DAMPAK INDUSTRI KONVEKSI TERHADAP PENGUSAHA MUSLIM DI KECAMATAN TINGKIR TAHUN 1998-2014 SKRIPSI Diajukan Guna Memperoleh Gelar
DAMPAK INDUSTRI KONVEKSI TERHADAP PENGUSAHA
MUSLIM DI KECAMATAN TINGKIR TAHUN 1998-2014
SKRIPSI
Diajukan Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Humaniora (S. Hum.)
Oleh:
TIARA SOFIANA
NIM. 216 13 021
JURUSAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS USHULUDIN, ADAB, DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2017
MOTTO
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.(Al-
Baqarah: 208)
(yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang
kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya
manusia[250] telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang
kamu, karena itu takutlah kepada mereka", Maka Perkataan itu
menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah
Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik
Pelindung".(Al-Imran: 173)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada kedua orang tua saya yang tercinta, Bapak Hariyanto dan Ibu Ruminah yang tidak pernah lelah dalam menasehati, mendidik dan memotivasi setiap perjuangan saya. Tanpa dorongan mereka saya bukan apa-apa. Teruntuk Bapak Supardi dan Bapak Haryo Aji yang telah membantu di setiap kesulitan dan memberi pengetahuan baru dalam menyelesaikan tugas akhir saya. Teruntuk ke enam saudara kandung saya Hartatik, Tholib Anwar, Dian Rosita, Leili Rosita, Nunik Kurniawati, Beni Indi Bayu Aji.
Teruntuk sahabat empat tahun saya anak sulung di Sejarah Peradaban Islam tahun 2013.
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Dengan menyebut nama Allah Swt yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, segala puji dan syukur kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan hidayah dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Shalawat serta salam senantiasa tercurah terhadap Nabi Muhammad Saw. Skripsi ini disusun sebagai syarat mencapai Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Ushuludin, Adab, dan Humaniora IAIN Salatiga.
Peneliti mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan dorogan, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga 2. Bapak Benny Ridwan selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Humaniora.
3. Bapak Haryo Aji selaku Ketua Jurusan Sejarah Peradaban Islam.
4. Bapak Dr. Supardi., S. Ag, M.A. selaku dosen pembimbing skripsi.
5. Kepada seluruh dosen Sejarah khususnya pada Jurusan Sejarah Paeradaban Islam.
6. Keluarga Besarku yang tak henti-hentinya memberikan dorongan serta do’a untukku.
7. Seluruh teman seperjuangan saya anak sulung SPI 2013..
ABSTRAK
Sofiana, Tiara. 2017.Dampak Industri Konveksi Terhadap Pengusaha Muslim di
Kecamatan Tingkir Tahun 1998-2014 .Skripsi. Jurusan Sejarah Peradaban
Islam Fakultas Ushuludin, Adab, dan Humaniora. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. 2017. Pembimbing: Dr. Supardi, S. Ag., M.A.
Kata Kunci: Industri Konveksi, dan Pengusaha muslim
Penelitian ini merupakan analisis mengenai Dampak Industri Konveksi Terhadap Pengusaha Muslim Di Kecamatan Tingkir. Adapun permasalahan yang ada yaitu (1) Bagaimana gambaran umum konveksi di Tingkir? (2) Bagaimana pra- sejarah industri konveksi di Tingkir? (3) Bagaimana sejarah tumbuhnya industri konveksi di Tingkir?
Penelitian ini adalah jenis penelitian yang terjun langsung kelapangan (field
research ), karena sumber data diperoleh langsung dari sumbernya. Penelitian ini
menggunakan metode sejarah. Sedangkan analisis data dari skripsi ini lebih mengarah pada sosial ekonomi, kiat-kiat pengusaha muslim dalam menjalankan bisnisnya, serta dampak industri konveksi terhadap pengusaha muslim di Kecamatan Tingkir tahun 1998-2014.
Adapun hasil penelitian ini jika ditarik kesimpulan dari semua pembahasan, peneliti melihat bahwa dampak industri konveksi di Tingkir sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan pengusaha muslim di Tingkir. Kemudian memunculkan dampak bagi pengusaha muslim seperti dampak positifnya adalah penciptaan peluang usaha dan pekerjaan yang lebih luas. Sedangkan dampak negatifnya adalah pencemaran lingkungan antara lain polusi air bersih dan polusi udara. Dampak negatif lainnya adalah adanya potensi konflik, disebabkan oleh kecemburuan sosial sebagian orang asli daerah desa Tingkir terhadap masyarakat pendatang dalam kemudahan mengakses pekerjaan khususnya disektor industri konveksi.
DAFTAR ISI HALAMAN BERLOGO............................................................................. i HALAMAN JUDUL.................................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN................................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .......................... v HALAMAN MOTTO.................................................................................. vi HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................. vii KATA PENGANTAR................................................................................ viii ABSTRAK.................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang............................................................................ 13 B. Batasan dan Rumusan Masalah................................................... 16 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian................................................. 16 D. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 18 E. Kerangka Konseptual................................................................... 20 F. Metode Penelitian ....................................................................... 23 G. Sistematika Penulisan ................................................................. 28
BAB II GAMBARAN UMUM INDUSTRI KONVEKSI DI TINGKIR A. Profil Industri Konveksi di Tingkir.................................................... 33 B. Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Tingkir............................... 35 C. Kondisi Keagamaan Masyarakat di Tingkir..................................... 46 BAB III SEJARAH PRA-INDUSTRI KONVEKSI DI TINGKIR A. Sejarah Wilayah Kecamatan Tingkir……....…………………........ 48 B. Transisi Wilayah Pertanian Menjadi Wilayah Industri.....……........ 54 BAB IV SEJARAH TUMBUHNYA INDUSTRI KONVEKSI DI TINGKIR A. Latar Belakang Berdirinya Industri Konveksi di Tingki................... 58 B. Tokoh Perintis Industri Konveksi di Tingkir.................................... 62 C. Dinamika Industri Konveksi wilayah Tingkir tahun 1998-2014...... 66 D. Etika Bisnis Pengusaha Muslim di Tingkir....................................... 67 E. Dampak Keberadaan Industri Konveksi Terhadap Kesejahteraan Pengusaha Muslim di Tingkir................................... 69 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan..........................................................................................71 B. Saran....................................................................................................74 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Kementerian Koordinator Perekonomianmengemukakan bahwa salah satu industri unggulan di koridor Pulau Jawa adalah industri tekstil dan produk tekstil. Disebutkan bahwa industri tekstil menyerap 1,3 juta tenaga kerja. Selain itu, industri tekstil dan produk tekstil menyumbang devisa dan produksi nasional. Keunggulan industri tekstil dan produk tekstil di koridor pulau Jawa harus dapat digunakan untuk mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi sedemikian rupa kemandirian, kemajuan, keadilan
1 dan kesejahteraan di Indonesia dapat diraih.
Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan mobilitas perorangan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada sebagian besar penduduk dunia, terutama di negara- negara maju. Bagi negara berkembang, industri sangat esensial untuk memperluas landasan pembangunan dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Banyak kebutuhan umat manusia hanya dapat dipenuhi 1 oleh barang dan jasa yang disediakan dari sektor industri. Setiap bangsa
Agung Riyadi dkk, Analisa Pertumbuhan Industri Tekstil Dan Produk Tekstil Di Berbagai Provinsi di Pulau Jawa.
ISSN 2407-9189, Univesity Research Colloquium 2015, hlm. 16. membutuhkan dan berhak mencita-citakan basis industri yang efesien untuk Industri mengekstraksimaterial dari basis sumber daya alam, dan memasukkan baik produk dan limbah ke lingkungan hidup manusia. Dengan kata lain, industri mengakibatkan berbagai perubahan dalam pemanfaatan energi dan sumber-sumber daya alam. Industri telah meningkatkan permintaan (demand) akan sumber daya alam (yang tak terperbaharui) dan “memaksakan” daya tampung sistem alam untuk menyerap hasil sampingan
2 yang berupa limbah.
Industri tekstil di dunia berkembang terus menerus. Hal ini menghasilkan pertekstilan yang gemilang di antara kalangan mode.
Pertekstilan telah mengumpulkan cara-cara (methods) bagaimana mempersiapkan bahan-bahan tekstil dan bagaimana membuatnya menjadi
3 benang dan kain.
Dunia ini tidak henti-hentinya terdapat penemuan-penemuan baru oleh para ahli (termasuk kita masing-masing) ini, sudah ada kemajuan silih berganti, teknologi secara ilmiah berkembang terus, yang dulu hanya khayalan, sekarang sebagian telah terwujud. Semua ini adalah sebagian timbul dari konsumen di masing-masing tempat di dunia ini dalam standar hidupnya lebih lama dan lebih tinggi, antara lain permintaan kualitas yang 2 dikehendaki, generasi tua dulu adalah dianggap sebagai barang mewah, 3 Philip Kristanto, Ekologi Industri, (Yogyakarta: ANDI, 2004), hlm. 155.
N. Sugiarto Hartanto,Teknologi Tekstil, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1979), hlm. 1. menikmati komoditi kelas tinggi, tetapi untuk generasi muda sekarang hanya maka dengan adanya perkembangan teknologi dan ilmiah standar hidup manusia meningkat terus, dengan meningkatnya kualitas masalah ini tidak perlu didengungkan lagi. Aspek kualitas produksi merupakan kebutuhan industri pada saat ini tidak lepas dari pengetahuan dan saran yang terutama
4
untuk membuat profesi yang baik.Secara geografis, Kecamatan Tingkir berada di sebelah timur Kota Salatiga dengan jumlah penduduk 43.503 orang.Usaha konveksi di Tingkir terletak di Kelurahan Tingkir Lor, Tingkir Tengah, dan Kalibening.Warga Tingkir awalnya bermata pencaharian di sektor pertanian kemudian beralih ke sektor industri konveksi. Pengusaha muslim di Tingkir mendapat binaan dan pasokan bahan dari pabrik garmen DAMATEX. Lebih dari tiga puluh rumah tangga bergantung pada sektor industri konveksi.90% warga di Tingkir mengeluti dunia jahit-menjahit.
Meskipun produksinya dari limbah pabrik, kualitas dari pengusaha tetap terjamin.Hasil para pengusaha sudah merambah ke Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Bali, dan Sumatera. Kekuatan daya jual hasil produksi para pengusaha industri konveksi relatif murah di banding dengan daerah lain.
Pakaian yang dibuat oleh pengusaha di respon positif oleh pasar.Dari situ 4 mulailah muncul industri konveksi skala kecil di Tingkir.
Peter Chang M.K,Pengendalian Mutu Terpadu Untuk Industri Tekstil dan Konfeksi Dengan Cara Baru, Sederhana dan Praktis, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2003), hlm. vi.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
2014.Pemilihan tahun 1998 disebabkanterjadinya krisis moneter di Tingkir, konveksi di Tingkir mempengaruhi masyarakat Tingkir untuk berpindah mata pencaharian menjadi penjahit atau pengusaha di bidang konveksi dengan memanfaatkan limbah tekstil dari Pabrik DAMATEX Salatiga. Dan penulis membatasi penelitian ini hingga tahun 2014 karena pada tahun ini Pabrik DAMATEX mengalami penurunan produksi yang berimbas pada produksi industri tekstil rumahan Tingkir Salatiga. Dari uraian diatas maka rumusan masalah dari penelitian ini antara lain: a.
BagaimanaGambaran Umum Industri Konveksi di Kecamatan Tingkir? b. Bagaimana Sejarah Pra-Industri Konveksi di KecamatanTingkir? c. Bagaimana Sejarah Tumbuhnya Industri Konveksi di Kecamatan Tingkir? C.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Pada proses pembahasannya, peneliti berusaha untuk menyusun secara sistematis, yang didasari dengan tujuan dan kegunaan penelitian ini.
Tujuan dan kegunaan penelitian ini, berguna sebagai patokan untuk menentukan ke arah mana penelitian ini dan untuk apa penelitian ini dilakukan. Arti penting penelitian ini adalah tema penelitian ini belum pernah ada yang meneliti. Hal ini menjadi celah kajian penting bagi peneliti.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut: Menguraikan Sejarah Perkembangan IndustriKonveksi Terhadap Pengusaha Muslim di Kecamatan Tingkir Tahun 1998-2014.
2. Menganalisis Peran Industri Konveksi bagi Kehidupan Sosial- Ekonomi Pengusaha Tekstil Muslim di Kecamatan Tingkir.
3. Menjelaskan Dampak Industri Konveksi Terhadap Lingkungan Kerja di Tingkir.
4. Menguraikan Peran Penting Keberadaan Industri Konveksi bagi Sosial-Ekonomi dan Budaya Kerja di Tingkir.
Dengan adanya penelitian ini, dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1.
Secara praktis akademis diharapakan dapat memberikan sumbangan informasi mengenai dampakindustri tekstil terhadap sistem ekonomipengusaha muslim di Kecamatan Tingkir.
2. Dapat memberikan koleksi pustaka bagi Jurusan Sejarah Peradaban Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
3. Diharapkan dapat memberikan informasi Mengenai Potensi Industri Tekstil Tingkir Pada Pemerintah.
D. Tinjauan Pustaka
sumber-sumber pustaka yang digunakan dalam penelitian ini antara
Sumber
lain: pustaka pertama berupa jurnal dari Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor yang berjudul Keterlekatan Etika Moral Islam
Dan Sunda Dalam Bisnis Bordir di Tasikmalaya yang di tulis oleh
Joharotul Jamilah dkk. Jurnal ini menjelaskan mengenai Karakterisik Pengusaha Islami-Sundanis adalah memiliki solidaritas organis, stratifikasi sosial terbuka dan tradisi memudar, Tipe Pengusaha Sunda-Islami memiliki karakter solidaritas mekanis, stratifikasi sosial tertutup dan lebih dapat menjaga tradisi. Adapun Pengusaha Kapitalis memiliki ciri eksploitatif, ekspansif, persaingan bebas dan liberasi perdagangan.
Sumber kedua berupa buku yang berjudul Minawang Hubungan
Patron - Klien Di Sulawesi Selatan yang di tulis oleh Heddy Shri Ahimsa
Putra. Buku ini membahas mengenai pengusaha dan buruh muslim.Bahwa patron klien merupakan hubungan dua individu yang saling menguntungkan dan ada timbal balik dalam hubungan tersebut. Dimana seorang pengusaha yang lebih tinggi kedudukannya (patron) merupakan pengaruh dan sumber daya yang dimilikinya untuk memberikan keuntungan kepada seorang buruh muslim yang lebih rendah kedudukannya (klien).
Sumber pustaka selanjutnya berupa buku yang berjudul Antara Luth, dan diterbitkan Gema Insani pada tahun 2001. Buku ini menjelaskan mengenai konsep kerja berdasarkan Islam serta moralitas kerja berlandaskan ajaran Islam. Dalam perspektif islam, bekerja adalah aktivitas ibadah yang melibatkan Allah dan manusia secara bersama-sama.
Manusia selaku pencari kerja hendaknya membawa dan menjadikan nilai- nilai agama sebagai pedoman dan petunjuk. Pengertian lain, dalam bekerja manusia tidak boleh melepaskan diri dari ajaran agama islam.
Sumber selanjutnya berupa skripsi yang berjudul Keputusan
Sumber Pendanaan Berdasarkan Karakteristik Individu Dan Karakteristik
Usaha UKM Konveksi Di Tingkir Salatiga di tulis oleh Eka Putriani,
Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana. Artikel ini menjelaskan mengenai konveksi di Tingkir Salatiga dari sudut pandang ilmu ekonomi, perbedaan dengan skripsi ini dengan penelitian ini ialah pada ilmu yang digunakan sebagai ilmu bantu, penelitian ini menggunakan pendekatan multidimensional yaitu dengan sosial-ekonomi dan ilmu sejarah, dan ilmu tentang kelingkungan. Dalam hal ini penelitian ini lebih menekankan pada sudut pandang sejarah ekonomi dan menguraikan isi menggunakan pendekatan sosial-ekonomi.
E. Kerangka Konseptual
luput dari dunia perekonomian di seluruh negara di dunia. Menurut Marx,
kapitalisme adalah suatu sistem ekonomi yang memungkinkan beberapa individu menguasai sumber daya produktif vital, yang mereka gunakan untuk meraih keuntungan maksimal. Marx menyebut kaum individu ini sebagai kaum borjuis. Kaum borjuis mempekerjakan kelompok orang yang disebut proktar. Golongan proktar ini memproduksi barang-barang yang oleh kaum kapitalis kemudian dijual di pasar untuk mencari keuntungan.
Para kapitalis tersebut bisa memperoleh keuntungan karena membayar
5 buruh (proktar) kurang dari nilai murni barang-barang yang dihasilkan.
Munculnya kapitalisme tidak lepas dari keberadaan industri sebagai penopang perekonomian negara, salah satu industri yang berpengaruh di Indonesia adalah industri konveksi.
Industri tekstil dan produk tekstil merupakan sekelompok Industri yang memproduksi serat, benang, kain, serta garmen, dan industri lainnya.
Industri ini merupakan industri yang saling terkait mulai dari hulu, yakni
6
produksi serat (fiber) sampai industri hilir yakni garmen. Dalam wilayah industri atau lingkungan sekitar tempat didirikannya industri akan mengalami 5 transformasi sosial sebagai akibat dari keberaadaan industri.
Abdul Khobir, Islam dan Kapitalisme, Jurusan Tarbiyah STAIN Pekalongan, Jl.
Kusumabangsa No. 9. 6 Hery Irawan & Roni Suryatoga, Analisa Rantai Nilai Industri Tekstil Dan Produk Tekstil (TPT) di Indonesia, Jurnal Manajemen Indonesia Vol. 9 No. 3, September 2009.
Konsep transformasi mengaitkan dengan perubahan di bidang sosial, prespektif ilmu sosial, itu merupakan proses perubahan kehidupan dari
7
kondisi stagnan menuju tatanan yang lebih baik (ideal). Dalam proses transformasi sosial terdapat pengusaha muslim yang diuntungkan dalam kegiatan industri tekstil yakni pengusaha muslim. Pengusaha muslim berperan besar dalam kelangsungan industri tekstil. pengusaha muslim melakukan mobilitas sosial baik mobilitas horisontal maupun vertikal melalui kegiatan industri tekstil.
Mobilitas horizontal dapat diartikan sebagai “gerak perpindahan” yang dilakukan oleh individu, kelompok, atau pun komunitas dari status tertentu pada status yang tanpa diikuti dengan terjadinya perubahan kedudukan sosialnya. Misalnya, kaum urban yang meninggalkan sumber kehidupannya sebagai petani atau nelayan di desa untuk ke kota, dengan tujuan memperbaiki status sosial ekonominya, namun dalam realitasnya sulit untuk terwujud, karena untuk membangun status kehidupan sosial yang berbasis pada kekuatan ekonomi di wilayah perkotaan, diperlukan kualitas SDM yang kompetitif dan juga jaringan sosial yang kuat.Sementara itu mobilitas vertikal, adalah suatu gerak perpindahan dari status sosial tertentu pada status sosial lain yang tidak sederajat. Berlangsungnya mobilitas vertikal adalah mengarah pada dua arah, yaitu: menanjak dan menurun. Bagi yang
7 M Luthfi Malik. Etos Kerja, Pasar dan Masjid (Jakarta: LP3ES,2013), hlm. 13.
menanjak, misalnya keberhasilan para transmigran di berbagai daerah di
8 Industri konveksi di wilayah Tingkir Salatiga menciptakan pola
hubungan patron klien pada para pelaku ekonominya. Hubungan patron
klien adalah hubungan yang terjadi antara individu-individu yang berbeda
status sosial ekonominya yaitu pihak yang satu lebih banyak membari dan pihak yang lain banyak menerima (Ahimsa-Putra dkk, 2003: 24).
Hubungan patron klien adalah hubungan sosial yang muncul melalui dan dalam interaksi-interaksi sosial yang mempunyai ciri bersifat spontan dan pribadi, dan adanya interaksi tatap muka diantara pelaku yang berlangsung
9 secara berkesinambungan.
Menurut H. Cohen (dalam Ahimsa-Putra, 1988: 30) pendekatan dalam analisis ikatan patron klien memandang gejala ini sebagai gejala yang muncul karena adanya kondisi-kondisi tertentu dalam masyarakat. Misalnya mengulas gejala patronase di Bornu, Afrika, dari sudut ini. Akan tetapi disitu dia tidak menggunakan istilah hubungan patron klien, melainkan hubungan feodal, yaitu hubungan yang melibatkan dua orang, yang satu lebih tinggi atau superior daripada yang lain, dimana pihak yang lebih tinggi memberikan perlindungan, keamanan ekonomi dan kedudukan dalam masyarakat sebagai ganti atas kesetiaan, kepatuhan serta jasa yang 8 telah diberikan oleh pihak yang lebih rendah atau subordibat. W.F
M Luthfi Malik. Etos Kerja, Pasar dan Masjid (Jakarta: LP3ES,2013), hlm. 21- 22. 9 Mita Sari Risdiani, Hubungan Patron Klien Dalam Industri Kerajinan Tenun Ikat Troso Desa Troso Kecamatan Pencangaan Kabupaten Jepara, Skripsi, (Semarang: Universitas Negeri Semarang, 2015), hlm. 28.
Wertheim (dalam Ahimsa-Putra 1988: 32) mengenai bentuk hubungan bentuk eksploitasi yang jelas, namun karena relasi bersifat, pribadi, informal dan sedikit paternalism akan ada kecenderungan untuk memanusiawikan. Dalam hal ini lebih tidak melihat perbedaan antara hubungan yang eksploitatif dengan hubungan patron klien. Di balik sudut pandang initerselip suatu asumsi jika klien-klien seorang patron tidak bisa melepaskan diri dari ikatan tersebut, atau setidaknya mereka tidak mampu menghitung secara tepat bahwa apa yang dia berikan adalah melebihi dari apa yang dia terima dari sang patron. Namun seperti yang kita lihat, relasi
patron klien ini sifatnya suka rela. Seorang tidak perlu dipaksa untuk patron dan tidak perlu pula dipaksa menjadi klien, karena seorangpun
dapat memutuskan hubungan dengan patronnya jika ia merasakan tidak
10 adanya keseimbangan lagi dari hubungantimbal-balik mereka.
F. Metode Penelitian Tahap pertama adalah Heuristik atau pengumpulan sumber.
Sumber sejarah dapat berupa bukti yang ditinggalkan manusia yang menunjukan segala aktifitasnya di masa lampau baik berupa peninggalan- peninggalan maupun catatan-catatan. Sumber ini bisa ditemukan diperpustakaan-perpustakaan, Internet, untuk arsip bisa diperoleh dikantor-
10 Ibid , hlm. 29.
11
kantor atau instansi-instansi tertentu. Dalam penulisan ini, peneliti Heuristik penulis juga menggunakan metode sejarah lisan, sejarah lisan adalah bagian dari metode sejarah yang meliputi teknik pengumpulan sumber sejarah yang dilakukan dengan wawancara kemudian ditujukan kepada pelaku dan saksi sejarah yang hidup pada zaman yang sedang
12 diteliti oleh peneliti sejarah.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk mendapatkan data- data dan informasi yang dibutuhkan untuk menyusun kajian ini yakni :
1. Penelitian Lapangan Penelitian lapangan adalah suatu penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan secara langsung ke lapangan untuk meneliti serta mencari data-data dan informasi yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, agar dapat dibahas berdasarkan informasi atau bukti data- data yang ditemukan. Ada 2 teknik yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data-data dan informasi penelitian lapangan, yaitu:
- Adalah suatu teknik yang dilakukan peneliti untuk mengamati secara langsung objek yang berkaitan dengan penelitian dan bukti-bukti tentang Dampak Industri Konveksi Terhadap 11 Pengusaha Muslim di Kecamatan Tingkir.
- data dengan mencermati penuturan-penuturan informasi yang sifatnya turun-temurun dan dapat memberikan keterangan terhadap masalah yang akan diteliti untuk mewujudkan fakta-fakta dalam rangka penyusunan sejarah lokal tersebut, misalnya dengan mengadakan wawancara langsung dengan saksi sejarah yang mengetahui tentang dampak industri tesktil terhadap sistem ekonomi pengusaha muslim di Kecamatan Tingkir, wawancara dengan orang-orang di wilayah Tingkir. Peneliti akan mengadakan wawancara kepada ibu Lilis, Inaselaku Pengusaha Konveksi, peneliti juga akan mengadakan wawancara kepada Puji Astuti selaku Karyawan.
- Kritik eksternal
- Kritik Internal Setelah dilakukan suatu dokumen diuji melalui kritik eksternal, berikutnya dilakukan kritik internal. Kritik internal harus menguji motif, keberpihakan dan keterbatasan si penulis yang mungkin melebih-lebihkan sesuatu atau sebaliknya mengabaikan 13 Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2012), hal.104.
Pengamatan (observasi)
Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012), hlm. 67. 12 Paul Thompson, Suara dari Masa Silam: Teori dan Metode Sejarah Lisan ,(Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012), hlm. 25.
Tradisi lisan atau Wawancara
2. Penelitian Kepustakaan
Melalui penelitian kepustakaan ini sumber-sumber buku yang dapat dijadikan sebagai referensi dalam penulisan skripsi ini. sumber kepustakaan yang akan dikaji adalah, Perpustakaan Jurusan Sejarah
IAIN Salatiga kampus II, perpustakaan Daerah Salatiga, perpustakaan kampus II IAIN Salatiga, perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, perpustakaan Percik Salatiga.
Tahap kedua Kritik sumber atau VerifikasiPenulisan sejarah dikenal dua macam sumber yaitu sumber primer dan sumber sekunder. sumber primer adalah kesaksian dari seseorang dengan mata kepala sendiri atau saksi dengan panca indra yang lain atau dengan alat adalah merupakan kesaksian dari siapapun yang bukan saksi mata, yakni dari orang yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkan. Kritik sumber merupakan verifikasi sumber yaitu pengujian kebenaran atau ketetapan dari sumber sejarah. Kritik sumber ada dua yaitu kritik eksteren dan kritik intern untuk menguji kredibilitas sumber.
Hal ini berguna untuk menetapkan keaslian data, dilakukan kritik eksternal. Menurut Helius Sjamsuddin kritik eksternal ialah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah. Apakah fakta peninggalan atau dokumen itu merupakan yang sebenarnya, bukan palsu. Berbagai tes dapat dipergunakan untuk menguji keaslian tersebut, misalnya untuk menetapkan umum dokumen melibatkan tanda tangan, tulisan tangan, kertas, cat, bentuk huruf, penggunaan bahasa, dan lain- lain.
13
14
sesuatu. Walaupun dokumen itu asli, tetapi apakah mengukapkan penciptanya, Apakah ia jujur, adil dan benar-benar memahami faktanya, dan banyak lagi pertanyaan yang bisa muncul seperti diatas. Sejarawan harus benar-benar yakin bahwa datanya antentik dan akurat.
Tahap ketiga adalah interpretasi atau penafsiran sejarah penulisan. Menurut Daliman,Interpretasi adalah menafsirkan fakta sejarah dan merangkai fakta tersebut hingga menjadi satu kesatuan yang harmonis dan masuk akal. Dari berbagi fakta yang ada kemudian perlu disusun agar mempunyai bentuk dan struktur. Fakta yang ada ditafsirkan sehingga ditemukan struktur logisnya berdasarkan fakta yang ada, untuk menghindari suatu penafsiran yang semena-mena akibat pemikiran yang sempit. Bagi sejarawan akademis, interpretasi yang bersifat deskriptif saja belum cukup.
Dalam perkembangan terakhir, sejarawan masih dituntut untuk mencari landasan penafsiran yang digunakan.
Tahap keempat historiografi.Setelah melakukan proses analisis dan sintesis, proses kerja mencapai tahap akhir yaitu historiografi atau penulisan sejarah. Proses penulisan dilakukan agar fakta-fakta yang sebelumnya terlepas satu sama lain dapat
14 Sumanto, Teori dan Aplikasi Metode Penelitian, (Yogyakarta: Buku Seru, 2014), hlm. 176.
disatukan sehingga menjadi satu perpaduan yang logis dan
15 Historiografi adalah proses penyusunan fakta-fakta sejarah
dan berbagai sumber yang telah diseleksi dalam sebuah bentuk penulisan sejarah. Setelah melakukan penafsiran terhadap data-data yang ada. Sejarawan harus menyadari dan berusaha agar orang lain dapat mengerti pokok-pokok pemikiran yang diajukan.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh suatu karya yang mudah dipahami, maka penulis menyusun pembahasan penelitian ini menjadi lima Bab.
BAB I Pendahuluan meliputi Latar Belakang, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Kerangka Konseptual, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan. Pembahasan pada bab ini menjelaskan mengenai pokok bahasan bab-bab selanjutnya dan mencerminkan kerangka berfikir peneliti. BAB II Gambaran Umum Konveksi di Kecamatan Tingkir Pada
bab ini penulis membahas mengenaiProfil Konveksi di Wilayah Tingkir, Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Kecamatan Tingkir, Kondisi Keagamaan Masyarakat di Kecamatan Tingkir.
15 Paul Veyne, Writing History, Essay on Epistemology, terj. Bhs. Prancis ,mina moore-rinvolucri , (Middletown,connect: Wesleyan Univercity Press, 1984), hlm. 121.
BAB III Pra-Industri Industri Konveksi di Kecamatan Tingkir Pada Wilayah Pertanian MenjadiWilayah Perindustrian. BAB IV Sejarah Tumbuhnya Industri Konveksi di Kecamatan Tingkir Pada bab ini penulis membahas mengenai Latar Belakang Berdirinya Industri Konveksi di Tingkir, Tokoh Perintis Industri Konveksi di Tingkir, Pertumbuhan Industri Konveksi di Tingkir, Etika Bisnis Pengusaha Muslim di Tingkir, Dampak Keberadaan Industri Konveksi Terhadap Kesejahteraan Pengusaha Muslim di Tingkir.
BAB V Penutup pada bab ini berisi kesimpulan dan saran
BAB II A. Profil Industri Konveksi di Tingkir Salatiga merupakan kota yang letaknya cukup strategis karena berada
di persimpangan tiga kota besar, yaitu Semarang, Solo dan Yogyakarta. Kota ini dikelilingi wilayah kabupaten Semarang, berada di cekungan kaki Gunung Merbabu dan di antara gunung- gunung kecil lainnya yaitu : Gajah Mungkur, Telomoyo dan Payung. Secara administratif, kota Salatiga terbagi menjadi 4 kecamatan dan 22 kelurahan, dengan wilayah seluas 5.678,11 hektar atau 56,781 Km² (2006). Jumlah penduduk tercatat sebanyak 176.795 jiwa (2006). Secara geografis, kecamatan Tingkir berada di sebelah timur Kota Salatiga
16 dengan jumlah penduduk sebanyak 43.533 orang.
Usaha konveksi di Tingkir terletak di Kelurahan Tingkir Lor, Tingkir Tengah dan Kalibening. Asal mula usaha konveksi di Tingkir dimulai secara turun temurun dan mulai berkembang ketika Pabrik Tekstil Damatex dan Timatex membuka pabriknya di Salatiga pada tahun 1970an. Sebagai salah satu bentuk kemitraan dan bina lingkungan yang dilakukan Damatex adalah membina penjahit-penjahit dengan cara melakukan pelatihan dan memberikan bantuan peralatan mesin jahit kepada pengusaha. Sampai muncul istilah “BELANDA” yang artinya “Belakang Damatex” untuk pengusaha konveksi 16 Kantor Bank Indonesia Semarang, Upaya Menggerakkan Perekonomian
Daerah Melaui Program Fasilitas Percepatan Pemberdayaan Ekonomi Daerah (FFPED) Untuk Industri Tekstil Di Tingkir , Salatiga, tahun 2008, hlm. 2. di Tingkir. Saat itu baru ada sekitar 12 pengusaha yang menjadi binaan Cengek. Di samping bantuan tersebut, pengusaha konveksi juga mendapatkan kemudahan untuk mendapatkan kain sisa yang merupakan limbah dari Damatex. Ini membuat usaha konveksi di Tingkir dapat berkembang dengan cukup bagus tertutama pada awal tahun 1990an dimana hampir setiap rumah di Tingkir memiliki mesin jahit untuk membuat usaha konveksi ini. Ini membuat daerah lainpun ikut mulai berusaha di bidang tekstil yaitu Tingkir Tengah dan Kalibening. Pada saat itu sekitar 250 pengusaha konveksi ada di
17 Tingkir.
Sebagian besar pengusaha di Tingkir membuat celana kolor (hawai), sprei, sarung bantal, bed cover dan berbagai bentuk produk rumah tangga dari kain. Setelah adanya krisis moneter tahun 1998, usaha konveksi di Tingkir mulai menunjukkan gejala penurunan. Ini ditandai dengan perolehan bahan baku yang semakin sulit karena bahan baku dari Damatex semakin sulit diperoleh dan jumlah serta kualitasnya semakin buruk.Hal ini menyebabkan pengusaha dengan modal kecil cukup kesulitan untuk mengakses bahan baku sehingga banyak yang gulung tikar. Sampai awal tahun 2000 hanya sekitar 80 orang pengusaha yang bertahan dan menurut data sensus ekonomi di tahun 2006 saat ini masih ada sekitar 60 pengusaha yang eksis dengan tenaga kerja tetap yang terserap sekitar 600 orang dan tenaga penjahit borongan atau sangan berjumlah 500 orang. Berdasarkan hasil identifikasi awal diperoleh 17 Ibid , hlm. 3. informasi bahwa kondisi usaha di Tingkir saat ini masih cukup bagus karena utamanya dari luar pulau Jawa maupun sebagian dari Jawa dengan omzet yang cukup besar.
Produk di Tingkir juga cukup menarik bagi konsumen karena harganya murah dan kualitas kain dan jahitan cukup baik. Di samping itu, tenaga kerja terampil yang tersedia di Tingkir cukup banyak sehingga peluang industri konveksi di Tingkir untuk berkembang masih besar. Namun demikian, terdapat ancaman dari industri konveksi di daerah lain (Klaten dan Pekalongan) yang mampu menjual dengan lebih murah karena alternatif perolehan bahan bakunya lebih banyak antara lain dari Bandung dan
18 Cirebon.
B. Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Kecamatan Tingkir
Dalam kehidupan sosial antara pengusaha muslim konveksi dengan para penjahit di Tingkir Salatiga tercipta hubungan patron klien.
Hubungan ini merupakan hubungan kerja antara pengusaha sebagai kelas sosial yang lebih tinggi dan tataran yang lebih rendah yaitu penjahit.
Pengusaha konveksi dengan penjahit memiliki ketergantungan yakni pengusaha yang membutuhkan tenaga kerja untuk menyelesaikan target produksi, sedangkan bagi penjahit keberadaan pengusaha konveksi
18 Ibid , hlm. 4.
memberikan lapangan kerja sehingga para penjahit dapat memberikan Wilayah Tingkir berkembang menjadi wilayah industri konveksi yang menjadi tumpuan ekonomi masyarakatnya. Mata pencaharian utama masyarakat Tingkir bergantung pada industri konveksi. Latar belakang munculnya industri konveksi berawal dari Pabrik DAMATEXyang membuang limbah tekstil tidak dimanfaatkan. Keberadaan limbah tekstil mendorong kreatifitas dari masyarakat Tingkir yang memanfaatkan limbah tekstil menjadi produk pakaian berupa celana kolor, kemeja, gamis, clemek dan lain-lain.
Status Wilayah Tingkir Salatiga sebagai wilayah Industri konveksi membentuk pandangan hidup masyarakatnya dalam bidang pendidikan, masyarakat Tingkir memiliki minat yang rendah terhadap dunia pendidikan dari generasi mudanya. Selain itu memiliki pandangan bahwa pendidikan tidak begitu dianggap penting. Para orang tua mengarahkan anak-anaknya untuk melanjutkan usaha konveksi miliknya. Generasi muda dilatih untuk menjahit serta menjalankan usaha konveksi.
Sekitar tahun 2010 masyarakat Tingkir mulai memperhatikan tingkat pendidikan, didorong dengan tersedianya lembaga pendidikan berupa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang menawarkan jurusan tata busana yang melatih muridnya untuk memiliki keterampilan dalam hal men-design pakaian serta menjahit hingga pakaian dapat dipakai. Kesadaran masyarakat terhadap tingkat pendidikan mulai meningkat karena masyarakat Tingkir sadar bahwa untuk menjalankan usaha konveksi tidak hanya membutuhkan yang baik dan manajemen yang baik pula. Untuk memiliki keterampilan, jaringan ekonomi, serta manajemen pendidikan merupakan lembaga yang tepat untuk membentuk mental dan keterampilan sebagai penerus usaha konveksi orang tuanya.
Dalam hubungan antara pemilik modal atau pengusaha konveksi dengan penjahit (buruh) membentuk pola hubungan patron klien, pengusaha konveksi sebagai patron dan penjahit sebagai klien. Interaksi yang terjadi ialah pengusaha konveksi sebagai kelas sosial yang lebih tinggi berhak memberi perintah terhadap penjahit, dan pengusaha berhak mengkritik hasil pekerjaan dari para penjahit, hak tersebut ada karena pengusaha konveksi sebagai pemilik modal yang memberi upah para penjahit. Pola patron klien juga terjadi pada pengusaha konveksi dengan tengkulak, dalam pola hubungan ini yang menjadi patron ialah tengkulak dan yang menjadi kliennya adalah pengusaha konveksi.
Kehidupan sosial ekonomi di Tingkir Salatiga dapat dilihat dengan jelas mengenai perkembangan sosial ekonominya menggunakan data-data sebagai berikut: a.
Pemerintahan Hingga tahun 2014 telah terjadi pemekaran wilayah di
Kecamatan dari 6 kelurahan menjadi tujuh kelurahan. Kelurahan Kutowinangun secara administratif mengalami pemekaran menjadi 2 kelurahan yaitu Kutowinangun Kidul dan Kutowinangun Lor. selalu meningkat atau bertambah. Pertumbuhan ini sejalan dengan pertumbuhanjumlah rumah tangga dan pembangunan fasilitas umum seperti perumahan atau pemukiman.
Kelurahan Kutowinangun Lor merupakan kelurahan yang mempunyai jumlah RTterbanyak, yaitu 85 RT. Sedangkan untuk jumlah RW terbanyak terdapat di Kelurahan Tingkir Tengah, yaitu 10 RW. Untuk Kelurahan Kalibening sampai dengan tahun 2015 masih memiliki jumlah RW dan RT yang paling sedikit yaitu 3 RW dan 9 RT. Jumlah pegawai laki-laki masih lebih banyak dari pegawai perempuan di kantor kecamatan dan kelurahan di wilayah Tingkir,
19 yaitu mencapai58,43 persen.
b.
Ketenagakerjaan Salah satu modal penggerak roda ekonomi yaitu tersedianya tenaga kerja yang memadai dan berkualitas serta mempunyai daya saing tinggi sehingga dapat mengangkat roda perekonomian di suatu wilayah baik di daerah, regional maupun secara nasional. Dalam sektor ketenagakerjaan ditemukan bahwa angkatan kerja yang produktif dalam memnghasilkan sektor barang dan jasa umumnya berusia 15-64 19 tahun.
Kecamatan Tingkir Dalam Angka Tahun 2014, hlm. 5.
Sebagian besar angkatan kerja di wilayah Kecamatan Tingkir Perdagangan dan Pertanian. Penduduk Kecamatan Tingkir yang berusia 10 tahun keatas bekerja sesuai bidangnya.
JUMLAH PENDUDUK KECAMATAN TINGKIR MENURUT JENIS MATA PENCAHARIAN (USIA 10 TAHUN KEATAS) TAHUN 1997
Tabel: 2.1 Nama Petani Buruh Nelayan Pengusaha Buruh Buruh
Kelurahan Tani Industri Bangunan Tingkir Tengah 134 194 38 177
37 Tingkir Lor 225 193 55 381
75 Kalibening
69
80
11
51
29 Sidorejo Kidul 114 119 4 295 407 Gendongan
2 50 294 551 Kutowinangunan 62 154 123 2.017 1.310 Jumlah 606 740 281 3.215 2.409
Tabel (lanjutan) Nama Kelurahan Perdagangan PNS Pensiunan Lainnya
Tingkir Tengah 122
61 21 620 Tingkir Lor 292
46 21 890 Kaibening
48
5
6
77 Sidorejo Kidul 230
28
27
90 Gendongan 349 448 561 1.684 Kutowinangunan 1.209 842 651 5.705 Jumlah 2.164 1.412 2.688 9.066
Perubahan penggunaan lahan secara langsung berpengaruh terhadap perubahan mata pencaharian penduduk Tingkir. Berkurangnya lahan pertanian dan pembebasan tanah oleh industri mengakibatkan terjadi pergeseran pekerjaan.
Berkembangnya industri konveksi di Kecamatan Tingkir memberikan peluang pekerjaan yang lebih luas, dimana sebelum berkembangnya industri peluang kerja di Tingkir sangat terbatas baik dalam jenis pekerjaan maupun kesempatan kerjanya, tetapi setelah berkembang industri konveksi peluang kerja untuk penduduk Tingkir lebih tersedia baik pekerjaan pada bidang industri konveksi maupun usaha berdagang atau jasa.
c.
Perdagangan Dalam usaha perdagangan khususnya persaingan pasar di tengah arus modernisasi dan golobalisasi. Pasar tradisional masih cukup dominan walaupun munculnya pasar modern atau toko swalayan sudah tidak dapat dibendung keberadannya, karena memang tuntutan konsumen yang semakin rill. Dari jumlah usaha perdagangan, memperdagangkan sayur dan buah. Selain itu juga ada toko swalayan sebanyak 5 buah. Disisi perijinan, jumlah usaha perdagangan yang mempunyai Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) tercatat 314 buah dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) 322 buah, semua ijin tersebut dikeluarkan oleh Badan Pelayanan dan Perijinan Terpadu Kota Salatiga. Sedangkan untuk perdagangan ekspor di Kecamatan Tingkir,
20 barang produksi yang di ekspor yaitu mebel dan forniture.
d.
Penduduk Kepadatan penduduk di wilayah Kecamatan Tingkir dipengaruhi oleh faktor datangpergi dan lahir-mati yang setiap saat selalu berubah-ubah. PendudukKecamatanTingkirmencapai 42.888 jiwapadatahun 2014, tumbuhsebesar 1,32persendibandingtahunsebelumnya. Kepadatanpenduduk di KecamatanTingkirtahun 2014mencapai 4.066 jiwa per km²sedikitmeningkatdibandingtahun 2013 yang sebesar 4.013 jiwa per km². KelurahanKutowinangunKidulmerupakankelurahanterpadat (8.019 jiwa per km²) denganluaswilayah 1.020 km².
SedangkanKelurahanKalibeningmerupakankelurahandengankepadatan 20 paling rendah, yaituhanya 1.910 jiwa per km². Sex rasio Kecamatan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kota Salatiga.
Tingkir sebesar 95,93 persen. Hal ini berarti bahwa dalam 100
21 e.
Pendidikan Tingkat Pendidikan penduduk di Kecamatan Tingkir hingga tahun 2014 didominasi oleh lulusan SLTP yang tercatat sebesar 37,02 persen. Jumlah sekolah Paud di Kecamatan Tingkir sebanyak 32 unit dengan jumlah murid sebanyak 821 orang dan 87 guru. Sedangkan jumlah Taman Kanak- kanak (TK) ada 21 dengan jumlah murid sebanyak 1.150 orang dan 118 guru. Jumlah SD/ MI baik negeri maupun swasta sebanyak 30 dengan jumlah murid 5.088 dan guru sebanyak 290 orang. Adapun untuk SMP yang ada di Kecamatan Tingkir sebanyak 5 unit dengan jumlah murid 1.204 orang dan 101 guru. Sedangkan total SMK dan SMA ada 3 unit dengan jumlah murid sebanyak 1.428 orang dan jumlah guru 156 orang.Kesadaran penduduk akan pentingnya meningkatkan mutu pendidikan semakin tinggi dengan banyak-nya lulusan SMA dan SMK yang melanjutkan ke Perguruan Tinggi, dan banyaknya sekolah dan perguruan tinggi yang ada.
21 Ibid , hlm. 6.
f.
Peserta KB sebesar 3.176, menurun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 5.095 orang. Terdapat 6.587 PUS pada tahun 2013, dan 5.040 yang menjadi peserta KB atau mencapai 76,51 persen dari PUS.