PENGARUH PENERAPAN MODEL QUANTUM TEACHING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA DI KELAS V SD MUHAMMADIYAH GAMPLONG.

(1)

i

PENGARUH PENERAPAN MODEL QUANTUM TEACHING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA DI KELAS V

SD MUHAMMADIYAH GAMPLONG

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh:

Devi Kusumaningrum NIM 1310844002

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

ii

PENGARUH PENERAPAN MODEL QUANTUM TEACHING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA DI KELAS V

SD MUHAMMADIYAH GAMPLONG

Oleh:

Devi Kusumaningrum NIM 13108244002

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penerapan model Quantum Teaching terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA di kelas V SD Muhammadiyah Gamplong.

Desain penelitian adalah Quasi Experimental dengan rancangan

Nonrandomized Control Grup Pretest-Posttest Design. Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD Muhammadiyah Gamplong yang terdiri dari 14 siswa kelas VA sebagai kelompok kontrol dan 14 siswa kelas VB kelompok eksperimen. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah tes, dokumentasi, dan lembar observasi. Teknik analisis data pada ranah kognitif menggunakan uji normalized gain, sedangkan untuk ranah afektif dan psikomotor menggunakan skor akhir.

Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh positif penggunaan model

Quantum Teaching terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA di kelas V SD Muhammadiyah Gamplong. Hasil rerata gain score ranah kognitif pada kelompok eksperimen sebesar 0,56 dengan kriteria nilai sedang dan kelompok kontrol sebesar 0,21 dengan kriteria nilai rendah. Perbandingan hasil belajar ranah afektif atau sikap ilmiah antara kelompok eksperimen dan kontrol adalah 3,60 dengan kriteria sangat baik untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebesar 3,1 dengan kriteria baik. Pada ranah psikomotor atau keterampilan proses Sains nilai rerata kelompok eksperimen sebesar 3,42 dengan kriteria sangat baik dan kelompok kontrol sebesar 2,62 dengan kriteria baik.


(3)

iii

THE EFFECT OF ASSEMBLING QUANTUM TEACHING MODEL TOWARD SCIENCE LEARNING OUTCOMES IN 5th GRADE STUDENTS

OF SD MUHAMMADIYAH GAMPLONG

By:

Devi Kusumaningrum NIM 13108244002

ABSTRACT

The aim of the research is to know the effect of assembling Quantum Teaching model toward science learning outcomes in 5th grade students of SD Muhammadiyah Gamplong.

Design of this research was Quasi Experimental with Nonrandomized Control Group Pretest-Posttest Design. Subject of the research were 5th grade students of SD Muhammadiyah Gamplong consisting of 14 students 5A as control class group and 14 students 5B as experimental class group. Instrument that used were test, documentation, and observation sheet. Data analysis technique of this research at cognitive domain used normalized gain, meanwhile for affective and psycomotor domain used final score.

The result of the research show that there is a positive effect use Quantum Teaching model toward science learning outcomes in 5th grade students of SD Muhammadiyah Gamplong. The result with gain score average in cognitive domain in experimental class group obtain 0,56 with medium score criteria and control class group obtain 0,21 with low score criteria. Ratio of learning outcomes in affective domain or scientific attitude between experimental class group and control are 3,60 with very good criteria for experimental class group and control class group obtain 3,1 with good criteria. At psycomotor domain or science process skill average score of experimental class group obtain 3,42 with very good criteria and control class group obtain 2,62 with good criteria.


(4)

iv

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Devi Kusumaningrum NIM : 13108244002

Program Studi : Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Judul TAS : Pengaruh Penerapan Model Quantum Teaching terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SD Muhammadiyah Gamplong

menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.


(5)

v

LEMBAR PERSETUJUAN

Tugas Akhir Skripsi dengan Judul

PENGARUH PENERAPAN MODEL QUANTUM TEACHING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA DI KELAS V

SD MUHAMMADIYAH GAMPLONG

Disusun oleh: Devi Kusumaningrum

NIM 13108244002

telah memenuhi syarat dan disetujui oleh Dosen Pembimbing untuk dilaksanakan Ujian Akhir Tugas Akhir Skripsi bagi yang

bersangkutan.


(6)

(7)

vii MOTTO

Mulailah suatu pekerjaan dengan niat, jalankan dengan mengucap Basmalah, selesaikan dengan mengucap Hamdalah

Berikanlah yang terbaik untuk orang yang ingin kau bahagiakan


(8)

viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini adalah sebuah karya yang merupakan ungkapan pengabdian cinta yang penuh kasih teruntuk:

1. Allah SWT yang telah memberikan anugerah dan karunia-Nya sehingga saya bisa diberikan kesempatan untuk menuntut ilmu hingga sekarang.

2. Orang tua tercinta yaitu Bapak Suharyono dan Ibu Suhartini, S. Pd. I. yang selalu mendukung, memotivasi, serta mendoakan saya selalu.


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya, Tugas Akhir Skripsi dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan dengan judul “Pengaruh Penerapan Model Quantum Teaching terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SD Muhammadiyah Gamplong” dapat disusun sesuai dengan harapan. Tugas Akhir Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dengan pihak lain. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan belajar sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk memaparkan gagasan dalam bentuk skripsi.

4. Ibu Woro Sri Hastuti, M. Pd. selaku pembimbing yang dengan penuh kesabaran dan perhatian telah membimbing peneliti sampai penulisan skripsi ini terselesaikan dengan baik.

5. Ibu Supriyati, S. Pd. selaku Kepala Sekolah SD Muhammadiyah Ngijon 1 yang telah memberikan izin uji coba instrumen.


(10)

x

6. Ibu Eni Purwaningsih, S.H., S. Pd. selaku Kepada Sekolah SD Muhammadiyah Gamplong yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di kelas V SD Muhammadiyah Gamplong.

7. Ibu Rohmiyati, S. Pd. selaku guru kelas VA sebagai kolabolator pada saat penelitian di kelas V SD Muhammadiyah Gamplong.

8. Ibu Ismiyatun, S. Pd. selaku guru kelas VB sebagai kolabolator pada saat penelitian di kelas V SD Muhammadiyah Gamplong.

9. Siswa kelas VA dan VB SD Muhammadiyah Gamplong yang telah bersedia sebagai subjek dalam pelaksanaan penelitian.

10. Bapak Suharyono dan Ibu Suhartini, S. Pd. I. yang telah memberikan semangat, motivasi, dukungan, dan doa dalam menyelesaikan pendidikan. 11. Kakakku Husni Widiatmoko, S.H., Erni Wulandari, Arif Kurniawan, S. Kom.

yang selalu memberikan motivasi kepadaku.

12. Teman-teman Prodi PGSD Kelas A angkatan 2013 yang telah memberikan bantuan dan dukungan.

Akhirnya, semoga segala bantuan yang telah diberikan semua pihak di atas menjadi amalan yang bermanfaat dan mendapatkan balasan dari Allah SWT dan Tugas Akhir Skripsi ini menjadi informasi bermanfaat bagi pembaca atau pihak lain yang membutuhkannya.


(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

ABSTRAK ... ii

SURAT PERNYATAAN... iv

HALAMAN PERSETUJUAN ... v

LEMABAR PENGESAHAN ... vi

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Batasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II. KAJIAN TEORI A. Kajian tentang Model Pembelajaran ... 11

B. Model-model Pembelajaran ... 11

1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) ... 11

2. Model Pembelajaran Inkuiri ... 14

3. Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) ... 16

4. Model Pembelajaran Quantum Teaching ... 20

C. Kajian tentang Hasil Belajar Sains (IPA) di SD ... 29

1. Pengertian Hasil Belajar ... 29

2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Hasil Belajar ... 32

3. Hasil Belajar Sains (IPA) di SD ... 33

D. Kajian Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar ... 37

1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam ... 37

2. Tujuan Pembelajaran IPA di SD ... 38

3. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD ... 39

E. Karakteristik Peserta Didik ... 40

1. Tugas-tugas Perkembangan ... 40

2. Perkembangan Kognitif Anak Usia SD ... 41

3. Karakteristik Siswa SD ... 43


(12)

xii

G. Kerangka Pikir ... 46

H. Hipotesis Penelitian ... 50

I. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 50

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 51

B. Variabel Penelitian ... 51

C. Desain dan Paradigma Penelitian ... 52

1. Desain Penelitian ... 52

2. Paradigma Penelitian ... 53

D. Tempat dan Waktu ... 53

1. Tempat Penelitian ... 53

2. Waktu Penelitian ... 53

E. Subjek Penelitian ... 53

F. Teknik Pengumpulan Data ... 54

1. Teknik Tes ... 54

2. Teknik Dokumentasi ... 55

3. Teknik Observasi ... 55

G. Instrumen Penelitian ... 56

1. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 56

2. Uji Coba Instrumen ... 61

H. Teknik Analisis Data ... 65

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi dan Subjek Penelitian ... 67

B. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 67

1. Data Sikap Ilmiah Siswa ... 69

2. Data Keterampilan Proses Sains Siswa ... 73

3. Data Hasil Belajar Ranah Kognitif ... 79

C. Pengujian Hipotesis ... 89

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 92

E. Keterbatasan Penelitian ... 101

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 102

B. Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 104


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Dimensi dan Indikator Sikap Ilmiah ... 34

Tabel 2. Keterampilan Proses –SD dan Indikatornya ... 36

Tabel 3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas V Semester II 40

Tabel 4. Desain Pretes-Postes Grup Kontrol Tidak Secara Random ... 52

Tabel 5. Jumlah Populasi Siswa Kelas V SD Muhammadiyah Gamplong . 54

Tabel 6. Kisi-kisi Instrumen Tes ... 57

Tabel 7. Kisi-kisi Lembar Observasi Ranah Afektif ... 59

Tabel 8. Kisi-kisi Lembar Observasi Ranah Psikomotor ... 60

Tabel 9. Klasifikasi Hasil Penilaian ... 61

Tabel 10. Koefisien Reliabilitas ... 63

Tabel 11. Kriteria Indeks Kesulitan Soal ... 64

Tabel 12. Kategori Gain Score ... . 66

Tabel 13. Jadwal Pelaksanaan Penelitian di SD Muhammadiyah Gamplong 68

Tabel 14. Data Distribusi Frekuensi Rata-rata Observasi Sikap Ilmiah Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 69

Tabel 15. Rata-rata Perbandingan Nilai Sikap Ilmiah Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 72

Tabel 16. Data Distribusi Frekuensi Rata-rata Observasi Keterampilan Proses Sains Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol 74 Tabel 17. Rata-rata Perbandingan Nilai Keterampilan Proses Sains Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 77

Tabel 18. Rangkuman Ketuntasan Siswa ... 79


(14)

xiv

Tabel 20. Frekuensi Pretest Hasil Belajar Ranah Kognitif

Kelompok Eksperimen ... 81 Tabel 21. Statistik Deskriptif Hasil Belajar Postest Kelompok Eksperimen 83 Tabel 22. Frekuensi Postest Hasil Belajar Ranah Kognitif

Kelompok Eksperimen ... 83 Tabel 23. Statistik Deskriptif Hasil Belajar Pretest Kelompok Kontrol ... 85 Tabel 24. Frekuensi Pretest Hasil Belajar Ranah Kognitif Kelompok Kontrol 85 Tabel 25. Statistik Deskriptif Hasil Belajar Postest Kelompok Kontrol ... 87 Tabel 26. Frekuensi Postest Hasil Belajar Ranah Kognitif Kelompok Kontrol 87 Tabel 27. Rangkuman MeanPretest-Postest Hasil Belajar Ranah Kognitif 88 Tabel 28. Hasil Gain Score ... 90


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir ... 49

Gambar 2. Diagram Batang Hasil Observasi Sikap Ilmiah Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 71

Gambar 3. Diagram Batang Nilai Sikap Ilmiah Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 73

Gambar 4. Diagram Batang Hasil Observasi Keterampilan Proses Sains Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 75

Gambar 5. Diagram Batang Nilai Keterampilan Proses Sains Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 78

Gambar 6. Grafik Histogram Pretest Kelompok Eksperimen ... 82

Gambar 7. Grafik Histogram Postest Kelompok Eksperimen ... 84

Gambar 8. Grafik Histogram Pretest Kelompok Kontrol ... 86

Gambar 9. Grafik Histogram Postest Kelompok Kontrol ... 88

Gambar 10. Diagram Batang Rerata Gain Score ... 91


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Nilai UTS Siswa ... 108

Lampiran 2. Hasil Validitas Butir Soal ... 109

Lampiran 3. Hasil Reliabilitas ... 110

Lampiran 4. Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 113

Lampiran 5. Daya Beda Butir Soal ... 114

Lampiran 6. Soal Valid ... 115

Lampiran 7. Kunci Jawaban ... 126

Lampiran 8. RPP Kelompok Eksperimen ... 127

Lampiran 9. RPP Kelompok Kontrol ... 158

Lampiran 10. Materi Pembelajaran ... 177

Lampiran 11. Lembar Observasi Sikap Ilmiah ... 181

Lampiran 12. Lembar Observasi Keterampilan Proses ... 183

Lampiran 13. Data Hasil Observasi Sikap Ilmiah Siswa Kelompok Eksperimen Pertemuan 1... 185

Lampiran 14. Data Hasil Observasi Sikap Ilmiah Siswa Kelompok Eksperimen Pertemuan 2... 186

Lampiran 15. Data Hasil Observasi Sikap Ilmiah Siswa Kelompok Eksperimen Pertemuan 3... 187

Lampiran 16. Rata-rata Hasil Observasi Sikap Ilmiah Siswa Kelompok Eksperimen ... 188

Lampiran 17. Data Hasil Observasi Sikap Ilmiah Siswa Kelompok Kontrol Pertemuan 1 ... 189

Lampiran 18. Data Hasil Observasi Sikap Ilmiah Siswa Kelompok Kontrol Pertemuan 2 ... 190


(17)

xvii

Lampiran 19. Data Hasil Observasi Sikap Ilmiah Siswa Kelompok

Kontrol Pertemuan 3 ... 191

Lampiran 20. Rata-rata Hasil Observasi Sikap Ilmiah Siswa Kelompok Kontrol ... 192

Lampiran 21. Rata-rata Nilai Hasil Observasi Sikap Ilmiah Siswa Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 193

Lampiran 22. Data Hasil Observasi Keterampilan Proses Siswa Kelompok Eksperimen Pertemuan 1 ... 194

Lampiran 23. Data Hasil Observasi Keterampilan Proses Siswa Kelompok Eksperimen Pertemuan 2 ... 195

Lampiran 24. Data Hasil Observasi Keterampilan Proses Siswa Kelompok Eksperimen Pertemuan 3 ... 196

Lampiran 25. Rata-rata Hasil Observasi Keterampilan Proses Siswa Kelompok Eksperimen ... 197

Lampiran 26. Data Hasil Observasi Keterampilan Proses Siswa Kelompok Kontrol Pertemuan 1 ... 198

Lampiran 27. Data Hasil Observasi Keterampilan Proses Siswa Kelompok Kontrol Pertemuan 2 ... 199

Lampiran 28. Data Hasil Observasi Keterampilan Proses Siswa Kelompok Kontrol Pertemuan 3 ... 200

Lampiran 29. Rata-rata Hasil Observasi Keterampilan Proses Siswa Kelompok Kontrol ... 201

Lampiran 30. Rata-rata Nilai Hasil Observasi Keterampilan Proses Sains Siswa Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 202

Lampiran 31. Hasil Analisis Gain Score ... 204

Lampiran 32. Hasil Analisis Penelitian Deskripsi Statistik ... 205


(18)

xviii

Lampiran 34. Hasil Pretest-Postest Kelompok Kontrol ... 207 Lampiran 35. Dokumentasi ... 208 Lampiran 36. Contoh Hasil Lembar Kerja Siswa dan Lembar Observasi ... 210 Lampiran 37. Surat Penelitian ... 217


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Belajar adalah usaha sadar yang dilakukan seseorang sehingga terjadi perubahan dari yang tidak tahu menjadi tahu. Menurut Suyono dan Hariyanto (2011: 9) belajar merupakan suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian. Pengetahuan, menurut Piaget (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 13) dibentuk oleh indivdu itu sendiri. Akibat dari individu yang terus berinteraksi dengan lingkungan, terjadi perubahan fungsi intelek yang semakin berkembang. Individu yang belajar akan mengalami perkembangan, untuk itu belajar tidak mengenal umur dan tempat. Belajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja.

Sekolah sebagai salah satu lembaga formal merupakan tempat untuk menuntut ilmu yang di dalamnya terjadi aktivitas belajar. Salah satu mata pelajaran yang ada di sekolah, khususnya Sekolah Dasar (SD) adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan alam dan segala sesuatu yang ada di sekitar kita. Iskandar (1996: 2) berpendapat bahwa IPA merupakan ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Senada dengan Iskandar, menurut Ahmad Susanto (2015: 167) sains atau IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan.


(20)

2

Salah satu tujuan pembelajaran Sains/IPA di sekolah dasar berdasarkan Badan Standar Nasional Pendidikan tahun 2006 adalah mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan tujuan pembelajaran Sains di SD tersebut, IPA mempelajari apa yang ada di sekitar, untuk itu peserta didik diharapkan bisa menerapkan konsep IPA ke dalam kehidupannya sehari-hari. Piaget menuturkan bahwa anak yang berusia 6-11 tahun atau 6-12 tahun termasuk dalam tahap operasional konkret, pada tahap ini anak sudah mampu untuk berpikir secara logis, tetapi masih perlu dihadirkan benda konkrit. Seperti yang dikemukakan oleh Semiawan (Patta Bundu, 2006: 5) bahwa siswa akan lebih mudah memahami konsep yang abstrak jika belajar melalui benda-benda konkrit dan langsung melakukannya sendiri. IPA yang sejatinya ilmu tentang alam, mempelajari segala obyek yang ada di sekitar. Untuk itu dalam mempelajari IPA, siswa sebaiknya diberikan suatu pengalaman langsung agar dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya.

Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry), agar dapat menumbuhkan kemampuan berpikir dan sikap ilmiahnya melalui pengalaman yang diperoleh. Seperti yang tertera dalam standar isi BSNP (2006: 161) pelaksanaan inkuiri ilmiah (scientific inquiry) bertujuan untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar


(21)

3

secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (BSNP, 2006: 161).

Hasil belajar mengandung tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor, sedangkan hasil belajar pada mata pelajaran IPA menurut Patta Bundu (2006: 4) mengandung tiga dimensi utama, yaitu produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Ketiga dimensi tersebut saling terkait satu sama lain. Menurut Semiawan (Patta Bundu, 2006: 5) proses sains sangat penting dikuasai oleh siswa sejak di bangku sekolah dasar, alasannya sebagai berikut: (1) perkembangan ilmu pengetahuan yang berkembang pesat tidak memungkinkan lagi untuk mengajarkan fakta dan konsep kepada siswa, (2) siswa akan lebih mudah memahami konsep yang abstrak jika belajar melalui benda-benda konkrit dan langsung melakukannya sendiri, (3) penemuan ilmu pengetahuan sifat kebenarannya relatif, (4) dalam proses belajar mengajar pengembangan konsep tidak bisa dipisahkan dari pengembangan sikap dan nilai. Untuk itu, keterampilan proses akan menjadi penghubung antara pengembangan konsep dan pengembangan sikap dan nilai.

Penilaian yang terlalu menekankan pada produk Sains terkesan hanya menghafalkan fakta-fakta Sains saja. Siswa menjadi mengabaikan proses Sains. Padahal sebenarnya penilaian proses Sains mendorong siswa untuk mencari tahu atau menemukan sesuatu. Menurut Patta Bundu (2006: 6) hasil penilaian pada proses dasar Sains akan dapat digunakan guru untuk perbaikan pembelajaran yang selanjutnya akan meningkatkan pencapaian hasil belajar Sains, begitu pula


(22)

4

dengan sikap ilmiah akan sangat membantu dalam pengembangan sikap-sikap positif dalam diri anak.

Observasi yang dilaksanakan pada tanggal 18 Oktober 2016, didapatkan data berupa jumlah siswa dan nilai Ulangan Tengah Semester (UTS) tahun 2016/2017. Jumlah siswa untuk siswa kelas VA adalah 14 orang dan kelas VB juga 14 orang. Sedangkan rata-rata nilai UTS kelas VA adalah 70,84 dan kelas VB adalah 67,93. SD Muhammadiyah Gamplong masih menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk semua kelas, dari kelas I sampai kelas VI.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada tanggal 1 November 2016, terdapat beberapa masalah khususnya dalam pembelajaran IPA seperti pembelajaran yang sering menggunakan metode ceramah atau pembelajaran yang konvensional sehingga siswa kurang begitu aktif ketika pembelajaran berlangsung. Menurut Yatim Riyanto (2012: 280) pembelajaran yang didominasi oleh guru serta guru berperan dan dominan dalam proses pembelajaran dinamakan model pembelajaran langsung.

Observasi dilakukan kembali pada tanggal 8 November 2016. Pembelajaran yang berlangsung saat itu adalah siswa diberikan tugas oleh guru, kemudian tiap siswa mengerjakan soal. Ketika banyak siswa yang sudah selesai mengerjakan, siswa tersebut cenderung ramai sendiri, pembelajaran jadi agak ramai tetapi masih bisa dikondisikan oleh guru. Guru berkeliling untuk mengecek jawaban siswa satu per satu. Proses Sains dan sikap ilmiah dalam pembelajaran IPA belum terlihat karena guru hanya memberikan materi dan tugas kepada siswa.


(23)

5

Pembelajaran lebih menekankan pada produk Sains yakni siswa dituntut untuk sekadar menghafalkan fakta-fakta Sains saja. Keaktifan dan ketertarikan siswa selama KBM juga belum terlihat. Guru terlalu mendominasi selama pembelajaran. Berdasarkan observasi tersebut, dalam pembelajaran IPA guru menggunakan metode ceramah, penugasan, dan tanya jawab. Menurut Suyono dan Hariyanto (2011: 19) penggunaan metode ceramah, tanya jawab, diskusi, pemberian tugas, dan berbagai variasinya termasuk ke dalam pembelajaran yang konvensional.

Tahapan pembelajaran yang dilakukan guru ketika membelajarkan mata pelajaran IPA adalah penyampaian tujuan pembelajaran, penyajian materi pelajaran dengan metode ceramah, pemberian tugas individu kepada siswa, dan mencocokkan hasil jawaban. Berdasarkan tahapan tersebut, model pembelajaran yang dipakai oleh guru adalah model pembelajaran langsung. Ketika diwawancara, guru tersebut menjelaskan metode yang sering dipakai adalah metode ceramah. Hal ini menunjukkan pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered). Seperti yang diungkapkan oleh Colin Marsh (Suyono dan Hariyanto, 2011: 21) beberapa metode yang digunakan dalam pembelajaran yang berpusat pada guru yaitu ceramah, penugasan, tanya jawab, dan variasi lainnya. Pembelajaran yang berpusat pada guru kurang memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa, akibatnya siswa menjadi kurang memerhatikan ketika guru sedang mengajar.

Penggunaan variasi model pembelajaran dirasa sangat penting dalam membelajarkan pembelajaran kepada siswa. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam


(24)

6

merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial (Trianto, 2010: 51). Pembelajaran yang monoton akan mengakibatkan kejenuhan terhadap siswa. Kreativitas anak menjadi kurang terbentuk dan anak akan mudah bosan. Aris Shoimin (2016: 16) mengungkapkan bahwa hasil pengajaran dan pembelajaran di berbagai disiplin ilmu terasa kurang memuaskan. Menurutnya setidaknya ada tiga hal yang memengaruhi. Pertama, pendidikan kurang sesuai dengan kebutuhan dan fakta yang ada sekarang. Kedua, metodologi, strategi, dan teknik yang kurang sesuai dengan materi. Ketiga adalah prasarana yang mendukung selama proses pembelajaran berlangsung. Ketiga hal tersebut saling berkaitan sehingga akan memengaruhi satu sama lain.

Berdasarkan observasi dan wawancara yang sudah dilakukan, didapatkan permasalahan bahwa guru kurang menggunakan model pembelajaran yang bervariasi. Dengan adanya model pembelajaran yang bervariasi, pembelajaran akan menjadi lebih bermakna dibandingkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional, sehingga diharapkan dapat berdampak pada hasil belajar siswa. Selain itu, pembelajaran menjadi lebih berpusat kepada siswa (student centered), sehingga siswa dilibatkan dalam proses pembelajaran secara aktif.

Salah satu model pembelajaran yang tampak relatif lebih populer dan lebih banyak disambut gembira oleh berbagai kalangan di Indonesia melalui seminar, pelatihan, dan penerapan adalah Quantum Teaching (A’la, 2012:15). Quantum teaching merupakan bentuk inovasi penggubahan bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar, interaksi ini mencakup unsur-unsur belajar yang memengaruhi kesuksesan siswa dalam belajar (Udin Saefudin


(25)

7

Sa’ud, 2008: 126). Menurut Sa’ud (2008: 130) tujuan pokok pembelajaran kuantum yaitu meningkatkan partisipasi siswa, melalui penggubahan keadaan, meningkatkan motivasi dan minat belajar, meningkatkan daya ingat dan meningkatkan rasa kebersamaan, meningkatkan daya dengar dan meningkatkan kehalusan perilaku, sehingga mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Suatu kegiatan yang bernilai edukatif selalu diwarnai interaksi yang terjadi antara guru

dengan anak didik (Miftahul A’la, 2012:16). Sehubungan dengan hal tersebut, quantum teaching mempunyai asas bahwa bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka. Maksudnya adalah langkah pertama dalam mengajar adalah masuki dahulu dunia mereka. Caranya bisa dengan membangun interaksi dengan peserta didik, sehingga pembelajaran tersebut menjadi lebih bernilai edukatif karena adanya interaksi antara guru dan murid.

Dalam model pembelajaran quantum teaching, kerangka rancangan belajar menggunakan TANDUR, yakni Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan,

Ulangi, dan Rayakan. Menurut Miftahul A’la (2012: 41-43) dengan menggunakan kerangka rancangan ini, siswa akan terlibat aktif dalam setiap langkah-langkah pembelajaran. Selanjutnya anak akan merasa adanya kepuasan pada dirinya, karena adanya pengakuan dari guru terhadap usaha sang anak. Selain itu, adanya unsur pemantapan dalam menguasai materi, terlihat dari pengulangan terhadap sesuatu yang sudah dikuasai oleh anak. Guru juga mempunyai adanya unsur kemampuan dalam hal merumuskan temuan yang sudah dihasilkan anak, baik dalam bentuk konsep, teori, model, dan sebagainya sehingga mampu terjalin


(26)

8

ikatan emosianal yang baik. Model Quantum teaching ini belum pernah dipakai di SD Muhammadiyah Gamplong.

Dengan alasan tersebut, maka peneliti memilih model pembelajaran

Quantum Teaching. Berdasarkan permasalahan dari latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Penerapan Model

Quantum Teaching terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA di

Kelas V SD Muhammadiyah Gamplong”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi masalah di SD Muhammadiyah Gamplong sebagai berikut:

1. Pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered).

2. Proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional/pembelajaran langsung sehingga siswa kurang terlibat selama pembelajaran.

3. Pembelajaran IPA masih menekankan pada produk Sains, sehingga siswa terkesan hanya menghafalkan fakta-fakta Sains saja.

4. Proses dan sikap ilmiah siswa belum terlihat dalam pembelajaran. C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, tidak semuanya diteliti. Agar lebih terfokus, maka penelitian dibatasi pada pengaruh penerapan model pembelajaran yang berpusat pada siswa yaitu Quantum Teaching terhadap hasil belajar siswa meliputi sikap, proses, dan produk ilmiah pada mata pelajaran IPA di kelas V SD Muhammadiyah Gamplong.


(27)

9 D. Rumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah “Apakah ada pengaruh penerapan model Quantum Teaching terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA di kelas V SD Muhammadiyah

Gamplong?”

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penerapan model Quantum Teaching terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA di kelas V SD Muhammadiyah Gamplong.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini disusun dengan harapan dapat memberi manfaat antara lain: 1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini untuk menguji efektif tidaknya model Quantum Teaching terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA di kelas V SD Muhammadiyah Gamplong.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru

Hasil penelitian dapat menjadi alternatif sumber informasi bagi guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran, yaitu dengan model Quantum Teaching.

b. Bagi Siswa

Pengalaman langsung dengan model pembelajraan Quantum Teaching


(28)

10

tertarik/antusias terhadap pembelajaran, berbartisipasi aktif, meningkatkan hasil belajar, serta meningkatkan rasa kebersamaan.

c. Bagi Kepala Sekolah

Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu dasar kebijakan kepada pembelajaran di sekolah.

d. Bagi Peneliti

Memberikan pengalaman serta wawasan dalam menerapkan model Quantum Teaching di sekolah dasar serta dapat dijadikan bekal untuk terjun ke dunia pendidikan.


(29)

11 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian tentang Model Pembelajaran

1. Pengertian Model Pembelajaran

Menurut Wisudawati (2014:48) model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur secara sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Trianto (2015: 51) bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Menurut Soekamto (Shoimin, 2016:23) model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang digunakan oleh guru sebagai pedoman yang melukiskan prosedur sistematis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat banyak model pembelajaran yang bisa digunakan oleh guru sebagai perencana pembelajaran. Semua tergantung situasi dan kondisinya (Shoimin, 2016: 24). B. Model-model Pembelajaran

1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Menurut Duch (Shoimin, 2016:130) Problem Based Learning (PBL) merupakan model pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata


(30)

12

sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan. Wisudawati (2014:88) berpendapat bahwa PBL digunakan untuk mendukung pola berpikir tingkat tinggi (HOT atau higher-order thinking) dalam situasi yang berorientasi masalah,

termasuk belajar “how to learn”.

Peran guru dalam model pembelajaran PBL adalah mengajukan masalah, memberikan pertanyaan dan memfasilitasi untuk penyelidikan dan dialog (Wisudawati, 2014:88). Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, model pembelajaran PBL merupakan model pembelajaran dengan bercirikan adanya permasalahan yang nyata dan digunakan untuk mendukung pola berpikir tingkat tinggi.

Berikut sintaks atau langkah-langkah pembelajaran dalam PBL menurut Arends (Wisudawati, 2014:91):

a. Fase 1: memberikan orientasi suatu masalah pada peserta didik (orient student to the problem)

b. Fase 2: mengorganisasi peserta didik untuk meneliti (organize student for study)

c. Fase 3: mendampingi dalam penyelidikan sendiri maupun kelompok (assist independent and group investigation)

d. Fase 4: mengembangkan dan mempresentasi hasil (develop and present article and exhibits)

e. Fase 5: analisis dan evaluasi dari proses pemecahan masalah (analyze and evaluate the problem-solving process).

Sedangkan langkah langkah pembelajaran PBL menurut Shoimin adalah sebagai berikut:

a. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dipelajari.

b. Guru membantu siswa dalam mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.


(31)

13

c. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai.

d. Guru membantu siswa dalam merencanakan serta menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu dalam berbagai tugas dengan temannya. e. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap

penyelidikan mereka serta proses-proses yang mereka gunakan.

Berdasrkan langkah-langkah model pembelajaran tersebut, inti dari sintaks PBL adalah penjelasan tujuan pembelajaran, pemberian suatu masalah kepada siswa, pengumpulan informasi yang berkaitan dengan masalah, mempresentasikan hasil, serta mengevaluasi pemecahan masalah. Selanjutnya, berikut kelebihan dan kekurangan model pembelajaran PBL menurut Shoimin (2016:132):

Kelebihan Kekurangan

Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata

PBL tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian guru berperan aktif dalam menyajikan materi. PBL lebih cocok untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan pemecahan masalah.

Membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar

Pembelajaran berfokus pada masalah Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok

Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan

Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.

Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri

Siswa memiliki kemampuan melakukan komunikasi ilmiah dalam kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka

Kesulitan belajar individu dapat diatasi melalui kerja kelompok dalam bentuk


(32)

14 2. Model Pembelajaran Inkuiri

Menurut Wisudawati (2014:80) inquiry berarti mengadakan penyelidikan, sedangkan menurut Shoimin (2016: 85) inkuiri merupakan salah satu model yang dapat mendorong siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Kunandar (Shoimin, 2016:85) berpendapat bahwa pembelajaran inkuiri adalah kegiatan pembelajaran di mana siswa didorong untuk belajar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan siswa menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.

Berdasarkan pendapat tersebut, model pembelajaran inkuiri adalah model pembelajaran di mana siswa didorong untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan siswa menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri dengan maksdu agar siswa aktif selama pembelajaran. Berikut sintaks model pembelajaran inkuiri menurut Suryanti (Wisudawati, 2014:82):

a. Orientasi

b. Merumuskan masalah c. Menyusun hipotesis d. Mengumpulkan data e. Menguji hipotesis

f. Merumuskan kesimpulan

Sedangkan menurut Piaget (Shoimin, 2016: 85-86) langkah-langkah model pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut:

a. Membina suasana yang responsif di antara siswa.

b. Mengemukakan permasalahan untuk diinkuiri (ditemukan) melalui cerita, film, gambar, dan sebagainya. Kemudian, mengajukan pertanyaan ke arah mencari, merumuskan, dan memperjelas permasalahan dari cerita dan gambar.


(33)

15

c. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa. pertanyaan yang diajukan bersifat mencari atau mengajukan informasi atas data tentang masalah tersebut.

d. Merumuskan hipotesis/perkiraan yang merupakan jawaban dari pertanyaan tersebut. perkiraan jawaban ini akan terlihat setidaknya setelah pengumpulan data dan pembuktian atas data. Siswa mencoba merumuskan hipotesis permasalahan tersebut. guru membantu dengan pertanyaan-pertanyaan pancingan.

e. Pengambilan kesimpulan dilakukan guru dan siswa.

Berdasarkan sintaks tersebut, inti dari langkah-langkah model pembelajaran inkuiri adalah mengidentifikasi persoalan atau permasalahan, mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, pengujian hipotesis, dan mengambil kesimpulan terhadap permasalahan tersebut. Selanjutnya, berikut kelebihan dan kekurangan model pembelajaran inkuiri menurut Shoimin (2016:86-87):

Kelebihan Kekurangan

Menekankan pada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang sehingga pembelajaran dianggap lebih bermakna.

Pembelajaran dengan inkuiri memerlukan kecerdasan siswa yang tinggi. Bila siswa kurang cerdas hasil pembelajarannya kurang efektif.

Memerlukan perubahan kebiasaan cara belajar siswa yang menerima informasi dari guru apa adanya.

Dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka

Guru dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang umumnya sebagai pemberi informasi menjadi fasilitator, motivator, dan pembimbing siswa dalam belajar

Karena dilakukan secara kelompok, kemungkinan ada anggota yang kurang aktif

Merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar moderen yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.

Pembelajaran inkuiri kurang cocok pada anak yang usianya terlalu muda, misalkan SD

Cara belajar siswa dalam metode ini menuntut bimbingan guru yang lebih baik

Untuk kelas dengan jumlah siswa yang banyak, akan sangat merepotkan guru


(34)

16 Dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata.

Membutuhkan waktu yang lama dan hasilnya kurang efektif jika pembelajaran ini diterapkan pada situasi kelas yang kurang mendukung Pembelajaran akan kurang efektif jika guru tidak menguasai kelas

3. Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)

Menurut Wina Sanjaya (2011: 299) model pembelajaran langsung atau biasa juga disebut pembelajaran ekspositori adalah pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Sedangkan menurut Yatim Riyanto (2012: 280) model pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang menekankan pada pembelajaran yang didominasi oleh guru, jadi guru berperan penting dan dominan dalam proses pembelajaran. Arends (Shoimin, 2016:64) menjelaskan bahwa model pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap.

Berdasarkan pendapat tersebut, model pembelajaran langsung atau direct instruction adalah model pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan prosedural yang terstruktur dengan baik yang didominasi oleh guru. Dalam model ini, guru memegang peranan penting yang sangat dominan atau pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered).


(35)

17

Soeparman Kardi dan Mohamad Nur (Yatim Riyanto, 2012: 282-284) menyebutkan langkah-langkah model pembelajaran langsung adalah sebagai berikut.

1. Memberitahukan tujuan dan menyiapkan siswa

Pada kegiatan ini, bertujuan untuk menarik dan memusatkan perhatian siswa, serta memotivasi mereka untuk berperan serta dalam pembelajaran itu.

2. Presentasi dan demonstrasi

Guru memberikan informasi dengan jelas dan spesifik kepada siswa. Guru perlu sepenuhnya menguasai konsep atau keterampilan yang akan didemonstrasikan, dan berlatih melakukan demonstrasi untuk menguasai komponen-komponennya.

3. Menyediakan latihan terbimbing

Guru memberikan tugas kepada siswa dengan melakukan latihan singkat dan memberikan pelatihan sampai benar-benar menguasai konsep atau keterampilan yang dipelajari.

4. Mengecek pemahaman dan memberi umpan balik

Dapat dilakukan dengan meontarkan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa dan siswa memberi jawaban kepada guru. Kemudian guru merespon jawaban dari siswa tersebut.

5. Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan (mandiri) dan penerapan. Dapat dilakukan dengan memberikan latihan mandiri kepada siswa pada akhir pembelajaran.


(36)

18

Menurut Wisudawati (2014:102) sintaks dari model pembelajaran direct instruction adalah sebagai berikut.

Fase Kegiatan Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik

Guru menjelaskan tujuan dari pembelajaran, memberikan informasi latar belakang pembelajaran dan memaparkan mengapa pembelajaran tersebut penting. Mempersiapkan peserta didik untuk belajar.

Fase 2

Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan

Guru mendemonstrasikan keterampilan secara benar atau mempresentasikan informasi secara step by step. Fase 3

Membimbing pelatihan

Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal.

Fase 4

Mengecek pemahaman dan memberikan

feedback

Guru mengecek untuk melihat apakah peserta didik telah melakukan unjuk kerja secara benar dan memberikan feedback.

Fase 5 Memberikan

kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan

Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi yang lebih kompleks dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan sintaks tersebut, inti dari langkah-langkah model pembelajaran

direct instruction atau pembelajaran langsung adalah menyampaikan tujuan pembelajaran serta menyiapkan peserta didik, presentasi dan demonstrasi oleh guru, latihan terbimbing, pemberian umpan balik, dan pelatihan lanjutan. Selanjutnya, berikut kelebihan dan kekurangan model pembelajaran langsung menurut Shoimin (2016:66-67)


(37)

19

Kelebihan Kekurangan

Guru lebih dapat mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang diterima siswa sehingga dapat mempertahankan fokus mengenai apa yang harus dicapai oleh siswa.

Karena guru memainkan peranan pusat dalam model ini, kesuksesan pembelajaran ini bergantung pada

image guru. Jika guru tidak tampak siap, berpengetahuan, percaya diri, antusias dan terstruktur, siswa dapat menjadi bosan, teralihkan perhatiannya sehingga pembelajaran akan terhambat Merupakan cara yang paling efektif

untuk mengajarkan konsep dan eterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi rendah sekalipun

Dapat digunakan untuk membangun model pembelajaran dalam bidang studi tertentu. Guru dapat menunjukkan bagaimana suatu permasalahan dapat didekati, bagaimana informasi dianalisis, dan bagaimana suatu pengetahuan dihasilkan.

Sangat bergantung pada gaya komunikasi guru. Komunikator yang kurang baik cenderung menjadikan pembelajaran yang kurang baik pula

Menekankan kegiatan mendengarkan (melalui ceramah) dan kegiatan mengamati (melalui demonstrasi) sehingga membantu siswa yang cocok belajar dengan cara-cara ini.

Memberikan tantangan untuk mempertimbangkan kesenjangan antara teori (hal yang seharusnya) dan observasi (kenyataan yang terjadi).

Jika materi yang disampaikan bersifat kompleks, rinci atau abstrak, model pembelajaran direct instruction

mungkin tidak dapat memberikan siswa kesempatan yang cukup untuk memproses dan memahami informasi yang disampaikan.

Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas besar maupun kelas yang kecil Siswa dapat mengetahui tujuan-tujuan pembelajaran dengan jelas

Waktu untuk berbagi kegiatan pembelajaran dapat dikontrol dengan ketat

Dalam model ini terdapat pennekanan pada pencapaian akademik

Jika terlalu sering digunakan, model pembelajaran direct instruction akan membuat siswa percaya bahwa guru akan memberitahu siswa semua yang perlu diketahui. Hal ini akan menghilangkan rasa tanggung jawab mengenai pembelajaran siswa itu sendiri.

Kinerja siswa dapat dipantau secara cermat

Umpan balik bagi siswa berorientasi pada akademik

Dapat digunakan untuk menekankan poin-poin penting atau kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi siswa Dapat menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan informasi dan pengetahuan faktual dan terstruktur


(38)

20

Berdasarkan hasil pengamatan, ketika peneliti mengobservasi pembelajaran IPA di SD Muhammadiyah Gamplong, sintaks yang dipakai guru seperti sintaks

direct instruction. Untuk itu, kelas yang terpilih menjadi kelompok kontrol akan menggunakan model pembelajaran yang biasa dipakai oleh guru, yaitu menggunakan model pembelajaran direct instruction.

4. Model Pembelajaran Quantum Teaching a. Pengertian Quantum Teaching

Quantum teaching berasal dari kata quantum yang artinya interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya dan teaching yang berarti mengajar. Dengan demikian, quantum teaching adalah penggubahan bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Interaksi yang dimaksud di sini adalah unsur-unsur untuk belajar efektif yang memegaruhi kesusksesan siswa (DePorter, 1999: 5).

Aris Shoimin (2016: 138) mengemukakan bahwa quantum teaching adalah penggubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansanya. Menurutnya,

quantum teaching berfokus pada hubungan dinamis pada lingkungan kelas, interaksi yang mendirikan landasan-landasan dan kerangka untuk belajar.

Menurut Miftahul A’la (2012: 21) Quantum Teaching menciptakan lingkungan belajar yang efektif, dengan cara menggunakan unsur yang ada pada siswa dan lingkungan belajarnya melalui interaksi yang terjadi di kelas.

Sedangkan menurut Udin Saefudin Sa’ud (2008: 138) model pembelajaran

kuantum adalah salah satu model, strategi, dan pendekatan pembelajaran yang mengorkestrasikan pada keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran.


(39)

21

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Quantum Teaching merupakan model pembelajaran dengan cara penggubahan belajar yang meriah serta menciptakan lingkungan belajar yang efektif sehingga memengaruhi kesuksesan belajar siswa. Diharapkan dengan model ini siswa menjadi terlibat aktif selama pembelajaran.

b. Asas Quantum Teaching

Bobbi DePorter (1999: 6) mengungkpakan asas utama quantum teaching, yaitu Theirs to Ours, Ours to Theirs.Sedangkan A’la (2012: 27) juga menjelaskan

bahwa asas dari Quantum Teaching adalah “Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita” dan “ Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka”. Maksud dari kedua pernyataan tersebut adalah langkah pertama dalam mengajar adalah masuki dahulu dunia mereka. Caranya bisa dengan mengaitkan apa yang diketahui siswa dan dihubungkan dengan kehidupan siswa sehari-hari. Setelah hal itu terbentuk, guru bisa membawa dunia mereka masuk ke dalam dunianya.

c. Prinsip Quantum Teaching

Prinsip-prinsip yang digunakan dalam quantum teaching menurut Bobbi DePorter (1999: 7-8), yaitu:

1) Everything speaks

Everything from your classroom environment to your body language, from the handouts you distribute to the design of your lesson; everything is sending a message about learning.

2) Everything is on purpose

Everything that happends under your orchestration has an intended purpose...everything.

3) Experience before label

Our brains thrive on complex stimulation. It drives the need to know. Therefore, learning happens best when students experience the information before they acquire the labels for what they learned.


(40)

22

4) Acknowledge every effort

Learning involves risking, stepping out of what is comfortable. As students take these steps they are acknowledge for both their competence and their confidence.

5) If it’s worth learning, it’s worth celebrating!

Celebration is the breakfast of champion learners. Celebration provides feedback regarding progress and increases positive emotional associations with the learning.

Arti dari pernyataan tersebut adalah quantum teaching mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Segalanya berbicara

Segalanya dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh, kertas yang dibagikan hingga rancangan pelajaran, semuanya mengirim pesan tentang belajar.

2) Segalanya bertujuan

Segala upaya yang dilakukan oleh guru mempunyai tujuan. 3) Pengalaman sebelum pemberian nama

Otak berkembang karena adanya rangsangan kompleks, hal itu akan menggerakkan rasa ingin tahu. Proses belajar yang paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka mereka memeroleh nama untuk apa yang mereka pelajari.

4) Akui setiap usaha

Proses belajar mengandung resiko, belajar berarti melangkah keluar dari kenyamanan. Ketika siswa mengambil langkah ini, mereka pantas mendapatkan pengakuan terhadap kecakapan dan kepercayaan diri mereka.


(41)

23

5) Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan

Perayaan adalah sarapan bagi pembelajar juara. Perayaan memberikan umpan balik terhadap kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar.

Menurut A’la (2012:29-32) Quantum Teaching memiliki empat prinsip, yaitu:

1) Segalanya berbicara

Mulai dari lingkunngan kelas hingga bahasa tubuh guru, dari kertas yang dibagikan guru, hingga rancangan pelajaran guru, keseluruhannya mengirim pesan tentang belajar yang akan disampaikan dalam pengajaran tersebut. Jadi semua anggota tubuh dapat dijadikan alat pembelajaran yang akan guru lakukan. 2) Memiliki tujuan

Apa yang disusun dalam pelajaran yang akan diberikan kepada siswa harus mempunyai tujuan dan batasan yang jelas. Hal ini agar dalam pelaksanaan mengajar tidak melenceng dari tujuan utama, karena semuanya sudah dipersiapkan secara matang terlebih dahulu.

3) Mengakui setiap usaha

Pada langkah ini murid berhak atas pengakuan dari kecakapan dan rasa percaya diri mereka.

4) Layak dipelajarai maka layak dirayakan (diberi reward)

Perayaan atau pemberian sesuatu sebagai reward adalah suatu umpan balik mengenai kemajuan murid dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar.


(42)

24

Berdasarkan pendapat tersebut, inti dari prinsip-prinsip Quantum Teaching

adalah segalanya berbicara, memiliki tujuan, pengalaman sebelum pemberian nama, akui setiap usaha, dan jika layak dipelajari maka layak pula dirayakan (pemberian reward).

d. Kerangka Rancangan Belajar Quantum Teaching

Quantum teaching mempunyai kerangka rancangan dalam belajar, kerangka tersebut sering disingkat dengan TANDUR yang merupakan kepanjangan dari Tumbuhkan, Alami, Namai, Ulangi, Rayakan. DePorter (1999: 10) menjelaskan keenam langkah tersebut, yakni:

1) Enroll

Creates buy-in by addressing “What’s In It For Me” (WIIFM), and taps

into the learner’s life.

2) Experience

Creates or elicits a common experience to which all learners can relate. 3) Label

Provides the key words, concepts, models, formulas, strategies; the

“input.”

4) Demonstrate

Provides opportunities for the learner to “show that they know.” 5) Review

Provides the learner with ways to review the material and solidify that,

“I know that I know this.”

6) Celebrate

An acknowledgment of completion, participation and acquisition of skills and knowledge.

Dari pernyataan di atas dapat dijelaskan langkah-langkah belajar dengan model quantum teaching, yaitu:

1) Tumbuhkan

Tumbuhkan dengan memuaskan “Apa Manfaatnya BAgiKu” (AMBAK),

dan manfaatkan kehidupan pelajar. Menurut Aris Shoimin (2016: 139) tumbuhkan yang dimaksud dalam pengertian ini adalah menumbuhkan minat


(43)

25

siswa terhadap pembelajaran yang akan dilakukan. Guru memotivasi siswa agar tertarik mengikuti pembelajaran. Tahap ini bisa dilakukan dengan mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan kehidupan siswa sehari-hari, bisa dengan menampilkan gambar, cerita pendek, ataupun video.

2) Alami

Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua pelajar. Pada tahap ini siswa diberikan kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan awal yang mereka miliki. Guru dapat memberikan tugas kelompok yang berkaitan dengan pengetahuan yang sudah mereka miliki.

3) Namai

Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi; sebuah “masukan”. Konsep ini didapatkan siswa dengan bantuan guru setelah pengalaman yang telah mereka lewati. Shoimin (2016: 140) menjelaskan bahwa tahap penamaan memacu struktur kognitif siswa untuk memberikan identitas, menguatkan, dan mendefinisikan atas apa yang telah dialaminya. Pemberian nama akan membuat siswa menjadi lebih berkesan atau bermakna setelah melakukan sebuah pengalaman. Hal yang dapat membantu penamaan bisa menggunakan susunan gambar, warna, alat bantu, kertas tulis, poster di dinding, bahkan jembatan keledai dapat dipakai untuk tahap ini.

4) Demonstrasikan

Sediakan kesempatan bagi pelajar untuk “menunjukkan bahwa mereka tahu”. Berikan kesempatan bagi mereka untuk mengaitkan pengalaman dengan


(44)

26

pribadi (DePorter, 1999: 89). Strategi yang bisa dilakukan untuk tahap ini adalah melakukan penyajian di depan kelas, permainan, menjawab pertanyaan, serta menunjukkan hasil pekerjaan siswa.

5) Ulangi

Sediakan pelajar cara-cara mengulang materi dan menegaskan, “Aku tahu

bahwa aku memang tahu ini.” Pengulangan yang dilakukan guru akan

memperkuat struktur kognitif siswa. Mengulang materi pelajaran dengan menegaskan kembali hal-hal yang paling pokok, tanya jawab dengan siswa apa yang telah dilakukan pada pembelajaran hari itu, serta latihan soal dapat dijadikan untuk memperkuat pengulangan.

6) Rayakan

Sebuah pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan dan ilmu pengetahuan. Perayaan dapat memberi rasa terselesaikannya suatu usaha yang telah dilakukan dengan cara menghormati usaha itu sendiri. Hal ini seperti pada prinsip quantum teaching : Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan. Guru memberikan umpan balik kepada siswa yang telah bekerja keras dalam hal ini belajar selama KBM berlangsung. Perayaan yang bisa dilakukan guru antara lain dengan pujian, tepuk tangan, bernyanyi bersama, dan lainnya.

Menurut A’la (2012:34-40) terdapat enam langkah-langkah pembelajaran

Quantum Teaching, yaitu:

1) Tumbuhkan minat dengan memuaskan, yakni apa manfaat yang akan diperoleh dari pelajaran tersebut bagi guru dan muridnya.


(45)

27

2) Alami, yakni ciptakan dan datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua pelajar.

3) Memberi nama, ini harus disediakan kata kunci, konsep, model, rumus,, strategi: yang kemudian menjadi sebuah masukan bagi anak.

4) Demonstrasikan, yaitu sediakan kesempatan bagi pelajar untuk menunjukkan bahwa mereka tahu.

5) Ulangi, yakni tunjukkan pada pelajar tentang cara-cara mengulang materi dan menegaskan Aku tahu bahwa aku memang tahu ini.

6) Rayakan, yakni pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan perolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan.

Berdasarkan pendapat tersebut, kerangka pembelajaran atau langah-langkah pembelajaran dalam Quantum Teaching disingkat menjadi TANDUR, yaitu Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan. Dalam penelitian ini, menggunakan semua kerangka rancangan belajar TANDUR. Kerangka tersebut meliputi Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan.

e. Kelebihan Model Pembelajaran Quantum Teaching

Menurut Aris Shoimin (2016:145-146) terdapat beberapa kelebihan model

Quantum Teaching, sebagai berikut:

1) Dapat membimbing siswa ke arah berpikir yang sama dalam satu saluran pikiran yang sama.


(46)

28

2) Karena quantum teaching lebih melibatkan siswa, saat proses pembelajaran perhatian murid dapat dipusatkan pada hal-hal yang dianggap penting oleh guru sehingga hal yang penting itu dapat diamati secara teliti.

3) Karena gerakan dan proses dipertunjukkan maka tidak memerlukan keterangan-keterangan yang banyak.

4) Proses pembelajaran menjadi lebih nyaman dan lebih menyenangkan.

5) Merangsang siswa untuk aktif dalam mengamati, menyesuaikan antara teori dan kenyataan, dan dapat mencoba melakukannya sendiri.

6) Karena model pembelajaran quantum teaching membutuhkan kreativitas dari seorang guru untuk merangsang keinginan bawaan siswa untuk belajar, secara tidak langsung guru terbiasa untuk berpikir kreatif setiap harinya.

7) Pelajaran yang diberikan oleh guru mudah diterima atau dimengerti oleh siswa.

Berdasarkan beberapa model pembelajaran yang telah disebutkan, model pembelajaran quantum teaching lebih melibatkan siswa dalam setiap sintaks atau langkah-langkah pembelajarannya. Selain itu, model quantum teaching dapat memuat ketiga hasil belajar IPA, yakni sikap ilmiah, keterampilan proses sains, dan produk sains. Model Quantum Teaching juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa, seperti yang dijelaskan oleh Udin Syaefudin Sa’ud (2008: 130) bahwa tujuan pokok pembelajaran kuantum adalah meningkatkan partisipasi siswa, melalui penggubahan keadaan, meningkatkan motivasi dan minat belajar, meningkatkan daya ingat dan meningkatkan rasa kebersamaan, meningkatkan daya dengar dan meningkatkan kehalusan perilaku, sehingga mampu


(47)

29

meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan alasan dan kelebihan-kelebihan tersebut, maka peneliti memilih model quantum teaching untuk diterapkan dalam kelas yang terpilih menjadi kelompok eksperimen.

C. Kajian tentang Hasil Belajar Sains (IPA) di SD 1. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar berasal dari dua kata, yakni “hasil” dan “belajar”. Hasil

merupakan suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional (Purwanto, 2010: 44). Sedangkan belajar menurut Ahmad Susanto (2015: 4) adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan seseorang terjadinya perubahan perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam bertindak. Dalam konteks demikian maka hasil belajar merupakan perolehan siswa selama proses belajar sehingga mengakibatkan berubahnya input secara fungsional.

Menurut Nana Sudjana (2005: 22) hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Senada dengan Nana Sudjana, Susanto (2015:5) mengemukakan bahwa hasil belajar siswa merupakan kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Sedangkan Oemar Hamalik (2003: 30) berpendapat bahwa hasil belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak mengerti menjadi mengerti.


(48)

30

Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar Benyamin Bloom dan membaginya menjadi tiga ranah (Nana Sudjana, 2005: 22-23). Ketiga ranah tersebut yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris.

a. Ranah Kognitif

Ranah ini berkaitan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

b. Ranah Afektif

Ranah ini berkaitan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.

c. Ranah Psikomotoris

Ranah ini berkaitan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Terdapat enam aspek dalam ranah psikomotoris yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan, atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

Menurut Widoyoko (2016:38-61) hasil belajar memuat tiga dimensi, yakni dimensi proses kognitif, afektif, dan psikomotor. Berikut penjelasannya:

a. Kognitif

Proses kognitif dalam pembelajaran menurut Anderson dan Krathwohl (Widoyoko, 2016: 38-47) dibagi menjadi enam jenjang, yaitu mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Pada


(49)

31

jenjang mengingat dapat dibedakan menjadi dua, yakni mengenali dan mengingat kembali. Pada kategori memahami, meliputi menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan. Kategori mengaplikasikan terdiri dari dua proses, yaitu mengeksekusi dan mengimplementasikan. Menganalisis terdiri dari tiga proses, yakni membedakan, mengorganisasi, dan mengatribusikan. Jenjang mengevaluasi terdiri dari memeriksa dan mengkritik. Jenjang mencipta berisi tiga proses kognitif, yaitu merumuskan, merencanakan, dan memproduksi.

b. Afektif

Ranah afektif menurut Krathwohl, Bloom, dan Maisa (Widoyoko, 2016:52-58) dibedakan menjadi lima jenjang. Kelima jenjang tersebut adalah

receiving/attending (menerima/memperhatikan), responding (menanggapin),

valuing (menilai/menghargai), organization (mengatur atau mengorganisasikan), dan characterization by a value or value complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai).

c. Keterampilan

Ranah keterampilan atau psikomotor menurut Bloom (Widoyoko, 2016:59-61) dibedakan menjadi tujuh. Ketujuh jenjang tersebut yaitu perception (persepsi),

set (kesiapan), guided response (respon terpimpin), mechanism (mekanisme),

complex over response (respons tampak yang kompleks), adaption (penyesuaian),

origination (penciptaan).

Berdasarkan uraian di atas, pengertian hasil belajar adalah suatu proses yang ditempuh siswa sehingga mengakibatkan berubahnya tingkah laku, baik


(50)

32

menyangkut ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris. Penelitian ini menggunakan semua ranah dalam hasil belajar, yakni kognitif, afektif, dan psikomotor, tetapi untuk ranah kognitif menggunakan proses kognitif menurut Anderson dan Krathwohl, yang meliputi mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, serta mencipta.

2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Hasil Belajar

Menurut Wina Sanjaya (2010: 15-20) terdapat beberapa faktor yang memengaruhhi hasil belajar. Faktor tersebut adalah faktor guru, siswa, sarana dan prasarana, serta faktor lingkungan.

a. Faktor guru

Guru merupakan komponen yang menentukan, karena guru merupakan orang yang berhadapan langsung dengan siswa. Guru berperan sebagai perencana (planer) atau desainer (designer) pembelajaran, sebagai implementator dan atau mungkin keduanya.

b. Faktor siswa

Siswa merupakan organisme yang unik. Setiap siswa berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya. Faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran dilihat dari aspek latar belakang siswa (pupil formative experiences) dan faktor sifat yang dimiliki siswa (pupil properties).

c. Faktor sarana dan prasarana

Sarana merupakan segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran suatu proses pembelajaran, sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses


(51)

33

pembelajaran. Sarana dan prasarana merupakan salah satu komponen penting yang dapat memengaruhi proses pembelajaran, karena kelengkapan sarana dan prasarana akan membantu guru selama proses pembelajaran.

d. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan yang memengaruhi proses pembelajaran siswa ada dua, yakni faktor organisasi kelas, seperti jumlah siswa dalam satu kelas, dan faktor iklim sosial psikologis, yaitu keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat dalam proses pembelajaran.

3. Hasil Belajar Sains (IPA) di SD

Hasil belajar Sains di SD adalah segenap perubahan tingkah laku yang terjadi pada siswa dalam bidang sains sebagai hasil mengikuti proses pembelajaran sains (Patta Bundu, 2006: 19). Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa hasil belajar bukan hanya ranah kognitif saja, melainkan ranah afektif dan psikomotor. Menurut Patta Bundu (2006: 18) hasil belajar sains dikelompokkan berdasarkan hakikat sains itu sendiri, yaitu sebagai produk dan proses. Menurutnya, dari segi produk, siswa diharapkan dapat memahami konsep-konsep sains dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari; sedangkan dari segi proses, siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan, dan menerapkan konsep yang diperolehnya untuk menjelaskan dan memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Patta Bundu (2006: 19) penguasaan sikap ilmiah atau sikap sains merujuk pada sejauh mana siswa mengalami perubahan dalam sikap dan sistem


(52)

34

nilai dalam proses keilmuan. Pengukuran dalam sikap ilmiah di SD dapat dikelompokkan sebagai dimensi kemudian dijabarkan dalam indikator-indikator. Berikut dimensi sikap menurut Harlen (Patta Bundu, 2006: 141).

Tabel 1. Dimensi dan Indikator Sikap Ilmiah

Dimensi Indikator

Sikap ingin tahu

Antusias mencari jawaban.

Perhatian pada objek yang diamati. Antusias pada proses sains.

Menyatakan setiap langkah kegiatan. Sikap respek terhadap

data/fakta

Objektif/jujur.

Tidak memanipulasi data. Tidak purbasangka.

Mengambil keputusan sesuai fakta. Tidak mencampur fakta dengan pendapat. Sikap berpikir kritis

Meragukan temuan teman.

Menanyakan setiap perubahan/hal baru. Mengulangi kegiatan yang dilakukan. Tidak mengabaikan data meskipun kecil. Sikap penemuan dan

kreativitas

Menggunakan fakta-fakta untuk dasar konklusi. Menunjukkan laporan berbeda dengan teman kelas. Merubah pendapat dalam merespon terhadap fakta. Menggunakan alat tidak seperti biasanya

Menyarankan percobaan-percobaan baru. Menguraikan konklusi baru hasil pengamatan. Sikap berpikiran

terbuka dan kerjasama

Menghargai pendapat/temuan orang lain. Mau merubah pendapat jika data kurang. Menerima saran dari teman.

Tidak merasa selalu benar.

Menganggap setiap kesimpulan adalah tentatif. Berpartisipasi aktif dalam kelompok.

Sikap ketekunan

Melanjutkan meneliti sesudah “kebaruannya” hilang. Mengulangi percobaan meskipun berakibat kegagalan.

Melengkapi satu kegiatan meskipun teman kelasnya selesai lebih awal.

Sikap peka terhadap lingkungan sekitar

Perhatian terhadap peristiwa sekitar. Partisipasi pada kegiatan sosial.

Menjaga kebersihan lingkungan sekolah.

Dalam penelitian ini dimensi sikap ilmiah yang diambil adalah pada dimensi sikap ingin tahu, sikap berpikiran terbuka dan kerja sama, serta sikap ketekunan.


(53)

35

Peneliti memfokuskan pada ketiga dimensi sikap tersebut karena sesuai dengan kerangka rancangan belajar TANDUR. Tahap Tumbuhkan, siswa akan diajak oleh guru untuk mengetahui apa manfaatnya bagiku (AMBAK), sehingga memunculkan rasa ingin tahu. Pada tahap Alami, siswa diberikan tugas secara berkelompok oleh guru. Dalam berkelompok, dibutuhkan sikap kerjasama antarsiswa dan pikiran yang terbuka sehingga tugas yang diberikan guru dapat terselesaikan. Pengerjaan tugas juga membutuhkan ketekunan dari tiap siswa, sehingga sikap ketekunan dari semua siswa dapat terlihat.

Selain sikap ilmiah, proses ketika pembelajaran berlangsung juga sangat penting. Penguasaan proses ilmiah mengacu pada sejauh mana siswa mengalami perubahan dalam kemampuan proses keilmuan yang terdiri atas keterampilan proses sains dasar dan keterampilan proses sains terintegrasi (Patta Bundu, 2006: 19). Untuk tingkat pendidikan sekolah dasar, kemampuan proses keilmuan difokuskan pada keterampilan proses dasar sains (basic science process skills). Berikut akan disajikan tabel keterampilan proses sains SD dan indikatornya (Patta Bundu, 2006: 63).


(54)

36

Tabel 2. Keterampilan Proses –SD dan Indikatornya

Berdasarkan tabel di atas, keterampilan proses yang diambil dalam penelitian ini adalah keterampilan proses observasi, interpretasi, menggunakan alat, eksperimen, komunikasi, dan mengajukan pertanyaan. Hal tersebut karena disesuaikan dengan materi yang dipilih dalam penelitian ini, yaitu materi Cahaya serta sesuai dengan kerangka rancangan belajar TANDUR. Pada kerangka rancangan tersebut mengandung keenam keterampilan proses. Misalnya dalam tahap Alami, guru memberikan tugas kepada setiap masing-masing kelompok untuk melakukan suatu percobaan, dalam kegiatan percobaan tersebut akan terlihat keterampilan proses yang bisa diamati, yakni observasi, interpretasi, menggunakan alat, eksperimen, serta mengajukan pertanyaan. Selanjutnya dalam tahap Demonstrasi, tiap kelompok akan maju menyampaikan hasil percobaannya

Keterampilan Proses Indikator

Observasi (mengamati) Menggunakan alat indera sebanyak mungkin. Mengumpulkan fakta yang relevan dan memadai. Klasifikasi (menggolongkan) Mencari perbedaan, mengkontraskan, mencari persamaan, membandingkan, mengelompokkan Aplikasi (menerapkan) Menghitung, menjelaskan peristiwa, menerapkan

konsep yang dipelajari pada situasi yang baru. Prediksi (meramalkan) Menggunakan pola, menghubungkan pola yang

ada, dan memperkirakan peristiwa yang terjadi. Interpretasi (menafsirkan) Mencatat hasil pengamatan, menghubungkan

hasil pengamatan, dan membuat kesimpulan. Menggunakan alat Berlatih menggunakan alat/bahan, menjelaskan

mengapa dan bagaimana alat digunakan. Eksperimen (melakukan

percobaan)

Menentukan alat/bahan yang digunakan, variabel, apa yang diamati/diukur, langkah kegiatan, dan bagaimana data diolah dan disimpulkan.

Komunikasi Membaca grafik, tabel atau diagram,

menjelaskan hasil percobaan, dan menyampaikan laporan secara sistematis.

Mengajukan pertanyaan Bertanya, meminta penjelasan, bertanya tentang latar belakag hipotesis.


(55)

37

yang telah dilakukan bersama teman-temannya, keterampilan proses yang bisa dilihat dalam kegiatan ini adalah komunikasi.

Dalam penelitian ini, siswa dikatakatn tuntas pada ranah kognitif jika memenuhi kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan di SD Muhammadiyah Gamplong, yakni 60. Pada ranah afektif dan psikomotor, berdasarkan klasifikasi hasil penilaian dengan skala 4 yang sudah dibuat. Skala 4 tersebut meliputi Sangat Baik, Baik, Cukup, dan Kurang.

D. Kajian Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Ilmu Pengetahuan Alam atau yang biasanya disingkat dengan kata IPA merupakan terjemahan dari kata Bahasa Inggris yaitu Natural Science atau bisa disingkat dengan kata Science. Menurut Iskandar (1996: 2) natural berarti alamiah, berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, sedangkan

science artinya ilmu pengetahuan. Secara harfiah kedua kata tersebut berarti ilmu tentang alam, ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang ada di alam.

Samatowa (2011: 19) mengunngkapkan bahwa sains atau IPA merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang terdiri dari fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori yang merupakan produk dari proses ilmiah. Fakta adalah peristiwa ataupun pernyataan yang benar-benar ada ataupun memang sudah terjadi. Konsep merupakan suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta IPA, sedangkan prinsip adalah generalisasi tentang hubungan diantara konsep-konsep IPA, dan teori ilmiah merupakan kerangka yang lebih luas dari fakta-fakta, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip yang saling berhubungan (Iskandar, 1996: 3).


(56)

38

Sedangkan menurut Susanto (2015: 167) Sains atau IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan.

Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari peristiwa-peristiwa di alam dan terdiri dari fakta, konsep, prinsip, serta teori.

2. Tujuan Pembelajaran IPA di SD

IPA merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang ada di suatu sekolah. Ada berbagai alasan yang menyebabkan mata pelajaran ini dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Menurut Usman Samatowa (2011:6) alasan tersebut diantaranya yaitu: (1) IPA memberi manfaat bagi bangsa, terlihat dari kesejahteraan materil suatu bangsa banyak sekali tergantung pada kemampuan bangsa itu dalam bidang IPA, sebab IPA merupakan dasar teknologi, (2) Bila diajarkan menurut cara yang tepat, maka IPA merupakan suatu mata pelajaran yang melatih/mengembangkan kemampuan berpikir kritis, (3) Bila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri oleh anak, maka IPA tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan belaka, (4) mata pelajaran IPA mempunyai nilai-nilai pendidikan yaitu dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan.

Berdasarkan standar isi BSNP (2006: 162) mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya


(57)

39

b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang

adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat

d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan

e. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan

g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran IPA di SD yakni dapat mengembangkan cara berpikir kritis serta mampu meningkatkan kesadaran dalam melestarikan alam sehingga konsep-konsep yang ada dalam mata pelajaran IPA dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD

Dalam Badan Standar Nasional Pendidikan (2006:162) dijelaskan bahwa ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut.

a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan

b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya dan pesawat sederhana

d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

Adapun rincian ruang lingkup pembelajaran IPA di SD yang dijadikan materi dalam penelitian ini adalah materi cahaya pada kelas V SD semester II. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


(58)

40

Tabel 3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas V Semester II Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

6. Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya/ model

6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya 6.2 Membuat suatu karya/model, misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat- sifat cahaya Penelitian ini mengambil pokok bahasan materi cahaya yang membahas tentang sifat-sifat cahaya dan pemanfaatan sifat-sifat cahaya dalam karya sederhana.

E. Karakteristik Peserta Didik 1. Tugas-tugas Perkembangan

Anak usia sekolah dasar (SD) yang berumur sekitar 7-12 tahun termasuk ke dalam masa kanak-kanak akhir. Menurut Rita Eka Izzaty dkk., (2013: 103) masa kanak-kanak akhir terjadi berkisar anatar usia 6 tahun sampai masuk ke masa pubertas dan masa remaja awal yang berkisar pada usia 11-13 tahun. Pada masa ini anak sudah mulai banyak bergaul dengan lingkungan di luar rumahnya. Adapun tugas-tugas perkembangan pada masa kanak-kanak akhir menurut Izzaty (2013:102) adalah sebagai berikut.

a. Belajar keterampilan fisik yang diperlukan untuk bermain,

b. Sebagai makhluk yang sedang tumbuh, mengembangkan sikap yang sehat mengenai diri sendiri,

c. Belajar bergaul dengan teman sebaya,

d. Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita,

e. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis, dan berhitung,

f. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari,

g. Mengembangkan kata batin, moral, dan skala nilai,

h. Mengembangkan sikap terhadap kelompok sosial dan lembaga, serta i. Mencapai kebebasan pribadi.


(59)

41

Menurut Syamsu Yusuf LN (2011: 69-71) terdapat beberapa tugas perkembangan pada masa sekolah, yakni:

a. Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan, b. Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai

makhluk biologis,

c. Belajar bergaul dengan teman-teman sebaya,

d. Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya,

e. Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung, f. Belajar mengembangka konsep sehari-hari,

g. Mengembangkan kata hati,

h. Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi, dan

i. Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial dan lembaga-lembaganya.

Tugas perkembangan ini merupakan suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu, yang apabila tugas itu dapat berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam menuntaskan tugas berikutnya; dan apabila gagal, maka akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada diri individu yang bersangkutan, menimbulkan penolakan masyarakat, dan kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas-tugas berikutnya (Syamsu Yusuf LN, 2011: 65). Secara garis besar guru di sekolah memiliki peran atau andil yang besar dalam membantu siswa menyelesaikan tugasnya. Keberhasilan tugas perkembangan siswa nantinya juga akan diwarnai dengan lingkungan keluarga, sekolah, serta teman sebaya dalam menyelesaikan tugasnya dengan baik.

2. Perkembangan Kognitif Anak Usia SD

Siswa SD yang berkisar dari usia 7-12 tahun mempunyai tahap perkembangan kognitif yang berbeda. Piaget (Usman Samatowa, 2006: 9) menuturkan bahwa anak pada usia 7-11 atau 12 tahun termasuk ke dalam tahapan periode operasional konkret. Pada tahap ini peserta didik sudah mulai memahami


(60)

42

aspek-aspek kumulatif materi, misalnya volume dan jumlah; mempunyai kemampuan memahami cara mengombinasikan beberapa golongan benda yang bervariasi tingkatannya serta peserta didik sudah mampu berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret (Ahmad Susanto, 2015: 77).

Pada rentang usia 7-11 atau 12 tahun anak mulai menunjukkan perilaku belajar yang berkembang. Tanda-tandanya sebagai berikut.

a. Anak mulai memandang dunia secara obyektif bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur kesatuan secara serempak,

b. Anak mulai berpikir secara operasional, misalnya kelompok elemen menjadi satu kesatuan yang utuh dan dapat melihat hubungan elemen dengan kesatuan/keseluruhan secara bolak-balik,

c. Anak mulai mempergunakan cara berfikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda,

d. Anak mulai membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip-prinsp ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan

e. Anak mulai memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat (Srini M. Iskandar, 1996:27-28).

Menurut Usman Samatowa (2006: 8-9) perilaku kognitif yang tampak pada siswa sekolah dasar antara lain:

a. Self-centered dalam memandang dunianya;

b. Anak dapat mengklasifikasikan objek-objek atas dasar satu ciri tertentu yang memiliki ciri yang sama, mungkin pula memiliki perbedaan dalam hal lainnya;

c. Anak dapat melakukan koleksi benda-benda berdasarkan suatu ciri atau kriteria tertentu;


(1)

(2)

215


(3)

(4)

217 Lampiran 37. Surat Penelitian


(5)

(6)