PENGARUH KOMPENSASI BONUS, LEVERAGE, PRAKTIK CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI INDONESIA YANG TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2007 2009

(1)

PENGARUH KOMPENSASI BONUS, LEVERAGE, PRAKTIK CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA

PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI INDONESIA YANG TERDAFTAR

DI BEI TAHUN 2007-2009

 

                       

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret

   

Oleh:

SOFIAN RISKI TSANI NIM.F0306111 

 

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET


(2)

(3)

(4)

MOTTO 

 

“….Sebab sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada

kemudahan, sesungguhnya

sesudah kesulitan ada kemudahan…”

(Q.S AL Insyirah ayat 5-6 )

K it a ber doa kalau kesusahan dan

membut uhkan sesuat u, mest inya kit a juga

ber doa dalam kegembir aan besar dan saat

r ezeki melimpah.

(K ahlil Gibr an)

Kebanyakan Dari Kita Tidak Mensyukuri Apa yang

Telah Kita Miliki Tetapi Kita Selalu Menyesali Apa

yang Belum Kita Capai

(Sofian)

A pa yang kau pikir kan it ulah dir imu, jika kau

ber pikir bisa past i bisa, t idak ada hal didunia

ini yang t idak bisa kalau kit a mau ber usaha

dan ber doa

(r ani nova)


(5)

PERSEMBAHAN

 

Dengan penuh syukur kupersembahkan karya ini teruntuk :

Ibu dan Abahku “Tiada kasih dan sayang yang lebih mulia

selain apa yang diberikan oleh Ibu dan Abah dalam

membimbing hidup menuju suatu harapan yang

didambakan. Terima kasih atas doa yang selalu mengiringi

setiap langkah penulis dan pengorbanan tanpa pamrih demi

keberhasilan penulis”

Kakak dan Adikku yang memberiku semangat dan

dukungan

Calon pendamping hidupku


(6)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “PENGARUH KOMPENSASI BONUS, LEVERAGE, PRAKTIK CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI INDONESIA YANG TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2007-2009” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Skripsi ini dapat terselesaikan berkat banyak pihak yang berperan memberikan bimbingan, arahan, saran dan kritik, serta semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi tepat pada waktunya. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis menyampaikan rasa syukur dan ucapan terima kasih kepada:

1. Allah SWT pemilik seluruh alam semesta beserta segala isinya.

2. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

3. Drs. Jaka Winarna M.Si., Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.


(7)

4. Prof. Dr. Rahmawati, M.Si., Ak., selaku pembimbing skripsi atas semua kritik, saran, dan perhatianya yang sangat membantu penulis untuk mencapai hasil yang terbaik.

5. Dra. Muthmainah, Msi, Ak., selaku pembimbing akademik atas saran dan bimbingannya dalam mengambil mata kuliah.

6. Bapak dan ibu dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menuntut ilmi di Fakultas Ekonomi Sebelas Maret.

7. Abah dan ibu tercinta Edy Suwito dan Ely Itoyati Hamnah yang senantiasa mencurahkan segala kasih sayang, perhatian, doa, motivasi, nasihat, serta kesabaran yang begitu besar.

8. Kakak dan adik tersayang Fandi dan Nisa yang senantiasa memberiku semangat dan motivasi.

9. Kekasihku rani nova azhari yang memberi motivasi, semangat, keceriaan yang membuat aku semakin berusaha mencapai cita-citaq dan kebersamaan yang kita lalui....

10.Buat temen-temen akuntansi 2006 darmo, supri, Adit, rojak, sawit, boy, wida, reisya, warih, tryas, tita, natalia, putry, gani, ayuk, kris, hakim, sanda. Terima kasih atas kebersamaan, dukungan, semangat yang telah kalian berikan selama ini, ayo kemana lagi kita piknik dan main bareng lagi...


(8)

11.Buat temen-temen badminton accounting 06, p. tantor dan futsal 06… atas hari-hariq berolahraga bareng kalian di solo.. suatu saat aku pengen lawan kalian lagi hehe..

12.Buat temen-temen kos bachelor dari dulu sampai sekarang makasih sudah menjadi keluarga kecil dikos..

13.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.. makasih banyak….

Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak, penulis harapkan demi perbaikan yang berkelanjutan.

Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan di kemudian hari. Terima kasih.

Surakarta, 14 Maret 2011


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL SKRIPSI ... i

ABSTRAKSI ... ii

ABSTRACT ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1


(10)

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 10

D. Sistematika Penulisan……… 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Literatur ... 13

1. Teori Agensi ... 13

2. Manajemen Laba ... 15

3. Corporate Governance ... 18

4. Konsentrasi Kepemilikan ... 23

5. Komposisi Anggota Dewan Komisaris ... 24

6. Reputasi Auditor ... 26

7. Proporsi Komite Audit ... 28

8. Bonus Plan ... 29

9. Leverage ... 31

B. Kerangka Teoritis ... 32

C. Penelitian Terdahulu ... 33

D. Pengembangan Hipotesis ... 38

BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 46

B. Variabel dan Pengukuran ... 47

1. Variabel Dependen ... 47

2. Variabel Independen ... 48

C. Metoda Analisis Data ... 50


(11)

3. Pengujian Analisis Regresi Berganda... 53

4. Pengujian Hipotesis……….. 54

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Variabel Penelitian ... 56

B. Analisis Deskriptif ... 57

C. Pengujian Asumsi Klasik ... 59

D. Pengujian Hipotesis ... 64

E. Pembahasan ... 65

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 72

B. Keterbatasan ... 73

C. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA……….. 76 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel IV. 1 Hasil Pengambilan Sampel ... 57

Tabel IV. 2 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ... 57

Tabel IV. 3 Hasil Uji Normalitas ... 60

Tabel IV. 4 Hasil Uji Multikolinearitas ... 61

Tabel IV. 5 Hasil Uji Autokorelasi ... 62

Tabel IV. 6 Hasil Uji Heterokedastisitas ... 63

Tabel IV. 7 Hasil Regresi Linier Berganda ... 64


(13)

DAFTAR GAMBAR


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Perusahaan Manufaktur Lampiran 2 Statistik Deskriptif

Lampiran 3 Hasil Uji Normalitas

Lampiran 4 Hasil Uji Heteroskedastisitas Lampiran 5 Hasil Regresi Linier Berganda


(15)

Sofian Riski Tsani NIM. F0306111

PENGARUH KOMPENSASI BONUS, LEVERAGE, PRAKTIK CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA

PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI INDONESIA YANG TERDAFTAR

DI BEI TAHUN 2007-2009

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh kompensasi bonus, leverage, praktik corporate governance terhadap manajemen laba. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 90 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2007 – 2009. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode puposive sampling dan metode statistik yang digunakan adalah ordinary least square regression.

Berdasarkan hasil uji hipotesis penelitian ini membuktikan bahwa (1) kompensasi bonus tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba yang dibuktikan dengan nilai signifikansi sebesar 0,974 > 0,05. (2) leverage signifikan mempengaruhi manajemen laba, ditunjukan dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05. Praktik corporate governance yang terdiri dari (1) persentase kepemilikan saham berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba dengan nilai signifikansi sebesar 0,049 < 0,05. (2) proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba yang dibuktikan dengan nilai signifikansi 0,916 > 0,05. (3) reputasi auditor tidak sigifikan mempengaruhi manajemen laba dengan nilai signifikansi sebesar 0,486 > 0,05. (4) proporsi komite audit independen berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba dengan nilai signifikansi uji sebesar 0,048 < 0,05. nilai adjusted R square sebesar 0,212 yang dapat dimaknai bahwa hanya 21,2 % variasi kompensasi bonus, leverage, persentase kepemilikan saham, proporsi dewan komisaris independen, reputasi auditor, proporsi komite audit independen.

Kata kunci : manajemen laba, kompensasi bonus, leverage, persentase kepemilikan saham, proporsi dewan komisaris independen, reputasi auditor, proporsi komite audit independen.


(16)

Sofian Riski Tsani NIM. F0306111

PENGARUH KOMPENSASI BONUS, LEVERAGE, PRAKTIK CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA

PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI INDONESIA YANG TERDAFTAR

DI BEI TAHUN 2007-2009

This study aims to obtain empirical evidence about the effect of bonus compensation, leverage, corporate governance practices against earnings management. The sample used in this study were 90 companies listed in Indonesia Stock Exchange during the years 2007 to 2009. The data was collected using the method puposive sampling and statistical methods used are ordinary least square regression.

Based on the results of tests of hypotheses of this study prove that (1) compensation bonus of no significant impact on earnings management as evidenced by the significant value of 0.974 > 0.05. (2) significant leverage affects earnings management, is shown by the significant value of 0.000 < 0.05. Corporate governance practices which consist of (1) the percentage of stock ownership significant effect on earnings management with the significant value of 0.049 < 0.05. (2) the proportion of independent commissioners no significant effect on earnings management as evidenced by the significant value 0.916 > 0.05. (3) auditor reputation sigifikan not affect earnings management with the significant value of 0.486 > 0.05. (4) the proportion of independent audit committees have a significant effect on earnings management with the value of test of significance at 0.048 < 0.05. adjusted R square value of 0.212 which can be interpreted that only 21,2% variation bonus compensation, leverage, stock ownership, the proportion of independent commissioners, auditor reputation, the proportion of independent audit committee.

Keywords: earnings management, bonus compensation, leverage, stock ownership, the proportion of independent commissioners, auditor reputation, the proportion of independent audit committee.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab pertama berikut ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, dan sistematika penelitian.

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku bersangkutan. Laporan keuangan menjadi media bagi perusahaan untuk menyampaikan informasi keuangan mengenai pertanggungjawaban pihak manajemen terhadap pemenuhan kebutuhan pihak-pihak eksternal yaitu diperolehnya informasi kinerja perusahaan. Parameter yang digunakan untuk mengukur kinerja manajemen dalam laporan keuangan adalah informasi laba yang terkandung dalam laporan Laba/Rugi (Boediono, 2005).

Di dalam Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) Nomor 1, dikatakan bahwa laporan keuangan harus menyajikan informasi yang berguna untuk investor dan calon investor, kreditur dan pengguna lain dalam pengambilan keputusan investasi, kredit, dan keputusan lain yang sejenis, yang rasional. Informasi tersebut harus dapat dipahami oleh mereka yang memiliki wawasan bisnis dan ekonomi supaya informasi yang disajikan dalam laporan keuangan cepat dipahami oleh semua pihak yang berkepentingan dan


(18)

dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. Penyajian laporan keuangan dalam laporan tahunan harus disertai pengungkapan yang penuh artinya memberikan informasi secara lengkap dan terbuka sehingga tidak menyesatkan orang yang membacanya.

Salah satu informasi yang terdapat didalam laporan keuangan adalah informasi mengenai laba perusahaan. Informasi laba sebagaimana dinyatakan dalam Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) Nomor 2 merupakan unsur utama dalam laporan keuangan dan sangat penting bagi pihak-pihak yang menggunakannya karena memiliki nilai prediktif (FASB, 1987). Menurut PSAK Nomor 1 informasi laba diperlukan untuk menilai perubahan potensi sumber daya ekonomis yang mungkin dapat dikendalikan dimasa depan, menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada dan untuk perumusan pertimbangan tentang efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya (IAI, 2007). Bagi pemilik saham dan atau investor, laba berarti peningkatan nilai ekonomis (wealth) yang akan diterima melalui pembagian deviden.

Laba juga digunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja manajemen perusahaan selama periode tertentu yang pada umumnya menjadi perhatian pihak-pihak tertentu terutama dalam menaksir kinerja atas pertanggungjawaban manajemen dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka, serta dapat dipergunakan untuk memperkirakan prospeknya dimasa depan. Oleh karenanya manajemen sering melakukan


(19)

tindakan manipulasi terhadap laporan keuangan untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi tindakan disebut dengan manajemen laba.

Manajemen laba menjadi menarik untuk diteliti karena dapat memberikan gambaran akan perilaku manajer dalam melaporkan kegiatan usahanya pada suatu periode tertentu, yaitu adanya kemungkinan munculnya motivasi tertentu yang mendorong mereka untuk mengatur data keuangan yang dilaporkan. Perlu dicatat disini bahwa manajemen laba tidak harus dikaitkan dengan upaya untuk memanipulasi data atau informasi akuntansi, tetapi lebih condong dikaitkan dengan pemilihan metode akuntansi (accounting methods) untuk mengatur keuntungan yang bisa dilakukan karena memang diperkenankan menurut accounting regulations.

Jika pada suatu kondisi dimana pihak manajemen ternyata tidak berhasil mencapai target laba yang ditentukan, maka manajemen akan bertindak untuk memodifikasi laba yang masih sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Manajemen termotivasi untuk memperlihatkan kinerja yang baik dalam menghasilkan keuntungan maksimal bagi perusahaan sehingga manajemen cenderung memilih dan menerapkan metode akuntansi yang dapat memberikan informasi laba yang lebih baik (Halim dkk, 2005).

Saat ini manajemen laba telah menjadi isu sentral dan telah menjadi fenomena umum yang terjadi di sejumlah perusahaan. Berdasarkan laporan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) terdapat 25 kasus pelanggaran pasar modal yang terjadi selama tahun 2002 sampai dengan maret 2003. Dari 25 kasus tersebut terdapat 13 kasus yang berkaitan dengan benturan


(20)

kepentingan dan keterbukaan informasi (Wiwik Utami, 2005: 100). Selain itu pada tahun 1998 sampai 2001 tercatat banyak terjadi skandal keuangan di perusahaan-perusahaan publik dengan melibatkan persoalan laporan keuangan (financial reporting) yang diterbitkan.

Fenomena adanya praktik manajemen laba pernah terjadi di pasar modal Indonesia, khususnya pada emiten manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Contoh kasus terjadi pada PT Kimia Farma Tbk. Berdasarkan hasil pemeriksaan BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal, 2002), diperoleh bukti bahwa terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT Kimia Farma Tbk., berupa kesalahan dalam penilaian persediaan barang jadi dan kesalahan pencatatan penjualan, dimana dampak kesalahan tersebut mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar.

Kasus yang sama juga pernah terjadi pada PT Indofarma Tbk. Berdasarkan hasil pemeriksaan BAPEPAM terhadap PT Indofarma Tbk. (Badan Pengawas Pasar Modal, 2004), ditemukan bukti bahwa nilai barang dalam proses diniliai lebih tinggi dari nilai yang seharusnya dalam penyajian nilai persediaan barang dalam proses pada tahun buku 2001 sebesar Rp 28,87 miliar. Akibatnya penyajian terlalu tinggi (overstated) persediaan sebesar Rp 28,87 miliar, harga pokok penjualan disajikan terlalu rendah (understated) sebesar Rp 28,8 miliar dan laba bersih disajikan terlalu tinggi (overstated) dengan nilai yang sama.


(21)

Sedangkan menurut hasil studi komparatif internasional yang dilakukan oleh Leuz mengenai manajemen laba dan proteksi investor (periode pengamatan tahun 1990 sampai 1999) menunjukan bahwa Indonesia berada pada tingkat menengah dengan urutan ke 15 dari sampel 31 negara. Jika dibandingkan dengan negara ASEAN lain yang sama-sama ikut terpilih sebagai sampel seperti Malaysia, Filipina dan Thailand maka Indonesia adalah negara yang paling tinggi tingkat manajemen labanya.

Praktek manajemen laba pun terjadi di pasar modal negara lain, seperti pada Enron Corporation, WorldCom dan Walt Disney Com. Enron Corporation terbukti telah melakukan manipulasi laba dengan melakukan manipulasi eksekutif melalui lembaga auditornya sehingga dapat mendongkrak labanya mendekati USD 1 miliar, yang sesungguhnya tidak pernah ada. Begitu juga dengan Xerox Coporation yang terbukti melakukan manipulasi pendekatan akuntansi dengan cara memanipulasi pembukuan atas pendapatan (revenue) perusahaan sebesar USD 6 miliar. Jumlah tersebut tidak sama dengan taksiran Securities and Exchange Commision (SEC) yang saat itu nilainya dari 1997 sampai 2000 menurut pasar modal AS diperkirakan hanya sebesar USD 3 miliar.

Beberapa kasus diatas menunjukan bahwa praktek manajemen laba dalam pelaporan keuangan bukanlah suatu hal baru. Kejamnya pasar dan tingginya tingkat persaingan, pada akhirnya menimbulkan suatu dorongan atau tekanan pada perusahaan-perusahaan efek untuk berlomba-lomba menunjukan kualitas dan kinerja yang baik, tidak peduli apakah cara yang digunakan baik


(22)

tersebut diperbolehkan atau tidak. Hal ini merupakan suatu tantangan bagi calon investor dalam menilai apakah kandungan informasi yang terdapat dalam laporan keuangan tersebut mencerminkan fakta dan nilai yang sebenarnya ataukah hanya hasil dari manipulasi pihak manajemen.

Penelitian mengenai corporate governance banyak dilakukan oleh para peneliti diluar Indonesia. Chtourou et al., (2001) menguji apakah praktik corporate governance mempunyai pengaruh positif terhadap kualitas informasi keuangan yang dipublikasikan perusahaan, menyimpulkan bahwa penerapan prinsip corporate governance akan menjadi constrain manipulasi yang dilakukan manajemen. Black et al., (2003) menguji apakah corporate governance mempengaruhi nilai perusahaan. Hasil penelitiannya melaporkan bukti bahwa corporate governance merupakan faktor penting dalam menjelaskan nilai pasar perusahaan publik di Korea. Mereka menemukan bahwa terdapat korelasi positif yang kuat antara corporate governance dan nilai perusahaan. Cornett et al., (2005) menguji apakah pengaruh mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa mekanisme corporate governance secara efektif dapat menghambat tindakan manajemen laba.

Penelitian corporate governance juga telah banyak dilakukan di Indonesia. Wedari (2004) menganalisis pengaruh proporsi dewan komisaris dan keberadaan komite audit terhadap aktivitas manajemen laba. Penelitian ini dilakukan terhadap perusahaan manufaktur yang terdapat di BEI selama tahun 1994-2002. Hasilnya menunjukan corporate governance berhubungan positif


(23)

dengan manajemen laba. Interaksi antara proporsi dewan komisaris dan keberadaan komite audit justru berpengaruh positif terhadap aktivitas manajemen laba. Artinya, praktik corporate governance di Indonesia tidak efektif, belum mampu melindungi investor dari tindakan mementingkan diri sendiri.

Siregar dan Utama (2005) meneliti pengaruh struktur kepemilikan, ukuran perusahaan, dan praktik corporate governance terhadap besaran pengelolaan laba. Praktik corporate governance diukur menggunakan tiga variabel, yaitu kualitas audit, proporsi dewan komisaris independen, dan keberadaan komite audit. Penelitian dilakukan terhadap 144 perusahaan publik yang terdaftar di BEI periode non krisis yaitu tahun 1995-1996 dan 1999-2002. Hasilnya ketiga variabel tersebut tidak terbukti secara signifikan berpengaruh terhadap besaran pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan atau dengan kata lain tidak dapat membatasi tindakan manajemen laba yang dilakukan perusahaan yang dilakukan manajer.

Antonia (2008) meneliti pengaruh reputasi auditor, proporsi dewan komisaris independen, leverage, kepemilikan manajerial, dan proporsi komite audit independen terhadap manajemen laba. Penelitian dilakukan terhadap perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama tahun 2006-2008. Hasilnya menunjukan proporsi dewan komisaris dan leverage tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan reputasi auditor, kepemilikan manajerial, dan proporsi komite audit independen berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.


(24)

Dalam penelitian ini peneliti termotivasi penelitian yang dilakukan oleh Nuryaman (2008). Nuryaman (2008) meneliti pengaruh konsentrasi kepemilikan, ukuran perusahaan, dan mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba. Populasi penelitian ini adalah perusahaan publik sektor manufaktur yang aktif selama tahun 2005, yaitu sebanyak 137 perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa konsentrasi kepemilikan, ukuran perusahaan, dan kualitas audit (proksi spesialisasi industri KAP) berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, sedangkan komposisi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.

Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian Nuryaman (2008) adalah sebagai berikut:

1. Periode Penelitian

Nuryaman (2008) menggunakan periode penelitian selama tahun 2005 saja (cross section atau penelitian dilakukan pada tahun tertentu), sedangkan penelitian ini menggunakan periode penelitian yaitu tahun 2007-2009 (time series atau penelitian dilakukan pada tahun yang berurutan selama tiga tahun) yang dikombinasikan dengan cross section. Dengan menggunakan periode penelitian tersebut diharapkan hasil penelitian lebih mencerminkan keadaan terkini. Tahun 2007-2009 dipilih periode penelitian karena belum banyak yang melakukan penelitian untuk periode tahun tersebut sehingga diharapkan peneliti dapat mengetahui pengaruh corporate governance terhadap manajemen laba pada sampel yang berbeda. Selain itu peneliti ingin mengetahui apakah pada tahun tersebut


(25)

keberadaan komite audit dan dewan komisaris sudah benar-benar efektif diterapkan pada perusahaaan manufaktur yang listing di BEI.

2. Variabel Penelitian

Nuryaman (2008) menggunakan variabel independen berupa konsentrasi kepemilikan saham, ukuran perusahaan, praktek corporate governance (komposisi dewan komisaris dan spesialisasi industri KAP). Sementara itu beda penelitian ini dengan Nuryaman (2008) adalah menggunakan variabel berupa konsentrasi kepemilikan, praktek corporate governance (komposisi anggota dewan komisaris, reputasi auditor), menambahkan 3 variabel yaitu (a). Kompensasi bonus yang dalam penelitian Halima (2006), Sylvia dan Neneng (2007) menemukan bukti bahwa kompensasi bonus berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. (b). Leverage dalam penelitian yang dilakukan oleh Antonia (2008), Kusumaning (2004) menemukan bukti bahwa leverage tidak berpengaruh signifikan dengan manajemen laba yang berkontradiksi dengan penelitian yang dilakukan oleh Widyaningdyah (2001), Veronica dan Bachtiar (2003). (c). Proporsi komite audit independen yang dalam penelitian Antonia (2008), Wedari (2004), Nasution dan Setiawan (2007), Kusumaning (2004) menemukan proporsi komite audit independen berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.


(26)

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

1. Apakah kompensasi bonus berpengaruh terhadap manajemen laba? 2. Apakah leverage berpengaruh terhadap manajemen laba?

3. Apakah mekanisme corporate governance (konsentrasi kepemilikan, komposisi dewan komisaris, reputasi auditor dan proporsi komite audit independen) berpengaruh terhadap manajemen laba?

C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian a. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan di atas, tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk menyelidiki praktik manajemen laba yang dilakukan perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia. Sedangkan tujuan khususnya adalah untuk menyelidiki pengaruh kompensasi bonus, leverage, ukuran perusahaan dan mekanisme corporate governance terhadap praktik manajemen laba.

b. Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada beberapa pihak, yaitu:

1. Pihak Regulator, Khususnya Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM), Hasil penelitian ini dapat memberikan bukti empiris dan keefektifan peraturan mengenai praktek corporate governance yang telah diterbitkan,


(27)

dalam hal ini tentang konsentrasi kepemilikan, kompensasi anggota dewan komisaris, reputasi auditor, proporsi komite audit independen, leverage, dan kompensasi bonus terhadap manajemen laba di perusahaan manufaktur.

2. Bagi Investor, Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi pada perusahaan manufaktur terutama informasi terkait dengan manajemen laba.

3. Bagi akademisi, memberikan kontribusi pada literatur-literatur terdahulu mengenai praktik manajemen laba di negara berkembang khususnya Indonesia.

D.Sistematika Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang menjelaskan tentang hal-hal pokok yang berhubungan dengan penulisan skripsi, meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini mengenai tinjauan pustaka yang menjadi dasar penulisan skripsi, meliputi : teori keagenan, kompensasi bonus, leverage, manajemen laba, corporate governance, tinjauan penelitian terdahulu, kerangka pemikiran dan perumusan hipotesis.


(28)

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan metode-metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi, meliputi : populasi, sampel dan prosedur penentuan sampel, jenis dan sumber data, definisi operasional dan pengukuran variabel, serta metode analisis data.

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini mengemukakan hasil analisis data yang telah dilakukan yang berupa perhitungan dan pembuktian penelitian.

BAB V PENUTUP

Bab ini menguraikan tentang kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan, keterbatasan penelitian, serta saran bagi penelitian selanjutnya.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Setelah membahas pendahuluan di Bab I. Pada Bab II ini akan menjelaskan mengenai tinjauan pustaka, kerangka konseptual, serta penelitian terdahulu dan pengembangan hipotesis dalam penelitian ini.

A. Telaah Literatur

Pada telaah literatur dalam penelitian ini akan dijabarkan teori agensi, manajemen laba, corporate governance dan mekanisme corporate governance.

1. Teori Agensi

Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami corporate governance dan manajemen laba. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan pemilik (principal). Konflik kepentingan antara pemilik dan agen terjadi karena kemungkinan agen tidak selalu berbuat sesuai dengan kepentingan principal, sehingga memicu biaya keagenan (agency cost).

Ali (dalam Ujiyantho dan Pramuka, 2007) menyatakan bahwa timbulnya manajemen laba dapat dijelaskan dengan teori agensi. Sebagai agen, manajer secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dan sebagai imbalannya akan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat


(30)

dua kepentingan yang berbeda didalam perusahaan dimana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki. Adanya perbedaan kepentingan oleh principal dan agen dalam sebuah organisasi cenderung menimbulkan konflik keagenan diantara principal dan agen. Jensen dan Meckling (1976), Watts & Zimmerman (dalam Herawaty, 2008) menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat dengan angka-angka akuntansi diharapkan dapat meminimalkan konflik diantara pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan laporan keuangan yang dilaporkan oleh agen sebagai pertanggungjawaban kinerjanya, principal dapat menilai, mengukur dan mengawasi sampai sejauh mana agent tersebut bekerja untuk meningkatkan kesejahteraannya dan serta sebagai dasar pemberian kompensasi kepada agen.

Corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberi keyakinan kepada investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang mereka investasikan. Shleifer dan Vishny (dalam Herawaty, 2008) menyatakan bahwa corporate governance berkaitan dengan bagaimana investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi investor, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri atau menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana (capital) yang telah ditanamkan oleh investor dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengendalikan para manajer.


(31)

2. Manajemen laba

Para manajer memiliki fleksibilitas untuk memilih beberapa alternatif dalam mencatat transaksi sekaligus memilih opsi-opsi yang ada dalam perlakuan akuntansi. Fleksibilitas ini digunakan oleh manajemen perusahaan untuk mengelola laba. Perilaku manajemen yang mendasari lahirnya manajemen laba adalah perilaku opportunistic manajer dan efficient contracting. Sebagai perilaku opportunistic, manajer memaksimalkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, hutang dan political cost (Scott, 2006). Perilaku manajemen oportunis dikenal dengan istilah manajemen laba, oleh Heally dan Wahlen (1999:368) didefinisikan sebagai berikut: manajemen laba terjadi ketika manajemen menggunakan judgment dalam pelaporan keuangan yang dapat merubah laporan keuangan sehingga menyesatkan pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan.

Sugiri (1998) membagi definisi manajemen laba menjadi dua, yaitu: a. Definisi Sempit

Manajemen laba dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi manajamen laba dalam artian sempit ini di definisikan sebagai perilaku manajer untuk "bermain" dengan komponen discretionary accruals dalam menentukan besarnya laba.

b. Definisi Luas

Manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit di mana manajer


(32)

bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) keuntungan ekonomis jangka panjang unit tersebut.

Jika Sugiri (1998) memberikan definisi manajemen laba secara teknis, maka Surifah (1999) memberikan pendapatnya mengenai dampak manajemen laba terhadap kredibilitas laporan keuangan. Menurut Surifah (1999) manajemen laba dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan apabila digunakan untuk pengambilan keputusan, karena manajemen laba merupakan suatu bentuk manipulasi atas laporan keuangan yang menjadi sarana komunikasi antara manajer dan pihak eksternal perusahaan. Mengacu pada pendapat Sugiri (1998) dan Surifah (1999) di atas maka manajemen laba dinyatakan dalam perspektif opurtinistis. Pada umumnya studi tentang manajemen laba dinyatakan dalam perspektif opurtinistis dibandingkan perspektif efisiensi. Perspektif efisiensi menyatakan bahwa manajer melakukan pilihan atas kebijakan akuntansi untuk memberikan informasi yang lebih baik cash flow yang akan datang dan untuk meminimalkan agency cost yang terjadi karena konflik kepentingan antara stakeholder dan manajer (Jiambalvo (1996 ) dalam Agnes Utari (2001).

Scott (2006) berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang dapat memotivasi manajer melakukan manajemen laba seperti berikut ini:

a) Rencana bonus (Bonus scheme).

Para manajer yang bekerja pada perusahaan yang menerapkan rencana bonus akan berusaha mengatur laba yang di laporkannya dengan tujuan dapat memaksimalkan jumlah bonus yang akan diterimanya.


(33)

b) Kontrak utang jangka panjang (Debt covenant).

Ini menyatakan bahwa semakin dekat suatu perusahaan kepada waktu pelanggaran perjanjian utang maka para manajer akan cenderung untuk memilih metode akuntansi yang dapat memindahkan laba periode mendatang ke periode berjalan dengan harapan dapat mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami pelanggaran kontrak utang.

c) Motivasi politik (Political motivation).

Ini menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan dengan skala besar dan industri strategis cenderung untuk menurunkan laba guna mengurangi tingkat visibilitasnya terutama saat periode kemakmuran yang tinggi. Upaya ini dilakukan dengan harapan memperoleh kemudahan serta fasilitas dari pemerintah.

d) Motivasi perpajakan (Taxation motivation).

Ini menyatakan bahwa perpajakan merupakan salah satu motivasi mengapa perusahaan mengurangi laba yang dilaporkan. Tujuannya adalah dapat meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar.

e) Pergantian CEO (Chic Executive Officer).

Biasanya CEO yang akan pensiun atau masa kontraknya menjelang berakhir akan melakukan strategi memaksimalkan jumlah pelaporan laba guna meningkatkan jumlah bonus yang akan mereka terima. Hal yang sama akan dilakukan oleh manajer dengan kinerja yang buruk. Tujuannya adalah menghindarkan diri dari pemecatan sehingga mereka cenderung untuk meminimalkan jumlah laba yang dilaporkan.


(34)

f) Penawaran saham perdana (Initial public offering).

Menyatakan bahwa pada awal perusahaan menjual sahamnya kepada publik, informasi keuangan yang dipublikasikan dalam prospektus merupakan sumber informasi yang sangat penting. Informasi ini penting karena dapat dimanfaatkan sebagai sinyal kepada investor potensial terkait dengan nilai perusahaan. Guna mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh para investor maka manajer akan berusaha untuk menaikkan jumlah laba yang dilaporkan.

Berdasarkan uraian di atas secara umum dapat disimpulkan bahwa praktek manajemen laba telah dilakukan di banyak negara, termasuk Indonesia. Banyaknya motivasi manajer ketika melakukan manajemen laba menimbulkan kesulitan dalam membedakan apakah motivasi manajemen bersifat oportunistis ataukah efisien

3. Corporate Governance

Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang diharapkan dapat memberikan dan meningkatkan nilai perusahaan kepada para pemegang saham (Herawaty, 2008). Sedangkan Isgiyarta dan Triatiarini (2005) mendefinisikan corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengelola perusahaan, pihak kreditor, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang


(35)

berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.

Komite Nasional Kebijakan Governance menjelaskan bahwa corporate governance merupakan acuan bagi perusahaan dalam rangka:

a. Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan.

b. Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ perusahaan, yaitu dewan komisaris, direksi, dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

c. Mendorong pemegang saham, anggota dewan komisaris, dan anggota direksi agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

d. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan.

e. Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan lainnya.

f. Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun internasional, sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan.


(36)

Menurut Barnhart dan Rosenstein (1998) dalam Siswantaya (2007) mekanisme corporate governance dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

a. Mekanisme internal (internal mechanism), seperti struktur dewan direksi, kepemilikan manajerial dan kompensasi eksklusif.

b. Mekanisme eksternal (external mechanism), seperti pasar untuk kontrol perusahaan, kepemilikan institusional dan tingkat pendanaan dengan hutang.

Sasaran utama corporate governance (Siswantaya, 2007) adalah:

a. Secara internal yaitu adanya sistem dan struktur yang menjamin berjalannya fungsi dari organ-organ perusahaan (RUPS, komisaris dan direksi) secara seimbang. Hal ini berkaitan dengan masalah tersebut antara lain adanya pemenuhan hak-hak pemegang saham secara adil, pengendalian yang efektif oleh dewan komisaris, serta pengelolaan perusahaan yang transparan dan bertanggung jawab oleh direksi.

b. Secara eksternal menyangkut pemenuhan tanggung jawab perusahaan kepada para pihak yang berkepentingan dengan perusahaan. Hal ini terkait dengan bagaimana perusahaan mengakomodasi kepentingan pihak-pihak tersebut termasuk pemenuhan kewajiban perusahaan untuk taat kepada peraturan yang ada.

Untuk merealisasikan sasaran tersebut digunakan empat prinsip utama (Isgiyarta dan Tristiarini, 2005) yaitu:


(37)

1. Transparansi (Tranparency)

Transparansi berhubungan dengan kualitas informasi yang disampaikan perusahaan. Kepercayaan investor akan sangat tergantung dengan kualitas informasi yang disampaikan perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang jelas, akurat, tepat waktu dan dapat dibandingkan dengan indikator-indikator yang sama. Penyampaian informasi kepada publik secara terbuka, benar, kredibel dan tepat waktu akan memudahkan untuk menilai kinerja dan risiko yang dihadapi perusahaan.

Praktek yang dikembangkan dalam rangka transparansi diantaranya perusahaan diwajibkan untuk mengungkapkan transaksi-transaksi penting yang terkait dengan perusahaan, risiko-risiko yang dihadapi dan rencana atau kebijakan perusahaan (corporate action) yang akan dijalankan. Selain itu, perusahaan juga perlu untuk menyampaikan kepada seluruh pihak struktur kepemilikan perusahaan serta perubahan-perubahan yang terjadi.

2. Kewajaran (Fairness)

Prinsip ini menekankan pada jaminan perlindungan hak-hak para pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para pemegang saham asing serta perlakuan yang setara terhadap semua investor. Praktek kewajaran ini juga mencakup adanya sistem hukum dan peraturan serta penegakannya yang jelas dan berlaku bagi semua pihak. Hal ini penting untuk melindungi kepentingan pemegang saham khususnya pemegang saham minoritas dari praktek kecurangan (fraud) dan praktek-praktek insider trading.


(38)

3. Akuntabilitas (Accountability)

Akuntabilitas berhubungan dengan adanya sistem yang mengendalikan hubungan antara organ-organ yang ada di perusahaan. Akuntabilitas diperlukan sebagai salah satu solusi mengatasi masalah keagenan yang timbul antara pemegang saham dan direksi serta pengendaliannya oleh komisaris. Oleh karena itu, akuntabilitas dapat diterapkan dengan mendorong seluruh organ perusahaan menyadari tanggung jawab, wewenang dan hak kewajibannya.

Praktek-praktek yang diharapkan muncul dalam menerapakan akuntabilitas diantaranya pemberdayaan dewan komisaris, memberikan jaminan perlindungan kepada pemegang saham khususnya pemegang saham minoritas dan pembatasan kekuasaan yang jelas di jajaran direksi. Pengangkatan komisaris independen merupakan bentuk implementasi prinsip akuntabilitas, dengan tujuan untuk meningkatkan pengendalian oleh pemegang saham terhadap kinerja perusahaan.

4. Responsibilitas (Responsibility)

Responsibilitas menekankan pada adanya sistem yang jelas untuk mengatur mekanisme pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Hal tersebut untuk merealisasikan tujuan yang hendak dicapai dalam good corporate governance yaitu mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan seperti masyarakat, pemerintah, asosiasi bisnis dan sebagainya.


(39)

Responsibilitas juga berkaitan dengan kewajiban perusahaan untuk mematuhi semua peraturan dan hukum yang berlaku. Kepatuhan terhadap ketentuan yang ada akan menghindarkan dari sanksi, baik sanksi hukum maupun sanksi moral masyarakat akibat dilanggarnya kepentingan mereka.

5. Konsentrasi kepemilikan

Konsentrasi kepemilikan dapat menjadi mekanisme internal pendisiplinan manajemen, sebagai salah satu mekanisme yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas monitoring karena dengan kepemilikan yang besar menjadikan pemegang saham memiliki akses informasi yang cukup signifikan untuk mengimbangi keuntungan informasional yang dimiliki manajemen. Jika ini dapat diwujudkan maka tindakan moral hazard manajemen berupa manajemen laba dapat dikurangi (Hubert dan Langhe, 2002).

Di negara-negara dengan derajat perlindungan terhadap investor rendah (seperti halnya Indonesia), pemegang saham merasa khawatir akan kemungkinan berbedanya pendapatan yang diperoleh dengan yang diekspektasikan. Akibatnya, mereka memperbesar persentase kepemilikan atas perusahaan sebagai salah satu cara untuk melindungi diri. Mereka dapat mengendalikan perusahaan melalui voting power, atau representasi mereka di manajemen sehingga hak-hak mereka terlindungi (La Porta dan Silanez 1999).

Musnadi (2006) melakukan penelitian tentang struktur kepemilikan sebagai mekanisme corporate govenrnance, serta dampaknya terhadap kinerja


(40)

keuangan perusahaan, dengan menggunakan emiten non financial yang berkapitalisasi menengah besar yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (sekarang BEI). Hasilnya menunjukan bahwa kepemilikan terkonsentrasi terbesar memiliki pengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Hasil ini bermakna bahwa kepemilikan saham terkonsentrasi dapat berperan sebagai mekanisme corporate governance dalam mengurangi persoalan keagenan, sebab konsentrasi kepemilikan dapat menjadikan pemegang saham pada posisi yang kuat untuk dapat mengendalikan manajemen secara efektif, sehingga mendorong manajemen bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham.

6. Komposisi anggota dewan komisaris

Dewan komisaris adalah pihak yang berperan penting dalam menyediakan laporan keuangan perusahaan yang reliable. Keberadaan dewan komisaris mempunyai pengaruh terhadap kualitas laporan keuangan dan dipakai sebagai ukuran tingkat rekayasa yang dilakukan oleh manajer (Chtourou et al., 2001).

Dewan komisaris menggambarkan puncak dari sistem pengendalian pada perusahaan besar, yang memiliki peran ganda yaitu peran untuk memonitor dan pengesahan (ratification). Fama dan Jensen (1983) dalam Kusumaning (2004) menyatakan bahwa pengendalian keputusan yang efektif merupakan fungsi positif dari rasio dewan komisaris eksternal dengan total keanggotaan dewan komisaris. Tujuan dari aktivitas pengawasan oleh dewan


(41)

komisaris eksternal adalah untuk memberikan sinyal kepada pasar mengenai reputasi aktivitas pengawasan yang efektif di dalam perusahaan. Dewan komisaris yang independen secara umum mempunyai pengawasan yang lebih baik terhadap manajemen, sehingga mempengaruhi kemungkinan kecurangan dalam menyajikan laporan keuangan yang dilakukan oleh manajer (Chtourou et al., 2001) atau dengan kata lain, semakin kompeten dewan komisaris maka semakin mengurangi kemungkinan kecurangan dalam pelaporan keuangan.

Dewan komisaris dapat melakukan tugasnya sendiri maupun dengan mendelegasikan kewenangannya pada komite yang bertanggung jawab pada dewan komisaris. Dewan komisaris harus memantau efektifitas praktek pengelolaan korporasi yang baik (good corporate governance) yang diterapkan perseroan bilamana perlu melakukan penyesuaian.

Proporsi dewan komisaris harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan yang efektif, tepat dan cepat serta dapat bertindak secara independen. Menurut Peraturan Pencatatan nomor IA tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek bersifat Ekuitas di Bursa yaitu jumlah komisaris independen minimum 30%. Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance), perusahaan tercatat wajib memiliki komisaris independen yang jumlahnya proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah seluruh anggota komisaris. (Kusumaning, 2004).


(42)

7. Reputasi auditor

Meutia (2004) mengatakan bahwa kualitas audit bukanlah merupakan suatu yang dapat langsung diamati. Persepsi terhadap kualitas audit berkaitan dengan reputasi auditor. Dalam hal ini reputasi baik dari perusahaan audit merupakan gambaran yang paling penting. Auditor diharapkan dapat membatasi praktek manajemen laba serta membantu menjaga dan meningkatkan kepercayaan masyarakat umum terhadap laporan keuangan. Sehingga reputasi auditor merupakan variabel penting yang mempengaruhi manajemen laba.

Menurut Niemi (2002) kualitas audit dapat diukur dengan melihat reputasi auditor, pengalaman kerja, jumlah klien, total pendapatan KAP. Francis et al., (1999) dalam Zhou dan Elder (2001) menyatakan bahwa resputasi auditor merupakan variabel yang mempengaruhi manajemen untuk melaporkan discretionary accrual.

Widyaningdyah (2001) menyebutkan terdapat dugaan bahwa auditor bereputasi baik dapat mendeteksi kemungkinan adanya manajemen laba secara lebih dini, sehingga dapat memperkecil kemungkinan bagi manajer untuk melakukan manajemen laba.

Scott et al., (2000) dalam Meutia (2004) mengatakan bahwa auditor yang independen dapat menjadi pelindung terhadap praktek-praktek akuntansi yang memperdayakan, karena auditor tidak hanya dianggap memiliki pengetahuan yang mendalam dibidang akuntansi tetapi juga dapat


(43)

berhubungan dengan komite audit dan dewan direksi yang bertanggung jawab untuk memeriksa dengan teliti para pembuat keputusan di perusahaan.

Akuntansi menyediakan informasi yang mempunyai nilai relevan tentang perusahaan kepada investor. Menurut penelitian Ching, Firth & Rui (2002) dalam Fidyati (2004) laba tidak dapat langsung dilihat oleh investor, yang terlihat dalam laporan keuangan adalah pengungkapan pelaporan laba yang dilakukan oleh manajer. Pelaporan laba tersebut tidak tepat karena kekacauan (fleksibilitas dan subyektivitas aturan-aturan akuntansi) dan bias potensial dan mengarah pada sikap opportunistik dan mementingkan kepentingan pribadi manajemen. Oleh karena itu, dalam aturan ekonomi terdapat audit yang dapat menjaga kredibilitas laporan laba yang dibuat oleh manajemen.

Fracis et al., (1999) dalam Fidyati (2004) melakukan penelitian dengan data perusahaan di Amerika, menemukan bahwa perusahaan yang diaudit oleh Big-6-auditor mempunyai jumlah absolut discretionary accrual yang lebih rendah. sedangkan Becker et al., (1998) juga menemukan adanya discretionary accrual yang lebih rendah pada perusahaan yang diaudit oleh Big-6 auditor.

Goldman dan Barlev (1974) dalam Meutia (2004) menyatakan bahwa laporan auditor mengandung kepentingan tiga kelompok yaitu: (1) manajer perusahaan yang diaudit; (2) pemegang saham perusahaan; dan (3) pihak ketiga atau pihak luar seperti calon investor, kreditor dan suplier. Masing-masing kepentingan ini merupakan sumber gangguan yang akan memberikan


(44)

tekanan pada auditor untuk menghasilkan laporan yang mungkin tidak sesuai dengan standar profesi.

8. Proporsi komite audit

Komite audit adalah sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang lebih besar, untuk mengerjakan pekerjaan tertentu untuk melakukan tugas-tugas khusus. Di dalam perusahaan, komite ini sangat berguna untuk menangani masalah-masalah yang membutuhkan integrasi dan koordinasi sehingga dimungkinkan permasalahan-permasalahan yang signifikan atau penting dapat segera teratasi (Kusumaning, 2004).

Secara definisional, dewan komisaris berwenang mengatur hal-hal bisnis. Komisaris dipilih oleh pemegang saham sehingga mereka bertanggung jawab terhadap pemegang saham. Dewan komisaris melakukan pekerjaannya sendiri atau dengan memberikan otoritasnya kepada komite yang bertanggung jawab terhadap dewan. Sebagai pihak yang diberi otoritas oleh dewan komisaris, komite audit bertugas untuk mengawasi proses pelaporan keuangan dalam perusahaan, sehingga keberadaan komite audit dalam perusahaan akan memperkecil kemungkinan terjadinya manajemen laba.

Komite audit bukan bersifat wajib (mandatory) dan tidak selalu ada pada perusahaan kecil. Tanggung jawab komite audit meliputi: mengawasi laporan keuangan, mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal (termasuk audit internal). Dari ketiga tanggung jawab tersebut, pengawasan pada laporan keuangan dan pengawasan pada audit


(45)

eksternal adalah yang berkaitan dengan aktivitas manajemen laba. Pengawasan pada laporan keuangan meliputi laporan keuangan dan kebijakan akuntansi.

Adanya kewajiban dibentuknya komite audit pada perusahaan-perusahaan publik oleh Bursa Efek Jakarta dalam pengaturan pencatatan No I-A, dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik menunjukkan bahwa BEJ ingin meningkatkan pengawasan terhadap pengelolaan perusahaan sehingga dapat mengurangi aktivitas manajemen melalui akrual diskrisioner. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Verschoor (1993) dalam Kusumaning (2004) mengenai pengawasan pada audit eksternal diharapkan dapat meningkatkan independensi auditor sehingga dapat memperbaiki efektivitas audit.

Oleh karena itu, keberadaan komite audit yang cukup independen dapat membantu dalam mengurangi aktivitas manajemen laba. (Kusumaning, 2004). Semakin tinggi persentase anggota independen maka semakin kecil manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan. (Chtourou, Bedard dan Chtourou, 2003).

9. Bonus plan

Merupakan salah satu motif pemilihan suatu metode akuntansi tidak terlepas dari teori akuntansi positif. Bonus adalah yang paling menarik untuk dibahas karena bonus diberikan kepada direksi “setiap tahun” jika perusahaan membukukan “laba”. Komponen perhitungan bonus tidak semata tergantung


(46)

pada kinerja keuangan perusahaan tahun bersangkutan tetapi juga pada kinerja tahun lalu dan target anggaran (budget) perusahaan. Penggunaan ukuran kinerja, standar kinerja dan struktur hubungan antara pembayaran bonus dan kinerja dalam skema bonus, menjadikan skema bonus menjadi sangat firm-spesifik dan implikasinya juga menjadi lebih kompleks.

Meskipun semua skema bonus tahunan ditujukan untuk memberikan insentif guna meningkatkan keuntungan perusahaan, skema bonus dimaksud dapat mendorong manajer untuk memanipulasi laba tersebut guna memaksimalkan penerimaan bonusnya. Hasil-hasil penelitian sebagian besar mengarah pada bukti adanya pola manajemen laba yang meningkatkan laba atau income increasing (Watts, 1977; Watts dan Zimmerman, 1978; Dye, 1988; Scott, 1997) dan the big bath accountingatau income decreasing ketika kinerja atau laba rendah (Healy, 1985; McNichols dan Wilson, 1988; Pourciau, 1993; Burgstahler dan Dichev, 1997) yang kesemuanya bertujuan untuk memaksimalkan penerimaan bonus (the bonus plan hypothesis). Metode akrual biasa digunakan dalam pola manajemen laba yang ditujukan untuk memaksimalkan bonus. Healy (1985) menemukan bukti bahwa manajer perusahaan dengan skema bonus berbasis laba bersih secara sistematis mengadopsi kebijakan akrual untuk memaksimalkan ekspektasi bonus mereka.

Mengingat bahwa skema bonus berdasarkan laba merupakan cara yang paling populer dalam memberikan penghargaan kepada eksekutif perusahaan, maka adalah logis bila manajer akan memanipulasi laba tersebut untuk memaksimalkan penerimaannya. Watts (1977) dan Watts dan Zimmerman


(47)

(1978) menyatakan bahwa skema bonus menciptakan insentif bagi manajemen untuk meningkatkan present value dari penerimaan bonus mereka. Sedangkan Healy (1985), menemukan bukti bahwa manajer perusahaan dengan skema bonus berbasis laba bersih secara sistematis mengadopsi kebijakan akrual untuk memaksimalkan ekspektasi bonus mereka. Gao dkk (2002) membuktikan bahwa intensitas manajemen laba, yang diukur dengan nilai absolut dari akrual diskresioner saat ini, berhubungan dengan desain kontrak kompensasi dan hal tersebut sesuai dengan prediksi bahwa manajer bertindak oportunistik.

10.Leverage

Rasio-rasio keuangan yang termasuk dalam kategori rasio leverage merupakan rasio-rasio yang menjelaskan proporsi besarnya sumber-sumber pendanaan jangka pendek atau jangka panjang terhadap ekuitas perusahaan. Leverage yang digunakan dalam penelitian ini adalah perbandingan antara total hutang pada ekuitas yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menjamin seluruh hutangnya dengan modal yang dimilikinya. Menurut Jiambalvo (1996) seperti dikutip oleh Widyaningdyah (2001), perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi, diduga melakukan manajemen laba. Manajemen laba dilakukan untuk dapat memberikan posisi bargaining yang lebih baik yang berkaitan dengan sumber dana eksternal atau pada saat terjadi negosiasi ulang apabila perusahaan benar-benar tidak dapat melunasi kewajibannya.


(48)

Sweny (1994) dalam Veronica dan Bactiar (2003) menemukan bukti bahwa manajer melakukan manajemen laba untuk meningkatkan laba bersih sebelum ditemukannya pelanggaran persyaratan hutang, karena semakin besar hutang yang dimiliki perusahaan maka semakin ketat pengawasan yang dilakukan oleh kreditor, sehingga fleksibilitas manajemen untuk melakukan manajemen laba semakin berkurang. Perusahaan yang mempunyai rasio

leverage tinggi diduga melakukan manajemen laba karena perusahaan

terancam default yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang pada waktunya. Widyaningdyah (2001), Guenther (1994) dalam Setiawati (2000) menemukan bahwa tingkat manajemen laba perusahaan dengan tingkat leverage utang yang tinggi relatif lebih tinggi dibandingkan perusahaan dengan tingkat leverage utang rendah.

B. Kerangka Teoritis

Terjadinya banyak kasus manipulasi terhadap laba yang sering dilakukan oleh manajemen membuat perusahaan melakukan mekanisme pengawasan atau monitoring untuk meminimalkan praktik manajemen laba. Salah satu mekanisme yang dapat digunakan adalah penerapan good corporate governance. Penerapan good corporate governance khususnya struktur kepemilikan, proporsi dewan komisaris independen, dan keberadaan komite audit diduga mampu mempengaruhi praktik manajemen laba. Oleh karena itu diadakan penelitian lebih lanjut untuk menguji apakah mekanisme corporate governance dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba dan


(49)

dapat meminimalisasi manajemen laba tersebut. Model dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar II.1. Kerangka Teoritis Penelitian

H1(+)

H2 (-)

Mekanisme Corporate Governance

H3(-)

H4(-)

H5(+)

H6(-)

Sumber: Dikembangkan untuk penelitian ini

C.Penelitian Terdahulu

Penelitian yang menjadi acuan peneliti adalah penelitian yang dilakukan oleh Nuryaman (2008) pada 101 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2005. Nuryaman (2008) meneliti tentang pengaruh

Kompensasi Bonus

Leverage

Konsentrasi Kepemilikan

Reputasi Auditor

Proporsi Komite Audit Independen

Manajemen laba

Komposisi Anggota Dewan Komisaris


(50)

konsentrasi kepemilikan, ukuran perusahaan, mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba. Dengan variabel dependen yaitu manajemen laba. Dan dengan variabel independen yaitu konsentrasi kepemilikan, komposisi dewan komisaris, kualitas audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba. Hasil penelitian adalah bahwa konsentrasi kepemilikan, komposisi dewan komisaris, kualitas audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba. Ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba.

Penelitian lain yang mendukung penelitian ini diantaranya adalah penelitian Cornett et al., (2006) menguji pengaruh mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba. Cornett et al., (2006) menggunakan sampel 676 perusahaan dari 1993-2000 dalam penelitiannya. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa kepemilikan saham oleh institusional dan presentase komisaris independen pada perusahaan dapat menurunkan penggunaan discretionary accruals dalam manajemen laba. Dalam penelitiannya Cornett et al., (2006) menyimpulkan bahwa mekanisme corporate governance secara efektif dapat menghambat tindakan manajemen laba.

Widyaningdyah (2001) menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan go public di Indonesia. Dengan variabel dependen yaitu manajemen laba, variabel independen yaitu reputasi auditor, jumlah dewan direksi, leverage, dan persentase saham yang ditawarkan. Hasil penelitian tersebut adalah bahwa reputasi auditor, jumlah


(51)

dewan direksi, persentase saham yang ditawarkan tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Sedangkan leverage berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba.

Palestin (2006) meneliti pengaruh struktur kepemilikan, praktik corporate governance, dan kompensasi bonus terhadap manajemen laba. Hasil pengujian terhadap 141 sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama kurun waktu tahun 2004-2006 menunjukkan bahwa struktur kepemilikan, proporsi dewan komisaris independen dan kompensasi bonus mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba. Sedangkan komite audit dan ukuran KAP tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba.

Siregar dan Utama (2005) meneliti pengaruh struktur kepemilikan, ukuran perusahaan, dan praktik corporate governance terhadap besaran pengelolaan laba. Praktik corporate governance diukur menggunakan tiga variabel, yaitu kualitas audit, proporsi dewan komisaris independen, dan keberadaan komite audit. Penelitian dilakukan terhadap 144 perusahaan publik yang terdaftar di BEI periode non krisis yaitu tahun 1995-1996 dan 1999-2002. Hasilnya kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen, dan keberadaan komite audit tidak terbukti mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap besaran pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan atau dengan kata lain tidak dapat membatasi tindakan manajemen laba pada perusahaan.


(52)

Wedari (2004) menganalisis pengaruh proporsi dewan komisaris dan keberadaan komite audit terhadap aktivitas manajemen laba. Penelitian dilakukan terhadap 57 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama tahun 1994-2002. Wedari (2004) menggunakan discretionary accruals untuk mengukur manajemen laba. Hasilnya menunjukan bahwa proporsi dewan komisaris dan keberadaan komite audit berpengaruh negatif dan signifikan terhadap discretionary accruals, sehingga dapat dikatakan bahwa proporsi dewan komisaris dan keberadaan komite audit telah mampu mengurangi aktivitas manajemen laba.

Nasution dan Setiawan (2007) menguji hubungan mekanisme corporate governance: komposisi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris, dan keberadaan komite audit terhadap praktik manajemen laba. Penelitian dilakukan terhadap 20 perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI periode tahun 2000-2004. Hasil penelitian menunjukan bahwa komposisi dewan komisaris independen dan keberadaan komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba perusahaan perbankan, sedangkan ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen laba perusahaan perbankan. Sehingga secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa mekanisme corporate governance telah efektif mengurangi tindakan manajemen laba perusahaan perbankan.

Ujyantho dan Pramuka (2007) menguji pengaruh mekanisme corporate governance dengan manajemen laba dan kinerja keuangan. Mekanisme corporate governance yang diuji yaitu kepemilikan institusional,


(53)

kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan ukuran dewan komisaris. Penelitian ini dilakukan terhadap 30 perusahaan manufaktur dari tahun 2002-2004. Hasil penelitian menunjukan bahwa kepemilikan institusional dan proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap discretionary accruals, artinya tidak dapat membatasi tindakan manajemen laba perusahaan. Sedangkan kepemilikan manajerial dan ukuran dewan komisaris memiliki pengaruh negatif terhadap discretionary accruals. Hal tersebut berarti kedua mekanisme tersebut telah mampu menjadi mekanisme corporate governance yang secara efektif dapat mengurangi manajemen laba.

Antonia (2008) meneliti pengaruh reputasi auditor, proporsi dewan komisaris independen, leverage, kepemilikan manajerial, dan proporsi komite audit independen terhadap manajemen laba.Penelitian dilakukan terhadap perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama tahun 2006-2008. Hasilnya menunjukan proporsi dewan komisaris dan leverage tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan reputasi auditor, kepemilikan manajerial, dan proporsi komite audit independen berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

Fidyati (2004) meneliti pengaruh mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba pada perusahaan Seasoned Equity Offering (SEO). Mekanisme corporate governance yang digunakan adalah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kepemilikan publik dan reputasi auditor. Hasil dari penelitian menunjukan kepemilikan manajerial dan kepemilikan


(54)

institusional signifikan berpengaruh terhadap manajemen laba. Sedangkan reputasi auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

Kusumaning (2004) meneliti tentang pengaruh proporsi dewan komisaris dan keberadaan komite audit terhadap aktivitas manajemen laba pada perusahaan publik di Indonesia. Variabel dependen adalah manajemen laba, variabel independen adalah proporsi dewan komisaris eksternal, leverage, komite audit, dan good governance. Hasil dari penelitian ini adalah Proporsi dewan komisaris eksternal, komite audit, dan good governance terbukti signifikan berpengaruh terhadap manajemen laba.

Sylvia dan Neneng (2007) yang melakukan penelitian pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menemukan bukti bahwa kompensasi bonus berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba

D. Pengembangan Hipotesis 1. Kompensasi Bonus

Bonus plan merupakan salah satu motif pemilihan suatu metode akuntansi tidak terlepas dari positif accounting theory. Hipotesis ini menyatakan bahwa manajer perusahaan dengan rencana bonus lebih menyukai metode akuntansi yang meningkatkan laba periode berjalan. Pilihan tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai sekarang bonus yang akan diterima seandainya komite kompensasi dari dewan direktur tidak menyesuaikan dengan metode yang dipilih (Watts dan Zimmerman, 1990 dalam Chariri dan Ghozali, 2003). Halima (2006) melakukan penelitian dengan data perusahaan


(55)

di Bursa Efek Indonesia menemukan bahwa perusahaan dengan adanya kompensasi bonus berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, serta penelitian yang dilakukan oleh Sylvia dan Neneng (2007) yang melakukan penelitian pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menemukan bukti bahwa kompensasi bonus berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Dengan demikian peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1: Kompensasi bonus berpengaruh positif terhadap manajemen laba.

2. Leverage

Perusahaan yang memiliki rasio leverage yang lebih tinggi diduga melakukan manajemen laba, karena perusahaan terancam gagal dalam memenuhi kewajiban utang pada waktunya (Widyaningdyah, 2001). Widyaningdyah (2001) menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan go public di Indonesia. Dari empat variabel yang diajukan, hanya leverage yang terbukti positif mempengaruhi manajemen laba. Perusahaan yang mempunyai rasio leverage yang tinggi akibat besarnya jumlah utang dibandingkan dengan aktiva yang dimiliki perusahaan, diduga melakukan manajemen laba karena perusahaan terancam default yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang pada waktunya.

Hasil penelitian yang dilakukan Antonia (2008) leverage tidak signifikan mempengaruhi manajemen laba hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Veronica dan Bactiar (2003) bahwa leverage berpengaruh


(56)

signifikan terhadap manajemen laba, memperkuat temuan Sweny (1994) yang dikutip oleh Veronica dan Bactiar (2003) yang mengatakan bahwa leverage berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Guenther (1994) dalam Setiawati (2000) menemukan bahwa tingkat manajemen laba perusahaan dengan tingkat leverage utang yang tinggi relatif lebih tinggi dibandingkan perusahaan dengan tingkat leverage utang rendah. Dengan demikian peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut:

H2: Leverage berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

3. Konsentrasi Kepemilikan

Struktur kepemilikan saham menunjukkan bagaimana distribusi kekuasaan dan pengaruh pemegang saham atas kegiatan operasional perusahaan. Salah satu karakteristik struktur kepemilikan adalah konsentrasi kepemilikan yang terbagi dalam dua bentuk yaitu, kepemilikan terkonsentrasi dan kepemilikan menyebar. Kepemilikan saham terkonsentrasi adalah keadaan dimana sebagian besar saham dimiliki oleh sebagian kecil individu atau kelompok, sehingga pemegang saham tersebut memiliki jumlah saham yang relatif dominan. Sebaliknya, kepemilikan menyebar adalah jika kepemilikan saham secara relatif merata ke publik tidak ada yang memeiliki saham dalam jumlah sangat besar. Konsentrasi kepemilikan dapat menjadi mekanisme internal pendisiplinan manajemen yang digunakan untuk meningkatkan efektivitas monitoring karena dengan kepemilikan yang besar menjadikan


(57)

pemegang saham memiliki akses informasi yang signifikan untuk mengimbangi keuntungan informasional yang dimiliki manajemen.

Penelitian Midiastuty dan Machffoedz (2003) yang menguji tentang hubungan kepemilikan institusional dengan manajemen laba menemukan bukti bahwa kepemilikan institusional yang tinggi dapat membatasi manajer untuk melakukan pengelolaan laba. Hal ini diperkuat penelitian Palestin (2006) yang menemukan bahwa struktur kepemilikan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Artinya, semakin besar kepemilikan saham maka semakin kecil praktik manajemen laba. Ini disebabkan karena kepemilikan saham yang terkonsentrasi dapat membuat pemegang saham pada posisi yang kuat untuk mengendalikan manajemen secara efektif sehingga mampu membatasi perilaku oportunis oleh manajer.

Berbeda dengan penelitian Wedari (2004) dan Cornett et al., (2006) yang menemukan bukti konsentrasi kepemilikan oleh institusional tidak mampu mengurangi aktivitas manajemen laba didalam perusahaan. Dengan demikian peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut:

H3: Konsentrasi kepemilikan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

4. Komposisi Anggota Dewan Komisaris

Dewan komisaris sebagai puncak dari sistem pengelolaan internal perusahaan, memiliki peranan yang sangat penting dalam perusahaan, terutama dalam pelaksanaan good corporate governance. Menurut Egon


(58)

Zehnder (2000), dewan komisaris merupakan inti dari corporate governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Rachmawati (2007) menyatakan bahwa adanya komisaris independen diharapkan mampu meningkatkan peran dewan komisaris sehingga tercipta good corporate governance di dalam perusahaan.

Penelitian mengenai keberadaan dewan komisaris telah dilakukan oleh Chtourou et al., (2001). Hasil penelitiannya memberikan kesimpulan bahwa perusahaan yang memiliki proporsi anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan atau outside director dapat mempengaruhi tindakan manajemen laba. Sehingga jika anggota dewan komisaris dari luar meningkatkan tindakan pengawasan, hal ini juga akan berhubungan dengan makin rendahnya penggunaan discretionary accruals. Nasution (2007) juga telah membuktikan bahwa mekanisme corporate governance yang diajukan melalui keberadaan pihak independen dalam dewan komisaris mampu mengurangi tindakan manajemen laba.

Namun pemikiran tersebut berbeda dengan penelitian Boediono (2005), Siregar dan Utama (2005), dan Ujiyantho (2007) yang menunjukan bahwa pengaruh komposisi dewan komisaris terhadap manajemen laba adalah positif. Artinya semakin besar keanggotaan dewan komisaris berasal dari luar perusahaan akan semakin meningkatkan tindakan manajemen laba. Hal ini manandakan bahwa dewan komisaris belum berhasil mengurangi manajemen laba. Dengan demikian peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut:


(59)

H4: Komposisi dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen laba.

5. Reputasi Auditor

Widyaningdyah (2001) menyatakan bahwa auditor bereputasi baik dapat mendeteksi kemungkinan adanya manajemen laba secara lebih dini, sehingga dapat memperkecil kemungkinan bagi manajer untuk melakukan manajemen laba. Francis et al., (1999) dalam Zhou dan Elder (2001) menyatakan bahwa resputasi auditor merupakan variabel yang mempengaruhi manajemen untuk melaporkan discretionary accrual.

Zhou dan Elder (2001) menemukan bahwa perusahaan-perusahaan yang diaudit oleh KAP yang masuk dalam big 5 memiliki kecenderungan tidak melakukan manajemen laba sebelum proses IPO dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang diaudit oleh KAP non big 5. Hal ini menunjukkan bahwa reputasi auditor merupakan penghalang bagi perusahaan untuk melakukan manajemen laba.

Fracis et al., (1999) dalam Fidyati (2004) melakukan penelitian dengan data perusahaan di Amerika, menemukan bahwa perusahaan yang diaudit oleh Big-6 auditor mempunyai jumlah absolut discretionary accruall yang lebih rendah. Sedangkan Becker et al., (1998) juga menemukan adanya discretionary accruall yang lebih rendah pada perusahaan yang diaudit oleh Big-6 auditor. Ebrahim (2001) menganalisis pengaruh reputasi auditor, lama berhubungan dengan auditor dan client important terhadap manajemen laba.


(60)

Hasilnya menunjukkan bahwa reputasi auditor berhubungan negatif dengan manajemen laba. Berdasarkan pendapat Francis et al., (1999) dalam Zhou dan Elder (2001), dan temuan empirik Ebrahim (2001) serta Zhou dan Elder (2001).Dengan demikian peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut: H5: Reputasi auditor berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

6. Proporsi Komite Audit Independen

Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Komite audit mempunyai tanggung jawab utama untuk membantu dewan komisaris dalam menjalankan tanggung jawabnya terutama dengan masalah yang berhubungan dengan kebijakan akuntansi perusahaan, pengawasan internal, dan sistem pelaporan keuangan. Berdasarkan Surat Edaran BEJ, SE-008/BEJ/12-2001, keanggotaan komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua komite audit. Anggota komite yang berasal dari komisaris hanya sebanyak satu orang, anggota komite ini merupakan komisaris independen sekaligus ketua komite. Anggota lainnya yang bukan merupakan komisaris independen harus berasal dari pihak eksternal yang independen.

Penelitian Klein (2000) mengenai komite audit memberikan bukti secara empiris bahwa perusahaan yang membentuk komite audit independen melaporkan laba dengan kandungan akrual diskresional yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang tidak membentuk komite audit independen. Carcello et al., (2006) menyelidiki hubungan antara keahlian


(61)

komite audit di bidang keuangan dan manajemen laba. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keahlian komite audit indepeden di bidang keuangan terbukti efektif mengurangi manajemen laba.

Berbeda dengan penelitian di Indonesia, Wedari (2004) dan Nasution (2007) bahwa keberadaan komite audit ternyata mampu mengurangi manajemen laba dalam perusahaan, hal ini terbukti dengan hasil pengujian secara parsial variabel keberadaan komite audit terhadap akrual kelolaan yang menunjukan pengaruh negatif.

Bertolak belakang dengan Wedari (2004), Nasution (2007), Siregar dan Utama (2005) melaporkan bahwa keberadaan komite audit tidak terbukti mempengaruhi besaran pengelolaan laba secara signifikan. Hal ini mungkin terjadi karena pengangkatan komite audit oleh perusahaan hanya dilakukan untuk pemenuhan regulasi saja tetapi tidak dimaksudkan untuk menegakkan good corporte governance di perusahaan. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesisnya dapat dirumuskan sebagai berikut:

H6: Komposisi komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.


(62)

BAB III

METODE PENELITIAN

Setelah membahas landasan teori dan pengembangan hipotesis di Bab II, maka Bab III akan menjelaskan mengenai populasi, sampel dan teknik sampling, jenis dan sumber data, pengukuran variabel dan metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini.

A. Populasi, Sampel dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data berupa laporan tahunan (annual report) perusahaan tahun 2007-2009. Populasi penelitian ini adalah semua perusahaan manufaktur yang terdapat di Bursa Efek Indonesia. Populasi perusahaan manufaktur dipilih karena merupakan emiten terbesar dari perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia, sehingga emiten tersebut mempunyai peluang besar dalam memberikan kesempatan bagi negara/investor untuk investasi. Hal ini menjadikan perusahaan manufaktur selalu dapat perhatian dan sorotan dari pelaku pasar. Sektor manufaktur juga memiliki kontribisi yang relatif besar terhadap perekonomian. Hal ini dibuktikan dengan data dari kementrian perindustrian yang menunjukkan bahwa sektor manufaktur memberikan kontribusi paling besar dalam nilai ekspor Indonesia yaitu rata-rata 66% dari total nilai ekspor Indonesia. Selain itu berdasarkan penelitian yang dilakukan


(63)

oleh Kiswara (1999) pada industri manufaktur manajemen laba lebih banyak terdeteksi.

Sampel dipilih dengan metode purposive random sampling dengan kriteria sebagai berikut:

1. Emiten mempunyai tahun buku yang berakhir 31 Desember.

2. Emiten yang menerbitkan dan mempublikasikan laporan keuangan tahunan berturut-turut untuk tahun pelaporan dari 2007-2009.

3. Emiten yang memiliki data-data lengkap terkait dengan corporate governance disclosure pada annual report 2007-2009.

Data pelaporan corporate governance dihitung dari annual report dan dari web perusahaan. Data lain diambil dari ICMD, pojok BEI FE UNS, perpustakaan FE dan dari informasi lainnya yang relevan dan dibutuhkan.

B. Variabel dan Pengukuran

Variabel yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Variabel dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah manajemen laba. Manajemen laba adalah suatu kondisi dimana manajemen melakukan intervensi dalam proses penyusunan laporan keuangan sehingga dapat meratakan, menaikkan, dan menurunkan pelaporan laba. Dalam penelitian ini manajemen laba diukur dengan menggunakan proksi berdasarkan rasio akrual modal kerja dengan penjualan dengan model spesifik akrual seperti dalam rumus berikut: (Schnipper, 1989 dalam Isnanta, 2008).


(64)

Manajemen Laba = Akrual Modal Kerja (t) x 100% Penjualan Periode (t)

Keterangan :

∆AL = Perubahan aktiva lancar pada periode t ∆HL = Perubahan hutang lancar pada periode t

∆Kas = Perubahan kas dan ekuivalen kas pada periode t

B. Variabel Independen

Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: a) Kompensasi bonus

Mengingat data jumlah bonus direksi tidak tersedia, maka untuk menguji pengaruh skema kompensasi terhadap tindakan manajemen laba dalam penelitian ini digunakan komponen-komponen perhitungan bonus dan bukan besaran bonus. Laba dibagi (PROFIT) adalah jumlah laba bersih setelah dikurangi dengan: a) akumulasi rugi tahun sebelumnya; b) laba penjualan aktiva; c) laba penjualan saham anak perusahaan; dan d) pendapatan lain-lain dari restitusi pajak tahun buku sebelumnya.

b) Leverage

Leverage menunjukkan seberapa besar asset perusahaan diperoleh atau didanai oleh utang. Variabel ini diukur dengan membagi total utang dengan total asset.


(65)

Mekanisme corporate governance a) Konsentrasi kepemilikan

Kepemilikan saham terkonsentrasi (KS) adalah keadaan dimana sebagian besar saham dimiliki oleh sebagian kecil individu atau kelompok sehingga mereka mempunyai jumlah saham relatif dominan. Konsentrasi kepemilikan saham pada penelitian ini diproksi dengan jumlah kepemilikan terbesar oleh individu atau kelompok.

b) Komposisi anggota dewan komisaris

Proporsi dewan komisaris dapat diproksikan berdasarkan persentase jumlah dewan komisaris independen (dari luar perusahaan) terhadap jumlah total komisaris yang ada dalam susunan dewan komisaris perusahaan sampel.

c) Reputasi auditor

Pada penelitian ini reputasi auditor diukur dengan menggunakan variabel dummy dengan nilai 0 untuk sampel perusahaan yang tidak diaudit oleh big 4, dan 1 untuk perusahaan yang diaudit oleh big 4. Auditor yang masuk dalam keempat KAP tersebut dianggap bereputasi baik karena memiliki jumlah klien terbanyak yang mengindikasikan tingginya kepercayaan emiten terhadap jasa audit keempat KAP tersebut. Kantor akuntan publik yang termasuk dalam big 4 adalah:

i. Sidharta & Sidharta berafiliasi dengan KPMG.

ii. Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja yang berafiliasi dengan Ernest and Young.


(66)

iii. Osman Ramli Satrio yang berafiliasi dengan Deloitte Touche & Tohmatsu.

iv. Haryanto Sahari & rekan yang berafiliasi dengan Pricewaterhouse Coopers.

d) Proporsi komite audit independen

Proporsi komite audit independen diukur dengan presentase antara jumlah anggota komite audit independen terhadap jumlah total komite audit.

C.Metode Analisis

1. Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif merupakan teknik deskriptif yang memberikan informasi mengenai data yang dimiliki dan tidak bermaksud menguji hipotesis. Analisis ini hanya digunakan untuk menyajikan dan menganalisis data disertai dengan perhitungan agar dapat memperjelas keadaan atau karakteristik data yang bersangkutan (Nurgiyantoro et al., 2004). Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah mean, standar deviasi, maksimum, dan minimum.

Mean digunakan untuk mengetahui rata-rata data yang bersangkutan. Standar deviasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar data yang bersangkutan bervariasi dari rata-rata. Maksimum digunakan untuk mengetahui jumlah terbesar data yang bersangkutan. Minimum digunakan untuk mengetahui jumlah terkecil data yang bersangkutan.


(67)

2. Uji Asumsi Klasik

a. Pengujian Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah data terdistribusi normal atau tidak. Data yang baik adalah yang terdistribusi normal. Untuk menguji normalitas, peneliti akan menggunakan analisis grafik. Salah satu cara yang mudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan membuat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk suatu garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.

Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya. Dasar pengambilan keputusan:

a. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan akan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukan pola distribusi yang normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

b. Jika data menyebar jauh dari diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.


(1)

independen tidak terbukti berpengaruh terhadap tindak manajemen laba yang dilakukan di perusahaan di Indonesia. Hal ini disebabkan karena peranan dewan komisaris tidak dapat meningkatkan kualitas laba dengan membatasi tingkat manajemen laba melalui fungsi monitoring atas pelaporan keuangan

5. Reputasi auditor

Berdasarkan hasil olah data diproleh nilai t hitung sebesar 0,700 dengan nilai sig = 0,486 >Level of Significant = 0,05, maka disimpulkan bahwa ada pengaruh positif dan tidak ada pengaruh signifikan antara reputasi auditor (AUD) terhadap manajemen laba (Y).

Hal ini berarti, jika reputasi auditor mengalami peningkatan, maka manajemen laba akan tetap atau konstan. Hasil ini konsisten dengan hasil penelitian Widyaningdyah (2001) yang menyimpulkan bahwa reputasi auditor tidak signifikan mempengaruhi manajemen laba. Tidak signifikannya reputasi auditor dalam mempengaruhi manajemen laba menunjukkan bahwa reputasi auditor belum bisa dijadikan sebagai parameter tugas auditor dalam mendeteksi manajemen laba. Hasil ini juga didukung dengan hasil penelitian Fidyati (2004) yang menyatakan bahwa reputasi auditor tidak signifikan mempengaruhi manajemen laba. Dari hasil ini secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa reputasi big 4 belum


(2)

KAP Arthur Andersen dalam kasus Enron. Kasus tersebut mencerminkan bahwa digunakannya KAP Big-4 dalam pengauditan laporan keuangan tidak menutup kemungkinan terjadinya kecurangan. Hasil ini berkontradiksi dengan penelitian yang dilakukan oleh Antonia (2008).

6. Persentase anggota komite audit

Berdasarkan hasil olah data diproleh nilai t hitung sebesar 1,774 dengan nilai sig = 0,048 < Level of Significant = 0,05, maka disimpulkan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara persentase anggota komite audit (AC) terhadap manajemen laba (Y).

Hal ini berarti, jika persentase anggota komite audit mengalami peningkatan, maka manajemen laba akan mengalami peningkatan signifikan. Penelitian ini konsisten dengan penelitian Wedari (2004) serta Siregar dan Utama (2005) yang menemukan bahwa keberadaan komite audit independen yang menemukan bukti bahwa komite audit berpengaruh positif terhadap manajemen laba yang berarti tidak terbukti mampu mengurangi manajemen laba. Hal ini diduga disebabkan karena pengangkatan komite audit oleh perusahaan hanya dilakukan untuk pemenuhan regulasi saja tetapi tidak dimaksudkan untuk menegakkan


(3)

BAB V PENUTUP

Setelah dilakukan analisis hasil pembahasan pada bab IV, maka pada bab V dibahas mengenai kesimpulan hasil penelitian, keterbatasan dan saran.

A. Kesimpulan

1. Kompensasi bonus tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini berarti, jika kompensasi bonus mengalami peningkatan, maka manajemen laba akan tetap atau konstan.

2. Leverage berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini berarti,

jika kesempatan leverage mengalami peningkatan, maka manajemen laba akan mengalami peningkatan signifikan. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Lobo dan Zou (2001), Veronica dan Bachtiar (2003), Widyaningdyah (2001).

3. Persentase kepemilikan saham berpengaruh signifikan terhadap

manajemen laba. Hal ini berarti, jika persentase kepemilikan saham mengalami peningkatan, maka manajemen laba akan mengalami peningkatan signifikan. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Wedari (2004).


(4)

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Widyaningdyah (2001), Antonia (2008), Siregar dan Utama (2005), Nuryaman (2008).

5. Reputasi auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini berarti, jika reputasi auditor mengalami peningkatan, maka manajemen laba akan tetap atau konstan. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Widyaningdyah (2001), Fidyati (2004).

6. Persentase anggota komite audit berpengaruh signifikan terhadap

manajemen laba. Hal ini berarti, jika persentase anggota komite audit mengalami peningkatan, maka manajemen laba akan mengalami peningkatan signifikan. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Wedari (2004), Siregar dan Utama (2005).

B. Keterbatasan

1. Pengumpulan sampel dalam penelitian ini hanya dari website IDX dan

website perusahaan yang bersangkutan, sehingga sampel yang diperoleh

juga terbatas.

2. Penggunaan model untuk menghitung kompensasi bonus dalam penelitian ini hanya satu komponen penghitungan sehingga mungkin belum mampu mendeteksi manajemen laba dengan baik.


(5)

3. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini hanya 6 variabel dengan Adjusted R2 hanya 0,212. Sehingga ada faktor-faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap manajemen laba.

C. Saran

1. Semakin tinggi manajemen laba mencerminkan semakin tinggi kekuatan perusahaan dalam persaingan pasar, sehingga diharapkan perusahaan membuat isu positif, perbaikan manajemen perusahaan, yang membuat investor tertarik melakukan investasi dalam rangka meningkatkan modal dan pada akhirnya berimplikasi terhadap naiknya manajemen laba perusahaan.

2. Aspek fundamental perlu diperhatikan perusahaan terutama yang

menyangkut manajemen laba, karena aspek ini selain memberikan daya tarik yang besar bagi investor yang akan menanamkan dananya pada perusahaan.

3. Bagi investor, manajemen laba dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan investasi karena rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan tingkat laba atas investasi yang dilakukan pada perusahaan tersebut.

4. Penelitian ini hanya meneliti dengan objek perusahaan manufaktur, untuk peneliti selanjutnya disarankan meneliti perusahaan yang tergolong dalam


(6)

dianggap baik, sehingga memungkinkan laba perusahaan akan mengalami peningkatan).


Dokumen yang terkait

Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Di Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI (2010-2012)

0 32 97

PENGARUH KOMPENSASI BONUS,PROFITABILITAS DAN LEVERAGE KEUANGAN TERHADAP MANAJEMEN LABA PADAPERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI.

0 3 28

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG GO PUBLIC PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG GO PUBLIC DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2007 – 2009.

0 0 15

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 0 14

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI).

0 0 15

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba(Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bei) Tahun 2008-2010.

0 0 14

ANALISIS PENGARUH KOMPENSASI BONUS, UKURAN PERUSAHAAN, MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2008-2011).

0 0 103

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, CORPORATE GOVERNANCE, DAN KOMPENSASI BONUS TERHADAP PRAKTIK MANAJEMEN LABA (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI Tahun 2008-2012).

0 0 17

ANALISIS PENGARUH KOMPENSASI BONUS, UKURAN PERUSAHAAN, MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2011)

0 0 16

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN KOMPENSASI BONUS TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2012-2014

0 0 18