PENURUNAN STRUKTUR REL KERETA API DI ATAS TANAH LUNAK DENGAN PERKUATAN GEOSINTETIK

PENURUNAN STRUKTUR REL KERETA API DI ATAS TANAH LUNAK DENGAN PERKUATAN GEOSINTETIK

Railway Structure Settlement on Geosynthetic Reinforced Soft Soil HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menempuh Ujian Sarjana Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh :

ABDUL RAZAQ NIM I 0107027 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika dalam perjalanan ditemui karya lain yang mirip, maka hal itu menjadi sumber referensi tambahan bagi penulis.

Surakarta, September 2011

Penulis

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Kebahagiaan itu sederhana, jangan berpikir terlalu rumit untuk mendapatkannya. Rahasianya adalah ikhlas dan bersyukur.

bersikap lunak pada hidup, hidup akan bersikap keras pada kita.

ABSTRAK

ABDUL RAZAQ, 2011. Penurunan Struktur Rel Kereta Api di Atas Tanah

Lunak dengan Perkuatan Geosintetik. Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Sebagian besar konstruksi rel kereta api berada pada subgrade tanah dasar keras sampai sedang. Bagaimanapun, kebutuhan terhadap jalan rel meningkat secara signifikan dan mungkin akan dibangun pada tanah dasar lunak. Tanah lunak merupakan tanah kohesif dengan kapasitas daya dukung rendah dan kandungan kadar air tinggi sehingga dapat membahayakan struktur rel di atasnya akibat beban dari kereta api yang begitu besar. Penanganan bisa dilakukan dengan penambahan perkuatan pada tanah lunak sehingga dapat menopang dengan aman struktur rel kereta api di atasnya. Penelitian ini membahas penurunan yang terjadi pada struktur rel di atas subgrade tanah lunak menggunakan perkuatan geosintetik.

Penelitian dilakukan dengan membuat model tereduksi struktur rel kereta api di laboratorium dengan skala 1:10 terhadap ukuran asli. Pengamatan dilakukan terhadap tiga kondisi subgrade yaitu tanah lunak, tanah lunak dengan perkuatan geosintetik dan pada tanah pasir. Dari hasil pengamatan uji model kemudian dilakukan validasi menggunakan simulasi program PLAXIS 8.2. Hasil kedua metode tersebut menggambarkan perilaku dan besar penurunan yang terjadi pada masing-masing kondisi subgrade akibat repetisi beban yang diberikan.

Hasil analisis dengan model tereduksi dan simulasi program PLAXIS menunjukkan perilaku penurunan yang sama. Pengaplikasian geosintetik mampu mengurangi penurunan yang terjadi pada struktur rel diatas subgrade tanah lunak. Pada pembebanan tepi struktur rel, geosintetik memberikan pengurangan penurunan rata-rata sebesar 52,5% berdasarkan pengujian model tereduksi. Sedangkan berdasarkan simulasi program PLAXIS 8.2, geosintetik memberikan pengurangan penurunan sebesar 19%. Pada pembebanan tengah struktur rel, geosintetik memberikan pengurangan penurunan rata-rata sebesar 60% berdasarkan pengujian model tereduksi. Sedangkan berdasarkan simulasi program PLAXIS 8.2, geosintetik memberikan pengurangan sebesar 34%.

Kata kunci : struktur rel kereta api, tanah lunak, geosintetik, model tereduksi, penurunan, PLAXIS

ABSTRACT

ABDUL RAZAQ, 2011. Railway Structure Settlement on Geosynthetic

Reinforced Soft Soil. Thesis of Civil Engineering Department of Engineering Faculty Sebelas Maret University Surakarta.

Railway structure is commonly laid on hard soil. However, the demand of railway raise significantly and it maybe will be build on soft soil. Soft soil is cohesive soil with low bearing capacity and high water content that can endanger railway structure above as result of load from train and locomotive. This problem can be handled by giving reinforcement on soft soil so that it can support railway structure safely. This research was discussed about railway structure settlement on soft soil sub grade with geosynthetic reinforcement.

The research was held at laboratory by made reduced model of railway structure scaled 1:10 from its true size. Observation was done on three sub grade conditions those are soft soil, soft soil with geosynthetic reinforcement and on sand. The result from reduced model test was validated using PLAXIS 8.2 software. Outputs from these methods explain the behavior and settlement value that occurred on each sub grade conditions as result of load repetition those given.

Analysis result of reduced model and PLAXIS 8.2 simulation are indicate the same behavior. Geosynthetic application on soft soil is able to decreasing settlement of railway structure on soft soil sub grade. From loading on edge of Railway structure, geosynthetic can decrease the settlement for 52,5% according to reduced model and 19% according to PLAXIS 8.2 simulation. From loading on the middle of railway structure, geosynthetic can decrease the settlement for 60% according to reduced model and 34% according to PLAXIS 8.2 simulation.

Keyword: railway structure, soft soils, geosynthetic, settlement, reduced models, PLAXIS

KATA PENGANTAR

puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Penurunan Struktur Rel Kereta Api di Atas Tanah Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu

syarat meraih gelar sarjana pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada pelaksanaannya, penulis telah banyak mendapatkan bantuan baik fasilitas, bimbingan maupun kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Pimpinan dan Staf Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Pimpinan dan Staf Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ir. Ary Setyawan, MSc, PhD, selaku Dosen Pembimbing I.

4. Bambang Setiawan, ST, MT, selaku Dosen Pembimbing II.

5. Ir. Suryoto, MT, selaku Dosen Pembimbing Akademik.

6. Tim dosen penguji.

7. Habib, Huda dan Bram atas semua bantuannya selama penelitian.

8. Teman-teman Teknik Sipil Angkatan 2007.

9. Seluruh pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan Tugas Akhir ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih ada kekurangan, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran yang membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.

Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat yang sebesar-besarnya bagi penulis secara khusus maupun seluruh pihak pada umumnya.

Surakarta, September 2011

Penulis

Tabel 4. 12 Hasil penurunan yang terjadi akibat pembebanan pada bidang D

(dalam 0,01 mm). ............................................................................... 76

Tabel 4. 13 Hubungan besar penurunan yang terjadi pada struktur rel diatas

kondisi subgrade tanah pasir (dalam 0,01 mm).................................. 79

Tabel 4. 14 Selisih penurunan yang terjadi pada model struktur diatas kondisi

subgrade tanah pasir antara model tereduksi dengan program PLAXIS

8.2. ...................................................................................................... 79

Tabel 4. 15 Hubungan besar penurunan yang terjadi pada struktur rel diatas

kondisi subgrade tanah lunak dengan perkuatan geosintetik (dalam 0,01 mm). ........................................................................................... 81

Tabel 4. 16 Selisih penurunan yang terjadi pada model struktur diatas kondisi

subgrade tanah lunak denan perkuatan geosintetik antara model tereduksi dengan program PLAXIS 8.2. ............................................ 81

Tabel 4. 17 Hubungan besar penurunan yang terjadi pada struktur rel diatas

kondisi subgrade tanah lunak (dalam 0,01 mm). ............................... 83

Tabel 4. 18 Selisih penurunan yang terjadi pada model struktur diatas kondisi

subgrade tanah lunak antara model tereduksi dengan program PLAXIS 8.2. ....................................................................................... 83

Gambar 4. 7 Grafik penurunan akibat pembebanan pada bidang B berdasarkan

simulasi program PLAXIS 8.2......................................................... 72

Gambar 4. 8 Grafik penurunan akibat pembebanan pada bidang C berdasarkan

simulasi program PLAXIS 8.2......................................................... 75

Gambar 4. 9 Grafik penurunan akibat pembebanan pada bidang D berdasarkan

simulasi program PLAXIS 8.2......................................................... 77

Gambar 4. 10 Hubungan penurunan berdasarkan model tereduksi dan program

PLAXIS pada tanah pasir dengan perkuatan geosintetik. ................ 80

Gambar 4. 11 Hubungan penurunan berdasarkan model tereduksi dan program

PLAXIS pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik. .............. 82

Gambar 4. 12 Hubungan penurunan berdasarkan model tereduksi dan program

PLAXIS pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik ............... 84

Gambar 4. 13 Penurunan maksimal pada model tereduksi akibat variasi beban

pada bidang pembebanan A ............................................................. 85

Gambar 4. 14 Penurunan maksimal pada simulasi program PLAXIS akibat variasi

beban pada bidang pembebanan A .................................................. 86

Gambar 4. 15 Penurunan maksimal pada struktur rel akibat variasi beban pada

bidang pembebanan B ...................................................................... 87

Gambar 4. 16 Penurunan maksimal pada simulasi program PLAXIS akibat variasi

beban pada bidang pembebanan B ................................................... 87

Gambar 4. 17 Penurunan maksimal pada struktur rel akibat variasi beban pada

bidang pembebanan C ...................................................................... 88

Gambar 4. 18 Penurunan maksimal pada simulasi program PLAXIS akibat variasi

beban pada bidang pembebanan C ................................................... 89

Gambar 4. 19 Penurunan maksimal pada struktur rel akibat variasi beban pada

bidang pembebanan D ..................................................................... 90

Gambar 4. 20 Penurunan maksimal pada simulasi program PLAXIS akibat variasi

beban pada bidang pembebanan D .................................................. 90

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Data Hasil Uji Pendahuluan

Moisture Content Test Bulk Density Test Specific Gravity Test Grain Size Analysis Test Atterberg Limit Test Test Direct Shear Test Unconfined Compression Strength Test California Bearing Ratio Test Standard Proctor Test

Lampiran B Data Hasil Penelitian

Uji Pembebanan Output Plaxis

Lampiran C Dokumentasi Penelitian Lampiran D Surat-surat Tugas Akhir

DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL

[N] = matriks fungsi interpolasi {q}

= global stiffness matrix {r}

= global nodal displacement vector {R} = global nodal force vector {u}

= perpindahan suatu node

B = lebar bantalan

b = lebar permukaan balas atas (m)

C = lebar dasar balas atas (m)

c = nilai kohesi tanah (kN/m 2 )

d = tebal ekivalen D1 = tebal balas atas (m) D2 = tebal balas bawah (m) EA = kekakuan normal (kN/m)

EI = kekakuan lentur (kNm 2 /m)

E ref = modulus Young

g = jarak bantalan

h = tebal lapisan balas (inch) Ip

= faktor dinamis K 0 = kondisi tekanan awal pada tanah

K1 = lebar permukaan balas bawah (m) K2

= lebar dasar balas bawah (m) k x = permeabilitas arah horisontal k y = permeabilitas arah vertikal

L = panjang pantalan dibawah rel Ø

= sudut geser tanah (°) OCR = overconsolidation ratio Pa

= tekanan kontak rerata antara bantalan dengan balas (kPa)

pa

= tekanan yang didistribusikan oleh bantalan kepada balas (psi)

pc = tekanan pada tanah dasar (psi) pc = tekanan pada tanah dasar (psi)

= tekanan rerata di bawah dudukan rel (kPa) ps

= gaya statis (ton) qu

= kuat tekan bebas (kN/m 2 )

V = kecepatan kereta api w

= berat Wlok = beban lokomotif z

= kedalaman tanah dasar (m) sat = berat isi tanah di bawah garis freatik

unsat = berat isi tanah di atas garis freatik = angka Poisson = tekanan vertikal pada kedalaman z (kPa) = sudut gesek internal bahan balas (°)

PENDAHULUAN TUGAS AKHIR PENURUNAN STRUKTUR REL KERETA API DI ATAS TANAH LUNAK

DENGAN PERKUATAN GEOSINTETIK Railway Structure Settlement on Geosynthetic Reinforced Soft Soil

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kegiatan transportasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia. Dalam kaitannya dengan kehidupan manusia, transportasi berperan penting dalam aspek-aspek sosial, politik, ekonomi, dan keamanan. Hal tersebut dapat berfungsi baik jika didukung dengan adanya keseimbangan antara sarana dan prasarana transportasi.

Salah satu prasarana transportasi yang terus berkembang di Indonesia adalah jalan rel kereta api atau biasa disebut dengan rel kereta api (UK : Railway Tracks, US : Railroad Tracks). Rel kereta api merupakan prasarana utama dalam perkerataapian dan menjadi ciri khas moda transportasi kereta api.

Pada umumnya, teknologi kereta api di Indonesia masih menggunakan teknologi konvensional. Teknologi ini dikenal dengan Teknologi Dua Rel Sejajar. Dalam hal ini, struktur rel kereta api dikelompokkan menjadi 2 bagian, meliputi:

1. Bagian atas sebagai lintasan terdiri dari rel, penambat rel, dan bantalan.

2. Bagian bawah sebgai pondasi terdiri atas balas dan tanah dasar. Sebagian besar konstruksi rel kereta api berada pada tanah dasar yang keras

sampai sedang. Untuk kasus tanah dasar yang lunak jarang sekali terpikirkan. Meninjau beban dari kereta api yang begitu besar, sulit rasanya struktur rel dapat bertahan lama jika berada pada tanah lunak. Tanah ini merupakan tanah kohesif dengan kapasitas daya dukungnya rendah. Di lain hal, kandungan kadar air yang cukup tinggi juga dapat membahayakan struktur rel di atasnya.

Sebagai engineer kiranya perlu untuk membuat solusi terhadap struktur rel dengan tanah lunak sebagai tanah dasar (subgrade). Perlu adanya penambahan perkuatan pada tanah lunak sehingga dapat menopang dengan aman struktur rel kereta api di atasnya. Salah satu bentuk perkuatan ialah dengan menggunakan geosintetik.

Beberapa bangunan yang berada pada tanah lunak telah memnfaatkan geosintetik sebagai perkuatan. Geosintetik ini biasanya berbentuk anyaman atau non-anyam. Adapun hasilnya, bangunan ternyata dapat berdiri kuat dan bertahan lama.

Berangkat dari pemahaman sebelumnya, pemanfaatan geosintetik pada tanah lunak di bawah struktur rel kereta api sangat menarik untuk diteliti. Penelitian ini diharapkan dapat sebagai solusi dalam pembangunan konstruksi rel kereta api yang berada pada tanah lunak.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan-permasalahan yang ada dalam penelitian ini, meliputi :

1. Bagaimana penurunan struktur rel kereta api pada tanah lunak?

2. Bagaimana penurunan struktur rel kereta api di atas tanah lunak dengan perkuatan perkuatan geosintetik?

3. Bagaimana perbandingan penurunan struktur rel kereta api pada tanah baik dan pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik, ditinjau menggunakan program PLAXIS?

1.3 Batasan Masalah

Untuk memfokuskan agar penelitian dapat terarah, maka perlu batasan- batasan masalah, antara lain :

1. Penelitian berupa permodelan yang dilakukan di laboratorium.

2. Tanah yang digunakan adalah tanah baik (pasir) dan tanah lunak (lempung).

3. Susunan struktur rel kereta api disiapkan dengan model tereduksi (small size models ) dari kondisi aslinya.

4. Geosintetik yang digunakan adalah karung pupuk berbentuk anyaman.

5. Beban berupa beban statis dengan perulangan tertentu dan titik pembebanan yang bervariasi.

6. Program PLAXIS V.8.2 digunakan untuk validasi model struktur rel kereta api.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan ini memiliki beberapa tujuan, antara lain :

1. Membuat model tereduksi dari struktur rel kereta api diatas tanah lunak tanpa perkuatan dan dengan perkuatan geosintetik.

2. Validasi model tereduksi struktur rel kereta api diatas tanah lunak tanpa perkuatan dan dengan perkuatan geosintetik menggunakan program PLAXIS V.8.2.

3. Menganalisis perilaku penurunan struktur rel kereta api di atas tanah lunak dengan perkuatan geosintetik.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, antara lain :

1. Manfaat teoritis Memperoleh nilai penurunan pada struktur kereta api dengan perkuatan geosintetik di bawah struktur rel kereta api.

2. Manfaat Praktis Setelah memperoleh nilai penurunan, maka dapat digunakan untuk memprediksi keadaan struktur rel pada kondisi asli di lapangan.

LANDASAN TEORI TUGAS AKHIR PENURUNAN STRUKTUR REL KERETA API DI ATAS TANAH LUNAK

DENGAN PERKUATAN GEOSINTETIK Railway Structure Settlement on Geosynthetic Reinforced Soft Soil

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Struktur Rel Kereta Api dengan Subgrade Tanah Lunak

Dalam dunia konstruksi, tanah lunak merupakan salah satu permasalahan. Tanah ini memiliki daya dukung yang rendah sehingga dapat terjadi penurunan jika terjadi beban yang berlebihan.

Tanah lunak digolongkan dalam tanah kohesif yang identik dengan tanah lempung. Berikut ini adalah tabel yang menghubungkan nilai N-SPT, konsistensi, dan kuat tekan bebas (q u ) untuk tanah lempung jenuh.

Tabel 2. 1 Hubungan nilai N, konsistensi, dan kuat tekan bebas (qu) untuk tanah lempung jenuh

N-SPT

Konsistensi

Kuat Tekan Bebas (q u )

(kN/m 2 )

Sangat Lunak

Sangat Kaku

Sumber : Terzaghi dan Peck (1948) Sasanti (2008) menyatakan bahwa tanah lunak merupakan tanah yang memilki beberapa syarat, meliputi :

1. Moisture Content 40 %

2. Plasticity Index 20 % Berdasarkan fungsinya sebagai pondasi, tanah dasar harus mampu menopang

gaya-gaya yang ditimbulkan oleh kereta api. Adapun beberapa gaya tersebut gaya-gaya yang ditimbulkan oleh kereta api. Adapun beberapa gaya tersebut

Gaya vertikal merupakan beban yang paling besar dan berasal dari berat kereta api. Pada umumnya, gaya vertikal terdiri atas gaya lokomotif dan gaya kereta. Lokomotif yang sekarang digunakan oleh PT. Kereta Api (Persero) ialah lokomotif yang yang ditumpu oleh dua bogie. Sedangkan lokomotif yang digunakan ada dua jenis yakni lokomotif BB (tiap bogie terdiri atas dua gandar) dan lokomotif CC (tiap bogie terdiri atas tiga gandar) (Utomo, 2010). Sebagai contoh pada bogie K9 (bogie tipe Bolsterless dengan tahun pembuatan 1997 dan 2001). Jarak antara roda depan dan belakang adalah 20 mm.

Gambar 2. 1 Bogie K9

2.1.2 Geosintetik

Penurunan tak seragam atau penetrasi dari batuan ballast ke tanah dasar, dapat mengurangi umur komponen jalan rel maupun kenyamanan penumpang dan keamanan kereta. Penanganan masalah ini adalah dengan memasang geosintetik di bawah batuan ballast.

Seperti penggunaannya untuk jalan raya, geosintetik yang digunakan di bawah jalan rel berfungsi untuk (Rankilor, 1981) :

1. Memberikan tambahan kekuatan tanah dasar.

2. Menyebarkan beban ke area yang lebih luas, sehingga mereduksi tegangan.

3. Mereduksi regangan yang terjadi di dalam tanah, dan menjaga tanah dasar terhadap retak akibat tarik.

4. Memberikan pemisah antara tanah dasar dan sub-ballast, atau sub-ballast dan ballast, sehingga mencegah pemompaan butiran halus tanah.

5. Memberikan tambahan fasilitas filtrasi, permeabilitas searah bidang geosintetik.

Gambar 2. 2 Efek Pumping dan Fungsi Separasi (PT. Geoforce Indonesia )

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Struktur Jalan Rel

2.2.1.1. Beban gandar Beban gandar direncanakan pada satu macam beban gandar 18 ton agar efisien

dan efektif dalam pengangkutan baik penumpang maupun barang.

2.2.1.2. Lebar sepur Lebar sepur (rail gauge) adalah jarak terpendek sisi dalam diantara dua kepala rel.

Lebar sepur standar yang sering dipakai di Indonesia adalah sebesar 1067 mm.

Gambar 2. 3 Lebar sepur pada rel kereta api (Jalan Rel, 2010)

2.2.1.3. Rel Rel pada jalan rel mempunyai fungsi sebagai pijakan menggelindingnya roda

kereta api dan untuk meneruskan beban dari roda kereta api kepada bantalan. Rel ditumpu oleh bantalan-bantalan, sehingga rel merupakan batang yang ditumpu oleh penumpu-penumpu. Pada sistem tumpuan yang sedemikian, tekanan tegak lurus dari roda menyebabkan momen lentur pada rel di antara bantalan-bantalan. Selain itu, gaya arah horisontal yang disebabkan oleh gaya angin, goyangan kereta api, dan gaya sentrifugal (pada rel sebelah luar) menyebabkan terjadinya momen lentur arah horisontal.

Tabel 2. 2 Tipe rel yang digunakan pada jalan rel

Kelas Jalan Rel

Tipe Rel

I R.60 / R.54

II R.54 / R.50

III

R.54 / R.50 / R.42

IV R.54/ R.50 /R.42

V R.42

(Sumber: Jalan rel, 2010)

Tabel 2. 3 Karakteristik Rel

Karakteristik Rel

Tipe Rel Karakteristik

Notasi

dan satuan

Tinggi rel

H (mm) 138,00 153,00 159,00 172,00 Lebar kaki

B (mm)

1 10,00 127,00 140,00 150,0 Lebar kepala

C (mm)

74.3 Tebal badan

D (mm)

Tabel 1.3(lanjutan)

Karakteristik Rel

Tipe Rel

Karakteristik

Notasi

dan satuan

Tinggi kaki

F (mm)

30,20 31,5 Jarak tepi bawah kaki rel ke garis horizontal dari pusat kelengkungan badan rel

G (mm)

Jari-jari kelengkungan badan rel R (mm) 320,00 500,00 508,00 120 Luas penampang

69,34 76,86 Berat rel

W (kg/m)

Momen inersia terhadap sumbu x

2.346 3.055 Jarak tepi bawah kaki rel ke garis netral

Penampang melintang

(Sumber: Jalan rel, 2010)

2.2.1.4. Bantalan Bantalan jalan rel mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Mendukung rel dan meneruskan beban dari rel ke balas dengan bidang sebaran beban lebih luas sehingga memperkecil tekanan yang dipikul balas,

2. Mengikat/memegang rel (dengan penambat rel) sehingga gerakan rel arah horisontal tegak lurus sumbu sepur ataupun arah membujur searah sumbu sepur dapat ditahan, sehingga jarak antara rel dan kemiringan kedudukan rel dapat dipertahankan,

3. Memberikan stabilitas kedudukan sepur di dalam balas (lihat uraian tentang balas), dan

4. Menghindarkan kontak langsung antara rel dengan air tanah. Dari fungsi tersebut di atas maka bantalan harus kuat menahan beban dan kuat

dalam mengikat penambat rel. Bantalan dapat terbuat dari kayu, baja, atau beton. Pemilihan jenis bantalan yang

digunakan adalah berdasarkan atas kelas jalan rel menurut peraturan konstruksi jalan rel yang berlaku. Bantalan kayu digunakan pada jalan rel di Indonesia karena selain mudah dibentuk juga bahannya mudah didapat. Agar dapat memenuhi fungsinya, maka bantalan kayu harus cukup keras sehingga mampu menahan tekanan. Penambat rel yang dipasang pada bantalan harus tidak mudah lepas, dan tahan lama. Untuk itu maka bahan kayu yang digunakan selain harus kuat menahan beban yang bekerja padanya, juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Utuh dan padat,

2. Tidak terdapat mata kayu,

3. Tidak mengandung unsur kimia yang tidak baik bagi komponcn \jalan rel yang terbuat dari logam,

4. Tidak ada lubang bekas ulat atau binatang lainnya,

5. Tidak ada tanda-tanda permulaan terjadi pelapukan dan apabila kayu diawetkan, pengawetan harus merata dan sempurna.

Sesuai dengan persyaratan bahan kayu dan fungsi bantalan maka tidak semua jenis kayu dapat digunakan. Bantalan kayu harus dari kayu mutu A, dengan dengan kelas kuat I atau II dan kelas awet I atau II. Jenis kayu yang biasa digunakan oleh PT. Kereta Api (persero) untuk bantalan ialah kayu jati dan kayu besi. Bantalan dengan jenis kayu jati dapat tahan 16 sampai 20 tahun (bahkan ada yang lebih dari 20 tahun). Kayu besi dapat digunakan karena keras, tapi mudah pecah dan kadang-kadang terdapat kandungan asam yang tidak baik bagi logam penambat rel.

2.2.1.5. Balas Lapisan balas terletak di atas lapisan tanah dasar. Lapisan balas mengalami

tagangan yang besar akibat lalulintas kereta api, sehingga bahan pembentuknya harus baik dan pilihan. Balas mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Meneruskan dan menyebarkan beban yang diterima bantalan ke tanah dasar,

2. Mencegah/menahan bergesernya bantalan dan rel baik arah membujur maupun melintang,

3. Meloloskan air sehinga tidak terjadi genangan air di sekitar bantalan dan rel,

4. Mendukung bantalan dengan dukungan yang kenyal.

Gradasi pada ballast atas ditampilkan pada Tabel 2.4, sedangkan gradasi pada ballast bawah ditampilkan pada Tabel 2.5.

Tabel 2. 4 Gradasi Lapisan Ballast Atas

Ukuran nominal

(inci)

Persen lolos saringan Ukuran saringan (inci)

0-10 0-5

90-100 20-15 0-15 0-5 Sumber : Suryo Hapsoro Tri Utomo (2010)

Keterangan : untuk jalan rel kelas I dan II digunakan ukuran minimal 2,5 0,75 inci : untuk jalan rel kelas III digunakan ukuran minimal 1 inci

Tabel 2. 5 Gradasi Lapisan Ballast Bawah

Ukuran Saringan (inci)

% Lolos (optimum)

100 90-100 50-84

26-50

12-30 0-10 Sumber : Suryo Hapsoro Tri Utomo (2010)

Bentuk dan dimensi lapisan balas

Gambar 2. 4 Potongan melintang pada jalan lurus

Tabel 2. 6 Ukuran-ukuran pada lapisan balas

Kelas Jalan Rel

135 C(cm)

210 K,(cm)

300 (Sumber: Jalan rel, 2010)

2.2.1.6. Tanah Dasar Tanah dasar (subgrade) jalan rel mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Mendukung beban yang diteruskan oleh balas kepada tanah dasar,

2. Meneruskan beban ke lapisan di bawahnya, yaitu badan rel, dan

3. Memberikan landasan yang rata pada kedudukan/ketinggian/elevasi di tempat balas akan diletakkan.

Tanah dasar jalan rel merupakan lapisan yang terbuat dari bahan geoteknik, yang dapat merupakan: keadaan asli, bahan yang diperbaiki, dan bahan buatan.

Sesuai dengan fungsinya, dari sudut pandang teknik tanah dasar harus mampu menopang beban di atasnya dan kuat menahan tegangan yang terjadi padanya. Beban yang harus ditopang oleh lapisan tanah dasar ialah berat lapisan balas, sedangkan tegangan yang terjadi padanya ialah tegangan yang terjadi akibat dari gaya yang diteruskan oleh bantalan kepada balas yang kemudian diteruskan dan didistribusikan oleh balas kepada lapisan tanah dasar. Menurut Clarke, 1957 (diambil dari lu of Transport Economics, 1980), dengan asumsi bahwa beban didistribusikan dengan kemiringan 1:1, tekanan vertikal tanah dasar dapat ditentukan dengan persamaan pendekatan sebagi berikut:

= tekanan vertikal pada kedalaman z ( kPa ), Pa = tekanan kontak rerata antara bantalan dengan balas ( kPa ), z = kedalaman tanah dasar (dalam hal ini sama dengan tebal lapisan balas,

diukur dari bidang kontak antara bantalan dan balas ( m ),

B = lebar bantalan ( m ), L = panjang bantalan di bawah rel ( m ).

Tekanan vertikal pada permukaan atas tanah dasar dapat juga dihitung dengan cara yang disampaikan oleh Schramm (1961), yaitu bahwa tekanan vertikal yang terjadi ditentukan oleh tekanan rerata di bawah dudukan rel (rail seat), panjang bantalan, lebar rel, jarak antara bantalan, tebal lapisan balas, dan sudut gesek internal bahan balas, yang diwujudkan dalam persamaan sebagai berikut:

= tekanan vertikal pada kedalaman z ( kPa ), Pr = tekanan rerata di bawah dudukan rel ( rail seat) ( kPa ). L = panjang bantalan ( m ),

g = jarak bantalan ( m ),

B = lebar bantalan ( m ), z = tebal lapisan balas ( m ),

Menurut Schramm (1961) sudut gesek internal pada bahan balas berbutir kasar, berpermukaan kasar dan kering adalah sekitar 40°. Sedangkan pada bahan balas yang berbutir halus, berpermukaan halus dan basah adalah sekitar 30°. Berdasarkan pendekatan yang digunakan oleh AREA (1997), tekanan yang terjadi pada tanah dasar dapat dihitung dengan persamaan:

pc = 16,8pa/h 1,25 .............................................................................................. (1.3)

dengan : pc = tekanan yang terjadi pada tanah dasar ( psi), pa = tekanan yang didistribusikan oleh bantalan kepada balas (psi),

h = tebal lapisan balas (inches ). Dari tiga persamaan tersebut di atas terlihat bahwa perancangan tanah dasar

selalu harus dikaitkan dengan perancangan balas yang merupakan lapisan yang terletak di atasnya. Bahkan Salem dan Hay, 1966 (dalam Bureau of Transport Economics , 1980), menyatakan bahwa untuk mendapatkan distribusi tekanan yang lebih seragam pada tanah dasar yang tidak hanya antara bantalan tetapi juga sepanjang bantalan, dibutuhkan lapisan balas yang lebih tebal, sehingga mampu mencegah terjadinya penurunan diferensial (differential settlement) yang berlebih pada tanah dasarnya dan akan mencegah pula terjadinya cekungan pada tanah dasar di bawah bantalan.

Sesuai dengan fungsi tanah dasar dan melihat letak/kedudukan serta distribusi beban oleh lapisan di atasnya (balas), maka tanah dasar harus mempunyai kuat dukung yang cukup. Menurut ketemuan yang digunakan oleh PT.Kereta Api (persero), kuat dukung tanah dasar (yang dalam hal ini ialah nilai CBR) minimum ialah sebesar 8%. Tanah dasar yang harus memenuhi syarat minimum CBR 8% tersebut ialah tanah dasar setebal minimum 30 cm.

2.2.2 Pembebanan pada struktur rel

Gaya yang ditimbulkan oleh kereta api yang melintas di alas jalan rel harus ditahan oleh struktur jalan rel. Gaya-gaya dimaksud ialah:

1. Gaya vertikal,

2. Gaya horisontal tegak lurus sumbu sepur, dan

3. Gaya horisontal membujur searah sumbu sepur. Gaya vertikal akan diterima oleh kedua rel, diteruskan kepada balas melalui

perantaraan bantalan dan oleh balas diteruskan kepada tanah dasar berdasarkan prinsip penyebaran beban. Selanjutnya beban yang diterima oleh tanah dasar ini akan diteruskan kepada badan jalan rel juga dengan prinsip penyebaran beban. Dengan demikian maka tekanan spesifik pada badan jalan rel akan menjadi kecil, sehingga diharapkan tidak melebihi kuat dukung badan jalan relnya. Untuk itu maka ketebalan balas secara teknis harus mencukupi. Sedangkan gaya horisontal terutama akan ditahan oleh balas, karena itu maka peletakan bantalan pada balas harus sedemikian sehingga balas dapat menahan gaya horisontal yang harus ditahannya.

2.2.2.1. Gaya vertikal Gaya vertikal berasal dari berat kereta api dan merupakan beban yang paling besar

yang diterima oleh struktur jalan rel. Gaya vertikal ini dapat menyebabkan terjadinya defleksi vertical. Besar dan asal beban vertikal diuraikan berikut ini.

a. Gaya lokomotif Lokomotif yang sekarang digunakan PT. Kereta Api persero ialah lokomotif yang ditumpu oleh 2 bogie. Berdasarkan atas jumlah gandar (satu gandar terdiri atas 2 roda) pada masing-masing bogie, secara garis besar lokomotif yang digunakan dapat dikelompokkan atas 2 jenis, yaitu: Lokomotif BB yang masing-masing bogie terdiri atas 2 gandar, dan Lokomotif CC yang masing-masing bogie terdiri atas 3 gandar.

Perhitungan beban gandar (axle load) dan beban roda pada lokomotif dapat dijelaskan sebagai berikut.

lokomotif BB. Jika beban lokomotif (Wlok) = 56 ton, maka: Gaya pada bogie (Pb) = Wlok/2 = 56/2 ton = 28 ton

Gaya gandar (Pg)

= Pb/2

= 28/2 ton = 14 ton

Gaya roda statis (Ps) = Pg/2

= 14/2 ton = 7 ton.

lokomotif CC. Jika beban lokomotif (Wlok) = 84 ton, maka: Gaya pada bogie (Pb) = Wlok/2 = 84/2 ton = 42 ton,

Gaya gandar (Pg)

= Pb/3

= 42/3 ton = 14 ton,

Gaya roda statis (Ps) = Pg/2

= 14/2 ton = 7 ton.

Pada lokomotif CC terdapat 2 kelompok berat, yaitu: Lokomotif CC-201 dan CC-203, dengan berat 84 ton, sehingga beban gandarnya 14 ton, dan Lokomotif CC-202 dengan berat 108 ton atau beban gandar 18 ton.

b. Gaya Kereta (Car, Coach) Kereta dipakai untuk angkutan penumpang. Kereta mempunyai karakteristik kenyamanan dan kecepatan yang tinggi. Berat kereta (berisi penumpang) ialah sekitar 40 ton. Kereta ditumpu oleh 2 bogie (Pb=20 ton), masing-masing bogie terdiri atas 2 gandar, sehingga Pg = 10 ton, dan Ps = 5 ton.

c. Gaya Gerbong (Wagon) Gerbong digunakan untuk angkutan barang. Prinsip beban ialah sama dengan lokomotif dan kereta. Satu gerbong dapat tcrdiri atas 2 gandar (tanpa bogie) atau 4 gandar (dengan bogie).

d. Faktor dinamis Akibat dari beban dinamik kendaraan jalan rel, maka timbul faktor dinamik. Untuk mentransformasi gaya statis ke gaya dinamis digunakan faktor dinamis sebagai berikut: Ip = l +0.01 (V/1,609-5) dengan: Ip : faktor dinamis,

V : kecepatan kereta api ( km/jam ).

Selanjutnya gaya dinamis dapat dihitung sebagai berikut: Pd = Ps x Ip dengan: Pd : gaya dinamis (ton ),

Ps : gaya statis (ton), Ip : faktor dinamis.

2.2.2.2. Gaya horisontal tegak lurus sumbu sepur Gaya ini disebabkan oleh "snake motion" kereta api, gaya angin yang bekerja

pada kereta api (sisi kanan/kiri) dan gaya sentrifugal sewaktu kereta api melintasi tikungan.

2.2.2.3. Gaya horisontal membujur searah sumbu sepur Gaya ini disebabkan oleh gaya akibat pengereman, gesekan antara roda kereta api

dengan kepala rel, gaya akibat kembang susut rel dan gaya berat jika jalan rel berupa tanjakan/penurunan.

2.2.3 Metode Elemen Hingga

2.2.3.1. Langkah-Langkah dalam Metode Elemen Hingga Prinsip dasar dari Metode Elemen Hingga adalah diskretisasi yaitu prosedur

dimana problem kompleks yang besar dibagi-bagi menjadi satu ekivalen yang lebih kecil atau komponen. Secara garis besar ada 5 langkah dasar :

1. Diskretisasi Yaitu pembagian suatu continuum menjadi sistem yang lebih kecil yang disebut sebagai finite element. Pertemuan antara nodal line disebut nodal point (Gambar 2.5). Pada metode elemen hingga, masing-masing elemen dianalisis secara tersendiri menggunakan persamaan konstitutif sehingga persamaan sifat dan kekakuan masing-masing elemen diformulasi. Kemudian secara berurutan, setiap elemen dirakit untuk mendapatkan persamaan secara keseluruhan. Untuk 1D digunakan elemen garis, untuk 2D digunakan elemen segitiga dan segiempat (quadrilateral), sedangkan untuk 3D digunakan tetrahedra dan hexahedra.

Gambar 2. 5 Diskretisasi

2. Pemilihan fungsi aproximasi Langkah ini digunakan untuk menentukan perpindahan setiap elemen menggunakan polynomial berderajat n. Semakin tinggi n, semakin tinggi ketelitiannya. Perpindahan sutu node dituliskan sebagai {u} = [N] {q}

Dimana [N] = matriks fungsi interpolasi, {q} = {u 1 ,u 2 ,...,v 1 ,v 2 ,...} T

3. Penurunan persamaan elemen Menggunakan metode variational atau residual (misal metode Galerkin). Persamaan elemen dapat ditulis sebagai

[k] {q} = {Q} Dimana [k] adalah matriks properti elemen, dan {Q} vektor gaya node

4. Assembling properti elemen ke persamaan global Persamaan-persamaan eleman pada langkah 3 dikombinasi sehingga menghasilkan stiffness relation untuk seluruh elemen. Langkah ini dibuat untuk mendapatkan kompatibilitas displacement setiap node. Stiffness relation ditulis : [K] {r} = {R} Dimana [K] = global stiffness matriks {r} = global nodal displacement vector {R} = global nodal force vector

5. Komputasi strain dan stress Persamaan yang telah ada diselesaikan/dipecahkan untuk mendapatkan besaran-besaran yang tidak diketahui, baik primer (perpindahan) maupun

node

eleme

nodal

sekunder (regangan, tegangan, momen, dan geser), dengan menggunakan rumus tambahan:

2.2.3.2. Model Material dalam Metode Elemen Hingga Salah satu hal yang sangat penting dalam permodelan menggunakan elemen

hingga adalah menentukan model material. Model material adalah sekumpulan persamaan matematika yang menjelaskan hubungan antara tegangan-regangan. Suatu material harus dimodelkan secara mekanis menggunakan persamaan konstitutif. Penentuan model suatu material dibuat sesuai dengan kondisi material yang ditinjau serta derajat keakuratan yang diinginkan .

Beberapa model material yang digunakan dalam material tanah dan batuan adalah Isotropic Elasticity (

), Mohr-Coulomb atau Elastic Plastic (MC),

Hardening-Soil (HS), Soft-Soil-Creep (SSC), Cam Clay (CC), Modified Cam Clay (MCC), Nonlinier Elasticity (Hiperbolic), Strain Softening, Slip Surface, Soft Soil (SS), Jointed Rock (JR). Model material tanah yang dipakai untuk verifikasi data di antaranya, yaitu model tanah Isotropic Elasticity (

) dan Mohr-Coulomb atau Elastic-Plastic (MC).

Gambar 2. 6 Contoh model-model elastic linear dan elastic plastic

Elastic-Nonlinier

Load

Unload

Elastic-Linier

Load

Unload

Masing-masing modal di atas memiliki parameter tersendiri serta memiliki kelebihan dan kekurangan. Keakuratan permodelan menggunakan metode elemen hingga sangat tergantung pada :

1. Keahlian memodelkan

2. Pemahaman terhadap model serta keterbatasannya

3. Pemilihan parameter dan model material tanah

4. Kemampuan menilai hasil komputasi

2.2.4 PLAXIS

PLAXIS adaiah program elemen hingga untuk aplikasi geoteknik dimana digunakan model-model tanah untuk melakukan simulasi terhadap perilaku dari

tanah. Program PLAXIS dan model-model tanah didalamnya telah dikembangkan

dengan seksama. Walaupun pengujian dan validasi telah banyak dilakukan, tetap

tidak dapat dijamin bahwa program PLAXIS bebas dari kesalahan. Simulasi

permasalahan geoteknik dengan menggunakan metode elemen hingga sendiri telah secara implisit melibatkan kesalahan pemodelan dan kesalahan numerik yang tidak dapat dihindarkan. Akurasi dari keadaan sebenarnya yang diperkirakan sangat bergantung pada keahlian dari pengguna terhadap pemodelan permasalahan, pemahamanan terhadap model-model tanah serta keterbatasannya, penentuan parameter-parameter model, dan kemampuan untuk melakukan interpretasi dari hasil komputasi.

2.2.4.1. Pengaturan Umum (General Setting) PLAXIS versi 8.2 dapat digunakan untuk melakukan analisis elemen berupa Plain

strain maupun axi-simetry. Model Plain strain digunakan untuk model geometri dengan penampang melintang kurang lebih seragam dengan kondisi tegangan dan kondisi pembebanan yang cukup panjang dalam arah tegak lurus terhadap penampang tersebut. Model axi-simetry digunakan untuk struktur berbentuk lingkaran dengan penampang radial yang kurang lebih seragam dengan kondisi pembebanan mengelilingi sumbu aksial.

2.2.4.2. Kontur Geometri (Geometri Contour) Pembuatan sebuah model elemen hingga dimulai dengan pembuatan geometri dari

model, yang merupakan representasi dari masalah yang akan dianalisis. Sebuah model geometri terdiri dari titik-titik, garis-garis dan klaster-klaster.

Input dasar dari pembuatan model geometri adalah geometry line. Geometry line dapat dipilih melalui simbol yang muncul atau melalui sub menu geometry.

Pelat adalah struktur tipis di tanah dengan kekakuan tertentu. Pada model geometri pelat tampak sebagai garis vertikal biru. Pelat dapat dipilih melalui simbol yang muncul atau melalui sub menu geometry.

Geogrid adalah struktur tipis di tanah dengan kekakuan tertentu. Pada model geometri geogrid tampak sebagai garis horizontal kuning.

Geogrid dapat dipilih melalui simbol yang muncul atau melalui sub menu geometry.

Model pembebanan pada analisis ini adalah beban titik dalam gaya per panjang (kN/m).

2.2.4.3. Kondisi Batas (Boundary Conditions) Kondisi standard fixities yang terdapat pada PLAXIS dapat digunakan

dengan cepat dan mudah untuk berbagai aplikasi praktis yang sering dijumpai. Secara otomatis, maka di samping kanan dan kiri luasan akan muncul garis sejajar yang menandakan kemungkinan pergerakan vertikal saja. Sedangkan untuk bagian bawah, muncul garis sejajar yang bersilangan yang menandakan bahwa tidak ada pergerakan baik horizontal maupun vertikal.

2.2.4.4. Set Data Material (Material Data Sets ) Model material pada tanah yang umum digunakan adalah Mohr-

Coulomb karena model ini relatif sederhana dengan material input yang hampir sama dengan metode keseimbangan batas, selain itu model material Mohr Coulomb juga paling banyak dikenal. Tipe material dipilih undrained karena tanah yang dijadikan model adalah tanah yang memiliki nilai permeabilitas sangat kecil, sehingga dianggap tidak terjadi aliran air.

2.2.4.5. Pembuatan Jaring-Jaring Elemen (Mesh Generations)

Setelah model geometri sudah ditentukan dan material sudah dimasukkan ke semua cluster dan struktur, geometri harus dibagi menjadi finite element dengan tujuan menampilkan perhitungan finite element . PLAXIS memberikan fasilitas automesh yang dapat dipilih melalui melalui simbol yang muncul atau melalui sub menu mesh.

2.2.4.6. Kondisi Awal (Initial Conditions) Setelah model geometri sudah dibuat dan elemen mesh

sudah ditentukan, kondisi awal dari tanah harus ditentukan. Ada dua pilihan kondisi awal pada PLAXIS, yaitu kondisi

awal dengan tekanan air dan kondisi awal tanpa tekanan air. Dalam analisis ini muka air tanah dianggap jauh di bawah dasar model sehingga tekanan air tidak diperhitungkan. Maka kondisi awal tanpa tekanan air yang kita pilih. Dengan memilih bagian kanan dari dua pilihan initial condition .

Icon di samping digunakan untuk menentukan tegangan awal dari tanah. Setelah kita pilih simbol di samping maka akan tampil jendela prosedur K 0

2.2.4.7. Perhitungan (Calculations) Pada jendela calculations tipe perhitungan yang dipilih adalah

tipe plastic, karena tujuan dari analisis ini adalah untuk menghasilkan perpindahan secara elastik-plastik.

Langkah selanjutnya adalah penentuan titik acuan perhitungan. Dengan memilih simbol select point for curve, kemudian akan muncul jendela baru berupa geometri setelah itu titik acuan kita letakkan pada bagian tengah pondasi. Setelah penentuan titik acuan, pemilihan simbol update akan menutup jendela pemilihan titik acuan dan akan kembali ke jendela perhitungan.

Dengan pemilihan simbol calculate maka proses perhitungan dimulai.

2.2.4.8. Keluaran (Output) Setelah proses perhitungan, maka simbol calculate otomatis

berganti dengan simbol output. Dengan memilih simbol output, akan muncul jendela output berupa deformed mesh.

Untuk memunculkan kurva beban-perpindahan, dipilih simbol curves yang akan memunculkan jendela baru untuk memilih kurva yang akan ditampilkan.

METODOLOGI PENELITIAN TUGAS AKHIR PENURUNAN STRUKTUR REL KERETA API DI ATAS TANAH LUNAK

DENGAN PERKUATAN GEOSINTETIK Railway Structure Settlement on Geosynthetic Reinforced Soft Soil

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendahuluan

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan penurunan struktur rel dan subgrade pada tanah lunak tanpa perkuatan geosintetik dibandingkan dengan perkuatan geosintetik. Pengujian pendahuluan dilakukan terhadap tanah lunak sebagai subgrade untuk mengetahui nilai parameter tanah subgrade tersebut. Setelah pengujian pendahuluan dilakukan kemudian model struktur rel dibuat didalam kotak berukuran 1m x 1m x 0,6m. Model rel dibatasi hanya sepanjang satu bagian ruas rel diantara sambungan dan telah direduksi dari ukuran aslinya.

Pengujian dilakukan terhadap struktur rel dengan pemberian beban berulang (repetisi) untuk menggambarkan beban kereta api yang berkali-kali membebani struktur rel tersebut. Pada saat pengujian dilakukan pengamatan terhadap perilaku struktur rel yang meliputi besar penurunan struktur rel dan subgrade saat menerima beban dan kenaikan yang terjadi saat beban itu dihilangkan. Pengamatan dilakukan sesuai jumlah repetisi beban yang diberikan pada struktur rel tersebut. Pengamatan lain yang dilakukan adalah mengenai letak/posisi penurunan yang terjadi.

Pengujian pertama dilakukan terhadap struktur rel diatas tanah pasir sebagai gambaran perilaku struktur rel diatas subgrade yang kuat. Pengujian kedua dilakukan terhadap struktur rel diatas tanah lunak tanpa perkuatan .Pengujian ketiga dilakukan seperti pengujian kedua dengan perbedaan pada perkuatan struktur rel menggunakan geosintetik. Selanjutnya digunakan program PLAXIS sebagai analisa pembanding terhadap tiga pengujian model yang telah dilakukan

Program PLAXIS menggunakan nilai parameter tanah secara lengkap sebagai input datanya, sehingga diperlukan data uji pendahuluan. Dalam program ini dihitung besarnya penurunan struktur rel dan subgrade akibat repetisi beban dan Program PLAXIS menggunakan nilai parameter tanah secara lengkap sebagai input datanya, sehingga diperlukan data uji pendahuluan. Dalam program ini dihitung besarnya penurunan struktur rel dan subgrade akibat repetisi beban dan

3.2 Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data-data antara lain:

1. Data primer Data-data yang dikumpulkan terdiri atas data indeks properti tanah, parameter geser tanah, dan data pengujian utama berupa nilai penurunan dan kapasitas dukung geosintetik. Untuk mengatahui nilai- nilai tersebut terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap tanah subgrade dimana dalam hal ini adalah tanah lunak. Setelah semua pengujian tersebut dilaksanakan, kemudian selakukan pengujian untuk mencari nilai penurunan pada struktur rel dan pada tanah dasar.

2. Data sekunder Data sekunder meliputi data mengenai ukuran struktur rel, panjang satu bagian rel, bantalan, jarak antar bantalan, ketebalan balas dan lebar sepur yang nantinya akan dibuat permodelan. Data ini didapatkan dari literatur yang ada dan juga dari pengamatan langsung dilapangan.

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat

Alat-alat uji pembebanan yang terdiri dari :

1. Satu unit box uji 3 dimensi Box uji ini berukuran panjang 100 cm; lebar 100 cm dan tinggi 60 cm.

Gambar berikut ini menunjukkan box uji 3 dimensi.

Gambar 3. 1 Satu unit box uji 3 dimensi

Gambar 3. 2 Sketsa tampak atas alat model 3 dimensi (Subekti, 2009)

Gambar 3. 3 Sketsa potongan A-A alat model 3 dimensi (Subekti, 2009)

Gambar 3. 4 Sketsa potongan B-B alat model 3 dimensi (Subekti, 2009)

2. Geosintetik Model geosintetik yang digunakan dalam penelitian merupakan bahan

yang terbuat dari kain anyam bekas karung pupuk. Pemilihan bahan didasarkan pada kemiripan sifat dengan salah satu produk geosintetik yaitu geosintetik yang terbuat dari bahan polymer polypropylene. Gambar berikut menunjukkan model geosintetik yang digunakan.

Gambar 3. 5 Model geosintetik

Gambar 3. 6 Sketsa penempatan lembar model geosintetik dalam pengujian

3. Dial gauge Alat ini digunakan untuk mengetahui besarnya deformasi permukaan tanah

pada saat uji pembebanan. Dial gauge yang digunakan berjumlah 10 buah (kanan dan kiri) dengan ketelitian 0,01 mm (Gambar 3.7).

Gambar 3. 7 Dial gauge

4. Nivo Alat ini digunakan untuk mengukur permukaan bantalan maupun rel terhadap tanah agar benar-benar rata secara horizontal.

Gambar 3. 8 Nivo

5. Alat Pembebanan (Slotted Weights) Alat pembebanan yang digunakan dalam pengujian utama dalam penelitian ialah berupa 10 unit besi coak yang masing-masing bobotnya sebesar 8 Kg.

Gambar 3. 9 Slotted Weights

6. Alat Pendukung Satu unit alat pembebanan dan alat pendukung lainnya, seperti palu, obeng, pemadat tanah, penggaris , tempat air dan tempat pencampur tanah

3.3.2 Bahan

1. Tanah Tanah yang digunakan sebagai media uji pada penelitian ini merupakan tanah lunak yang diambil dari daerah Sumberlawang, Kabupaten Purwodadi, Jawa Tengah. Sedangkan untuk tanah pasir telah tersedia di laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.

2. Air Air yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.

3. Kayu Bantalan

4. Besi Rel Besi rel yang digunakan terbuat dari besi siku yang di potong dua bagian masing-masing panjangnya 90 cm.

5. Ballast Ballast yang digunakan untuk melengkapi model sistem struktur rel kereta api terbuat dari batu pecah yang keras dengan diameter antara 28 50 mm yang nantinya akan disaring sesuai ukuran yang telah ditentukan.

3.4 Metode Penelitian

3.4.1 Penyiapan Benda Uji