ASPEK PENDIDIKAN AGAMA DALAM SURAT LUQMAN

ASPEK PENDIDIKAN AGAMA DALAM SURAT LUQMAN AYAT 12 – 19 DAN APLIKASI METODE MAUIZHAH SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I)

Oleh: LILIS MUKHLISHOH NIM:102011023501

Di bawah Bimbingan:

PROF. Dr. H. SALMAN HARUN NIP.150062568

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI(UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1428 H/2007 M

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah swt, Tuhan pencipta dan pemelihara semesta alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad saw, keluarganya, sahabat-sahabatnya dan para pengikutnya yang setia hingga Hari Pembalasan.

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) di semua perguruan tinggi termasuk di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta- adalah membuat karya ilmiah dalam bentuk skripsi. Dalam rangka itulah penulis membuat skripsi ini dengan judul “ASPEK PENDIDIKAN AGAMA DALAM

SURAT LUQMAN AYAT 12 – 19 DAN APLIKASI METODE MAUIZHAH”.

Selama pembuatan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami oleh penulis, baik yang menyangkut pengaturan waktu, pengumpulan bahan-bahan (data) maupun pembiayaan dan sebagainya. Namun, dengan hidayah dan inayah Allah swt dan berkat kerja penulis disertai dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, maka segala kesulitan dan hambatan itu dapat diatasi dengan sebaik-baiknya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan pada waktunya. Oleh karena itu, seyogyanyalah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tiada terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan atas terselesaikannya skripsi ini ; terutama kepada Bapak Prof. Dr. H. Salman Harun selaku Selama pembuatan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami oleh penulis, baik yang menyangkut pengaturan waktu, pengumpulan bahan-bahan (data) maupun pembiayaan dan sebagainya. Namun, dengan hidayah dan inayah Allah swt dan berkat kerja penulis disertai dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, maka segala kesulitan dan hambatan itu dapat diatasi dengan sebaik-baiknya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan pada waktunya. Oleh karena itu, seyogyanyalah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tiada terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan atas terselesaikannya skripsi ini ; terutama kepada Bapak Prof. Dr. H. Salman Harun selaku

1. Dekan, Pembantu Dekan dan seluruh Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan memberikan berbagai ilmu pengetahuan yang sangat berharga kepada penulis.

2. Ketua dan Sekretaris serta staf jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Bahris Salim M.Ag selaku dosen penasehat akademik jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Pimpinan dan staf perpustakaan yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan. Baik itu Perpustakaan Utama (PU), Perpustakaan FITK, dan terutama Perpustakaan Iman Jama' & Bapak Bajuri serta para stafnya.

5. Bapak dan Ema tercinta yang telah merawat, mendidik dan mencurahkan segala kasih sayangnya kepada penulis selama hayat. Semoga Allah swt mengampuni segala dosanya dan melimpahkan rahmat, karunia dan ridho-Nya kepada beliau berdua.

6. Adik-adik tercinta ; Iroh, Lisa, Habib dan Arif serta semua keluarga yang penulis cintai, yang telah memberi semangat dan dorongan kepada penulis.

7. Rekan-rekan seperjuangan di PAI angkatan 2002 khususnya kelas “B” , terutama teman-teman tercintaku ; Ummi, Miaow, Ida, Kia dan Nurul serta segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya di sini. Terima kasih atas 7. Rekan-rekan seperjuangan di PAI angkatan 2002 khususnya kelas “B” , terutama teman-teman tercintaku ; Ummi, Miaow, Ida, Kia dan Nurul serta segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya di sini. Terima kasih atas

balas-Nya dengan pahala yang berlipat ganda. Amiin. Mudah-mudahan pula skripsi ini bermanfaat, khusunya bagi penulis, dan bagi para pembaca yang budiman pada umumnya.

Jakarta, Februari 2007

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan Judul

Al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat Islam, memuat semua segi kehidupan. Begitu banyak hal tercakup dalam ayat-ayatnya, baik yang tersurat maupun tersirat, dari kehidupan manusia sampai mencakup ke berbagai bidang Ilmu Pengetahuan. Berbagai macam ilmu ada dalam kandungan al-Qur’an, di antara ilmu-ilmu tersebut adalah Sosiologi, Antropologi, Biologi, Sejarah, Botani, Humaniora, Seksologi, Astronomi dan Psikologi, adalah sebagian kecil Ilmu yang disinggung dalam al-Qur’an. Bahkan al- Qur’an adalah “Sumber Ilmu Pengetahuan”

Bidang pendidikan, yang merupakan salah satu faktor fundamental dalam kehidupan manusia, telah menjadi salah satu bidang yang tercakup dalam kandungan ayat-ayat suci al-Qur’an. Bahkan menjadi kandungannya yang utama, sebab perjalanan kehidupan manusia di muka bumi adalah untaian mata rantai pendidikan yang berkesinambungan dan Nabi telah diutus Tuhan untuk menjadi guru-guru (subyek pendidikan) yang mengenalkan umat manusia kepada Tuhan.

Secara garis besar banyak ayat-ayat al-Qur’an yang memuat tuntunan bagi umat manusia dalam usahanya untuk melahirkan generasi penerus yang lebih baik. Hal-hal seperti peningkatan iman dan taqwa, pengembangan wawasan keagamaan, dan tuntunan untuk membentuk manusia seutuhnya adalah hal yang dicapai lewat pendidikan.

Ada tiga argument yang menjadi alasan penulis mengambil "ASPEK

PENDIDIKAN AGAMA DALAM SURAT LUKMAN AYAT 12 – 19 DAN

APLIKASI METODE MAUIZHAH " sebagai judul skripsi ini. Adapun tiga argument itu adalah sebagai berikut :

1. Rasa beragama adalah fitrah manusia, dan pada diri setiap anak yang dilahirkan ke dunia telah membawa potensi beragama yang benar, bertauhid kepada Allah sesuai dengan perjanjiannya dengan Tuhan ketika dia masih di alam azali, sebagaimana firman Allah SWT :

Artinya : “ Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya) berfirman :

"Bukankan Aku ini Tuhanmu ?. Mereka menjawab : "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan : "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" atau agar kamu tidak mengatakan : "Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini "Bukankan Aku ini Tuhanmu ?. Mereka menjawab : "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan : "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" atau agar kamu tidak mengatakan : "Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini

Kedua ayat di atas menunjukkan bahwa sebelum manusia lahir, terlebih dahulu ia diminta kesaksian untuk mengakui keesaan Tuhan dan ia menerima kesaksian itu, sehingga ketika lahir ke dunia ia telah beragama yang benar dan bertauhid kepada Allah.

Pada ayat yang lain Allah menjelaskan bahwa manusia itu dilahirkan membawa fitrah, oleh karena itu ia diperintahkan untuk tetap mengikuti agama yang fitrah, yaitu agama Islam. Sebagaimana firman-Nya :

Artinya : “ Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Alllah) ; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada

perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus ; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". (Q.S. Ar-Ruum : 30)

Ayat tersebut memberikan pengertian bahwa manusia lahir telah membawa fitrah, bahkan dikatakan bahwa diatas fitrah itulah manusia diciptakan. Ayat ini bersesuaian dengan hadis Rasulullah SAW :

Artinya : “ Dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah SAW telah bersabda : "Tidaklah

anak yang dilahirkan itu, kecuali telah membawa fitrah beragama (perasaan percaya kepada Allah), maka kedua orang tuanya lah yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani dan

Majusi.”(H.R. Bukhari) 1

Dalil-dalil diatas menunjukkan bahwa setiap anak Adam ketika berada di dalam kandungan telah melakukan kesaksian atau janji setia atas keesaan Allah yang menjadikan dia lahir sebagai manusia tauhid atau fitrah. Namun dalam perkembangan pribadi anak tersebut selanjutnya akan terbentuk melalui pengaruh dari lingkungan sekitarnya, dalam dunia pendidikan hal ini sejalan dengan teori konvergensi yang dikemukakan oleh William Stern, bahwa perkembangan anak akan dipengaruhi oleh faktor bakat dan faktor lingkungan.

Menurut Sartain, (Ahli Psikologi Amerika), yang dimaksud dengan lingkungan (environment) meliputi kondisi dan alam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan atau life

process. 2

1 Zainuddin Hamidy, dkk., Terjamah Shahih Bukhari jilid II, (Jakarta : Wijaya, 1992), Cet. Ke- XIII, h. 89

2 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1994), h. 59

Meskipun lingkungan tidak bertanggung jawab terhadap kedewasaan anak didik, namun merupakan faktor yang sangat menentukan yaitu pengaruhnya yang sangat besar terhadap anak didik, sebab bagaimanapun anak tinggal dalam satu lingkungan, yang disadari atau tidak pasti akan mempengaruhi anak.

Dilihat dari segi anak didik, tampak bahwa anak secara tetap hidup dalam lingkungan masyarakat tertentu tempat ia mengalami pendidikan. Menurut Ki Hajar Dewantara lingkungan-lingkungan tersebut meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan organisasi pemuda (masyarakat), yang disebut dengan Tri Pusat Pendidikan, yaitu tiga pusat pendidikan yang secara bertahap dan terpadu mengemban

suatu tanggung jawab pendidikan bagi generasi mudanya. 3 Dengan demikian, potensi fitrah tersebut pada perkembangan selanjutnya

akan berkembang sesuai dengan pendidikan yang diterimanya, dan sesuai pula dengan pengaruh dari lingkungannya. Dengan kata lain, lingkungan pendidikan dapat berfungsi untuk memperkuat fitrah yang telah ada dan juga dapat berfungsi untuk melemahkan fitrah tersebut. Maka agar anak tetap beragama benar sesuai dengan fitrahnya, dan untuk memperkuat fitrah yang telah ada tersebut, maka proses pendidikan yang harus dilakukan oleh Tri Pusat Pendidikan sangat tepat bila mengambil rujukannya dari dalam Al-Qur'an surat Lukman ayat 12 sampai dengan ayat19, merujuk kepada firman Allah SWT:

3 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003), Cet. 3, h. 33 & 37

Artinya : "Alif Lam Mim. Inilah ayat-ayat Al-Qur'an yang mengandung hikmah, menjadi

petunjuk dan rahmat bagi orang yang berbuat kebaikan." (Q.S Luqman : 1 – 3)

Maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama sangatlah penting agar dapat mengarahkan fitrah tersebut ke arah yang benar, bahkan dapat mengembangkan dan memperkuat fitrah, sehingga mereka dapat mengabdi dan beribadah sesuai dengan ajaran Islam. Tanpa adanya pendidikan agama dari satu generasi berikutnya, maka orang akan jauh dari agama.yang benar.

2. Al-Qur'an adalah sumber yang pertama dan utama dalam pengambilan rujukan yang memuat peraturan hidup bagi setiap orang yang beriman, termasuk di dalamnya masalah pendidikan. Kemudian akan diikuti oleh As-Sunnah sebagai sumber yang kedua berfungsi sebagai penjelas Al-Qur'an. Hal ini sesuai dengan apa yang difirmankan Allah SWT dalam Al-Qur'an :

Artinya : "Katakanlah : "Taatilah Allah dan Rasul-Nya, jika kamu berpaling, sungguh

Allah tidak menyukai orang-orang yang kafir". (Q.S. Ali Imran : 32)

Dan juga firman Allah SWT dalam Al-Qur'an yang ditujukan kepada orang- orang yang beriman :

Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, Taatilah Allah dan taatilah Rosul-Nya dan Ulil Amri diantara kamu. Kemudian jika kau berlainan pendapat tentang sesuatu, maka

kembalikan ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada hari kemudian.” (Q.S. An-Nisa : 59)

Begitu pula yang terdapat dalam hadits:

Artinya : “ Dari Kasir bin Abdillah dari Bapaknya dari kakeknya sesungguhnya

Rasulullah SAW telah bersabda : "Aku tinggalkan untukmu dua perkara, tidak akan Rasulullah SAW telah bersabda : "Aku tinggalkan untukmu dua perkara, tidak akan

Taat kepada Allah dalam ayat-ayat diatas berarti dalam hal apa saja termasuk dalam hal pendidikan, karena itu dalam menerapkan pendidikan agama hendaknya mengikuti apa yang ditunjukkan oleh Allah SWT melalui kitab suci-Nya yaitu Al- Qur'an.

Sedangkan yang dimaksudkan dengan taat kepada Rasul-Nya dalam hal ini berarti perintah untuk menjadikan Rasulullah Muhammad SAW sebagai teladan yang ideal dalam upaya merealisasikan nilai-nilai yang ada di dalam Al-Qur'an.

Dengan demikian merupakan suatu keharusan untuk menjadikan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai pedoman dalam melaksanakan pendidikan agama. Walaupun Al-Qur'an dan As-Sunnah telah begitu tegas mewajibkan untuk mengikuti keduanya, namun menurut pengamatan sementara dari penulis, masih ada saja yang belum menjadikan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai pedoman dalam mendidik agama. Hal tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan mereka dalam memahami Al-Qur'an dan As-Sunnah tersebut, sehingga mereka merasa cukup dengan apa yang ada pada mereka dan mengambil pedoman-pedoman selain Al-Qur'an dan As-Sunnah tanpa khawatir mengalami kegagalan dan kesesatan di dalam kehidupannya.

3. Sebagai individu, manusia merupakan kesatuan antara jiwa dan raga. Di dalam jiwa manusia terdapat pembawaan-pembawaan yang dapat terpengaruh, baik oleh kata-kata yang tertulis maupun yang terdengar, yang membawanya ke arah yang benar atau yang salah. Kata-kata tersebut dapat membuka jalan ke dalam jiwa secara langsung

4 KH. Munawar Chalil, Kembali kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, (Jakarta : Bulan Bintang, 1973), Cet. Ke-4, h. 67 4 KH. Munawar Chalil, Kembali kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, (Jakarta : Bulan Bintang, 1973), Cet. Ke-4, h. 67

Pembawaan seperti itu merupakan potensi yang perlu dikembangkan ke arah yang positif. Salah satu cara yang dapat mengembangkannya melalui pendidikan adalah dengan menggunakan sarana yang ada pada diri manusia itu sendiri, yakni pendengaran, penglihatan, dan hati. Allah SWT berfirman :

“… Dan Dia memberikan kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur”. (QS. An-Nahl : 78)

Dalam mendidik jiwa manusia, ajaran Islam senantiasa menyesuaikan dengan potensi yang ada pada dirinya. Salah satu ajaran Al-Qur’an yang berkenaan dengan cara mendidik adalah melalui nasihat-nasihat yang baik yang dapat menyentuh perasaan murid yang disebut “mauizhah”, metode yang dapat menyentuh hati, mengarahkan manusia kepada ide yang dikehendaki melalui nasihat-nasihat yang dibarengi dengan keteladanan atau panutan, yang dalam hal ini Rasulullah SAW. Diantara ayat Al-Qur’an yang melandasi penggunaan metode mauizhah, antara lain

“ Dan kami akan memberi kamu taufik kepada jalan yang mudah. Oleh sebab itu, berilah peringatan, karena peringatan itu akan bermanfaat” (QS. Al-A'laa : 8-9)

Selain itu disebutkan dalam ayat lain :

“ Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian . kecuali orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shaleh, dan nasihat-menasihati

supaya menaati kebenaran, dan nasihat-menasihati supaya selalu sabar” (QS. Al-‘Asr : 1-3)

Ayat tersebut mengisyaratkan agar setiap Mukmin saling nasihat-menasihati, baik dalam kebenaran maupun dalam kesabaran, karena nasihat akan memberikan dampak yang positif, baik bagi yang memberi maupun yang diberi. Salah satu contoh bagaimana Al-Qur’an mendidik manusia melalui nasihat, dapat diperhatikan dalam beberapa ayat dari surat Luqman ayat 13 – 19 yang merupakan bagian dari pembahasan skripsi ini. Dengan kata lain mauizhah yang terdapat dalam surat Luqman sangat relevan untuk diaplikasikan karena dalam ayat tersebut dapat ditemukan gagasan pokok berupa keterbukaan, kasih sayang, keseimbangan, dan integritas yang memberikan implikasi

terhadap tindakan praktis pendidikan. 5 Oleh sebab itu, mauizhah dalam Al-Qur’an dapat diangkat sebagai

sebuah metode pendidikan. Dan karena alasan-alasan tersebut diatas, maka penulis berkeinginan membahas aplikasi metode mauizhah tersebut.

5 Drs. Syahidin M. Pd., Metode Pendidikan Qur’ani;Teori dan Aplikasi, (Jakarta : Misaka Galiza, 1999), Cet. 2, h. 102

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Karena luasnya makna Pendidikan Agama dan luasnya tafsir Al-Qur'an serta untuk kejelasan yang akan dibahas, maka perlu bagi penulis untuk membatasi dan merumuskan masalah-masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini.

1. Pembatasan Masalah

Adapun pembatasan masalahnya adalah sebagai berikut :

a. Aspek pendidikan agama yang dimaksud penulis adalah aspek pendidikan agama Islam yang terdapat dalam surat Luqman ayat 12 sampai dengan ayat 19 yang diambil dari materi ayat 12 – 19 surat Luqman.

b. Adapun mengenai metode yang dibahas dalam skripsi ini, karena ada kaitannya dengan pembahasan Surat Luqman ayat 12 – 19, maka yang dimaksud di sini adalah metode mauizhah dalam surat Luqman ayat 12 – 19.

2. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

a. Adakah dalam surat Lukman ayat 12 – 19 aspek pendidikan agama tentang ;

1. Dasar Pendidikan Agama

2. Tujuan Pendidikan Agama

3. Proses Pendidikan Agama dan

4. Hasil yang dicapai dalam Pendidikan Agama

b. Bagaimana aplikasi metode mauizhah yang terdapat dalam surat Luqman ayat 12 sampai dengan ayat 19 ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui aspek pendidikan agama yang terdapat dalam surat Luqman ayat 12 sampai dengan ayat 19

b. Untuk mengetahui bagaimana aplikasi metode mauizhah dalam surat Luqman ayat 12 sampai dengan ayat 19

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan berarti sebagai bahan untuk mengembangkan teori dalam Khazanah Ilmu Pengetahuan

b. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan acuan bagi para pendidik dalam mendidik anak didik, baik itu para orang tua dalam mendidik anaknya, atau para guru di sekolah dan pendidik lainnya di lingkungan non formal. Selain itu juga dapat dijadikan acuan bagi para anak dalam memperlakukan kedua orang tuanya dan berakhlak baik kepada sesamanya.

D. Metodologi Penelitian

Pembahasan skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) dengan mempelajari dan memahami kitab-kitab tafsir, kitab-kitab hadis, kitab-kitab lain yang relevan dengan pembahasan, majalah-majalah, paper dan pendapat para pakar yang ada kaitannya dengan permasalahan yang penulis bahas.

Sedangkan dalam penyusunannya secara teknis, penulis semuanya berpedoman pada buku "Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi", yang di terbitkan oleh Jakarta Press 2002.

Selanjutnya penulis mempersiapkan bahan-bahan yang akan dibahas dari buku-buku dan kitab-kitab yang relevan dengan masalah yang akan dibahas, baik yang sifatnya Primer maupun yang sifatnya sekunder. Sumber-sumber yang sifatnya primer ialah buku-buku atau kitab-kitab yang membahas tentang pendidikan, baik pendidikan secara umum maupun pendidikan Agama. Adapun sumber-sumber yang sifatnya sekunder ialah buku-buku atau kitab-kitab yang tidak secara khusus membahas tentang pendidikan namun ada kaitannya dengan pembahasan.

E. Sistematika Penulisan. Skripsi ini terdiri dari lima bab, masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab. Dan pembahasan ini disusun secara sistematis, sehingga kaitan antara yang satu dengan yang lainnya tidak terputus. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut :

BAB I

Pendahuluan. Dalam bab ini dibahas alasan pemilihan judul, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II

Pengertian, Tujuan dan Prinsip Pendidikan Agama.

Bab ini membahas hal-hal yang berkenaan dengan Pendidikan Agama yang memuat tentang pengertian pendidikan agama, tujuan pendidikan agama, prinsip-prinsip pendidikan agama yang mempunyai 3 prinsip yaitu menyeluruh (Asy-Syumul), kesatuan, dan perkembangan (At- tathawwur), serta Al-Qur’an sebagai sumber pendidikan Agama

BAB III Tafsir Surat Luqman Ayat 12 – 19 Bab ini membahas hal-hal yang berkenaan dengan tafsir surat yang akan dibahas yang memuat tentang Teks Ayat dan Terjemahnya, Sekilas tentang sosok Luqman sebagai Tokoh Pendidikan Agama, Tafsir Surat Luqman ayat 12 – 19 dan Nilai-nilai Pendidikan Agama dalam Surat Lukman ayat 12 sampai dengan ayat 19.

BAB IV

Aplikasi Metode Mauizhah Dalam Surat Luqman Ayat 12 – 19 Bab ini membahas hal-hal yang berkenaan dengan variabel ketiga yaitu metode mauizhah yang memuat tentang Pengertian Mauizhah, Pengertian Metode Mauizhah, Tujuan dan Keistimewaan Metode Mauizhah serta Bentuk Mauizhah, Efektifitas Nasihat dan Aplikasi Metode Mauizhah dalam surat Luqman ayat 12 – 19

BAB V

Penutup.

Bab ini memuat tentang kesimpulan dari pembahasan pokok dalam skripsi ini dan saran-saran yang disampaikan penulis kepada pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan, baik itu di lingkungan formal, informal maupun non formal.

BAB II PENGERTIAN, TUJUAN DAN PRINSIP PENDIDIKAN AGAMA

A. Pengertian Pendidikan Agama

Kata pendidikan agama merupakan dua rangkaian kata yang terdiri dari kata pendidikan dan agama. Sebelum penulis menjelaskan mengenai pendidikan agama, terlebih dahulu akan penulis jelaskan mengenai pengertian pendidikan, kemudian pengertian agama dan selanjutnya pengertian pendidikan agama yang merupakan penggabungan dari kata pendidikan dan kata agama.

Dalam bahasa Indonesia, kata pendidikan terdiri dari kata didik yang mendapat awalan pen dan akhiran an. Kata tersebut sebagaimana yang dijelaskan dalam kamus Bahasa Indonesia adalah suatu perbuatan (hal, cara dan sebagainya) mendidik. Kata pendidikan sering digunakan untuk menerjemahkan kata educatioan dalam bahasa Inggris. Dari segi bahasa, kata education tersebut berasal dari bahasa Latin, yaitu ex yang berarti keluar, dan ducere duc yang berarti mengatur, memimpin dan mengarahkan. Dengan demikian secara kebahasaan pendidikan berarti mengumpulkan, menyampaikan informasi dan menyalurkan bakat, dan pada dasarnya pengertian pendidikan ini terkait dengan konsep penyampaian informasi dan pengembangan bakat

yang tersembunyi. 1

1 W.J.S. Poerdarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta :Balai Pustaka, 1991), Cet. XII, h. 250

Masih dalam pengertian etimologi atau kebahasaan, dijumpai pula kata al-

Tarbiyah ( ΔϴΑήΘϟ΍ ) dalam bahasa Arab. Kata ini sering digunakan oleh para ahli pendidikan Iskam untuk menerjemahkan kata pendidikan dalam bahasa Indonesia.

Sebuah buku karangan Muhammad Athiyah al-Abrasyi yang berjudul al-Tarbiyah al- Islamiyah misalnya, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Prof. H. Bustami A. Ghani dan Johar Bahry (pakar di bidang bahasa Arab) menjadi “Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam.” Demikian pula buku yang berjudul Min al-Ushul al-Tarbiyah Fi al- Islam , karangan Abdul Fattah Jalal diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “ Dasar-dasar Pendidikan Islam”. Begitu pula nama Kementrian di beberapa Negara Arab yang mengurusi bidang pendidikan (Wizarat al-Tarbiyah). Salah satu nama Fakultas yang terdapat di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang menyiapkan guru-guru adalah Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Kenyataan ini menunjukkan pengaruh yang luas dari penggunaan istilah Tarbiyah untuk kegiatan pendidikan. Abdurrahman al-Nahlawi, misalnya lebih cenderung menggunakan kata tarbiyah untuk kata pendidikan. Ia lebih lanjut mengatakan bahwa kata tarbiyah berasal dari tiga kata kerja, yaitu :

Yang pertama adalah kata ( ˴ΑΎ ˴έ )rabaa, ( ˸Ϯ ˵Α ˸ή ˴ϳ )yarbuu yang berarti bertambah

dan bertumbuh, karena pendidikan mengandung misi untuk menambah bekal pengetahuan kepada anak didik dan menumbuhkan potensi yang dimilikinya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT yang terdapat dalam al-Qur’an surat ar-Ruum ayat 39 yang berbunyi sebagai berikut:

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba ini tidak menambah pada sisi Allah…” (Q.S Ar-Ruum : 39)

Kedua dari kata ( ˴ϲ ˶Α ˴έ )rabiya, ( ˴ϰΑ ˸ή ˴ϳ )yarba yang berarti menjadi besar,

karena pendidikan juga mengandung misi untuk membesarkan jiwa dan memperluas wawasan seseorang.

Ketiga adalah dari kata ( ͉Ώ ˴έ )rabba, ( ͊Ώ ˵ή ˴ϳ )yarubbu yang berarti

memperbaiki, menguasai urusan, menuntun,mengatur, mengasuh, mendidik, melatih, membina, bertanggung jawab, menjaga, dan memelihara. 2

Menurut Penulis, kata yang ketiga dari kata kerja ͉Ώ ˴έ kurang tepat untuk asal kata ΔϴΑήΗ karena kata ͉Ώ ˴έ lebih ditekankan kepada proses penciptaan alam (penciptaan secara fisik), padahal tarbiyah yang dimaksudkan oleh kata kerja pertama( ˴ΑΎ ˴έ )dan kedua ( ˴ϲ ˶Α ˴έ )mengacu kepada mendidik secara fisik dan non fisik.

Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqy dalam bukunya al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadz al-Qur’an al-Karim telah menginformasikan bahwa di dalam al-Qur’an kata tarbiyah dengan berbagai kata yang serumpun dengannya diulang sebanyak lebih dari 872 kali. Kata tersebut berakar pada kata rabb. Kata ini sebagaimana dijelaskan oleh Raghib al-Ashfahany, yang dikutip oleh Abuddin Nata, bahwa pada mulanya al- Tarbiyah yaitu Insya’al-syai halan fa halun ila hadd al tamam yang artinya

2 Abdurrahman An-Nahlawi, sebagaimana dikutip oleh Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam , (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1994), Cet. 2, h. 29 2 Abdurrahman An-Nahlawi, sebagaimana dikutip oleh Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam , (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1994), Cet. 2, h. 29

Dengan merujuk pada kajian di atas maka dapat disimpulkan bahwa lafadz al-Tarbiyah mempunyai unsur-unsur pokok sebagai berikut :

1. Memelihara fitrah anak dan memantapkannya dengan penuh perhatian

2. Menumbuhkan aneka ragam bakat anak

3. Mengarahkan fitrah dan bakat anak menuju yang lebih baik dan sempurna

4. melakukan semua proses tersebut secara bertahap.

Selain kata tarbiyah, terdapat juga kata ( ϢϴϠόΘϟ΍ ) Ta’lim. Istilah Ta’lim ini

memberi pengertian sebagai suatu proses pemberian Ilmu pengetahuan, pengertian, pemahaman dan tanggung jawab. Kata Ta’lim juga banyak digunakan dalam menyatakan pendidikan, seperti kitab yang dikarang oleh al-Zarnuji, yaitu Ta’lim al- Muta’allim Thariq al-Ta’allum , seminar tentang pendidikan Islam mengambil nama Mu’tamar al-Ta’limiyat al-Islamiyah , salah satu Kementrian yang terdapat di Saudi Arabia menggunakan nama Wizarat al-Ta’lim al-‘Ali. Hal ini setidaknya memberikan pengakuan terhadap penggunaan kata ta’lim untuk menjelaskan makna. Dalam al- Qur’an dapat ditemukan penggunaan kata Ta’lim ini, salah satunya adalah :

“ Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya kemudian mengemukakan kepada Malaikat”. (QS. Al-Baqarah : 31).

3 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 6

Abdul Fatah Jalal berpendapat bahwa istilah yang lebih komprehensif untuk mewakili istilah pendidikan adalah istilah ta’lim, menurutnya istilah ini justru lebih universal dibanding dengan proses tarbiyah. Untuk ini Jalal mengajukan alasan, bahwa ta’lim berhubungan dengan bekal ilmu pengetahuan. Pengetahuan ini dalam Islam dinilai sesuatu yang memiliki kedudukan yang tinggi. Hal ini misalnya dapat dijelaskan melalui kasus Nabi Adam yang diberikan pengajaran (ta’lim) oleh Tuhan, dengan sebab

ini, para malaikat bersujud (menghormati) Nabi Adam (lihat Q.S. Al-Baqarah : 30-34) 4 Syed Muhammad Naquib al-Attas menawarkan sebuah istilah yang

dianggapnya dapat menggambarkan dan menjelaskan pengertian pendidikan dalam keseluruhan essensinya. Istilah yang dimaksudkannya itu adalah ( Menurutnya istilah yang paling tepat untuk menunjukkan pendidikan Islam adalah

ta’dib. Konsep ini didasarkan pada Hadis Nabi :

“ Tuhan telah mendidikku, Maka ia sempurnakan pendidikanku”. Lebih lanjut ia ungkapkan bahwa penggunaan istilah tarbiyah terlalu luas

untuk mengungkap hakikat dan operasionalisasi pendidikan Islam. Sebab kata tarbiyah yang memiliki arti pengasuhan, pemeliharaan, dan kasih sayang tidak hanya digunakan untuk manusia, akan tetapi juga digunakan untuk melatih dan memelihara binatang atau makhluk Allah lainnya. Padahal sasaran pendidikan adalah manusia. Oleh karenanya, penggunaan istilah tarbiyah tidak memiliki akar yang kuat dalam khazanah Bahasa Arab. Timbulnya istilah ini dalam dunia Islam merupakan terjemahan dari bahasa Latin

4 Ibid ., h. 8

“ educate” atau Bahasa Inggris “education”. Kedua kata tersebut dalam batasan pendidikan Barat lebih banyak menekankan aspek fisik dan material, sementara pendidikan Islam, penekanannya tidak hanya aspek tersebut, akan tetapi juga pada aspek psikis dan immaterial. Dengan demikian, istilah ta’dib merupakan term yang paling tepat dalam khazanah Bahasa Arab karena mengandung arti Ilmu, kearifan, keadilan, kebijaksanaan, pengajaran, dan pengasuhan yang baik, sehingga makna tarbiyah dan

ta’lim sudah tercakup dalam ta’dib. 5 Al-Attas juga berpendapat bahwa istilah tarbiyah tidak berkaitan dengan inti

hakikat pendidikan sebagai “menanamkan ilmu pengetahuan dan intelektualitas serta akhlak mulia”. Istilah tarbiyah lebih menunjuk konotasi sebagai pekerjaan yang bersifat sekuler, mengingat konsep bawaan yang terkandung dalam istilah tersebut berhubungan

dengan pertumbuhan dan perkembangan serta kematangan material dan fisik saja. 6 Menurut penulis Al-Attas pada selanjutnya malah menimbulkan

permasalahan baru, karena ta’dib yang diusungnya itu mengandung arti “civilization” (mencerdaskan budaya), sehingga ia lebih mengacu kepada pembinaan rohani saja.

Semua istilah di atas (tarbiyah, ta’lim dan ta’dib) pada dasarnya sama, yaitu menerangkan kata pendidikan. Ketiganya sama-sama mempunyai hubungan tak terpisahkan dengan “proses memelihara, mengasuh dan mendewasakan anak”. Namun ketiganya berangkat dari sudut pandang dan titik perhatian yang berbeda.

5 DR. H. Samsul Nizar, M.A., Filsafat Pendidikan Islam; Pendidikan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002), Cet. 1, h. 30-31

6 H. Tajab, et. al., Dasar-dasar Kependidikan Islam (Suatu Pengantar Ilmu Pendidikan Islam), (Surabaya : Karya Aditama, 1996), h. 19

Istilah Tarbiyah mengandung konsep yang berpandangan bahwa proses pemeliharaan, pengasuhan, dan pendewasaan anak itu adalah bagian dari proses Rububiyah Allah kepada manusia. Titik pusat perhatian Tarbiyah adalah pada “usaha menumbuhkembangkan segenap potensi pembawaan dan kelengkapan dasar anak secara bertahap dan berangsur-angsur sampai sempurna”. Istilah ta’lim mengandung pandangan bahwa proses pemeliharaan, pengasuhan dan pendewasaan anak itu adalah “usaha mewariskan segala pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan dari generasi tua kepada generasi mudanya”. Dan lebih menekankan pada usaha menanamkan Ilmu pengetahuan yang berguna bagi kehidupan anak. Adapun istilah Ta’dib didalamnya terkandung konsep yang berpandangan bahwa hakekat dari pendewasaan, pemeliharaan dan pengasuhan anak adalah menjadikan (melatih dan membiasakan diri) anak agar berperilaku yang baik dan beradab sopan santun sesuai dengan yang berlaku dalam

masyarakatnya. 7 Dengan demikian Ta’dib mengesankan proses pembinaan terhadap sikap

mental dan akhlak dalam kehidupan. Jadi sasarannya adalah hati dan tingkah laku. Ta’lim mengesankan proses pemberian bekal ilmu pengetahuan atau pengajaran yang hanya terbatas pada penyampaian serta pemberian ilmu pengetahuan dan informasi.

Sedangkan Tarbiyah maknanya lebih luas dari Ta’dib dan Ta’lim. 8 Dengan kata lain, bahwa Ta’lim dan ta’dib sebenarnya adalah bagian dari Tarbiyah, tetapi Ta’lim dan

7 H. Tajab, Dasar-dasar Kependidikan Islam (Suatu Pengantar Ilmu Pendidikan Islam), (Surabaya : Karya Aditama, 1996), h. 19

8 Asnelly Ilyas, Mendambakan Anak Shaleh, (Bandung : Al-Bayan, 1995), Cet. 1, h. 21

Ta’dib yang dikehendaki adalah dalam pengertiannya sebagai proses pembelajaran dan pelatihan. 9

Pada akhirnya penulis berkesimpulan bahwa tarbiyah mengesankan proses pembinaan dan pengarahan serta bimbingan dalam rangka menumbuhkembangkan potensi yang telah ada secara bertahap, istilah ta’lim mengesankan proses pemberian bekal pengetahuan, sedangkan istilah ta’dib mengesankan proses pembinaan terhadap sikap moral dan etika dalam kehidupan. Namun ketiga istilah ini sebenarnya mempunyai hubungan yang tak terpisahkan dengan “proses memelihara, mengasuh dan mendidik.”

Terlepas dari perdebatan makna dari ketiga term di atas, Dalam buku Ilmu Pendidikan yang ditulis oleh Drs. Sudirman, dkk. Disebutkan bahwa asal-usul istilah pendidikan adalah sebagai berikut :

Istilah pendidikan adalah terjemahan dari bahasa Yunani, yaitu paedagogie. Paedagogie asal katanya adalah pais yang artinya ‘anak’ dan again yang terjemahannya adalah ‘membimbing’. Dengan demikian maka paedagogie berarti “bimbingan yang diberikan kapada anak”. Orang yang memberikan bimbingan kepada anak disebut

paedagog. 10

Berikut ini adalah pengertian pendidikan secara terminologi atau istilah menurut para ahli pendidikan antara lain : Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa : Pendidikan ialah : proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseoranng atau

kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. 11

9 H. Tajab, Op. Cit., h. 20 10 Sudirman, et al., Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1991), Cet. 5, h. 4 11 Tim Penyusun, Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1994)edisi kedua, h. 232

Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidkan Nasional Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 dikemukakan : Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui bimbingan , pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Drs. Sudirman, dkk., mengemukakan bahwa Pendidikan berarti usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi dalam

arti mental. 12

adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan

13 Berdasarkan kenyataan yang terkandung dalam pengertian pendidikan yang

telah dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan itu adalah usaha sadar dari orang dewasa untuk menyiapkan peserta didik melalui proses bimbingan, pengasuhan, pengajaran dan pelatihan secara teratur dan sistematis ke arah kedewasaan untuk peranannya di masa yang akan dating.

Yang selanjutnya kata yang kedua adalah kata agama. Agama dalam arti laterleknya adalah peraturan atau tata cara. Sedangkan pengertian agama secara

12 Sudirman, et. al., Op. Cit., h. 5

13 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : al-Ma’arif, 1981), Ce t.

VIII, h. 19 VIII, h. 19

Dalam redaksi yang berbeda JG. Frazer mengartikannya sebagai berikut: ” Agama adalah suatu penyerahan diri kepada kekuatan yang lebih tinggi daripada manusia yang dipercayai mengatur dan mengendalikan jalannya alam dan kehidupan

umat manusia”. 15 Harun Nasution merunut pengertian agama berdasarkan asal kata, yaitu al-

Din, religi (relegere, religare) dan agama. Al-Din (Semit) berarti undang-undang atau hukum. Kemudian dalam bahasa Arab, kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. Sedangkan dari kata religi (Latin) atau relegere berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Adapun kata agama terdiri dari a = tidak ; gam = pergi) mengandung arti tidak pergi, tetap di tempat atau diwarisi turun temurun.

Bertitik tolak dari pengertian kata-kata tersebut Jalaluddin dalam bukunya Psikologi Agama mengutip pendapat Harun Nasution yang mengatakan agama intisarinya adalah ikatan. Karena itu agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia . ikatan dimaksud berasal dari suatu kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap dengan panca indera, namun mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap

kehidupan manusia sehari-hari. 16

14 H.M. Arifin, M.Ed., Belajar Memahami Agama-agama Besar, (Jakarta : CV. Sera Jaya, 1981), Cet. 1, h. 3

15 Ibid., h. 4 16 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 1996, Cet. 1, h. 12

Pengertian agama seperti yang tersebut diatas nampak terlalu umum. Pengetian agama yang menurut sementara para ahli dianggap sebagai definisi yang paling lengkap adalah sebagai berikut :

“ Agama ialah suatu peraturan Ilahi yang menuntun (mendorong) jiwa seseorang yang berakal memegang peraturan Ilahi itu dengan kehendaknya

(pilihannya) sendiri untuk ( mencapai) kebaikan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat.” 17

Menurut penulis definisi inilah yang paling tepat. Pengertian ini melengkapi beberapa pengertian agama sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Di dalam pengertian terakhir ini secara eksplisit ditegaskan bahwa agama ditujukan bagi manusia, karena manusialah yang dianugerahi akal. Akal yang murni dan belum dipengaruhi oleh suatu faham akan mudah menerima peraturan-peraturan Ilahi, yang menuntun manusia ke arah kesentosaan dan kesejahteraan hidup serta membimbing manusia ke arah keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Berdasarkan dari kedua pengertian kata pendidikan dan agama diatas, maka akan dikemukan pengertian pendidikan agama. Pendidikan agama yang dimaksudkan penulis adalah pendidikan agama Islam. Bagi umat Islam, agama merupakan dasar utama dalam mendidik anak-anaknya melalui sarana-sarana pendidikan. Karena dengan menanamkam nilai-nilai agama akan sangat membantu terbentuknya sikap dan

17 K.H.M. Taib Thahir Abd. Mu'in, Ilmu Kalam, (Jakarta :Wijaya, 1997), h. 121 17 K.H.M. Taib Thahir Abd. Mu'in, Ilmu Kalam, (Jakarta :Wijaya, 1997), h. 121

dengan nilai-nilai Islam. 18 Selanjutnya penulis akan mengemukakan beberapa pengertian pendidikan

agama (Islam) yang banyak ditulis oleh pakar-pakar pendidikan, khususnya pendidikan Islam.

Menurut Dra. Zuhairini, dkk., pendidikan agama berarti usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik agar supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam.

Menurut Drs. Ahmad D. Marimba pendidikan Islam yaitu bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian lain seringkali beliau menyatakan kepribadian utama dengan istilah kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat

berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam. 19 Hasil Seminar Pendidikan Islam se-Indonesia tanggal 7 sampai dengan 11

Mei 1960 di Cipayung Bogor : “Pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap

18 Zuhairini, …et . al., Filsafat Pendidikan Islam, ( Jakarta : Bumi Aksara), 1995, Cet. 2, h. 152 19 Drs. H. Djamaluddin, Drs. Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka

Setia, 1998), h. 9 Setia, 1998), h. 9

Prof. Dr. Moh. Athiyah al-Abrasyi dalam bukunya “Dasar-dasar Pokok pendidikan Islam” sebagaimana yang dikutip oleh Zuhairini menegaskan bahwa pendidikan agama adalah untuk mendidik akhlak dan jiwa mereka, menanamkan rasa fadhilah (keutamaan), membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi,

mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya ikhlas dan jujur”. 21 Menurut Moh. Al-Thoumy al-Syaibani yang dikutip oleh Prof. Dr. Armai

Arief, MA., dalam bukunya “Reformulasi Pendidikan Islam” disebutkan bahwa Pendidikan Islam adalah “Usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dengan alam sekitarnya melalui proses pendidikan”. Jadi, proses pendidikan merupakan rangkaian usaha membimbing dan mengarahkan potensi hidup manusia bverupa kemampuan- kemampuan dasar dan kemampuan belajar, sehingga terjadilah perubahan dalam kehidupan pribadinya sebagai makhluk individu dan social, serta dalam hubungannya dengan alam sekitar dimana dia hidup. Proses tersebut senantiasa berada di dalam nilai-

nilai Islami. 22 Dengan demikian pendidikan Islam terlihat pada kejelasan konsepnya

tentang pembentukan kepribadian utama menurut ukuran-ukuran ajaran agama Islam.

20 Ibid., h. 11 21 Zuhairini,… et. al., Op. Cit., h. 155

22 Prof. Dr. Armai Arief, MA, Reformulasi Pendidikan Islam,( Jakarta : CRSD Press, 2005), Cet. 1, h. 186-187

Dengan kalimat yang singkat Dr. Zakiah Daradjat, dkk., memperjelaskan pengertian pendidikan Islam, yaitu : “Pendidikan Islam itu adalah pembentukan

kepribadian muslim.” 23 Setelah dikemukakan beberapa pengertian pendidikan Islam oleh beberapa

pakar, maka penulis berkesimpulan bahwa pendidikan Islam itu mengandung unsur- unsur pokok sebagai berikut :

1. kegiatannya dilakukan secara sengaja, terencana dan sistematis yang harus dilalui secara bertahap

2. adanya bimbingan jasmani dan rohani peserta didik

3. berdasarkan hukum-hukum agama Islam, karena itu tujuan pendidikannya pembentukan kepribadian muslim di mana ia memilih, memutuskan dan berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam.

4. apa yang diberikan kepada anak didik itu sedapat mungkin dapat mendorong tugas dan perannya di masyarakat, baik sebagai makhluk pribadi maupun sebagai makhluk sosial, serta dalam hubungannya dengan alam sekitar di mana ia hidup.

B. Tujuan Pendidikan Agama

Tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah usaha dan kegiatan selesai. Maka pendidikan, karena merupakan suatu usaha dan kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, tujuannya pun bertahap dan bertingkat.

23 Zakiah Daradjat, et. al., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), Cet. 2, h. 25

Tahapan dan tingkatan tujuan pendidikan tersebut akan bermuara pada tujuan akhir (ultimate aims of education), yaitu tujuan ideal yang diharapkan terbentuk dan pribadi manusia yang diinginkan.

Dengan demikian jika berbicara tentang tujuan akhir pendidikan Islam, berarti berbicara tentang nilai-nilai ideal yang bercorak Islami. Hal ini mengandung makna bahwa tujuan Pendidikan Islam tidak lain adalah tujuan yang merealisasi idealitas Islam. Sedang idealitas Islam itu sendiri adalah mengandung nilai perilaku manusia yang didasari atau dijiwai oleh iman dan takwa kepada Allah sebagai sumber kekuatan yang mutlak dan harus ditaati.

Dalam Kongres se-Dunia ke II tentang Pendidikan Islam tahun 1980 di Islamabad, menyatakan bahwa : Tujuan Pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan

pertumbuhan kepribadian manusia (peserta didik) secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran (intelektual), diri manusia yang rasional; perasaan dan indera. Karena itu pendidikan hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik;aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif; dan mendorong semua aspek tersebut ke arah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan Muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara

pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia 24 .

Oleh karena itu, tujuan pendidikan Islam, menurut Ashraf, adalah penyerahan diri secara mutlak kepada Allah. Bahkan lebih tandas lagi, Quraish Shihab, seorang mufassir kenamaan Indonesia, meyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah

24 DR. H. Samsul Nizar, M.A., Filsafat Pendidikan Islam; Pendidikan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002), Cet. 1, h. 38 24 DR. H. Samsul Nizar, M.A., Filsafat Pendidikan Islam; Pendidikan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002), Cet. 1, h. 38

pijakan pemanfaatan ilmunya. 25 Tujuan pendidikan pada dasarnya merupakan perubahan yang diinginkan dan

diusahakan oleh proses pendidikan atau usaha pendidikan, baik pada dataran tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya maupun kehidupan bermasyarakat serta alam sekitar.

Selanjutnya, menurut Hasan Langgulung, berbicara tentang tujuan pendidikan tidak dapat tidak mengajak kita berbicara tentang tujuan hidup. Sebab pendidikan bertujuan untuk memelihara kehidupan manusia. Tujuan hidup ini menurutnya tercermin dalam ayat 162 Surat al-An’am yang artinya : “Katakanlah : Sesungguhnya Shalatku, dan ibadahku seluruh hidup dan matiku semuanya hanya untuk

Allah Tuhan seluruh alam. 26 Dra. Zuhairini, dkk., dalam bukunya Metodik Khusus Pendidikan Agama

menyebutkan bahwa tujuan umum Pendidikan Agama ialah membimbing anak agar mereka menjadi orang Muslim sejati, beriman teguh, beramal sholeh dan berakhlak mulia serta berguna bagi masyarakat, Agama dan Negara.

Tujuan pendidikan Agama tersebut adalah merupakan tujuan yang hendak dicapai oleh setiap orang yang melaksanakan pendidikan agama. Karena dalam

25 DR. Abdurrahman Mas’ud, et . al., Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka pelajar, 2001), Cet. 1, h. 65

26 Drs. H. Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet. 1, h. 49-50 26 Drs. H. Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet. 1, h. 49-50

Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56 yang berbunyi :

“ Aku tidak menjadikan jin dan manusia kecuali agar mereka itu beribadat kepada-Ku.”

Disamping beribadat kepada Allah, maka setiap Muslim di dunia ini harus mempunyai cita-cita untuk dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 201 :

“ Diantara mereka ada yang berkata, Ya Tuhan kami berikanlah kepada kami

kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa api neraka.”

Tujuan umum pendidikan Agama tersebut dengan sendirinya tidak akan dapat dicapai dalam waktu sekaligus, tetapi membutuhkan proses atau membutuhkan

waktu yang panjang dengan tahap-tahap tertentu. 27 Akhirnya, meskipun banyak dijumpai rumusan-rumusan dari beberapa

pemikir Islam tentang tujuan Pendidikan Islam, penulis menemukan suatu aspek

27 Dra. Zuhairini, dkk., Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya : Usaha Nasional, 1983), Cet. VIII, h. 45-46 27 Dra. Zuhairini, dkk., Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya : Usaha Nasional, 1983), Cet. VIII, h. 45-46