IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI-NILAI RELIGIUSITAS MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER KEAGAMAAN ISLAM DI SMP NEGERI 3 SALATIGA TAHUN 2017 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

  

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS

NILAI-NILAI RELIGIUSITAS MELALUI KEGIATAN

EKSTRAKURIKULER KEAGAMAAN ISLAM

DI SMP NEGERI 3 SALATIGA TAHUN 2017

SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh :

  

DIAH AYU SITA RESMI

NIM.111-14-062

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

TAHUN 2017

  

MOTTO

ۚ َن ْوَهْنَي َو َنوُعْدَي ةَّمُأ ْنُكَتْلَو رَكْنُمْلا نَع فوُرْعَمْلا ب َنوُرُمْأَيَو رْيَخْلا ىَل إ ْمُكْن م . َك ئََٰلوُأَو َنوُح لْفُمْلا ُمُه

  Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.

  (Q.S Ali’Imran:104).

  PERSEMBAHAN

  Skripsi ini kupersembahkan untuk: 1. Ayah bundaku tercinta, Zumroni dan Siti Khoiriyah yang selalu dengan sabar mencurahkan kasih sayang, dukungan, dan doa yang tak pernah putus untuk penulis.

  2. Adikku tersayang Alfani Syafriudin yang selalu memberi dukungan sehingga terselesainya skripsi ini dengan lancar

  3. Bapak Achmad Maimun, M.Ag, yang tidak henti-hentinya membimbing dan meluangkan waktunya

4. Teman-Teman Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan PAI angkatan 2014 yang setia menemani dan memberi motivasi.

  

ABSTRAK

  Resmi, Diah Ayu Sita. 2018. Implementasi Pendidikan Karakter berbasis Nilai-nilai Religiusitas melalui Ekstrakurikuler Keagamaan Islam di SMP Negeri 3 Salatiga Tahun 2017. Tarbiyah. Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam (IAIN) Salatiga. Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Nilai-nilai Religiusitas

  Latar belakang masalah dalam penelitian ini adalah kurangnya budaya religius, sehingga mengakibatkan adanya faktor lingkungan yang dapat menyimpangkan para siswa dari sifat yang tidak bermoral dan mengakibatkan karakter buruk bagi siswa. Maka dari itu perlu adanya lingkungan yang dapat mendukung perkembangan budaya religius siswa dengan lingkungan non formal yaitu program ekstrakurikuler keagamaan Islam. Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui konsep pendidikan karakter berbasis nilai-nilai Religiusitas di SMP Negeri 3 Salatiga Tahun 2017. (2) Untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan Islam di SMP Negeri 3 Salatiga Tahun 2017. (3) Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dalam upaya menanamkan nilai religius siswa di SMP Negeri 3 Salatiga Tahun 2017.

  Penelitian ini penulis menitikberatkan pada “Implementasi Pendidikan Karakter berbasis Nilai-nilai Religiusitas melalui Ekstrakurikuler Keagamaan Islam di SMP Negeri 3 Salatiga Tahun 2017” dengan menggunakan jenis pendekatan kualitatif dan menggunakan metode triangulasi dalam pengecekan keabsahan data.

  Hasil penelitian dapat diketahui bahwa, Implementasi Pendidikan Karakter berbasis Nilai-nilai Religiusitas melalui Ekstrakurikuler Keagamaan Islam di SMP Negeri 3 Salatiga Tahun 2017, dapat di praktikkan di lingkungan sekolah, masyarakat maupun dalam kehidupan sehari-hari. Konsep pendidikan karakter berbasis nilai-nilai Religiusitas di SMP Negeri 3 Salatiga Tahun 2017 adalah pembentukan karakter yang di dasarkan pada nilai-nilai keagamaan Islam dalam mengembangkan pribadi anak yang berkarakter Ketaatan beribadah, Kejujuran, Tanggung jawab, Kedisiplinan, Semangat belajar, Kemandirian, Kritis, Kreatif dan inovatif, Kasih sayang dan kepedulian, Keikhlasan dan Keadilan. Dan Faktor pendukung dalam pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan adalah motivasi yang kuat, keantusiasan siswa dalam mengikuti kegiatan yang dilaksanakan dan juga dukungan dari keluarga. Beberapa hal tersebut adalah faktor pendukung dari berlangsungnya pelaksanaan kegiatan agar menanamkan nilai religius yang dimiliki oleh para siswa. Sedangkan Faktor Penghambat nya adalah Keadaan orang tua yang kurang mendukung, Pengaruh orang lain atau teman dan terbatasnya pengawasan pihak sekolah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini bangsa Indonesia telah dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang

  sangat kompleks baik secara internal maupun eksternal, dapat di bayangkan seandainya bangsa ini dipimpin oleh generasi muda atau anak bangsa yang malas, tidak bermoral dan sifat yang tidak terpuji, maka bangsa ini akan menjadi bangsa yang terbelakang dan jauh tertinggal dari negara-negara lainnya. Untuk mengejar ketertinggalan tersebut, bangsa ini harus memiliki karakter kuat akan mampu menjadikan dirinya sebagai bangsa yang bermartabat. Karakter yang kuat tidak serta merta ada secara instan tanpa adanya proses internalisasi serta enkulturasi, melainkan perlu adanya penanaman nilai karakter secara berkelanjutan sejak dini hingga benar-benar terpatri saat anak didik telah dewasa.

  Anak didik dipandang sebagai generasi yang belum matang dan dewasa. Untuk itu perlu dibina dan dididik secara mental sehingga watak anak didik dapat berkembang dengan baik sesuai dengan yang diharapkan. Pembinaan watak adalah tugas utama pendidikan yang berupa pikiran dan tindakan yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang terlihat setiap harinya, dengan kata lain watak yang baik adalah cermin dari sikap dan perilaku yang menunjang nilai-nilai mental tinggi. Sebagai pengganti generasi tua dan penerima estafet kepemimpinan dimasa datang, para siswa perlu dibina dan dididik karena masa depan bangsa ini ditentukan oleh sejauh mana kualitas para generasinya, baik secara moral maupun keprofesionalannya dalam memimpin bangsa ini pada saatnya nanti.

  Seiring dengan perkembangan zaman, banyak siswa yang menyimpang dari nilai- nilai moral yang ada di masyarakat. Banyak sekali pemberitaan mengenai para siswa yang cenderung kepada hal-hal yang negatif seperti perkelahian, penggunaan narkoba, perzinaan dan lainnya. Kasus-kasus tersebut merupakan benang kusut yang sulit dicari mana pangkalnya dan manapula ujungnya.

  Jika terjadi ketimpangan berperilaku maka upaya pembinaan anak didik perlu ditingkatkan lebih intensif. Hal ini bertujuan untuk menimalisir perilaku yang menyimpang.

  Secara umum, watak siswa / siswi saat ini sangat berbeda dengan generasi muda sebelumnya, umumnya generasi sekarang bersifat santai, kurang mandiri, kurang ulet, bersifat (lebih mudah terpengaruh), emosional serta kurangnya rasa nasionalisme, hal ini dapat kita lihat dari kecendrungan setiap hari baik pelajar maupun pemuda yang kerap melakukan kebrutalan.

  Tidak ada orang yang menginginkan putra-putrinya menjadi orang yang jahat, tidak bermoral dan berwatak tidak baik. Semua orang tua, masyarakat dan pemerintah menginginkan agar para generasi muda mempunyai akhlak yang baik, bermoral, berwatak yang baik, dan pintar. Realitas tersebut mendorong lembaga pendidikan untuk menciptakan efektif. Agar, dalam kehidupan yang akan datang anak tumbuh lebih cerdas dan bermoral.

  Setiap siswa memiliki potensi untuk menjadi baik, berkarakter dan memiliki nilai religius. Akan tetapi ada beberapa faktor yang dapat menyimpangkan para siswa dari sifat- sifat tersebut, salah satunya adalah lingkungan. Lingkungan adalah faktor penting untuk membentuk seorang siswa. Baik atau tidaknya perilaku seorang siswa banyak dipengaruhi oleh lingkungan di sekitar siswa itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan suatu lingkungan yang dapat mendukung proses pendidikan para siswa agar menjadi siswa yang berkarakter religius dan salah satu lingkungan yang efektif dalam mendukung proses tersebut adalah kegiatan ekstrakurikuler keagamaan. Lingkungan non-formal yang penulis maksud adalah lingkungan kegiatan ekstrakurikuler khususnya ekstrakurikuler kegamaan. Oleh karena itu, diperlukan suatu lingkungan yang dapat mendukung proses pendidikan para siswa agar menjadi siswa yang berkarakter religius dan salah satu lingkungan yang efektif dalam mendukung proses tersebut adalah lingkungan non-formal. Lingkungan non-formal yang penulis maksud adalah lingkungan kegiatan ekstrakurikuler khususnya ekstrakurikuler kegamaan.

  Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran tatap muka yang dilaksanakan di sekolah atau luar sekolah untuk memperkaya dan memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan yang telah dipelajari dari berbagai mata pelajaran dalam kurikulum (Surya Subroto, 2002:271). Kegiatan ekstrakurikuler di sekolah sebagai sarana penunjang bagi proses pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah yang berguna untuk mengaplikasikan teori dan praktik yang telah diperoleh sebagai hasil nyata dari proses pembelajaran dan juga dengan adanya kegiatan ekstrakurikuler khususnya ekstrakurikuler keagamaan diharapkan dapat meningkatkan pengembangan wawasan anak didik khususnya dalam bidang nilai religius siswa. Selain itu juga dapat meningkatkan keimanan dan ekstrakurikuler keagamaan tersebut.

  Muhaimin sebagaimana dikutip oleh Asmaun Sahlan (2010:122) menjelaskan tentang penciptaan suasana atau budaya religius di lingkungan sekolah, “Bahwasanya dalam upaya pengembangan pendidikan agama Islam dalam menciptakan suasana atau budaya religius di sekolah dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain melalui pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas, kegiatan ekstrakurikuler keagamaan di luar kelas serta tradisi dan perilaku warga sekolah secara kontinyu dan konsisten sehingga tercipta budaya religius di lingkungan sekolah”.

  Peneliti meneliti di SMP Negeri 3 Salatiga, adanya program sebagai penunjang dalam mengembangkan potensi para siswa yang di dasari nilai-nilai keagamaan Islam dengan budaya religus di lingkungan sekolah, di karenakan masalah kurangnya budaya religius dan bisa mengakibatkan adanya faktor lingkungan yang dapat menyimpangkan para siswa dari sifat yang tidak bermoral dan mengakibatkan karakter buruk bagi siswa. Maka dari itu perlu adanya lingkungan yang dapat mendukung perkembangan budaya religius siswa dengan lingkungan non formal yaitu program ekstrakurikuler keagamaan Islam. Untuk itu membangun sekolah yang mempunyai budaya religius yang sesuai dengan Al- Qur’an dan Hadits, diharapkan melalui pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan, siswa mampu menanamkan pengetahuan serta pengalamannya terhadap ajaran Islam yang semakin merosot belakangan ini.

  Dari dasar pemikiran di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang akan peneliti tuangkan dalam skripsi yang berjudul:

  “Implementasi Pendidikan Karakter berbasis Nilai-nilai Religiusitas Melalui Ekstrakurikuler Keagamaan Islam di SMP Negeri 3 Salatiga Tahun 2017”.

  B. Rumusan Masalah

  Berdasarakan latar belakang tersebut, penelitian ini menghasilkan rumusan masalah 1.

  Bagaimana konsep pendidikan karakter berbasis nilai-nilai Religiusitas di SMP Negeri

  3 Salatiga Tahun 2017? 2. Bagaimana pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan di SMP Negeri 3 Salatiga

  Tahun 2017? 3. Bagaimana faktor-faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dalam upaya menanamkan nilai religius siswa di SMP

  Negeri 3 Salatiga Tahun 2017? C. Tujuan Penelitian Setiap penulisan pasti ada tujuan penulisan penelitian itu sendiri, oleh karena itu peneliti menemukan tujuan penelitian tersebut antara lain:

  1. Untuk mengetahui konsep pendidikan karakter berbasis nilai-nilai Religiusitas di SMP Negeri 3 Salatiga Tahun 2017.

  2. Untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan di SMP Negeri 3 Salatiga Tahun 2017.

  3. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dalam upaya menanamkan nilai religius siswa di SMP Negeri 3 Salatiga Tahun 2017.

  D. Kegunaan Penelitian

  Dari hasil penelitian, di harapkan nantinya dapat berguna sebagai berikut: 1. Bagi Pemerintah, Hasil penelitian ini dapat berguna untuk evaluasi agar terus meningkatkan mutu pendidikan yang berbasis Agama di Sekolah Menengah Pertama.

  2. Bagi Sekolah, dengan adanya Ekstrakurikuler Keagamaan diharapkan mampu memberi percontohan terhadap sekolah lain dilingkungan Kota Salatiga.

  Bagi masyarakat, Sebagai sumbangan informasi bagi semua lapisan masyarakat terutama orang tua agar lebih cermat memperhatikan perubahan sikap anaknya sehingga mampu dicegah dengan pendalaman Agama.

  4. Bagi IAIN Salatiga, Untuk memperkaya perbendaharaan perpustakaan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

  5. Bagi Peneliti, Sebagai bahan masukan unntuk mengembangkan wawasan dan bahan dokumentasi untuk penelitian lebih lanjut.

  E. Penjelasan Istilah

  Untuk menghindari kesalahan dalam memahami definisi pada judul penelitian diatas, peneliti memberikan batasan-batasan dari beberapa istilah sebagai berikut:

  1. Implementasi

  Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan (Usman, 2002:70).

  2. Pendidikan Karakter Menurut Sjarkawi (2006:1) bahwasanya: Karakter adalah ciri atau karakteristik atau

  gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir.

  Ditambahkan oleh Rahardjo (2010:16) berpendapat bahwa: Pendidikan karakter adalah suatu proses pendidikan yang menghubungkan dimensi moral dengan ranah sosial dalam kehidupan peserta didik sebagai fondasi bagi terbentuknya generasi yang berkualitas yang mampu hidup mandiri dan memiliki prinsip suatu kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan.

  Jadi, Pengertian Pendidikan karakter adalah sebagai suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta didik yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.

  3. Nilai-Nilai Religiusitas Menurut Atang Abdul Hakim (2004: 4) bahwa, religiusitas itu adalah sikap hidup seseorang berdasarkan pada nilai-nilai yang diyakininya. Religiusitas merupakan suatu ekspresi religius yang ditampilkan.

  Bustanudin Agus (2000: 6) mengemukakan, ekspresi religius ditemukan dalam budaya material, perilaku manusia, nilai, moral, hukum dan sebagainya. Tidak ada aspek kebudayaan lain dari agama yang lebih luas pengaruh dan implikasinya dalam kehidupan manusia.

  Jadi, nilai-nilai religiusitas didorong oleh keinginan untuk menghindari keadaan bahaya atau menyimpang yang akan menimpa dirinya dan memberi rasa aman bagi diri sendiri. Menurut perspektif Islam, religiusitas merupakan perbuatan melakukan aktivitas ekonomi, sosial, politik atau aktivitas apapun dalam rangka beribadah kepada Allah (Ancok dan Suroso, 2001: 72-79).

4. Ekstrakurikuler Keagamaan Islam

  Ekstrakurikuler dapat diartikan sebagai kegiatan pendidikan yang dilakukan di luar jam pelajaran tatap muka. Kegiatan tersebut dilaksanakan di dalam atau di luar lingkungan sekolah dalam rangka memperluas pengetahuan, meningkatkan ketrampilan, dan juga menginternalisasikan nilai-nilai atau aturan-aturan agama serta normanorma sosial baik lokal, nasional, maupun global untuk membentuk insan yang sempurna.

  F. Kajian Terdahulu

  Dalam penelitian yang terdahulu dari Habibi yang meneliti di IAIN Salatiga yakni “Penerapan Dasa Dharma Pramuka Butir Ke Delapan Dalam Membentuk Karakter Mahasiswa Melalui Pendidikan Kepramukaan Di Iain Salatiga”. Hasil penelitian ini terdapat metode dalam penerapan butir dasa dharma ke delapan yang fokus pada kedisiplinan diolah, dengan itu peneliti membahas dengan judul “Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Nilai-Nil ai Religiusitas Melalui Ekstrakurukuler Keagamaan Islam”. Dengan demikian, lebih fokus pada penerapan nilai religiusitas melalui ekstrakurikuler keagamaan Islam. Jadi, terdapat perbedaan dan persamaan pada subyek penelitian, mulai dari sub besar dan sub kecil dari judul penelitian, yakni sama-sama penerapan pendidikan karakter dan perbedaannya pada sub penerapan nilai-nilai melalui ekstrakurikuler.

  Penelitian lainya adalah yang di lakukan oleh Arsyad Bagus Syaputra dengan judul “Implementasi Pendidikan Kepramukaan Dalam Menumbuhkan Karakter Religius (Studi Kasus Anggota Racana Kusuma Dilaga-Woro Srikandhi IAIN Salatiga Tahun Periode 2017). Hasil dari penelitian tersebut yakni, penelitian dari Arsyad Bagus Syaputra lebih fokus penanaman pendidikan kepramukaan dalam menumbuhkan anggota pramuka melalui karakter religius fokus pada 5 dimensi dari nilai religius dan 10 poin dasa dharma, persamaannya terletak pada penumbuhan karakter dengan 5 dimensi dari nilai religius dan perbedaanya adalah pada penumbuhan karakter religius kepada subyek yang diteliti oleh peneliti yakni oleh Arsyad Bagus Syaputra meneliti pada anggota pramuka sedangkan peneliti meneliti anggota Remas melalui program kerja dari Remas yakni ekstrakurikuler keagamaan Islam di SMP N 3 Salatiga.

  Penel itian yang dilakukan oleh Syarif Anam Muhammad yang berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Kegiatan Ekstrakurikuler Siswa di Man Salatiga Tahun 2013”.

  Hasil dari skripsi ini terkandung dalam kegiatan ektrakurikuler siswa di Man Salatiga yang mengandung nilai-nilai pendidikan karakter. Adapun persamaan skripsi tersebut dengan skripsi penulis adalah terletak pada objek penelitian yaitu sama-sama mengkaji tentang pendidikan karakter. Sedangkan perbedaannya terletak pada subjek penelitian, yang meneliti ekstrakurikuler dari program keagamaan Islam di SMP Negeri 3 Salatiga.

  G. Sistematika Penulisan

  Agar terjadi pemikiran yang urut dalam memahami skripsi ini, maka perlu diketahui tata urutan penulisanya, adapun tata urutannya sebagai berikut: Bab I Pendahuluan berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penjelasan istilah, kajian penelitian terdahulu dan sistematika penulisan skripsi.

  Bab II Landasan Teori berisi pendidikan karakter, Nilai-nilai religiusitas dan penanaman nilai-nilai religius di lingkungan sekolah. Bab III Metode Penelitian berisi Pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data dan tahap-tahap penelitin.

  Bab IV Paparan data dan Analisis berisi paparan data, konsep pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religiusitas di SMP Negeri 3 Salatiga, Pelaksanaan ekstrakurikuler keagamaan di SMP Negeri 3 Salatiga dan Faktor pendukung dan penghambat kegiatan ekstrakurikuler keagamaan di SMP Negeri 3 Salatiga.

  Bab V Penutup berisi Kesimpulan dan saran-saran Daftar Pustaka Lampiran-Lampiran Riwayat Hidup Penulis.

BAB II KAJIAN TEORI A. Pendidikan Karakter 1. Pengertian Pendidikan Karakter Thomas Lickona menyimpulkan pendidikan karakter adalah upaya sengaja yang

  menolong orang agar memahami, peduli akan, dan bertindak atas dasar inti nilai-nilai etis. Karakter (watak) adalah istilah yang diambil dari bahasa yunani yang berarti to mark (menandai), yaitu menandai tindakan atau tingkah laku seseorang. Seseorang dapat disebut sebagai “orang yang berkarakter” (a person of character) apabila tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral (Bambang Q-Anees, 2008:107).

  Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, keras dan sebagainya. Hal ini dapat dikaitkan dengan tujuan takdib, yaitu pengenalan dan afirmasi atau aktualisasi hasil pengenalan. Pendidikan merupakan alat untuk pembentuk manusia Indonesia yang berkualitas, penyangga ekonomi nasional dan pembentuk bangsa berkarakter.

  Bila nilai-nilai pendidikan tersebut diambil dari sumber dan dasar ajaran agama Islam sebagaimana termuat dalam al-

  Qur’an dan Hadits, maka proses pendidikan tersebut disebut sebagai pendidikan Islam. Dengan pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter Islami adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.

  Russel Williams mengilustrasikan bahwa karakter adalah ibarat “otot”, dimana “otot-otot” karakter akan menjadi lembek apabila tidak pernah dilatih, dan akan kuat dan kokoh kalau sering dipakai. Seperti seorang binaragawan (body bulding) yang terus menerus berlatih untuk membentuk ototnya. Sebuah karakter juga akan terbentuk dengan praktik-praktik latihan yang akhirnya akan menjadi kebiasaan (habit). Demikian pula disiplin dan kepribadian mandiri sangat diperlukan di dalam membentuk karakter seorang olah-ragawan (Isjoni, 2008:51).

  Sebagaimana yang termaktub dalam Al-Quran Q.S. Asy-Syam:8-10, manusia adalah makhluk dengan berbagai karakter. Dalam kerangka besar, manusia mempunyai dua kecenderungan karakter yang berlawanan, yaitu karakter baik dan buruk.

  Artinya : “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,

  Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”. (Q.S. Asy-Syam:8- 10)( Departemen Agama RI, 2000: 476). Ayat di atas menunjuk kepada sesuatu yang dapat mengakibatkan kefasikannya dan ketakwaannya, lalu menjelaskan kepada manusia tentang mana yang baik dan mana yang buruk. Sungguh berbahagialah orang yang menyucikan jiwanya dengan menaati- Nya. Mungkin pula ayat ini berarti sungguh berbahagialah orang yang hatinya disucikan oleh Allah dan sungguh merugilah orang yang hatinya dibiarkan kotor oleh Allah

  Muhammad Nasib Ar- ( Rifa’i, 2000:989).

  UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang sistem pendidikan nasional (Sisdiknas) pasal 3 menyatakan bahwa,

  “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (M. Furqon Hidayatullah, 2010:12).

  Pendidikan adalah investasi masa depan bangsa (social investment), termasuk investasi untuk menancapkan perilaku sosial yang penuh dengan praktik etika. Dalam konteks ini, pendidikan selain berfungsi sebagai pelestari nilai-nilai kebudayaan yang masih layak untuk dipertahankan, pendidikan juga berfungsi sebagai alat transformasi masyarakat untuk dapat segera beradaptasi dengan perubahan sosial yang tengah terjadi (M. Furqon Hidayatullah, 2010:39). Tentunya dalam hal ini tanpa meninggalkan karakter asli masyarakat itu sendiri, khususnya karakter yang baik.

  Pembangunan karakter adalah usaha paling penting yang pernah diberikan kepada manusia. Pembangunan karakter adalah tujuan luar biasa dari sistem pendidikan yang benar. Jika bukan mendidik dan mengasuh anak-anak untuk perkembangan tabiat yang luhur, buat apakah sistem pendidikan itu? Baik dalam pendidikan rumah tangga maupun pendidikan dalam sekolah, orang tua dan guru tetap sadar bahwa pembangunan tabiat yang agung adalah tugas mereka. Pembangunan watak, kepribadian, dan moral mengacu pada perilaku Rasulallah Muhammad. Hal ini didukung sabda Rasul: Artinya : “Dari Abdullah menceritakan Abi Said bin Mansyur berkata: menceritakan Abdul Aziz bin Muhammad dari Muhammad bin Ijlan Qo’qo’ bin Hakim dari Abi Shalih dari Abi Hurairah berkata Rasulallah SAW bersabda: sesungguhnya aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia (Al Imam Ahmad bin Hambal, 504).

  Pendidikan karakter memiliki makna lebih tinggi daripada pendidikan moral, karena bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang yang baik sehingga siswa didik menjadi faham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik.

  Seseorang dapat dikatakan berkarakter atau berwatak jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan dalam hidupnya (Nurul Zuriah, 2008:15).

2. Fungsi Pendidikan Karakter

  Pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku pergaulan dunia. Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.

  Pendidikan karakter memiliki tiga fungsi utama, yaitu : a. Pembentukan dan Pengembangan Potensi

  Pendidikan karakter berfungsi untuk membentuk dan mengembangkan potensi manusia atau warga negara Indonesia agar berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup Pancasila.

  b.

  Perbaikan dan Penguatan

  Pendidikan karakter berfungsi memperbaiki karakter manusia dan warga negara Indonesia yang bersifat negatif dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi manusia atau warga negara menuju bangsa yang berkarakter, maju, mandiri, dan sejahtera.

  c.

  Penyaring Pendidikan karakter bangsa berfungsi memilah nilai-nilai budaya bangsa sendiri dan menyaring nilai-nilai budaya bangsa lain yang positif untuk menjadi karakter manusia dan warga negara Indonesia agar menjadi bangsa yang bermartabat.

  Nilai-nilai pendidikan sendiri adalah suatu makna dan ukuran yang tepat dan akurat yang mempengaruhi adanyaitu sendiri. Menurut konsep Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2010 Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter Bangsa, ada 18 unsur dan nilai yang mana diantaranya adalah : 1. Religius; 2. Jujur; 3.

  Tahu; 10. Semangat Kebangsaan; 11. Cinta Tanah Air; 12. Menghargai Prestasi; 13. Bersahabat atau Komuniktif; 14. Cinta Damai; 15. 16. Peduli Lingkungan; 17. Peduli Sosial, dan 18. Tanggung Jawab.

  Sedangkan menurut dalam UU No 20 tahun 2003 pasal 3 menyebutkan pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter bangsa yang bermartabat. Ada 9 pilar pendidikan berkarakter, diantaranya adalah: a.

  Cinta Tuhan dan segenap ciptaannya b. Tanggung jawab, kedisiplinan dan kemandirian c. Kejujuran /amanah dan kearifan d. Hormat dan santun e. Dermawan, suka menolong dan gotong royong/ kerjasama f.

  Percaya diri, kreatif dan bekerja keras g.

  Kepemimpinan dan keadilan h. Baik dan rendah hati i. Toleransi kedamaian dan kesatuan 3. Tujuan Pendidikan Karakter

  Doni Koesoema (2007:91) menyatakan, “Memang tidak dapat diingkari bahwa sudah sangat mendesak pendidikan karakter diterapkan di dalam lembaga pendidikan. Alasan-alasan kemerosotan moral, dekadensi kemanusiaan yang terjadi tidak hanya dalam diri generasi muda kita, namun telah menjadi cirri khas abad kita, seharusnya membuat kita perlu mempertimbangkan kembali bagaimana lembaga pendidikan mampu menyumbangkan perannya bagi perbaikan kultur. Sebuah kultur yang membuat peradaban kita semakin manusiawi

  ” Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.

  Dalam sebuah lembaga sekolah pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter atau akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik SMP mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.

  Pendidikan karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas.

  Menurut Mochtar Buchori (2007:44), pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Pendidikan karakter yang selama ini ada di SMP perlu segera dikaji, dan dicari altenatif-alternatif solusinya, serta perlu dikembangkannya secara lebih operasional sehingga mudah diimplementasikan di sekolah.

  Pendidikan karakter pada dasarnya dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam 4. Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter

  Ada beberapa prinsip dasar pendidikan karakter:

  a. adalah makhluk yang dipengaruhi dua aspek, dirinya Manusia memiliki sumber kebenaran dan dari luar dirinya ada juga dorongan atau kondisi yang mempengaruhi kesadaran.

  Berkowitz membagi dua aspek emosi, yaitu selfcensorship (kontrol internal) dan prososial. Kontrol internal berkaitan dengan adanya perasaan bersalah (guilty

  feeling ) dan malu (shame), dimana kontrol itu akan mencegah seseorang dari perilaku

  buruk dan selalu ada keinginan untuk memperbaiki diri. Sedang aspek prososial adalah terkait dengan emosi yang timbul karena melihat kesulitan atau penderitaan orang lain, dan ini biasa disebut dengan rasa empati atau simpati (Bambang Q-Anees,

  2008:104). Apabila kontrol internal dan aspek prososial telah tertanam dalam diri individu, maka orang itu dapat dikatakan sebagai manusia yang menjalani hidupnya hanya berdasarkan prinsip-prinsip moral (aprincipled person), atau telah menjadi manusia yang cerah budi. Inilah pribadi arif yang tidak akan terpengaruh oleh dorongan nafsu buruk di dalam dirinya, termasuk oleh nilai-nilai komunal atau kolektif yang bertentangan dengan hati nuraninya.

  Atas dasar prinsip ini, pendidikan karakter tidaklah bersifat teoritis (meyakini telah ada konsep yang akan dijadikan rujukan karakter), tetapi melibatkan penciptaan situasi yang mengkondisikan peserta didik mencapai pemenuhan karakter utamanya. Penciptaan konteks (komunitas belajar) yang baik, dan pemahaman akan konteks peserta didik (latar belakang dan perkembangan psikologi) menjadi bagian dari pendidikan karakter.

  b.

  Karena menganggap bahwa perilaku yang dibimbing oleh nilai-nilai utama sebagai jiwa, dan badan. Tanpa tindakan, semua yang diucapkan dan diyakini bukanlah apa- apa, tanpa keyakinan maka tindakan dan perkataan tidak memiliki makna.

  c.

  Pendidikan karakter mengutamakan munculnya kesadaran pribadi peserta didik untuk secara ikhlas mengutamakan karakter positif.

  Setiap manusia memiliki modal dasar (potensi dan kapasitanya yang khas) yang membedakan dirinya dengan orang lain. Aktualisasi dari kesadaran ini dalam dunia pendidikan adalah pemupukan keadaan khusus seseorang yang memungkinkannya memiliki daya tahan dan daya saing dalam perjuangan hidup.

  d.

  Pendidikan karakter mengarahkan peserta didik untuk menjadi manusia yang tidak hanya memiliki kesadaran diri, tetapi juga kesadaran untuk terus mengembangkan diri, memperhatikan masalah lingkungannya, dan memperbaiki kehidupan sesuai dengan pengetahuan dan karakter yang dimilikinya.

  Manusia yang dapat diandalkan dari segala aspek, baik aspek intelektual, afektif maupun spiritual. Manusia semacam ini adalah manusia yang mempunyai

  competence, compassion dan conscience . Manusia competence adalah manusia yang

  unggul dan menghargai proses. Disini ada kesadaran bahwa segala sesuatu tidak diperoleh dalam sekejap namun dalam waktu yang panjang dan lama.

  Perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) bermula dari pengingkaran terhadap prinsip menghargai proses. Karena mengingkari proses atau terlalu bersemangat menikmati hasil akhir banyak oknum yang menggunakan kedekatan, kekuatan uang dan kekuasaan sebagai jalan menuju hasil akhir. Sayangnya, mentalitas tidak menghargai proses ini telah dipupuk dibangku sekolah. Penghargaan pada nilai ujian akhir, misalnya, mencetak siswa untuk lebih mementingkan nilai akhir, seraya membangkitkan semangat ”menghalalkan segala cara” untuk mendapatkan prestasi akhir.

  Manusia yang memiliki compassion adalah manusia yang peduli dengan sesamanya. Lewat daya-daya manusiawinya, ia pekan terhadap apa yang ada disekelilingnya. Ia memiliki kepedulian dan mampu menggunakan kepentingan banyak orang. Sedangkan manusia yang conscience adalah manusia yang sadar akan tujuan hidupnya. Dalam pendidikan karakter, tujuan hidup manusia adalah memuji, memuliakan dan mengabdi kepada Allah, sementara yang lain adalah sarana dan bukan tujuan hidup manusia.

  e.

  Karakter seseorang ditentukan oleh apa yang dilakukannya berdasarkan pilihan.

  Individu mengukuhkan karakter pribadinya melalui setiap keputusan yang diambilnya. Hanya dari keputusannya inilah seseorang individu mendefinisikan karakternya sendiri. Oleh karena itu, karakter seseorang itu bersifat dinamis. Ia bukanlah kristalisasi pengalaman masa lalu, melainkan kesediaan setiap individu untuk terbuka dan melatihkan kebebasannya itu dalam membentuk jenis manusia macam apa dirinya itu melalui keputusan-keputusan dalam hidupnya. Untuk inilah setiap keputusan menjadi semacam jalinan yang membingkai, membentuk jenis manusia macam apa yang diinginkannya (Doni Koesoema, 2007:218).

  Setiap keputusan yang diambil menentukan akan kualitas seseorang dimata orang lain. Seseorang individu dengan karakter yang baik bisa mengubah dunia secara perlahan-lahan.

5. Metode-Metode Pendidikan Karakter

  Pendidikan untuk pembangunan karakter pada dasarnya mencakup pengembangan substansi, proses dan suasana atau lingkungan yang menggugah, mendorong dan memudahkan seseorang untuk mengembangkan kebiasaan baik dalam

  Doni A. Kusuma (2007, 105) menyatakan bahwa terdapat 5 (lima) metode pendidikan karakter (dalam penerapan di lembaga sekolah) yaitu: a.

  Mengajarkan Pemahaman konseptual tetap dibutuhkan sebagai bekal konsep-konsep nilai yang kemudian menjadi rujukan bagi perwujudan karakter tertentu. Mengajarkan karakter berarti memberikan pemahaman pada peserta didik tentang struktur nilai tertentu, keutamaan, dan maslahatnya. Mengajarkan nilai memiliki dua faedah, pertama, memberikan pengetahuan konseptual baru, kedua, menjadi pembanding atas pengetahuan yang telah dimiliki oleh peserta didik. Karena itu, maka proses mengajarkan tidaklah monolog, melainkan melibatkan peran serta peserta didik. b.

  Keteladanan Manusia lebih banyak belajar dari apa yang mereka lihat. Keteladanan menepati posisi yang sangat penting. Guru harus terlebih dahulu memiliki karakter yang hendak diajarkan. Peserta didik akan meniru apa yang dilakukan gurunya ketimbang yang dilaksanakan sang guru. Keteladanan tidak hanya bersumber dari guru, melainkan juga dari seluruh manusia yang ada dalam lembaga pendidikan tersebut. Juga bersumber dari orang tua, karib kerabat, dan siapapun yang sering berhubungan dengan peserta didik. Pada titik ini, pendidikan karakter membutuhkan lingkungan pendidikan yang utuh, saling mengajarkan karakter.

  c.

  Menentukan Prioritas Penentuan prioritas yang jelas harus ditentukan agar proses evaluasi atas berhasil atau tidak nya pendidikan karakter dapat menjadi jelas, tanpa prioritas, pendidikan karakter tidak dapat terfokus dan karenanya tidak dapat dinilai berhasil penting bagi pelaksanaan dan realisasi visi lembaga. Oleh karena itu, lembaga pendidikan memiliki kewajiban. Pertama, menentukan tuntutan standar yang akan ditawarkan pada peserta didik. Kedua, semua pribadi yang terlibat dalam lembaga pendidikan harus memahami secara jernih apa nilai yang akan ditekankan pada lembaga pendidikan karakter ketiga. Jika lembaga ingin menentukan perilaku standar yang menjadi ciri khas lembaga maka karakter lembaga itu harus dipahami oleh anak didik , orang tua dan masyarakat.

  d.

  Praksis Prioritas Unsur lain yang sangat penting setelah penentuan prioritas karakter adalah bukti dilaksanakan prioritas karakter tersebut. Lembaga pendidikan harus mampu membuat verifikasi sejauh mana prioritas yang telah ditentukan telah dapat direalisasikan dalam lingkungan pendidikan melalui berbagai unsur yang ada dalam lembaga pendidikan itu.

  e.

  Refleksi Berarti dipantulkan kedalam diri. apa yang telah dialami masih tetap terpisah dengan kesadaran diri sejauh ia belum dikaitkan, dipantulkan dengan isi kesadaran seseorang. Refleksi juga dapat disebut sebagai proses bercermin, mematut-matutkan diri ada peristiwa/konsep yang telah teralami.

  B. Nilai-Nilai Religiusitas 1. Pengertian Nilai-Nilai Religius

  Abdul Madjid (1989:26) mengemukakan bahwa, Agama adalah keseluruhan tingkah laku manusia yang terpuji, yang dilakukan demi memperoleh ridha Allah. agama, dengan kata lain, meliputi keseluruhan tingkah laku itu membentuk keutuhan manusia berbudi luhur (berakhlak karimah), atas dasar percaya atau iman kepada Allah dan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari yang dilandasi dengan iman kepada Allah, sehingga seluruh tingkah lakunya berlandaskan keimanan dan akan membentuk akhlak karimah yang terbiasa dalam pribadi dan perilakunya sendiri (Ngainun Naim, 2012:124).

  Dengan demikian, menjadi jelas bahwa nilai religius merupakan nilai pembentuk karakter yang sangat penting artinya. Memang ada banyak pendapat tentang relasi antara religius dengan agama. Pendapat yang umum menyatakan bahwa religius tidak selalu sama dengan agama. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa tidak sedikit orang beragama, tetapi tidak menjalaankan ajaran agamanya secara baik. Mereka bisa disebut beragama, tetapi tidak atau kurang religius. Sementara itu ada juga orang yang perilakunya sangat religius, tetapi kurang memperdulikan ajaran agama.

  Muhaimin (2004:125) berpendapat bahwa kata religius memang tidak selalu identik dengan kata agama, kata religius dan lebih tepat diterjemahkan sebagai keberagamaan. Keberagamaan lebih melihat aspek yang sedikit banyak merupakan misteri bagi orang lain karena menapaskan intimitas jiwa cita rasa yang mencakup totalitas ke dalam pribadi manusia, dan bukan pada aspek yag bersifat formal. Namun demikian keberagaman dalam konteks character building. Sesungguhnya merupakan manifestasi lebih mendalam atas agama dalam kehidupan sehari-hari.

  Uraian di atas menunjukkan bahwa religius tidak diartikan sebagai agama tetapi lebih luas dari itu yaitu keberagamaan. Istilah nilai keberagamaan merupakan istilah yang tidak mudah untuk diberikan batasan secara pasti. Ini disebabkan karena nilai merupakan sebuah realitas yang abstrak. Secara etimologi nilai keberagamaan berasal dari dua kata yakni,: nilai dan keberagamaan.

  Keberagamaan atau religiusitas, menurut Islam adalah melaksanakan ajaran berfikir, bersikap maupun bertindak, diperintahkan untuk melakukannya dalam rangka beribadah kepada Allah. Dimanapun dan dalam keadaan apa-pun, setiap muslim hendaknya ber-Islam. Di samping tauhid atau akidah, dalam Islam juga ada syari

  ’ah dan akhlak (Ngainun Naim, 2012:125) Jadi secara umum makna nilai-nilai religius adalah nilai-nilai kehidupan yang mencerminkan tumbuh kembangnya kehidupan beragama yang terdiri dari tiga unsur pokok yaitu aqidah, ibadah dan akhlak yang menjadi pedoman perilaku sesuai dengan aturan-aturanIllahi untuk mencapai kesejahteraan serta kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

2. Nilai-Nilai Religiusitas

  Keberagaman atau religiusitas seseorang diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupannya. Aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah) tetapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuasaan supranatural. Bukan hanya kegiatan yang tampak oleh mata tetapi juga aktivitas yang tidak tampak atau terjadi dalam hati seseorang. Karena itu, keberagaman seseorang akan meliputi berbagai macam sisi atau dimensi.

  Dimensi nilai-nilai religius di antaranya, dimensi kayakinan atau akidah dalam Islam menunjukkan pada seberapa tingkat keyakinan muslim terhadap kebenaran ajaran agamanya, terutama terhadap ajaran-ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik. Di dalam keislaman, isi dimensi keimanan menyangkut keyakinan tentang Allah, para malaikat, Nabi/Rasul, kitab- kitab Allah, surga dan mereka serta qadha’ dan qadar.

  Penanaman nilai-nilai religius tidak hanya untuk peserta didik tetapi juga penting dalam rangka untuk memantabkan etos kerja dan etos ilmiah bagi tenaga baik. Selain itu juga agar tertanam dalam jiwa tenaga kependidikan bahwa memberikan pendidikan dan pembelajaran pada peserta didik bukan semata-mata bekerja untuk mencari uang, tetapi merupakan bagian dari ibadah.

  Ancok dan Suroso (1995:165) mengatakan bahwa dalam Islam, dimensi ini dapat diwujudkan dengan melakukan perbuatan atau perilaku yang baik sebagai amalan sholeh sebagai muslim, yaitu meliputi perilaku suka menolong, bekerjasama, berderma, mensejahterakan dan menumbuh kembangkan orang lain, menegaskan kebenaran dan keadilan, berlaku jujur, memaafkan, menjaga lingkungan hidup, menjaga amanat, tidak mencuri, tidak korupsi, tidak menipu, tidak berjudi, tidak meminum minuman yang memabukkan, mematuhi norma-norma Islam dalam perilaku seksual, berjuang untuk hidup sukses menurut ukuran Islam dan sebagainya.

  Ari Widiyanta (2005, 78-84) dalam Glock dan Stark membedakan beberapa dimensi religiusitas yakni: a.

  Dimensi Iman Mencakup hubungan manusia dengan Tuhan, malaikat, kitab-kitab, nabi, mukjizat, hari akhir dan adanya setan serta takdir baik dan buruk.

  b.

  Dimensi Islam Sejauh mana tingkat frekuensi, intensitas dan pelaksanaan ibadah seseorang.

  Dimensi ini mencakup pelaksanaan shalat, zakat, puasa dan haji.

  c.

  Dimensi Ihsan Mencakup pengalaman dan perasaan tentang kehadiran Tuhan dalam kehidupan, ketenangan hidup, takut melanggar perintah Tuhan, keyakinan menerima balasan, perasaan dekat dengan Tuhan dan dorongan untuk melaksanakan perintah agama.

  Dimensi Ilmu Seberapa jauh pengetahuan seseorang tentang agamanya, misalnya pengetahuan tentang tauhid, fiqh dan lain-lain.

  e.

  Dimensi Amal Meliputi bagaimana pengamalan keempat dimensi di atas yang ditunjukkan dalam perilaku seseorang. Dimensi ini menyangkut hubungan manusia dengan manusia dan dengan lingkungan alamnya.

  C. Penanaman Nilai-Nilai Religius di Lingkungan Sekolah

  Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi religius dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama. Peningkatan potensi religius mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai- nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi religius tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.

Dokumen yang terkait

PERSEPSI HIJABERS TENTANG PENDIDIKAN KARAKTER DI KOMUNITAS HIJABERS KOTA SALATIGA TAHUN 2015 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

0 0 132

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SISWA PENYANDANG AUTIS DI SMPLB NEGERI SALATIGA TAHUN PELAJARAN 20132014 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

0 3 127

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN HUMANIS DI SMP ALTERNATIF QARYAH THAYYIBAH SALATIGA TAHUN 2016 SKRIPSI Diajukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

0 0 132

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA KITAB TA’LIM AL-MUTA’ALIM KARYA AL-ZARNUJI SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

0 2 104

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN HIDAYATUL MUBTADI-IEN KALIBENING SALATIGA TAHUN 2016 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

0 1 170

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA SANTRI PONDOK PESANTREN AL-FALAH SALATIGA TAHUN 2017 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 1 132

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER SISWA DI SMP ISLAM AL-AZHAR 18 KOTA SALATIGA TAHUN 2017 SKRIPSI Disusun guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

0 0 189

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER ROHANI ISLAM (ROHIS) DAN PEMBIASAAN KEAGAMAAN SMA NEGERI SE-KOTA SALATIGA TAHUN PELAJARAN 20152016

0 0 176

IMPLEMENTASI PROGRAM PARENTING DALAM BIDANG PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI 7 SALATIGA TAHUN 2017 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 0 202

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM KEGIATAN DZIKIR FIDA` DI MUSHOLA NURUL HUDA DESA SRATEN KECAMATAN TUNTANG KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2017 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

0 0 173