PENGARUH TINGKAT PEMAHAMAN MATERI SOSIAL

PENGARUH TINGKAT PEMAHAMAN MATERI
SOSIALISASI PEMILIHAN UMUM WALIKOTA YOGYA 2017
OLEH KPU KOTA YOGYAKARTA TERHADAP TINGKAT
PARTISIPASI POLITIK PADA WARGA GONDOKUSUMAN DI
YOGYAKARTA

Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah
Metode Penelitian Komunikasi Kuantitatif dan Statistika
Dosen Pengampu : Dr. Suciati, S.Sos., M.Si.

Disusun Oleh :
Muhammad Afnan Banu Aji
20140530306
Kelas A

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pemilihan umum memegang peranan penting dalam demokrasi yang

menentukan kebijakan pemerintah ke depannya. Oleh karena itu pemilu harus
diperhatikan lebih lanjut, agar masyarkat tidak mengalami disinformasi yang
mengakibatkan tidak menggunakan hak suara dalam memilih dalam artian
Golput (Golongan Putih).
Selama ini tingkat partisipasi masyarakat dalam memilih memang sangat
kurang, seperti halnya di Kota Yogyakarta misalnya. Merujuk pada data KPU
Kota Yogyakarta dalam Pemilihan Umum Walikota (Pilwali) Yogya, dimana
tingkat partisipasi pemilih di Pilwali 2006 hanya 53% dan Pilwali 2011 hanya
naik sedikit menjadi 54%. Melihat itu semua "Kami membidik partisipasi
masyarakat dalam Pilwali tahun 2017 mendatang dapat meningkat menjadi
67,5%," ujar Wawan Budianto selaku Kepala KPU Kota Yogyakarta.
(http://jogja.tribunnews.com/2016/02/12/tingkat-partisipasi-pemilih-di-kotayogya-masih-rendah-dalam-pilkada, 2016).
Tahun 2017 ini tepatnya pada tangga 15 Februari 2017 merupakan jadwal
dilaksanakannya Pemilihan Umum Walikota Yogyakarta. Setidaknya ada 14
Kecamatan yang akan ikut berpartisipasi dalam memilih Walikota dan Wakil
Walikota Yogyakarta tersebut.
Dalam pemilu, isu utama yang menjadi masalah besar tersebut biasanya
terjadi pada partisipasi masyarakat dalam memilih calon Walikota. Sering kali
masyarakat menganggap hal ini remeh, padahal isu semacam ini harus
diperhatikan lebih lanjut mengingat hak suara itu menentukan kebijakan

pemerintah untuk seluruh masyarakat ke depannya, dalam hal ini adalah
masyarakat Kota Yogyakartan khususnya.
Melihat pentingnya isu tersebut, KPU Kota Yogyakarta juga ikut serta
dalam menangani dan memanajemen masalah tersebut. Adapun upayanya
dilakukan, salah satunya dengan sosialisasi terkait Pemilu Walikota Yogyakarta
di berbagai wilayah di Kota Yogyakarta itu sendiri. Pada sosialisasi pemilu
Walikota tahun ini ada yang sedikit membedakan sosialisasi Pilwali Kota
Yogyakarta dan sosialisasi Pilwali di Kota lainnya, dimana sosialisasi pemilu
Walikota tahun 2017 tersebut lebih dikemas secara baik dan mampu
menjangkau masyarakat secara langsung sekaligus menginspirasi kota lainnya,

seperti pembuatan “Gubug Informasi” di berbagai titik di Kecamatan Kota
Yogyakarta. Ini bukan sembarang gubuk, melainkan pusat informasi mengenai
seluk-beluk pemilihan wali kota Yogyakarta 2016. Gubuk informasi ini juga
menjadi tempat berkumpul, berdialog, dan bertanya warga mengenai pilwali
2017.

(http://www.kpu-jogjakota.go.id/main.php?h=QmVyaXRhSXNp

&i=MjI2#sthash.B3osr7QN.dpuf, 2016). “Gubuk Informasi” yang berada di

setiap Kecamatan Kota Yogyakarta itu sendiri juga merupakan praktik perdana
sosialisasi dalam sejarah pemilu di Indonesia. Inilah yang menjadi alasan
penulis memilih Kota Yogyakarta sebagai objek penelitian terkait sosialisasi
Pilwali 2017.
Selain itu sosialisasi pemilu Walikota Yogya tahun 2017 juga sangat
terbaharukan, pasalnya sosialisasi pemilu Walikota Yogya tahun 2017 tersebut
juga lebih dikemas secara fresh dan kreatif, salah satunya dengan mengadakan
acara Car Free Day (CFD) di sepanjang Jalan Jendral Sudirman,
Gondokusuman, Yogyakarta pada Ahad, 17 Juli 2016 beberapa saat lalu.
Sosialisasi yang dilakukan di CFD tersebut juga bukan karena sebab,
mengingat banyak dari warga ataupun masyarakat Kecamatan Gondokusuman
tersebut tidak menggunakan hak pilihnya di Pilwali 2011 lalu. Itu semua sesuai
dengan data dari KPU Kota Yogyakarta yang menunjukan bahwa 41,6% dari
jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kecamatan Gondokusuman tidak datang
ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk melakukan pencoblosan.
“Gondokusuman memang tercatat partisipasi pemilihnya rendah dibanding
wilayah lain” ujar Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Gondokusuman
Ratri Andaru Respati di Pilwali 2011 tersebut. (http://tribunjateng.comseparuhpemilih-di-gondokusumo-tidak-gunakan-haknya.html, 2016). Pada dasarnya
sosialisasi kreatif semacam ini dilakukan agar tingkat partisipasi masyarakat
dalam memilih semakin tinggi, sehingga demokrasi di Kota Yogyakarta ini

juga semakin ideal, dalam artian jauh dari golput.
Secara logika, ada beberapa sebab yang melatarbelakangi sebagian besar
masyarakat Gondokusuman menjadi tidak aktif untuk memilih Walikota, salah
satunya berdasar kasus Pilwali Kota Yogyakarta di tahun sebelumnya, banyak
dari masyarakat Gondokusuman yang mengalami kendala dalam akses

informasi serta mengalami kesulitan dalam memahami materi sosialisasi terkait
pemilihan umum untuk Walikota Yogyakarta tersebut. Hal inilah yang menjadi
menarik untuk diteliti lebih lanjut.
Penelitian ini dilakukan guna menunjukkan bagaimana pengaruh tingkat
pemahaman terhadap materi sosialisasi Pemilu Walikota Yogyakarta 2017 yang
dilakukan oleh KPU Kota Yogyakarta terhadap tingkat partisipasi politik
masyarakat dalam memilih Walikota Yogyakarta pada Tahun 2017 mendatang.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran untuk KPU Kota
Yogyakarta pada khususnya, dalam hal membuat prosedur sosialisasi Pemilu
ke depannya dan Masyarakat Kota Yogyakarta pada umumnya untuk lebih
sadar akan pentingnya memahami materi terkait Pemilu Walikota Yogyakarta,
atau pemilu-pemilu yang diselenggarakan lainnya.

B. RUMUSAN MASALAH

Seberapa besar pengaruh tingkat pemahaman masyarakat terkait materi
sosialisasi pemilu terhadap tingkat partisipasi politik pada Pemilihan Umum
Walikota Yogyakarta tahun 2017 ?

C. KERANGKA TEORI
1. Teori Matematikal Komunikasi
Teori ini merupakan bentuk penjabaran dari karya Claude Shannon dan
Warren Weaver (1949) Mathematical Theory of Communication. Teori ini
melihat komunikasi sebagai fenomena mekanistis, matematis, dan
informatif. Komunikasi sebagai transmisi pesan dan bagaimana transmitter
menggunakan saluran dan media komunikasi. Ini merupakan salah satu
contoh gamblang dari mazhab proses yang mana melihat kode sebagai
sarana untuk mengonstruksi pesan dan menerjemahkannya (encoding dan
decoding). Titik perhatiannya terletak pada akurasi dan efisiensi proses.
Proses yang dimaksud adalah komunikasi seorang pribadi yang bagaimana
ia mempengaruhi tingkah laku atau state of mind pribadi yang lain. Jika efek

yang ditimbulkan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka mazhab
ini cenderung berbicara tentang kegagalan komunikasi. Ia melihat ke tahaptahap dalam komunikasi tersebut untuk mengetahui di mana letak
kegagalannya. Selain itu, mazhab proses juga cenderung mempergunakan

ilmu-ilmu sosial, terutama psikologi dan sosiologi, dan cenderung
memusatkan dirinya pada tindakan komunikasi. (Lingga, 2016).
Model Matematikal itu menggambarkan komunikasi sebagai proses linier :

(Gambar 1. Model Matematikal Shannon dan Weaver)
Gambar 1 tersebut menunjukan bahwa sumber informasi memproduksi
sebuah (message) untuk dikomunikasikan. Pesan tersebut dapat terdiri dari
kata-kata lisan atau tulisan, musik, gambar dan lain-lain. Pemancar
(transmitter) mengubah pesan menjadi isyarat (signal) yang sesuai bagi
saluran yang akan dipergunakan. Saluran (channel) adalah media yang
menyalurkan isyarat dari pemancar kepada penerima (receiver). Dalam
percakapan sumber informasi adalah benak (brain) pemancar adalah
mekanisme suara yang menghasilkan isyarat, saluran (channel) adalah
udara. Penerima (receiver) melakukan kebaikan operasi yang dilaksanakan
pemancar, yakni merekonstruksi pesan dan isyarat. Tujuan (destination)
adalah orang atau benda kepada siapa atau kepada apa pesan ditujukan.
(Effendi, 1993: 257-258)
2. Teori Perkembangan Kognitif

Salah satu penggiat teori ini adalah Jean Peaget. Piaget menyatakan

bahwa perkembangan kognitif bukan hanya hasil kematangan organisme,
bukan pula pengaruh lingkungan semata, melainkan hasil interaksi diantara
keduanya. Jean Peaget mengatakan bahwa seseorang dapat membangun
secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Dalam pandangan Piaget,
terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu
pengorganisasian dan penyesuaian. (Rini, 2016)
Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif sebagai skemata
(Schemas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seseorang individu dapat
mengikat, memahami dan memberikan respons terhadap stimulus
disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara
kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya.
Piaget memakai istilah scheme dengan istilah struktur. Scheme adalah pola
tingkah laku yang dapat diulang dan scheme berhubungan dengan:
1. Refleks-refleks pembawaan, seperti bernapas, makan, minum.
2. Scheme mental, seperti scheme of classification (pola tingkah laku yang
masih sukar diamati seperti sikap), scheme of operation (pola tingkah
laku yang dapat diamati).
Selain itu ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan
kognitif (Dahar, 2011: 141) :
1. Fisik

Interaksi antara individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan
baru, tetapi kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk
mengembangkan pengetahuan kecuali jika intelegensi individu dapat
memanfaatkan pengalaman tersebut.
2. Kematangan
Kematangan sistem syaraf menjadi penting karena memungkinkan
seseorang memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik.
Kematangan membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan

kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi secara kognitif.
Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berlainan tergantung
pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri.
3. Pengaruh sosial
Lingkungan sosial termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman
fisik dapat memacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif.
4. Proses pengaturan diri yang disebut ekuilibrasi
Proses pengaturan diri dan pengoreksi diri, mengatur interaksi spesifik
dari individu dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman
sosial dan perkembangan jasmani yang menyebabkan perkembangan
kognitif berjalan secara terpadu dan tersusun baik.

3. Teori Pilihan Rasional
Teori pilihan rasional (Rational Choice Theory) sering pula disebut
sebagai teori tindakan rasional (Rational Action Theory), memiliki kaitan
awal dengan sosiologi Max Weber dan teori ekonomi. Teori ini pada
awalnya berpengaruh kuat pada analisis-analisis ekonomi, tetapi kemudian
diadopsi pula oleh sosiologi, psikologi, ilmu politik. Perannya sebagai
perekat teoritis dalam ilmu-ilmu sosial, humaniora, filsafat, etnik dan
hukum.
Teori ini berkembang di dalam sosiologi populer tahun 1990-an, mulai
masuk ke dalam Asosiasi Sosiologi Amerika setelah munculnya penerbitan
Jurnal Rationality and Society tahun 1989 dan berdirinya Seksi Pilihan
Rational (Rational Choice Section) tahun 1994 di negara tersebut.
Gambaran sederhana teori ini, di dalam kehidupan, setiap manusia selalu
dihadapkan berbagai pilihan, menyangkut cita-cita, cinta, pendidikan,
bekerja, berkeluarga, berorganisasi, berpolitik. Manusia memakai nalar,
untuk satu pilihan dan menerima resiko atas pilihan tersebut.

Tokoh terkenal yang konsen dalam teori tersebut adalah James S.
Coleman. Ada dua unsur utama dalam teori Coleman tersebut, yakni aktor
dan sumber daya. Berikut adalah penjelasan terkait yang dipaparkan oleh

(Coleman dalam Ritzer, 2007: 394) :
“Basis minimal untuk sistem sosial tindakan adalah dua orang aktor,
masing-masing mengendalikan sumber daya yang menarik perhatian pihak
yang lain. Perhatian satu orang terhadap sumber daya yang dikendalikan
orang lain itulah yang menyebabkan keduanya terlibat dalam tindakan
saling membutuhkan. Terlibat dalam sistem tindakan, selaku aktor yang
mempunyai tujuan, masing-masing bertujuan untuk memaksimakan
perwujudan kepentingan yang memberikan ciri saling tergantung atau ciri
sistemik terhadap tindakan mereka.”
Menurut Friedman dan Hechter ada tiga kelebihan yang dimiliki oleh teori
pilihan rasional, yaitu : (Muhammad Rifai, 2015)
a. Memiliki kontribusi pada area pengukuran
b. Sebagai pendekatan pertikaian dalam institusi sosial dan
c. Memberikan kemungkinan tentang cara untuk menjawab pilihan tujuan
individu.
Itulah penjelasan singkat teori terkait Pengaruh Tingkat Pemahaman Materi
Sosialisasi Pemilihan Umum Walikota Yogya 2017 Terhadap Tingkat
Partisipasi Politik Pada Warga Gondokusuman di Yogyakarta.

D. HIPOTESIS

Sosialisasi Pilwali Yogya yang dilakukan oleh KPU Kota Yogya akan
mempengaruhi partisipasi politik masyarakat. Maka kemungkinan masyarakat
yang mendapatkan sosialiasi akan lebih tinggi tingkat partisipasi politiknya,
sedangkan masyarakat yang belum atau tidak mendapatkan sosialisasi akan

lebih rendah atau bisa jadi apatis dalam hal partisipasi politik di Pilwali Yogya
2017.
Ha :

Ada pengaruh antar tingkat pemahaman materi sosialisasi Pemilu
Walikota Yogya 2017 dengan tingkat partisipasi politik warga

Ho :

Kecamatan Gondokusuman, Yogyakarta.
Tidak ada pengaruh antar tingkat pemahaman materi sosialisasi
Pemilu Walikota Yogya 2017 dengan tingkat partisipasi politik warga

Kecamatan Gondokusuman, Yogyakarta.
Itulah Ha dan Ho dari judul proposal dalam penelitian terkait pengaruh
tingkat pemahaman materi sosialisasi pemilihan umum Walikota Yogya 2017
oleh KPU Kota Yogyakarta terhadap tingkat partisipasi politik pada Warga
Gondokusuman di Yogyakarta.

E. KERANGKA PIKIR
Membahas mengenai tingkat pemahaman, dalam hal ini terkait dengan
materi sosialisasi pemilih Walikota Yogyakarta yang akan dilaksanakan pada
tahun 2017 mendatang dan pengaruhnya pada tingkat partisipasi politik dalam
pemilu Pilwali Kota Yogyakarta 2017 itu memang saling berkaitan satu sama
lain. Itu semua bisa dilihat dari definisi beserta pendapat ahli terkait hubungan
antar kedua variabel tersebut.
Pengertian pemahaman menurut psikologi umum yang disitir Evana (1997)
merupakan suatu proses pengertian logis dengan aktifitas fikir dalam menerima
informasi yang dilakukan secara sadar, sengaja dan teliti melalui indera, setelah
terjadi pengubahan informasi menjadi simbol informasi atau gelombang listrik
dalam otak selanjutnya simbol tersebut akan disimpan di dalam memori (sistem
pengolahan informasi dalam otak) dalam jangka yang panjang atau permanen
sewaktu-waktu siap untuk dipanggil kembali.
Melihat pengertian di atas sangat jelas sekali, jika pemahaman yang
disimpan dalam otak sewaktu-waktu akan dipergunakan kembali, baik dalam

aspek kognitif, aspek afektif ataupun psikomotorik yang secara langsung
ataupun tidak langsung melakukan respon terhadap pemahaman yang di dapat.
Aspek psikhomotorik itu sendiri merupakan respon berupa tindakan dan
pernyataan mengenai perilaku. Perilaku merupakan salah satu aspek dari sikap
seseorang yang berkaitan dengan proses interaksi sosial antara dirinya dengan
sesamanya, sehingga perilaku tersebut cenderung mengarah dan berhubungan
dengan individu lainnya. Respon yang dilakukan bisa dalam bermacam-macam
bentuk. Salah satunya dalam bentuk perilaku praktik partisipasi politik.
Herbert McClosky berpendapat bahwa partisipasi politik adalah kegiatankegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil
bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak
langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum. Untuk lebih jelasnya,
berikut adalah ilustrasi hubungan antara tingkat pemahaman terkait sosialisasi
materi dan tingkat partisipasi politik dalam Pilwali Yogya 2017 mendatang.

(Gambar 2. Hubungan antar Variabel)
Itulah singat hubungan antara variabel tingkat pemahaman sosialisasi materi
Pilwali Yogya 2017 dan tingkat partisipasi politik pada Pilwali Yogya 2017.

F. DEFINISI KONSEPTUAL DAN OPERASIONAL
Definisi Konseptual
a. Variabel X : Tingkat Pemahaman

- Tingkat : Menyatakan Kualitas atau keadaan yang sangat, dipandang dari
titik tertentu (KBBI, 2012)
- Pemahaman :
Kemampuan untuk menerjemahkan, menginterpretasikan (menafsirkan),
mengekstrapolasi (mengungkapkan makna dibalik suatu kalimat) dan
menghubungkan diatas fakta atau konsep. (Syafrudin, 2002)
Melihat pengertian di atas, jadi bisa dijelaskan bahwa Tingkat
Pemahaman adalah kualitas atau keadaan yang sangat, dipandang dari titik
kemampuan untuk menerjemahkan, menginterpretasikan (menafsirkan),
mengekstrapolasi (mengungkapkan makna dibalik suatu kalimat) dan
menghubungkan diatas fakta atau konsep
b. Variabel Y : Tingkat Partisipasi Politik
- Tingkat : Menyatakan Kualitas atau keadaan yang sangat, dipandang dari
titik tertentu (KBBI, 2012)
- Partisipasi Politik :
Kegiatan-kegiatan sukarela dari warga

masyarakat

melalui

mana

mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, secara
langsung, maupun tidak langsung dan dalam proses pembentukan
kebijakan umum. (Herbert Mc.Klosky).
Melihat pengertian di atas, jadi bisa dijelaskan bahwa Tingkat Partisipasi
Politik adalah kualitas atau keadaan yang sangat, dipandang dari kegiatankegiatan sukarela dari warga

masyarakat

melalui

mana

mereka

mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, secara langsung,
maupun tidak langsung dan dalam proses pembentukan kebijakan umum.
Definisi Operasional
a. Variabel X : Tingkat Pemahaman
Tingkat

kemampuan

untuk

menerjemahkan,

menginterpretasi

dan

mengekstrapolasi pesan sosialisasi materi pemilihan umum Walikota Yogya
tahun 2017 oleh Warga Gondokusuman, Yogyakarta.
Hal ini diukur dengan :

1. Seberapa

paham

Warga

Gondokusuman,

Yogyakarta

dalam

Yogyakarta

dalam

Yogyakarta

dalam

menerjemahkan pesan sosialisasi ?
2. Seberapa

paham

Warga

Gondokusuman,

menginterpretasikan pesan sosialisasi ?
3. Seberapa

paham

Warga

Gondokusuman,

mengekstrapolasikan pesan sosialisasi ?
b. Variabel Y : Tingkat Partisipasi Politik
Tingkat kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana
mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, secara
langsung, maupun tidak langsung dan dalam proses pembentukan kebijakan
umum

di

Pemilihan

Walikota

Yogya

tahun

2017

oleh

Warga

Gondokusuman, Yogyakarta.
Hal ini diukur dengan :
1. Seberapa besar Warga Gondokusuman, Yogyakarta mengambil bagian
dalam proses pemilihan di Pilwali Yogya 2017 ?
2. Seberapa besar Warga Gondokusuman, Yogyakarta berkontribusi dalam
pembentukan kebijakan di Pilwali Yogya 2017 ?

G. METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian merupakan cara teknis tentang metode yang digunakan
dalam penelitian. (Sulistyo-basuki, 2006:93). Adapun Metodologi yang dipakai
oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif untuk mengukur
seberapa besar pengaruh tingkat pemahaman materi sosialisasi terhadap tingkat
partisipasi politik di Pilwali Yogya 2017.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian eksplanatif, yaitu penelitian
yang bertujuan untuk menerangkan, menguji hipotesis dari variabel-variabel
penelitian. Fokus penelitian ini adalah analisis hubungan-hubungan antara
variabel (Singarimbun, 1981). Dalam penelitian eksplanatif tersebut penulis

menggunakan jenis penelitian sensus. Penelitian sensus itu sendiri
merupakan penelitian yang mengambil satu kelompok populasi sebagai
sampel secara keseluruhan dan menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpulan data untuk mendapatkan infromasi spesifik (Usman, 2008).
2. Sumber Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan dan mengandalkan data dari
peristiwa atau aktivitas terkait sosialisasi pemilu Walikota Yogya tahun 2017
dan gambaran terkait tingkat partisipasi politik dalam memilih Walikota
Yogyakarta di periode sebelumnya.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik
pengumpulan data primer dan sekunder. Dimana dalam penelitian primer
penulis

menggunakan

kuisioner,

wawancara

dan

observasi

untuk

memperoleh data terkait penelitian. Sedangkan data sekunder diperoleh dari
melakukan studi perpustakaan melalui literatur, surat kabar, jurnal, serta
situs internet yang dapat memberikan informasi yang sesuai dengan
penelitian terkait.
4. Teknik Sampling
Penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta.
Adapun teknik pengambilan sampelnya menggunakan Cluster Sampling.
Teknik ini digunakan apabila populasi terbesar dalam beberapa daerah,
provinsi, kabupaten, kecamatan dan seterusnya. Pada peta daerah diberi
petak dan setiap petak diberi nomor. Nomor-nomor itu kemudian ditarik
secara acak untuk dijadikan anggota sampelnya. (Rakhmat, 2012: 44).
5. Uji Validitas dan Reliabilitas
Menurut Nawawi dalam bukunya Metode Penelitian Bidang Sosial, 1998.
Adapun dalam uji validitas data tersebut digunakan sebagai alat test atau
alat ukur, yang validitasnya diukur berdasaran perhitungan statistik berupa
teknik korelasi. Berikut adalah rumus dari teknik korelasi :

(Gambar 3. Rumus Uji Korelasi)
Keterangan
r xy

: Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

Σx y : Jumlah perkalian antara variabel x dan Y

∑x

2

: Jumlah dari kuadrat nilai X

2

: Jumlah dari kuadrat nilai Y

∑y

x
∑¿ : Jumlah nilai X kemudian dikuadratkan
¿
¿
y
∑¿ : Jumlah nilai Y kemudian dikuadratkan
¿
¿
Cara tersebut dimungkinkan karena setiap item test memiliki hanya satu
jawaban yang paling benar. Selain itu validitas data juga didukung dengan
pengumpulan data lainnya, seperti observasi, interview dan kuesioner.
Sedangkan reliabilitas yang dimaksud tersbut difungsikan untuk melihat
tingkat atau keajegan alat tersebut dalam mengungkapkan gejala tertentu
dari sekelompok individu, walaupun dilakukan pada waktu yang berbeda.
Gejala yang tampak dalam pengumpulan data pertama tetap bertahan atau
tidak berubah pada pengukuran kedua dan seterusnya bila dipergunakan
dengan alat yang sama. Begitu pula dengan pengukuran atau pengumpulan
data berikutnya adalah ekuivalen dengan pengukuran atau pengumpulan
data sebelumnya dengan mempergunakan alat pengukur atau pengumpul
data yang sama juga.

Pengukuran tingkat reliabilitas alat pengumpul data hanya dapat dilakukan
dengan pehitungan statistika korelasi. Data tersebut dapat diperoleh dari
hasil uji coba (try out) pada sejumlah individu di luar sampel tetapi berasal
dari populasi yang sama. Adapun dalam penelitian ini hasil uji coba yang
penulis sasar adalah warga Gondokusuman mengingat beberapa saat yang
lalu di Kecamatan tersebut juga pernah mendapatkan sosialisasi Pilwali
2017 oleh KPU Kota Yogyakarta.
6. Teknik Analisis Data
Semua data yang telah didapatkan akan dianalisis menggunakan Software
Statistic Product and Service Solution (SPSS) dan selanjutnya akan
dilakukan uji regresi linier. Berikut adalah gambaran singkat terkait rumus
uji regresi linier :

Y=a+bx
(Gambar 4. Rumus Uji Regresi Linier)
Keterangan
Y

: Variabel tak bebas

X

: Variable bebas

a

: Intersep (titik potong kurva terhadap sumbu y)

b

: Kemiringan (slope) kurva linear x = variabel bebas

Untuk menganalisis tingkat pemahaman dan partisipasi masyarakat dalam
Pilwali Kota Yogya tahun 2017. Dalam hal ini, pengukuran tingkat
persetujuan menggunakan skala yang dikembangkan dari skala likert yang
merupakan skala interval (Sekaran, 2006). Skala dalam penelitian ini
menggunakan 5 poin skala yang diberikan bobot nilai, berikut adalah
gambaran skala Likert :

JAWABAN

NILAI

Sangat Setuju
Paham
Netral
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju

5
4
3
2
1

(Gambar 5. Skala Likert)
Itulah sedikit enjelasan terkait metode penelitian yang akan penulis
aplikasikan.

H. DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Dahar, R.W. 2011. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Erlangga.
Effendi, Onong Uchjana. 1993. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung:
Citra Aditya Bakti.
Nawawi, Hadari. 1998. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Rakhmat, Jalaluddin. 2012. Metode Penelitian Komunikasi (Dilengkapi
Contoh dan Analisis Statistik). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
Ritzer, George & Douglas J. Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:
Kencana.
Sekaran, Uma, 2006. Metodologi Penelitian untuk Bisnis (Edisi 4), Jakarta:
Salemba Empat.

Singarimbun, M. Dan S. Effendi, 1981. Metode Penelitian Survey. Jakarta:
LP3S.
Surbakti, Ramlan. 2007. Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia
Widisarana Indonesia.
Sulistyo-Basuki. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra
dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
Syafruddin, Nurdin. 2002. Guru Profesinal dan Implementasi Kurikulum.
Jakarta: Ciputat Pers.
Usman, Husaini. Purnomo Setiady Akbar. 2008. Metodologi Penelitian Sosial
(Edisi Kedua). Jakarta: Bumi Aksara.

Daftar Website
Kamus

Besar

Bahasa

Indonesia,

2012,

Definisi

Teknik.

(http://kbbi.web.id/teknik, diakses pada 22 Oktober 2016, Pukul 09.26 WIB)
Rendika Ferri, 2016, Tingkat Partisipasi Pemilih di Kota Yogya Masih Rendah
dalam Pilkada. (http://jogja.tribunnews.com/2016/02/12/tingkat-partisipasipemilih-di-kota-yogya-masih-rendah-dalam-pilkada,

diakses

pada

02

November 2016, Pukul 16.01 WIB)
Rina Eviana, 2011, Separuh Pemilih di Gondokusumo Tidak Gunakan Haknya.
(http://jateng.tribunnews.com/2011/09/29/separuh-pemilih-digondokusumo-tidak-gunakan-haknya, diakses pada 02 November 2016,
Pukul 16.29 WIB)

KPU Kota Yogyakarta, 2016, KPU Kota Yogyakarta Sosialisasikan Tahapan
Pilwali Jogja di Car Free Day Sudirman Yogyakarta. (http://kpujogjakota.go.id/main.php?h=QmVyaXRhSXNp&i=MjEw, diakses pada 03
November 2016, Pukul 06.21 WIB)
Eprints

Undip,

2016,

Bab

III

Metode

Penelitian.

(eprints.undip.ac.id/40765/3/BAB_III.docx, diakses pada 03 November
2016, Pukul 07.03 WIB)
KPU Kota Mojokerto, 2016, Survey Tingkat Pengetahuan Masyarakat Kota
Mojokerto

Tentang

Pelaksanaan

Pemilihan

Umum.

(http://www.kpu.go.id/koleksigambar/Survei_Tingkat_Pengetahuan_Masyar
akat_Kota_Mojokerto.pdf, diakses pada 03 November 2016, Pukul 11.25
WIB)
Muhammad

Rifai,

2015,

Teori

Pilihan

(http://ensiklo.com/2015/09/teori-pilihan-rasional/,

Rasional.

diakses

pada

06

November 2016, Pukul 20.16 WIB)
Rini

Andriani,

2016,

Teori

Perkembangan

Kognitif

Jean

Piaget.

(http://www.membumikanpendidikan.com/2015/02/teori-perkembangankognitif-jean-piaget.html, diakses pada 11 November 2016, Pukul 23.20
WIB)
Lingga Agung Partawijaya, 2016, Teori-Teori Komunikasi yang Aplikatif
dalam Ranah Seni. (http://linggaagung.staff.telkomuniversity.ac.id/teoriteori-komunikasi-yang-aplikatif-dalam-ranah-seni/,
November 2016, Pukul 23.32 WIB)

diakses

pada

11