SKRIPSI PEMAHAMAN DIRI WARIA MELALUI PENGALAMAN DISKRIMINASI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Psikologi
SKRIPSI
PEMAHAMAN DIRI WARIA
MELALUI PENGALAMAN DISKRIMINASI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu
Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Program Studi Psikologi
Disusun oleh :
L. Patria Rani Dwi Sanja
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Love W hat You Do, Do W hat You Love”
PEMAHAMAN DIRI MELALUI
PENGALAMAN DISKRIMINASI WARIA
L. Patria Rani Dwi Sanja
ABSTRAK
Waria masih sering mendapatkan perlakuan diskriminasi. Bahkan perlakuan diskriminasitersebut telah terjadi sejak waria masih kecil karena mereka (waria kecil) sudah terlihat berbeda
sejak kecil. Tentunya pengalaman diskriminasi yang dialami oleh waria sejak kecil tersebut
mempengaruhi pemahaman waria mengenai dirinya dan orang lain. Penelitian ini ingin melihat
bagaimana waria memahami dirinya dan orang lain terkait dengan pengalaman diskriminasinya
tersebut. Penelitian ini menggunakan 5 waria sebagai subjek penelitian. Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif dengan metode studi deskriptif. Pengambilan data dilakukan dengan
wawancara naratif. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan panduan teknik analisis tema
Carl Ratner dan I Poems menurut Debold. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ada 3 bentuk tipe
pemahaman waria terhadap dirinya dan orang lain terkait dengan pengalaman diskriminasi, yaitu
waria adalah sosok yang tidak dikenal masyarakat dan waria adalah korban dalam masyarakat. Kata kunci : Waria, Diskriminasi, Narasi
SELF UNDERSTANDING BY
DISCRIMINATION OF TRANSEXUAL
L. Patria Rani Dwi Sanja
ABSRTACT
Transexual often treated discriminatively. Moreover, they are treated discriminativelysince they are children as they are looked different. Those treatments have influenced their
comprehending toward themselves and others. This research aims to knew how transsexual
comprehend themselves and others relate to those discriminative experience. They are 5
respondents used in this research. It was a qualitative supported by descriptive study method. The
data were collected through narrative interviews. Data analysis was a combination of Debold’s
Carl Ratner an I Poems technique. Based on the analysis, there were three types of comprehension
toward themselves and others relate to the discriminative experiences they got : transsexual is
unknown profile on a society, transsexual has to show their values to be accepted in a society an
transsexual is a victim in a society. Keywords : Transexual, Discrimination, Narrative.KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti haturkan kepada Tuhan Yesus untuk berkat dan limpahan ide serta semangat yang telah diberikan. Akhirnya, setelah satu setengah semester, peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan segala semangat dan kemalasan yang hadir dalam kehidupan peneliti.
Skripsi ini dikerjakan sebagai salah satu syarat untuk kelulusan dalam program kuliah Psikologi dengan judul PEMAHAMAN DIRI MELALUI PENGALAMAN DISKRIMINASI WARIA.
Akhirnya, peneliti ingin mengucapkan kepada berbagai pihak yang telah membantu peneliti dalam pengerjaan skripsi ini.
1. Jesus Christ, untuk semangat, ide, harapan, kesehatan dan segalanya… 2.
Ibu Dr. Ch. Siwi Handayani, selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma dan sebagai dosen penguji.
3. Bu Sylvia Carolina MYM, S.Psi, M.Si selaku Kaprodi Psikologi Universitas
6. Ibu MM. Nimas Eki Suprawati, S.Psi., M.Si selaku dosen penguji. Terima kasih buk. Maaf kalau kedatangan saya di rumah, mengganggu cutinya.
7. Mas Gandung, Mbak Nanik, Pak Gie, Mas Mudji, Mas Doni yang sudah membantu segalanya. Semoga sehat selalu.
8. Mami Vinolia, Mbak Arum, Mbak Rully, Mbak Tika, Mbak Angel, Mbak Bella, Mbak YS, teman-teman waria lain yang aku kenal. Terima kasih untuk semuanya. You’re my inspiration…
9. Archadius Eddyatmoko dan Indarti RetnoW. Pah, mah, akhirnya selesai juga.
Thanks for all. Love you all… 10. My first sista, Mbak Rety akhirnya aku menyusul dirimu. Makasih ya udah dibuatin abstraknya yang Bahasa Inggris. Hehehe…
11. My little sista, Ica icul makasih ya udah minjemin alfalink nya. Rajin belajar ya…
12. Bule Tatik, tanteku yang merasa muda terus, yang paling rajin telpon memberikan semangat, nasehat, mantra. Hehehe…
18. Mbak Ony, yang selalu begadang ngerjain skripsi bareng walaupun ujung- ujungnya kita ngerumpi tentang dia, dia dan dia. Hehehe… Thanks sist.
19. Teman-teman Mitra Perpustakaan USD. Mbak Dima, Mbak Prima, Mbak Dwi, Maya, Putu, Putri, Nino, Iray, Matilda. Mari kita shelving… Hehehe… 20. Ivo, Jowien, Ashar, Faris (geng gemblung nya Togamas Affandi), aku senang bisa kenal ama kalian. Walaupun kadang kita beda pendapat, kadang heho sana sini, kadang beda shift. But its permanent here, I love you… 21. Arif, Ruri, Nenis, Mas Apri, Mas Dofvi, Mbak Tia, Mbak Ika, Mak Etty,
Mbak Pony, Mas Afif, Pampam, Mbak Kurnia, Mas Taufik, Mbak Yanti, Mbak Rista, Mbak Kurnia dan teman-teman Togamas yang lain. Terimakasih telah memberi warna dalam hidupku. Salam dahsyat !!
22. Adel, Ance, Ary, Mas Yandu, Jenny yang sama-sama bimbingan bareng Pak Didik. Mari kita buat Pak Didik fans club ! Semangat teman, perjalanan masih panjang.
23. Friends Community, akhirnya aku lulus. Kompak & sukses selalu ! segala kekurangan dalam skripsi ini agar lebih bermanfaat. Tuhan memberkati kita semua.
Yogyakarta, 10 Juli 2010 L. Patria Rani Dwi Sanja
DAFTAR ISI
Halaman Judul ……………………………………………………………………..i Halaman Persetujuan Dosen Pembimbing ………………………………………..ii Halaman Pengesahan Penguji ……………………………………………………iii Halaman Motto dan Persembahan ……………………………………………….iv Halaman Pernyataan Keaslian Karya ……………………………………………..v Abstrak …………………………………………………………………………...vi Abstract …………………………………………………………………………vii Halaman Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah ………………………………….viii Kata Pengantar …………………………………………………………………...ix Daftar Isi ………………………………………………………………………..xiii Daftar Tabel …………………………………………………………………….xvi Daftar Lampiran …………………………………………………………...…...xvii
1. Pengertian diskriminasi dan waria ……………………………………9 2.
Ambiguitas keberadaan waria ……………………………………….10 3. Bentuk-bentuk diskriminasi …………………………………………12 4. Cara mengatasi diskriminasi ………………………………………...15 B. Pemahaman Diri (Self Understanding)…………………………………..18 1.
Pengertian dan pentingnya pemahaman diri ………………………...18 2. Memahami diri sendiri dan orang lain dengan bernarasi ……………18 C. Kerangka Penelitian ……………………………………………………..21
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 23 A. Jenis Penelitian …………………………………………………………..23 B. Subjek Penelitian ………………………………………………………...24 C. Fokus Penelitian …………………………………………………………24 D. Metode Pengambilan Data ………………………………………………25 E. Proses Pengambilan Data ………………………………………………..28
3. Ringkasan umum …………………………………………………….67 C. Pembahasan ……………………………………………………………...78 1.
Pengalaman diskriminasi …………………………………………….78 2. Cara mengatasi diskriminasi dan figur support ……………………...80 3. Cara subjek memahami dirinya dan orang lain ……………………...85
BAB V. KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN DAN SARAN .... 88 A. Kesimpulan ………………………………………………………………88 1. Pengalaman diskriminasi dan cara mengatasinya …………………...88 2. Cara waria memahami dirinya dan orang lain ………………………89 B. Keterbatasan Penelitian ………………………………………………….89 C. Saran ……………………………………………………………………..90 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 91
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Proses Rapport dan Wawancara ………………………..………………31 Tabel 2. Cross Check Data ………………………………………………………36 Tabel 3. Ringkasan Central Theme dan General Theme Pengalaman Diskriminasi dan Coping ……………………………………………………………………....73 Tabel 4. Ringkasan General Structure Cara Subjek Memahami Dirinya dan Orang Lain ………………………………………………………………………………76
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN WAWANCARA Subek 1 …………………………………………………………………..93 Subjek 2 ………………………………………………………………...108 Subjek 3 ………………………………………………………………...121 Subjek 4 ………………………………………………………………...136 Subjek 5 ………………………………………………………………...146
LAMPIRAN ANALISIS DATA A.
Bentuk dan Cara Mengatasi Diskriminasi Subjek 1 ……………………………………………………………..….156 Subjek 2 ………………………………………………………………...163 Subjek 3 ………………………………………………………………...171 Subjek 4 ……………………………………...…………………………179
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
“Karena menolak memakai pakaian laki-laki dan menyimpan sikap kemayu, dua pekan kemudian saya dipecat, kata Keke” (Tempo, 15 Desember
2007). Contoh ini hanyalah contoh kecil dari diskriminasi terhadap waria oleh masyarakat. Diskriminasi terhadap orang seperti Keke, yang biasa disebut sebagai waria, belakangan kian luas dan formal. Setidaknya kini terdapat 37 Peraturan Daerah (Perda) di seluruh Indonesia yang mendiskriminasi waria.
Salah satunya, di Kota Palembang, Pasal 8 Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2004 mengkategorikan lesbian, gay, biseksual dan transgender sebagai bagian dari pelacuran. Pemerintah memasukkan mereka ke kategori sakit mental dan penyandang cacat. Ketika ada penertiban, para waria digabung dengan gelandangan, pengemis, dan penggilingan (orang tidak waras) (Realita, 19
2
waria di dalam sebuah keluarga senantiasa mengalami tekanan-tekanan sosial. Di dalam pergaualan, mereka juga menghadapi konflik-konflik dalam berbagai bentuk, dari cemoohan, pelecehan hingga pengucilan. Secara kebudayaan, dibagi dengan jelas mengenai peranan antara laki- laki dan peremupuan. Sehingga, kaum waria yang tidak berada di antara dua kategori tersebut, dikatakan menyimpang (Koeswinarno, 2004 : 25). Sementara itu, diskriminasi di bidang agama yang dapat dilihat adalah dari peraturan Gereja yang tidak memperbolehkan pernikahan seorang waria. Selain itu, saat kaum waria membutuhkan layanan kesehatan baik di puskesmas maupun di rumah sakit, mereka seringkali dipersulit, baik saat mendaftar atau ketika mereka mengajukan keringanan biaya berobat (Dora dalam Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia [PKBI] DIY, 2007 : 49).
Beberapa kasus menunjukkan bahwa mereka (baca : waria) juga mengalami diskriminasi saat masih kecil, khusunya saat menginjak usia sekolah. Hal tersebut dikarenakan tanda-tanda kalau mereka ”berbeda” dalam
3
Adanya diskriminasi terhadap waria juga dikuatkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hesti Puspitosari dan Sugeng Pujileksono yang berjudul ”Waria dan Tekanan Sosial” (2005) yang dituangkan juga dalam bentuk buku. Penelitian tersebut mencoba menggambarkan tekanan – tekanan sosial yang dihadapi waria di Jombang baik di dalam keluarga maupun masyarakat. Hasil temuan menunjukkan bahwa stigma yang dibangun masyarakat saat ini menunjukkan waria identik dengan dunia prostitusi. Stigma itulah yang menimbulkan tekanan – tekanan sosial bagi waria.
Penelitian lainnya tentang diskriminasi waria juga sudah dilakukan oleh Arus Pelangi, sebuah lembaga yang berkecimpung di dalam dunia LGBTI (Lesbian, Gay, Biseksual. Transeksual dan Interseks). Penelitian tersebut kemudian dicetak dalam sebuah buku dengan judul “Jadi Kau Tak Merasa Bersalah ?” (2008). Penelitian ini merupakan studi kasus tentang diskriminasi dan kekerasan terhadap LGBTI. Oleh sebab itu, kata KAU dalam judul tersebut dapat ditujukan atau dimaksudkan kepada masyarakat yang
4
menunjukkan bahwa negara tidak konsisten atas norma-norma untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak setiap orang serta tidak konsisten dalam melaksanakan kewajiban sesuai janjinya. Bahkan, negara yang seharusnya melindungi rakyat, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai amanat pembukaan UUD 1945 alinea 4 justru berbuat sebaliknya. Negara melakukan kekerasan terhadap warga negaranya sendir, baik kekerasan oleh aparatur negara maupun melalui seperangkat perundang- undangan yang tidak konsisten di dalam memenuhi hak-hak manusia. Sementara itu, media merupakan “sarapan pagi” bagi hampir setiap orang. Secara umum, media besar di Indonesia, mempunyai pola pikir yang seragam mengenai LGBTI, yaitu menerapkan stigma bahwa waria adalah sebuah perilaku seks yang menyimpang. Pengatas namaan agama juga turut menjadi penyumbang bagi kekerasan maupun diskriminasi kaum LGBTI. Ormas keagamaan melakukan kekerasan dan diskriminasi terhadap waria dengan alasan keagamaan, yaitu LGBT tidak sesuai dengan ajaran agama.
5
waria. Dari paparan tersebut, kemudian menimbulkan pertanyaan, bagaimana pengalaman diskriminasi waria ? Ada berbagai cara untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimanakah pengalaman-pengalaman diskriminasi pada waria. Salah satunya adalah dengan metode fenomenologi naratif. Penelitian ini berfokus pada pengalaman yang diceritakan oleh subjek, khususnya pengalaman diskriminasi. Dengan mendiskripsikan pengalaman diskriminasi waria, akan dapat dilihat tema-tema yang muncul, yaitu bagaimana diskriminasi tersebut dialami dan diatasi oleh waria. Tema tersebut merupakan tema yang akan menjadi pelengkap dalam penelitian ini. Dari tema pelengkap tersebut, akan dapat disimpulkan suatu tema besar yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini, yaitu bagaiamana cara subjek memahami dirinya dan orang lain dalam kaitannya dengan pengalaman diksriminasinya tersebut.
Cara pengambilan data yang dirasa paling tepat adalah wawancara naratif. Wawancara tersebut fokus pada pembentukan suatu cerita. Melalui
6
memahami bagaimana seseorang memaknai dunia dan dirinya sendiri (Murray dalam Smith, 2009 : 230). Narasi memuat kisah kehidupan seseorang, kisah untuk dituturkan kembali sebagai cermin kehidupan individu yang bersangkutan. Menurut Bruner (dalam Takwin, 2007 : 40), cerita merupakan dasar dari proses penciptaan makna dan satu-satunya cara untuk menjelaskan waktu yang dihayati seseorang dalam hidupnya adalah dengan menggunakan bentuk naratif. Polkighorne (dalam Takwin, 2007 : 40) juga memperkuat pendapat Bruner dengan menyatakan bahwa cerita merupakan pembentuk diri.
Cerita – cerita tentang diri menyediakan jawaban bagi pertanyaan “Siapakah aku ?” Aku terbentuk dari cerita dan dapat dipahami melaui cerita, melalui naratif. Naratif juga merupakan media untuk berbagi pengalaman dan penghayatan dengan orang lain.
Keuntungan lain yang bisa didapat menggunakan kajian naratif adalah cara yang digunakan untuk memperoleh data adalah meminta individu bersangkutan untuk bercerita. Hal tersebut tentunya tidaklah begitu sulit
7
sejalan dengan yang diungkapkan oleh Donald E. Polkinghorne (dalam Takwin, 2007), bahwa pengalaman manusia sangat berarti dan perilaku manusia secara umum pada masa sekarang dibentuk ataupun dipengaruhi oleh makna atau arti dari pengalaman sebelumnya.
Penelitian ini memiliki beberapa relevansi, yaitu metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode naratif, dimana yang saya ketahui bahwa penelitian sebelumnya mengenai waria, belum ada yang menggunakan metode naratif. Selain itu, saat ini fenomena waria mulai terangkat kembali dengan munculnya pemberitaan-pemberitaan mengenai waria di media. Dalam dunia entertainment, banyak artis laki- laki yang berperan menjadi wanita untuk menarik perhatian penonton. Selain itu, kasus mengenai waria ini sebenarnya tidak hanya pada saat ini, melainkan sudah ada sejak dahulu. Bukti-bukti keberadaan fenomena transeksualisme dapat ditemukan tercatat selama berabad-abad dalam berbagai kebudayaan dunia.
Salah satunya, dalam kekaisaran Romawi dan Eropa. Di Indonesia, budaya
8
oleh waria dan bagaimana cara waria mengatasi pengalaman diskriminasinya tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
Yang menjadi permasalahan dalam penelitian kali ini adalah bagaimana waria memahami dirinya dan orang lain terkait dengan pengalaman diskriminasi.
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran tentang bagaimana waria memahami dirinya dan orang lain terkait dengan pengalaman diskriminasi yang akan disajikan dalam bentuk penelitian deskriptif.
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat teoretis
BAB II DASAR TEORI A. DISKRIMINASI PADA WARIA 1. Pengertian diskriminasi dan waria Diskriminasi merupakan komponen perilaku dari antagonisme
kelompok. Diskriminasi terdiri dari perilaku negatif terhadap individu karena individu itu adalah anggota dari kelompok tertentu (Taylor, Replau dan Sears, 2000 : 178). Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh ind ividu tersebut. Seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain (“Diskriminasi”,2010). Menurut Soelistyowati (2000), diskriminasi merupakan tindakan yang melakukan pembedaan berdasarkan rasial,
10
dimana seseorang mempunyai perasaan tidak suka pada alat kelaminnya dan merasa bahwa alat kelaminnya tersebut tidak pada tempatnya.
Transeksual adalah orang yang identitas jendernya berlawanan dengan jenis kelaminnya secara biologis. Mereka merasa “terperangkap” di tubuh yang salah. Perasaan itu terus menerus mengganggunya hingga ia ingin menghilangkan ciri – ciri kelakiannya itu (”Transeksual”, 2008)). Marcel Latuihamallo, Ketua Mitra Indonesia memaparkan bahwa pada dasarnya, secara fisiologis, waria itu adalah pria. Namun, pria ini mengidentifikasikan dirinya sebagai seorang wanita, baik dalam tingkah dan lakunya. Misalnya, dalam penampilan atau dandanannya, ia mengenakan busana atau aksesori seperti halnya wanita. Begitupun dalam perilaku sehari- hari, ia juga merasa dirinya sebagai seorang wanita yang memiliki sifat lemah lembut (Fahmi, 2007). Dalam DSM-IV TR, transeksual digolongkan ke dalam Gangguan Identitas Gender (GIG).
11
mereka sulit untuk mengakses fasilitas-fasilitas umum yang ada, misalnya pendidikan secara lebih memadai. Menurut Rihana (dalam PKBI, 2007 : 19), masih banyak masyarakat yang mendiskriminasikan kaum waria. Mereka menganggap kaum waria adalah penyakit masyarakat, bahkan dari kalangan agama pun, kaum waria dianggap menyalahi kodrat. Padahal menjadi waria adalah bukan pilihan hidup tetapi datang dari jiwa atau perasaan waria itu sendiri. Oleh karena itu, menjadi waria itu bukan karena keterpaksaan. Karena masyarakat masih banyak yang memandang waria adalah hal yang negatif, perusahaan ataupun kantor pemerintah tidak mau mencantumkan waria sebagai bagian dari perusahaan atau kantor pemerintah itu sendiri. Kalaupun ada, itupun sedikit dan tetap saja masih ada diskriminasi. Kehadiran waria hanya menjadi pelengkap atau dikatakan hanya dipandang sebelah mata di dalam berinteraksi sosial di masyarakat.
Di lain pihak, sejarah membuktikan bahwa ”budaya waria”
12
oleh laki- laki. Perkembangan terakhir juga menunjukkan bahwa dunia waria menjadi ekspoitasi media massa besar-besaran karena kelucuan perilaku yang ditampilkan. Secara kultural, berbagai fenomena di atas menunjukkan bahwa ada pengakuan atas keberadaan kaum waria, sehingga mereka mendapat tempat di berbagai ruang sosial. Akan tetapi, dalam kehidupan sehari- hari, tidak semua ruang sosial memberikan tempat bagi kaum waria.
3. Bentuk-Bentuk Diskriminasi
Dalam (“Diskriminasi”, 2010), secara umum, diskriminasi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu diskriminasi langsung, yaitu diskriminasi yang terjadi pada saat hukum, peraturan atau kebijakan-kebijakan jelas- jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, orientasi seksual, ras dan sebagainya dan menghambat adanya peluang yang sama bagi individu- individu yang mempunyai karakteristik yang disebutkan di
13
a.
Interpersonal discrimination Diskriminasi ini terjadi ketika seseorang memperlakukan orang lain secara tidak adil karena keanggotaan orang tersebut. Diskriminasi ini terjadi dalam level person to person. Contohnya adalah stigmatisasi, cemoohan, pelecehan dan kekerasan fisik.
b.
Institutional discrimination Terjadi ketika sebuah institusi atau badan pemerintahan lebih mempercayai atau memihak terhadap kesuperioritasan suatu kelompok. Diskriminasi tipe ini dapat terjadi secara halus dan sering di bawah tingkat kesadaran masyarakat. Institutional discrimination bisa juga merupakan hasil dari praktek nyata yang memberikan keuntungan suatu kelompok dengan membatasi pilihan, hak, mobilitas atau akses informasi, sumber dan orang lain. Beberapa contoh diskriminasi yang termasuk di dalamnya adalah :
14
iv.
Diskriminasi ekonomi, meliputi adalah pelanggaran hak atas pekerjaan.
c.
Cultural discrimination Terjadi jika dalam sebuah budaya, suatu kelompok menahan kekuatan untuk menegaskan nilai- nilai kebudayaan. Kekuatan kelompok tersebut terbangun dan terpelihara dengan adanya reward bagi yang merespon / melaksanakan nilai- nilai tersebut dan memberikan hukuman bagi yang tidak menjalankannya. Misalnya adalah upaya penghapusan dan penghilangan nilai- nilai budaya yang ramah terhadap kelompok LGBTI. Contohnya, selama dasawarsa 70- 80an budaya Bissu di Sulawesi Selatan hampir musnah diberantas oleh kelompok Islam garis keras, DI-TII.
Ketiga bentuk diskriminasi di atas tentunya saling memiliki
15
muncul kelompok-kelompok tertentu yang juga memiliki pemikiran yang sama dengan masyarakat mayoritas, tak terkecuali individu. Misalnya, institusi tertentu yang tidak mau memperkerjakan seorang waria.
4. Cara mengatasi diskriminasi
Dalam buku “The Psychology of Prejudice and Discrimination” karangan Whitley (2006), disebutkan bahwa terdapat 2 jenis cara mengatasi diskriminasi, yaitu : a.
Psychological Disengagement and Disidentification
Psychological disengagement
merupakan sikap menarik diri dari bagian yang gagal, sehingga harga dirinya tidak tergantung pada bagian yang gagal baik dengan dirinya dan orang lain (Major dalam Whitley, 2006 : 486). Saat individu memisahkan diri, mereka membangun / menghasilkan pemisahan secara psikologis dari dirinya sendiri dan daerah / arena yang mungkin mereka bisa gagal. Dengan
16
mereka melakukan kompensasi dengan menunjukkan kemampuan mereka yang lain, misalnya dengan selera humor yang tinggi saat berinteraksi dengan orang lain agar mereka disukai (Miller & Myers dalam Whitley, 2006 : 488).
Di samping kedua jenis tersebut, ada juga bentuk cara mengatasi diskriminasi lainnya, yaitu : a.
Acceptance Menurut Carver (dalam Bishop, 1994 : 156), bentuk ini merupakan salah satu bentuk dari coping yang berpusat pada emosi
(emotion-focused coping). Acceptance yang dimaksud adalah menerima stressor, dalam arti mengakomodasikannya karena mungkin keadaan permasalahan tersebut sulit diubah.
b.
Menilai atau meninjau kembali situasinya (reappraisal)
17
c.
Mencari figur support Mencari figur support tentunya berkaitan dalam rangka mencadi dukungan sosial (social support). Menurut Sarason
(dalam Byrne, 2004 : 244), dukungan sosial merupakan kenyamanan secara fisik dan psikologis yang diberikan oleh orang lain. House (dalam Smet, 1994 : 136-137) membedakan 4 jenis atau dimensi dukungan sosial, yaitu sebagai berikut : i.
Dukungan emosional, mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan. ii.
Dukungan penghargaan, terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif untuk orang itu, dorongan maju tau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain, seperti misalnya orang-orang yang kurang mampu atau lebih buruk keadaannya (menambah penghargaan diri).
18
B. PEMAHAMAN DIRI (SELF-UNDERSTANDING) 1. Pengertian dan pentingnya pemahaman diri
Menurut Santrock (dalam Tizar, 2010), pemahamn diri (self ) adalah gambaran kognitif seseorang mengenai diri, dasar
understanding
dan isi dari konsep diri. Memahami diri sendiri berarti memperoleh pengetahuan tentang totalitas diri yang tepat, yaitu menyadari kelebihan/keunggulan yang dimiliki maupun kekurangan/ kelemahan yang ada pada diri sendiri. membantu seseorang dalam mengetahui
Self-understanding
tingkah laku seseorang yang bersangkutan. Pemahaman terhadap diri sendiri juga membantu dalam menghargai kekuatan-kekuatan serta menyadari kelemahan-kelemahan yang ada. Self understanding akan memudahkan seseorang dalam memosisikan diri (self positioning) dalam tatanan dan sistem yang ada di lingkungan (Bradford dalam Indari, 2005). Dengan memahami diri sendiri secara tepat akan diketahui konsep diri
19
masalah kehidupannya. Naratif sebagai kata sifat juga dapat dipahami sebagai hal yang mengandung atau berhubungan dengan proses penceritaan (Takwin, 2007 : 34).
Sementara itu, pengertian bercerita dalam pengertian orang Indonesia umumnya sepadan dengan storytelling dalam Bahasa Inggris.
Sebagai kata benda, storytelling dapat dipadankan dengan kata penceritaan yang merupakan proses penyampain cerita (Takwin, 2007 : 19).
Penceritaan bisa mengungkapkan tema-tema tentang “bagaimana kita bisa bersama-sama”, “bagaimana kita mengerjakan pelbagai hal”, “siapa kita” dan “apa yang penting bagi kita” (makna) (Takwin, 2007 : 60).
Melaui cerita yang dibuat, orang lain bisa memahami seseorang melalui kisah hid upnya (Takwin, 2007 : 2). Sementara itu, menurut Murray (dalam Smith, 2009 : 229) bahwa melalui narasi, orang lain dapat memahami narrator dan dunianya. Maka, dapat dikatakan bahwa naratif dapat digunakan untuk memahami bagaimana seseorang memaknai dunia
20
dapat dipahami melaui cerita, me lalui naratif. Naratif juga merupakan media untuk berbagi pengalaman dan penghayatan dengan orang lain.
Narasi tidak hanya memberikan tatanan dan makna pada kehidupan sehari- hari, tetapi secara reflektif, juga memberikan struktur pada rasa kedirian seseorang. Seseorang menceritakan kisah tentang kehidupannya kepada dirinya sendiri dan pada orang lain. Dengan demikian, seseorang tersebut menciptakan suatu identitas naratif (Murray dalam Smith, 2009 : 228). Hal itu juga sejalan dengan pendapat Ricoeur (dalam Smith, 2009 : 228) yang mengatakan bahwa “subjek mengenali dirinya dalam kisah tentang dirinya yang diceritakannya”. Melalui narasilah seseorang mulai mendefinisikan dirinya, untuk mengklarifikasikan kontinuitas dalam hidupnya dan untuk disampaikan pada orang lain. Narasi memungkinkan seseorang untuk mendeskripsikan pengalaman dan mendefinisikan diri. Dalam membangun suatu narasi personal, seseorang memilih beberapa aspek dari kehidupannya dan mengkaitkannya dengan yang lain. Proses
21
untuk mendengarkan bagaimana seseorang berbicara mengenai dirinya dan orang lain.
C. KERANGKA PENELITIAN
Di dalam masyarakat, waria termasuk dalam kaum minoritas yang masih sering mengalami diskriminasi karena belum semua masyarakat bisa menerima keberadaan waria. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang waria, khususnya bagaimana waria memahami dirinya dan orang lain terkait dengan pengalaman diskriminasi yang akan disajikan dalam bentuk penelitian deskriptif. Untuk mengetahui pengalaman diskriminasi yang dialami oleh waria, tentunya waria harus menceritakan pengalaman yang dialaminya tersebut. Hasil cerita tersebut dapat digunakan untuk melihat bagaimana waria memahami dirinya dan orang lain terkait pengalaman diskriminasi. Seperti yang telah diungkapkan dalam dasar teori bahwa melalui cerita, orang lain bisa memahami seseorang dari cerita yang dibuat. Sementara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif. Di bidang
psikologi dan pendidikan, penelitian kualitatif seringkali disebut naturalistik karena masalah atau peristiwa yang diteliti terjadi secara natural (Alsa, 2004 : 30). Sejalan dengan Williams (dalam Moleong, 2008 : 5) yang menulis bahwa penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah dengan menggunakan metode alamiah dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2008 : 4), penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif juga dimaksudkan untuk menafsirkan fenomena yang terjadi (Denzin dan Lincoln dalam Moleong, 2007 : 5).
24
personal serta menekankan pada persepsi atau pendapat personal seseorang individu tentang objek atau peristiwa (Smith, 2009 : 97). Sementara itu, penelitian naratif berfokus pada pengalaman yang diceritakan oleh seseorang (Pokinghorne dalam Creswell, 2007 : 54). Dalam penelitian ini, peneliti memahami dan menganalisis kisah nyata yang diceritakan oleh seseorang (Creswell, 2007 : 54).
B. SUBJEK PENELITIAN
Subjek dalam penelitian ini adalah waria, berjumlah 5 orang. Adapun yang dimaksud dengan waria adalah seseorang yang secara fisik laki- laki tetapi merasa dirinya adalah perempuan dan dalam kesehariannya, berpenampilan dan bertingkah laku sebagai perempuan. Kelima subjek dalam penelitian ini adalah waria yang merupakan anggota dari sebuah LSM waria di Yogyakarta.
25
Cara subjek dalam mengatasi pengalaman diskriminasi baik saat kecil dan saat dewasa, termasuk juga figur- figur positif (figur support) yang berperan terkait dengan cara subjek mengatasi pengalaman diskriminasinya itu.
2. Cara subjek memahami dirinya dan orang lain
Bagaimana subjek memahami dirinya dan orang lain dalam kaitannya dengan pengalaman diskriminasi. Hal ini mungkin bisa dirumuskan dalam pertanyaan “mengapa orang lain mendiskriminasikan aku (waria) ?”
D. METODE PENGAMBILAN DATA
Metode pengambilan data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode wawancara. Menurut Moleong (2008 : 186), wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu
26
pembentukan suatu cerita (Wengraf, 2001). Wawancara tersebut juga menggunakan desain pertanyaan khusus, yaitu single initial narrative
question , dimana pertanyaan tersebut berfokus pada hal tertentu. Misalnya,
pertanyaan mengenai semua cerita kehidupan seseorang atau hanya sebagian topik dari kehidupan seseorang. Dalam wawancara ini, campur tangan
interviewer juga terbatas. Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan
dalam wawancara dikelompokkan menjadi 3 tahap, yaitu : a.
Tahap 1 Dalam tahap ini, interviewer bertanya dengan single initial
narrative question
, yaitu “coba ceritakan pengalamanmu dari kecil sampai sekarang”. Selama interviewee bercerita, maka interviewer menulis topik- topik yang muncul.
b. Tahap 2 Dalam tahap ini, terdapat pembatasan topik dari topik-topik yang
27
pertanyaan pancingan tersebut adalah : apakah subjek pernah diejek oleh orang lain karena status kewariannya ? c. Tahap 3
Untuk mempersiapkan subsesi ini, perlu disiapkan terlebih dahulu analisis awal terhadap hasil wawancara pada subsesi 1 dan 2. Dalam subsesi ini, tidak lagi dipergunakan single initial narrative question. Pada tahap 3 ini, peneliti melakukan cross check analisis hasil wawancara kepada subjek penelitian. Selain itu, peneliti juga memberikan hasil verbatim wawancara kepada subjek penelitian agar dapat dilihat jika masih ada yang kurang ataupun salah penulisan.
Wawancara yang dilaksanakan melewati beberapa tahap. Berikut ini adalah tahap-tahap yang dilakukan dalam wawancara :
1. Mencari informasi mengenai keberadaan subjek
28
4. Membuat jadwal untuk proses wawancara sesuai jadwal yang telah disepakati
5. Melakukan proses wawancara E.
PROSES PENGAMBILAN DATA
Pengambilan subjek dilakukan dengan model pengambilan sample bola salju / snowball sampling. Hal ini dilakukan karena keterbatasan peneliti dalam mencari subjek. Pada awalnya, peneliti hanya mengenal satu subjek saja. Kemudian, peneliti bertanya dan meminta bantuan kepada subjek pertama untuk mencarikan teman waria yang lain yang bersedia menjadi subjek penelitian. Sebelum melakukan wawancara, peneliti terlebih dahulu melakukan rapport dengan subjek. Rapport dilakukan dalam waktu yang berbeda bagi masing- masing subjek. Namun, rapport hanya dilakukan seperlunya saja oleh peneliti. Hal ini disebabkan karena ketiga subjek sangat kooperatif dalam berbagi cerita. Bagi mereka, penelitian ini dapat
29
bersedia membantu. Pada tanggal 15 Juni 2009, peneliti bertemu dengan subjek I untuk melakukan rapport. Rapport dilakukan di tempat kerja subjek, yaitu di LSM Kebaya. Rapport dilakukan sangat cepat karena subjek sangat mudah akrab dengan peneliti. Hal ini juga tidak jauh berbeda dengan subjek II dan subjek III. Akhirnya, pada tanggal 16 Juni 2009 dilakukan proses wawancara untuk subjek I. Untuk subjek II, rapport dilakukan pada tanggal 9 September 2009 dan melakukan wawancara pada tanggal 10 September 2009 di tempat kerja subjek, yaitu LSM Kebaya sekaligus peneliti melakukan untuk subjek III. Proses wawancara subjek III dilakukan pada tanggal
rapport 18 September 2009 di kos subjek.
Pada mulanya peneliti hanya ingin menggunakan 3 subjek saja. Namun, untuk mendapat hasil yang lebih maksimal, maka peneliti menambah jumlah subjek penelitian menjadi 5 subjek. Rapport untuk subjek IV dilakukan pada tanggal 15 Oktober 2009 di kos subjek dan dilakukan proses wawancara pada tanggal 21 Oktober 2009 yang juga dilaksanakan di kos subjek.
30
saja dan subjek yang sudah terbiasa berbagi cerita kepada orang lain. Hal ini disarankan oleh ketua LSM tersebut agar peneliti dapat lebih mudah dalam mendapatkan data penelitian. Menurut Mami Vinolia, selaku Ketua LSM Kebaya tersebut, waria yang berada di LSM akan lebih mudah untuk diajak kerja sama daripada waria yang berada di luar LSM. Hal ini disebabkan karena mereka cenderung sudah terbiasa untuk bersosialisasi dan berbagi pengalaman dengan orang lain.
Selama proses wawancara, kelima subjek cukup kooperatif. Hal ini memudahkan peneliti dalam mendapatkan data untuk penelitian. Setelah proses wawancara, bahkan setelah proses penelitian berkahir, peneliti tetap menjalin relasi dengan para subjek. Berikut ini adala h tabel proses rapport dan wawancara :
31 Tabel 1 Proses Rapport dan Wawancara RAPPORT WAWANCARA NO SUBJEK TANGGAL TEMPAT WAKTU TANGGAL TEMPAT WAKTU
10 September 2009
Kost subjek
18 September 2009
16.00 WIB
Tempat Kerja
10 September 2009
3 Subjek III
14.30 WIB
Tempat kerja
10.00 WIB
1 Subjek I
Tempat Kerja
9 September 2009
2 Subjek II
09.30 WIB
Tempat kerja
16 Juni 2009
10.00 WIB
Tempat Kerja
15 Juni 2009
18.30 WIB
32
16.30 WIB
Tempat kerja
2 November 2009
15.00 WIB
Tempat kerja
30 Oktober 2009
5 Subjek V
III
4 Subjek IV
Kost subjek
21 Oktober 2009
17.00 WIB
III
Kost subjek
15 Oktober 2009
15.00 WIB
33
F. METODE ANALISIS DATA
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengorganisasian data serta mencari dan menemukan pola dari data tersebut.
Cara menemukan pola pada data subjek dibuat berdasarkan kepentingan peneliti dan menggunakan sedikit panduan teknik analisis tema Carl Ratner.
Menurut Carl Ratner (2001), salah satu analisis naratif adalah mengidentifikasi tema-tema yang muncul dalam data verbal. Tema-tema yang diambil tentunya adalah tema yang relevan dengan tujuan penelitian, yaitu mengenai pengalaman diskriminasi. Berikut ini adalah rincian langkah- langkah yang dilakukan dalam analisis data : 1.
Mencari kalimat pernyataan subjek (meaning units) yang berhubungan dengan pengalaman diskriminasi.
2. Memparafrasekan meaning units tersebut ke dalam central themes.
3. Mengelompokkan beberapa central themes menjadi general theme. Dalam tahap ini, ditemukan bahwa terdapat 3 general themes, yaitu bentuk
34
Untuk melihat cara subjek memahami dirinya dan orang lain, peneliti menggunakan panduan analisis I Poems yang menurut Debold (dalam Gilligan : 162) salah satu tujuannya adalah untuk mendengarkan bagaimana orang tersebut berbicara mengenai dirinya dan orang lain. Dalam tahap ini, peneliti membatasi meaning units yang digunakan, yaitu dengan mengambil pernyataan-pernyataan subjek yang diawali dengan kata “saya”, “aku”, “waria”. Kemudian, meaning units tersebut dikelompokkan menjadi beberapa tema.
G. KEABSAHAN DATA
Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan uji kredibilitas (tingkat kepercayaan) atau sering disebut validitas dalam penelitian kuantitatif. Kredibilitas studi kualitatif terletak pada keberhasilannya mencapai maksud eksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks
35
1. Validitas komunikatif
Validitas komunikatif dilakukan melalui dikonfirmasikannya kembali data dan analisisnya pada responden penelitian.
Berikut ini akan disajikan tabel penjelasan mengenai tanggal dan apa saja yang diberikan peneliti kepada subjek penelitian untuk dikoreksi ulang oleh subjek penelitian.
36 Tabel 2 Cross Check Data SUBJEK I SUBJEK II SUBJEK III SUBJEK IV SUBJEK V TANGGAL
Kamar kos subjek
Verbatim KEGIATAN Ada beberapa bagian yang salah
16.00 – 17.30 WIB
18.30 – 21.15 WIB
13.30 – 16.00 WIB
16.30 – 17.45 WIB
17.00 – 19.00 WIB
WAKTU
Kamar kos Subjek
6 November 2009
Tempat kerja subjek Kamar kos subjek
Mr. Burger Yogyakarta
TEMPAT
17 November 2009
17 November 2009
13 November 2009
13 November 2009
Ada beberapa bagian yang salah Tidak ada Tidak ada Ada beberapa bagian yang salah