PENERAPAN MODEL QUANTUM TEACHING SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA :Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas 4 Madrasah Ibtidaiyah Negeri di Kota Madya Medan Sumatera Utara.
i
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... i
PERNYATAAN ... ii
ABSTRACT ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 11
C. Pertanyaan Penelitian ... 12
D. Tujuan Penelitian ... 13
E. Hipotesis Penelitian ... 15
F. Manfaat Penelitian ... 20
G. Asumsi Penelitian ... 21
BAB II LANDASAN TEORI ... 23
A. Model Pembelajaran Quantum Teaching ... 23
1. Pengertian Model Pembelajaran ... 23
2. Pengertian Quantum Teaching ... 26
3. Asas Quantum Teaching ... 29
4. Tujuan Quantum Teaching ... 30
5. Landasan Quantum Teaching ... 30
6. Karakteristik Quantum Teaching ... 32
7. Prinsip Quantum Teaching ... 36 halaman
(2)
ii
8. Sintak Quantum Teaching ... 38
9. Model Quantum Teaching ... 48
B. Pembelajaran Ekspositori ... 50
a. Strategi Pembelajaran Eskpositori ... 50
b. Karakteristik Pembelajaran Eskpositori ... 52
c. Prinsip-prinsip Strategi Pembelajaran Ekspositori ... 53
C. Keunggulan dan Kelemahan Strategi Pembelajaran Ekspositori .... 54
D. Hakikat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar ... 56
1. Hakikat Pembelajaran IPA ... 56
2. Landasan Pembelajaran di Sekolah Dasar ... 58
3. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar ... 61
E. Teori Belajar Terkait Quantum Teaching ... 67
a. Teori Belajar Kognitivisme ... 67
b. Teori Belajar Konstruktivisme ... 68
c. Teori Belajar Humanisme ... 69
F. Hasil Belajar Siswa ... 71
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 76
A. Desain Penelitian ... 76
B. Variabel Penelitian ... 80
C. Definisi Operasional ... 81
D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 86
E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 89
F. Teknik Pengolahan Data ... 97
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 98
A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 98
1. Skor Tandur Siswa ... 98
2. Hasil Belajar Siswa ... 103
B.Uji Hipotesis ... 107
1. Uji Hipotesis Korelasi antara Sintak Quantum Teaching Tumbuhkan dengan Hasil Belajar Siswa ... 108
(3)
iii
2. Uji Perbedaan Hasil Belajar Siswa MIN Level Tinggi,sedang dan Rendah antara yang Mengikuti Model Pembelajaran Quantum
Teaching dengan Pembelajaran Ekspositori ... 129
C.Pembahasan ... 139
1. Korelasi Sintak Quantum Teaching dengan Hasil Belajar Siswa 139 2. Perbedaan Hasil Belajar Siswa antara Pembelajaran Quantum Teaching dengan Pembelajaran Ekspositori ... 151
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 157
A. Simpulan ... 157
B. Rekomendasi ... 158
DAFTAR PUSTAKA ... 161
(4)
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Kategori MIN berdasarkan Cluster dan lokasi ... 88
Tabel 3.2 Rangkuman Hasil Pengujian Tes Hasil Belajar ... 93
Tabel 3.3 Hasil Perhitungan Reliabelitas THB ... 95
Tabel 4.1 Skor TANDUR pada Siswa MIN Level Tinggi ... 99
Tabel 4.2 Skor TANDUR pada Siswa MIN Level Sedang ... 100
Tabel 4.3 Skor TANDUR pada Siswa MIN Level Rendah ... 101
Tabel 4.4 Skor TANDUR pada MIN Level Tinggi, Level Sedang dan Level Rendah ... 102
Tabel 4.5 Nilai Pretest dan Posttest Siswa MIN Level Tinggi ... 103
Tabel 4.6 Nilai Pretest dan Posttest Siswa MIN Level Sedang... 104
Tabel 4.7 Nilai Pretest dan Postest Siswa MIN Level Rendah ... 105
Tabel 4.8 Hasil Belajar Siswa pada MIN Level Tinggi, Sedang dan Rendah ... 106
Tabel 4.9 Korelasi Sintak Tumbuhkan dengan Hasil Belajar Siswa pada MIN Level Tinggi ... 108
Tabel 4.10 Korelasi Sintak Tumbuhkan dengan Hasil Belajar Siswa pada MIN Level Sedang ... 109
Tabel 4.11 Korelasi Sintak Tumbuhkan dengan Hasil Belajar Siswa pada MIN Level Rendah ... 110
Tabel 4.12 Korelasi Sintak Alami dengan Hasil Belajar Siswa pada MIN Level Tinggi ... 111
Tabel 4.13 Korelasi Sintak Alami dengan Hasil Belajar Siswa pada MIN Level Sedang ... 112
Tabel 4.14 Korelasi Sintak Alami dengan Hasil Belajar Siswa pada MIN Level Rendah... 114
Tabel 4.15 Korelasi Sintak Namai dengan Hasil Belajar Siswa pada MIN Level Tinggi ... 115
Tabel 4.16 Korelasi Sintak Namai dengan Hasil Belajar Siswa pada MIN Level Sedang ... 116
Tabel 4.17 Korelasi Sintak Namai dengan Hasil Belajar Siswa pada MIN Level Rendah... 117
Tabel 4.18 Korelasi Sintak Demonstrasikan dengan Hasil Belajar Siswa pada MIN Level Tinggi ... 118
Tabel 4.19 Korelasi Sintak Demonstrasikan dengan Hasil Belajar Siswa pada MIN Level Sedang ... 119
(5)
v
Tabel 4.20 Korelasi Sintak Demonstrasika dengan Hasil Belajar Siswa
pada MIN Level Tinggi ... 120
Tabel 4.21 Korelasi Sintak Ulangi dengan Hasil Belajar Siswa pada MIN Level Tinggi ... 121
Tabel 4.22 Korelasi Sintak Ulangi dengan Hasil Belajar Siswa pada MIN Level Sedang ... 122
Tabel 4.23 Korelasi Sintak Ulangi dengan Hasil Belajar Siswa pada MIN Level Rendah... 123
Tabel 4.24 Korelasi Sintak Rayakan dengan Hasil Belajar Siswa pada MIN Level Tinggi ... 124
Tabel 4.25 Korelasi Sintak Rayakan dengan Hasil Belajar Siswa pada MIN Level Sedang ... 125
Tabel 4.26 Korelasi Sintak Rayakan dengan Hasil Belajar Siswa pada MIN Level Rendah... 126
Tabel 4.27 Korelasi Sintak TANDUR dengan Hasil Belajar Siswa pada MIN Level Tinggi ... 127
Tabel 4.28 Korelasi Sintak TANDUR dengan Hasil Belajar Siswa pada MIN Level Sedang ... 128
Tabel 4.29 Korelasi Sintak TANDUR dengan Hasil Belajar Siswa pada MIN Level Rendah ... 129
Tabel 4.30 Normalitas Data Hasil Belajar Siswa pada Min Level Tinggi ... 130
Tabel 4.31 Perbedaan Hasil Belajar pada MIN Level Tinggi ... 131
Tabel 4.32 Normalitas Data pada MIN Level Sedang ... 133
Tabel 4.33 Perbedaan antara Nilai Pretest dan Posttest pada MIN Level Sedang ... 133
Tabel 4.34 Normalitas Data Hasil Belajar pada MIN Level Rendah ... 135
Tabel 4.35 Perbedaan antara Nilai Pretest dan Posttest pada MIN Level Rendah ... 136
Tabel 4.36 Perbedaan Nilai Posttest Kelompok Eksperimen pada MIN Level Tinggi, Level Sedang dan Level Rendah ... 137
Tabel 4.37 Homogenitas Data Posttest pada MIN Level Tinggi, Level Sedang dan Level Rendah ... 138
(6)
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 3.1 Desain penelitian ... 79 Gambar 3.2 Alur Penelitian Pembelajaran Model Quantum Teaching ... 81 Gambar 3.3 Peta Variabel Penelitian ... 83
(7)
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 3.1 Kisi-kisi Pretest dan Posttest ... 168
Lampiran 3.2 Soal Konstruksi Tes Hasil Belajar yang Diuji Coba ... 171
Lampiran 3.3 Rekap Skor Hasil Uji Validitas THB ... 176
Lampiran 3.4 Normalitas Data Uji Validasi Hasil Ujicoba THB dengan SPSS ... 177
Lampiran 3.5 Uji Validtas Tes Hasil Belajar dengan SPSS ... 178
Lampiran 3.6 Konstruksi Tes Hasil Belajar yang Diuji Reliabelitasnya ... 181
Lampiran 3.7 Hasil Uji Normalitas Data Uji Reliabelitas Terhadap Hasil Belajar ... 185
Lampiran 3.8 Hasil Uji Homogenitas Data Uji Reliabelitas Terhadap Hasil Belajar ... 186
Lampiran 3.9 Hasil Uji Reliabelitas Terhadap Hasil Belajar ... 187
Lampiran 3.10 Soal Pretest pertemuan 1 sampai dengan 5 ... 188
Lampiran 3.11 Soal Posttest pertemuan 1 sampai dengan 5 ... 193
Lampiran 3.12 Kisi-kisi Angket TANDUR ... 198
Lampiran 3.13 Angket TANDUR yang Digunakan dalam Penelitian ... 204
Lampiran 4.1 Rekapitulasi Skor TANDUR MIN Level Tinggi ... 206
Lampiran 4.2 Rekapitulasi Skor TANDUR MIN Level Sedang ... 207
Lampiran 4.3 Rekapitulasi Skor TANDUR MIN Level Rendah ... 208
Lampiran 4.4 Rekapitulasi Nilai Pretest dan Posttest di MIN Level Tinggi ... 209
Lampiran 4.5 Rekapitulasi Nilai Pretest dan Posttest di MIN Level Sedang ... 210
Lampiran 4.6 Rekapitulasi Nilai Pretest dan Posttest di MIN Level Rendah... 210
Lampiran 4.7 Hasil Uji Korelasi Sintak Tumbuhkan pada MIN Level Tinggi ... 212
Lampiran 4.8 Hasil Uji Korelasi Sintak Tumbuhkan pada MIN Level Sedang ... 213
Lampiran 4.9 Hasil Uji Korelasi Sintak Tumbuhkan pada MIN Level Rendah ... 214
Lampiran 4.10 Hasil Uji Korelasi Sintak Alami pada MIN Level Tinggi ... 215
Lampiran 4.11 Hasil Uji Korelasi Sintak Alami pada MIN Level Sedang ... 216
Lampiran 4.12 Hasil Uji Korelasi Sintak Alami pada MIN Level Rendah ... 217
(8)
viii
Lampiran 4.14 Hasil Uji Korelasi Sintak Namai pada MIN Level
Sedang ... 219 Lampiran 4.15 Hasil Uji Korelasi Sintak Namai pada MIN Level
Rendah ... 220 Lampiran 4.16 Hasil Uji Korelasi Sintak Demonstrasikan pada MIN
Level Tinggi ... 221 Lampiran 4.17 Hasil Uji Korelasi Sintak Demonstrasikan pada MIN
Level Sedang ... 222 Lampiran 4.18 Hasil Uji Korelasi Sintak Demonstrasikan pada MIN
Level Rendah ... 223 Lampiran 4.19 Hasil Uji Korelasi Sintak Ulangi pada MIN Level
Tinggi ... 224 Lampiran 4.20 Hasil Uji Korelasi Sintak Ulangi pada MIN Level
Sedang ... 225 Lampiran 4.21 Hasil Uji Korelasi Sintak Ulangi pada MIN Level
Rendah... 226 Lampiran 4.22 Hasil Uji Korelasi Sintak Rayakan pada MIN Level
Tinggi ... 227 Lampiran 4.23 Hasil Uji Korelasi Sintak Rayakan pada MIN Level
Sedang ... 228 Lampiran 4.24 Hasil Uji Korelasi Sintak Rayakan pada MIN Level
Rendah... 229 Lampiran 4.25 Hasil Uji Korelasi TANDUR dengan Hasil Belajar MIN
Level Tinggi ... 230 Lampiran 4.26 Hasil Uji Korelasi TANDUR dengan Hasil Belajar MIN
Level Sedang ... 231 Lampiran 4.27 Hasil Uji Korelasi TANDUR dengan Hasil Belajar MIN
Level Rendah ...232 Lampiran 4.28 Hasil Uji Normalitas Data Hasil Belajar MIN Level
Tinggi ... 233 Lampiran 4.29 Hasil Uji Beda Hasil Belajar Kelompok Kontrol dan
Kelompok Eksperimen MIN Level Tinggi dengan Uji - T ... 234 Lampiran 4.30 Hasil Uji Normalitas Data Hasil Belajar MIN Level
Sedang ... 235 Lampiran 4.31 Hasil Uji Beda Hasil Belajar Kelompok Kontrol dan
Kelompok Eksperimen MIN Level Rendah dengan Uji T... 236 Lampiran 4.32 Hasil Uji Normalitas Data Hasil Belajar MIN Level
Rendah... 237 Lampiran 4.33 Hasil Uji Beda Hasil Belajar Kelompok Kontrol dan
(9)
ix
Lampiran 4.34 Hasil Perbedaan Rata-rata Nilai Posttest Kelas Kontrol dan Eksperimen di MIN Level Tinggi, Sedang dan
Rendah dengan Anova One way ... 239
Lampiran 4.35 SK-KD IPA SD/MIN ... 240
Lampiran 4.36 Silabus di MIN Kota Madya Medan ... 241
Lampiran 4.37 RPP Kelas Eksperimen ... 243
Lampiran 4.38 RPP Kelas Kontrol ... 282
Lampiran 4.39 Lembar Kerja Siswa Pertemuan 1-5 ... 303
Lampiran 4.40 Lirik Lagu Energi ... 315
Lampiran 4.41 Surat Ket. Telah Melakukan Penelitian dari MIN Medan ... 316
Lampiran 4.42 Surat Ket. Telah Melakukan Penelitian dari MIN Sunggal ... 317
Lampiran 4.43 Surat Ket. Telah Melakukan Penelitian dari MIN Belawan ... 318
Lampiran 4.44 Jadwal Penelitian ... 319
(10)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Permasalahan pendidikan yang dialami oleh bangsa Indonesia saat ini adalah rendahnya mutu pendidikan. Menurut hasil survey dari beberapa lembaga internasional, perkembangan pendidikan di Indonesia masih belum memuaskan. Hal ini tercermin dari hasil TIMSS (Trends Internasional in Mathematics and
Science Study) yang menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam
bidang IPA berada pada urutan ke-38 dari 40 negara.
Lembaga yang mengukur hasil pendidikan Science dan Mathematics di dunia ini , melaporkan hasil Third (kini Trends) International in Matemathics and
Science Study (TIMSS), Survei dilakukan oleh TIMSS terhadap pencapaian sains
anak kelas 4 (9 tahun saat di tes) dan kelas 8 (13 tahun saat dites) . Survai untuk TIMSS menunjukkan bahwa dari 38 negara yang berpartisipasi pada tahun 1999 dan dari 46 negara yang berpartisipasi pada tahun 2003, masing-masing anak Indonesia menempati peringkat 32 dan 37. Skor rata-rata perolehan anak Indonesia untuk IPA mencapai 420,421, skor ini tergolong ke dalam katagori low
benchmark artinya siswa baru mengenal beberapa konsep mendasar dalam Fisika
dan Biologi (Rustaman, 2006a).
Sementara survey untuk TIMSS tahun 2007 menunjukkan bahwa Indonesia berada pada urutan 35 dari 49 peserta . Skor perolehan anak Indonesia untuk IPA
(11)
adalah 427, skor ini masih tergolong ke dalam katagori low benchmark. Jika kita bandingkan dengan hasil-hasil sebelumnya yaitu 421 (1999-2003) prestasi ini nampak statis tidak mengalami peningkatan yang signifikan (Rank Positions and
Grade 82 Science and Mathematics) (http://nces.ed.gov/timss/results07.asp)
Organisasi internasional yang lain juga menguatkan hal itu, seperti Human
Development Index (HDI) tahun 2007/2008, bahwa dalam sumber daya manusia
Indonesia masuk dalam ranking 107 (kategori medium high human development) hanya selisih dua nomor di bawah negara Vietnam (105), dan jauh berada di bawah Philipina (90) dan Thailand (78) bahkan negara yang terdekat yaitu Singapura yang berada di posisi yang ke 25 dalam kategori high human
development. Data tersebut hasil dari survey 176 negara di dunia
(http://hdr.undp.org/en/statistics/).
Pembaharuan pendidikan di Indonesia memang harus terus dilakukan. Perlu diupayakan penataan pendidikan yang bermutu dan terus menerus yang adaptif terhadap perubahan zaman. Mulyasa (2007) menegaskan bahwa “ Perubahan dan perkembangan berbagai aspek kehidupan perlu direspon oleh kinerja pendidikan yang profesional dan bermutu tinggi. Mutu pendidikan yang demikian itu sangat diperlukan untuk mendukung terciptanya manusia yang cerdas dan berkehidupan yang damai, terbuka dan berdemokrasi, kreatif dan mandiri, serta mampu bersaing secara terbuka di era global sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan seluruh warga Indonesia. Rendahnya mutu sumber daya manusia Indonesia itu memang tidak terlepas dari hasil yang dicapai oleh pendidikan kita selama ini. Kondisi pembelajaran IPA di SD/MI selama ini telah mendorong para pakar melakukan
(12)
studi reflektif dan evaluatif terhadap isi (content), pelaksanaan, dan hasil keluaran dari kurikulum pendidikan dasar dan menengah (khususnya IPA) hingga periode Kurikulum Tahun 1994 memberikan temuan sejumlah kelemahan yang berujung dengan kesimpulan perlunya penyempurnaan kurikulum sesuai dengan tuntutan masyarakat yang cenderung berubah.
Sehubungan dengan temuan itu upaya pengembangan kurikulum mutakhir (Kurikulum tahun 2004 dan disempurnakan menjadi kurikulum 2006) yang beralih dari kurikulum berbasis isi atau materi (content-based curriculum) ke kurikulum berbasis kemampuan (competency-based curriculum) di mana terdapat keseimbangan peningkatan kemampuan konseptual dan kemampuan prosedural merupakan langkah maju Kementrian Pendidikan Nasional dalam mengantisipasi kecenderungan pembelajaran IPA selama ini.
Pemerintah melalui Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas juga melakukan Kajian kebijakan Kurikulum khususnya Mata Pelajaran IPA secara menyeluruh mulai dari identifikasi permasalahan dalam memaknai dokumen standar isi (SK dan KD mata pelajaran); pengembangannya sebagai silabus dan RPP serta di evaluasi dalam implementasinya. Kajian Kebijakan Kurikulum ini bertujuan mensejajarkan mutu pendidikan IPA dengan mutu pendidikan IPA negara-negara lain baik regional dan internasional.
Dengan demikian sangat jelas pentingnya pembelajaran (termasuk IPA) di SD/MI dilaksanakan secara profesional. Harus diakui, masih banyak persoalan yang dihadapi dunia pendidikan kita. Selama ini hasil pendidikan hanya tampak dari kemampuan menghafal fakta, konsep, teori atau hukum. Walaupun banyak
(13)
anak mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka seringkali tidak memahami secara mendalam substansi materinya
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 ditekankan tentang kualitas pendidikan Indonesia yang seharusnya dicapai, yakni mengenai keinginan untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas, yang tertuang dalam tujuan dan fungsi pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam pasal 3 Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, adalah: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (UUSPN Tahun 2003 pasal 3).
Berdasarkan rumusan di atas, maka sudah seharusnya pemerintah tidak hanya mengejar kuantitas dengan berusaha memberikan kesempatan belajar pada masyarakatnya saja, tetapi juga harus berupaya menyelenggaran pendidikan yang bermutu.Tentunya rumusan tujuan tersebut akan terwujud dalam implementasinya pembelajaran. Implementasi UU No. 20 tahun 2003, dan Permen Diknas No. 22 tahun 2006 serta pemenuhan tuntutan Permen Diknas No. 23 sepertinya tidaklah mudah. Banyak faktor yang berpengaruh diantaranya profesionalisme guru, intake siswa, ketersediaan sarana-prasaran, sistem kepemimpinan, dan lingkungan tempat pendidikan berlangsung, bisa saja tidak mendukung sehingga bisa
(14)
menimbulkan permasalahan penyelenggaraan pendidikan. Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasioanal nomor 23 tahun 2006 tentang SKL, maka seluruh muatan dalam proses pembelajaran harus mengacu pada aturan ini. Tujuan yang tak kalah penting lainnya adalah untuk mempersiapkan lulusan agar dapat mengikuti jenjang pendidikan yang ada diatasnya. Artinya bahwa pendidikan dasar merupakan lembaga yang menentukan kualitas pendidikan secara keseluruhan, pengertian ini diambil dari sebuah konsep berfikir yaitu dimana tinggi rendahnya kualitas pendidikan secara keseluruhan akan sangat ditentukan oleh kualitas pendidikan dasar. Pendidikan dasar merupakan lembaga pendidikan formal pertama, yang berfungsi memberikan dasar-dasar yang kuat bagi pembentukan kepribadian, pengembangan segi fisik, moral, sikap, dan nilai, pengembangan potensi dan kemampuan-kemampuan dasar bagi pemenuhan kebutuhan, keamanan dan kesejahteraan pribadinya. (Sukmadinata dkk, 2009: 18). DePoter dan Hernachi (2010:22) dalam buku quantum teaching, mengatakan bahwa setiap anak dilahirkan dengan rasa ingin tahu yang tak pernah terpuaskan, beliau mengatakan bahwa setiap kita semua memiliki peralatan yang memadai untuk mencari tau, bahwa setiap anak memiliki potensi saintis yang di bawa dalam kegiatan sehari-hari, ketika berhadapan dengan dunia IPA yang sederhana sampai yang membutuhkan pemikiran kompleks. Anak secara intrinsik terdorong ingin mengerti dan menelusuri apa saja, termasuk yang berkaitan dengan IPA. Anak ingin mengerti mengapa benda-benda bergerak, mengapa tumbuhan dan hewan beragam, mengapa matahari hanya nampak pada siang hari, mengapa jika ia berlari pada saat rembulan muncul rembulan tersebut selalu mengikutinya.
(15)
Masih banyak lagi fenomena-fenomena alam lainnya yang mengusik rasa ingin tahunya. Beliau mengatakan bahwa inilah yang disebut potensi saintis dalam diri anak, salah satu anugerah terbesar dari Tuhan bagi manusia yang sekaligus membedakannya dari makhluk lainnya, untuk itu merupakan tugas utama seorang pendidik untuk mengembangkan potensi saintis siswa secara optimal sejak dini melalui proses pembelajaran IPA yang dikelola secara profesional. (http://www.scribd.com/doc/17087298/Karakteristik-Pembelajaran-IPA-SD) Pembelajaran IPA bertujuan menanamkan pengetahuan dan konsep-konsep sains yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari meliputi (1) menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains dan teknologi (2) mengembangkan keterampilan proses untuk penyelidikan alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.(3) ikut serta dalam memelihara menjaga dan melestarikan lingkungan alam.(4) mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat dan (5) menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. (Mariana dan Praginda , 2009: 28)
Melalui pembelajaran dan pengembangan potensi diri pada pembelajaran IPA siswa akan memperoleh bekal pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk memahami dan menyesuaikan diri terhadap fenomena dan perubahan-perubahan di lingkungan sekitar dirinya, disamping memenuhi keperluan untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Pembelajaran dan pengembangan potensi ini merupakan salah satu kunci
(16)
keberhasilan peningkatan kompetensi sumber daya manusia dalam memasuki dunia teknologi, termasuk teknologi informasi pada era globalisasi.
Meskipun demikian, hasil pengamatan terhadap realitas di lapangan, pada beberapa SD/MIN yang ada di kota Madya Medan, dalam hal ini peneliti mengambil sampel pada MIN Medan sekolah dengan level tinggi, MIN Sunggal, sekolah dengan level sedanng dan MIN Belawan sekolah dengan level rendah, pembelajaran IPA di sekolah ini masih menunjukkan sejumlah kelemahan. Keseluruhan tujuan dan karakteristik berkenaan dengan pendidikan IPA di SD, sebagaimana tertuang dalam kurikulum pada kegiatan pembelajaran secara umum telah direduksi menjadi sekedar pemindahan konsep-konsep yang kemudian menjadi bahan hapalan bagi siswa.
Tidak jarang pembelajaran IPA bahkan dilaksanakan dalam bentuk latihan-latihan penyelesaian soal-soal tes, semata-mata dalam rangka mencapai target nilai tes tertulis evaluasi hasil belajar sebagai “ukuran utama” prestasi siswa dan kesuksesan guru dalam mengelola pembelajaran.
Keberhasilan dan kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh faktor proses belajar mengajar, karena proses belajar mengajar merupakan upaya paling langsung dan realistis untuk menciptakan kualitas pendidikan. Proses belajar mengajar merupakan penjabaran dari tujuan, konsep dan strategi yang didesain oleh sebuah pendidikan.
Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru mengembangkan model-model pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan
(17)
intensitas keterlibatan siswa secara efektif di dalam proses pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar secara aktif dan menyenangkan sehingga siswa dapat meraih hasil belajar dan prestasi yang optimal. (Aunurrahman, 2009: 140)
Model quantum teaching merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan secara luas, nyaman dan menyenangkan kepada siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran. Agar siswa berperan aktif dalam pembelajaran harus diciptakan suasana menggairahkan dengan menyajikan materi pembelajaran yang bersifat menyenangkan, sera memberi kesan nyaman mengesankan dan dapat menumbuhkan minat serta meningkatkan daya kreatif. (Hernowo (2007: 12).
Untuk dapat mengembangkan model pembelajaran yang efektif setiap guru harus memiliki pemahaman terhadap perkembangan dan kondisi siswa di kelas. Secara psikologis, anak usia SD berada dalam dunia bermain. Tugas guru adalah menciptakan dan mengoptimalkan suasana bermain tersebut dalam kelas sehingga menjadi media yang efektif untuk membelajarkan siswa dalam IPA. Pembelajaran IPA diharapkan akan efektif jika guru mampu mencitrakan kegiatan belajar kepada siswa bahwa kelas adalah tempat untuk bermain, aman dari segala bentuk ancaman dan hambatan psykologis, serta mampu memfasilitasi siswa secara lugas mengemukakan dan mencobakan ide-idenya. ( Mariana dan Praginda , 2009). Berdasarkan jenjang dan karakteristik perkembangan intelektual anak seusia SD maka penyajian konsep dan keterampilan dalam pembelajaran IPA harus
(18)
sesuai dengan karakteristik dan perkembangan anak usia dini artinya bahwa anak belajar dari apa yang ada disekitar siswa dan yang dikenal, diminati serta diperlukan siswa. Untuk itu, pembelajaran IPA pada jenjang pendidikan SD harus menggunakan pendekatan serta model yang mampu menciptakan pembelajaran yang aktif, efektif, kreatif serta menyenangkan. Pembelajaran yang efektif secara umum diartikan sebagai kegiatan belajar mengajar yang memberdayakan potensi siswa (peserta didik) serta mengacu pada pencapaian kompetensi individual masing-masing peserta didik. (Depdiknas, 2003:7-11).
Untuk itu peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran quantum
teaching yang lebih mengedepankan kepentingan perkembangan pribadi siswa,
dan kebebasan berpikir dan berkreasi serta memberikan rasa senang dan nyaman mengikuti proses pembelajaran, sehingga menimbulkan minat belajar siswa dan menjadikan pencapaian kompetensi belajar siswa meningkat.
Dalam hal ini peneliti mencoba melakukan penelitian di MIN Kota Madya Medan, mengingat bahwa berdasarkan hasil observasi awal dilapangan peneliti menemukan bahwa rata-rata guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam masih banyak yang belum beranjak dari model pembelajaran lama, seperti ekspositori yang cenderung teacher centered learning, siswa lebih banyak bersikap pasif, mereka lebih banyak menerima informasi dari guru dalam bentuk ceramah, dan tanya jawab, kemudian melakukan peningkatan pemahaman melalui pemberian tugas yang di berikan oleh guru. Hasil pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa materi pelajaran IPA yang seharusnya diajarkan secara menyeluruh yaitu IPA sebagai konsep, IPA sebagai proses dan IPA sebagai sikap ilmiah. Hal ini sesuai
(19)
dengan pendapat Sund dalam Mariana (2008) menyebutkan bahwa unsur-unsur sains terdiri dari tiga macam ; (1) Proses, atau metode meliputi pengamatan, membuat hipotesis, merancang dan melakukan percobaan, mengukur dan proses-proses pemahaman kealaman lainnya, akan tetapi dalam pelaksanaan di kelas justru disampaikan dalam bentuk ceramah. Semua rancangan pembelajaran sudah dipersiapkan sepenuhnya oleh guru, dan siswa tinggal menerima dan mengikuti saja dan menurut apa yang diperintahkan guru, kondisi ini sangat tidak menguntungkan karena menimbulkan rasa bosan, masa bodoh, dan rasa malas siswa dalam mengikuti pelajaran bahkan cenderung sekedarnya, tidak berminat mengikuti pelajaran dan bahkan merasa bosan yang akibatnya pencapaian kompetensinya kurang baik., guru belum berani mencobakan model pembelajaran lain seperti model quantum teaching yang lebih mengedepankan kepentingan perkembangan pribadi siswa, dan kebebasan berpikir dan berkreasi serta memberikan rasa senang dan nyaman mengikuti proses pembelajaran, yang menjadikan pencapaian kompetensi belajar siswa meningkat.
Penelitian tentang model pembelajaran quantum juga pernah dilakukan oleh Yusrah Joniawan Harahap (2009) berjudul Pengembangan model Pembelajaran Kuantum Untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Siswa dalam Pembelajaran IPS Pada MI. Irmina Titik Purwanti (2009). Penelitiannya berjudul Pelaksanaan Model quantum teaching dengan Study Group Untuk Peningkatan Sikap Percaya Diri Siswa dan Prestasi Belajar Fisika Kelas X Tkk Smk Negeri 2 Sragen Jurusan Teknik Kontruksi Kayu Kabupaten Sragen. Jayanti Vera (2009) Penelitiannya
(20)
berjudul Pengaruh Pembelajaran quantum teaching Terhadap Hasil Belajar IPA Biologi Siswa Kelas VII SMPN 24.
Seluruh penelitian tersebut memberikan hasil yang positif ditandai dengan peningkatan hasil belajar siswa . Oleh karena itu , peneliti juga berharap agar penerapan pembelajaran dengan menggunakan model quantum teaching berdampak positif terhadap hasil belajar siswa di MIN di Kota Madya Medan.
B. Rumusan Masalah
Model Pembelajaran quantum teaching merupakan salah satu model pembelajaran yang dilakukan dengan adanya modifikasi bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar situasi belajar, antara lain dengan menerapkan metode pembelajaran bervariasi serta pengkondisian suasana pembelajaran yang menyenangkan yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun secara kelompok aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuwan secara holistik, bermakna, dan otentik, sehingga diharapkan dapat merangsang minat siswa.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah penelitian ini adalah : “ Apakah penerapan model pembelajaran quantum teaching dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA di MIN kota Madya Medan?”. Melalui penerapan pembelajaran dengan model quantum
teaching ini diharapkan nantinya hasil belajar siswa dapat meningkat secara
signifikan.
(21)
Berkaitan dengan rumusan masalah di atas, maka pertanyaan penelitian yang relevan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
sebagai berikut:
(1) Mengetahui ada tidaknya korelasi antara hasil belajar siswa dengan : a) sintak quantum teaching “Tumbuhkan “ pada MIN level tinggi . b) sintak quantum teaching “Tumbuhkan “ pada MIN level sedang . c) sintak quantum teaching “Tumbuhkan “ pada MIN level rendah. d) sintak quantum teaching “Alami” pada MIN level tinggi.
e) sintak quantum teaching “Alami” pada MIN level sedang. f) sintak quantum teaching “Alami” pada MIN level rendah. g) sintak quantum teaching “ Namai” pada MIN level tinggi. h) sintak quantum teaching “ Namai” pada MIN level sedang. i) sintak quantum teaching “ Namai” pada MIN level rendah.
j) sintak quantum teaching “Demonstrasikan “ pada MIN level tinggi. k) sintak quantum teaching “Demonstrasikan “ pada MIN level sedang. l) sintak quantum teaching “Demonstrasikan “ pada MIN level rendah. m) sintak quantum teaching “Ulangi “ pada MIN level tinggi.
n) sintak quantum teaching “Ulangi “ pada MIN level sedang. o) sintak quantum teaching “Ulangi “ pada MIN level rendah. p) sintak quantum teaching “ Rayakan“ pada MIN level tinggi. q) sintak quantum teaching “ Rayakan “ pada MIN level sedang. r) sintak quantum teaching “ Rayakan “pada MIN level rendah. s) sintak TANDUR pada MIN level tinggi.
(22)
t) sintak TANDUR pada MIN level sedang. u) sintak TANDUR pada MIN level rendah. (2) Mengukur perbedaan hasil belajar siswa :
a) MIN level tinggi antara yang mengikuti pembelajaran model quantum
teaching dengan yang mengikuti pembelajaran ekspositori.
b) MIN level sedang antara yang mengikuti pembelajaran model quantum
teaching dengan yang mengikuti pembelajaran ekspositori.
c) MIN level rendah antara yang mengikuti pembelajaran model quantum
teaching dengan yang mengikuti pembelajaran ekspositori.
d) MIN level tinggi, sedang dan rendah yang sama-sama mengiuti pembelajaran model quantum teaching.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh model pembelajaran quantum teaching terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA dengan memperhatikan sintak pada quantum
teaching.
Tujuan dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Berikut adalah tujuan penelitian berdasarkan kedua klasifikasi tersebut.
(23)
1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penerapan pembelajaran dengan quantum teaching dengan memperhatikan sintak TANDUR pada quantum teaching mampu meningkatkan hasil belajar IPA siswa di MIN di Kota Madya Medan.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus tujuan yang ingin dijabarkan didalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui ada tidaknya korelasi antara hasil belajar siswa dengan : a) sintak quantum teaching “Tumbuhkan “ pada MIN level tinggi . b) sintak quantum teaching “Tumbuhkan “ pada MIN level sedang . c) sintak quantum teaching “Tumbuhkan “ pada MIN level rendah. d) sintak quantum teaching “Alami” pada MIN level tinggi.
e) sintak quantum teaching “Alami” pada MIN level sedang. f) sintak quantum teaching “Alami” pada MIN level rendah. g) sintak quantum teaching “ Namai” pada MIN level tinggi. h) sintak quantum teaching “ Namai” pada MIN level sedang. i) sintak quantum teaching “ Namai” pada MIN level rendah.
j) sintak quantum teaching “Demonstrasikan “ pada MIN level tinggi. k) sintak quantum teaching “Demonstrasikan “ pada MIN level sedang. l) sintak quantum teaching “Demonstrasikan “ pada MIN level rendah. m) sintak quantum teaching “Ulangi “ pada MIN level tinggi.
(24)
n) sintak quantum teaching “Ulangi “ pada MIN level sedang. o) sintak quantum teaching “Ulangi “ pada MIN level rendah. p) sintak quantum teaching “ Rayakan“ pada MIN level tinggi. q) sintak quantum teaching “ Rayakan “ pada MIN level sedang. r) sintak quantum teaching “ Rayakan “pada MIN level rendah. s) sintak TANDUR pada MIN level tinggi.
t) sintak TANDUR pada MIN level sedang. u) sintak TANDUR pada MIN level rendah. 2. Mengukur perbedaan hasil belajar siswa :
a) MIN level tinggi antara yang mengikuti pembelajaran model quantum
teaching dengan yang mengikuti pembelajaran ekspositori.
b) MIN level sedang antara yang mengikuti pembelajaran model quantum
teaching dengan yang mengikuti pembelajaran ekspositori.
c) MIN level rendah antara yang mengikuti pembelajaran model quantum
teaching dengan yang mengikuti pembelajaran ekspositori.
d) MIN level tinggi, sedang dan rendah yang sama-sama mengiuti pembelajaran model quantum teaching.
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan prediksi atau dugaan terhadap hasil penelitian (McMillan, 2008:44). Sejalan dengan pendapat tersebut, Arikunto (2006:71) dan Sudjana (2009:12) mengatakan bahwa hipotesis merupakan jawaban sementara
(25)
tehadap permasalahan penelitian. Hipotesis merupakan kebenaran yang masih pada tataran teoritik yang diperoleh dari hasil membaca literatur. Hipotesis akan menjadi kebenaran pada tataran paraktik setelah penelitian selesai dilakukan. Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ho : Tidak ada korelasi signifikan antara hasil belajar siswa dengan : a. sintak quantum teaching “Tumbuhkan” pada MIN level tinggi. b. sintak quantum teaching “Tumbuhkan” pada MIN level sedang. c. sintak quantum teaching “Tumbuhkan” pada MIN level rendah . d. sintak quantum teaching “Alami” pada MIN level tinggi.
e. sintak quantum teaching “Alami” pada MIN level sedang. f. sintak quantum teaching “Alami” pada MIN level rendah. g. sintak quantum teaching “Namai” pada MIN level tinggi. h. sintak quantum teaching “Namai” pada MIN level sedang. i. sintak quantum teaching “Namai” pada MIN level rendah.
j. sintak quantum teaching “Demonstrasikan” pada MIN Level tinggi.
k. sintak quantum teaching “Demonstrasikan” pada MIN Level sedang.
l. sintak quantum teaching “Demonstrasikan” pada MIN level rendah.
(26)
m. sintak quantum teaching “Ulangi” pada MIN level tinggi. n. sintak quantum teaching “Ulangi” pada MIN level sedang. o. sintak quantum teaching “Ulangi” pada MIN level rendah. p. sintak quantum teaching “ Rayakan” pada MIN level tinggi. q. sintak quantum teaching “Rayakan” pada MIN level sedang. r. sintak quantum teaching “Rayakan” pada MIN level rendah. s. sintak TANDUR pada MIN level tinggi
t. sintak TANDUR pada MIN level sedang u. sintak TANDUR pada MIN level rendah
Ha : Ada korelasi signifikan antara hasil belajar siswa dengan : a. sintak quantum teaching “Tumbuhkan” pada MIN level tinggi. b. sintak quantum teaching “Tumbuhkan” pada MIN level sedang. c. sintak quantum teaching “Tumbuhkan” pada MIN level rendah. d. sintak quantum teaching “Alami” pada MIN level tinggi.
e. sintak quantum teaching “Alami” pada MIN level sedang. f. sintak quantum teaching “Alami” pada MIN level rendah. g. sintak quantum teaching “Namai” pada MIN level tinggi. h. sintak quantum teaching “Namai” pada MIN level sedang. i. sintak quantum teaching “Namai” pada MIN level rendah.
(27)
tinggi.
k. sintak quantum teaching “Demonstrasikan” pada MIN Level sedang.
l. sintak quantum teaching “Demonstrasikan” pada MIN level rendah.
m. sintak quantum teaching “Ulangi” pada MIN level tinggi. n. sintak quantum teaching “Ulangi” pada MIN level sedang. o. sintak quantum teaching “Ulangi” pada MIN level rendah. p. sintak quantum teaching “ Rayakan” pada MIN level tinggi. q. sintak quantum teaching “Rayakan” pada MIN level sedang. r. sintak quantum teaching “Rayakan” pada MIN level rendah. s. sintak TANDUR pada MIN level tinggi.
t. sintak TANDUR pada MIN level sedang. u. sintak TANDUR pada MIN level rendah.
2. Ho : Tidak ada perbedaan signifikan hasil belajar siswa :
a. MIN level tinggi antara yang mengikuti pembelajaran model
quantum teaching dengan yang mengikuti pembelajaran
ekspositori.
(28)
quantum teaching dengan yang mengikuti pembelajaran
ekspositori.
c. MIN level rendah antara yang mengikuti pembelajaran model
quantum teaching dengan yang mengikuti pembelajaran
ekspositori.
d. MIN level tinggi, sedang dan rendah yang sama-sama mengiuti pembelajaran model quantum teaching.
Ha : Ada perbedaan signifikan hasil belajar siswa :
a. MIN level tinggi antara yang mengikuti pembelajaran model
quantum teaching dengan yang mengikuti pembelajaran
ekspositori.
b. MIN level sedang antara yang mengikuti pembelajaran model
quantum teaching dengan yang mengikuti pembelajaran
ekspositori.
c. MIN level rendah antara yang mengikuti pembelajaran model
quantum teaching dengan yang mengikuti pembelajaran
ekspositori.
d. MIN level tinggi, sedang dan rendah yang sama-sama mengiuti pembelajaran model quantum teaching.
(29)
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat pada siswa, guru, serta kepala sekolah . Berikut adalah manfaat yang diharapan untuk masing-masing elemen pendidikan tersebut.
1. Bagi Siswa
Memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran, mengikuti pembelajaran yang menyenangkan, serta tidak membosankan.
2. Bagi Guru Mata Pelajaran
Bagi para guru IPA sebagai pencerahan/wahana baru dalam penerapan model pembelajaran di sekolah, sehingga pengajaran akan lebih bervariasi dan lebih menarik. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan renungan atau refleksi bagi guru mata pelajaran IPA di MIN yang hendaknya selalu berusaha dan berupaya membenahi kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya sesuai dengan tuntutan kebutuhan siswa. Hal ini dapat dilakukan secara terus menerus dan dijadikan sebagai wujud aktivitas dalam mengajar, sehingga dengan demikian pembelajaran akan tepat sasaran yakni tercapainya tujuan pendidikan yang diinginkan.
3. Bagi Kepala Madrasah
Hasil penelitian diharapkan, kepala madrasah mengetahui pelaksanaan proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas, serta berbagai faktor
(30)
yang pengaruhi proses pengembangan model pembelajaran, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan.
G. Asumsi Penelitian
Asumsi merupakan anggapan dasar penelitian. Menurut Winarno (Arikunto, 2006:65), anggapan dasar merupakan sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik. Menurut Danim (2007:113-114), asumsi didefinisikan sebagai “hasil abstraksi pemikiran yang oleh peneliti dianggap benar dan dijadikan pijakan untuk mengkaji satu atau beberapa gejala”. Asumsi merupakan sebuah pernyataan yang kebenarannya diterima oleh penyelidik dan dibangun atas dasar teori-teori yang terkait. Adapun asumsi penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Model quantum teaching, menurut Bobbi DePorter adalah konsep yang menguraikan cara-cara baru dalam memudahkan proses belajar mengajar, lewat pemaduan unsur seni dan pencapaian-pencapaian yang terarah, apapun mata pelajaran yang diajarkan. Quantum teaching adalah suatu model pembelajaran yang senantiasa diawal pembelajaran berusaha menumbuhkan minat siswa dengan mendatangkan manfaat bagi apa yang mereka pelajari dengan AMBAK (apa manfaatnya bagiku). Quantum Teaching mempunyai sintak; Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan dan Rayakan yang disingkat dengan “TANDUR”. Sintak “TANDUR” ini menjadi kelebihan dibanding dengan model pembelajaran lain. Melalui TANDUR ini, siswa ditumbuhkan minatnya, mengalami langsung proses pembelajaran,
(31)
mendemonstrasikan mengulangi kedalam bentuk yang lain serta memberi penghargaan terhadap setiap usaha ketekunan dan kesuksesan siswa, TANDUR ini secara keseluruhan memberikan umpan balik terhadap kemajuan dan menumbuhkan minat belajar, sehingga belajar bukan lagi sebagai beban bagi siswa tetapi belajar adalah hal yang menyenangkan, dan pada akhirnya akan berpengaruh pada peningkatan hasil belajar siswa.
2. Hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran yang diindikasikan dengan kemampuan siswa dalam memahami berbagai konsep atau materi pelajaran, yang merupakan cerminan dari keberhasilan proses pembelajaran.
(32)
76
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bagian metodologi penelitian ini akan disampaikan beberapa hal, diantaranya desain penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik dan instrumen pegumpulan data, serta teknik pengolahan data.
A. Desain Penelitian
Penelitian ini mengkaji tentang pengaruh penerapan pembelajaran dengan model Quantum Teaching dengan memperhatikan sintak Quantum Teaching terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di MIN Kota Madya Medan, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimental. Menurut Sukmadinata (2009: 194), penelitian eksperimen (eksperimental research), merupakan pendekatan penelitian kuantatif yang paling penuh, dalam arti memenuhi semua persyaratan untuk menguji hubungan sebab akibat. Dalam desain eksperimen terutama
true-eksperimental pengontrolan variabel dilakukan secara ekstra agar memenuhi
validitas internal. Sedangkan praktik pendidikan yang memerlukan terjadinya interaksi dalam kelas baik antara siswa dengan siswa atau guru maupun siswa dengan lingkungan sangat sulit melakukan pengontrolan yang sedemikian ketat. demikian pula pemberian perlakuan dalam eksperimen secara teratur, melakukan acak, pengukuran, variabel juga tidak selalu dapat dilaksanakan.
(33)
harus dilakukan pengelompokan subjek secara acak ke dalam kelompok eksperimen atau kelompok kontrol yang disebut dengan (random assignment) dan yang diacak adalah subjek eksperimen ( satuan analisis). Jika satuan analisis pada suatu studi adalah peserta didik yang harus diacak ke kelompok eksperimen atau kelompok kontrol. Sementara dalam konteks sosial dan pendidikan, pengacakan subyek ke dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (random
assignment) sering sekali sulit dilakukan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
dilakukan desain eksperimen dengan pengontrolan yang sesuai dengan kondisi yang ada atau yang sering disebut dengan desain eksperimen semu (quasi
exsperiment) dengan desain sebagaimana yang dikembangkan McMillan
(2008:230) dengan istilah Nonequivalent-Group Pretest-Posttes Design.
Desain yang dikembangkan McMillan (2008:230) dengan istilah
Nonequivalent-Group Pretest-Posttes Design.
Group Pretest Treatment Posttest
Acak A (KE) O X1 O
Acak B (KK) O X2 O
(34)
kelompok kontrol. Kelompok kontrol maupun eksperimen akan diambil dari MIN dengan level rendah, sedang dan tinggi.
Dalam desain ini, kedua kelompok diberi tes awal (pretest) dengan tes yang sama. Selanjutnya , kelompok eksperimen diberi perlakukan pembelajaran IPA dengan metode diskusi kelompok dengan quantum teaching, sedangkan kelompok kontrol juga diberi perlakukan pembelajaran IPA dengan metode diskusi kelompok tanpa quantum teaching. Pretest dan Posttest di berikan pada setiap awal dan akhir setiap proses pembelajaran. Tes awal (pretest) serta tes akhir (Posttest) dilakukan sebanyak lima kali sesuai dengan jumlah tatap muka baik pada kelas kontrol maupun pada kelas eksperimen. Hasil kedua tes (kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen) diambil rata-ratanya dan diperbandingkan (diuji perbedaannya).
(35)
berikut.
Menyusun laporan
Gambar 3.2: Alur Penelitian quantum teaching Identifikasi Masalah
Kajian Literatur
Pembuatan Proposal
Instrumen
Penentuan Sampel
Kelas Kontrol Kelas Eksperimen
Pretest Pretest
Proses Pembelajaran
Ekspositori
Proses pembelajaran
Quantum Teaching
Angket Tandur
Pengumpulan Data
Posttest Posttest
Kesimpulan Analisis Data
(36)
Untuk mengetahui hubungan antara dua hal, segi, aspek, komponen atau lebih. Hal segi asfek atau komponen tersebut memiliki kualitas atau karakteristik yang bervariasi sehingga sering disebut sebagai variabel (Sukmadinata ,2009:194). Variabel adalah kondisi-kondisi atau karakteristik-karakteristik yang oleh pengeksperimen dimanipulasikan, dikontrol atau diobservasi (Best, 1982:82). Penelitian Variabel utama yang akan menjadi fokus pada penelitian ini adalah variabel perlakuan (treatment variabel) dan variabel terikat (dependent variabel).
Treatment Variabel adalah variabel yang mempengaruhi dan digunakan untuk
memprediksi variabel lain, dalam hal ini variabel dependen, dan variabel dependen sendiri adalah variabel yang terpengaruh atau varabel yang diprediksi.
Penelitian ini memiliki tujuh variabel yang terdiri dari enam variabel bebas (independent variable) yaitu sintak pembelajaran quantum teaching dan satu variabel terikat (dependent variable) yaitu hasil belajar siswa.
(37)
penelitian seperti gambar berikut:
Gambar 3.3 : Peta Variabel Penelitian.
C. Definisi Operasional
Definisi operasional ialah suatu definisi yang di dasarkan pada karakteristik yang dapat diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan atau mengubah konsep-konsep yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan prilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain.(Sukmadinata,2009: 299).
Tumbuhkan
Alami
Namai
Demonstrasikan
Rayakan Ulangi
HASIL BELAJAR
Pembelajaran dengan Ekspositori
(X )
HASIL BELAJAR Quasi
Eksperimen Model Quantum Teaching
(38)
berikut:
1. Tumbuhkan
Tumbuhkan minat dengan memuaskan “apakah manfaatnya bagiku (AMBAK)”, dan manfaatkan kehidupan pelajar (DePorter, 2010: 39, Miftahul 2010: 34).
Selanjutnya, yang dimaksud “tumbuhkan” dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa memahami manfaat materi yang ia pelajari dalam kehidupannya, yang diukur dengan menggunakan angket TANDUR.
2. Alami
Menurut DePorter, (2010: 39). “Alami” adalah menciptakan atau mendatangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua pelajar, (Miftahul, 2010:35). memberikan pengalaman belajar, menciptakan atau mendatangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti oleh semua siswa, sehingga tumbuh ”kebutuhan untuk mengetahui”. Dari pengalaman ini nantinya akan muncul pertanyaan mental yang harus di jawab, seperti Mengapa? Bagaimana? Apa? Jadi, pengalaman menciptakan keingin tahuan siswa menciptakan pertanyaan-pertanyaan tersebut dalam benak mereka, membuat mereka penasaran lalu kita giring mereka ke pada “namai”.
Selanjutnya yang dimaksud “alami” dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa untuk mengalami langsung proses pembelajaran IPA dari abstrak menjadi kongkrit yang diukur dengan menggunakan angket TANDUR.
(39)
Menurut DePorter, (2010: 39), “Namai” adalah sediakan kata kunci, konsep, rumus, strategi, sebuah “masukan”. Sejalan degan pendapat diatas, (Miftahul, 2010:37) “namai” adalah penamaan memuaskan hasrat alami otak untuk memberikan identitas, mengurutkan dan mendefinisikan. Kemampuan siswa menamai yaitu seperti menemukan konsep, model, rumus, strategi sebagai sebuah masukan bagi mereka.
Selanjutnya yang dimaksud “namai” dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa memberikan identitas atau simbol, mengurutkan, dan mendefinisikan yang diukur dengan menggunakan angket TANDUR.
4. Demonstrasikan
Menurut DePorter (2010: 39), “Demonstrasikan” adalah sediakan kesempatan bagi pelajar untuk “menunjukkan bahwa mereka tahu”. Sejalan dengan pendapat Miftahul (2010: 37). Demonstrasikan yaitu memberi siswa peluang untuk menerjemahkan dan menerapkan pengetahuan mereka ke dalam pembelajaran yang lain, dan kedalam kehidupan mereka. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan apa yang mereka bisa.
Selanjutnya yang dimaksud “demonstrasikan” dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa untuk mendemonstrasikan apa yang telah dipelajari yang diukur dengan menggunakan angket TANDUR.
(40)
Menurut DePorter (2010: 39). “Ulangi” adalah tunjukkan pelajar cara-cara mengulang materi dan menegaskan, “Aku tahu bahwa aku memang tahu ini”. Sejalan dengan pendapat Miftahul, (2010: 39) bahwa pengulangan yaitu bagaimana cara siswa mematrikannya dalam ingatan mereka. “Saya tahu”, dapat dilakukan dengan multimodalitas dan multikecerdasan, dan boleh dilakukan dalam konteks yang berbeda dengan asalnya (permainan, pertunjukan drama dan sebagainya) seperti kesempatan bagi siswa untuk mengajarkan pengetahuan baru mereka kepada orang lain.
Selanjutnya yang dimaksud “ulangi” dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa mengulangi materi pelajaran yang sudah diajarkan diukur dengan menggunakan tes angket TANDUR.
6. Rayakan
Menurut DePorter (2010; 39). Rayakan adalah pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan. Sejalan dengan pendapat Miftahul (2010: 39). Rayakan yaitu memberi rasa rampung dengan menghormati usaha, ketekunan, dan kesuksesan siswa. Bagaimana setiap usaha diakui, dihargai, ketika siswa telah berhasil menyelesaikan tugasnya dan menunjukkan bahwa mereka bisa.
Selanjutnya yang dimaksud rayakan dalam penelitian ini adalah bahwa siswa merasa senang/gembira/ diberi penghargaan/pujian ketika ia berhasil dalam pelajaran dan ini diukur melalui angket TANDUR.
(41)
Menurut Dimyati & Mudjiono (1999:250-251), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu siswa dan guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.
Menurut Hamalik (2006:30) hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku seseorang bila seseorang setelah belajar, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Lebih spesifik lagi, Sudjana (2009: 243) mendefinisikan hasil belajar sebagai kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Hasil belajar (achievement) ini menurut Gagne (1988) merupakan hasil yang nyata dan dapat di ukur. Dari pengertian hasil belajar diatas dapat di simpulkan bahwa hasil belajar merupakan kompetensi-kompetensi yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi dapat diukur melalui sejumlah hasil belajar yang indikatornya dapat diukur dan diamati.
Penilaian terhadap kompetensi hasil belajar sering disebut sebagai penilaian hasil belajar. Hasil belajar dalam penelitian ini adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar dalam hal ini hasil yang diperoleh dari kegiatan siswa dalam pembelajaran IPA, hal ini dapat diukur dengan melihat
(42)
menggunakan model pembelajaran quantum teaching.
D. Populasi dan Sampel Penelitian.
Sampling sangat menentukan keabsahan data suatu penelitian. Jika salah dalam melakukan sampling maka hasil penelitian akan menjadi sia-sia. Oleh karena itu, pada bagian ini akan diuraikan mengenai populasi penelitian dan bagaimana proses penentuan sampel dari populasi tersebut.
1. Populasi Penelitian.
Menurut Sukardi (2008:53), populasi pada prinsipnya adalah semua anggota kelompok manusia, binatang, peristiwa, atau benda yang tinggal bersama dalam satu tempat dan secara terencana menjadi target kesimpulan dari hasil akhir suatu penelitian. Menurut Sukmadinata (2009:250), populasi merupakan kelompok besar dan wilayah yang menjadi lingkup penelitian. Populasi yang besar dalam suatu penelitian biasanya dibatasi untuk mempermudah penarikan sampel. Menurut Sukmadinata pembatasan populasi dilakukan dengan membedakan populasi target (target population) dan populasi terukur (accesible population). Populasi target adalah populasi yang menjadi sasaran keberlakuan kesimpulan penelitian. Sedangkan populasi terukur adalah populasi yang secara riil dijadikan dasar dalam penentuan sampel, dan secara langsung menjadi lingkup sasaran kesimpulan penelitian.
(43)
penelitian ini adalah seluruh siswa MIN di Kota Madya Medan yang berjumlah 12 sekolah dengan jumlah siswa 5185 siswa (Sumber: http://nisn.diknas.go.id/data.php). Sedangkan populasi targetnya adalah siswa kelas IV MIN di Kodya Medan.
2. Sampel Penelitian.
Kelompok subjek atau partisipan yang mana dari mereka data penelitian diperoleh disebut dengan sampel (McMillan, 2008:110). Sampel diambil dari populasi dengan teknik yang telah ditentukan sebelumnya. Menurut Sukmadinata (2009: 252), pengambilan sampel merupakan suatu proses pemilihan dan penentuan jenis sampel dan perhitungan besarnya sampel yang akan menjadi subjek atau objek penelitian. Sampel yang secara nyata akan diteliti harus representatif dalam arti mewakili populasi baik dalam karakteristik maupun jumlahnya. Pengambilan sampel harus dilakukan sedemikian rupa agar dapat menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya melalui teknik pengambilan sampel atau teknik sampling tertentu.
Dalam penelitian ini digunakan dua teknik sampling yaitu stratified random
sampling. Stratified random sampling adalah teknik sampling acak sederhana
dimana setiap sampling unit terdiri dari kumpulan atau kelompok elemen berdasarkan strata (Supranto, 2007: 226). Dasar pengelompokan yang digunakan adalah level sekolah tinggi, sedang dan rendah. Penentuan level ini didasarkan pada opini masyarakat (public opinion) yang berkembang di masyarakat terhadap
(44)
telah dikelompokkan kedalam tiga level tersebut.
Tabel 3.1 Kategori MIN berdasarkan Level dan Lokasi
Penentuan sekolah yang akan menjadi objek penelitian adalah dengan menggunakan sampling acak atau random. Menurut Sukmadinata (2009: 253), pengambilan sampel secara random berarti setiap individu dalam populasi mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel. Individu-individu tersebut punya peluang yang sama, bila mereka memiliki karakteritik yang sama atau diasumsikan sama.
Setelah dilakukan pengundian maka yang terpilih menjadi objek penelitian adalah MIN Medan untuk sekolah level tinggi , MIN Sunggal untuk sekolah level sedang, dan MIN Belawan untuk sekolah level rendah. Pada masing-masing sekolah tersebut selanjutnya akan dipilih dua kelas untuk dijadikan sampel , yang
No Cluster Nama MIN Lokasi
(Kecamatan)
1 Tinggi
MIN Medan Medan Kota
MIN Sei Agul Medan Sei Agul MIN Medan Barat Medan Barat MIN Medan Tembung Medan Tembung MIN Gelugur Darat II Gelugur Darat
2 Sedang
MIN Sei Mati MIN Sei Mati MIN Medan Maimun Medan Maimun MIN Medan Sunggal Sunggal
MIN Medan Petisah Medan Petisah 3 Rendah
MIN Belawan Belawan
MIN Nelayan Indah Nelayan Indah MIN Tanjung Sari Tanjung Sari
(45)
dengan mempertimbangkan faktor kesetaraan. Menurut (McMillan, 2008:221), dalam sebuah penelitian eksperimen akan ada kelompok kontrol dan kelompok ekperimen yang sepadan. Sepadan berarti antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen berada pada kondisi homogen atau diasumsikan sama.
E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Dalam rangka pengumpulan data, pengukuran dilakukan dengan menggunakan instrumen. Instrumen ini sangat berhubungan dengan variabel yang hendak diukur. Pengukurannya dapat dilakukan dengan cara tertulis, pengamatan, wawancara, dan dokumen (Purwanto, 2010:6). Instrumen dalam dunia pendidikan atau yang diistilahkan oleh Sudjana (2009: 234) sebagai alat penilaian proses belajar-mengajar dalam penelitian pendidikan dapat dikategorikan ke dalam tes dan non tes.
Data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian ini adalah data tentang: (1) skor skala sikap siswa terhadap kemampuan Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi serta Rayakan yang dimiliki siswa dan , (2) data
pretest dan posttest pada kelompok kontrol, (3) data pretest dan posttest pada
kelompok eksperimen.
Berdasarkan data yang dibutuhkan di atas, maka instrumen pengumpulan data yang akan digunakan adalah angket respon siswa terhadap TANDUR dan tes hasil belajar berupa pretest dan posttest. Berikut akan dijelaskan cara pembuatan dan penggunaan kedua instrumen tersebut.
(46)
Jenis tes yang digunakan pada penelitian ini adalah tes objektif. Jenis tes objektif berbentuk tes pilihan ganda dengan empat alternatif jawaban. Item-item soal yang dipakai dalam pengukuran hasil belajar siswa diambil dari materi pelajaran IPA. Soal diberikan pada setiap awal pertemuan sebelum pembelajaran dimulai pretest dan posttest diberikan setiap akhir pembelajaran.
Pretest yang terkadang disebut dengan tes awal, diberikan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan awal kedua kelompok (eksperimen dan kontrol). Sedangkan, posttest yang terkadang disebut dengan tes akhir diberikan untuk melihat kemajuan dan perbandingan peningkatan hasil belajar siswa pada kedua kelompok.
Tujuan penggunaan teknik tes objektif adalah untuk mengetahui hasil belajar siswa (ranah kognitif) setelah mengikuti pembelajaran dengan model quantum
teaching. Dalam penelitian ini, pemberikan tes awal pada kelompok eksperimen
dan kontrol dilakukan untuk memastikan bahwa kemampuan awal siswa dalam penguasaan materi pelajaran yang terlibat dalam penelitian adalah homogen.
a. Validitas Tes
Validitas tes ada tiga jenis, yaitu validitas isi (content validity), validitas konstruk (construct validity), dan validitas criteria (criterion validity). Karena keterbatasan waktu dan biaya, maka validitas penelitian yang dipertimbangkan hanyalah validitas isi. Metode yang akan digunakan untuk menjaga validitas isi dalam penelitian ini adalah metode item review dengan membuat kisi-kisi
(47)
kesesuaian antara kisi-kisi dengan butir item yang dibuat. Kisi-kisi tes hasil belajar dalam penelitian ini disajikan pada Lampiran 3.1.
Pengujian validitas isi juga dapat dilakukan dengan melihat korelasi skor butir dengan skor total. Korelasi ini menunjukkan sumbangan butir terhadap totalnya. Sebuah butir soal dikatakan valid apabila berkorelasi tinggi dengan totalnya. Butir yang berkorelasi tinggi dengan totalnya menunjukkan bahwa butir tersebut merupakan isi dari instrumen karena mempunyai sumbangan yang besar membentuk skor total dari test hasil belajar (Purwanto, 2010:123).
Penghitungan koefisien korelasi pada penelitian ini menggunakan SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) versi 18, dengan cara mengkorelasikan skor item tiap pertanyaan dengan skor total untuk seluruh pertanyaan. Untuk menginterpretasi kriteria dari besarnya koefisien korelasi, Arikunto (2006: 75) memberikan pedoman sebagai berikut: 0,00 – 0,20 = validitas soal sangat rendah; 0,21 – 0,40 = validitas soal rendah; 0,41 – 0,60 = validitas soal sedang; 0,61 – 0,80 = validitas soal tinggi; dan 0, 81 – 1,00 = validitas soal sangat tinggi. Ketentuan lain yang dapat digunakan adalah ketentuan yang diberikan oleh Sugiyono (2006:179), yaitu apabila koefisien korelasinya > 0.3 maka butir instrumen valid, koefisien korelasinya < 0.3 maka butir instrumen tidak valid dan harus di revisi atau di buang.
Pada penelitian ini, ujicoba dilakukan pada 30 orang siswa yang berasal di MIN Medan, yang tidak terlibat dalam pengambilan data penelitian. Jumlah soal yang diujikan adalah sebanyak 30 soal dan selengkapnya disajikan pada Lampiran
(48)
dan rekapitulasi skor hasil ujicoba disajikan pada Lampiran 3.3. Skor yang dihasilkan ini selanjutnya ditentukan koefisien korelasi antar butir dengan skor total untuk melihat apakah soal valid ataukah tidak. Namun, sebelum itu harus dipastikan dulu prasyarat dari uji korelasi yaitu data harus berdistribusi normal.
Hasil uji normalitas data validitas tes hasil belajar dengan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) disajikan pada Lampiran 3.4 dan dari hasil uji tersebut diperoleh harga Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,144, lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, data berdistribusi normal dan telah memenuhi syarat untuk dilakukan uji korelasi.
Setelah dipastikan data berdistribusi normal, langkah selanjutnya adalah menentukan validitas instrumen melalui uji korelasi. Hasil uji korelasi disajikan pada Lampiran 3.5, dan berikut adalah rangkuman hasil uji korelasi terhadap hasil ujicoba soal-soal tes hasil belajar.
(49)
Soal Nomor Koefisien Korelasi Kriteria Validitas
Tingkat Validitas Keterangan
SR R S T ST
1 ,506 Valid √ Dipakai
2 ,420 Valid √ Dipakai
3 ,391 Valid √ Tidak
4 ,506 Valid √ Dipakai
5 ,253 Tidak Valid - - - Tidak
6 ,506 Valid √ Dipakai
7 ,391 Valid √ Dipakai
8 ,506 Valid √ Dipakai
9 ,789 Valid √ Dipakai
10 ,796 Valid √ Dipakai
11 ,599 Valid √ Dipakai
12 ,527 Valid √ Dipakai
13 ,360 Valid √ Tidak
14 ,614 Valid √ Dipakai
15 ,530 Valid √ Dipakai
16 ,263 Tidak Valid - - - Tidak
17 ,584 Valid √ Dipakai
18 ,376 Valid √ Tidak
19 ,834 Valid √ Dipakai
20 ,834 Valid √ Dipakai
21 ,827 Valid √ Dipakai
22 ,811 Valid √ Dipakai
23 ,688 Valid √ Dipakai
24 ,825 Valid √ Dipakai
25 ,723 Valid √ Dipakai
26 ,801 Valid √ Dipakai
27 ,648 Valid √ Dipakai
28 ,548 Valid √ Dipakai
29 ,481 Valid √ Dipakai
30 ,404 Valid √ Dipakai
Soal yang tidak dipakai karena tidak valid atau validitasnya rendah adalah soal nomor 3, 5, 13, 16 dan 18. Konstruksi soal yang akan diuji reliabilitasnya disajikan pada Lampiran 3.6.
(50)
Reliabilitas berkenaan dengan keajegan atau ketepatan hasil pengukuran (Sukmadinata, 2009:229). Suatu tes dapat dikatakan memiliki taraf reliabilitas yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap yang dihitung dengan koefesien reliabilitas.
Penghitungan reliabilitas tes pada pembelajaran IPA adalah dengan menghitung harga koefisien Alfa dengan bantuan SPSS 18. Menurut Sudarmanto (2005), pengkorelasian dapat dilakukan pada dua skor yang dihasilkan dari dua kali tes.
Untuk menginterpretasikan harga koefisien reliabilitas tersebut mengacu pada katagori yang diajukan Guilford (Ruseffendi, 2005: 160), dengan ketentuan sebagai berikut: 0.00 - 0.20 = Kecil; 0.20 - 0.40 = Rendah; 0.40 - 0.70 = Sedang; 0.70 - 0.90 = Tinggi; 0.90 - 1.00 = Sangat Tinggi
Dalam melakukan uji korelasi yang membandingkan dua kelompok data, maka prasyarat yang harus dipenuhi adalah data harus berdistribusi normal dan bervarian homogen. Hasil uji normalitas data uji reliabilitas disajikan pada Lampiran 3.7 dan dari hasil uji tersebut diperoleh harga Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,080 dan 0,561. Kedua harga signifikansi tersebut lebih besar dari 0,05, sehingga dipastikan bahwa data berdistribusi normal.
Prasyarat yang kedua adalah uji homogenitas data. Uji homogenitas data ini menggunakan uji Lavene Statistic yang terdapat pada uji anova. Hasil pengujian homogenitas data disajikan pada Lampiran 3.8, dan dari hasil pengujian tersebut
(51)
demikian, kedua data memiliki varian yang homogen.
Setelah kedua syarat terpunuhi, maka langkah selanjutnya adalah melakukan reliabilitas tes hasil belajar . Hasil pengujian reliabilitas tes hasil belajar secara lengkap disajikan pada Lampiran 3.9, dan rangkuman hasil pengujiannya adalah sebagai berikut:
Tabel 3.3 Hasil Perhitungan Reliabilitas Tes Hasil Belajar
Soal Harga
r
Kriteria
Keterangan
Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Test Hasil Belajar 0,902 √ Reliabel
Dari Tabel 3.3 diketahui bahwa harga koefisien reliabilitas hasil penghitungan dengan SPSS adalah 0,902, dan tes hasil belajar dinyatakan reliabel dan layak digunakan sebagai instrumen penelitian. Tes hasil belajar (pretest dan
posttest) yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Lampiran 3.10 dan 3.11.
2. Angket Respon
Angket TANDUR bertujuan untuk memperoleh informasi tentang bagaimana sikap atau kondisi siswa ketika mengalami tahapan Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan pada pembelajaran IPA dengan quantum
teaching. Pemberian angket dilaksanakan setelah pemberian posttest, dengan
demikian akan diketahui bagaimana sikap serta kondisi siswa pada pembelajaran
(52)
penelitian serta bantuan kedua dosen pembimbing. Skala yang akan digunakan dalam pengembangan Angket TANDUR pada pembelajaran IPA adalah menggunakan skala Linkert. Menurut Riduwan (2010:12-15), skala Linkert merupakan skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi orang atau sekelompok orang tentang suatu kejadian. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju (3) ragu-ragu), (4) setuju, dan (4) sangat setuju.
a. Validitas Angket
Validasi Angket TANDUR dilakukan melalui teknik pembuatan kisi-kisi validitas isi. Valisitas isi dilihat dari kesesuaian antara indikator, sub indikator, dan butir pernyataan yang dibuat. Kisi-kisi angket TANDUR disajikan pada Lampiran 3.12. Sedangkan, untuk validitas konstruk dan validitas kriteria tidak dilakukan dengan pertimbangan bahwa validitas isi sudah dilakukan sesuai prosedur dan instrumen angket ini digunakan hanya untuk penelitian ini. Angket TANDUR yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Lampiran 3.13.
b. Reliabilitas Angket.
Penghitungan reliabilitas Angket TANDUR pada pembelajaran IPA dapat dilakukan dengan menghitung harga koefisien Alfa atau koefisien koralasi antara dua kali ujicoba. Pengkorelasian juga dapat dilakukan pada dua skor yang dihasilkan dari dua kali tes atau dengan menggunakan teknik belah dua skor
(53)
diabaikan karena angket dirancang hanya untuk kebutuhan penelitian saja, tidak untuk kepentingan yang lain.
F. Teknik Pengolahan Data
Data yang akan dihasilkan dari penelitian ini meliputi: (1) skor skala sikap siswa terhadap kemampuan Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi serta Rayakan (TANDUR) dan , (2) data pretest dan posttest pada kelompok kontrol, (3) data pretest dan posttest pada kelompok eksperimen. Korelasi antara kemampuan TANDUR siswa dengan hasil belajar siswa dianalisis dengan korelasi bivariat. Perbedaan hasil belajar antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen dianalisis dengan uji-T, dan Perbedaan hasil belajar siswa antar level sekolah dianalisis dengan anova one way . Berbagai teknik analisis tersebut dianalisis dengan menggunakan bantuan SPSS versi 18.
(54)
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang penerapan model pembelajaran
Quantum Teaching serta implikasinya terhadap hasil belajar siswa pada mata
pelajaran IPA di MIN Kota Madya Medan , maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model quantum teaching yang telah dilaksanakan, memperlihatkan adanya korelasi yang signifikan antara sintak quantum teaching berupa; Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan, terhadap hasil belajar siswa di MIN baik pada sekolah dengan level tinggi, sedang maupun rendah.
Hal yang sama terjadi terhadap sintak quantum teaching TANDUR secara keseluruhan juga memperlihatkan adanya korelasi yang signifikan terhadap hasil belajar siswa di MIN pada ketiga level sekolah, baik pada sekolah dengan level tinggi, sedang maupun rendah. Dengan demikian maka Sintak TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan) sangat baik digunakan sebagai kerangka acuan dalam proses belajar mengajar untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Penerapan model quantum teaching ini terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat terlihat dengan adanya perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran quantum teaching dengan hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran ekspositori, dimana
(55)
lebih tinggi dari pada rata-rata hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran ekspositori. Kondisi ini terjadi pada ketiga level sekolah, baik pada sekolah level tinggi, sedang maupun rendah. Ini menunjukkan bahwa model pembelajaran
quantum teaching ini mampu meningkatkan hasil belajar siswa pada semua level
sekolah.
Hal yang sama terlihat juga pada hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran quantum teaching jika dilihat dari level sekolahnya tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan dimana rata-rata hasil belajar siswa level tinggi tidak berbeda secara signifikan dengan rata-rata hasil belajar siswa pada level sedang maupun rendah, ini artinya bahwa model ini baik dilaksanakan pada semua level sekolah baik itu level tinggi, sedang maupun rendah. Untuk itu maka model ini dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar pada sekolah dengan level rendah sekalipun, yang dengannya diharapkan akan berimplikasi tehadap peningkatan hasil belajar siswa.
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian yang membuktikan bahwa Model Pembelajaran
quantum teaching dengan memperhatikan sintak quantum teaching berpengaruh
pada peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA , maka beberapa hal yang dapat peneliti rekomendasikan untuk kepala sekolah, guru, dan para peneliti dibidang pendidikan adalah sebagai berikut :
(56)
Kepada guru agar senantiasa berlatih serta memahami model pembelajaran ini dengan baik, agar mampu menerapkannya di dalam kelas. Karena model
quantum teaching membutuhkan kemampuan guru yang baik dalam proses
pembelajaran, tidak hanya dari segi penguasaan materi tetapi juga dari kemampuan guru dalam mengelola kelas sehingga mampu mensugesti siswa, yang akhirnya mereka merasa nyaman dan senang serta berminat mengikuti proses pembelajaran. Disamping itu dalam pelaksanaan model quantum teaching banyak memadukan beberapa metode pembelajaran dan aktifitas yang tentunya tidak mudah untuk dilaksanakan secara sempurna. Untuk itu dibutuhkan ketekunan dari seorang guru untuk menjadi seorang guru quantum yang profesioanal, agar tidak melakukan kesalahan dalam melaksanakan berbagai metode pembelajaran yang bisa berakibat terhadap ketidak tercapaiannya tujuan belajar yang diharapkan.
Kemampuan guru dalam mengelola waktu dalam proses pembelajaran dalam quantum teaching sangat menentukan, karena pembelajaran dalam
quantum teaching membutuhkan waktu yang cukup banyak.
(2) Kepala Madrasah
Kepala madrasah hendaknya menyediakan biaya operasional untuk melaksanakan kegiatan pelatihan bagi guru untuk memahami dan menerapkan model pembelajaran quantum teaching dalam kegiatan pembelajaran sehingga diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.
(1)
DePorter, Reardon & Siger Nourie. (2010). Quantum Teaching, Mempraktikkan Quantum Learnin Di Ruang-Ruang Kelas, Bandung, Kaifa.
Dimyati dan Mudjiono. (1999). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Dinas Pendidikan Kota Medan. (2010). Data Sekolah MIN Kota Madya Medan.
[Online]. Tersedia: http://nisn.diknas.go.id/data.php [07 Oktober 2010] Campbell, Don (2002). Efek Mozart Bagi Anak-Anak, Meningkatkan Daya fikir
kesehatan dan Kreativitas Anak Melalui Musik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Furqon dan Emilia. (2010). Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif (Beberapa Isu Kritis), Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Gagne, Robert M, Driscol, Marcy, Perkind. (1989). Essential of Learning for
Instruction, Englewood Cliffs, NJ : Prentice Hall.
Gardner, Howard. (1999). Intelligence Reframed. Multiple intelligences for the 21st century, New York: Basic Books.
Gie. L .T. (2004). Cara Belajar yang Baik Bagi Mahasiswa. Yogyakarta: Gajah Mada Press.
Gledler, Margaret. (1991). Learning and Instruction. New York : MacMillian Publishing Company.
Hamalik, O. (2006). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara,
Uno, Hamzah, B. (2006). Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Hasan, Said Hamid. (2011). Active Learning : Konsep dan Penerapannya Proceedings; International Comparative in Curriculum for Active Learning Between Indonesia and Malaysia. Proseding Seminar International
Harahap, Yusrah J. (2009). Pengembangan model Pembelajaran Kuantum Untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Siswa dalam Pembelajaran IPS Pada MI.
Herliani .(2009). Penilaian Hasil Belajar . Bandung: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pentahuan Alam.
Hernowo. (2009). Menjadi Guru yang Mau dan Mampu Mengajar Secara Kreatif. Bandung : MLC
(2)
Ibrahim, R. dan Sukmadinata, N.S. (2003). Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Indrawati, (2008). Hakikat IPA dan Pendidikan IPA, Modul diklat. Bandung : PPPPTK IPA. [Online]. Tersedia: http://free.wordsads.com/ads/hakikat-ipa.html, [15 0ktober 2010]
Jasin, A. (1996). Proses Belajar Mengajar yang Effektif, Bandung Remaja Rosdakarya
Jatmiko, B. (2007). Kurikulum IPA Masa Depan. Makalah pada Seminar Kurikulum Masa Depan, oleh Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas, Jakarta. [Online]. Tersedia : http://nces.ed.gov/timss/results07.asp TMSS [10 Oktober 2010]
Joyce, B.Weil, M. dan Calhoun E. (1992). Model of Teaching (Model-model Pengajaran, alih bahasa: Fawaid dan Mirza). Yohyakarta: Pustaka Pelajar Kamarga , H. (2000). Model Pembelajaran Pengemas Awal (Advan Kajian
Organizer) dalam Implementasi Kurikulum Sejarah di Sekolah Dasar yang menggunakan Pendekatan Kronologis dalam Rangka Mengembangkan Asfek Berfikir Kesejarahan). Disertasi PPS. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Kaufeld, .M. (2008). Wahai Guru Ubahlah Cara Mengajarmu. Jakarta: Indeks. Kebijakan Kurikulum mp IPA. (2007). [Online]. Tersedia:
http://www.pdfchaser.com/NASKAH-AKADEMIK-KAJIAN-KEBIJAKAN-KURIKULUM-SD.html [03 Oktober , 2010]
Majid, A. (2007). Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompentensi Guru. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.
Makmun, A.S. (2007). Psikologi Pendidikan : Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Mariana dan Praginda. (2009). Hakikat IPA dan Pendidikan IPA, Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam(PPPPTK IPA).
Mariana, A. M. (2008). Hakekat Pendidikan Sains. Materi Diklat Untuk Guru SD. Bandung: Depdiknas.
Mcmillan, H. James. (2008). Educational Research. New York: Pearson
Mulyasa, E. (2009). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
(3)
Mulyasa, E.(2008). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Mulyasa. E. (2007). Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan . Bandung : PT Remaja Rosdaka
Munthe, Bermawi. (2009). Desain Pembelajaran. Yogyakarta : Pustaka Insan Madani
Muslich, M. (2007). KTSP: Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara.
Nana Sudjana. (2006). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung:Sinar Baru. Algesindo Offset
Nasution, S. (2008). Asas-Asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara. Nggermanto, A .(2008). Quantum Question, Bandung: Nuansa
Novak, J.D. & Gowin D.B. (1986). Learning How to Learn. New York: Cambridge
Oliva, Peter F. (1992) Developing The Curriculum.Third Edition, New york: Harper Collins Publishers.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Tidak diterbitkan. Purwadi, B. (2006). PISA dan TIMSS 2003. Gambaran Umum Metode Penelitian.
Jakarta: Puspendik Depdiknas. [Online] Tersedia : http://nces.ed.gov/timss/results07.asp TMSS, [10 0ktober, 2010]
Purwanti, Titik.I (2009). Pelaksanaan Model Quantum Teaching Dengan Study Group Untuk Peningkatan Sikap Percaya Diri Siswa Dan Prestasi Belajar Fisika Kelas X Tkk Smk Negeri 2 Sragen Jurusan Teknik Kontruksi Kayu Kabupaten Sragen. Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta: Tidak diterbitkan.
Purwanto (2010a) Instrumen Penelitian Sosial dan Pendidikan, Pengembangan dan Pemanfaatan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Purwanto. (2010b). Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka pelajar
Purwanto, N. (2006). Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran . Bandung : Remaja Rosdakarya Offset.
(4)
Puskur Balitbang Depdiknas. (2006a). Model Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IPA Terpadu. Jakarta : Tidak diterbitkan.
Puskur Balitbang Depdiknas. (2006b). Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu. Jakarta : Tidak diterbitkan.
Puspendik Depdiknas. (2006). Panduan Seminar Sehari Hasil Studi Internasional Prestasi Siswa Indonesia dalam Bidang Matematika, Sains, dan Membaca. Jakarta.
Rahman, Abror A. (1993). Belajar dan Mengajar, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Reigelluth. C.M. (1983). Instructional Design Theorie and Models. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.
Rusman. (2009). Manajemen Kurikulum: Seri Manajemen Sekolah Bermutu. Bandung: Mulia Mandiri Press.
Rusman. (2010). Model- Model Pembelajaran, Mengembangkan Profesionalisme guru.Bandung: Mulia Mandiri Press.
Rustaman, N. Y. (2006a). Pencapaian Sains Siswa Indonesia pada TIMSS. Seminar Sehari Hasil Studi Internasional Prestasi Siswa Indonesia dalam Bidang Matematika, Sains,dan Membaca. Jakarta: Puspendik Depdiknas. Rustaman, N.Y. (2006b). Literasi Sains Anak Indonesia 2000 dan 2003. Seminar
Sehari Hasil Studi Internasional Prestasi Siswa Indonesia dalam Bidang Matematika, Sains, dan Membaca. Jakarta: Puspendik Depdiknas.
Sanjaya, Wina. (2009). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. . Jakarta. Kencana Prenada Media Group.
Sanjaya, Wina. (2009). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta. Kencana Prenada Media Group.
Sanjaya, Wina. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi standar Proses Pendidikan.Jakarta. Kencana Prenada Media Group.
Santoso, Singgih. (2006). Menggunakan SPSS untuk Statistik Non Parametrik. Jakarta: Gramedia.
Santoso, Singgih. (2009). Panduan Lengkap Menguasai Statistik dengan SPSS 17. Jakarta: Gramedia.
Sardiman, A.M. (2009). Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
(5)
Sardiman, A. M. (2008). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: CV. Rajawali Press
Silberman, M.L (2006). Active Learning : 101 Strategi Pembelajaran Aktif (terjemahan). Bandung : Nuansa.
Slameto. (1991). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta
Stiggins, R. J. (1994). Student-Centered Classroom Assessment. New York: Merrill, an imprint of Macmillan Colege Publishing Company.
Subiyanto. (1988). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: P2LPTK Dirjen Dikti Depdikbud.
Sudjana, N. dan Ibrahim (2009). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Sudjana, Nana. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdikarya
Sudjino S. (2009). Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Administrasi (Dilengkapi dengan Metode R
& D). Bandung : Alfabeta
Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Sukardi. (2008). Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktik. Jakarta : Bumi Aksara
Sukmadinata, N.S (2009). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Sukmadinata, N.S. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Sukmadinata, N.S. (2007). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Sukamdinata, N.S. (2004) Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi, Bandung, Kesuma Karya .
Sukmadinata, N.S, Ahman, dan Jamiat. (2009). Strategi Meningkatkan Mutu Pendidikan Dasar:dilengkapi Instrumen pengendalian mutu dan Instrumen evaluasi Pendidikan. Bandung: Maestro.
(6)
Syaifuddin. S. (2009). Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta
TIMSS. (2007). Trends Internasional in Mathematics and Science Study . [Online] Tersedia : (http:/www./hdr.undp.org/en/statistics/) [25 Oktober, 2010]
Udin. S. W. (2004), Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: UT.
Uno, H.B. (2007). Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Vera, J. (2009). Pengaruh Pembelajaran Quantum Teaching Terhadap Hasil Belajar IPA Biologi Siswa Kelas VII SMPN 24. Tesis, Program Pasca Srjana Universitas Sebelas Maret Surakarta: Tidak diterbitkan.
Wasty S. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Bina Aksara, 1984),
Winkell, W.S. (1986). Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, Jakarta: Gramedia.