Ponorogo merumuskan strategi peningkatan investasi pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya, yang meliputi beberapa aspek antara lain:
Strategi peningkatan DDUB oleh kabupaten/kota dan provinsi; 1. Strategi peningkatan penerimaan daerah dan efisiensi pengunaan anggaran; 2. Strategi peningkatan kinerja keuangan perusahaan daerah; 3.
Strategi peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya;
4. Strategi pendanaan untuk operasi, pemeliharaan dan rehabiltasi infrastruktur permukiman yang sudah ada;
5.
.
Strategi pengembangan infrastruktur skala regional