PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY MODEL PADA PEMBELAJARAN FISIKA UNTUK MENGETAHUI HASIL BELAJAR SISWA SMA MENURUT NEW TAXONOMY FOR SCIENCE EDUCATION.

(1)

PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY MODEL PADA PEMBELAJARAN FISIKA UNTUK MENGETAHUI HASIL BELAJAR SISWA SMA MENURUT

NEW TAXONOMY FOR SCIENCE EDUCATION

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh

YEYEN MI’RAJIYANTI 0900576

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

Yeyen Mi’rajiyanti, 2014

PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY MODEL PADA PEMBELAJARAN FISIKA UNTUK MENGETAHUI HASIL BELAJAR SISWA SMA MENURUT

NEW TAXONOMY FOR SCIENCE EDUCATION

Oleh Yeyen Mi’rajiyanti

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Yeyen Mi’rajiyanti 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY MODEL PADA PEMBELAJARAN FISIKA UNTUK MENGETAHUI HASIL BELAJAR SISWA SMA MENURUT

NEW TAXONOMY FOR SCIENCE EDUCATION

Oleh Yeyen Mi’rajiyanti

0900576

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH : Pembimbing I

Dr. Winny Liliawati, S.Pd, M.Si. NIP. 197812182001122001

Pembimbing II

Drs. Purwanto, MA NIP. 195708231984031001

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Fisika

Dr. Ida Kaniawati, M.Si. NIP. 196807031992032001


(4)

(5)

PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY MODEL PADA PEMBELAJARAN FISIKA UNTUK MENGETAHUI HASIL BELAJAR SISWA SMA MENURUT

NEW TAXONOMY FOR SCIENCE EDUCATION

ABSTRAK

Penelitian mengenai penerapan levels of inquiry model pada pembelajaran fisika untuk mengetahui hasil belajar siswa SMA menurut new taxonomy for science education, dilatarbelakangi oleh adanya berbagai kendala yang ditemukan dalam pembelajaran fisika. Adapun kendala-kendala tersebut antara lain metode yang digunakan guru tidak melibatkan siswa dalam proses penemuan untuk mendapatkan pengetahuan berdasarkan pengalaman siswa secara langsung, tidak adanya pengembangan kreativitas siswa dan kemampuan siswa dalam melakukan penyelidikan ilmiah melalui kegiatan praktikum tidak dilatih sehingga sikap ilmiah siswa tidak muncul dalam pembelajaran. Penelitian ini diharapkan menjadi solusi dalam mengurangi kendala-kendala yang sering dihadapi pada pembelajaran fisika, sehingga pada akhirnya dapat membawa perubahan pada hasil belajar siswa kearah yang lebih baik. Metode penelitian yang digunakan adalah mixed

methods tipe concurrent embedded. Sampel penelitian berjumlah 38 siswa kelas X-5.

Hasil belajar pada penelitian ini mengacu pada empat domain dari lima domain taxonomy

for science education yaitu knowledge domain, process of science domain, creativity domain dan attitudinal domain. Hasil belajar siswa pada knowledge domain diperoleh

nilai rata-rata gain yang dinormalisasi sebesar 0,60 kategori sedang, process of science

domain rata-rata 70% kategori cukup, creativity domain rata-rata 81% kategori baik dan attitudinal domain rata-rata 76% kategori baik.

Kata kunci : Levels of inquiry model, hasil belajar, taxonomy for science education


(6)

Yeyen Mi’rajiyanti, 2014

IMPLEMENTATION OF LEVELS OF INQUIRY MODEL IN PHYSICS LEARNING TO KNOW LEARNING OUTCOMES OF SENIOR HIGH SCHOOL STUDENTS ACCORDING TO NEW TAXONOMY FOR SCIENCE

EDUCATION

ABSTRACT

Research on the implementation of levels of inquiry model in physics learning to know learning outcomes of senior high school students according to new taxonomy for science education is motivated by the various problems in physics learning. The problems such as the method used by teacher did not involve the students in the discovery process to

acquired knowledge based on students’ direct experiences, there is no development of

students’ creativity, and the ability of students in doing scientific inquiry through the practical activities did not trained so that the students’ scientific attitudes did not appear in the learning. This research is expected to be a solution to reduce the problems that often encountered on the physics learning, so it can bring the changes in students’ learning outcomes to be better. The research used mixed methods and concurrent

embedded design. The sample was 38 students of class X-5. Learning outcomes in this

research refers to four domains of five domains in a taxonomy for science education, that is knowledge domain, process of science domain, creativity domain and attitudinal

domain. Students’ learning outcome in knowledge domain has an average of the

normalized gain value 0.60 with medium category, process of science domain has an average of 70% with fair category, creativity domain has an average of 81% with good category and attitudinal domain has an average of 76% with good category.

Keywords : Levels of inquiry models, learning outcomes, taxonomy for science education.


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR ii

UCAPAN TERIMA KASIH iii

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Penelitian 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah 4

C. Batasan Masalah 4

D. Variabel Penelitian 5

E. Tujuan Penelitian 5

F. Manfaat Penelitian 6

G. Definisi Operasional 6

1. Levels of Inquiry Model 6

2. Hasil Belajar 7

H. Struktur Organisasi Skripsi 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA 9

A. Levels of Inquiry Model 9

1. Tahapan-tahapan Levels of Inquiry Model 10

2. Siklus Belajar Levels of Inquiry Model 16

3. Kelebihan dan Kekurangan Levels of Inquiry Model 18

B. Hasil Belajar 18

C. Hubungan Levels of Inquiry Model dengan Hasil Belajar Menurut new

taxonomy for science education 21

D. Kerangka Pemikiran 24

BAB III METODE PENELITIAN 26

A. Metode Penelitian dan Desain Penelitian 26


(8)

Yeyen Mi’rajiyanti, 2014

C. Prosedur Penelitian 27

D. Instrumen Penelitian 29

E. Teknik Analisis Uji Coba Instrumen Penelitian 31

F. Hasil Uji Coba Instrumen 34

G. Teknik Pengumpulan Data 35

H. Teknik pengolahan Data 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 41

A. Pelaksanaan Penelitian 41

B. Hasil dan Pembahasan Penelitian 42

1. Keterlaksanaan Levels of Inquiry Model 42

2. Hasil Belajar Siswa pada Domain Knowing and Understanding

(Knowledge Domain) 44

3. Hasil Belajar Siswa pada Domain Exploring and Discovering (Process

of Science Domain) 47

4. Hasil Belajar Siswa pada Domain Imagining and Creating (Creativity

Domain) 53

5. Hasil Belajar Siswa pada Domain Feeling and Valuing (Attitudinal

Domain) 55

C. Hasil Temuan dari Penelitian 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 61

A. Kesimpulan 61

B. Saran 62


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Urutan Pelaksanaan Levels of Inquiry Model 9

Tabel 2.2 Karakteristik dari Tipe-Tipe Inquiry Lab 15

Tabel 2.3 Fokus Tujuan Tiap Levels of Inquiry Model 16

Tabel 2.4 Hubungan Pembelajaran Levels of Inquiry Model dengan Hasil

Belajar Menurut New Taxonomy for Science Education 22

Tabel 3.1 Nilai Korelasi dan Interpretasinya 32

Tabel 3.2 Nilai Korelasi dan Interpretasinya 32

Tabel 3.3 Indeks Kesukaran dan Klasifikasinya 33

Tabel 3.4 Nilai Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran 33

Tabel 3.5 Hasil Analisis Uji Instrumen 34

Tabel 3.6 Kriteria Skor Gain yang Dinormalisasi 37

Tabel 3.7 Interpretasi Keterlaksanaan Pembelajaran 38

Tabel 3.8 Kategori Penilaian Proses Sains Domain Exploring and Discovering 39 Tabel 3.9 Kategori Penilaian Produk Domain Imagining and Creating 39 Tabel 3.10 Kategori Penilaian Sikap Ilmiah Domain Feeling and Valuing 40 Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Observasi Keterlaksanaan Level of Inquiry 42 Tabel 4.2 Rekapitulasi Skor Gain yang Dinormalisasi Hasil Belajar Siswa pada

Domain Knowing and Understanding 45

Tabel 4.3 Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa pada Domain Exploring and

Discovering (Process of science Domain) 48

Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa pada Domain Imagining and

Creating (Creativity Domain) 53


(10)

Yeyen Mi’rajiyanti, 2014

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Lima Tahapan Siklus Belajar Levels of Inquiry Model 17

Gambar 2.2 Alur Kerangka Pemikiran Penelitian 24

Gambar 3.1 Desain Concurrent Embedded dengan Metode Kuantitatif sebagai Metode Primer dan Metode Kualitatif sebagai Metode Sekunder

26

Gambar 3.2 Alur Penelitian 29

Gambar 4.1 Diagram Skor Gain yang dinormalisasi Hasil Belajar Siswa pada Domain Knowing and Understanding (Knowledge

Domain)

45

Gambar 4.2 Diagram Batang Hasil Belajar pada Domain Exploring and

Discovering (Process of science Domain)

52

Gambar 4.3 Diagram Batang Hasil Belajar Siswa pada Domain

Imagining and Creating (Creativity Domain)

53

Gambar 4.4 Diagram Batang Hasil Belajar pada Domain Feeling and

Valuing (Attitudinal Domain)


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A PERANGKAT PEMBELAJARAN 65

Lampiran A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 66

Lampiran A.2 Skenario Pembelajaran 81

Lampiran A.3 Lembar Kerja Siswa (LKS) 95

LAMPIRAN B INSTRUMEN PENELITIAN 113

Lampiran B.1 Kisi-Kisi Soal Hasil Belajar Siswa Domain Knowing and

Understanding (knowledge domain)

114

Lampiran B.2 Lembar Judgement Hasil Belajar Siswa Domain Knowing

and Understanding (knowledge domain)

125

Lampiran B.3 Soal Pretest-Posttest Hasil Belajar Siswa Domain Knowing

and Understanding (knowledge domain)

127

Lampiran B.4 Lembar Observasi Hasil Belajar Siswa Domain Exploring

and Discovering (process of science domain)

133

Lampiran B.5 Lembar Judgement Hasil Belajar Siswa Domain Exploring

and Discovering (process of science domain)

143

Lampiran B.6 Lembar Observasi Hasil Belajar Siswa Domain Imaging

and Creating (creativity domain)

153

Lampiran B.7 Lembar Judgement Hasil Belajar Siswa Domain Imaging

and Creating (creativity domain)

154

Lampiran B.8 Lembar Observasi Hasil Belajar Siswa Domain Feeling and

Valuing (attitudinal domain)

155

Lampiran B.9 Lembar Judgement Hasil Belajar Siswa Domain Feeling

and Valuing (attitudinal domain)

159

Lampiran B.10 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Level of

Inquiry

163

LAMPIRAN C HASIL PENGOLAHAN DATA 173

Lampiran C.1 Hasil Analisis Uji Coba Instrumen Hasil Belajar Siswa Domain Knowing and Understanding (knowledge domain)


(12)

Yeyen Mi’rajiyanti, 2014

Lampiran C.2 Rekapitulasi Hasil Analisis Uji Coba Instrumen Hasil Belajar Siswa Domain Knowing and Understanding

(knowledge domain)

187

Lampiran C.3 Hasil Pengolahan Data Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Level of Inquiry

188

Lampiran C.4 Hasil Pengolahan Data Skor Gain yang Dinormalisasi Hasil Belajar Siswa Domain Knowing and Understanding

(knowledge domain)

190

Lampiran C.5 Hasil Pengolahan Data Lembar Observasi Hasil Belajar Siswa Domain Exploring and Discovering (process of

science domain)

198

Lampiran C.6 Hasil Pengolahan Data Lembar Penilaian Produk Domain

Imagining and Creating (creativity domain)

204

Lampiran C.7 Hasil Pengolahan Data Lembar Observasi Hasil Belajar Siswa Domain Feeling and Valuing (attitudinal domain)

205

LAMPIRAN D DOKUMENTASI PENELITIAN 211

Lampiran D.1 Foto-Foto Penelitian 212

Lampiran D.2 Surat Izin Penelitian 213

Lampiran D.3 Surat Telah Melakukan Penelitian 214

Lampiran D.4 Surat Kerja Pembimbing 215

Lampiran D.5 Kesediaan Judgement Instrumen 216


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

IPA adalah studi mengenai alam sekitar, yang dalam hal ini berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Depdiknas, 2003:6). Artinya proses pembelajaran yang dilakukan memiliki fungsi untuk membimbing siswa menguasai pengetahuan melalui proses penemuan oleh siswa sendiri berdasarkan pengalaman selama proses pembelajaran berlangsung.

Fisika merupakan salah satu mata pelajaran dalam rumpun IPA sehingga fisika diharapkan dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa agar mampu memahami alam sekitar secara ilmiah. Sejalan dengan pengertian IPA di atas, maka fisika dapat dipandang sebagai sebuah produk, proses, aplikasi dan perubahan sikap. Jika dipandang sebagai sebuah produk maka yang kita lihat fisika adalah sekumpulan fakta, konsep, hukum/prinsip, rumus dan teori yang harus kita pelajari dan pahami. Fisika merupakan pemecahan masalah melalui metode ilmiah meliputi pengamatan, penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, percobaan atau penyelidikan, pengujian hipotesis melalui eksperimentasi, evaluasi, pengukuran dan penarikan kesimpulan, jika kita melihatnya sebagai sebuah proses. Jika dilihat sebagai aplikasi, maka fisika merupakan penerapan metode atau kerja ilmiah dan konsep fisika dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan jika dilihat sebagai suatu perubahan sikap, maka fisika akan berisi rasa ingin tahu, kepedulian, tanggung jawab, kejujuran, keterbukaan dan kerjasama. Dalam pembelajaran fisika, ke empat pandangan tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, sehingga proses pembelajaran dapat menghasilkan siswa yang berkompetensi tinggi. Ke empat pandangan mengenai fisika yang telah dijelaskan di atas berkaitan dengan tujuan pendidikan sains khususnya pada mata pelajaran fisika dewasa ini yang mencakup lima ranah/domain dalam taksonomi untuk pendidikan sains (taxonomy for science education) yang dikembangkan oleh Allan J. MacCormack


(14)

2

Yeyen Mi’rajiyanti, 2014

dan Robert E. Yager. Lima ranah/domain dalam taksonomi ini meliputi domain

knowing and understanding (knowledge domain) yang berkaitan dengan fakta,

konsep, hukum, hipotesis dan teori yang digunakan para saintis; domain exploring

and discovering (process of science domain) berkaitan dengan keterampilan proses

sains; domain imagining and creating (creativity domain) berkaitan dengan pengembangan kreativitas; domain feeling and valuing (attitudinal domain) berkaitan dengan sikap ilmiah dan domain using and applying (application and

connection domain) yang berkaitan dengan penerapan sains dalam kehidupan

sehari-hari. Lima ranah ini merupakan perluasan, pengembangan dan pendalaman tiga ranah Bloom yang mampu meningkatkan aktivitas pembelajaran sains di kelas dan mengembangkan sikap positif terhadap mata pelajaran (Zuchdi, 2011:276). Pembelajaran berbasis lima ranah untuk pendidikan sains melalui mata pelajaran sains khususnya pada mata pelajaran fisika akan meningkatkan kemampuan siswa yang tercermin dalam lima ranah tersebut yaitu pengetahuan, keterampilan, kreativitas, sikap dan penerapan sains yang dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi hal inilah yang hingga kini dirasakan masih sulit untuk diwujudkan dalam pembelajaran fisika.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada salah satu SMA Negeri di kota Cimahi melalui observasi serta wawancara dengan guru dan siswa diperoleh informasi bahwa siswa kurang memahami penjelasan guru pada saat pembelajaran dan siswa merasa pelajaran fisika sulit untuk dipahami. Pada saat proses pembelajaran berlangsung, guru mendominasi dalam pemberian informasi berkaitan dengan materi yang dipelajari sehingga siswa tidak dilibatkan dalam pemberian pengalaman secara langsung untuk mendapatkan pengetahuan berdasarkan proses penemuan oleh siswa sendiri. Hal ini tampak dari aktivitas siswa selama proses pembelajaran yang secara umum hanya memperhatikan penjelasan guru dan mengerjakan tugas yang ada di dalam buku teks ketika guru selesai memberikan materi pelajaran. Selain itu tidak ditemukan adanya pemberian contoh fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang dikaitkan dengan materi yang dipelajari. Menurut hasil wawancara, guru menjelaskan bahwa pengembangan kreativitas melalui pembuatan produk jarang dilakukan begitupula dengan kegiatan praktikum sehingga kemampuan siswa dalam melakukan penyelidikan ilmiah melalui kegiatan praktikum jarang dilatihkan serta sikap ilmiah siswa juga tidak muncul pada saat pembelajaran.


(15)

3

Keadaan seperti inilah yang membuat suasana pembelajaran terlihat lebih pasif dikarenakan siswa tidak terlibat secara aktif sehingga siswa tidak memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya selama proses pembelajaran berlangsung.

Agar kendala-kendala yang telah dijelaskan di atas dapat teratasi, maka perlu dikembangkan suatu pembelajaran fisika yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan, memahami dan mengaplikasikan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari. Ada beberapa cara untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, salah satunya dengan menggunakan pembelajaran inkuiri. Gulo (Trianto, 2011 :166) menyatakan bahwa strategi inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuanya dengan penuh percaya diri. Sejalan dengan yang diungkapkan oleh Depdiknas (2007:20) mengatakan bahwa pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Pada jurnal “The Levels of Inquiry Model of Science Teaching

yang dikembangkan Wenning (2011:9) memperkenalkan sebuah pembelajaran dengan pendekatan inkuiri yang dikenal dengan levels of inquiry model. Di dalam jurnal, levels of inquiry model terdiri atas lima tingkatan inkuiri yaitu discovery

learning, interactive demonstration, inquiry lesson, inquiry lab, dan hypothetical inquiry. Kegiatan pembelajaran menggunakan levels of inquiry model bertujuan agar

siswa terlibat aktif di kelas serta melatihkan siswa dalam melakukan penyelidikan ilmiah sehingga pembelajaran fisika berbasis ranah/domain untuk pendidikan sains diharapkan dapat terwujud dikarenakan siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya seperti mengembangkan pengetahuan, keterampilan, kreativitas serta sikap ilmiah. Oleh karena itu, melalui tahapan-tahapan yang terdapat pada levels of inquiry model diharapkan siswa dapat berperan aktif dalam pembelajaran sehingga akan membawa perubahan positif terhadap hasil belajar siswa.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Levels of Inquiry Model pada


(16)

4

Yeyen Mi’rajiyanti, 2014

Pembelajaran Fisika untuk Mengetahui Hasil Belajar Siswa SMA Menurut New Taxonomy for Science Education

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana hasil belajar siswa SMA menurut new

taxonomy for science education setelah diterapkan levels of inquiry model pada

pembelajaran fisika ?”

Untuk lebih terarah, maka rumusan masalah di atas dijabarkan sebagai berikut: 1. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa pada domain knowing and

understanding setelah diterapkan levels of inquiry model ?

2. Bagaimana hasil belajar siswa pada domain exploring and discovering setelah diterapkan levels of inquiry model ?

3. Bagaimana hasil belajar siswa pada domain imagining and creating setelah diterapkan levels of inquiry model ?

4. Bagaimana hasil belajar siswa pada domain feeling and valuing setelah diterapkan levels of inquiry model ?

C. Batasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah maka dilakukan pembatasan masalahnya sebagai berikut :

1. Selama proses pembelajaran berlangsung mengacu pada penggunaan levels of

inquiry model yang meliputi tahap discovery learning, interactive demonstration, inquiry lesson, inquiry lab dan hypothetical inquiry untuk mengetahui hasil

belajar siswa pada materi kinematika gerak lurus.

2. Penelitian ini dibatasi pada hasil belajar siswa yang dapat terukur menurut taksonomi untuk pendidikan sains (taxonomy for science education) yang meliputi domain knowing aand understanding (knowledge domain) berupa pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai konsep yang berkaitan dengan materi kinematika gerak lurus; domain exploring and discovering (process of

science domain) berupa aspek-aspek proses sains seperti observasi, prediksi,

komunikasi, inferensi, pembuatan grafik dan penyusunan tabel data; domain

imagining and creating (creativity domain) berupa pembuatan poster/kartun


(17)

5

seperti kerja sama, tanggung jawab, teliti, disiplin dan tekun. Taksonomi untuk pendidikan sains (taxonomy for science education) ini dikembangkan oleh Allan J. MacCormack dan Robert E Yager.

D. Variabel Penelitian

Variabel data penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu :

1. Variabel bebas : levels of inquiry model pada pembelajaran fisika

2. Variabel terikat : Hasil belajar siswa pada domain knowing and understanding (knowledge domain), domain exploring and discovering (process of science

domain), domain imagining and creating (creativity domain) dan domain feeling and valuing (attitudinal domain) yang dikembangkan oleh Allan J. MacComack

dan Robert E Yager.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui hasil belajar siswa menurut new taxonomy for science education setelah diterapkan levels of inquiry model pada pembelajaran fisika.

Sedangkan tujuan penelitian ini secara khusus adalah memperoleh gambaran hasil belajar siswa pada empat domain dalam taksonomi untuk pendidikan sains yaitu :

- Memperoleh gambaran peningkatan hasil belajar siswa pada domain knowing

and understanding setelah diterapkan levels of inquiry model

- Memperoleh gambaran hasil belajar siswa pada domain exploring and

discovering setelah diterapkan levels of inquiry model

- Memperoleh gambaran hasil belajar siswa pada domain imagining and creating setelah diterapkan levels of inquiry model

- Memperoleh gambaran hasil belajar siswa pada domain feeling and valuing setelah diterapkan levels of inquiry model

F. Manfaat Penelitian


(18)

6

Yeyen Mi’rajiyanti, 2014

- Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai levels of inquiry model dan menjadi awal penelitian selanjutnya bagi para peneliti yang ingin mengembangkan levels of inquiry model. - Memberikan gambaran tentang pengaruh pembelajaran levels of inquiry

model terhadap hasil belajar siswa menurut new taxonomy for science education

2. Secara praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi awal bahan pertimbangan bagi guru dalam memilih pembelajaran yang tepat agar dapat memberi perubahan pada hasil belajar siswa. Selain itu diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konseptual siswa, mengembangkan pemahaman siswa tentang penyelidikan ilmiah serta mengembangkan kreativitas dan sikap ilmiah siswa.

G. Definisi Operasional 1. Levels of inquiry Model

Levels of inquiry model merupakan pendekatan hierarkis untuk meningkatkan

pemahaman konseptual siswa serta mengembangkan pemahaman mereka tentang penyelidikan ilmiah dan sifat ilmu pengetahuan. Wenning mengelompokkan ke dalam lima tahapan yaitu discovery learning, interactive demonstration, inquiry

lesson, inquiry lab dan hypothetical inquiry. Kelima tahapan ini akan dikemas

kedalam lima kali pertemuan. Pada pertemuan pertama peneliti memfokuskan proses pembelajaran menggunakan level discovery learning. Pada pertemuan ke dua peneliti menfokuskan proses pembelajaran menggunakan level interactive demonstration. Pada pertemuan ke tiga peneliti memfokuskan proses pembelajaran menggunakan

level inquiry lesson. Pada pertemuan ke empat peneliti memfokuskan proses

pembelajaran menggunakan level inquiry lab dan pada pertemuan ke lima peneliti memfokuskan proses pembelajaran menggunakan level hypothetical inquiry. Keterlaksanaan levels of inquiry model diukur dengan lembar observasi selama pembelajaran berlangsung. Lembar observasi dilihat dengan menggunakan teknik

checklist dengan format ya/tidak. Keterlaksanaan levels of inquiry model dilihat dari

persentase keterlaksanaan dan dikategorikan untuk setiap level.


(19)

7

Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu setelah proses belajar berlangsung sehingga dapat memberikan perubahan tingkah laku baik pengetahuan, pemahaman, sikap, dan keterampilan peserta didik sehingga lebih baik dari sebelumnya. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya pencapaian tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu. Hasil belajar tersebut diukur berdasarkan pada new taxonomy

for science education yang dikembangkan oleh Allan J. MacCormack dan Robert E.

Yager

1. Domain I – Knowing and understanding (knowledge domain). Hasil belajar siswa pada domain knowing and understanding berupa pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai fakta, konsep, hukum (prinsip), teori yang berkaitan dengan materi kinematika gerak lurus. Instrumen yang digunakan untuk mengukur domain ini adalah soal pilihan ganda sebanyak 20 butir soal yang digunakan pada saat pretest dan posttest. Peningkatan hasil belajar pada domain ini dapat diketahui melalui nilai gain yang dinormalisasi. Nilai gain yang dinormalisasi dianalisis dan dikategorikan peningkatannya menurut Hake (1999) ke dalam kategori tinggi, sedang dan rendah.

2. Domain II – Exploring and Discovering (process of science domain). Hasil belajar siswa pada domain exploring and discovering berupa proses sains. Proses sains yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses sains dasar dan proses sains terpadu. Proses sains dasar meliputi observasi, prediksi, komunikasi dan inferensi. Sedangkan proses sains terpadu meliputi penyusunan tabel data dan pembuatan grafik. Instrumen yang digunakan untuk mengukur domain ini yaitu lembar observasi kegiatan siswa.

3. Domain III – Imagining and creating (creativity domain). Hasil belajar siswa pada domain imagining and creating meliputi kemampuan siswa dalam mengkombinasikan beberapa objek dan ide yang berkaitan dengan materi kinematika gerak lurus melalui pembuatan poster/kartun sains. Instrumen yang digunakan untuk mengukur domain ini adalah rubrik penilaian produk.

4. Domain IV – Feeling and valuing (attitudinal domain). Hasil belajar siswa pada domain feeling and valuing berupa sikap ilmiah. Sikap ilmiah meliputi kerja


(20)

8

Yeyen Mi’rajiyanti, 2014

sama, tanggung jawab, teliti, disiplin dan tekun. Untuk mengukur hasil belajar pada domain ini melalui lembar observasi kegiatan siswa.

H. Struktur Organisasi Skripsi

Pada Bab I berisi uraian tentang pendahuluan. Pendahuluan berisi latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, batasan masalah, variabel penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional dan struktur organisasi. Bab II berisi kajian pustaka yang terdiri dari levels of inquiry model, hasil belajar, hubungan levels of inquiry model dengan hasil belajar menurut new taxonomy for

science education dan kerangka pemikiran. Bab III berisi penjabaran rinci tentang

metode penelitian yaitu metode dan desain penelitian, lokasi dan sampel penelitian, prosedur penelitian, instrumen penelitian, teknik analisis uji coba instrumen penelitian, hasil uji coba instrumen, teknik pengumpulan data dan teknik pengolahan data. Bab IV berisi tentang pelaksanaan penelitian, hasil dan pembahasan penelitian dan hasil temuan dari penelitian. Sedangkan Bab V berisi tentang kesimpulan dan saran.


(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode mixed methods (metode kombinasi). Metode penelitian ini menggabungkan dua jenis metode dalam penelitian yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif untuk digunakan secara bersama-sama dalam suatu kegiatan penelitian (Sugiyono, 2013:404). Pada penelitian ini, metode kuantitatif digunakan untuk mendapatkan data kuantitatif yang berkaitan dengan domain knowing and understanding menurut taxonomy for science

education dan metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data kualitatif yang

berkaitan dengan domain exploring and discovering, domain imagining and creating dan domain feeling and valuing.

Desain penelitian yang digunakan adalah concurrent embedded, dimana dalam desain ini menggabungkan antara metode kuantitatif dan metode kualitatif secara tidak seimbang. Ke dua metode tersebut digunakan secara bersama-sama dan dalam waktu yang sama tetapi independen untuk menjawab rumusan masalah sejenis (Sugiyono, 2013:537). Dalam desain ini, metode kuantitatif dan metode kualitatif dapat menjadi metode primer ataupun metode sekunder. Pada penelitian ini, metode kuantitatif sebagai metode primer dan metode kualitatif sebagai metode sekunder. Adapun langkah-langkah penelitian untuk desain concurrent embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan metode kualitatif sebagai metode sekunder seperti yang ditunjukkan Gambar 3.1 dibawah ini.

Gambar 3.1. Desain Concurrent Embedded dengan Metode Kuantitatif sebagai Metode Primer dan Metode Kualitatif sebagai Metode Sekunder

Masalah dan

rumusan masalah Landasan teori

Kesimpulan dan saran hasil penelitian Penyajian data Analisis data kuantitatif dan kualitatif Pengumpulan dan analisis data kualitatif

(domain exploring and discovering, domain imagining and creating dan

domain feeling and valuing) Pengumpulan dan analisis data kuantitatif


(22)

27

Yeyen Mi’rajiyanti, 2014

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X di salah satu SMA Negeri di Kota Cimahi tahun ajaran 2013/2014 yang tersebar dalam sembilan kelas. Sedangkan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di salah satu kelas X yang berjumlah 38 siswa. Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan dan tujuan tertentu (Sugiyono, 2012:218-219). Dalam penelitian ini yang menjadi pertimbangan adalah saran dan rekomendasi dari guru mata pelajaran fisika yang mengetahui keadaan siswa di setiap kelas.

C. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan Penelitian

Persiapan-persiapan yang akan dilakukan peneliti sebelum melakukan penelitian adalah sebagai berikut:

a. Melakukan studi pendahuluan melalui studi lapangan dan studi literatur untuk memperoleh teori yang sesuai dengan permasalahan yang dikaji. b. Merumuskan masalah hasil studi pendahuluan

c. Telaah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengenai pokok bahasan yang dijadikan materi pembelajaran dalam penelitian dengan maksud untuk mengetahui standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai

d. Menyiapkan perangkat pembelajaran seperti rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), skenario pembelajaran, LKS sesuai dengan pembelajaran levels of inquiry model dan kemudian mengkonsultasikannya pada dosen pembimbing

e. Membuat instrumen penelitian berupa tes hasil belajar siswa untuk domain

knowing and understanding, lembar observasi keterlaksanaan levels of inquiry model, lembar observasi domain exploring and discovering, lembar

penilaian produk untuk domain imagining and creating, lembar observasi domain feeling and valuing dan kemudian mengkonsultasikannya pada dosen pembimbing

f. Penimbangan (judgement) instrumen g. Revisi instrumen


(23)

28

h. Melakukan uji coba instrumen penelitian.

i. Menganalisis data hasil uji coba instrumen yang meliputi validitas, tingkat kesukaran,daya pembeda dan reliabilitas sehingga layak dipakai untuk

pretest dan posttest.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Tahap pelaksanaan penelitian sebagai berikut:

a. Melakukan pretest untuk mengetahui kemampuan dan pengetahuan awal siswa sebelum diberikan perlakuan terhadap objek penelitian.

b. Melakukan pembelajaran fisika dengan penerapan levels of inquiry model. c. Pada saat pelaksanaan pembelajaran, observer mengamati keterlaksanaan

levels of inquiry model serta hasil belajar siswa pada domain exploring and discovering dan domain feeling and valuing. Sedangkan penilaian hasil

belajar domain imagining and creating dinilai oleh guru/peneliti.

d. Melakukan posttest terhadap objek penelitian untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada domain knowing and understanding.

3. Tahap Akhir Penelitian

Tahap akhir penelitian sebagai berikut:

a. Melakukan pengolahan data hasil pretest dan posttest serta menganalisis instrumen tes lainnyaseperti data dari pengisian lembar observasi.

b. Menganalisis data hasil penelitian c. Menarik kesimpulan penelitian d. Menyusun laporan penelitian


(24)

29

Yeyen Mi’rajiyanti, 2014

Secara garis besar, alur penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.2. Alur Penelitian

D. Instrumen Penelitian 1. Tes

Tes yang digunakan berupa tes prestasi atau achievement test, yaitu tes yang digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mempelajari sesuatu (Arikunto, 2006: 151). Tes ini berbentuk pilihan ganda sebanyak 20 soal yang diberikan kepada siswa sebanyak dua kali yaitu sebelum treatment (pretest) dan

Persiapan Penelitian Pelaksanaan Penelitian

Akhir Penelitian

Membuat perangkat pembelajaran

Membuat instrumen Telaaah KTSP Merumuskan masalah

Studi pendahuluan

Judgement

Uji coba instrument

Pengolahan hasil uji instrument

Pretest

Treatment

Posttest

Pengolahan data hasil penelitian

Pembahasan

Penyusunan laporan penelitian Kesimpulan


(25)

30

setelah diberikan treatment (posttest). Setiap jawaban yang benar akan diberi poin 1 sedangkan soal yang salah diberi poin 0. Soal yang digunakan dalam

pretest dan posttest merupakan soal yang sama. Pretest dan posttest dilakukan

untuk mengetahui hasil belajar siswa sebelum dan sesudah diberi treatment yang mencakup domain knowing and understanding menurut taxonomy for science

education.

2. Lembar Observasi

a. Lembar observasi keterlaksanaan levels of inquiry model

Lembar observasi ini digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan levels

of inquiry model. Lembar observasi ini berisi daftar kegiatan yang dilakukan

guru dan siswa selama proses pembelajaran serta dilengkapi dengan kolom saran dan kritik yang berguna untuk perbaikan pada pembelajaran selanjutnya. Format lembar observasi keterlaksanaan levels of inquiry model dibuat dalam bentuk cheklist. Tanda cheklist diberikan untuk kegiatan pembelajaran yang terlaksana. Lembar observasi keterlaksanaan dinilai oleh observer untuk setiap level pada levels of inquiry model.

b. Lembar observasi hasil belajar siswa domain exploring and discovering

(process of science domain)

Lembar observasi ini digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa pada domain exploring and discovering (process of science domain) menurut

taxonomy for science education. Lembar observasi tersebut berisi

aspek-aspek berupa proses sains dasar dan proses sains terpadu beserta kriteria penilaian dari tiap aspek yang akan dicapai oleh siswa. Hasil belajar siswa pada domain ini diukur dengan menggunakan skala nilai 1-4 dengan menggunakan teknik checklist pada skala yang dianggap cocok diberikan kepada siswa.

c. Lembar observasi hasil belajar siswa domain imagining and creating

(creativity domain)

Lembar observasi ini digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa pada domain imagining and creating (creativity domain) menurut taxonomy

for science education. Lembar observasi tersebut berisi aspek-aspek penilaian


(26)

31

Yeyen Mi’rajiyanti, 2014

dengan menggunakan skala nilai 1-4 dengan menggunakan teknik cheklist pada skala yang dianggap cocok diberikan kepada siswa.

d. Lembar observasi hasil belajar siswa domain feeling and valuing (attitudinal

domain)

Lembar observasi ini digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa pada domain feeling and valuing (attitudinal domain) menurut taxonomy for

science education. Lembar observasi tersebut berisi aspek-aspek penilaian

sikap ilmiah siswa yang akan dicapai siswa pada saat pembelajaran. Hasil belajar siswa pada domain ini diukur dengan menggunakan skala nilai 1-4 dengan menggunakan teknik cheklist pada skala yang dianggap cocok diberikan kepada siswa.

E. Teknik Analisis Uji Coba Instrumen Penelitian

Instrumen yang akan diujicobakan adalah perangkat soal yang akan digunakan untuk pretest dan posttest. Sebelum digunakan sebagai instrumen untuk pretest dan

posttest dalam penelitian, terlebih dahulu perangkat soal diujikan pada siswa yang

telah memperoleh materi yang akan diujicobakan. Tujuannya untuk memperoleh keterangan mengenai validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda instrumen tes tersebut.

1) Analisis Validitas Instrumen

Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid jika instrumen tersebut mengukur yang hendak diukur (Arikunto, 2011:65). Nilai validitas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

= � ∑ − ∑ ∑

√ � ∑ − ∑ � ∑ − ∑ … . . .

Keterangan:

: koefisien korelasi antara variabel X dan Y X : skor tiap butir soal

Y : skor total tiap butir soal N : jumlah siswa


(27)

32

Tabel 3.1.Nilai korelasi dan interpretasinya

Nilai rxy Interpretasi 0,80 < 1,00 Sangat tinggi

0,60 < 0,80 Tinggi

0,40 < 0,60 Cukup

0,20 < 0,40 Rendah

0,00 < 0,20 Sangat rendah

(Arikunto, 2011:75)

2) Analisis Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas didefinisikan sebagai kestabilan hasil yang diperoleh orang yang sama jika dites dengan instrumen yang sama pada waktu yang berbeda. Teknik yang digunakan untuk mengukur tingkat reliabilitas suatu instrumen adalah dengan menggunakan metoda belah dua (split half method). Dalam menggunakan metode ini penguji hanya menggunakan sebuah tes dan dicobakan satu kali. Reliabilitas tes dapat dihitung dengan persamaan:

= ⁄ ⁄

+ ⁄ ⁄ … . . .

Keterangan:

: Reliabilitas instrumen

⁄ ⁄ : Korelasi antara skor-skor setiap belahan tes

Tabel 3.2. Nilai korelasi dan interpretasinya

Nilai r11 Interpretasi 0,80 < 1,00 Sangat tinggi

0,60 < 0,80 Tinggi

0,40 < 0,60 Cukup

0,20 < 0,40 Rendah

0,00 < 0,20 Sangat rendah

(Arikunto, 2011:93) 3) Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal

Analisis tingkat kesukaran dimaksudkan untuk mengetahui apakah soal yang diujikan tergolong soal yang mudah, sedang atau sukar. Untuk menghitung tingkat kesukaran tiap butir soal digunakan persamaan:

� =�


(28)

33

Yeyen Mi’rajiyanti, 2014

Keterangan:

� : indeks kesukaran

� : banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar �� : jumlah peserta tes

Tabel 3.3. Indeks kesukaran dan klasifikasinya

P-P Klasifikasi

0,00 – 0,30 Soal sukar 0,31 – 0,70 Soal sedang 0,71 – 1,00 Soal mudah

(Arikunto, 2011:210) 4) Analisis Daya Pembeda Butir Soal

Daya pembeda butir soal adalah kemampuan butir soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. (Arikunto, 2011:211). Daya Pembeda butir soal dapat ditentukan dengan rumusan sebagai berikut :

� = �� −� = � − � … . . .

Keterangan :

D : Daya pembeda butir soal

BA : Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itudengan benar

BB : Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itudengan benar JA : Banyaknya peserta kelompok atas

JB : Banyaknya peserta kelompok bawah

PA : Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar PB : Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Kategori daya pembeda butir soal yang telah diujicobakan dapat ditentukan berdasarkan interpretasi daya pembeda butir soal pada tabel dibawah ini :

Tabel 3.4. Nilai daya pembeda dan tingkat kesukaran

Nilai Daya Pembeda Tingkat Kesukaran

Negatif Soal dibuang

0,00-0,20 Jelek

0,21-0,40 Cukup

0,41-0,70 Baik

0,71-1,00 Baik sekali


(29)

34

Berdasarkan pengolahan data, diperoleh hasil analisis uji instrumen yang dirangkum dalam Tabel 3.5.

Tabel 3.5. Hasil Analisis Uji Instrumen

Berdasarkan hasil analisis uji instrumen, dari 26 soal yang diujicobakan terdapat 20 soal yang digunakan dalam pretest-posstest dan 6 soal lainnya tidak digunakan dalam pretest-posstest dikarenakan 2 soal memiliki validitas sangat rendah dan daya pembeda jelek, 1 soal memiliki validitas rendah dan daya pembeda jelek, 1 soal tidak valid dan daya pembeda jelek,1 soal memiliki validitas sangat rendah dan daya pembeda bernilai negatif (dibuang) dan 1 soal meiliki validitas sangat rendah dan

No Validitas Daya Pembeda Tingkat Kesukaran Keterangan

Skor Klasifikasi Skor Klasifikasi Skor Klasifikasi 1 0,10

Sangat

rendah 0,06 Jelek 0,08 Sukar Dibuang

2 0,23 Rendah 0 Jelek 0,56 Sedang Dibuang

3 0,36 Rendah 0,33 Cukup 0,81 Mudah Digunakan

4 0,39 Rendah 0,39 Cukup 0,75 Mudah Digunakan

5 0,28 Rendah 0,28 Cukup 0,58 Sedang Digunakan

6 0,48 Cukup 0,22 Cukup 0,89 Mudah Digunakan

7 0,33 Rendah 0,33 Cukup 0,78 Mudah Digunakan

8 0,41 Cukup 0,22 Cukup 0,44 Sedang Digunakan

9 0,32 Rendah 0,22 Cukup 0,72 Mudah Digunakan

10 0,67 Tinggi 0,61 Baik 0,58 Sedang Digunakan

11 0,74 Tinggi 0,72 Baik Sekali 0,42 Sedang Digunakan

12 0,58 Cukup 0,33 Cukup 0,83 Mudah Digunakan

13 0,48 Cukup 0,28 Cukup 0,75 Mudah Digunakan

14 0,49 Cukup 0,28 Cukup 0,69 Sedang Digunakan

15 #DIV/0! Tidak valid 0 Jelek 1 Mudah Dibuang

16 0,55 Cukup 0,50 Baik 0,64 Sedang Digunakan

17 0,15

Sangat

rendah -0,06 Dibuang 0,75 Mudah Dibuang

18 0,16

Sangat

rendah 0,22 Cukup 0,44 Sedang Dibuang

19 0,50 Cukup 0,28 Cukup 0,86 Mudah Digunakan

20 0,44 Cukup 0,28 Cukup 0,69 Sedang Digunakan

21 0,41 Rendah 0,28 Cukup 0,86 Mudah Digunakan

22 0,02

Sangat

rendah 0,06 Jelek 0,14 Sukar Dibuang

23 0,52 Cukup 0,44 Baik 0,22 Sukar Digunakan

24 0,70 Tinggi 0,72 Baik Sekali 0,47 Sedang Digunakan

25 0,42 Cukup 0,22 Cukup 0,89 Mudah Digunakan


(30)

35

Yeyen Mi’rajiyanti, 2014

daya pembeda cukup. Untuk menentukan reliabilitas dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metoda belah dua (split half method) awal dan akhir. Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan nilai reliabilitas untuk soal ini sebesar 0,86 dengan kriteria sangat tinggi. Adapun pengolahan data hasil uji coba instrumen selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.1.

G. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu data dari tes dan dari non-tes (lembar observasi).

1. Tes Prestasi

Tes ini berbentuk pilihan ganda sebanyak 20 soal yang diberikan kepada siswa sebanyak dua kali yaitu sebelum treatment (pretest) dan setelah diberikan

treatment (posttest) untuk mengetahui hasil belajar pada domain knowing and understanding.

2. Lembar Observasi Hasil Belajar Siswa Domain II, Domain III dan Domain IV Untuk mengukur hasil belajar siswa pada domain II yaitu domain exploring

and discovering (process of science domain), domain III yaitu domain imagining and creating (creativity domain) dan domain IV yaitu domain feeling and valuing (attitudinal domain), digunakan lembar observasi dengan penilaian yang

berdasarkan pada kriteria yang telah ditentukan. Lembar observasi domain

exploring and discovering (process of science domain) berisi aspek-aspek berupa

proses sains dasar dan proses sains terpadu. Untuk lembar observasi domain

imagining and creating (creativity domain) berisi aspek-aspek penilaian produk

berupa poster/kartun sains. Sedangkan lembar observasi domain feeling and

valuing (attitudinal domain) berisi aspek-aspek penilaian sikap ilmiah yang akan

dicapai siswa pada saat pembelajaran. Hasil belajar siswa pada ke tiga domain ini diukur dengan menggunakan skala nilai 1-4 dengan menggunakan teknik cheklist pada skala yang dianggap cocok diberikan kepada siswa.

3. Lembar observasi keterlaksanaan levels of inquiry model

Untuk mengetahui keterlaksanaan levels of inquiry model digunakan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran untuk setiap pertemuan yang dinilai oleh observer.


(31)

36

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan perhitungan data statistik. Tujuan dari pengolahan data ini yaitu untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran dan peningkatan hasil belajar siswa setelah diterapkan levels of inquiry

model. Adapun teknik pengolahan data yang dilakukan pada penelitian ini antara lain

:

a. Tes Prestasi

Tes prestasi digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa pada domain

knowing and understanding. Jika instrumen yang dibuat telah valid, reliabel serta

sudah diketahui daya pembeda dan tingkat kesukarannya, maka instrumen tersebut diberikan kepada siswa. Setelah instrumen diberikan kepada siswa, lalu dilakukan pengolahan data sebagai berikut :

1) Memberi skor pretest dan posttest

Pemberian skor untuk pilihan ganda dihitung dengan metode right only, yaitu jawaban benar diberi skor 1 dan jawaban salah atau butir soal yang tidak dijawab diberi skor 0. Pemberian skor dihitung dengan menggunakan rumus :

= ∑ … . . .

Keterangan : S = Skor siswa

R = Jawaban siswa yang benar 2) Perhitungan nilai gain

Nilai gain diperoleh dari selisih tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) yang secara sistematis dirumuskan dengan persamaan berikut :

� = �− � … . . .

Keterangan : G = gain

= skor tes akhir (posttest) = skor tes awal (pretest)


(32)

37

Yeyen Mi’rajiyanti, 2014

Gain yang dinormalisasi merupakan perbandingan antara skor gain yang diperoleh siswa dengan skor gain maksimum yang dapat diperoleh, secara matematis dituliskan sebagai berikut :

� =% �− % �

− % � … . . .

Untuk rata-rata gain yang dinormalisasi :

� =% � − % �

− % � … . . .

Keterangan :

� = Gain yang dinormalisasi

� = Rata-rata gain yang dinormalisasi % � = Persentase skor tes akhir

% � = Persentase rata-rata skor tes akhir

% � = Persentase skor awal

% � = Persentase rata-rata skor tes awal

4) Menentukan kriteria efektivitas pembelajaran berdasarkan kriteria yang tercantum pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6. Kriteria Skor Gain yang Dinormalisasi

Gain Klasifikasi

� , Tinggi

, > � , Sedang

� < , Rendah

(Hake, 1999)

b. Lembar Observasi

1) Pengolahan Lembar Observasi Keterlaksanaan Levels of Inquiry Model Dalam lembar observasi untuk menilai keterlaksanaan levels of inquiry

model dapat dilakukan dengan mengisi kolom yang disediakan serta mengisi

pada kolom kritik dan saran agar kekurangan yang terjadi selama pembelajaran bisa diketahui sehingga diharapkan pembelajaran selanjutnya bisa lebih baik. Format penilaian lembar observasi dalam bentuk Skala Guttman yang dibuat dalam dua interval yaitu “ya” atau “tidak”. Langkah – langkah dilakukan untuk menghitung persentase keterlaksanaan levels of


(33)

38

1. Menjumlahkan indikator keterlaksanaan levels of inquiry model yang terlaksana sesuai dengan format observasi yang telah dibuat.

2. Menghitung persentase keterlaksanaan levels of inquiry model dengan menggunakan rumus :

= ℎ � � � � � × % … . . .

3. Menginterpretasikan persentase keterlaksanaan pembelajaran yang diperoleh.

Tabel 3.7. Interpretasi Keterlaksanaan Pembelajaran

Keterlaksanaan Kategori

0 % - 20 % Sangat kurang

21 % - 40 % Kurang

41 % - 60 % Cukup

61 % - 80 % Baik

81 % - 100 % Sangat baik

(Riduwan, 2012:15) 2) Pengolahan Lembar Observasi Hasil Belajar Siswa

1. Domain exploring and discovering

Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada domain exploring and

discovering dilakukan pengukuran dengan menggunakan lembar

observasi sesuai dengan aspek penilaian serta kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Lembar observasi tersebut berisi beberapa proses sains yang diharapkan muncul pada siswa ketika melakukan percobaan dan lembar observasi ini menggunakan skala skor 1 sampai 4 dengan teknik cheklist pada skala yang dianggap cocok diberikan kepada siswa. Skor yang diperoleh siswa untuk tiap aspek penilaian akan diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menghitung skor rata-rata setiap aspek domain exploring and

discovering

2. Menentukan skor ideal

3. Menghitung besarnya persentase tiap aspek penilaian pada domain

exploring and discovering dengan menggunakan rumus :


(34)

39

Yeyen Mi’rajiyanti, 2014

4. Persentase tiap aspek penilaian kemudian direntangkan ke dalam tiga kategori menurut Mundilarto (2012:68). Rentang persentase dimulai dari kemungkinan persentase paling rendah dan kemungkinan persentase paling tinggi.

Tabel 3.8. Kategori Penilaian Proses Sains Domain Exploring and Discovering

Persentase Kategori

25 % - 49 % Kurang

50 % - 74 % Cukup

75 % - 100 % Baik

2. Domain Imagining and Creating

Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada domain imagining and

creating, dilakukan pengukuran dengan menggunakan lembar penilaian

produk sesuai dengan aspek penilaian serta kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Skor yang diperoleh siswa untuk tiap aspek penilaian akan diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menghitung skor rata-rata setiap aspek domain imagining and

creating

2. Menentukan skor ideal

3. Menghitung besarnya persentase tiap aspek penilaian pada domain

imagining and creating dengan menggunakan rumus :

= − × % … . . .

4. Persentase tiap aspek penilaian kemudian direntangkan ke dalam tiga kategori menurut Mundilarto (2012:68). Rentang persentase dimulai dari kemungkinan persentase paling rendah dan kemungkinan persentase paling tinggi.

Tabel 3.9. Kategori Penilaian Produk Domain Imagining and Creating

Persentase Kategori

25 % - 49 % Kurang

50 % - 74 % Cukup


(35)

40

3. Domain Feeling and Valuing

Pengolahan data untuk mengukur hasil belajar siswa pada domain

feeling and valuing diukur dengan menggunakan lembar observasi.

Lembar observasi pada domain ini menggunakan skala skor 1 sampai 4 dengan menggunakan teknik cheklist pada skala yang dianggap cocok diberikan kepada siswa. Skor yang diperoleh siswa untuk tiap aspek penilaian akan diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menghitung skor rata-rata setiap aspek domain feeling and valuing 2. Menentukan skor ideal

3. Menghitung besarnya persentase tiap aspek penilaian pada domain

feeling and valuing dengan menggunakan rumus :

= − × % … . . .

4. Persentase tiap aspek penilaian kemudian direntangkan ke dalam tiga kategori menurut Mundilarto (2012:68). Rentang persentase dimulai dari kemungkinan persentase paling rendah dan kemungkinan persentase paling tinggi.

Tabel 3.10. Kategori Penilaian Sikap Ilmiah Domain Feeling and Valuing

Persentase Kategori

25 % - 49 % Kurang

50 % - 74 % Cukup


(36)

Yeyen Mi’rajiyanti, 2014

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis data penelitian yang telah dilakukan di salah satu SMA Negeri di kota Cimahi kelas X mengenai penerapan

levels of inquiry model pada pembelajaran fisika, dapat disimpulkan bahwa

terdapat peningkatan hasil belajar siswa pada domain knowing and understanding dengan kategori sedang, hasil belajar siswa pada domain exploring and

discovering masih berada dalam kategori cukup serta hasil belajar siswa pada

domain imagining and creating dan domain feeling and valuing berada dalam kategori baik. Secara khusus kesimpulan dalam penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Hasil belajar siswa pada domain knowing and understanding setelah diterapkannya levels of inquiry model memiliki rata-rata gain yang dinormalisasi sebesar 0,60 dengan kategori sedang. Hal ini menunjukkan adanya rasa antusias dan motivasi yang besar dalam mengikuti pembelajaran serta siswa telah terbiasa mengkonstruksi pengetahuannya melalui kegiatan inquiry.

2. Hasil belajar siswa pada domain exploring and discovering (process of science

domain) setelah diterapkannya levels of inquiry model memiliki rata-rata

persentase untuk keseluruhan aspek penilaiannya sebesar 70 % dengan kategori cukup. Pada saat pembelajaran, proses sains siswa sudah mulai terlihat dengan aspek yang memiliki persentase tertinggi yaitu aspek observasi dan aspek yang memiliki persentase terendah yaitu aspek komunikasi.

3. Hasil belajar siswa pada domain imagining and creating (creativity domain) yang meliputi aspek isi, penggunaan bahasa dan tampilan produk setelah diterapkannya levels of inquiry model memiliki rata-rata persentase sebesar 81% dalam kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa siswa telah mampu menuangkan ide-ide yang diperoleh dari pemahaman konsep pada materi yang telah dipelajari dan mengembangkan kreativitas yang dimilikinya melalui media poster/kartun sains


(37)

62

4. Hasil belajar siswa pada domain feeling and valuing (attitudinal domain) setelah diterapkannya levels of inquiry model memiliki rata-rata persentase untuk keseluruhan aspek penilaiannya sebesar 76 % dengan kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa, secara umum sikap ilmiah siswa telah mampu dikembangkan melalui pembelajaran levels of inquiry model dengan beberapa aspek sikap ilmiah seperti aspek kerja sama dalam percobaan, tanggung jawab, disiplin dan tekun berada dalam kategori baik sedangkan aspek kerja sama dalam diskusi kelompok dan teliti berada dalam kategori cukup.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran yang diajukan untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut :

1. Penerapan levels of inquiry model pada pembelajaran fisika dapat dijadikan alternatif solusi untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran di kelas.

2. Memberikan motivasi kepada siswa dalam melakukan kegiatan percobaan sehingga siswa menjadi termotivasi untuk melakukan kegiatan percobaan, dengan begitu dapat melatih kemampuan proses sains siswa serta dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa.

3. Manajemen kelas dalam penerapan levels of inquiry model pada pembelajaran fisika harus direncanakan sebaik mungkin sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik

4. Agar penerapan levels of inquiry model pada pembelajaran fisika dapat berjalan dengan baik dan lancar, maka perlu memperhatikan sarana dan prasarana yang mendukung proses tersebut.


(38)

Yeyen Mi’rajiyanti, 2014

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2011). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (edisi revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata

Pelajaran Fisika, Jakarta: Depdiknas

Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Naskah Akademik: Kajian Kurikulum Mata

Pelajaran IPA SMP, Jakarta: Depdiknas

Hake, R.R. (1999). Analizing Change/Gain Score. USA: Department of Physics, Indiana University.

Mundilarto. (2012). Penilaian Hasil Belajar Fisika. Yogyakarta : UNY Press. Purwanto, M, N. (2011). Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya

Riduwan. (2012). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta Sudjana. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja

Rosdakarya

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed

Methods). Bandung : Alfabeta

Trianto. (2011). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif : Konsep, Landasan

dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta

: Kencana Prenada Media Group.

Wenning, C.J. (2005a). “Levels of Inquiry: Hierarchies of pedagogical practices and

inquiry process”. Journal of Physics Teacher Education Online.2, (3), 3-11

Wenning, C.J. (2010). “Levels of inquiry: Using inquiry spectrum learning sequences to teach science”. Journal of Physics Teacher Education Online. 5, (4), 11-19


(39)

64

Wenning, C.J. (2011). “The Levels of Inquiry Model of Science Teaching”. Journal of Physics Teacher Education Online. 6, (2), 9-16.

Wirtha, I. (2008). “Pengaruh Pembelajaran dan Penalaran Formal Terhadap Penguasaan

Konsep Fisika dan Sikap Ilmiah Siswa SMA NEGERI 4 SINGARAJA”. Jurnal

Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, 1, (2), 15-29.

Yager, E.R.,& McCormack, A.J. (1989). “Assessing Teaching Learning Successes in Multiple Domains of Science and Science Education.” Science Education Journal. 73, (1), 45-58

Zuchdi, D. (2011). Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Praktik.Yogyakarta : UNY Press.

Zulaiha, F. (2013). Penerapan Pembelajaran Terpadu Tema Gunung Meletus untuk

Meningkatkan Hasil Belajar dan Penanaman Karakter Siswa SMP. Skripsi Sarjana


(1)

kategori menurut Mundilarto (2012:68). Rentang persentase dimulai dari kemungkinan persentase paling rendah dan kemungkinan persentase paling tinggi.

Tabel 3.8. Kategori Penilaian Proses Sains Domain Exploring and Discovering

Persentase Kategori 25 % - 49 % Kurang

50 % - 74 % Cukup

75 % - 100 % Baik 2. Domain Imagining and Creating

Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada domain imagining and creating, dilakukan pengukuran dengan menggunakan lembar penilaian produk sesuai dengan aspek penilaian serta kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Skor yang diperoleh siswa untuk tiap aspek penilaian akan diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menghitung skor rata-rata setiap aspek domain imagining and creating

2. Menentukan skor ideal

3. Menghitung besarnya persentase tiap aspek penilaian pada domain imagining and creating dengan menggunakan rumus :

= − × % … . . .

4. Persentase tiap aspek penilaian kemudian direntangkan ke dalam tiga kategori menurut Mundilarto (2012:68). Rentang persentase dimulai dari kemungkinan persentase paling rendah dan kemungkinan


(2)

40

3. Domain Feeling and Valuing

Pengolahan data untuk mengukur hasil belajar siswa pada domain feeling and valuing diukur dengan menggunakan lembar observasi. Lembar observasi pada domain ini menggunakan skala skor 1 sampai 4 dengan menggunakan teknik cheklist pada skala yang dianggap cocok diberikan kepada siswa. Skor yang diperoleh siswa untuk tiap aspek penilaian akan diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menghitung skor rata-rata setiap aspek domain feeling and valuing 2. Menentukan skor ideal

3. Menghitung besarnya persentase tiap aspek penilaian pada domain feeling and valuing dengan menggunakan rumus :

= − × % … . . .

4. Persentase tiap aspek penilaian kemudian direntangkan ke dalam tiga kategori menurut Mundilarto (2012:68). Rentang persentase dimulai dari kemungkinan persentase paling rendah dan kemungkinan persentase paling tinggi.

Tabel 3.10. Kategori Penilaian Sikap Ilmiah Domain Feeling and Valuing Persentase Kategori 25 % - 49 % Kurang

50 % - 74 % Cukup


(3)

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis data penelitian yang telah dilakukan di salah satu SMA Negeri di kota Cimahi kelas X mengenai penerapan levels of inquiry model pada pembelajaran fisika, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar siswa pada domain knowing and understanding dengan kategori sedang, hasil belajar siswa pada domain exploring and discovering masih berada dalam kategori cukup serta hasil belajar siswa pada domain imagining and creating dan domain feeling and valuing berada dalam kategori baik. Secara khusus kesimpulan dalam penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Hasil belajar siswa pada domain knowing and understanding setelah diterapkannya levels of inquiry model memiliki rata-rata gain yang dinormalisasi sebesar 0,60 dengan kategori sedang. Hal ini menunjukkan adanya rasa antusias dan motivasi yang besar dalam mengikuti pembelajaran serta siswa telah terbiasa mengkonstruksi pengetahuannya melalui kegiatan inquiry.

2. Hasil belajar siswa pada domain exploring and discovering (process of science domain) setelah diterapkannya levels of inquiry model memiliki rata-rata persentase untuk keseluruhan aspek penilaiannya sebesar 70 % dengan kategori cukup. Pada saat pembelajaran, proses sains siswa sudah mulai terlihat dengan aspek yang memiliki persentase tertinggi yaitu aspek observasi dan aspek yang memiliki persentase terendah yaitu aspek komunikasi.


(4)

62

4. Hasil belajar siswa pada domain feeling and valuing (attitudinal domain) setelah diterapkannya levels of inquiry model memiliki rata-rata persentase untuk keseluruhan aspek penilaiannya sebesar 76 % dengan kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa, secara umum sikap ilmiah siswa telah mampu dikembangkan melalui pembelajaran levels of inquiry model dengan beberapa aspek sikap ilmiah seperti aspek kerja sama dalam percobaan, tanggung jawab, disiplin dan tekun berada dalam kategori baik sedangkan aspek kerja sama dalam diskusi kelompok dan teliti berada dalam kategori cukup.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran yang diajukan untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut :

1. Penerapan levels of inquiry model pada pembelajaran fisika dapat dijadikan alternatif solusi untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran di kelas.

2. Memberikan motivasi kepada siswa dalam melakukan kegiatan percobaan sehingga siswa menjadi termotivasi untuk melakukan kegiatan percobaan, dengan begitu dapat melatih kemampuan proses sains siswa serta dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa.

3. Manajemen kelas dalam penerapan levels of inquiry model pada pembelajaran fisika harus direncanakan sebaik mungkin sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik

4. Agar penerapan levels of inquiry model pada pembelajaran fisika dapat berjalan dengan baik dan lancar, maka perlu memperhatikan sarana dan prasarana yang mendukung proses tersebut.


(5)

Arikunto, S. (2011). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (edisi revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Fisika, Jakarta: Depdiknas

Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Naskah Akademik: Kajian Kurikulum Mata Pelajaran IPA SMP, Jakarta: Depdiknas

Hake, R.R. (1999). Analizing Change/Gain Score. USA: Department of Physics, Indiana University.

Mundilarto. (2012). Penilaian Hasil Belajar Fisika. Yogyakarta : UNY Press. Purwanto, M, N. (2011). Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya

Riduwan. (2012). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta Sudjana. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja

Rosdakarya

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods). Bandung : Alfabeta

Trianto. (2011). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif : Konsep, Landasan dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta


(6)

64

Wenning, C.J. (2011). “The Levels of Inquiry Model of Science Teaching”. Journal of Physics Teacher Education Online. 6, (2), 9-16.

Wirtha, I. (2008). “Pengaruh Pembelajaran dan Penalaran Formal Terhadap Penguasaan

Konsep Fisika dan Sikap Ilmiah Siswa SMA NEGERI 4 SINGARAJA”. Jurnal

Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, 1, (2), 15-29.

Yager, E.R.,& McCormack, A.J. (1989). “Assessing Teaching Learning Successes in

Multiple Domains of Science and Science Education.” Science Education Journal. 73, (1), 45-58

Zuchdi, D. (2011). Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Praktik.Yogyakarta : UNY Press.

Zulaiha, F. (2013). Penerapan Pembelajaran Terpadu Tema Gunung Meletus untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Penanaman Karakter Siswa SMP. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan