Evaluasi penggunaan obat Hipoglikemia pada pasien di instalasi rawat inap bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015.

(1)

NASKAH ABSTRAK

Oleh:

Megarista Afriana Putri

128114108

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIA PADA

PASIEN DI INSTALASI RAWAT INAP BANGSAL BAKUNG

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL PERIODE

AGUSTUS 2015

INTISARI

Pasien dengan diabetes melitus memerlukan terapi dalam jangka panjang. Sebagian besar penderita diabetes melitus mendapatkan jenis obat hipoglikemia lebih dari satu macam, oleh karena itu diperlukan peran farmasis untuk melakukan evaluasi penggunaan obat. Evaluasi yang dapat dilakukan adalah keamanan dan

efektivitas. Evaluasi efektivitas dilihat dari outcome perbaikan kondisi pasien

sedangkan evaluasi keamanan dilihat dari kejadian interaksi obat. Penelitian ini melihat profil penggunaan obat, keamanan, waktu terjadinya perbaikan kondisi dan proporsi penggunaan obat yang efektif pada pasien di instalasi rawat inap bangsal bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul periode bulan Agustus 2015. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan

penelitian deskriptif yang bersifat case series dengan pengambilan data secara

prospektif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medis pasien. Efektivitas penggunaan obat hipoglikemia dievaluasi berdasarkan standar PERKENI tahun 2011. Keamanan penggunaan obat dievaluasi berdasarkan acuan Medscape tahun 2015, sedangkan proporsi penggunaan obat yang efektif dinilai dari perbaikan kondisi pasien sesuai acuan Silvio dan Inzucchi tahun 2011.

Pasien pada penelitian ini berjumlah 17 pasien dengan jumlah kasus sebanyak 140 kasus. Profil penggunaan obat hipoglikemia berupa obat tunggal dan kombinasi. Kejadian interaksi obat yang ditemukan seluruhnya bersifat potensial. Waktu terjadinya perbaikan kondisi pasien paling banyak terjadi pada hari rawat ke-5. Proporsi kasus pengobatan yang efektif sebesar 53% pada 9 pasien.


(3)

Evaluation of Hypoglycemia Drugs Usage to Inpatient at Bakung

Wards Panembahan Senopati Bantul Hospital in August 2015

ABSTRACT

Diabetes mellitus patients require long-term therapy. Most of them may get many kinds of hypoglycemic drugs. Therefore, the role of pharmacist is required to evaluate drug usage which is related to pharmaceutical care practice. Evaluations that can be done by pharmacist are the safety and effectiveness of the

drugs. Effectiveness can be evaluated by outcome and improvement of patient’s

condition, while safety can be evaluated by incidences of drug interactions. The aims of this study is to describe profile of hypoglycemic drugs, safety, timing of improved conditions, and effective proportion of the drugs applied to inpatient at Bakung wards Panembahan Senopati Bantul Hospital in August 2015.

This study is non experimental research with descriptive design with case series study design and prospective data collection. Data were collected from

patient’s medical record. The effectiveness of hypoglycemia drug usage was evaluated based on standard PERKENI 2011. Safety was evaluated based on Medscape 2015, while effective proportion of the drugs was assessed according to Silvio and Inzucchi 2011.

Participants in this study were 17 patients with 140 numbers of cases. Profiles of hypoglycemic drugs used in this study were in single and combination forms. The drug interaction incidences of all are potential. Time of improvement condition related to blood glucose target occured on the fifth day of hospitalization. The effective proportion of drugs was found in 9 patients (53%).


(4)

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT INAP BANGSAL BAKUNG RSUD PANEMBAHAN

SENOPATI BANTUL PERIODE AGUSTUS 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Megarista Afriana Putri NIM: 128114108

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

i

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT INAP BANGSAL BAKUNG RSUD PANEMBAHAN

SENOPATI BANTUL PERIODE AGUSTUS 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Megarista Afriana Putri NIM: 128114108

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(6)

(7)

(8)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“NEVER GIVE UP ON WHAT YOU REALLY WANT TO

DO. THE PERSON WITH BIG DREAMS IS MORE

POWERFUL THEN THE ONE WITH ALL THE

FACTS”

Albert Einstein

“Janganlah kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi

nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah

dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur”

Filipi 4:6

Karya ini saya persembahkan kepada : Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa membimbing studi saya dan kehidupan saya Ayahanda dan Ibunda atas cinta kasih, doa, dan semangat Sahabat dan Teman-temanku yang selalu mendukung Almamaterku Sanata Dharma


(9)

(10)

(11)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala limpahan kasih, berkat dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang

berjudul “Evaluasi Penggunaan Obat Hipoglikemia Pada Pasien Di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati bantul Periode Agustus

2015” dengan baik.

Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) pada program studi Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak dibantu dan didukung oleh berbagai pihak sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Direktur dan staf RSUD Panembahan Senopati Bantul atas kesediaannya

memberikan ijin untuk melakukan penelitian.

2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta atas

kesempatan dan ijin yang diberikan untuk melakukan penelitian.

3. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan arahan, bimbingan, saran dan dukungan dalam proses penyusunan skripsi.

4. dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran

dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Christianus Heru Setiawan, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji yang telah


(12)

viii

6. Ayahanda Gono Tri Seno Putro dan Ibunda Ari Kristini tercinta yang

senantiasa mendukung dan memberikan semangat serta doa kepada penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

7. Adik-adikku, Deaventa Arfiantika Putri dan Ivandro Arsena Putra tercinta yag

selalu mendukung dan memberikan doa kepada penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

8. Sahabat dan teman-teman yang selalu mendukung dan memberikan semangat

kepada penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan telah membantu

dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis dan pembaca.

Yogyakarta, 25 Januari 2016 Penulis


(13)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

INTISARI ... xviii

ABSTRACT ... xix

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan Masalah ... 3

2. Keaslian Penelitian ... 4

3. Manfaat Penelitian ... 6

B. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan Umum ... 6

2. Tujuan Khusus ... 7


(14)

x

A. Diabetes Melitus ... 8

1. Definisi ... 8

2. Faktor Risiko ... 9

3. Etiologi ... 10

4. Patofisiologi ... 11

5. Manifestasi Klinis ... 12

6. Diagnosis ... 13

7. Penyakit Penyerta ... 13

8. Komplikasi ... 15

9. Tujuan Terapi ... 17

10.Algoritma Terapi Diabetes Melitus Tipe 2 ... 18

B. Obat Hipoglikemia ... 21

1. Obat Hipoglikemia Oral ... 21

2. Insulin ... 24

C. Keterangan Empiris ... 29

BAB III. METODE PENELITIAN ... 30

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 30

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 31

1. Variabel Penelitian ... 31

2. Definisi Operasional ... 31

C. Ruang Lingkup Penelitian ... 34

D. Subyek Penelitian ... 35


(15)

xi

F. Lokasi Penelitian ... 36

G. Tata Cara Penelitian ... 36

1. Tahap Analisis Situasi ... 36

2. Tahap Pengumpulan Data ... 37

3. Tahap Analisis Data ... 37

H. Tata Cara Analisis Hasil ... 38

I. Keterbatasan Kelemahan Penelitian ... 39

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

A. Profil Penggunaan Obat Hipoglikemia Di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul ... 40

1. Demografi Pasien ... 40

a. Jenis Kelamin ... 40

b. Usia ... 41

c. Lama Perawatan ... 43

d. Distribusi Jenis Obat ... 43

e. Penyakit Penyerta dan Komplikasi ... 44

2. Profil Penggunaan Obat Hipoglikemia ... 47

a. Penggunaan Obat Hipoglikemia Tunggal ... 50

b. Penggunaan Obat Hipoglikemia Kombinasi ... 52

B. Hasil Evaluasi Keamanan Penggunaan Obat Hipoglikemia Berupa Interaksi Obat Hipoglikemia ... 54

C. Hasil Evaluasi Efektivitas Berupa Ketepatan Pemilihan Obat, Ketepatan Dosis, dan Waktu Terjadinya Perbaikan Kondisi Pasien ... 60


(16)

xii

1. Ketepatan Pemilihan Obat ... 60

2. Ketepatan Dosis ... 62

3. Waktu Terjadinya Perbaikan Kondisi Pasien ... 63

D. Proporsi Penggunaan Obat Hipoglikemia yang Efektif ... 65

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 69

LAMPIRAN ... 76


(17)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Manajemen Dislipidemia pada Diabetes Melitus (ESC, 2011) ... 14 Tabel II. Profil Farmakokinetika Insulin (Dipiro, et al, 2008) ... 26 Tabel III. Klasifikasi Preparat Insulin (Dipiro, et al, 2008) ... 28 Tabel IV. Distribusi Pasien Rawat Inap Berdasarkan Kelompok Usia di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode

Agustus 2015 ... 42 Tabel V. Distribusi Lama Perawatan Pasien Rawat Inap di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 .... 43 Tabel VI. Distribusi Jenis Obat Yang Diterima Per Hari Selama Dirawat di

Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul

Periode Agustus 2015 ... 44 Tabel VII. Klasifikasi Penyakit Penyerta dan Komplikasi Pasien di Instalasi

Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode

Agustus 2015 ... 45 Tabel VIII. Jenis dan Persentase Komplikasi Pasien Di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 .... 46 Tabel IX. Jenis dan Persentase Penyakit Penyerta Di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 ... 47 Tabel X. Profil Penggunaan Obat Hipoglikemia Berdasarkan Golongan Obat yang Diterima Pasien di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 ... 49


(18)

xiv

Tabel XI. Kejadian Interaksi Obat Selama Perawatan Pasien Di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 56 Tabel XII. Kejadian Interaksi Obat Berdasarkan Sifat Interaksi Obat Pada Pasien Di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 ... 57 Tabel XIII. Kejadian Interaksi Obat Yang Melibatkan Obat Hipoglikemia Pada Pasien Di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 ... 58 Tabel XIV. Ketepatan Pemilihan Obat Hipoglikemia Pada Pasien Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 .... 61 Tabel XV. Ketepatan Dosis Obat Hipoglikemia Pada Pasien Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 ... 63 Tabel XVI. Waktu Terjadinya Perbaikan Kondisi Pasien Berdasarkan Hari Rawat Di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 ... 64


(19)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Algoritma Terapi Diabetes Melitus Tipe 2 (PERKENI, 2011) ... 19 Gambar 2. Algoritma Terapi Diabetes Melitus Tipe 2 Berdasarkan HbA1c

(PERKENI, 2011) ... 20 Gambar 3. Algoritma Pemberian Kombinasi Insulin dan OHO (PERKENI, 2011) 25 Gambar 4. Skema Penelitian Payung ... 34 Gambar 5. Persentase Demografi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin ... 41 Gambar 6. Distribusi Jenis Preparat Insulin yang Diterima Oleh Pasien Di

Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul

Periode Agustus 2015 ... 48 Gambar 7. Distribusi Jenis Obat Tunggal yang Diterima Oleh Pasien di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode

Agustus 2015 ... 50 Gambar 8. Distribusi Jenis Obat Kombinasi yang Diterima Oleh Pasien di

Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul

Periode Agustus 2015 ... 52 Gambar 9. Diagram Persentase Kejadian Interaksi Obat Pada Pasien di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode

Agustus 2015 ... 55 Gambar 10. Diagram Proporsi Interaksi Obat Antara Obat Hipoglikemik Dengan Obat Hipoglikemik Dan Interaksi Obat Antara Obat Hipoglikemik Dengan Obat Lain Pada Pasien Di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 ... 60


(20)

xvi

Gambar 11. Diagram Proporsi Efektivitas Penggunaan Obat Berdasarkan Perbaikan Kondisi Pada Pasien Di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 ... 65


(21)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Evaluasi Efektivitas Penggunaan Obat Hipoglikemia ... 77

Lampiran 2. Data Evaluasi Keamanan Penggunaan Obat Berupa Interaksi Obat 84 Lampiran 3. Formulir Blangko Pengambilan Data ... 90

Lampiran 4. Surat Perijinan RSUD Panembahan Senopati Bantul ... 91

Lampiran 5. Surat Perijinan BAPPEDA Daerah Istimewa Yogyakarta ... 92


(22)

xviii

Intisari

Pasien dengan diabetes melitus memerlukan terapi dalam jangka panjang. Sebagian besar penderita diabetes melitus mendapatkan jenis obat hipoglikemia lebih dari satu macam, oleh karena itu diperlukan peran farmasis untuk melakukan evaluasi penggunaan obat. Evaluasi yang dapat dilakukan adalah keamanan dan

efektivitas. Evaluasi efektivitas dilihat dari outcome perbaikan kondisi pasien

sedangkan evaluasi keamanan dilihat dari kejadian interaksi obat. Penelitian ini melihat profil penggunaan obat, keamanan, waktu terjadinya perbaikan kondisi dan proporsi penggunaan obat yang efektif pada pasien di instalasi rawat inap bangsal bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul periode bulan Agustus 2015. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan

penelitian deskriptif yang bersifat case series dengan pengambilan data secara

prospektif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medis pasien. Efektivitas penggunaan obat hipoglikemia dievaluasi berdasarkan standar PERKENI tahun 2011. Keamanan penggunaan obat dievaluasi berdasarkan acuan Medscape tahun 2015, sedangkan proporsi penggunaan obat yang efektif dinilai dari perbaikan kondisi pasien sesuai acuan Silvio dan Inzucchi tahun 2011.

Pasien pada penelitian ini berjumlah 17 pasien dengan jumlah kasus sebanyak 140 kasus. Profil penggunaan obat hipoglikemia berupa obat tunggal dan kombinasi. Kejadian interaksi obat yang ditemukan seluruhnya bersifat potensial. Waktu terjadinya perbaikan kondisi pasien paling banyak terjadi pada hari rawat ke-5. Proporsi kasus pengobatan yang efektif sebesar 53% pada 9 pasien.


(23)

xix

ABSTRACT

Diabetes mellitus patients require long-term therapy. Most of them may get many kinds of hypoglycemic drugs. Therefore, the role of pharmacist is required to evaluate drug usage which is related to pharmaceutical care practice. Evaluations that can be done by pharmacist are the safety and effectiveness of the

drugs. Effectiveness can be evaluated by outcome and improvement of patient’s

condition, while safety can be evaluated by incidences of drug interactions. The aims of this study is to describe profile of hypoglycemic drugs, safety, timing of improved conditions, and effective proportion of the drugs applied to inpatient at Bakung wards Panembahan Senopati Bantul Hospital in August 2015.

This study is non experimental research with descriptive design with case series study design and prospective data collection. Data were collected from patient’s medical record. The effectiveness of hypoglycemia drug usage was evaluated based on standard PERKENI 2011. Safety was evaluated based on Medscape 2015, while effective proportion of the drugs was assessed according to Silvio and Inzucchi 2011.

Participants in this study were 17 patients with 140 numbers of cases. Profiles of hypoglycemic drugs used in this study were in single and combination forms. The drug interaction incidences of all are potential. Time of improvement condition related to blood glucose target occured on the fifth day of hospitalization. The effective proportion of drugs was found in 9 patients (53%).


(24)

1

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Pharmaceutical care merupakan salah satu tugas farmasis dimana farmasis mampu bertanggung jawab terhadap obat yang diberikan kepada pasien.

Tujuan pharmaceutical care adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan tanggung jawab farmasis atas kebutuhan terapi obat yang diterima oleh pasien adalah yang paling efektif dan paling aman. Pengobatan yang efektif dapat dilihat dari pemilihan obat yang digunakan dan dosisnya sedangkan pengobatan yang aman dapat dilihat dari adanya interaksi dari obat yang digunakan (Cipolle dan Strand, 2004).

Diabetes melitus merupakan gangguan metabolik yang ditandai dengan kenaikan kadar gula darah atau hiperglikemia yang disebabkan karena pengaruh sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. (American Diabetes Association,

2013). Diabetes melitus memerlukan terapi seumur hidup, karena penyakit ini

tidak dapat sembuh secara total namun hanya dapat dikontrol (Sutedjo, 2010). Diabetes melitus menempati peringkat 10 besar penyakit rawat inap di Indonesia pada tahun 2009 sebesar 2,2% dan pada tahun 2010 sebesar 2,36%. Data tersebut menggambarkan pula adanya tingkat kefatalan menyebabkan kematian

berdasarkan Case Fatality Rate (CFR) dengan tingkat kematian akibat diabetes

melitus sebesar 5,75% pada tahun 2009 dan 4,59% pada tahun 2010 (Kementrian kesehatan RI, 2012).


(25)

Kejadian diabetes melitus tipe 2 sembilan kali lebih banyak dibandingkan diabetes melitus tipe 1. Lima hingga sepuluh persen penderita diabetes adalah tipe 1 sedangkan 90-95% penderita diabetes adalah tipe 2 (Klivert dan Fox, 2010). Penderita diabetes melitus terus mengalami kenaikan setiap tahunnya sehingga menurut penelitian WHO, kejadian diabetes mellitus di Indonesia diperkirakan akan terjadi peningkatan dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (PERKENI, 2011). Menurut data International Diabetes Federation, pada tahun 2006 memperkiraan penduduk Indonesia yang mengidap diabetes melitus pada tahun 2007 sebesar 2,9 juta orang dan pada tahun 2013 sebesar 8,5 juta orang serta pada tahun 2035 diperkirakan sebesar 14,1 juta orang (International Diabetes Federation, 2006). Dari hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013 prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di wilayah DI Yogyakarta sebesar 2,6% (Kementrian Kesehatan RI, 2013).

Berdasarkan hasil data yang telah dipaparkan, jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia mengalami peningkatan sebanyak 2-3 kali lipat. Diabetes melitus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius yang memerlukan terapi obat dalam jangka waktu lama. Pasien dengan diabetes melitus harus rutin menjalani terapi sebagai upaya pencegahan terjadinya komplikasi yang lebih luas. Sebagian besar penderita diabetes melitus mendapatkan terapi obat hipoglikemia kombinasi atau lebih dari satu macam, maka diperlukan evaluasi terhadap penggunaan obat tersebut. Farmasis adalah sebuah profesi yang diharapkan dapat melakukannya. Salah satu jenis evaluasi penggunaan obat yang dapat dilakukan oleh farmasis adalah efektivitas dan keamanan penggunaan obat.


(26)

Efektivitas penggunaan obat berhubungan dengan pemilihan obat yang sesuai indikasi dan ketepatan dosis. Keamanan penggunaan obat berhubungan dengan adanya interaksi obat yang mungkin terjadi.

Berdasarkan alasan diatas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai

“Evaluasi Penggunaan Obat Hipoglikemia pada Pasien di Instalasi Rawat Inap

Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015”.

Penelitian ini dilakukan di RSUD Panembahan Senopati sebagai model karena rumah sakit ini merupakan rujukan di Kabupaten Bantul. Penelitian ini dilakukan di instalasi rawat inap bangsal bakung karena bangsal ini merupakan salah satu dari dua bangsal penyakit dalam di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

1. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Seperti apakah profil penggunaan obat hipoglikemia yang diberikan pada

pasien di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul selama periode bulan Agustus 2015?

b. Seperti apakah keamanan penggunaan obat terkait interaksi obat di Instalasi

Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015?

c. Pada hari ke berapa terjadi perbaikan kondisi pada pasien terkait dengan


(27)

d. Berapa proporsi penggunaan obat yang efektif pada terapi pasien di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015?

2. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai Evaluasi Penggunaan Obat Hipoglikemia Pada Pasien Di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 belum pernah dilakukan akan tetapi, terdapat beberapa penelitian yang terkait dengan efektivitas dan keamanan penggunaan obat yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti lain, diantaranya yaitu:

a. Penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2013) tentang Gambaran Efektivitas

Penggunaan Obat Antidiabetik Tunggal dan Kombinasi Dalam Mengendalikan Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati Tahun 2012. Penelitian yang dilakukan secara retrospektif ini untuk mengidentifikasi efektivitas penggunaan obat antidiabetik dengan terkendalinya kadar gula darah sewaktu. Hasil penelitian ini ditemukan penggunaan ADO tunggal yang efektif adalah Metformin dengan gula darah sewaktu terkendali pada hari ke-4 dan Sulfonilurea dengan gula darah sewaktu terkendali pada hari ke-5 sedangkan penggunaan ADO kombinasi yang efektif adalah Gludepatic dengan Gliquidone dengan gula darah sewaktu terkendali pada hari ke-3.

b. Penelitian yang dilakukan oleh Susilowati dan Rahayu (2012) yang meliputi

identifikasi Drug Related Problem (DRPs) yang Potensial Mempengaruhi


(28)

Tugurejo Semarang periode 2007-2008. Penelitian ini dilakukan secara retrospektif untuk mengetahui gambaran penggunaan antidiabetik, angka kejadian DRPs, jumlah kejadian DRPs beserta penyebab yang potensial mempengaruhi efektivitas terapi pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Hasil penelitian menunjukkan angka kejadian DRPs yang mempengaruhi efektivitas terapi sebesar 23,3% dari 43 pasien dengan ketidaktepatan pemilihan obat sebanyak 11 kasus, dosis terlalu rendah 1 kasus.

c. Penelitian yang dilakukan oleh Arifin, Prasetyanigrum dan Andayani (2006)

mengenai Evaluasi Kerasionalan Pengobatan Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang Tahun 2006 secara retrospektif, mengkaji ketepatan pemilihan obat, ketepatan dosis serta interaksi obat yang terjadi. Hasil kajian ditemukan sebanyak 100% pemilihan obat yang tepat, 100% dosis tepat dengan obat paling banyak digunakan adalah metformin (46,87%). Interaksi obat yang terjadi ditemukan 1 kasus pada antidiabetik dengan diuretik tiazid.

d. Penelitian yang dilakukan oleh Mayasari (2015) mengenai Analisis Potensi

Interaksi Antidiabetik Injeksi Insulin Pada Peresepan Pasien Rawat Jalan Peserta Askes Rumah Sakit Dokter Soedarso Pontianak Periode April-Juni 2013. Penelitian ini dilakukan dengan rancangan retrospektif secara deskriptif mengkaji potensi interaksi obat antidiabetik injeksi insulin. Hasil penelitian ini berupa potensi interaksi obat terjadi 20% pada resep yang menerima <5 jenis obat dan 46% pada resep yang menerima >5 jenis obat. Hasil penelitian juga


(29)

terdapat 107 kejadian interaksi obat dengan mekanisme interaksi farmakokinetik 3,74%, farmakodinamik 59,81% dan tidak diketahui 36,45%.

Perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian lain yang telah disebut diatas adalah penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas dan keamanan penggunaan obat hipoglikemia di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul. Perbedaan dengan peneliti terdahulu terletak pada sifat pengambilan data, subyek yang diteliti, periode pelaksanaan penelitian, serta tempat penelitian. Persamaan dengan peneliti terdahulu terletak pada kajian penelitian mengenai efektivitas penggunaan obat hipoglikemia yang meliputi ketepatan dosis dan pemilihan obat serta keamanan penggunaan obat yang meliputi adanya interaksi obat yang mungkin terjadi.

3. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk menerapkan

Pharmaceutical Care sebagai pendukung proses terapi pasien dalam pelaksanaan praktek farmasi klinik oleh farmasis di RSUD Panembahan Senopati Bantul serta digunakan untuk meningkatkan mutu pelayanan terapi.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji penggunaan obat hipoglikemia pada pasien di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015.


(30)

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi profil penggunaan obat hipoglikemia pada pasien

di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015.

b. Untuk mengidentifikasi keamanan penggunaan obat terkait interaksi obat

pada pasien di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015.

c. Untuk mengidentifikasi waktu terjadinya perbaikan kondisi pasien yang

diamati melalui perbaikan kadar gula darah pasien.

d. Untuk mengetahui proporsi penggunaan obat yang efektif pada pasien


(31)

8

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi

Diabetes melitus merupakan penyakit gangguan metabolik kronis yang ditandai dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan karena terjadinya penurunan sekresi insulin, autoimun dan berkurangnya sensitivitas insulin pada

jaringan perifer (Amod et al, 2012). Diabetes melitus merupakan penyakit kronis

yang kompleks dimana memerlukan perawatan medis secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang panjang untuk mengontrol kadar glukosa di dalam tubuh. Diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi empat tipe berdasarkan penyebab dan proses terjadinya penyakit (American Diabetes Association, 2014). Klasifikasi diabetes melitus terdiri dari:

a. Diabetes melitus tipe 1

Pada penyakit diabetes melitus tipe 1, sel-sel beta pankreas yang berfungsi untuk menghasilkan insulin mengalami kerusakan yang disebabkan oleh reaksi autoimun sehingga mengakibatkan insulin tidak dapat disekresikan sehingga terjadi defisiensi insulin (Goldenberg dan Punthakee, 2013). Diabetes Melitus tipe 1 umumnya timbul pada masa anak,


(32)

b. Diabetes melitus tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 berhubungan dengan resistensi dan gangguan sekresi insulin sehingga insulin tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan (Mitchell, 2009). Penyakit ini dapat menyerang segala usia namun penderita diabetes melitus tipe 2 pada umumnya adalah orang

dewasa yang menderita obesitas diatas umur 40 tahun (Hasaan et al, 2013).

c. Diabetes melitus gestasional

Diabetes melitus gestasional (DMG) merupakan suatu gangguan toleransi karbohidrat yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan sedang berlangsung dan umumnya bersifat sementara (PERKENI, 2011). Diabetes melitus gestasional terjadi pada wanita selama masa kehamilan dan kembali normal setelah proses kehamilan. Diabetes melitus gestasional

cenderung terjadi sekitar 24 minggu setelah kehamilan (Thompson et al,

2013).

d. Diabetes melitus tipe lain

Diabetes melitus tipe lain adalah diabetes yang disebabkan oleh defek genetik fungsi sel beta, defek genetik insulin, penyakit eksokrin pankreas, endrokrinopati, diabetes karena obat atau zat kimia, infeksi, imunologi atau sindroma genetik lain yang berkaitan dengan diabetes melitus (PERKENI, 2011).

2. Faktor Risiko

Faktor risiko diabetes melitus dapat dibedakan menjadi 2 yaitu faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi.


(33)

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi meliputi obesitas, kurangnya aktivitas fisik, merokok, mengonsumsi alkohol, pola makan, diet yang rendah serat dan rendah kadar lemak jenuh yang tinggi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi usia, jenis kelamin, dan faktor genetik (Goldstein, and Wieland, 2008).

Peningkatan berat badan dapat mengakibatkan berkurangnya sensitivitas tubuh terhadap efek insulin sehingga menyebabkan terjadinya resistensi insulin. Obesitas berhubungan dengan berkurangnya reseptor insulin pada otot, hati dan

permukaan sel lemak yang dapat memperparah resistensi insulin (Abdullah et al,

2009).

3. Etiologi

Diabetes melitus tipe 2 dapat disebabkan penurunan sekresi insulin dan resistensi insulin (Kaku, 2010). Resistensi insulin yaitu ketidakmampuan sel -sel sasaran insulin dalam merespon insulin secara normal (Mitchell, 2009). Resistensi insulin merupakan resistensi terhadap efek insulin pada saat penyerapan, metabolisme atau penyimpanan glukosa sehingga menyebabkan berkurangnya

penyerapan glukosa di jaringan lemak dan otot (Ganda et al, 2010). Resistensi

insulin ditandai dengan peningkatan lipolisis, peningkatan produksi asam lemak bebas, peningkatan produksi glukosa di hati serta penurunan pengambilan glukosa pada sel otot (Robbins and Cotran, 2009).

Diabetes melitus tipe 1 disebabkan karena disfungsi sel beta pankreas, yaitu ketidakmampuan sel-sel beta pankreas dalam beradaptasi terhadap kebutuhan jangka panjang insulin di jaringan perifer seperti otot, hati dan lemak. Sel-sel beta pankreas tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin


(34)

di dalam tubuh sehingga kadar glukosa akan meningkat dan mengakibatkan

gangguan pengontrolan glukosa di dalam darah (D’adamo and Caprio, 2011).

4. Patofisiologi

Pada keadaan normal glukosa di dalam tubuh diatur oleh hormon insulin yang diproduksi oleh sel-sel beta pankreas. Hormon insulin mengatur kadar glukosa di dalam darah selalu berada dalam batas aman baik saat keadaan puasa maupun tidak. Kadar glukosa didalam tubuh dipertahankan antara 70-120 mg/dL (Ganong and McPhee, 2006). Dalam keadaan normal, insulin akan berikatan dengan reseptor khusus di permukaan sel beta pankreas. Sekresi insulin dipengaruhi oleh kadar glukosa di dalam darah. Apabila glukosa telah mencapai kadar tertentu, insulin akan disekresikan untuk membuka sel-sel hati, otot dan lemak sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel-sel tersebut. Maka, jumlah glukosa di dalam darah tidak menumpuk dan kadar glukosa di dalam darah tetap dipertahankan normal (Ganong and McPhee, 2006).

Diabetes melitus tipe 2 dapat terjadi karena berkurangnya kemampuan jaringan perifer dalam merespon insulin atau sel-sel sasaran insulin gagal merespon insulin secara normal sehingga terjadi resistensi insulin (Huether and McCance, 2008). Pada Diabetes melitus tipe 2, sel beta kelenjar pankreas dapat memproduksi insulin, namun insulin yang diproduksi tidak dapat berfungsi dan tidak dapat merangsang reseptor untuk melekat pada reseptor insulin. Tidak melekatnya insulin pada reseptor maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga glukosa yang semakin banyak diproduksi akan meningkat di dalam


(35)

terjadinya resistensi insulin. Aktivasi reseptor insulin pada jaringan berkaitan dengan translokasi transporter glukosa atau GLUT-4 ke membran sel. GLUT-4 berfungsi mengangkut glukosa dari ekstraseluler ke intraseluler. Glukosa yang ditransfer ini akan digunakan sebagai substrat energi atau disimpan dalam bentuk glikogen (Nugroho, 2012).

Pada diabetes melitus tipe 1 terjadi disfungsi sel beta pankreas yang dapat menyebabkan insulin tidak dapat diproduksi sehingga insulin tidak ditangkap oleh reseptor insulin pada permukaan sel otot, yang menyebabkan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan tidak dapat digunakan untuk metabolisme menjadi energi serta akibatnya tidak dapat mengatasi terjadinya hiperglikemia (Huether and McCance, 2008).

5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari diabetes melitus tipe 1 adalah keluhan klasik DM

berupa poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering merasa haus), polifagia

(sering merasa lapar), dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang sering muncul dapat berupa lemah badan,

kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae

pada wanita. Diabetes melitus tipe 1 umumnya lebih sering terjadi pada orang usia muda (PERKENI, 2011).

Manifestasi klinis pada diabetes melitus tipe 2 umumnya hampir tidak ada. Diabetes melitus tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui dan penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita diabetes melitus tipe 2 umumnya lebih mudah


(36)

terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi

pada pembuluh darah dan syaraf (Dipiro et al, 2008).

6. Diagnosis

Diagnosis diabetes melitus dipastikan oleh peningkatan glukosa darah yang memenuhi salah satu dari kriteria berikut:

a. Glukosa darah sewaktu >200 mg/dL (11,1 mmol/L) dengan gejala dan tanda

klasik seperti poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.

b. Glukosa darah puasa >126 mg/dL pada lebih dari satu kali pemeriksaan.

c. Tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang abnormal jika glukosa >200 mg/dL 2

jam setelah pemberian karbohidrat standar 75 g glukosa anhidrus (PERKENI, 2011).

7. Penyakit Penyerta

a. Dislipidemia

Dislipidemia pada penyandang diabetes lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit kardiovaskuler. Gambaran dislipidemia pada penyandang diabetes yaitu peningkatan kadar trigliserida, penurunan kadar kolesterol HDL, sedangkan kadar kolesterol LDL normal atau sedikit meningkat. Pada penyandang diabetes tanpa disertai penyakit kardiovaskular target LDL <100 mg/dl (2,6 mmol/L). Pada pasien usia >40 tahun, dianjurkan untuk diberikan terapi statin untuk menurunkan LDL sebesar 30-40% dari kadar awal (PERKENI, 2011).


(37)

Tabel I. Manajemen Dislipidemia pada Diabetes Melitus (ESC, 2011)

Profil Lipid Monoterapi Terapi Kombinasi LDL ↑, HDL (N), TG

(N)

Resin atau Statin atau Niacin atau Ezetimibe

Resin+Niacin/Statin atau

Statin+Niacin atau

Statin+Ezetimibe

LDL ↑ , TG ↑ Statin Statin+Niacin

TG ↑ Niacin atau Fibrat Niacin+Fibrat

LDL ↑, HDL ↓ Niacin atau Statin Niacin+Statin

b. Hipertensi

Sasaran target penurunan tekanan darah yaitu <130/80 mmHg, apabila disertai proteinuria >1 gram / 24 jam maka target penurunan tekanan darah <125/75 mmHg. Obat antihipertensi yang dapat digunakan yaitu penghambat ACE, penyekat reseptor angiotensin II, penyekat reseptor beta selektif dengan dosis rendah, diuretik dosis rendah, penghambat reseptor alfa dan antagonis kalsium. Pasien dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau tekanan diastolik antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya hidup. Pasien dengan tekanan darah sistolik >140 mmHg atau tekanan darah diastolik >90 mmHg, dapat diberikan terapi farmakologis (PERKENI, 2011). Pasien dengan nilai tekanan darah rata-rata 24 jam >135/85 mmHg memiliki risiko kejadian kardiovaskular dua kali lipat dibandingkan pasien dengan nilai tekanan darah rata-rata 24 jam <135/85 mmHg (Verdecchia, 2000).

c. Obesitas

Kejadian diabetes melitus dan gangguan toleransi glukosa sering dijumpai pada penyandang obesitas. Obesitas sentral secara bermakna berhubungan dengan sindrom dismetabolik (dislipidemia, hiperglikemia, hipertensi) yang didasari oleh resistensi insulin (PERKENI, 2011). Penurunan berat badan merupakan manajemen diabetes melitus tipe 2. Penurunan berat


(38)

badan 5-10% dari berat badan dapat memperbaiki sindrom dismetabolik dan menurunkan risiko penyakit jantung koroner. Pengelolaan obesitas yang dapat

dilakukan yaitu terapi nutrisi dan aktivitas fisik (Handelsman et al., 2011).

d. Gangguan Koagulasi

Bagi penyandang diabetes melitus tipe 2 yang merupakan faktor risiko kardiovaskuler, termasuk pasien dengan usia >40 tahun yang memiliki riwayat keluarga penyakit kardiovaskular dan kebiasaan merokok, menderita hipertensi, dislipidemia atau albuminuria, dapat diberikan terapi aspirin 75-160 mg/hari sebagai strategi pencegahan primer (PERKENI, 2011).

8. Komplikasi

Hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme yang ditimbulkannya dapat menyebabkan kerusakan sekunder di berbagai sistem organ terutama ginjal, mata, saraf, dan pembuluh darah (Mitchell, 2009). Diabetes melitus dapat menyebabkan komplikasi jangka panjang yang dapat dikategorikan menjadi dua yaitu:

a. Komplikasi makrovaskuler meliputi penyakit arteri koroner, penyakit arteri

perifer, dan stroke.

1) Penyakit arteri koroner

Penyakit arteri koroner atau aterosklerosis koroner ditemukan pada 50-70% penderita diabetes. Gangguan koroner ini dapat menimbulkan angina pektoris (nyeri dada paroksisimal serta tertindih benda berat yang dirasakan di daerah rahang bawah, bahu, lengan hingga pergelangan


(39)

tangan) yang timbul saat beraktifitas atau emosi dan akan mereda setelah beristirahat atau mendapat nitrat sublingual (Permana, 2009).

2) Penyakit arteri perifer

Penyakit pembuluh darah pada diabetes lebih sering terjadi pada penderita diabetes dan mengenai arteri distal (dibawah lutut). Pada diabetes melitus, penyakit pembuluh darah perifer biasanya terlambat di

diagnosis. Faktor-faktor seperti neuropati, makroangiopati dan

mikroangiopati yang disertai infeksi merupakan faktor utama terjadinya proses gangrene diabetik. Penderita dengan gangrene dapat mengalami amputasi, sepsis ataupun kematian (Permana, 2009).

3) Stroke

Pada penderita diabetes, stroke lebih sering timbul dengan prognosis yang lebih serius. Stroke disebabkan karena berkurangnya aliran arteri karotis interna dan arteri vertebralis yang timbul akibat gangguan neurologis (Permana, 2009).

b. Komplikasi mikrovaskuler meliputi nefropati diabetik, neuropati diabetik dan

retinopati diabetik (Soumya and Srilatha, 2011).

1) Nefropati diabetika

Nefropati diabetika menyebabkan kerusakan ginjal yang spesifik pada diabetes melitus karena adanya perubahan fungsi penyaring sehingga molekul-molekul besar seperti protein dapat masuk ke dalam kemih. Nefropati diabetika mengakibatkan timbulnya kegagalan ginjal yang


(40)

progresif. Nefropati diabetika ditandai dengan adanya protein persisten sebanyak >0,5 gram / 24 jam (Permana, 2009).

2) Neuropati diabetika

Neuropati diabetika yang paling sering yaitu neuropati perifer berupa hilangnya sensasi distal. Komplikasi ini berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki. Gejala yang sering dirasakan yaitu kaki terbakar dan bergetar sendiri serta terasa lebih sakit di malam hari. Terapi untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan duloxetin, antidepresan trisiklik atau gabapentin (PERKENI, 2011). Manifestasi klinis pada neuropati diabetika berupa gangguan sensoris, motorik dan otonom. Bagian tubuh yang sering terserang neuropati yaitu saraf tungkai dan lengan (Permana, 2009).

3) Retinopati diabetika

Retinopati diabetika berawal dari gejala berkurangnya ketajaman penglihatan atau gangguan lain pada mata yang dapat mengarah pada kebutaan. Retinopati diabetika dibagi menjadi dua yaitu retinopati non proliperatif dan proliperatif. Retinopati non proliperatif merupakan stadium awal yang ditandai dengan adanya mikroaneurisma. Retinopati proliperatif ditandai dengan adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat dan adanya hipoksia retina (Permana, 2009).

9. Tujuan Terapi

Tujuan terapi diabetes melitus adalah memperbaiki gejala, mengurangi risiko komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler, menurunkan angka kematian serta meningkatkan kualitas hidup. Target pengendalian kadar glukosa darah


(41)

sewaktu <180 mg/dL, glukosa darah puasa <100 mg/dL dan glukosa darah sesudah makan <140 mg/dL (PERKENI, 2011).

10. Algoritma Terapi Diabetes Melitus Tipe 2

Penatalaksanaan terapi diabetes melitus tipe 2 sesuai dengan standar algoritma PERKENI tahun 2011 sebagai berikut yang mengatakan bahwa:

a. Pasien dengan kadar HbA1c <7% maka dilakukan terapi gaya hidup sehat

(GHS) berupa penurunan berat badan, mengatur diit, dan latihan jasmani teratur. Bila target terapi tidak tercapai, dapat memulai monoterapi.

b. Pasien dengan kadar HbA1c 7-8%, dilakukan terapi GHS dan monoterapi

berupa metformin atau golongan sulfonilurea. Apabila target terapi tidak tercapai, dapat memulai terapi kombinasi.

c. Pasien dengan kadar HbA1c 8-9% dilakukan GHS dan terapi kombinasi 2

obat seperti kombinasi metformin dengan obat hipoglikemik oral lainnya. Jika target terapi belum dapat tercapai, dapat memulai kombinasi 3 obat hipoglikemik oral, insulin basal atau insulin intensif.

d. Pasien dengan kadar HbA1c >9% dapat dilakukan GHS dan terapi kombinasi

3 obat hipoglikemik oral. Jika belum tercapai target terapi, dapat diberikan insulin basal atau insulin intensif.

e. Pasien dengan kadar HbA1c 9-10% dapat dilakukan GHS dengan kombinasi

2 obat hipoglikemia oral dan insulin basal. Jika belum tercapai target terapi, dapat memulai pemberian insulin intensif.

f. Pasien dengan kadar HbA1c >10% dapat dilakukan GHS dengan terapi


(42)

dengan insulin prandial. Jika insulin intensif sudah dimulai, maka obat hipoglikemia oral dapat dihentikan dengan diturunkan secara perlahan sampai berhenti dengan pertimbangan tidak bersifat sinergis.


(43)

Gambar 2. Algoritma Terapi Diabetes Melitus Tipe 2 Berdasarkan HbA1c (PERKENI, 2011)

Kombinasi dua obat hipoglikemia yang direkomendasikan berdasarkan algoritma terapi diabetes melitus tipe 2 adalah metformin, sulfonilurea, glinid, thiazolidindion, DPP-IV inhibitor, dan akarbosa. Penggunaan kombinasi obat hipoglikemik oral dengan insulin dapat dilakukan jika kombinasi dua obat hipoglikemik oral dan gaya hidup sehat tidak memberikan respon membaik pada kadar glukosa darah. Selanjutnya dapat memulai kombinasi tiga obat hipoglikemia oral atau kombinasi dua obat hipoglikemia oral dengan insulin basal. Jika pemberian terapi ini belum juga memberikan respon membaik pada kadar glukosa darah pasien maka, dapat dilanjutkan dengan terapi insulin intensif (PERKENI, 2011).


(44)

B. Obat Hipoglikemia 1. Obat Hipoglikemia Oral

Menurut PERKENI (2011) terdapat 5 golongan obat antidiabetes oral (ADO) atau obat hipoglikemia oral (OHO) berdasarkan cara kerjanya dibagi menjadi 5 golongan.

a. Pemicu Sekresi Insulin

1) Sulfonilurea

Obat golongan ini memiliki efek utama untuk meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas serta digunakan sebagai pilihan utama bagi pasien dengan berat badan normal dan kurang namun, masih dapat diberikan bagi pasien dengan berat badan lebih (PERKENI, 2011). Sulfonilurea memiliki mekanisme kerja utama yaitu meningkatkan pelepasan sekresi insulin atau merangsang

pelepasan insulin dari sel-sel beta pankreas (Inzucchi et al, 2012). Sulfonilurea

generasi pertama yaitu tolbutamid, klorpopamid dan tolazamid sedangkan sulfonilurea generasi kedua terdiri dari glimepirid, gliburid atau glibenklamid,

glipizid, glikazid dan gliquidon (Inzucchi et al, 2012). Penggunaan sulfonilurea

generasi kedua lebih banyak digunakan dibandingkan sulfonilurea generasi pertama karena memiliki efek samping yang lebih jarang terjadi dan jarang terjadi interaksi dengan obat lain (Katzung, 2012). Glimepirid dapat diberikan dengan dosis harian 1-6 mg/hari. Glibenklamid dapat diberikan dengan dosis harian 2,5-15 mg satu sampai dua kali sehari (PERKENI, 2011).


(45)

2) Glinid

Glinid merupakan obat dengan cara kerja yang sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari dua macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivate fenilalanin). Obat ini dapat digunakan untuk mengatasi hiperglikemia post prandial (PERKENI, 2011). Repaglinid dapat diberikan dengan dosis harian 1,5-6 mg 3 kali sehari sebelum makan sedangkan Nateglinid dapat diberikan dengan dosis harian 360 mg 3 kali sehari sebelum makan (PERKENI, 2011).

b. Peningkat Sensitivitas Terhadap Insulin

1) Tiazolidindion

Obat ini sering disebut juga pioglitazon yang berikatan dengan

Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ) yang merupakan suatu reseptor ini di sel otot dan sel lemak. Obat golongan ini memiliki efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa sehingga dapat meningkatkan pengambilan glukosa di perifer dengan

mengaktivasi reseptor PPAR-γ (PERKENI, 2011). Pengaruh tiazolidindion berupa

peningkatan ekspresi GLUT-1 dan GLUT-4, penurunan asam lemak bebas, peningkatan diferensisasi sel-sel preadiposit menjadi adiposit (Suzuki and Frye, 2013). Pioglitazone dapat diberikan dengan dosis harian 15-45 mg/hari (PERKENI, 2011).

c. Penghambat Glukoneogenesis


(46)

Obat ini memiliki efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis) serta memperbaiki pengambilan glukosa perifer. Metformin sering digunakan pada individu dengan berat badan berlebih. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati (PERKENI, 2011). Metformin digunakan sebagai pilihan terapi utama pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang tidak dapat dikontrol dengan pengaturan pola diet dan gaya hidup. Metformin dapat dikombinasikan dengan obat hipoglikemia oral lainnya dan insulin. Metformin memiliki keuntungan tidak menimbulkan efek hipoglikemia dibandingkan sulfonilurea dan insulin (Inzucchi

et al, 2012). Metformin dapat diberikan dengan dosis 250-3000 mg satu sampai tiga kali sehari bersamaan saat makan atau sesudah makan (PERKENI, 2011).

d. Penghambat absorpsi glukosa

1) Akarbose

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus sehingga memiliki efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan (PERKENI, 2011). Mekanisme akarbose dengan cara menghambat enzim alfa glukosidase pada dinding usus halus. Terjadinya proses inhibisi enzim ini dapat mengurangi absorpsi karbohidrat sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa pada penderita diabetes melitus tipe 2. Pemberian dosis obat ini harus dimulai dari yang terendah kemudian ditingkatkan secara perlahan (Katzung, 2012). Akarbose dapat diberikan dengan dosis harian 100-300 mg 3 kali sehari bersamaan dengan suapan pertama saat makan (PERKENI, 2011).


(47)

e. DPP-IV inhibitor

1) Glucagon-like peptide-1 (GLP-1)

GLP-1 merupakan perangsang kuat pelepasan insulin sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun, secara cepat GLP-1 akan diubah oleh enzim dipeptidil peptidase-4 (DPP-4) menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak aktif. Maka sekresi GLP-1 akan menurun pada penderita diabetes melitus tipe 2. Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP-4 atau analognya (GLP-1 agonis). Obat golongan DPP-4 inhibitor mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif sehingga mampu merangsang pelepasan insulin serta menghambat pelepasan glukagon (PERKENI, 2011). Terdapat lima senyawa DPP-4 inhibitor yaitu sitagliptin, vildagliptin, saxagliptin, linagliptin, alogliptin (Capuano, 2013). Dosis harian sitagliptin yang dianjurkan yaitu 25-100 mg/hari sedangkan dosis harian vildagliptin yang dianjurkan yaitu 50-100 mg satu sampai dua kali sehari. Saxagliptin dapat diberikan dengan dosis harian 5mg/hari. Penggunaan obat golongan ini tidak bergantung dengan jadwal makan (PERKENI, 2011).

2. Insulin

Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia


(48)

setelah makan. Penyesuaian dosis insulin dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai (PERKENI, 2011).

Terapi insulin digunakan apabila pasien mengalami hiperglikemia

meskipun sudah mengkonsumsi beberapa obat antidiabetes. Selain itu, Jika HbA1C

>9%, terapi insulin dapat dijadikan pilihan utama. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika menggunakan insulin, antara lain: motivasi pasien, adanya penyakit kardiovaskular dan komplikasi organ, usia, kesejahteraan pasien, resiko

hipoglikemia, dan status kesehatan secara menyeluruh (AACE, 2013).

Gambar 3. Algoritma Pemberian Kombinasi Insulin dan OHO (PERKENI, 2011) Menurut PERKENI tahun 2011, berdasarkan lama kerja, insulin dibagi menjadi empat jenis yaitu:


(49)

1. Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

Insulin ini memiliki kerja dan onset yang cepat. Lama kerja insulin ini antara 3 hingga 5 jam sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya efek hiperglikemia setelah makan (Sheeja, 2010).

2. Insulin kerja pendek (short acting insulin)

Insulin ini memiliki onset 30 menit dan dapat mencapai kadar puncak dalam waktu 2 hingga 3 jam setelah disuntikkan melalui subkutan atau intravena. Maka, insulin ini dapat diberikan 30 menit sebelum makan (Khalil, 2009).

3. Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)

Insulin ini memiliki masa kerja sedang dan memiliki onset 2 hingga 5 jam (Katzung, 2012).

4. Insulin kerja panjang (long acting insulin)

Insulin ini memiliki masa kerja yang lama. Terdapat dua jenis insulin kerja panjang yaitu insulin glargine dan insulin detemir. Insulin glargin memiliki onset 1 hingga 1,5 jam dan mencapai efek maksimum dalam 4 hingga 6 jam. Insulin detemir memiliki onset 1 hingga 2 jam dengan lama kerja selama 24 jam (Katzung, 2012).

Tabel II. Profil Farmakokinetika Insulin (Dipiro, et al, 2008)

Insulin Onset

(jam) Puncak (jam) Durasi (jam) Kenampakan Kerja cepat (insulin lispro, aspart

dan glulisine)

5-25 menit

30-90 menit

<5 Jernih

Regular 0,5-1 2-3 5-8 Jernih

NPH (Neutral Protamine

Hagedorn)

2-4 4-12 12-18 Keruh

Insulin glargine 1,5 - 20-24 Jernih

Insulin detemir 3-8 Relatif

datar


(50)

Pengaturan regimen insulin pada diabetes melitus tipe 2 terbagi menjadi: 1. Split-mix regimen

a. Injeksi satu kali sehari. Penggunaan insulin kerja menengah atau

kombinasi kerja cepat/pendek dengan insulin kerja menengah (AACE, 2013).

b. Injeksi dua kali sehari. Penggunaan campuran insulin kerja cepat/pendek

dan kerja menengah yang diberikan sebelum makan pagi dan sebelum makan malam (AACE, 2013).

c. Injeksi tiga kali sehari. Penggunaan Insulin campuran kerja cepat/pendek

dengan kerja menengah diberikan sebelum makan pagi, insulin kerja cepat/pendek diberikan sebelum makan siang atau snack sore. Insulin kerja menengah dapat digunakan menjelang tidur pada malam hari (AACE, 2013).

2. Basal-bolus regimen

Penggunaan insulin kerja cepat/pendek diberikan sebelum makan utama. Insulin kerja menengah diberikan pada pagi dan malam hari, atau dengan insulin basal (glargine, detemir) yang diberikan sekali sehari (pagi atau malam hari) (AACE, 2013).

3. Pre-mixed regimen

Penggunaan insulin kombinasi merupakan gabungan antara insulin yang memiliki masa kerja menengah dengan insulin yang memiliki masa kerja cepat (Katzung, 2012). Contoh dari insulin kombinasi ini yaitu analog insulin


(51)

25% lispro), novolog mix 70/30 (70% aspart protamine suspension, 30%

aspart), humalog mix 50/50 (50% neutral protamine lispro, 50% lispro) dan kombinasi NPH yang terdiri dari humulin 70/30, novolin 70/30 dan humulin 50/50 (Triplitt, 2008).

Tabel III. Klasifikasi Preparat Insulin (Dipiro, et al, 2008)

Tipe Insulin Nama

Merek/Dagang

Produsen Manufaktur Kerja Cepat

Insulin lispro Humalog Lilly

Insulin aspart Novolog Novo Nordisk

Insulin glulisine Apidra Sanofi-Aventis

Kerja Pendek

Regular Humulin R Lilly

Novolin R Novo Nordisk

Kerja Menengah

NPH (Neutral Protamine

Hagedorn)

Humulin N Lilly

Novolin N Novo Nordisk

Kerja Panjang

Insulin glargine Lantus Sanofi-Aventis

Insulin detemir Levemir Novo Nordisk

Insulin Kombinasi

Campuran NPH/regular

(70%/30%)

Humulin 70/30 Lilly

Campuran insulin aspart

protamine/insulin aspart

(70%/30%)

Novolog Mix 70/30 Novo Nordisk

Campuran insulin NPL/insulin lispro (75%/25%)


(52)

KETERANGAN EMPIRIS

Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang memiliki angka prevalensi yang tinggi baik di Indonesia maupun di dunia. Tujuan terapi pengobatan penyakit ini adalah untuk memperbaiki gejala, mengurangi risiko komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler, menurunkan angka kematian serta meningkatkan kualitas hidup. Pada umumnya, terapi pengobatan pada pasien diabetes merupakan terapi kombinasi dari bermacam-macam obat. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan efektivitas pengobatan serta kemungkinan terjadinya interaksi obat.

Efektivitas dan keamanan merupakan aspek yang dipertimbangkan dalam pemberian terapi obat untuk menjamin pengobatan yang diberikan berhasil atau mencapai target terapi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efektivitas dan keamanan penggunaan obat hipoglikemia pada pasien di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul.


(53)

30

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian Evaluasi Penggunaan Obat Hipoglikemia pada Pasien di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan

penelitian deskriptif bersifat case series dengan cara pengambilan data secara

prospektif.

Penelitian non eksperimental yang dilakukan dengan cara mengobservasi tanpa manipulasi atau intervensi dari peneliti. Jenis penelitian ini berupa deskriptif evaluatif karena data yang diperoleh dievaluasi berdasarkan studi pustaka kemudian dideskripsikan gambaran fenomena yang terjadi dalam suatu populasi tertentu dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar. Fenomena disajikan secara apa adanya tanpa manipulasi dan peneliti tidak mencoba menganalisis bagaimana dan mengapa fenomena tersebut bisa terjadi, oleh karena itu penelitian ini tidak memerlukan adanya suatu hipotesis (Nursalam, 2008).

Rancangan penelitian case series merupakan penelitian yang terdiri dari

sekelompok pasien yang telah terdiagnosis dengan kondisi yang sama selama periode tertentu yang mana tidak terdapat kelompok pembanding. Rancangan

penelitian case series menetapkan kasus tunggal yang spesifik dan menjadikannya

dalam suatu laporan (Apparasu and Bentley, 2015). Penelitian prospektif merupakan penelitian yang bersifat longitudinal dengan mengikuti proses perjalanan penyakit ke depan berdasarkan urutan waktu. Tujuan penelitian


(54)

prospektif dimaksudkan untuk menemukan insidensi penyakit pada kelompok yang terpajan oleh faktor risiko maupun pada kelompok yang tidak terpajan, sehingga dapat diketahui apakah terdapat hubungan sebab akibat antara pajanan dan penyakit yang diteliti (Budiarto dan Anggraeni, 2003).

Data diperoleh dari lembar rekam medis dan informasi hasil klarifikasi dari tenaga kesehatan yaitu perawat. Pengambilan data pasien dilakukan dengan cara mengikuti proses perjalanan penyakit ke depan berdasarkan urutan waktu dan memantau kondisi pasien setiap hari melalui lembar pengobatan pasien.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian berupa hasil laboratorium, penggunaan obat hipoglikemia dan kondisi pasien di instalasi rawat inap bangsal bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul.

2. Definisi Operasional

a. Hasil laboratorium yang dimaksud meliputi hasil pemeriksaan hematologi,

hitung jenis, fungsi hati, fungsi ginjal, glukosa sewaktu, dan elektrolit.

b. Obat hipoglikemia merupakan obat yang mempunyai efek menurunkan kadar

gula darah meliputi golongan penghambat glukoneogenesis yaitu biguanida, golongan pemicu sekresi insulin yaitu sulfonilurea, golongan peningkat sensitivitas terhadap insulin yaitu tiazolidindion, golongan insulin kerja cepat (insulin aspart), insulin kerja panjang (insulin detemir) dan insulin kombinasi (campuran insulin aspart protamine/insulin aspart 70%/30%).


(55)

c. Kondisi pasien yang dimaksud adalah pemeriksaan tanda vital yang dituliskan di rekam medis terdiri dari tekanan darah, suhu, denyut nadi dan laju pernapasan.

d. Kasus yang dimaksud adalah hari rawat tiap pasien. Kasus yang dievaluasi

adalah hari rawat pasien yang menerima obat hipoglikemia dan terdapat pemeriksaan kadar gula darah sewaktu pada hari rawat tersebut.

e. Evaluasi penggunaan obat hipoglikemia meliputi kajian keamanan dan

efektivitas.

f. Evaluasi keamanan penggunaan obat merupakan kajian interaksi obat dengan

kriteria sifat interaksi obat meliputi minor, signifikan dan serius. Kategori serius adalah interaksi yang mengancam nyawa dan memerlukan penanganan medis sesegera mungkin. Kategori signifikan adalah apabila memperburuk keadaan pasien dan memerlukan perubahan terapi. Kategori minor adalah apabila pasien mengalami perubahan pada kondisi klinis tetapi tidak

memerlukan perubahan terapi dan kontraindikasi ketika tidak

direkomendasikan pemberian obat bersamaan serta memerlukan monitoring

(Albadr et al, 2014).

g. Interaksi obat adalah kemungkinan terjadinya interaksi antara obat

hipoglikemia dengan obat lain yang digunakan selama pasien menjalani perawatan di rumah sakit berdasarkan acuan Medscape (2015). Interaksi obat yang dimaksud meliputi interaksi obat potensial dan interaksi obat aktual.

h. Evaluasi efektivitas penggunaan obat hipoglikemia dengan kajian ketepatan


(56)

2011, sedangkan perbaikan kondisi pasien dengan parameter tercapainya target penurunan gula darah sewaktu berdasarkan acuan Silvio dan Inzucchi tahun 2011.

i. Kajian ketepatan pemilihan obat dilakukan dengan melihat kesesuaian

pemilihan obat berdasarkan algoritma standar PERKENI tahun 2011 yaitu pemilihan obat dikatakan tepat jika nilai rata-rata pemeriksaan kadar gula darah sewaktu dalam sehari <180 mg/dL sedangkan pemilihan obat dikatakan kurang tepat jika nilai rata-rata pemeriksaan kadar gula darah sewaktu dalam sehari >180 mg/dL.

j. Perbaikan kondisi pasien dinilai dengan rata-rata pengukuran kadar gula

darah sewaktu. Kriteria perbaikan kondisi pasien adalah tercapainya rata-rata kadar gula darah sewaktu 100-180 mg/dL (Silvio and Inzucchi, 2011) pada tiap hari rawat. Penilaian terhadap waktu terjadinya perbaikan kondisi pasien dilakukan dengan menghitung modus hari terjadinya perbaikan kondisi pasien.

k. Pengukuran gula darah yang digunakan adalah rata-rata pengukuran kadar

gula darah sewaktu dalam satu hari pemberian obat.

l. Proporsi penggunaan obat yang efektif adalah jumlah pasien yang

menggunakan obat hipoglikemia dan mencapai proporsi perbaikan kondisi pasien >0,5 dibandingkan jumlah pasien keseluruhan. Proporsi perbaikan kondisi pasien adalah perbandingan antara jumlah perbaikan kondisi pasien dengan jumlah hari rawat pasien.


(57)

m. Komplikasi diabetes melitus meliputi komplikasi mikrovaskuler dan makro vaskuler. Komplikasi mikrovaskuler terdiri dari neuropati, retinopati dan nefropati. Komplikasi makrovaskuler meliputi penyakit arteri koroner, penyakit arteri perifer dan stroke.

n. Penyakit penyerta diabetes melitus meliputi osteoarthritis, dislipidemia,

hipoalbuminea, anemia, dan hematemesis.

C. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian payung Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dengan tujuan penelitian secara garis besar adalah untuk mengevaluasi penggunaan obat pada pasien terdiagnosa diabetes melitus dan hipertensi di instalasi rawat inap bangsal Bakung dan Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015.

Kajian yang diangkat oleh peneliti adalah “Evaluasi Penggunaan Obat

Hipoglikemia pada Pasien di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD

Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015”. Kajian penelitian payung

ini ditunjukkan pada skema Gambar 4.


(58)

D. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah pasien yang dirawat mulai bulan Agustus 2015 di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul. Kriteria inklusi adalah pasien rawat inap di Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul yang menggunakan obat hipoglikemia dan pasien masuk rumah sakit pada bulan Agustus 2015 melalui poliklinik atau IGD (Instalasi Gawat Darurat) di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Kriteria ekslusi adalah pasien yang dipindahkan ke bangsal lain dan pasien masuk ke bangsal Bakung pindahan dari bangsal lain di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

Penelitian yang dilakukan selama periode Agustus 2015 terdapat 23 pasien yang memenuhi kriteria inklusi yang dirawat di Iinstalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul dan menggunakan obat hipoglikemia. Subyek penelitian yang memenuhi kriteria penelitian adalah 17 pasien dan 6 pasien diekslusi dengan alasan pasien dipindahkan ke bangsal lain dan tidak memenuhi ruang lingkup penelitian.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen atau bahan penelitian yang digunakan adalah blangko pengambilan data. Blangko pengambilan data disusun berdasarkan hasil studi pendahuluan di RSUD Panembahan Senopati Bantul yang disesuaikan dengan jenis data yang diperlukan untuk penelitian ini. Formulir blangko pengambilan data terlampir pada Lampiran 3.

Blangko pengambilan data berisi data identitas pasien meliputi nama, usia, jenis kelamin, tanggal masuk rumah sakit, tanggal keluar rumah sakit, status


(59)

keluar rumah sakit dan diagnosa. Blangko pengambilan data juga berisi data hasil laboratorium, obat yang diterima pasien selama dirawat, hasil pemeriksaan tanda vital pasien selama dirawat di rawat inap bangsal bakung, obat yang dibawa pulang pasien apabila pasien sudah pulang serta penilaian dan rekomendasi.

F. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panembahan Senopati Bantul yaitu di Jalan Dr. Wahidin Sudiro Husodo, Bantul, Yogyakarta.

G. Tata Cara Penelitian

1. Tahap Analisis Situasi

Tahap analisis situasi diawali dengan pencarian pustaka mengenai penggunaan obat hipoglikemia yang digunakan untuk melakukan evaluasi penggunaan obat hipoglikemia. Selanjutnya menentukan masalah dengan pencarian informasi terkait penelitian meliputi lokasi rumah sakit dan prosedur yang harus dilakukan dalam penelitian. Selanjutnya melakukan penyusunan proposal usulan penelitian dan pengajuan perijinan serta dilanjutkan studi pendahuluan di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

Pada studi pendahuluan, peneliti mengidentifikasi obat hipoglikemia yang digunakan pada pasien di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015. Peneliti memilah jenis data dari rekam medis pasien yang diperlukan sebagai dasar dalam membuat instrumen penelitian. Studi pendahuluan di bangsal bakung juga untuk mengetahui waktu yang efektif bagi peneliti untuk melakukan pengambilan data di RSUD


(60)

Panembahan Senopati Bantul. Studi pendahuluan dilakukan untuk dapat melakukan penelitian sesuai dengan kode etik yang berlaku.

2. Tahap Pengumpulan Data

Pada tahap ini, dilakukan pengambilan data sekunder. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data dari rekam medis pasien. Data rekam medis yang dikumpulkan adalah data rekam medis pasien yang berada di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung. Selanjutnya, peneliti mengumpulkan data pasien dengan mengikuti perjalanan penyakit pasien.

Data rekam medis pasien yang dicatat dalam blangko adalah nama, umur, jenis kelamin (identitas pasien), tanggal masuk, tanggal keluar, diagnosis masuk, diagnosis kerja, diagnosis keluar, nama obat, dosis pemberian, frekuensi pemberian (obat yang diberikan), suhu tubuh, tekanan darah, denyut nadi, kecepatan napas (pemeriksaan tanda vital), pemeriksaan laboratorium, anamnese pasien saat masuk rumah sakit dan hasil status keluar pasien setelah menjalani perawatan.

3. Tahap Analisis Data

Data pengobatan pasien dievaluasi pada hari saat pengambilan data terkait keamanan dan efektivitas. Hasil temuan kajian keamanan dan efektivitas kemudian disampaikan kepada apoteker di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Data yang telah diperoleh secara lengkap kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dengan beberapa keterangan. Data tersebut kemudian dievaluasi berdasarkan standar PERKENI tahun 2011 untuk kajian efektivitas penggunaan obat meliputi ketepatan pemilihan obat, ketepatan dosis dan penggolongan macam


(61)

obat yang diterima pasien sedangkan evaluasi perbaikan kondisi pasien menggunakan acuan Silvio dan Inzucchi tahun 2011. Kajian keamanan penggunaan obat meliputi interaksi obat dievaluasi berdasarkan literatur Medscape (2015).

H. Tata Cara Analisis Hasil

Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan pengelompokan data berdasarkan:

1. Mengelompokkan obat hipoglikemia berdasarkan golongan penghambat

glukoneogenesis yaitu metformin, golongan pemicu sekresi insulin yaitu sulfonilurea, golongan peningkat sensitivitas terhadap insulin yaitu tiazolidindion, golongan insulin kerja cepat (insulin aspart), insulin kerja panjang (insulin detemir) dan insulin kombinasi (campuran insulin aspart protamine/insulin aspart 70%/30%).

2. Menyajikan hasil evaluasi keamanan yang berupa temuan interaksi obat

dalam bentuk tabel.

3. Menyajikan hasil temuan efektivitas yang berupa ketepatan pemilihan obat

hipoglikemia, ketepatan dosis hipoglikemia dan perbaikan kondisi berdasarkan klinis pasien yaitu ketercapaian rata-rata pemeriksaan kadar gula darah sewaktu 100-180 mg/dL dalam sehari.

4. Menghitung proporsi penggunaan obat hipoglikemia yang efektif dengan

cara menghitung jumlah pasien yang mengalami perbaikan kondisi dibagi dengan keseluruhan pasien kemudian dikalikan 100%.


(62)

I. KETERBATASAN KELEMAHAN PENELITIAN

Penelitian ini terbatas pada hasil evaluasi efektivitas yaitu evaluasi dosis penggunaan insulin dan ketepatan pemilihan obat. Evaluasi ketepatan dosis penggunaan insulin dilakukan berdasarkan data berat badan pasien, tetapi tidak diketahuinya data berat badan mengakibatkan evaluasi tidak dapat dilakukan. Hasil klarifikasi dengan perawat, data berat badan pasien nihil.

Ketepatan pemilihan obat dinilai berdasarkan data rata-rata pemeriksaan kadar gula darah sewaktu. Dengan demikian hasil penelitian tidak dapat mewakili keseluruhan penilaian efektivitas penggunaan obat yang diterima pasien.


(63)

40

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan pembahasan pada penelitian ini akan dibagi menjadi empat bagian. Bagian pertama yaitu profil penggunaan obat hipoglikemia berdasarkan golongan obat meliputi demografi pasien dan profil penggunaan obat hipoglikemia. Bagian kedua yaitu hasil evaluasi keamanan yang meliputi interaksi obat. Bagian ketiga yaitu hasil temuan efektivitas yang meliputi ketepatan pemilihan obat, ketepatan dosis dan waktu terjadinya perbaikan kondisi pasien. Bagian keempat yaitu proporsi penggunaan obat hipoglikemia yang efektif.

A. Profil Penggunaan Obat Hipoglikemia Di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul 1. Demografi Pasien

Hasil penelitian ditemukan 17 pasien dengan diabetes melitus tipe 2 di instalasi rawat inap bangsal bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul memiliki karakteristik:

a. Jenis Kelamin

Pengelompokan pasien berdasarkan jenis kelamin dilakukan untuk mengetahui perbandingan jumlah pasien laki-laki dan perempuan. Hasil penelitian diperoleh perbandingan pasien yang paling banyak mengalami diabetes melitus tipe 2 adalah pasien perempuan dengan perbandingan persentase disajikan dalam gambar berikut:


(64)

Gambar 5. Persentase Demografi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

Perbedaan jumlah berdasarkan jenis kelamin ini sejalan dengan hasil penelitian Gautam (2009) di RSUD Koja yang menyatakan bahwa prevalensi diabetes melitus tipe 2 yang terjadi pada wanita lebih besar dibandingkan prevalensi laki-laki dan Stipanovic (2002) tentang kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2 di India yang sebagian besar (65%) berjenis kelamin perempuan.

Perbedaan ini disebabkan karena perempuan memiliki komposisi lemak tubuh yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki dan estrogen. Komposisi lemak yang lebih tinggi mengakibatkan perempuan akan lebih mudah gemuk yang berakibat risiko obesitas dan obesitas dapat meningkatkan resistensi insulin (Mihardja, 2009). Hormon estrogen mengatur fungsi sel beta pankreas dan paparan estrogen jangka panjang dapat meningkatkan insulin, ekspresi gen target insulin dan pengeluaran insulin, dengan demikian wanita yang mengalami

menopause memiliki risiko (Faulds et al, 2012).

b. Usia

Pengelompokan pasien berdasarkan kelompok usia dilakukan untuk mengetahui karakteristik usia pasien yang menerima obat hipoglikemia. Pengelompokan usia pasien dilakukan menurut pustaka Rustiyanto (2010) menjadi tiga kelompok usia dengan jumlah pasien yang paling banyak mengalami

(7) 41% (10)

59% Laki-laki


(65)

diabetes melitus tipe 2 pada kelompok usia 45-65 tahun. Pengelompokan usia pasien yang menerima obat hipoglikemia disajikan dalam tabel berikut.

Tabel IV. Distribusi Pasien Rawat Inap Berdasarkan Kelompok Usia di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode

Agustus 2015

Kelompok Usia Jumlah Pasien Persentase (%)

< 44 tahun 2 12

45-64 tahun 12 70

> 65 tahun 3 18

Total 17 100

Hasil penelitian yang serupa dilakukan oleh Susilowati dan Rahayu (2009) dimana persentase terbesar penderita diabetes melitus tipe 2 juga ditemukan pada kelompok usia 45-64 tahun (67,4%). Diabetes melitus tipe 2 umumnya terjadi pada usia diatas 40 tahun karena pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan intoleransi glukosa (Budhiarta, 2005).

Data ini juga sesuai dengan pernyataan dari American Diabetes Association (ADA) tahun 2004 bahwa usia di atas 45 tahun merupakan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes melitus tipe 2. Pada usia lebih dari 45 tahun umumnya manusia mengalami penurunan fungsi fisiologis dengan cepat sehingga terjadi defisiensi sekresi insulin karena gangguan pada sel beta pankreas dan resistensi insulin (Sukarmin, 2008). Adanya proses penuaan juga menyebabkan berkurangnya kemampuan sel beta pankreas dalam memproduksi insulin (Zahtamal, 2007).


(66)

c. Lama Perawatan

Hasil penelitian berdasarkan pengelompokan durasi lama perawatan pasien rawat inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015 yang menggunakan obat hipoglikemia adalah lama perawatan pasien yaitu 2 hari rawat pada batas bawah dan 20 hari rawat pada batas atas dengan rata-rata lama perawatan pasien yaitu 9 hari rawat, secara rinci disajikan dalam tabel berikut.

Tabel V. Distribusi Lama Perawatan Pasien Rawat Inap di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015

Lama Perawatan (hari) Jumlah Pasien Persentase (%)

2-8 9 53

9-15 5 29

16-22 3 18

Total 17 100

Menurut Fraze et al (2010) suatu pemantauan kadar glukosa diperlukan

untuk menjaga kestabilan dan meminimalkan fluktuasi kadar glukosa darah. Pemantauan ini juga dilakukan agar kadar glukosa darah pasien serta parameter komplikasi yang menyertainya tetap berada dalam rentang normal sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya morbiditas dan mortalitas akibat penyakit diabetes melitus tipe 2.

d. Distribusi Jenis Obat

Hasil penelitian dikelompokkan berdasarkan distribusi jumlah jenis obat yang diterima pasien di instalasi rawat inap bangsal bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015 pada setiap hari rawatnya. Dari 17 pasien ditemukan sebanyak 161 hari rawat. Setiap pasien menerima jumlah jenis obat yang berbeda antara pasien yang satu dengan yang lain. Setiap pasien juga


(67)

menerima jenis obat yang jumlahnya tidak sama setiap harinya. Uraian jumlah penggunaan masing-masing jenis obat pada setiap hari rawat pasien disajikan dalam tabel VI berikut dengan distribusi jenis obat yang paling banyak diterima pasien pada tiap hari rawat yaitu 5-7 jenis obat setiap hari sebanyak 88 hari rawat (55%).

Tabel VI. Distribusi Jenis Obat Yang Diterima Per Hari Selama Dirawat di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul

Periode Agustus 2015

Σ Jenis Obat Per Hari Σ Hari Rawat Persentase (%)

2-4 66 41

5-7 88 55

8-10 7 4

Total 161 100,0

Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mayasari (2015) dimana jumlah pasien dengan diabetes melitus tipe 2 yang mendapat jumlah obat paling banyak adalah kelompok jumlah obat >5 obat sebesar 62,5%.

e. Penyakit Penyerta dan Komplikasi

Diabetes melitus dapat menyebabkan komplikasi jangka panjang yang meliputi mikrovaskuler dan makrovaskuler. Pasien mungkin saja dapat menderita bermacam-macam komplikasi. Hal ini bergantung pada kesadaran pasien selain dari pengendalian dan keberhasilan terapi yang dijalani. Semakin rendah kesadaran pasien untuk memperhatikan kestabilan gula darahnya, maka semakin tinggi pula risiko pasien menderita komplikasi.

Hasil pengelompokkan yang disajikan pada Tabel VII, 6 pasien (35%) dengan komplikasi, 4 pasien (23%) dengan penyakit penyerta, 3 pasien (18%)


(68)

dengan komplikasi dan penyakit penyerta, 3 pasien (18%) tanpa komplikasi dan penyakit penyerta dan 1 pasien (6%) meninggal.

Tabel VII. Klasifikasi Penyakit Penyerta dan Komplikasi Pasien di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode

Agustus 2015

Klasifikasi Jumlah Pasien Persentase (%)

Komplikasi 6 35

Penyakit penyerta 4 23

Komplikasi + Penyakit penyerta 3 18

Tanpa komplikasi dan penyakit penyerta 3 18

Meninggal 1 6

Total 17 100

Hasil penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2013) bahwa ditemukan sebanyak 70 dari 97 pasien (72%) dengan diabetes melitus tipe 2 mengalami komplikasi baik mikrovaskuler atau makrovaskuler dan keduanya. Hasil penelitian ini juga hampir serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Hongdiyanto, Yamlean, Supriati (2014) ditemukan 31 dari 46 kasus (67%) diabetes melitus tipe 2 dengan penyakit komplikasi.

Banyaknya kasus diabetes melitus tipe 2 yang mengalami komplikasi dapat disebabkan karena diabetes merupakan penyakit kronis yang diderita seumur hidup sehingga progresifitas penyakit terus berjalan hingga suatu saat dapat menimbulkan komplikasi. Kadar gula darah yang tinggi dan terus menerus dapat menyebabkan suatu keadaan gangguan pada berbagai organ tubuh. Akibat keracunan yang menetap ini, timbul perubahan-perubahan pada organ-organ tubuh sehingga timbul berbagai komplikasi (Permana, 2009).

Tabel VIII menyajikan rincian jenis komplikasi pada 17 pasien dengan komplikasi yang paling banyak ditemukan yaitu ulkus.


(1)

Metroni, metro: Metronidazole

Meloxi : Meloxicam

Cipro, ciprof : Ciprofloxacin

Pio, piogli : Pioglitazon

Aspart : Insulin aspart

Detemir : Insulin detemir

Cilos : Cilostazol

Simvas : Simvastatin

Gemfi : Gemfibrozil

Glime : Glimepirid

Aspi : Aspirin

Atorvas : Atorvastatin

Feni : Fenitoin

Lanso : Lansoprazole

Rani : Ranitidin

Ome : Omeprazole

Alpra : Alprazolam

Sucra : Sucralfat

Cefu : Cefuroxime

Metoclo : Metoclopramid


(2)

90 Lampiran 3. Formulir Blangko Pengambilan Data

Nama No. RM JK Umur BB

Hasil Nilai

Normal Satuan .../8 .../8 .../8 .../8 .../8 .../8 .../8 Hasil Nilai Normal Satuan .../8 .../8 .../8 .../8 .../8 .../8 .../8

Hb 14.0-18.0 g/dl SGOT < 37 U/L

Lekosit 4.00-11.00 10^3/uL SGPT < 41 U/L

Eritrosit 4.50-5.50 10^6/uL

Trombosit 150-450 10^3/uL Ureum 17-43 mg/dl

Hematokrit 42.0-52.0 vol% Kreatinin 0.90-1.30 mg/dl

Eosinofil 2.0-4.0 % Glukosa Sewaktu 80-200 mg/dl

Basofil 0-1 %

Batang 2.0-5.0 % Natrium 137.0-145.0 mmol/l

Segmen 51-67 % Kalium 3.50-5.10 mmol/l

Limfosit 20-35 % Klorida 98.0-107.0 mmol/l

Monosit 4.0-8.0 %

Nama Obat Kekuatan Dosis .../8 .../8 .../8 .../8 .../8 .../8 .../8

Hasil

Nilai

normal Satuan .../8 .../8 .../8 .../8 .../8 .../8 .../8

Penilaian dan Rekomendasi HITUNG JENIS

Tgl Masuk Tgl Pulang Status Pulang

Obat yang dibawa pulang

Tanggal Pengobatan

Hasil Laboratorium Tanggal

FUNGSI GINJAL DIABETES ELEKTROLIT FUNGSI HATI Tanggal Tanggal Hasil Laboratorium Anamnese

Diagnosa Masuk Diagnosa Diagnosa Keluar

Suhu TD Nadi RR Tanda Vital HEMATOLOGI


(3)

(4)

(5)

(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi berjudul “Evaluasi Penggunaan Obat Hipoglikemia Pada Pasien Di Instalasi Rawat Inap

Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Periode

Agustus 2015” ini memiliki nama lengkap Megarista

Afriana Putri. Penulis dilahirkan di Surakarta pada

tanggal 19 Juni 1994 dari pasangan Gono Tri Seno

Putro dan Ari Kristini sebagai putri pertama dari tiga

bersaudara. Penulis telah menempuh pendidikan formal pada tahun 1998-1999 di

TK Kristen Asih Telukan Sukoharjo, tahun 1999-2000 di TK Kristen V Pajang

Surakarta, tahun 2000-2006 di SD Negeri Mangkubumen Kidul No. 16 Surakarta,

tahun 2006-2009 di SMP Negeri 1 Surakarta, tahun 2009-2012 di SMA Negeri 3

Surakarta. Pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif

dalam kegiatan kemahasiswaan antara lain tergabung dalam organisasi DPMF

tahun 2012-2013, panitia Pemilihan Gubernur BEMF dan Ketua DPMF tahun

2014, panitia Kegiatan Kampanye Informasi Obat (KIO) tahun 2014, panitia

Pharmacy Competition tahun 2013 dan ketua kelompok Program Kreativitas