Evaluasi interaksi penggunaan obat antihipertensi pada pasien rawat inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015.

(1)

EVALUASI INTERAKSI PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN RAWAT INAP DI BANGSAL CEMPAKA

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL PERIODE AGUSTUS 2015 Tria Noviana

128114110 INTISARI

Hipertensi merupakan salah satu problem kesehatan masyarakat di indonesia dengan prevalensi yang terus meningkat. Hipertensi menjadi faktor risiko untuk berbagai jenis penyakit sehingga pengobatan yang aman diharapkan dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas pasien hipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian interaksi penggunaan obat antihipertensi pada pasien rawat inap bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode agustus 2015.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif yang bersifat prospektif dengan rancangan case series. Data diambil melalui catatan medis pasien rawat inap bangsal cempaka. Terdapat 17 pasein yang menjadi subjek penelitian dengan 90 kasus. Interaksi obat dikelompokkan sesuai mekanisme dan tingkat keparahan interaksi dan dievalusi dengan melihat tanda vital dan hasil pemeriksaan laboratorium pasien.

Hasil penelitian menunjukkan 51 kasus menggunakan obat antihipertensi. Obat antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah captopril yaitu 45 kasus (88,2%) dalam terapi tunggal sedangkan kombinasi adalah antara captopril dengan amlodipin yaitu 4 kasus (66,7%). Terdapat 69 kasus (76,7%) memiliki interaksi obat dengan total 286 kejadian interaksi, 96 kejadian (33,6%) diantaranya melibatkan obat antihipertensi. Interaksi yang paling banyak adalah interaksi antara captopril dan furosemid yaitu 26 kejadian (27,1%), kategori interaksi yang paling banyak adalah ketegori signifikan yaitu 89 interaksi (92,7%), mekanisme interaksi yang paling banyak adalah farmakodinamik 27 kejadian (28,1%). Kejadian interaksi palig banyak adalah potensial yaitu 40 kejadian (41,7%).


(2)

INTERACTION EVALUATION OF ANTIHYPERTENSIVE DRUGS USAGE TO INPATIENT AT CEMPAKA WARDS PANEMBAHAN

SENOPATI BANTUL HOSPITAL IN AUGUST 2015 Tria Noviana

128114110 ABSTRACT

Hypertension is a medical problem in the Indonesia society with prevalence that increasing straightly. Hypertension are the risk factor for many diseases, so safety treatment hopefully can decrease count of patient morbidity and mortality of hypertension. This study aims to know about antihypertensive drug in Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul inpatient ward at august 2015, by reviewing the drug interaction.

This studies is prospective observasional descriptive studies with case

series contrivance. Data was taken from inpatient medical record of Cempaka ward.

There are 17 patient became subject, with 90 cases. The drug interaction divided by their mechanism and the interaction severity level and evaluated by seeing the sign and patient laboratory checkup result.

The result show that there are 51 cases using the antihypertensive drug. The most antihypertensive drug that used was captopril, there are 45 cases (88.2%) in single therapy, whereas there are 4 cases (66.7%) for the combination of captopril and amlodipine. There are 69 cases (76.7%) that have an interaction from total 286 interaction, including 96 cases (33.6%) involve the antihypertensive drug. Captopril and furosemide have the most widely interaction, there are 26 cases (27.1%), the most interaction category that happen are significant, there are 89 interaction (92.7%), the most mechanism that happen are pharmacodynamic, there are 27 cases (28.1%). The most interaction that happen are potential, there are 40 cases (41.7%). Key Word: hypertension, safety, antihypertensive drug


(3)

EVALUASI INTERAKSI PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN RAWAT INAP DI BANGSAL CEMPAKA

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL PERIODE AGUSTUS 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh: Tria Noviana NIM: 128114110

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

EVALUASI INTERAKSI PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN RAWAT INAP DI BANGSAL CEMPAKA

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL PERIODE AGUSTUS 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh: Tria Noviana NIM: 128114110

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

Halaman Persembahan

Kala kamu berupaya membahagiakan orang lain

yang paling bahagia adalah dirimu sendiri

(Rinai Hujan)

Ku persembahkan untuk: Lao Mu Tuhan yang penuh kasih, Buddha Maitreya penuntun hidupku Kedua orang tua, kakak, Po dan keluarga yang ku cintai Keluarga besar Sukhacitta Maitreya Yogyakarta


(8)

(9)

(10)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi

yang berjudul “Evaluasi Interaksi Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Rawat Inap Di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015” sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung berupa moral, materiil, dan spiritual. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Direktur RSUD Panembahan Senopati Bantul yeng telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di RSUD Panembahan Senopati Bantul

2. Pak Pur selaku kepala bangsal, seluruh perawat dan staff yang bertugas di bangsal Cempaka atas segala bantuan yang diberikan selama proses pengambilan data.

3. Ibu Maria Wisnu Donowati, M. Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk terus membimbing dan memberikan masukan kepada penulis selama penyusunan skripsi.

4. Ibu Dr. Rita Suhadi, M.Si., Apt dan Ibu Dita Maria Virginia, M.Sc., Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.


(11)

viii

5. Papa dan Mama yang penulis cintai dan kasihi. Terimakasih atas segala kasih sayang, perhatian dan motivasi yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

6. K Ming dan C Acin sebagai kakak yang senantiasa memotivasi dan memberikan semangat dalam penyusunan skripsi ini.

7. Teman seperjuangan Wulan, Ira dan Mega yang senantiasa mengingatkan untuk terus semangat dalam pengerjaan skripsi.

8. Seluruh keluarga besar Sukhacitta Maitreya Yogyakarta, sebagai keluarga kedua penulis selama di Yogyakarta. Terimakasih atas kebersamaan dan persaudaraan yang sudah terjalin, persaudaraan yang tidak dapat penulis temukan di tempat lain.

9. Teman teman angkatan 2012 atas dinamika sukacita nya selama ini yang memberikan penulis semangat untuk terus maju.

10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak kekurangan sehingga penulis menerima kritik, saran dan masukan yang membangun agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik dan dapat berguna bagi banyak pihak.

Yogyakarta, Mei 2016 Penulis


(12)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PERYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

INTISARI ... xvi

ABSTRACT ... xvii

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan... 3

2. Keaslian Penelitian ... 3

3. Manfaat ... 5

B. Tujuan ... 5

1. Tujuan Umum ... 5


(13)

x

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 6

A. Hipertensi ... 6

1. Definisi ... 6

2. Etiologi ... 6

3. Patofisiologi ... 7

4. Klasifikasi Tekanan Darah ... 10

5. Manifestasi Klinis ... 10

6. Diagnosis ... 11

7. Komplikasi Hipertensi ... 12

B. Terapi Hipertensi ... 12

1. Terapi Non Farmakologi ... 13

2. Terapi Farmakologi ... 14

C. Interaksi Penggunaan Obat ... 20

1. Interaksi Farmakokinetik ... 20

2. Interaksi Farmakodinamik ... 22

3. Interaksi pada Obat Antihipertensi... 23

D. Keterangan Empiris ... 26

BAB III METODE PENELITIAN... 27

A. Jenis Dan Rancangan Penelitian ... 27

B. Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional ... 28

1. Variabel Penelitian ... 28

2. Definisi Operasional... 28


(14)

xi

D. Subjek Penelitian ... 31

E. Instrumen Penelitian... 32

F. Lokasi Penelitian ... 32

G. Tatacara Penelitian ... 32

1. Analisis Situasi ... 33

2. Pengambilan Data ... 33

3. Analisis Data ... 33

H. Tatacara Analisis Hasil ... 34

I. Keterbatasan Dan Kelemahan Penelitian ... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Karakteristik Pasien ... 36

1. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia dan Lama Perawatan . 36 2. Distribusi Penyakit Penyerta dan Komplikasi ... 38

B. Profi Penggunaan Obat Antihipertensi... 40

C. Evaluasi Interaksi Penggunaan Obat Antihipertensi ... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

A. Kesimpulan ... 51

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

LAMPIRAN ... 56


(15)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi ... 6

Tabel II. Klasifikasi tekanan darah ... 10

Tabel III. Faktor Risiko Hipertensi ... 11

Tabel IV. Modifikasi gaya hidup untuk penderita hipertensi ... 14

Tabel V. Obat golongan Angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEi), dosis dan frekuensi penggunaannya ... 15

Tabel VI. Obat golongan Angiotensin II Receptor Blocker (ARB), dosis dan frekuensi penggunaannya ... 16

Tabel VII. Obat golongan Calcium Channel Blocker (CCB), dosis dan frekuensi penggunaannya ... 16

Tabel VIII.Obat golongan Diuretik, dosis dan frekuensi penggunaannya ... 18

Tabel IX. Distribusi berdasarkan jenis kelamin, usia dan lama perawatan pasien yang menerima obat antihipertensi di bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015 ... 36

Tabel X. Klasifikasi penyakit penyerta dan komplikasi pasien rawat inap di bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015 ... 38

Tabel XI. Distribusi jumlah obat yang diterima pasien selama dirawat di bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015 ... 40


(16)

xiii

Tabel XII. Profil penggunaan obat antihipertensi berdasarkan golongan obat yang diterima pasien rawat inap di bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015 ... 41 Tabel XIII. Interaksi Obat pada Pasien di Bangsal Rawat Inap Cempaka RSUD

Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 ... 42 Tabel XIV. Mekanisme dan Sifat Interaksi Obat pada Pasien di Bangsal

Rawat Inap Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 ... 43 Tabel XV. Kejadian Interaksi Obat Berdasarkan Keparahan pada Pasien

Rawat Inap di bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati

Bantul Periode Agustus 2015 ... 44 Tabel XVI. Efek dan Monitoring Kejadian Interaksi Obat Antihipertensi pada

Pasien Bangsal Rawat Inap Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 ... 47 Tabel XVII. Kejadian Interaksi Obat pada Pasien yang Menerima Obat

Antihipertensi di Bangsal Rawat Inap Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 ... 49


(17)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sistem Renin Angiotensin Aldosteron ... 9

Gambar 2. Algoritma Terapi Hipertensi Menurut JNC 8 ... 19

Gambar 3. Skema Penelitian ... 30


(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrumen pengambilan data rekam medis pasien rawat inap bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 ... 57 Lampiran 2. Data Interaksi Obat pada Pasien Rawat Inap Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 ... 58 Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian dari Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta .. 86 Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian dari BAdan Perncanaan Pembangunan Daerah

(BAPEDA) Kabupaten Bantul ... 87 Lampiran 5. Surat Ijin Penelitian dari RSUD Panembahan Senopati Bantul ... 88


(19)

xvi INTISARI

Hipertensi merupakan salah satu problem kesehatan masyarakat di indonesia dengan prevalensi yang terus meningkat. Hipertensi menjadi faktor risiko untuk berbagai jenis penyakit sehingga pengobatan yang aman diharapkan dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas pasien hipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian interaksi penggunaan obat antihipertensi pada pasien rawat inap bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode agustus 2015.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif yang bersifat prospektif dengan rancangan case series. Data diambil melalui catatan medis pasien rawat inap bangsal cempaka. Terdapat 17 pasein yang menjadi subjek penelitian dengan 90 kasus. Interaksi obat dikelompokkan sesuai mekanisme dan tingkat keparahan interaksi dan dievalusi dengan melihat tanda vital dan hasil pemeriksaan laboratorium pasien.

Hasil penelitian menunjukkan 51 kasus menggunakan obat antihipertensi. Obat antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah captopril yaitu 45 kasus (88,2%) dalam terapi tunggal sedangkan kombinasi adalah antara captopril dengan amlodipin yaitu 4 kasus (66,7%). Terdapat 69 kasus (76,7%) memiliki interaksi obat dengan total 286 kejadian interaksi, 96 kejadian (33,6%) diantaranya melibatkan obat antihipertensi. Interaksi yang paling banyak adalah interaksi antara captopril dan furosemid yaitu 26 kejadian (27,1%), kategori interaksi yang paling banyak adalah ketegori signifikan yaitu 89 interaksi (92,7%), mekanisme interaksi yang paling banyak adalah farmakodinamik 27 kejadian (28,1%). Kejadian interaksi palig banyak adalah potensial yaitu 40 kejadian (41,7%).


(20)

xvii ABSTRACT

Hypertension is a medical problem in the Indonesia society with prevalence that increasing straightly. Hypertension are the risk factor for many diseases, so safety treatment hopefully can decrease count of patient morbidity and mortality of hypertension. This study aims to know about antihypertensive drug in Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul inpatient ward at august 2015, by reviewing the drug interaction.

This studies is prospective observasional descriptive studies with case

series contrivance. Data was taken from inpatient medical record of Cempaka ward.

There are 17 patient became subject, with 90 cases. The drug interaction divided by their mechanism and the interaction severity level and evaluated by seeing the sign and patient laboratory checkup result.

The result show that there are 51 cases using the antihypertensive drug. The most antihypertensive drug that used was captopril, there are 45 cases (88.2%) in single therapy, whereas there are 4 cases (66.7%) for the combination of captopril and amlodipine. There are 69 cases (76.7%) that have an interaction from total 286 interaction, including 96 cases (33.6%) involve the antihypertensive drug. Captopril and furosemide have the most widely interaction, there are 26 cases (27.1%), the most interaction category that happen are significant, there are 89 interaction (92.7%), the most mechanism that happen are pharmacodynamic, there are 27 cases (28.1%). The most interaction that happen are potential, there are 40 cases (41.7%). Key Word: hypertension, safety, antihypertensive drug


(21)

1 BAB I PENGANTAR A.Latar Belakang

Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg (Kalpan dan Weber, 2010). Peningkatan tekanan darah merupakan faktor risiko utama untuk penyakit jantung koroner dan iskemik serta stroke hemoragik. Tingkat tekanan darah telah terbukti positif dan terus berhubungan dengan risiko stroke dan penyakit jantung koroner. Dalam beberapa kelompok usia, risiko penyakit kardiovaskular dua kali lipat untuk setiap kenaikan 20/10 mmHg tekanan darah, mulai dari 115/75 mmHg. Selain penyakit jantung koroner dan stroke, komplikasi tekanan darah mengangkat termasuk gagal jantung, penyakit pembuluh darah perifer, gangguan ginjal, perdarahan retina dan gangguan penglihatan (World Health Organization, 2015).

Secara global, prevalensi peningkatan tekanan darah pada orang dewasa berusia 25 tahun ke atas sekitar 40% pada tahun 2008. Faktor pertumbuhan penduduk dan penuaan, jumlah penderita hipertensi yang tidak terkontrol meningkat dari 600 juta pada tahun 1980 menjadi hampir 1 miliar pada tahun 2008 (World Health Organization, 2013).

Berdasarkan data dari Riskesdas 2007 dan 2013, prevalensi hipertensi meningkat dari 7,6% di tahun 2007 menjadi 9,5% pada tahun 2013. Data juga menunjukkan bahwa provinsi dengan prevalensi hipertensi usia ≥ 18 tahun tertinggi pada tahun 2013 adalah Provinsi Sulawesi Utara (15,2%), kemudian disusul Provinsi Kalimantan Selatan (13,3%), dan DI Yogyakarta (12,9‰) (Kementrian Kesehatan RI, 2014).


(22)

Berdasarkan data dari Riskesdas tahun 2010 kasus hipertensi di Provinsi DIY mencapai 35,8 % diatas rata-rata seluruh Indonesia yang mencapai 31,7%. Bersasarkan data dari seluruh RSUD di DIY menunjukkan, penyakit-penyakit kardiovaskuler seperti jantung, stroke, hipertensi atau dikenal sebagai penyakit CVD (cardiovasculer disease) menempati urutan paling tinggi penyebab kematian pada tahun 2011 (Dinas Kesehatan DIY, 2013).

Laporan Sistem Informasi RSUD (SIRS) tahun 2013 menjelaskan bahwa kunjungan rawat jalan di RSUD, khususnya RSUD Panembahan Senopati sudah didominasi oleh penyakit tidak menular. Hal ini mempertegas kesimpulan bahwa di Kabupaten Bantul telah terjadi transisi epidemiologi dengan semakin menonjolnya penyakit-penyakit tidak menular khususnya penyakit hipertensi dan pembuluh darah (cardiovascular disease). Penyakit hipertensi menjadi penyakit terbanyak pertama dalam rawat inap maupun rawat jalan (Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, 2014).

Berdasarkan alasan di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai

“Evaluasi Intaraksi Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Rawat Inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015”. Penelitian dilakukan di RSUD Panembahan Senopati karena merupakan rumah sakit rujukan di kabupaten Bantul, sedangkan pengambilan data dari pasien rawat inap di bangsal Cempaka karena merupakan bangsal untuk penyakit dalam.


(23)

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: a. Seperti apakah profil penggunaan obat antihipertensi yang diberikan pada

pasien rawat inap di bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati periode Agustus 2015?

b. Seperti apakah interaksi penggunaan obat antihipertensi pada pasien rawat inap di bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015?

2. Keaslian Penelitian

Bedasarkan penelusuran pustaka yang dilakukan, penelitian dengan judul

“Evaluasi Interaksi Penggunaan Obat antihipertensi pada Pasien Rawat Inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015” belum pernah dilakukan.

Terdapat beberapa penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Fitriani (2007), dengan judul penelitian

“Profil Peresepan dan Evaluasi Interaksi Obat Antihipertensi Pada Pasien Geriatri

di Instalasi Rawat Inap RSUD Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005”. Perbedaan

dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu dalam hal tempat, waktu, subjek penelitian dan sifat penelitian serta kajian yang dicakup dimana penelitian Fitriani mengkaji mengenai pola peresepan dan interaksi obat antihipertensi pada pasien geriatri. Persamaan dengan penelitian yang akan diteliti yaitu pengambilan data, data diambil dari catatan rekam pengobatan pasien rawat inap.


(24)

Penelitian lain pernah dilakukan oleh Ikawati, Djumini, dan Putu (2008),

dengan judul “Kajian keamanan Pemakaian Obat Antihipertensi di Poliklinik Usia

Lanjut Instalasi Rawat Jalan RS DR Sardjito”.Perbedaan dengan penelitian yang

akan dilakukan yaitu waktu, tempat, subjek penelitian. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu dalam sifat penelitian yaitu prospektif dan cara pengambilan data yaitu dengan mengambil rekam pengobatan pasien.

Penelitian lain pernah dilakukan oleh Pratama (2014), dengan judul “Studi

Literatur Interaksi Obat Pada Peresepan Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Periode Desember Tahun 2013”. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu pada waktu, sifat penelitian dimana dalam penelitian ini bersifat retrospektif sedangka penelitian yang akan dilakukan bersifat prospektif, tempat subjek penelitian dimana dalam penelitian Pratama (2014) subjek yang diambil yaitu pasien geriatri rawat jalan dan kajian yang dibahas dimana dalam penelitian Pratama mengkaji mengenai pola peresepan dan interaksi obat antihipertensi pada pasien geriatri. Persamaan dengan penelitian yang akan diteliti yaitu pengambilan data diambil dari catatan rekam pengobatan pasien.

Penelitian lain pernah dilakukan oleh Supraptia, Nilamsari, Hapsari,

Muzayana, dan Firdausi (2014), dengan judul penelitian “Permasalahan terkait Obat Antihipertensi pada Pasien Usia Lanjut di Poli Geriatri RSUD Dr. Soetomo

Surabaya”. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu pada waktu,

tempat, subjek penelitian dimana dalam penelitian sebelumnya subjek yang diambil yaitu pasien geriatri rawat jalan sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan


(25)

adalah pasien rawat inap, dan kajian yang dibahas. Persamaan dengan penelitian yang akan diteliti yaitu pengambilan data diambil dari catatan rekam pengobatan pasien dan penelitian dikakukan dengan subjek pasien hipertensi geriatri.

3. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi penggunaan obat antihipertensi di RSUD Panembahan Senopati Bantul termasuk bangsal rawat inap Cempaka pada periode Agustus 2015. Evaluasi ini diharapkan juga dapat meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian.

B. Tujuan 1. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji interaksi penggunaan obat antihipertensi pada pasien rawat inap di bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati periode Agustus 2015.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi profil penggunaan obat antihipertensi pada pasien rawat inap di bangsal Cempaka RSUD Panembagan Senopati Bantul periode Agustus 2015.

b. Mengetahui interaksi penggunaan obat antihipertensi pada pasien rawat inap di bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015.


(26)

6 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A.Hipertensi

1. Definisi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah adanya peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2013).

2. Etiologi

Hipertensi terbagi menjadi hipertensi primer (esensial) dan hipertensi sekunder (non esensial). Hipertensi primer terjadi karena keturunan hal ini menunjukkan faktor genetik berperan didalamnya. Pada hipertensi sekunder, disfungsi renal akibat penyakit gagal ginjal kronik merupakan penyebab yang paling sering selain penyakit-penyakit komorbid dan penggunaan obat-obatan tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2006).

Tabel I. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2006)

Penyakit Obat

Penyakit gagal ginjal kronis Kortikosteroid, ACTH

Hiperaldosteronisme pimer Esterogen (pil KB kadar esterogen tinggi

Penyakit renovaskular NSAID, COX-2 inhibitor

Sindrom Cushing Fenilpropalamin dan analog

Pheochromocytoma Cyclosporin dan tacrolimus

Koarktasi aorta Eritropoetin

Penyakit tiroid atau paratiroid Sibutramin


(27)

Hipertensi dapat disebabkan oleh penyebab yang spesifik (hipertensi sekunder) dan dapat disebabkan karena etiologi yang tidak spesifik (hipertensi primer atau esensial). Kurang dari 10% hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit gagal ginjal kronis (CKD) atau renovaskular (Wells, 2015). Renovaskular merupakan penyakit pada parenkim ginjal seperti glomerulonephritis akut dan menahun (Tambyong, 2000).

Kondisi lain yang mempengaruhi hipertensi sekunder adalah Chusing syndrome disebabkan peningkatan sekresi glukokortikoid akibat adanya penyakit adrenal atau disfungsi hipofisis. Koarktasio aorta merupakaan keadaan terjadinya konstriksi aorta pada tinggat ductus arteriosus, dengan peningkatan tekanan darah di atas kosntriksi dan penurunan tekanan darah dibawah konstriksi. Feokromositoma adalah tumor medulla adrenal yang mengakibatkan peningkatan sekresi katekolamin adrenal. Aldosteronisme primer merupakan peningkatan sekresi aldosteron akibat adanya tumor adrenal (Tambyong, 2000).

3. Patifisiologi

a. Sistem Renin-angiotensin Aldosteron (RAAS)

RAAS adalah sistem endogen kompleks yang terlibat dalam pengaturan regulasi untuk mempertahankan tekanan darah arteri. Aktivasi dan regulasi terutama diatur oleh ginjal. RAAS mengatur natrium, kalium, dan keseimbangan cairan. Akibatnya, sistem ini secara signifikan mempengaruhi tonus pembuluh darah dan aktivitas sistem saraf simpatik dan merupakan kontributor paling berpengaruh terhadap peraturan homeostatis dari tekanan darah.


(28)

Renin adalah enzim yang disimpan dalam sel juxtaglomerular, yang terletak di arteriol aferen ginjal. Sekresi renin dimodulasi oleh beberapa faktor: faktor intrarenal (misalnya, tekanan ginjal perfusi, katekolamin, angiotensin II), dan faktor ekstrarenal (misalnya, natrium, klorida, dan kalium). Renin disekresikan ketika terjadi penurunan natrium, klorida, tekanan arteri dan aliran darah ginjal. Katekolamin meningkatkan pelepasan renin dengan merangsang saraf simpatis pada arteriol aferen kemudian akan mengaktifkan sel juxtaglomerular (Gray, 2005).

Renin mengkatalisis konversi angiotensinogen menjadi angiotensin I dalam darah. Angiotensin I yang kemudian dikonversi menjadi angiotensin II oleh angiotensin-converting enzyme (ACE). Setelah mengikat pada reseptor tertentu (diklasifikasikan sebagai subtipe AT1 atau AT2), angiotensin II memberikan efek biologis di beberapa jaringan. Reseptor AT1 terletak di otak, ginjal, miokardium, pembuluh darah perifer, dan kelenjar adrenal. Reseptor ini penting untuk kardiovaskular dan fungsi ginjal. Reseptor AT2 terletak di jaringan medulaadrenal, uterus, dan otak. Stimulasi reseptor AT2 tidak mempengaruhi regulasi tekanan darah.

Angiotensin II dapat menyebabkan vasokonstriksi langsung, stimulasi pengeluaran katekolamin dari medula adrenal, danpeningkatan aktivitas sistem saraf simpatik. Angiotensin II juga merangsang sintesis aldosteron dari korteks adrenal. Hal ini menyebabkan meningkatnya reabsorbsi natrium dan air yang akibatnya terjadi peningkatan volume plasma, resistensi perifer total, dan akhirnya tekanan darah menjadi tinggi.


(29)

Gambar 1. Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (Dipiro, 2008)

Selain menstimulasi sekresi aldosterone, Angiotensin II juga meningkatkan sekresi hormone antidiuretic (ADH). ADH diproduksi di hipotelamus dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolaritas dan volume urin. Peningkatan ADH maka sangat sedikit urine yang dikeluarkan tubuh sehingga urin menjadi pekat dan memiliki osmolaritas yang tinggi. Hal ini mengakibatkan penarikan cairan intraseluler ke ekstraseluler sehingga volume darah meningkat dan tekanan darah meningkat (Gray, 2005).

b. Disfungsi endothelium

Endotelium pembuluh darah dan otot polos memiliki peran penting dalammengatur regulasi tekanan darahyang dimediasi melalui zat vasoaktif yang disintesis oleh sel endotel. Kekurangan zat vasodilatasi (prostasiklin dan


(30)

bradikinin) atau kelebihan zat vasokonstriksi (angiotensin II dan endothelin I) dapat mengakibatkan terjadinya hipertensi esensial, aterosklerosis, danpenyakit kardiovaskular lainnya (Dipiro, 2008). Oksida nitrat merupakan vasodilator yang diproduksi di endothelium, berfungsi melemaskan sel epitel pembuluh darah. Pasien dengan hipertensimungkin memiliki kekurangan oksida nitrat, yang mengakibatkan vasodilatasi yang tidak memadai (Gray, 2005).

4. Klasifikasi Tekanan Darah

Klasifikasi tekanan darah pada populasi umum berdasarkan European

Society of Hypertension (ESH).

Tabel II. Klasifikasi tekanan darah

(European Society of Hypertension (ESH), 2013)

Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik (mmHg)

Tekanan Darah Diastolik (mmHg)

Optimal < 120 dan < 80

Normal 120 – 129 dan/atau 80 – 84

High Normal 130 – 139 dan/atau 85 – 89

Hipertensi grade 1 140 – 159 dan/atau 90 – 99

Hipertensi grade 2 160 – 179 dan/atau 100 – 109

Hipertensi grade 3 ≥ 180 dan/atau ≥ 110

5. Manifestasi Klinis

Secara unum pasien hipertensi tidak memunculkan manifestasi klinis yang khas. Pasien hipertensi akan terlihat sehat atau beberapa diantaranya sudah memiliki faktor risiko tambahan tetapi kebanyakan asimptomatik (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2006). Faktor risiko tersebut adalah:


(31)

Tabel III. Faktor Risiko Hipertensi (Dipiro, 2005)

Faktor Risiko

Umur ( ≥55 tahun untuk pria 65 tahun untuk perempuan )

diabetes mellitus

Dislipidemia (peningkatan low-density lipoprotein [ LDL ] kolesterol, kolesterol total atau trigliserida; rendah high-density lipoprotein [ HDL ] kolesterol )

Mikroalbuminuria

Riwayat keluarga penyakit jantung prematur

Obesitas ( indeks massa tubuh ≥ 30 kg / m2 )

aktivitas fisik

penggunaan tembakau

Pasien dengan hipertensi primer biasanya tidak menunjukkan gejala namun pada pasien hipertensi sekunder pasien mungkin akan mengalami beberapa kejadian seperti memiliki sakit kepala, berkeringat, takikardia dan palpitasi (Walls,2015).

6. Diagnosis

Hipertensi sering dikenal dengan istilah “silent killer” karena pasien

dengan hipertensi primer biasanya tanpa gejala. Meningkatnya tekanan darah dalam pemeriksaan merupakan tanda pemeriksaan fisik yang dapat dijumpai pada pasien hipertensi. Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan berdasarkan satu kali pengukuran tekanan darah. Diagnosis hipertensi dapat dilakukan jika dalam minimal dua kali pengukuran tekanan darah yang dilakukan selama dua atau lebih pertemuan klinis memberikan nilai rata-rata tekanan darah. Nilai rata-rata tekanan datah kemudian digunakan untuk menetapkan diagnosis dan untuk mengklasifiksikan tahap hipertensi (Dipiro, 2005).


(32)

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan nitrogen urea darah (BUN), serum kreatinin, nilai lipid puasa, glukosa darah puasa, serum kalium, dan pemeriksaan urinalisis. Dapat juga dilakukan tes diagnostik lainnya seperti 12-lead elektrokardiogram (untuk mendeteksi LVH) dan protein C-reaktif (konsentrasi tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko kardiovaskular) (Dipiro, 2005).

7. Komplikasi Hipertensi

Hipertensi yang terjadi dalam jangka waktu lama akan merusak endotel arteri dan mempercepat proses aterosklerosis. Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hipertensi adalah rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak dan pembuluh darah besar. Hipertensi juga menjadi faktor risiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke dan transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard dan angina), gagal ginjal, demensia dan arterial fibralasi. Pasien dengan hipertensi memiliki peningkatan risiko untuk penyakit coroner, stroke, penyakit arteri perifer dan gagal jantung (Dosh, 2001)

B.Terapi Hipertensi 1. Target Terapi Hipertensi

Tujuan terapi hipertensi adalah menurunkan nilai mortilitas dan morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi. Mortilitas dan morbiditas ini berhubungan dengan kerusakan organ target (misalkan kejadian kardiovaskular atau serebrovaskular, gagal jantung, penyakit ginjal) (Direktorat Bina Farmasi


(33)

Komunitas dan Klinik, 2006). Target terapi hipertensi berdasarkan JNC 8 adalah sebagai berikut:

a. Populasi umum usia ≥ 60 tahun: menurunkan tekanan darah sistolik menjadi <150 mmHg dan diastolik menjadi <90 mmHg

b. Populasi umum berumur< 60 tahun, terapi dimulai ketika tekanan darah

diastoliknya ≥ 90 mmHg. Target penurunan tekanan darahnya adalah < 90

mmHg.

c. Populasi umum usia < 60 tahun, terapi dimulai ketika tekanan darah

sistoliknya ≥ 140 mmHg. Target terapi adalah menurunkan tekanan darah

sistolik menjadi < 140 mmHg

d. Populasi usia ≥ 18 tahun menderita penyakit ginjal kronik, terapi dimulai ketika tekanan darah sistoliknya ≥ 140 mmHg atau tekanan darah

diastoliknya ≥ 90 mmHg. Target terapi adalah menurunkan tekanan darah sistolik menjadi < 140 mmHg dan diastolik < 90 mmHg.

e. Populasi usia 18 tahun yang menderita diabetes, terapi dimulai ketika tekanan darah sistoliknya ≥ 140 mmHg atau diatoliknya ≥ 90 mmHg. Target terapi adalah menurunkan tekanan darah sistolik menjadi < 140 mmHg dan diastolik < 90 mmHg (James, 2014).

2. Terapi Non Farmakologi

Penderita hipertensi perlu melakukan perubahan dalam gaya hidup untuk mengurangi perkembangan hipertensi. Beberapa modifikasi gaya hidup yang dapat dilakukan tersaji dalam tabel IV.


(34)

Tabel IV. Modifikasi gaya hidup untuk penderita hipertensi (Dipiro, 2008)

Modifikasi Rekomendasi

Perkiraan penurunan

tekanan darah sistolik

Penurunan berat badan

Menjaga berat badan normal (indeks massa tubuh 18,5-24,9 kg / m2)

5 – 20 setiap penurunan

10kg BB DASH (Dietary

Approaches to Stop Hypertension)

Mengkonsumsi buah-buahan, sayuran, dan produk susu rendah lemak dan mengurangi lemak jenuh dan lemak total

8 – 14 Mengurangi asupan

garam

Mengurangi asupan garam, idealnya mengkonsumsi≈65 mmol / hari (1,5 g /

hari natrium, atau 3,8 g / hari natrium klorida)

2 – 8

Aktivitas fisik Aerobik secara teratur (minimal 30 menit/hari, setiap hari dalam seminggu)

4 – 9 Mengatur asupan

alkohol

Memkonsumsi untuk ≤ 2 kali/hari pada pria dan ≤ 1 kali/hari pada wanita

2 – 4

3. Terapi Farmakologi

Terdapat 4 golongan obat yang menjadi lini pertama dalam terapi hipertensi golongan obat tersebut adalah Angiotensin-converting enzyme inhibitors

(ACEi), angiotensin II receptor blockers (ARB), calcium channel blockers (CCB), Diuretik (Wells, 2015).

a. Angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEi)

ACE inhibitor merupakan pilihan obat lini pertama bekerja dengan memblok konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. ACE inhibitor adalah suatu vasokonstriktor poten dan stimulator sekresi aldosteron. ACE inhibitor juga menghambat degradasi dari bradikinin dan merangsang sintesis zat vasodilatasi lainnya, termasuk prostaglandin E2 dan prostasiklin. Dosis awal penggunaan ACE inhibitor harus rendah dengan titrasi dosis lambat. ACE


(35)

inhibitor menurunkan aldosteron dan dapat meningkatkan konsentrasi kalium serum, namun hiperkalemia dapat terjadi terutama pada pasien dengan CKD (Wells, 2015)

Tabel V. Obat golongan Angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEi), dosis dan frekuensi penggunaannya (Dipiro, 2008)

Obat Dosis Penggunaan

(mg/hari)

Frekuensi (penggunaan/hari)

Benzepril 10-40 1 atau 2

Captopril 25-150 2 atau 3

Enalapril 5-40 1 atau 2

Fosinopril 10-40 1

Lisinopril 10-40 1

Moexipril 7.5-30 1 atau 2

Perindopril 4-16 1

Quinapril 10-80 1 atau 2

Ramipril 2.5-10 1 atau 2

Trandolapril 1-4 1

b. Angiotensin II receptor blockers (ARB)

Angiotensin II yang dihasilkan oleh sistem renin angiotensin (yang melibatkan ACE) dan jalur alternatif yang menggunakan enzim lain seperti chymases. ACE inhibitor memblokir hanya jalur renin-angiotensin, sedangkan ARB memblok reseptor angiotensin II sehingga angiotensin II tidak dapat berikatan dengan reseptornya (Wells, 2015) yaitu reseptor AT1 yang berpengaruh pada regulasi tekanan darah (Suparsari, 2006).


(36)

Tabel VI. Obat golongan Angiotensin II Receptor Blocker (ARB), dosis dan frekuensi penggunaannya

Obat Dosis Penggunaan

(mg/hari)

Frekuensi (penggunaan/hari)

Candesartan 8-32 1 atau 2

Eposartan 600-800 2 atau 3

Irbesartan 150-300 1

Losartan 50-100 1 atau 2

Olmesartan 20-40 1

Telmisartan 20-80 1

Valsartan 80-320 1

(Dipiro, 2008)

c. Calcium channel blockers (CCB)

Tabel VII. Obat golongan Calcium Channel Blocker (CCB), dosis dan frekuensi penggunaannya (Dipiro, 2008)

Golongan Obat

Dosis Penggunaan

(mg/hari)

Frekuensi (penggunaan/hari)

Dihidropiridin

Amlodipin 2.5-10 1

Felodopin 5-20 1

Isradipin 5-10 2

Isradipin SR 5-20 1

Nicardipin 60-120 2

Nicardipin long acting

30-90 1

Nisodipin 10-40 1

Non Dihidropiridin

Diltiazem SR 180-360 2

Verapamil SR 180-480 1 atau 2

Verapamil ER 180-420 1 (malam)

Verapamil oral 100-400 1 (malam)

Calcium channel blockers (CCBs) penyebabkan relaksasi otot jantung dan mengurangi sensitifitas kanal kalsium, sehingga mengurangi masuknya kalsium yang ada di ekstraseluler ke dalam sel. Hal ini menyebabkan vasodilatasi dan menurunnya tekanan darah. Kanal kalsium non dihidropiridin dapat menyebabkan aktivasi reflex simpatis, (kecuali amlodipine dan felodipin)


(37)

mungkin memiliki efek negative ionotropik. Dihidropiridin menyebabkan peningkatan refleks baroreseptor yang dimediasi denyut jantung karena adanya efek vasodilatasi perifer. (Wells, 2015)

d. Diuretik

Diuretik menurunkan tekanan darah dengan menyebabkan diuresis yang mengakibatkan turunya volume plasma turunnya cardiak output. Diuretik thiazide adalah diuretik yang sering digunakan untuk sebagian besar pasien hipertensi (Wells, 2015).

Diuretik thiazide bekerja pada segmen awal tubulus distal dengan menghambat reabsorbsi NaCl (Suparsari, 2006) sehingga dapat menyebabkan penurunan resistensi pembuluh darah perifer dan akibatnya akan menurunkan tekanan darah (Wells, 2015). Penggunaan diuretik tiazid pada pasien dengan riwayat gout atau hiperglikemia memerlukan pemantauan (Dipiro, 2008) karena dapat menghambat ekskrei urat oleh ginjal sehingga meningkatkan kasar asam urat serta menghambat pelepasan insulin dari pankreas (Komala, 2008).

Diuretik loop bekerja pada segmen angsa henle asendens dengan menghanbat reabsorbsi NaCl. Diuretik loop memiliki efek diuresis yang lebih kuat dari diuretik thiazide namun bukan yang ideal jika digunakan untuk pasien hipertensi kecuali untuk pasien hipertensi yang mengalami edema akibat CKD yang dialami pasien ketika nilai GFR kurang dari 30 ml/menit/1, 732m2 (Dipiro, 2008) selain digunakan untuk pasien yang memiliki nilai GFR rendah, diuretik loop digunakan juga untuk pasien yang mengalami kedaruratan hipertensi dan juga digunakan untuk menurunkan kadar serum kalium (Chandranata, 2004).


(38)

Penggunaan diuretik loop perlu diperhatikan karena penggunaan dengan dosis tinggi dapat menginduksi perubahan komposisi elektrolit dalam endolimfe dan menyebabkan ketulian (Suparsari, 2006).

Diuretik hemat kalium merupakan diuretik yang penggunaannya sering dikombinasikan dengan diuretik lainnya yang akan membuang kalium (Wells, 2015). Diuretik hemat kalium bekerja dengan menurunkan reabsorbsi Na+ dengan memblok kanal Na+ sehingga potensial listrk epitel tubulus menurun

akibatnya sekresi K+ terhambat (Suparsari, 2006).

Spironolakton dan Eplerenon merupakan diuretik yang bekerja dengan menurunkan reabsorbsi Na+ dengan mekanisme antagonis aldosterone sehingga terjadi retensi Na+ (Suparsari 2006), Spironolakton memiliki kerja serupa dengan diuretik hemat kalium (Chandranata, 2004).

Tabel VIII. Obat golongan Diuretik, dosis dan frekuensi penggunaannya (Dipiro, 2008)

Golongan Obat Range dosis

(mg/hari)

Frekuensi pemakaian

Diuretik tiazid

Klortalidon 12.5-25 1

Hidroklortiazid 12.5-25 1

Idapamide 12.5-25 1

Metolazon 2.5-5 1

Diuretik Loop

Bumetanid 0.5-4 2

Furosenmid 20-80 2

Torsemid 5-10 1

Diuretik Hemat Kalium Amilorid 5-10 1 atau 2

Triamterin 50-100 1 atau 2

Antagonis Aldosteron Eplerenon 50-100 1 atau 2


(39)

Alogaritma terapi hipertensi menurut JNC 8


(40)

C. Interaksi Penggunaan Obat

Interaksi obat didefinisikan sebagai penggunaan dua atau lebih obat pada waktu yang sama yang dapat memberikan efek masing-masing atau saling berinteraksi. Interaksi yang terjadi dapat brsifat potensiasi atau antagonis satu obat oleh obat lainnya atau dapat menumbulkan efek yang lainnya. Interaksi obat dapat dibedakan menjadi interaksi yang bersifat farmakokinetik dan farmakodinamik (Badan POM, 2015).

1. Interaksi Farmakokinetik

Studi farmakokinetik suatu obat meliputi tahapan absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat. Suatu obat dinyatakan berinteraksi secara farmakokinetik jika interaksi antara kedua obat mempengaruhi proses absorbs, distribusi, metabolism dan ekskresi (Syamsudin, 2011). Karena terjadi perubahan pada proses ADME maka interaksi ini akan mengurangi atau meningkatkan jumlah obat yang tersedia dalam tubuh untuk dapat menimbulkan efek farmakologinya (BPOM, 2015).

a. Absorbsi

Interaksi yang mempengaruhi absobsi suatu obat terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu perubahan pH lambung, pembentukan kompleks, perubahan motilitas gastrointestinal dan induksi atau inhibisi protein transfer. Absorbsi obat ditentukan oleh nilai pKa obat, kelarutannya dalam lemak, pH isi usus dan sejumlah parameter terkait formulasi obat sehingga penggunaan obat lain yang dapat merubah pH akan mempengaruhi proses absorbsi. Sebagian besar obat akan diabsorbsi di usus kecil sehingga obat yang mengubah laju pengosongan lambung


(41)

akan mempengaruhi proses absorbsi obat. Propantelin misalnya, menghambat pengosongan lambung sehingga mengurangi penyerapan parasetamol (Stockley, 2008).

b. Distribusi

Penggunaan dua obat atau lebih secara bersamaan dapat mempengaruhi proses distribusi obat dalam tubuh. Dua obat yang berikatan tinggi pada protein atau albumin akan bersaing untuk mendapatkan tempat pada protein atau albumin dalam plasma sehingga akan terjadi penurunan pada ikatan protein salah satu atau lebih obat. Akibatnya banyak obat bebas dalam plasma yang bersirkulasi dan dapat menyebabkan toksisitas. Obat yang tidak berikatan dengan plasma atau obat bebas dapat mempengaruhi respon farmakologik (Stockley, 2008). Jika terdapat dua obat yang berikatan tinggi pada protein dan harus dipakai bersamaan perlu dilakukan penurunan dosis salah satu obat untuk menghindari terjadinya toksisitas.

c. Metabolisme dan Biotransformasi

Beberapa metabolisme obat terjadi dalam serum, ginjal, kulit dan usus, tetapi paling banyak dilakukan oleh enzim yang ditemukan dalam membrane retikulum endoplasma (Stockley, 2008). Suatu obat dapat meningkatkan metabolisme obat lain dengan menginduksi enzim pemetabolisme dihati. Metabolisme yang meningkat akan mempercepat proses eliminasi obat dan menurunkan konsentrasi obat dalam plasma. Sehingga perlu diketahui apakah obat yang digunakan adalah jenis obat aktif atau bukan, karena jika obat yang dikonsumsi adalah jenis obat tidak aktif maka obat akan aktif setelah dimetabolisme


(42)

sehingga metabolit yang dihasilkan semakin banyak karena metabolism meningkat (Anugerah, 1996).

d. Ekskresi

Pada nilai pH tinggi (basa) obat-obat yang bersifat asam lemah (pKa 3– 7,5) sebagian besar ditemukan dalam molekul terionisasi lipid yang tidak dapat berdifusi dalam sel tubulus sehingga akan tetap berada dalam urin dan dikeluarkan dari tubuh dan sebaliknya untuk basa lemah dengan pKa 7,5-10,5. Dengan demikian peubahan pH dapat meningkatkan/mengurangi jumlah obat dalam bentuk terionisasi yang mempengaruhi hilangnya obat dari tubuh (Stockley, 2008).

2. Interaksi Farmakodinamik

Interaksi obat farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi antara obat yang bekerja pada system reseptor, tempat kerja atau system fisiologis yang sama sehingga dapat menimbulkan efek yang aditif, sinergis atau antagonis tanpa mempengaruhi kadar obat dalam plasma (Setiawati, 2007). Dalam interaksi farmakodinamik tidak ada perubahan kadar obat dalam darah, namun terjadi perubahan efek obat yang disebabkan karena pengaruhnya pada tempat kerja obat (Syamsudin, 2011)

a. Efek adisi atau aditif terjadi ketika dua obat atau lebih dengan efek yang sama digabungkan yang menghasilkan jumlah efek tersendiri berdasarkan dosis yang digunakan. Efek ini mungkin menguntungkan atau dapat juga merugikan, tergantung pada kondisi pasien.


(43)

b. Efek sinergis terjadi ketika penggunaan dua obat atau lebih dengan atau tanpa efek yang sama digunakan bersamaan dan memiliki efek atau outcome yang lebih besar dari komponen salah satu obat.

c. Efek antagonis merupakan interaksi yang terjadi dari penggunaan dua obat atau lebih dengan atau tanpa efek yang sama sehingga menghasilkan efek yang lebih rendah dari komponen masing masing (Syamsudin, 2011).

3. Interaksi pada Obat Antihipertensi

Untuk obat yang digunakan sebagai komponen dalam terapi kombinasi atau penggunaan obat yang dapat menyebabkan interaksi yang dapat mempengaruhi efikasi dan keamanan obat perlu dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Pemeriksaan dilakukan berdasarkan hasil studi non klinis seperti farmakokinetik, toksisitas dan farmakologinya, jika perlu studi klinis juga dilakukan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kemungkinan interaksi yang terjadi dan keuntungan pada terapi yang diberikan kepada pasien.

d. Agiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEi)

Penggunaan awal obat penghambat ACE pada pasien yang sedang menggunakan diuretik diberikan dengan hati hati. Antihipertensi dapat terjadi pada pasien dengan penggunaan diuretik dois tinggi, diet rendah garam, dialisis atau pasien dengan gagal ginjal. Fungsi ginjal sebaiknya selalu dipantau sebelum ataupun selama pemberian terapi, dan untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal dosis diturunkan (Badan POM RI, 2008)

Penggunaan bersma dengan diuretik dapat meningkatkan efek antihipertensi yang menyebabkan terjadiya hipotensi. Efek aditif ini mungkin


(44)

diinginkan, namun dosis yang diberikan harus disesuaikan terlebih dahulu. Salah satu efek antihipertensi dari penghambat ACE adalah menstimulasi sintesis vasodilator prostaglandin. Obat obat NSAIDs seperti aspirin dan salisilat menghambat sintesis vasodilator prostaglandin sehingga penggunaan bersama dengan penghambat ACE dapat mengurangi efek untuk menurunkan tekanan darah (Mozayani, 2008).

e. Angiotensin II Receptor Blocker (ARB)

Golongan obat penghambat ACE bekerja dengan menghambat

angiotensing converting enzyme yaitu suatu enzim yang dapat menguraikan

angiotensin I menjadi angiotensin II yang merupakan senyawa vasokonstiktor. Sedangkan ARB bekerja dengan manghambar reseptor angiotensin II. Kombinasi antara penghambat ACE dan ARB dapat memperkuat efek antihipertensi karena kedua golongan ini bekerja pada system RAAS (Syamsudin, 2011).

Penggunaan bersama penghambat ACE dengan ARB dapat meningkatkan kadar litium sehingga perlu dilakukan pemantauan. Losartan adalah ARB yang menunjukkan interaksi yang signifikan dengan CYP3A4 meskipun losartan merupakan substrat dari CYP2C9. Obat lain yang bersifat menginduksi atau menginhibisi jalur ini dapat meningkatkan atau menurunkan efektivitas losartan sebagai obat yang bersifat antihipertensi. Meskipun berpotensi untuk menimbulkan namun belum banyak interaksi obat yang secara klinis ditemukan pada pasien yang menggunakan ARB (Syamsudin, 2011).


(45)

f. Calcium Channel Blocker (CCB)

Penggunaan bersama CCB dengan obat golongan antidepresan depat meningkatkan kadar obat antidepresan, dan dapat mengingkatkan efek antihipertensi jika diberikan bersamaan dengan obat yang bekerja dengan menghambat MAO (monoamine oksidase). Sedangkan penggunaan bersama dengan diuretik dapat menigkatkan efek antihipertensi (Badan POM RI, 2008). g. Diuretika

Penggunaan bersama diuretik dengan obat yang memiliki sifat antihipertensi atau diuretik lain dapat memberikan efek aditif. Pada beberapa pasien tertentu efek ini mungkin diinginkan namun perlu dilakukan penyesuaian dosis. Selain itu penggunaan bersama diuretik dengan diuretik hemat kalium bertujuan untuk menjaga kadar kalium dalam tubuh, sehingga diuretik hemat kalium biasanya digunakan sebagai alternatif untuk suplemen kalium (Mozayani, 2008).

Pemberian bersamaan dengan NSAIDs dapat menurunkan kerja diuretik, melalui penghambatan sintesis prostaglandin di ginjal. Pemberian bersamaan juga meningkatkan risiko gagal ginjal akibat penurunan aliran darah ginjal, sehingga perlu dilakukan pemantauan terhadap fungsi ginjal pasien (Mozayani, 2008).

Penggunaan bersamaan dengan allopurinol dapat meningkatkan risiko hipersensitif terutama pada pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal. Penggunaan bersama dengan agen antagonis kalsium seperti amlodipine dapat meningkatkan efek antihipertensi (Badan POM RI, 2008).

Interaksi obat yang sering terjadi dan perlu diwaspadai adalah interaksi antara diuretik furosemide dengan obat vasodilator seperti penghambat ACE


(46)

(captopril). Furosemid menyebabkan penurunan volume darah yang bersirkulasi karena efeknya untuk mengurangi cairan dalam tubuh. Oleh karena itu keseimbangan air dan elektorlit dalam tubuh harus diperhatikan sebelum pemberian bersamaan dengan vasodilator. Penggunaan bersama furosemid dengan prednison dapat menyebabkan terjadinya penurunan kadar kalium yang cukup besar, sehingga perlu diberikan suplemen kalium (Mozayani, 2008).

D. Keterangan Empiris

Angka prevalensi hipertensi baik di Indonesia maupun dunia cukup tinggi. Tujuan terapi hipertensi adalah menurunkan nilai mortilitas dan morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi. Hipertensi pada umumnya terjadi dengan adanya komplikasi dengan penyakit lain, sehingga pasien akan menggunakan lebih dari satu jenis obat (polifarmasi). Polifarmasi mempunyai risiko untuk terjadinya drug

related problem yang dapat membahayakan pasien. Keamanan penggunaan obat

merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi. Evaluasi keamanan penggunaan obat dikaji dari adanya kemungkinan interaksi obat. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui dan menjamin pengobatan atau terapi yang diterima pasien aman dan dapat mencapai target atau tujuan terapi.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai interaksi penggunaan obat antihipertensi pada pasien rawat inap di bangsal cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015.


(47)

27 BAB III

METODE PENELITIAN A.Jenis Dan Rancangan Penelitian

Penelitian interaksi penggunaan obat antihipertensi pada pasien rawat inap di bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode agustus 2015 merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan penelitian case series yang bersifat prospektif.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang menggambarkan atau mendeskripsikan suatu fenomena, kejadian, kondisi, fakta, dan lain-lain. Penelitian observasional tidak membandingkan satu kelompok dengan kelompok lainnya dan tidak memerlukan hipotesis, sehingga tidak perlu melakukan uji statistik (Swarjana, 2012).

Penelitian case series adalah penelitian yang terdiri dari sekelompok pasien yang telah terdiagnosis dengan kondisi yang sama selama periode tertentu dimana tidak terdapat kelompok pembanding. Case series menetapkan kasus tunggal spesifik dan menjadikannya dalam satu laporan. Penelitian prospektif merupakan salah satu penelitian yang mengikuti proses perjalanan penyakit kedepan berdasarkan urutan waktu (Apparasu, 2015).

Pengambilan data pasien dilakukan dengan mengikuti perjalanan penyakit kedepan dengan memantau kondisi pasien setiap hari berdasarkan lembar rekam medis dan informasi hasil klarifikasi tenaga kesehatan lain yaitu perawat yang bertugas di bangsal Cempaka periode Agustus 2015.


(48)

B. Variable Penelitian Dan Definisi Opersional 1. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini berupa hasil pemeriksaan laboratorium, penggunaan obat antihipertensi dan kondisi pasien rawat inap di bangsal cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015.

2. Definisi operasional

a. Hasil pemeriksaan laboratorium yang dimaksud adalah hasil pemeriksaan hematologi, hitung jenis, fungsi hati, fungsi ginjal, glukosa sewaktu, dan elektrolit. Hasil pemeriksaan laboratorium ini digunakan untuk melihat apakah efek interaksi obat terjadi pada pasien.

b. Obat antihipertensi adalah obat-obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah dan efeknya dapat terlihat melalui penurunan tekanan darah saat dilakukan pengukuran yaitu golongan ACEi, ARB, CCB dan diuretik golongan tiazid (JNC 8, 2014).

c. Kondisi pasien yang dimaksud adalah pemeriksaan tanda vital yang terdapat dalam rekam medis meliputi suhu, tekanan darah, laju pernapasan dan denyut nadi.

d. Evaluasi interaksi penggunaan obat dilakukan dengan membedakan interaksi berdasarkan kriteria sifat interaksi meliputi minor, signifikan, serius dan mekanisme interaksi meliputi interaksi farmakokinetik dan interaksi farmakodinamik.


(49)

e. Interaksi obat adalah kemungkin terjadinya interaksi antara obat antihipertensi dengan obat lain yang digunakan pasien selama menjalani pengobatan di rumah sakit berdasarkan Medscape (2015).

f. Interaksi minor adalah jika kemungkinan potensial interaksi kecil dan efek interaksi yang terjadi tidak menimbulkan perubahan pada status klinis pasien. g. Interaksi signifikan adalah kemungkinan potensial interaksi dan efek interaksi

yang terjadi mengakibatkan perubahan pada kondisi klinis pasien.

h. Interaksi serius adalah jika kemungkinan kejadian interaksi tinggi dan efek samping interaksi yang terjadi dapat membahayakan nyawa pasien.

i. Interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang menyebabkan perubahan pada proses absorbsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi dari suatu obat karena pengaruh obat lain.

j. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi antara obat yang bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologis yang sama sehingga dapat menimbulkan efek yang aditif, sinergis, atau antagonis tanpa mempengaruhi kadar obat dalam plasma.

k. Interaksi aktual adalah interaksi yang berdasarkan referensi menunjukkan

adanya interaksi obat dan interaksi tersebut terjadi pada pasien yang dilihat dari kondisi klinis pasien berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dan tanda vital. Sedangkan interaksi potensial adalah interaksi yang berdasarkan referensi menunjukkan adanya interaksi tetapi interaksi tersebut tidak terjadi pada pasien. Interaksi tidak diketahui adalah interaksi yang tidak dapat dikategorikan


(50)

interaksi aktual atau potensial karena tidak terdapat hasil pemeriksaan laboratorium sebagai indikator.

l. Komplikasi penyakit hipertensi yang dimaksud adalah gangguan pada jantung, mata, ginjal, otak dan pembuluh darah besar, penyakit arteri koroner, gagal ginjal, demensia dan arterial fibralasi.

m.Penyakit penyerta yang dimaksud adalah anemia, vertigo, pneumonia, bronkhitis kronis, infeksi saluran kemih, dan GERD.

n. Kasus yang dimaksud adalah setiap hari rawat masing masing pasien selama menjalani rawat inap. Kasus yang dievaluasi adalah setiap hari rawat subjek penelitian.

C.Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian bersama beberapa mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang secara garis besar bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan obat pada pasien terdiagnosa hipertensi dan diabetes mellitus yang dirawat di instalasi rawat inap bangsal Cempaka dan Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015. Kajian penelitian ditunjukkan dalam gambar 3.

Gambar 3. Skema Penelitian

Evaluasi Penggunaan

Obat

Bangsal Cempaka

Obat Antihipertensi

Evaluasi Keamanan (Interaksi Obat)

Topik yang diteliti Obat

Hipoglikemi

Evaluasi Keamanan (Interaksi Obat) Bangsal

Bakung

Obat Antihipertensi

Evaluasi Efektivitas Obat

Hipoglikemi

Evaluasi Keamanan dan


(51)

D.Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah pasien rawat inap di bangsal cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode agustus 2015. Kriteria inklusi subjek adalah pasien rawat inap di dibangsal cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul yang menerima terapi obat antihipertensi pada periode agustus 2015, dan masuk rumah sakit melalui poli atau IGD. Kriteria eksklusi subjek adalah pasien yang dipindahkan ke bangsal lain dan pasien yang menggunakan obat hipoglikemi. Sebagai subjek wawancara adalah perawat yang sedang bertugas, wawancara dilakukan untuk konfirmasi mengenai data rekam medis yang kurang lengkap atau tidak dapat terbaca.

Penelitian di bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul selama bulan Agustus 2015 terdapat 19 responden yang menerima obat antihipertensi. Subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi penelitian adalah 17 pasien. Terdapat 2 pasien yang dieksklusi.

Gambar 4. Skema subjek penelitian

62 pasien di bangsal Cempaka Periode Agustus 2015

19 pasien memenuhi kriteria inklusi

2 pasien dieksklusi


(52)

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah blanko pengambilan data yang terlampir dalam lampiran 1. Blanko pengambilan data mencakup data identitas pasien (no. RM, nama, jenis kelamin, usia), tanggal masuk dan keluar rumah sakit, anamese, diagnosis penyakit, hasil pengukuran tanda vital, hasil pengukuran laboratorium, obat yang digunakan pasien saat di bangsal, status pulang, obat yang dibawa pulang dan catatan rekomendasi untuk pasien.

Blanko pengambilan data disusun berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya. Isi blanko pengambilan data disesuaikan dengan data yang diperlukan untuk penelitian ini.

F. Lokasi Penelitan

Penelitian tentang evaluasi penggunaan obat antihipertensi ini dilakukan di ruang rawat inap bangsal Cempaka, ruang rekam medis, dan ruang instalasi farmasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panembahan Senopati Bantul. RSUD Panembahan Senopati Bantul terletak di jalan Dr. Wahidin Sudiro Husodo, Bantul, Yogyakarta.

G.Tatacara Penelitian

Penelitian tentang evaluasi interaksi penggunaan obat antihipertensi pada pasien rawat inap di bangsal cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul meliputi beberapa tahap sebagai berikut:


(53)

1. Analisis Situasi

Tahap analisis situasi dimulai dengan mengidentifikasi obat antihipertensi yang digunakan di instalasi farmasi RSUD Panembahan Senopati Bantul. Kemudian diperoleh ijin penelitian dari kantor gubernur DIY, Bappeda Bantul, dan RSUD Panembahan Senopati Bantul.

Sebelum memulai penelitian di RSUD Panembahan Senopati, dilakukan penelusuran informasi dan pembuatan instrument penelitian. Penelusuran informasi dilakukan dengan wawancara terhadap apoteker untuk mengetahui formularium yang digunakan di instalasi rawat inap RSUD Panembahan Senopati Bantul. Setelah perijinan dan instrument penelitian selesai selanjutnya adalah menemui kepala bangsal cempaka dan memperkenalkan diri serta didapatkan informasi mengenai jam efektif penggambilan data agar tidak mengganggu pekerjaan petugas kesehatan lainnya.

2. Pengambilan data

Pengumpulan data dilakukan dengan mengikuti perkembangan pasien melalui rekam medis pasien yang ada di bangsal cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul. Data yang dikumpulkan dalam instrumen penelitian sebagai data sekunder. Sedangkan data primer diperoleh ketika melakukan konfirmasi data sekunder kepada perawat yang sedang berjaga di bangsal cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015.

3. Analisis data

Data pengobatan pasien rawat inap di bangsal Cempaka periode agustus 2015 dievaluasi dengan melihat kemungkinan interaksi obat yang terjadi pada


(54)

pasien. Hasil temuan yang berkaitan dengan interaksi pada pengobatan dikonfirmasi ke apoteker di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Setiap obat dievaluasi kemungkinan interaksi yang terjadi dengan melihat kondisi klinis pasien serta data hasil laboratorium yang ada. Hasil evaluasi disajikan dalam bentuk tabel. Data yang diperoleh kemudian dievaluasi untuk melihat keamanan pengobatan meliputi kajian interaksi obat. Evaluasi interaksi obat dilakukan berdasakan Medscape (2015).

H. Tata Cara Analisis Hasil

Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan mengelompokkan data berdasarkan:

1. Golongan obat antihipertensi yang digunakan pasien yaitu golongan Diuretik,

Angiotensin converting enzyme inhibitor, Angiotensin II receptor blocker, Calcium Channel blocker.

2. Menyajikan hasil evaluasi keamanan yang berupa temuan interaksi obat antihipertensi dalam bentuk tabel.

I. Keterbatasan Dan Kelemahan Penelitian

Penelitian dengan topik evaluasi interaksi penggunaan obat antihipertensi hanya mengkaji interaksi obat yang mungkin dapat terjadi pada pasien sedangkan evaluasi efek samping obat tidak dapat dilakukan karena peneliti tidak bertemu langsung dengan pasien sehingga evaluasi efek samping sulit untuk dilakukan. Dengan demikian penelitian ini tidak dapat memberikan gambaran secara keseluruhan evaluasi keamanan penggunaan obat antihipertensi yang diterima pasien. Dalam tahap analisis situasi yang dilakukan peneliti kurang mendalam


(55)

sehingga dalam proses pengambilan data mangalami kesulitan ketika terdapat data yang memerlukan konfirmasi ke perawat atau apoteker dibagian rawat inap.

Kejadian interaksi pada pasien ditentukan berdasarkan hasil laboratorium dan pemeriksaan tanda vital, sehingga adanya penyakit penyerta dan komplikasi dapat mempengaruhi penilaian kejadian interaksi pada pasien. Oleh karena itu kejadian interaksi yang ditemukan pada penelitian ini tidak dapat digambarkan dengan jelas apakah merupakan kejadian akibat interaksi obat yang terjadi pada pasien. Selain itu tidak dilakukan penelusuran terkait riwayat pengobatan sebelumnya yang dapat mempengaruhi penilaian interaksi obat.


(56)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini akan disajikan dalam tiga bagian yaitu karakteristik pasien, profil penggunaan obat antihipertensi, evaluasi tentang interaksi penggunaan obat antihipertensi yang diberikan kepada pasien rawat inap di bangsal cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015.

A.Karakteristik Pasien

1. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia dan Lama Perawatan

Tabel IX. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin, usia dan lama perawatan pasien yang menerima obat antihipertensi di bangsal Cempaka RSUD

Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015

Karakteristik Jumlah pasien (%) Kasus (%)

Jenis Kelamin

Pria 5 (29,5) 22 (24,4)

Wanita 12 (70,5) 68 (75,6)

Usia

≤ 44 tahun 1 (5,9) 11 (12,2)

45 – 64 tahun 5 (29,4) 22 (24,5)

≥ 65 tahun 11 (64,7) 57 (63,3)

Lama Perawatan

2 – 6 hari 13 (76,5) 55 (61,1)

7 – 11 hari 4 (23,5) 35 (38,9)

n =17 Pasien, 90 Kasus

a. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan hasil pengambilan data diperoleh 17 dari 19 pasien yang menjadi subjek penelitian. Pasien berjenis kelamin wanita berjumlah 12 orang dan 5 orang pasien berjenis kelamin pria. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang menerima terapi obat antihipertensi di bangsal cempaka RSUD Panembahan Senopati periode Agustus 2015 paling banyak adalah pasien wanita yaitu 70,5%.


(57)

Temuan hipertensi pada wanita lebih basar daripada pria, hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan Irza (2009) di sumatera barat bahwa kejadian hipertensi lebih banyak ditemukan pada wanita (66,7%) daripada pria (33,3%). Kejadian hipertensi pada wanita dengan usia > 45 tahun lebih besar dibandingkan pada pria (Dipiro, 2008). Hipertensi lebih banyak ditemukan pada wanita karena pengaruh hormone esterogen. Wanita pasca menopause memiliki esterogen yang lebih sedikit sehingga efek penurunan LDL di hati oleh esterogen menurun. Hal ini menyebabkan terjadinya atheroskerosis yang merupakan factor risiko hipertensi

b. Karakteristik berdasarkan usia

Usia pasien dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu ≤ 44 tahun, 45 –

64 tahun, dan ≥ 65 tahun. Berdasarkan data rekam medis diketahui bahwa kelompok

usia yang mendapatkan terapi obat antihipertensi di bangsal cempaka RSUD Panembahan Senopati periode Agustus 2015 paling banyak adalah usia ≥ 65 tahun yaitu 11 pasien (64,71%).

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa hipertensi banyak ditemukan pada usia ≥ 65 tahun, hal ini terjadi karena seiring berjalannya usia fungsi fisiologis seseorang akan menurun. Pasien dengan usia lanjut akan terjadi penurunan elastisitas pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi lebih kaku. Kekakuan pada pembuluh darah menyebabkan beban jantung untuk memompa darah bertambah berat sehingga terjadi peningkatan tekanan darah dalam sistem sirkulasi.


(58)

c. Karakteristik berdasarkan lama perawatan

Lama perawatan pasien di rumah sakit adalah 2 hari untuk batas bawah dan 11 hari untuk batas atas. Lama perawatan pada pasien yang menerima obat antihipertensi di bangsal cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015 dibagi dalam 2 kategori seperti dalam tabel IX. Lama perawatan yang paling banyak adalah 2 – 6 hari yaitu 13 pasien (76,5%).

2. Distribusi Penyakit Penyerta dan Komplikasi

Tabel X. Klasifikasi penyakit penyerta dan komplikasi pasien rawat inap di bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015

Klasifikasi Jenis

Jumlah Pasien

(%)

Jumlah Kasus

(%)

Komplikasi

Gagal Ginjal 4 (23,5) 21 (23,3)

Gagal Jantung Kongestif 3 (17,7) 17 (18,9)

Stroke 2 (11,7) 13 (14,4)

Penyerta

Anemia 2 (11,7) 9 (10,0)

Vertigo 1 (5,9) 4 (4,4)

Pneumonia 1 (5,9) 3 (3,3)

ISK + Anemia 1 (5,9) 6 (6,7)

Komplikasi dan Penyerta

Stroke + ISK 1 (5,9) 10 (11.1)

Gagal Jantung Kongestif + Bronkitis

Kronis 1 (5,9) 3 (3,3)

Gagal Jantung Kongestif + ISK + GERD 1 (5,9) 4 (4,4)

Total 17 (100,0) 90 (100,0)

n = 17 Pasien, 90 Kasus

Hipertensi jangka panjang dapat menyebabkan timbulnya bebagai komplikasi yang dapat memperburuk keadaan pasien. Hasil pengelompokan pasien terdapat 9 pasien (41,2%) dengan komplikasi, 5 pasien (29,4%) dengan penyakit penyerta, 3 pasien (17,6%) dengan komplikasi dan penyakit penyerta. Berdasarkan tabel X terlihat bahwa 9 dari 17 pasien yang menerima obat antihipertensi


(59)

mengalami komplikasi. Komplikasi yang paling banyak dijumpai adalah gagal ginjal akut maupun kronik, gagal jantung kongestif dan serta stroke.

Hipertensi terbukti menjadi salah satu faktor risiko untuk stroke, dalam penelitian yang dilakukan Ramadhanis (2012) dengan judul Hubungan antara

Hipertensi dan Kejadian Stroke di RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan

menunjukkan bahwa pasien hipertensi memiliki kemungkinan 4.177 x menderita stroke dibandingkan pasien tanpa hipertensi. Stroke dapat terjadi akibat tersumbatnya pembuluh darah diotak oleh embolus yang terbawa dari pembuluh darah yang bertekanan tinggi. Selain itu stroke juga dapat terjadi karena pembuluh darah menuju otak mengalami hipertrofi sehingga aliran darah menuju otak berkurang (Subekti, 2009).

Pada pasien hipertensi akan terjadi tekanan yang berlebih pada jantung, sehingga akan meningkatkan kerja jantung, akibatnya akan terjadi hipertrofi dari sel sel jantung dan akhirnya disfungsi jantung yang berakibat pada gagalnya jantung untuk mempoma darah atau gagal jantung kongestif (Pendit, 2010).

Gagal ginjal dapat terjadi karena adanya tekanan yang tinggi pada kapiler glomerulus ginjal. Rusaknya glomerulus ginjal menyebabkan aliran darah ke nefron terganggu akibatnya nefron akan kekurangan oksigen atau hipoksik dan mengalami kematian sel. Rusaknya membran glomerulus akan berakibat juga pada kelurnya protein ke urin sehingga tekanan osmotik plasma berkurang dan menyebabkan terjadinya edema (Subekti, 2009).

Selain beberapa komplikasi diatas, ditemukan penyakit penyerta pada 5 dari 17 pasien seperti anemia, infeksi saluran kemih, vertigo dan lainnya yang


(60)

disajikan dalam tabel XIV. Penyakit penyerta yang paling banyak ditemukan adalah anemia, yaitu dialami oleh 2 pasien.

B.Profil Penggunaan Obat Antihipertensi

Jumlah obat yang digunakan setiap pasien yang dirawat di bangsal cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul dapat berbeda setiap harinya dan berbeda pula antar pasien yang satu dengan yang lainnya. Dari 17 pasien ditemukan sebanyak 90 kasus / 90 hari rawat. Jumlah kasus merupakan jumlah penggunaan obat setiap harinya pada pasien. Tabel 11 menunjukkan jumlah obat yang diterima pasien setiap hari saat perwatan. Jumlah obat yang paling banyak diterima pasien yaitu 5-7 obat setiap hari sebanyak 41 kasus (45,6%) sedangkan 29 kasus (32,2%) pasien menerima 8 – 10 obat, 18 kasus (20,0%) pasien menerima 2 – 4 obat, dan 2 kasus (2,2%) pasien menerima >10 obat.

Tabel XI. Distribusi jumlah obat yang diterima pasien selama dirawat di bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015

∑ Obat Perhari ∑ Kasus Persentase (%)

2-4 18 20,0

5-7 41 45,6

8-10 29 32,2

>10 2 2,2

Total 90 100,00

Pasien yang dirawat di bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015 di kelompokkan berdasarkan obat antihipertensi yang diterima. Dari total 90 kasus ditemukan 51 kasus (56,7%) mendapatkan terapi obat antihipertensi dan 39 kasus tidak menerima obat antihipertensi. 39 kasus yang tidak mendapat terapi obat antihipertensi tidak di eksklusi karena kriteria eksklusi bukan kasus melainkan pasien.


(61)

Obat antihipertensi yang diterima pasien rawat inap di bangsal Cempaka berupa obat antihipertensi tunggal dan kombinasi. Dari 51 kasus pasien yang menerima terapi antihipertensi 45 kasus (88,2%) mendapatkan terapi tunggal dan 6 kasus (11,8%) menerima terapi kombinasi obat antihipertensi. Golongan obat antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah golongan Angiotensin

Converting Enzym Inhibitor yaitu captopril dimana dari 51 kasus pasein yang

mendapatkan terapi antihipertensi, terdapat 27 kasus (52,9%) menerima terapi ACEi yaitu 23 kasus adalah captopril tunggal dan 4 kasus kombinasi ACEi dengan obat antihipertensi golongan CCB yaitu amlodipin.

Tabel XII. Profil penggunaan obat antihipertensi berdasarkan golongan obat yang diterima pasien rawat inap di bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati

Bantul periode Agustus 2015

Macam Terapi Pengobatan Jumlah

kasus Total

Golongan Jenis Obat

Tidak Mendapat Terapi 39 39

Tunggal

Angiotensin II receptor

blocker valsartan 14

45

Angiotensin Converting

Enzyme Inhibitor captopril 23 Calcium Channel

Blocker amlodipin 8

Kombinasi

CCB + ARB amlodipin +

ibesartan 2

6

CCB + ACEi amlodipin +

captopril 4

Total 90

Pennggunaan obat antihipertensi tunggal pada pasien rawat inap bangsal cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015 diberikan secara oral maupun injeksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selain terapi tunggal, terdapat pasien yang menerima terapi kombinasi obat antihipertensi. Dari


(62)

51 kasus terdapat 6 kasus pasien (11,8%) menerima terapi kombinasi obat antihipertensi. Kombinasi yang paling banyak diberikan kepada pasien adalah kombinasi antara golongan Angiotensin converting enzyme inhibitor (captopril) dengan calcium channel (amlodipin) blocker yaitu 4 kasus (66,7 %) dari 6 kasus pasien yang menerima terapi kombinasi obat antihipertensi.

C.Evaluasi Interaksi Penggunaan Obat Antihipertensi

Evaluasi keamanan penggunaan obat antihipertensi di bangsal rawat inap cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015 dikaji dari interaksi obat. Interaksi obat diklasifikasikan berdasarkan keparahannya yaitu serius, signifikan dan minor. Pada penelitian ini, dari 90 kasus terdapat 21 (23,3 %) kasus tanpa kejadian interaksi dan 69 kasus (76,7%) terdapat interaksi obat.

Tabel XIII. Interaksi obat pada pasien di bangsal rawat inap Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015

Interaksi Obat Jumlah Kasus Persentase (%)

Terdapat Interaksi Obat 69 76,7

Tanpa Interaksi Obat 21 23,3

Total 90 100,0

Hasil evalusai interaksi obat pada pasien yang menerima obat antihipertensi di bangsal rawat inap Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015, ditemukan 286 kejadian interaksi obat pada 69 kasus yang disajikan dalam tabel XIV.


(63)

Tabel XIV. Mekanisme dan Sifat Interaksi Obat pada Pasien di Bangsal Rawat Inap Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015

Interaksi Obat Mekanisme Sifat Jumlah

1. Melibatkan Obat Antihipertensi

captopril + furosemide Farmakodinamik Signifikan 26

captopril + aspirin Farmakodinamik Signifikan 11

gemfibrozil + valsartan Farmakodinamik Signifikan 8

candesartan + furosemid Farmakodinamik Signifikan 4

valsartan + furosemid Farmakodinamik Signifikan 3

bisoprolol + amlodipin Farmakodinamik Signifikan 3

CaCO3 + amlodipin Farmakodinamik Signifikan 2

irbesartan + aspirin Farmakodinamik Signifikan 2

irbesartan + furosemid Farmakodinamik Signifikan 2

valsartan + KSR (KCl) Farmakodinamik Signifikan 2

bisoprolol + nicardipin Farmakodinamik Signifikan 1

captopril + KSR (KCl) Farmakokinetik Signifikan 25

metilprednisolon + amlodipin Farmakoninetik Minor 2

fenitoin + amlodipin Farmakokinetik Minor 1

captopril + allopurinol Tidak diketahui Serius 4

2. Obat Lain

KSR (KCl) + furosemid Farmakodinamik Signifikan 40

aspirin + KSR (KCl) Farmakodinamik Signifikan 11

aspirin + clopidogrel Farmakodinamik Signifikan 8

KSR (KCl) + albuterol Farmakodinamik Signifikan 7

metilprednisolon+ ciprofloxacin Farmakodinamik Signifikan 6

bisoprolol + furosemid Farmakodinamik Signifikan 4

aspirin + albuterol Farmakodinamik Signifikan 3

bisoprolol + KSR (KCl) Farmakodinamik Signifikan 3

ceftriaxon + furosemid Farmakodinamik Minor 20

aspirin + furosemid Farmakodinamik Minor 15

albuterol + furosemid Farmakodinamik Minor 11

cefixime + furosemid Farmakodinamik Minor 8

ceftazidim + furosemid Farmakodinamik Minor 6

dexametason + furosemid Farmakodinamik Minor 4

metilprednisolon + furosemid Farmakodinamik Minor 3

allopurinol + aminofilin Farmakokinetik Serius 4

fenitoin + diazepam Farmakokinetik Signifikan 2

CaCO3 + allopurinol Farmakokinetik Signifikan 2

probenecid + cefixime Farmakokinetik Signifikan 2

furosemid + as. folat Farmakokinetik Minor 9

furosemid + CaCO3 Farmakokinetik Minor 6

ceftazidim + aspirin Farmakokinetik Minor 6

furosemid + vit. b complex Farmakokinetik Minor 3

sukralfat + lansoprazol Farmakokinetik Minor 2

CaCO3 + aspirin Farmakokinetik Minor 2

metilprednisolon +finasteride Farmakokinetik Minor 2

ranitidin + fenitoin Farmakokinetik Minor 1


(64)

Kategori interaksi serius adalah jika kemungkinan kejadian interaksi tinggi dan efek samping interaksi yang terjadi dapat membahayakan nyawa pasien. Interaksi signifikan adalah kemungkinan potensial interaksi dan efek interaksi yang terjadi mengakibatkan perubahan pada kondisi klinis pasien. Interaksi minor adalah jika kemungkinan potensial interaksi kecil dan efek interaksi yang terjadi tidak menimbulkan perubahan pada status klinis pasien (stockley, 2008). Kategori interaksi yang paling banyak terjadi adalah interaksi signifikan yaitu 179 kejadian (62,6%).

Tabel XV. Kejadian interaksi obat berdasarkan keparahannya pada pasien yang menerima obat antihipertensi di bangsal rawat inap Cempaka RSUD Panembahan

Senopati Bantul periode Agustus 2015

Keparahan Interaksi Jumlah Kejadian Interaksi Persentase (%)

Minor 99 34,6

Signifikan 179 62,6

Serius 8 2,8

Total 286 100,0

Terdapat 2 jenis mekanisme interaksi yang ditemukan berdasarkan hasil penelitian yaitu interaksi dengan mekanisme farmakodinamik dan farmakokinetik, serta beberapa interaksi tidak diketahui mekanismenya. 286 kasus interaksi yang ditemukan 213 kasus (74,5%) diantaranya merupakan interaksi farmakodinamik, 69 kasus (24,1%) interaksi farmakokinetik, 4 kasus (1,4%) tidak diketahui mekanisme interaksinya .

Kejadian interaksi yang paling banyak terjadi adalah interaksi antara furosemid dengan KSR (KCl) yaitu 40 kejadian dari 286 kejadian. Penggunaan furosemid dapat menyebabkan penurunan kadar kalium, sehingga penggunaan suplemen kalium dapat membantu untuk mencegah penurunan kadar kalium.


(1)

84

Pasien No kasus

Hari Rawat

ke-

Interaksi

Obat Mekanisme

Sifat

Interaksi Efek

Monitoring

Kejadian Pemeriksaan Nilai normal Hasil

Q

87 4

Captopril +

furosemid Sinergisme farmakodinamik Signifikan

Risiko akut hipotensi dan penurunan fungsi ginjal

Rata rata TD <150 / <90 105/67 mmHg Aktual Nilai Ureum 17-43 Tidak ada

pemeriksaan Tidak diketahui Nilai Kreatinin 0,60-1,10 Tidak ada

pemeriksaan Tidak diketahui Captopril +

KSR

Meningkatkan level kalium dengan menurunkan eliminasi kcl (farmakokinetik)

Signifikan Hiperkalemia Kadar Kalium 3,50-5,10 Tidak ada

pemeriksaan Tidak diketahui KSR +

Furosemid

KSR meningkatkan, Furosemid menurunkan serum kalium (farmakodinamik)

Signifikan Efek tidak jelas Kadar Kalium 3,50-5,10 Tidak ada

pemeriksaan Tidak diketahui

Ceftriaxone + Furosemid

Sinergisme farmakodinamik, meningkatkan toksisitas Furosemid

Minor Meningkatkan risiko nefrotoksisitas

Nilai Ureum 17-43 Tidak ada

pemeriksaan Tidak diketahui Nilai Kreatinin 0,60-1,10 Tidak ada

pemeriksaan Tidak diketahui

88 5

Captopril +

furosemid Sinergisme farmakodinamik Signifikan

Risiko akut hipotensi dan penurunan fungsi ginjal

Rata rata TD <150 / <90 117/82 mmHg Aktual Nilai Ureum 17-43 Tidak ada

pemeriksaan Tidak diketahui Nilai Kreatinin 0,60-1,10 Tidak ada

pemeriksaan Tidak diketahui Captopril +

KSR

Meningkatkan level kalium dengan menurunkan eliminasi kcl (farmakokinetik)

Signifikan Hiperkalemia Kadar Kalium 3,50-5,10 Tidak ada

pemeriksaan Tidak diketahui KSR +

Furosemid

KSR meningkatkan, Furosemid menurunkan serum kalium (farmakodinamik)

Signifikan Efek tidak jelas Kadar Kalium 3,50-5,10 Tidak ada

pemeriksaan Tidak diketahui

Ceftriaxone + Furosemid

Sinergisme farmakodinamik, meningkatkan toksisitas Furosemid

Minor Meningkatkan risiko nefrotoksisitas

Nilai Ureum 17-43 Tidak ada

pemeriksaan Tidak diketahui Nilai Kreatinin 0,60-1,10 Tidak ada


(2)

85

Q

89 6

Captopril +

furosemid Sinergisme farmakodinamik Signifikan

Risiko akut hipotensi dan penurunan fungsi ginjal

Rata rata TD <150 / <90 136/83 mmHg Potensial Nilai Ureum 17-43 Tidak ada

pemeriksaan Tidak diketahui Nilai Kreatinin 0,60-1,10 Tidak ada

pemeriksaan Tidak diketahui Captopril +

KSR

Meningkatkan level kalium dengan menurunkan eliminasi kcl (farmakokinetik)

Signifikan Hiperkalemia Kadar Kalium 3,50-5,10 Tidak ada

pemeriksaan Tidak diketahui KSR +

Furosemid

KSR meningkatkan, Furosemid menurunkan serum kalium (farmakodinamik)

Signifikan Efek tidak jelas Kadar Kalium 3,50-5,10 Tidak ada

pemeriksaan Tidak diketahui Sukralfat +

Lansoprazol

Menghambat absorbsi di GI

(farmakokinetik) Minor

Level lansoprazol berkurang

90 7

Captopril + KSR

Meningkatkan level kalium dengan menurunkan eliminasi kcl (farmakokinetik)

Signifikan Hiperkalemia Kadar Kalium 3,50-5,10 Tidak ada

pemeriksaan Tidak diketahui Sukralfat +

Lansoprazol

Menghambat absorbsi di GI

(farmakokinetik) Minor

Level lansoprazol berkurang


(3)

(4)

Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(BAPEDA) Kabupaten Bantul


(5)

(6)

BIOGRAFI PENULIS

Tria Noviana lahir di Rumbia, 2 November 1994

merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan

Husin dan Fatimah. Penulis telah menempuh pendidikan

di SD Negeri 5 Bumi Nabung Ilir Lampung Tengah pada

tahun 2000

2006, SMP Pangudi Luhur 2 Yogyakarta

pada tahun 2006

2009, SMA Pangudi Luhur Yogyakarta

pada tahun 2009

2012, kemudian pada tahun 2012

melanjutkan ke Perguruan Tinggi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama menempuh pendidikan di Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, penulis

aktif dalam berbagai kegiatan baik di dalam maupun luar

Universitas. Penulis menjadi anggota UKM Kerohanian

KMBK Dharma Virya dan menjabat sebagai koordinator divisi Humas pada tahun

2013. Penulis juga pernah menjadi ketua panitia Seminar Vegetarian “

Your Health,

Your Happiness

” yang dibawakan oleh Bapak Gobind Vashdev. Penulis menjadi

Ketua Panitia Penyambutan Mahasiswa Baru Maitreya tahun 2014 dan 2015, dan

hingga saat ini aktif menjadi guru relawan INLA (International Nature Loving

Association) goes to school sejak tahun 2012.