jbm volume 2 no. 3 mei 2006

(1)

Jurnal

BISNIS & MANAJEMEN

Jurnal Ilmiah Berkala Empat Bulanan, ISSN 1411 - 9366 Volume 2 No. 3 Mei 2006

Pengembangan Konsep Manajemen Mutu Terpadu Bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Jasa Keuangan Cabang Bandarlampung

Ernie Hendrawaty Kajian Modal Kerja Usaha Kecil Dalam Rangka Peningkatan Kinerja Usaha Menghadapi Era Pasar Bebas di Bandar Lampung

Iban Sofyan Analisis Faktor Penentu Ekuitas Merek (Studi Pada Produk Tabungan, Tiga Bank Umum Terbesar

Di Provinsi Lampung) Mahrinasari MS. Analisis Efektivitas Dan Efisiensi Tata Niaga Kopi Biji

Di Propinsi Lampung Mustafid Penilaian Saham, Memahami Cara Berinventasi Saham

Di Pasar Modal Sri Hasnawati Faktor-Faktor Fundamental Keuangan Yang Mempengaruhi

Resiko Saham A.Zubaidi Indra

JURNAL BISNIS


(2)

JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN

TIM REDAKSI

Penanggung Jawab : Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc.

(Rektor Universitas Lampung)

Pembina : Prof. Dr. Ir. Tirza Hanum, M.Sc.

(Pembantu Rektor I Universitas Lampung)

: Dr. John Hendri, M.S.

(Ketua Lembaga Penelitian Universitas Lampung)

: Toto Gunarto, S.E., M.S.

(Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Lampung) Pemimpin Umum : Ketua Jurusan Manajemen

Fakultas Ekonomi Universitas Lampung

Dewan Editor

Ketua : Dr. Satria Bangsawan, S.E., M.Si.

Anggota : Dr. Irham Lihan, S.E., M.Si.

: Dr. Wispandono, S.E.. S.Si. Iban Sofyan, S.E., M.Si.

Mahrinasari M.S., S.E., M.P.M. Asep Unik, S.E., M.Si.

M. Syatibi Ch., S.E. Redaksi Pelaksana

Ketua : Habibullah Djimat, S.E., M.Si.

Wakil Ketua : Rinaldi Bursan, S.E., M.Si.

Sekretaris : Muslimin, S.E.

Bendahara : Aida Sari, S.E., M.Si.

Tata Usaha dan Kearsipan : Nasir

Distribusi dan Sirkulasi : Teguh

Alamat Redaksi : Gedung A Lantai 2, Fakultas Ekonomi

Universitas Lampung

Jl. Prof. Sumantri Brojonegoro no. 1 Gedungmeneng - Bandarlampung, 35145

Telp. (0721)704622

Jumal Bisnis dan Manajemen merupakan media komunikasi ilmiah, diterbitkan tiga kali setahun oleh Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Lampung, berisikan ringkasan hasil penelitian, skripsi, tesis, dan disertasi.


(3)

JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN

DAFTAR ISI

Pengembangan Konsep Manajemen Mutu Terpadu Bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Jasa Keuangan Cabang Bandarlampung

Ernie Hendrawaty ……….. 159

Kajian Modal Kerja Usaha Kecil Dalam Rangka

Peningkatan Kinerja Usaha Menghadapi Era Pasar Bebas di Bandar Lampung

Iban Sofyan ………..……….. 173

Analisis Faktor Penentu Ekuitas Merek

(Studi Pada Produk Tabungan, Tiga Bank Umum Terbesar Di Provinsi Lampung)

Mahrinasari MS. ……….……….. 189

Analisis Efektivitas Dan Efisiensi Tata Niaga Kopi Biji Di Propinsi Lampung

Mustafid ……….. 205

Penilaian Saham, Memahami Cara Berinventasi Saham Di Pasar Modal

Sri Hasnawati ……….……….. 213

Faktor-Faktor Fundamental Keuangan Yang Mempengaruhi Resiko Saham

A.Zubaidi Indra ……….……….. 239


(4)

Pengembangan Konsep Manajemen Mutu Terpadu Bagi Badan

Usaha Milik Negara (BUMN) Jasa Keuangan Cabang

Bandarlampung

Oleh :

Ernie Hendrawaty1

ABSTRACT

This research was aimed to develop TQM concept for State Owner’s Financial Service Company Bandarlampung Branch by determining which elements stated important for developing TQM for State Owner’s Financial Service Company Bandarlampung Branch and this study was willing to know the adoption of those elements at State Owner’s Financial Service Company Bandarlampung Branch. Number of respondent companies involved in this study is 21 branch offices. The respondents who participate in this study are branch managers and head of department from each of branch office. The study was conducted to determine the perception of respondent managers and head of departments as to the critical strategy that should define a particular MMT. The validation TQM is done by conducting Factor Analysis.

The result from the survey is that the original of 72 elements of MMT is remain 45 elements which are grouped into 6 (six) factors. Those factors are Education and Analysis Tools Supporting, Facility Management, Management Commitment and Quality Leadership, Customer Focus, Mesurement and Benchmarking.

Keywords : Total Quality Management, Manajemen Mutu Terpadu

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam era perdagangan bebas masalah daya saing merupakan isu kunci dan sekaligus sebagai tantangan yang tidak ringan. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai suatu badan usaha yang bergerak hampir di seluruh aspek ekonomi juga tak terkecuali menghadapi tantangan ketatnya persaingan global, perkembangan teknologi yang cepat dan kondisi dinamis lainnya yang pada akhirnya menuntut BUMN untuk menjadi Badan Usaha berkarakteristik

1


(5)

perusahaan kelas dunia, sehingga BUMN perlu melakukan reorientasi terhadap struktur dan strategi usahanya untuk mencapai sasaran menjadi Badan Usaha berkarakteristik perusahaan kelas dunia.

Untuk menerapkan kebijakan-kebijakan yang telah digariskan dalam Master Plan BUMN tersebut harus didukung oleh suatu sistim Manajemen yang handal. Manajemen Badan Usaha harus melakukan perubahan (transformasi) dari paradigma manajemen tradisional menuju paradigma Total Quality Management (TQM) atau Manajemen Mutu Terpadu (MMT). Bagi BUMN, MMT telah menjadi suatu program yang harus dilaksanakan karena sesuai dengan amanat Menneg BUMN No. S-910/M-MBU/2003 tanggal 18 Februari 2003. MMT adalah suatu pendekatan berorientasi pelanggan yang memperkenalkan perubahan manajemen yang sistematik dan perbaikan terus menerus terhadap proses, produk dan pelayanan suatu organisasi. Manfaat bagi badan usaha dengan diterapkannya MMT adalah perbaikan pelayanan, pengurangan biaya dan kepuasan pelanggan. Perbaikan progresif dalam sistem manajemen dan kualitas pelayanan menghasilkan peningkatan kepuasan pelanggan. Sebagai tambahan, manfaat lain yang bisa dilihat adalah peningkatan keahlian, semangat dan rasa percaya diri karyawan, peningkatan akuntabilitas dan transparansi serta peningkatan produktifitas dan efisiensi pelayanan pelanggan. Namun demikian, di sisi lain sesungguhnya masih banyak para pelaku bisnis masih mengahadapi kesulitan dalam memahami kekuatan dan manfaat MMT dalam memenuhi kualitas dan kinerja usaha yang direncanakan. Penyebabnya adalah adalah sebagai suatu bidang ilmu belum ada suatu definisi standar atau tunggal dan menyeluruh tentang program-program MMT. MMT hanya merujuk pada sebuah pendekatan, sebuah sistem, sebuah alat, sebuah teknik dan atau atau filosofi yang ditujukan untuk mencapai target kualitas tertentu (V. Talavera, 2004, 356).

1.2 Rumusan Masalah

Dengan demikian maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini adalah : “Elemen-elemen MMT mana sajakah yang dipersepsikan penting dalam Pengembangan Konsep MMT bagi BUMN Jasa Keuangan Cabang Bandarlampung ?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan Konsep MMT bagi BUMN Jasa Keuangan Cabang Bandarlampung.


(6)

1.4 Kerangka Penelitian

1.4.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang MMT telah banyak dilakukan untuk menghasilkan suatu konsep untuk merumuskan komponen-komponen yang penting dalam MMT. Sebelumnya terdapat beberapa penelitian terdahulu yang mencoba untuk mengumpulkan dan mensintesa berbagai macam elemen MMT. Diantaranya seperti yang dikutip dari V. Talavera (2004, 357) adalah penelitian Saraph (1989); Powell (1995); Ahire (1996); Flynn (1996) dan Black dan Porter (1996). Masing-masing penelitian menghasilkan suatu konsep MMT yang memiliki elemen-elemen yang tidak sama, mengingat penelitian yang dilakukan memiliki perbedaan dalam hal jenis industri, sampling frame dan uji kevalidan maupun kereliabelan.

Penelitian V. Talavera (2004) dilakukan terhadap 347 orang manajer yang berasal dari 63 perusahaan responden yang meliputi industri elektronik, pengolahan makanan, otomotive, farmasi, semen dan lain-lain. Hasil analisis pada survey tahap pertama menunjukkan semula terdapat 12 elemen (72 item program MMT) yang dipersepsikan penting dalam system manajemen mutu. Namun sesudah dilakukan uji kevalidan dengan Analisis Faktor ternyata hanya terdapat 7 elemen ( terdiri dari 35 item pernyataan strategi ) yang dipersepsikan penting oleh responden, yaitu (1) Getting feedback in designing QM Strategies (2) Customer Focus (3) Employement of Kaizen and 5S (4) Quality Monitoring and Control (5) QM Technique Orientation (6) Employee Involvement dan (7) Incentive and Recognition System.

1.4.2 Landasan Teori

1.4.2.1 Mengapa Mutu itu Penting

Mutu sangat penting. Dimulai pada tahun 1970an, perusahaan manufacture di Jepang dengan bantuan konsultan Amerika, yang bernama W. Edward Demming mulai menggunakan mutu sebagai daya saing perusahaan. Mutu menjadi salah satu faktor selain harga yang menentukan tingkat permintaan konsumen. Perusahaan yang mampu memenuhi bahkan melebihi harapan pelanggannya akan menjadi perusahaan yang berhasil.

Pada dasarnya mutu dapat mempengaruhi perusahaan dalam empat cara, yaitu : (1) Biaya dan Pangsa Pasar (2) Reputasi Perusahaan (3) Pertanggungjawaban produk dan (4) Implikasi internasional. Mutu yang baik dapat mengarah pada peningkatan pangsa pasar, produktivitas dan penghematan biaya. Perbaikan mutu juga berarti penurunan kerusakan produk


(7)

dan biaya jasa. Selanjutnya reputasi perusahaan akan ditentukan oleh reputasi mutu yang dihasilkan buruk atau baik.

1.4.2.2 Konsep Manajemen Mutu Terpadu

a. Definisi Manajemen Mutu Terpadu

Manajemen Mutu Terpadu mengambarkan penekanan mutu yang memacu seluruh organisasi, mulai dari pemasok sampai konsumen. Definisi MMT juga bermacam-macam. Definisi yang berbeda-beda akan menurunkan perbedaan pula dalam unsur atau prinsip pokok dalam MMT.

Pengertian mutu yang diadopsi oleh American Society for Quality Control : bahwa Mutu adalah totalitas bentuk dan karakteristik barang atau jasa yang menunjukkan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang tampak jelas maupun yang tersembunyi (Render dan Haizer, 2001 : 92). Meskipun demikian pendapat lain mengatakan bahwa definisi mutu menyangkut berbagai kategori. Beberapa dari definisi tersebut berorientasi pada pengguna dan berorientasi pada produk. Krajewski (1996, 14) menyatakan bahwa pelanggan mendefinisikan mutu dengan berbagai macam cara, yaitu

(1) Conformance to Specifications atau kesesuain dengan spesifikasi (2) Value atau

nilai/harga (3) Fitness of Use atau modelnya, keawetannya, pelayanannya (4) Support

atau dukungan layanan (5) Psychological Impressions atau image, keindahan, kebersihan. Menurut Goetsch dan Davis (1997:3) Mutu adalah keadaan dinamik yang diasosiasikan dengan produk, jasa, orang, proses, lingkungan yang mencapai atau melebihi harapan.

Definisi MMT menurut Ishikawa (Tjiptono dan Diana, 2000 :4), MMT diartikan sebagai perpaduan semua fungsi dari perusahaan ke dalam falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas dan kepuasan pelanggan. Santosa (Tjiptono dan Diana, 2000 :4) menyatakan bahwa MMT adalah: MMT merupakan sistim yang mengangkat mutu sebagai strategi usaha dan berorientasi kepada kepuasan pelanggan dan melibatkan seluruh anggota organisasi. Menurut Goetsch, dan Davis (1997:3) Manajemen Mutu Terpadu adalah :

Suatu pendekatan untuk menjalankan bisnis yang berusaha untuk memaksimalkan persaingan sebuah organisasi melalui perbaikan yang terus-menerus atas mutu produk, jasa, orang, proses, dan lingkungannya.

Hingga saat ini belum ada definisi mutu yang diterima secara universal, namun dari beberapa definisi mutu terdapat beberapa kesamaan, yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut :


(8)

1. Mutu meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan 2. Mutu mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan 3. Mutu merupakan suatu kondisi yang selalu berubah.

b. Prinsip dan Unsur Pokok dalam Manajemen Mutu Terpadu

Prinsip-prinsip dan unsur pokok dalam MMT menurut Krajewski (1996, 140-141) adalah MMT menekankan tiga prinsip, yaitu customer satisfaction, employee involvement dan continous improvement.

Variabel-varibel MMT menurut Goetsch, dan Davis (1997:3) adalah : MMT didasarkan pada strategi, focus kepada pelanggan, obsesi terhadap mutu, pendekatan ilmiah, komitmen jangka panjang, kerja kelompok, peningkatan terus-menerus, kebebasan melalui kontrol, kesatuan tujuan, dan Keterlibatan dan pemberian wewenang kepada karyawan.

Render dan Heizer (2001, 98) mengembangkan lima konsep MMT yang efektif, yaitu (1) Perbaikan yang terus menerus (2) Pemberdayaan karyawan (3) Perbandingan kinerja (Patok duga/Benchmark) (4) Penyediaan kebutuhan yang tepat waktu (Just In Time) dan (5) Pengetahuan mengenai peralatan MMT, seperti Metode Taguchi, Diagram Pareto, Diagram Sebab Akibat dan pengendalian Proses secara statistik.

Pendapat yang lain mengenai MMT dikemukakan oleh Tenner dan Detoro yang dikutip oleh Hamidah (2003, 276) yang menyatakan bahwa MMT dapat diuraikan menjadi tiga subsistem yaitu (1) Fokus pada pelanggan (customer focus) (2) Perbaikan proses berkesinambungan (continous process improvement) dan (3). Keterlibatan terpadu (total involvement) dimana ketiga sub sistem tersebut saling berkaitan.

V. Talavera (2004, 358-360) juga berhasil merumuskan konsep MMT hasil telaah pustaka yang terdiri dari 12 (dua belas) elemen MMT, yaitu : (1) Komitmen Manajemen Puncak (Top Management Commitment ) (2) Perencanaan Mutu Strategis (Strategic Quality Planning) (3) Orientasi Pelanggan (Customer Focus) (4) Manajemen Mutu Pemasok (Supplier Quality Management) (5) Manajemen Sumber Daya Manusia (Human Resources Management) (6) Pendidikan dan Pelatihan Karyawan (Employee Education and Trainging) (7) Perancangan Produk / Jasa ( Product/Service Design) (8) Ketertiban Organisasi Tempat Kerja (Workplace Organization Orderliness) (9) Manajemen dan Pengawasan Proses (Process Management Control) (10) Manajemen Informasi Mutu (Quality Information Management) (11) Patok Duga (Benchmarking) Perbaikan Berkelanjutan (Continous Improvement).


(9)

Penelitian ini akan menggunakan prinsip dan unsur pokok atau variable-variabel MMT yang berasal dari konsep yang disusun oleh V. Talavera (2004) karena memiliki cakupan yang luas.

1.5 Metode Penelitian

1.5.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan studi deskriptif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dan menggunakan daftar pertanyaan (questioner) sebagai alat pengumpul data yang pokok.

1.5.2 Populasi dan Sample

Populasi obyek penelitian adalah seluruh BUMN Jasa Keuangan yang beroperasi di Bandarlampung yang berasal dari kelompok usaha Perbankan, Asuransi dan Jasa Pembiayaan, yang berkedudukan sebagai kantor cabang utama, yaitu sebanyak 21 buah.

Tabel 1 : BUMN Jasa Keuangan

Kelompok Badan Usaha Jumlah KC

Bank

BRI BTN BNI

Bank Mandiri

2 1 3 5

Asuransi

Jiwasraya Jasaraharja Taspen Jamsostek Askes Jasindo

1 1 1 1 1 1

Pembiayaan Pegadaian 4

Penelitian ini akan mengumpulkan data dari seluruh populasi obyek penelitian. Populasi responden adalah kepala cabang masing-masing badan usaha dan kepala departemen atau setingkat dengannya dari departemen-departemen yang berbeda. Data tentang populasi dan sample tersaji pada table berikut ini :


(10)

Tabel 2 : Populasi Obyek Penelitian dan Responden

Tahap Pengujian MMT Target Ukuran

Populasi Teknik Realisasi

Pengujian dengan

menggunakan ‘perception of importance’ sebagai dasar

21 Badan Usaha 102 responden

Sensus 21 Badan Usaha 100 responden

Pendapat responden dibutuhkan untuk melakukan validasi konsep MMT, yaitu data persepsi dari responden mengenai tingkat kepentingan (perception of importance) elemen MMT.

1.5.3 Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini adalah elemen-elemen MMT hasil kajian pustaka V. Talavera (2004). Variabel tersebut adalah: (1) Komitmen Manajemen Puncak (Top Management Commitment ) (2) Perencanaan Mutu Strategis (Strategic Quality Planning) (3) Orientasi Pelanggan (Customer Focus) (4) Manajemen Mutu Pemasok (Supplier Quality Management) (5) Manajemen Sumber Daya Manusia (Human Resources Management) (6) Pendidikan dan Pelatihan Karyawan (Employee Education and Trainging) (7) Perancangan Produk / Jasa ( Product/Service Design) (8) Ketertiban Organisasi Tempat Kerja (Workplace Organization Orderliness) (9) Manajemen dan Pengawasan Proses (Process Management Control) (10) Manajemen Informasi Mutu (Quality Information Management) (11) Patok Duga (Benchmarking) (12) Perbaikan Berkelanjutan (Continous Improvement).

1.5.4 Instrumen Penelitian

Pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian berupa daftar pertanyaan. Sebelum dilakukan pengujian, harus dilakukan uji kereliabelan (reliability) dan uji kevalidan (validity) daftar pertanyaan

Penelitian ini menggunakan uji kevalidan internal menggunakan Teknik Alpha. Pada penelitian ini uji kevalidan yang digunakan adalah Construct Validity. Menurut Sekaran (1992: 173) Construct Validity testifies how well the result obtained from the use of measure fits theories around which the test is designed. Untuk menguji construct validity dilakukan Analisis Faktor dengan software SPSS 10.


(11)

1.5.5. Analisis Data

1. ANALISIS FAKTOR

Analisis factor akan meringkas beberapa variable MMT menjadi beberapa faktor saja yang paling penting dalam mendukung keberhasilan MMT. Tahap-tahap pada analisis faktor :

1. Memilih variable yang layak dimasukkan dalam analisis faktor. Analisis factor berupaya mengelompokkan sejumlah variable. Untuk itu digunakan alat analisis Measure of Sampling Adequacy (MSA) atau Barlett’s test.

2. Melakukan ekstrasi variable menjadi satu atau beberapa factor. Dalam hal ini digunakan metode Principal Component

3. Melakukan rotasi factor untuk memperjelas apakah factor yang terbentuk sudah secara signifikan berbeda dengan factor lain.

4. Melakukan uji Anova untuk melihat apakah factor yang terbentuk berbeda nyata dengan factor lain.

5. Faktor yang sebenarnya terbentuk adalah factor-faktor yang merupakan komponen MMT yang dipersepsikan sebagai factor yang penting oleh BUMN Jasa Keuangan Cabang Bandarlampung.

2. HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Pengujian Reliabilitas Alat Ukur

Hasil Uji Reliabilitas menunjukkan bahwa nilai koefisien reliabilitas instrument daftar pertanyaan sebesar 0,9552. Nilai ini memberi makna bahwa tingkat kepercayaan dan konsistensi pertanyaan maupun pernyataan bernilai tinggi yaitu sebesar 95,52%. Untuk menguji construct validity dilakukan Analisis Faktor dengan software SPSS 10. Uji construct validity dengan Analisis Faktor.

2.2 Analisis Faktor

Dalam penelitian ini, variabel yang diproses dengan analisis factor sebanyak 72 variabel dengan jumlah populasi sebanyak 100 responden. Output Analisis Faktor dengan menggunakan SPSS adalah ternyata dari 72 variabel awal, yang tersisa atau tereduksi hanya 45 variabel dengan rata-rata loading 0,733. Tabel 3 menunjukkan distribusi variable MMT pada ke-6 faktor.


(12)

Tabel 3 Distribusi variable MMT

Initial Eigenvalues

No Faktor Total % of Variance

Nama Variabel Item Loading

1 12.862 17.864 SDM

Manajemen memberikan balas jasa (imbalan) kepada karyawan untuk usaha-usaha perbaikan kualitas

0.692

DIK 3 Semua karyawan dilatih tentang Team Building / Group Dynamics 0.705

DIK 5 Mengintegrasikan materi pelatihan pada proses pekerjaan sehari-hari 0.732

DIK 6 Melakukan pelatihan karyawan secara berkala (rutin) 0.719

IKC 1

Investasi dalam peralatan dan teknologi untuk meningkatkan kualitas dalam operasi /proses

0.686

IKC 3

Menggunakan piranti data numerik (check sheet, diagram Pareto, run chart dll) dan piranti data verbal (flow chart, brainstorming, diagram sebab akibat) guna mendiagnosis masalah kualitas dan masalah kelemahan proses

0.605

IKC 4

Pengendalian kinerja proses dilakukan pada setiap tahap , mulai dari tahap input, proses/transformasi, output dan customer

0.736

IKC 5

Melakukan pengawasan kualitas dengan menggunakan survey kepuasan pelanggan metode statistik atau teknik lain untuk memonitor kualitas produk / jasa yang dihasilkan

0.851

PTM 1

Menggunakan siklus PDCA (Plan-Do-Check-Action) untuk melakukan perbaikan dan pengendalian proses secara berkesinambungan

0.717

PTM 2

Membuat perencanaan dan program yang berkesinambungan untuk mengurangi siklus waktu operasi perusahaan


(13)

Initial Eigenvalues

No Faktor Total % of Variance

Nama Variabel Item Loading

PTM 3

Membuat perencanaan dan program yang berkesinambungan untuk memikirkan berbagai cara untuk memperbaiki kualitas produk dan pelayanan

0.798

PTM 4

Manajemen puncak menyediakan bantuan teknis, finansial dan pendidikan bagi program manajemen kualitas perusahaan

0.779

IKD 5

Memfasilitasi program pengembangan produk untuk dapat segera merespon kebutuhan pasar

0.703

PKS 2 Kejelasan dan keformalan dalam

menuliskan sasaran kualitas 0.742 2 10.286 14.286 MKP 1 Manajemen memiliki rencana kualitas untuk pemasok 0.848

MKP 2 Kualitas menjadi pertimbangan

utama dalam memilih pemasok 0.849

MKP 3

Bekerjasama dengan tidak terlalu banyak pemasok namun dapat diandalkan

0.756

MKP 4

Memasukkan umpan balik dari pemasok untuk memperbaiki produk, pelayanan dan perancangan proses

0.859

MKP 5 Menerapkan program evaluasi terhadap pemasok 0.868

MKP 6

Manajemen bekerjasama dengan pemasok untuk meningkatkan kualitas

0.834

RAP 1 Fasilitas yang nyaman, bersih dan teratur/rapi 0.926

RAP 2 Adanya sistim manajemen pencatatan/arsip yang efektif 0.936

RAP 3

Karyawan memiliki disiplin dan inisiatif untuk mematuhi peraturan dengan tertib

0.902

RAP 4

Pemeliharaan fasilitas dilakukan secara berkala dan dilakukan monitoring serta evaluasi terhadapnya

0.93

RAP 5

Penyediaan peralatan kantor, dokumen, office supplies hanya yang benar-benar dibutuhkan saja


(14)

Initial Eigenvalues

No Faktor Total % of Variance

Nama Variabel Item Loading

RAP 6

Pemberian tanda/papan penunjuk/label terhadap asset-asset, departemen-departemen untuk keperluan identifikasi dan memudahkan mencari lokasi/letaknya.

0.905

3 7.3 10.139 KMP 1

Manajemen Puncak terlibat secara penuh dalam implementasi dan tindak lanjut program Manajemen Mutu

0.876

SDM 5

Pemberian penghargaan kepada karyawan yang mencapai sasaran kualitas

0.788

DIK 1 Semua karyawan dilatih tentang konsep Manajemen Mutu Terpadu 0.851

DIK 2 Semua karyawan dilatih tentang Quality Control 0.864

MKI 4

Menyediakan data kualitas yang terbaru dan lengkap dan dilaporkan pada semua departemen

0.703

MKI 5 Seluruh karyawan dapat mengakses data kualitas 0.714

PTM 6

Manajemen melakukan audit sistim manajemen kualitas secara periodic baik audit internal maupun eksternal

0.762

FKP 5

Terdapat suatu proses efektif untuk memproses informasi tentang ekspektasinasabah

0.816

4 6.762 9.392 IKD 2

Mempertimbangkan keinginan pelanggan dan umpan balik pemasok untuk memperbaiki produk, pelayanan dan perancangan proses

0.708

IKD 4

Mengumpulkan umpan balik dari para ahli dalam perancangan produk/jasa

0.621

PKS 5

Pengkajian (review) sasaran dan tujuan departemen-departemen untuk menyelaraskan dengan rencana organisasi secara keseluruhan

0.626

5 4.405 6.118 IKC 6

Melakukan tindakan pencegahan dan pemeliharaan secara berkala terhadap peralatan/perangkat sistim operasional perusahaan


(15)

Initial Eigenvalues

No Faktor Total % of Variance

Nama Variabel Item Loading

MKI 2

Adanya sistim database untuk mengumpulkan, mengontrol dan menyimpan data kualitas kegiatan operasi untuk menyediakan informasi yang relevan yang dibutuhkan untuk mengukur kualitas dari output yang dihasilkan

0.621

PDG 3

Menerapkan sertifikat ISO 9000 untuk memenuhi standar kualitas internasional

0.626

6 3.781 5.251 PDG 1

Manajemen mempelajari praktek fungsi-fungsi usaha dari perusahaan terkemuka dalam industri yang sama dan dari pesaing utama untuk mengembangkan sasaran kualitasdan untuk memperbaiki operasi perusahaan

0.765

PDG 2

Manajemen mempelajari praktek fungsi-fungsi usaha dari perusahaan terkemuka dalam industri yang berbeda untuk mengembangkan sasaran kualitas dan untuk memperbaiki operasi perusahaan

0.737

PDG 4

Menganalisis, mengadopsi dan mengimplementasikan praktek terbaik strategi manajemen kualitas dari perusahaan mitra patok duga yang menjadi teladan patok duga

0.683

PDG 5

Memastikan bahwa kegiatan patok duga yang dilakukan

menghasilkan perbaikan kualitas yang signifikan

0.634

PDG 6

Sepanjang waktu target patok duga dan metode-metode patok duga dievaluasi kembali

0.691

Nama ke-6 faktor tersebut adalah :

1. Faktor 1 terdiri dari 14 item yang dinamakan Faktor Pendidikan dan Dukungan Perangkat Analisis.


(16)

3. Faktor 3 terdiri dari 8 item yang dinamakan Komitmen Manajemen dan Kepemimpinan Kualitas.

4. Faktor 4 terdiri dari 3 item yang dinamakan Fokus Pelanggan 5. Faktor 5 terdiri dari 3 item yang dinamakan Pengukuran 6. Faktor 6 terdiri dari 5 item yang dinamakan Patok Duga

3. SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan, maka disimpulkan bahwa konsep MMT bagi BUMN Jasa Keuangan Cabang Bandarlampung adalah : (1) Faktor

Pendidikan dan Dukungan Perangkat Analisis (2) Faktor Manajemen Fasilitas (3) Faktor Komitemen Manajemen dan Kepemimpinan Kualitas (4) Faktor Fokus pada Pelanggan (5) Faktor Pengukuran dan (6) Faktor Patok Duga

3.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan, maka bagi BUMN Jasa Keuangan Cabang Bandarlampung yang akan mengadopsi konsep MMT sebaiknya memprioritaskan keenam factor dari hasil analisis factor tersebut dalam program MMTnya.

DAFTAR PUSTAKA

Goetssch, David L and Davis, Stanley B. 2002. Manajemen Mutu Total. Edisi ke dua. Penerbit PT Prenhalindo. Jakarta

Krajewski, Lee J. and Larry P. Ritzman. 1996. Operations Management : Strategy and Analysis. Addison-Wesley P:ublishing Company. Inc.

Hamidah. 2003. Pengaruh Manajemen Mutu Terpadu terhadap Perilaku Produktif Karyawan Industri Tekstil Berskala Besar di Kota Bandung. Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen. September 2003. 275-290.

Muchsinati, Evi Silvana. 2001. Repositioning dan Perubahan Peran Fungsi Departemen Sumber Daya Manusia Sebagai Upaya Mencapai Keunggulan Kompetitif. Usahawan No. 03. Th XXX. Maret 2001. 3-8.


(17)

Nasution,M.N.2004. Manajemen Mutu Terpadu. Penerbit Ghalia Indonesia. Bogor Selatan

Render, Barry dan Jay Haizer. 2001. Prinsip-prinsip Manajemen Operasi. Edisi Pertama. Salemba Empat. Jakarta

Sekaran, Uma. 1992. Research Methods For Business: A Skill Building Approach. Second Edition. John Wiley & Sons, Inc.

Supranto, J .2004. Analisis Multivariat, Penerbit Rineka Cipta.Jakarta.

Suwandi, Adig. 2001. Arah Privatisasi BUMN. Usahawan No. 5 Th XXX Mei 2001. 3-6

Tjiptono, Fandy dan Anastasia Diana.2000. Total Quality Management. Penerbit Andi Offset Yogyakarta.

Umar, Husen.2000. Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

V. Talavera, Ma Gloria. 2004. Development and Validation of TQM Construct. The Philippine Experience.Gadjah Mada International Journal of Business Volume 6, No. 3 September 2004: 355-380.


(18)

Kajian Modal Kerja Usaha Kecil Dalam Rangka Peningkatan

Kinerja Usaha Menghadapi Era Pasar Bebas di Bandar Lampung

Oleh :

Iban Sofyan2

ABTRACT

The reseach aims to analyze : (1) the influencing factors of working capital from small business and determining alternative solution; (2) alternative strategic management from small business. The types of data are : (1) the secondary time series data which analyzed by financial models and (2) the primery data of owner from the small business which analyzed by description approach.

The result shows that the small business in Bandar lampung need to improve their working capital trough : (1) the increasing level of effectivities from their business; (2) the creating of business innovation; (3) making commitment about business efficiency and competitiveness.

Based on the result of this reseach, researcher is prepairing strategic standar and business commitment for the small business to enter global business.

Key words: Working Capital management.

I. PENDAHULUAN

Usaha kecil di Indonesia di era reformasi ini mempunyai peranan yang sangat berarti dalam menunjang perekonomian. Banyak usaha besar pada saat ini mengalami keterpurukan sebagai akibat resesi ekonomi berkepanjangan,justru usaha kecil semakin bergairah untuk berkembang, secara kuantitatif dapat dibuktikan dari pemerataan usaha dan peluasan lapangan kerja,yang berkembang dari 1.755.000 unit usaha tahun 1997 menjadi 2.143.500 unit usaha pada tahun 1999, sementara jumlah tenaga kerja yang diserap juga meningkat dari 5.308.800 orang tahun 1997 menjadi 10.113.600 orang tahun 1999. Lebih jauh lagi jika dilihat dari sumbangannya pada ekspor nonmigas yaitu dari 102 juta dollar Amerika tahun 1998 terus naik menjadi 136,8 juta dollar Amerika pada akhir tahun 2001, secara persentase rata-rata kenaikan nilai ekspor usaha kecil meningkat dengan 30,5 persen per tahun ( Puji Wahono,2000)

2


(19)

Peranan usaha kecil yang penting ini, seyogyanyalah mendapat perhatian kita semua, tetapi pada kenyataan sekjarang banyak hambatan dan pembinaan yang kurang serius baik dari pemerintah maupun pihak-pihak lain yang terkait termasuk perguruan tinggi. Janji-janji untuk memberi kemudahan baik dalam perizinan,permodalan,maupun pembinaan manajemen baru sebatas pernyataan atau retorika politik,sehingga semua kebijakan selalu tidak menyentu pengembangan usaha kecil. Hasil pengamatan ada beberapa hal yang menghambat pembinaan usaha kecil di Indonesia ( Indra Ismawan,1999), yaitu : (1) Indonesia belum memiliki undang-undang yang mengatur usaha kecil,walaupun sekarang rancangan undang-undang (RUU) itu mungkin sudah disahkan menjadi undang-undang namun realisasinya dan sosialisasi sampai saat ini belum jelas adanya ; (2) masih lemahnya komitmen dalam pembinaan usaha kecil, baik yang disuarakan oleh pemerintah maupun oleh pengusaha besar selaku mitra usaha, sehingga dapat dikatakan bahwa usaha kecil itu ada dan berkembang sepenuhnya atas usaha mereka sendiri, kerena didorong oleh kebutuhan hidup.

Penghambat lain yang juga dapat dikatakan secara structural usaha kecil umumnya di Indonesia menghadapi kendala-kndala bersifat internal,yaitu kualitas sumberdaya manusia yang masih rendah, kelemahan dalam struktur permodalan,dan kelemahan dalam mengakses permodalan,termasuk dalam manajemen modal kerja( Suryadi Soedirdja,1998). Kondisi usaha kecil Indonesia yang demikian ini, jika kurang mendapat binaan yang serius di masa mendatang,khususnya dalam menghadapi pasar bebas versi AFTA ataupun versi Dunia nantinya akan berdampak serius bagi perkembangan usaha kecil di Indonesia umumnya dan secara khusus pada usaha kecil di Bandar Lampung. Kenyataan di lapangan dapat kita lihat pada saat ini banyak usaha kecil kita kewalahan dalam menghadapi serbuan produk-produk dari luar negari yang sampai saat ini sudah meramba ke berbagai pelosok Indonesia. Apalagi jika penerapan pasar bebas AFTA ini benar- benar sudah direalisasikan, dimana kita tidak dapat lagi membantasi barang masuk dengan pembatasan tarif masuk antar negara-negara ASEAN. Kenyataan ini akan menambah beban berat bagi usaha kecil,dan mungkin juga akan dialami oleh perusahaan besar yang tidak efisien. Bukti-bukti telah mununjukkan pada kita betapa kewalahannya usaha otomatif kita menghadapi serbuan produk –produk otomotif China,Taiwan, Korea,dewasa ini, masih banyak lagi produk-produk dari Negara jiran seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura yang sudah lama beroperasi di Negara kita. Situasi ini akan menjadi siutasi sulit bagi usaha-usaha kita khususnya usaha kecil jika dikaitkan dengan kelemahan usaha kecil kita yang telah diuangkapkan sebelumnya, terutama yang berhabungan dengan modal khususnya modal kerja. Usaha kecil menurut Levi dan Sarnat (1989) justru membutuhkan tambahan modal kerja relatif lebih besar dari kebutuhan usaha menengah


(20)

maupun usaha besar. Kesulitan yang terbesar pada usaha kecil dalam modal kerja terletak pada usaha pemisahan antara kebutuhan modal kerja dengan kebutuhan hidup pengusaha dan keluarga sehari-hari. Hal ini terjadi kerena usaha kecil umumnya tidak mampu mengakses modal,terutama jika berhubungan degan pihak ketiga

( bank maupun mitra usaha lainnya yang sifatnya sangat selektif ). Kelemahan ini tentunya berdampak luas pada daya saing dan kemantapan berusaha, apalagi dihubungkan dengan inovatif. Kunci keberhasilan usaha kecil menurut Steiner,Goerge(1985) justru terletak pada usaha inovatifnya.

Peranan usaha kecil di Lampung khususnya di Bandar Lampung tidak terlalu berbeda dengan peranan usaha kecil secara nasional,ini terlihat dari sumbangan industri kecilnya mampu memberi 21,0 persen ekspor komoditi non migas yang dihasilkan oleh Lampung (BPS,1993). Jumlah usaha kecil juga meningkat dari 12,067 unit usaha kecil telah meningkat menjadi 18.488 unit usaha kecil sampai tahun tahaun 1998( BPS). Dan diperkirakan jumlah ini akan naik lagi selama era reformasi ini, sementara perusahaan besar dan menengah justru mengalamai stagnan karena masih dipengaruhi oleh dampak resesi ekonomi yang sampai saat ini belum dikatakan membaik.

Kedala yang dihadapi dalam pengembangkan usaha kecil di Lampung khususnya usaha kecil di Bandar Lampung hampir sama dengan masalah yang dihadapi oleh usaha kecil secara nasional, yaitu kesenjangan antara usaha menengah dan usaha besar semakin melebar. Usaha kecil di Bandar Lampung umumnya lemah dalam permodalan, sulitnya mendapatkan modal termasuk modal kerja,kelemahan dalam manajemen, dan rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Kondisi ini setelah ditelusuri lebih jauh merupakan suatu sistem dalam kegiatan manajemen, ini berarti bahwa manajemen usaha kecil itu merupakan suatu sistem,sehinga salah satu dari sistem ini terganggu akan berdampak serius pada sistem secara keseluruhan ( Collins and Devana,2001), ini jelas apabilah usaha kecil itu lemah dalam modal kerja akan berdampak serius pada keunggulan bersaing baik secara lokal apalagi dalam mengahadapi persaingan di pasar bebas, apakah itu versi AFTA atau secara global.

A. Perumusan Masalah

Masalah yang dapat ditarik dari uraian sebelumnya adalah:

(1) Apakah pengelolaan modal kerja usaha kecil yang telah dioperasikan oleh usaha kecil di Bandar Lampung telah dilakukan secara efektif atau secara optimal.


(21)

(2) Teknik manajemen apa yang tepat yang harus diterapkan oleh pengusaha kecil di Bandar Lampung dalam menghadapi ketatnya persaingan di era basar bebas.

(3) Strategi apa sebaiknya digunakan oleh usaha kecil di Bandar Lampung dalam menghadapi ancaman persaingan degan produk-produk luar sekarang dan di era pasar bebas.

B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

(1) Mendapatkan gambaran yang jelas mengenai kondisi usaha kecil di Bandar Lampung terutama yang berhubungan dengan manajemen modal kerjanya. (2) Memberikan solusi manajemen dalam mengatasi masalah manajemen

modal kerja setelah menganalisis modal kerja, memperhitungan kebutuhan modal kerja, dan teknik mengakses modal khususnya modal kerja.

(3) Merumuskan strategi bersaing yang sesuai dengan kekuatan ,kelemahan, peluang dan ancaman yang bakal dihadapi di masa yang akan datang. (4) Merumuskan teknik Pembinaan yang tepat dan fleksibel untuk usaha ecil di

Bandar Lampung.

II. KERANGKA PENDEKATAN

Kerangka pendekatan yang digunakan dalam pemecahan maslah ini dapat dilihat dari bagan alur berikut :


(22)

Peneliti melakukan survey Usaha kecil yang telah ditentukan Mendapatkan data manajemen Modal kerja.

Pengolahan data : Tabulasi,perhitungan Dan analisis. Memisah-misah hasil sesuai Dengan tujuan penelitian yang

sudah di Tetapkan.

Solusi berdasarkan Manajemen modal Kerja

Solusi berdasarkan manajemen strategi bersaing

Penyusun Pedoman Manajemen usaha kecil Terutama yang berhubungan Manajemen modal kerja dan Teknik inovatif

untuk mening- katkan daya saing

Gambar 1. ini menujukkan bahwa penyelesaian masalah penelitian akan dilakukan melalui empat tahap, yaitu : (a) tahap penelitian,menggunakan metode penelitian yang sesuai sehingga didapatkan data yang valid dari respondenyang telah dipilih;(b) tahap pengolahan data dengan tabulasi, menghitung, memisah-misah hasil sesuai dengan tujuan untuk analisis,yaitu berdasarkan konsep manajemen keuangan khususnya manajemen modal kerja dan konsep manajemen stratetegi bersaing; (c ) tahap menganalisis hasil yang telah dipisahkan secara jelas. Konsep yang digunakan untuk mencari teknik bersaing, dan menumbuhkan inovatif digunakan konsep dari Glueck(1998),Konsep Collins and Devanna (1995), Kenichi Ohmae(1996), beberapa konsep dari David. Fred.R (1998), dan banyak sistesa yang dibuat oleh peneliti dan pengalaman mengajar manajemen strategi. Pendekatan yang digunakan untuk penyelesaian masalah modal kerja digunakan pendekatan Keown, et al (2000), Vanhorn(2000), Weston and Copland (1987),Levi and Sarnad ( 1983); (d) tahap penyusunan pedoman pembinaan mananjemen berdasarkan’manajemen modal kerja dan manajemen strategi bersaing.

( a )

( b )

( c )


(23)

III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian.

Penelitian ini telah dilakukan di Kotamadya Bandar Lampung, pada bulan Mei 2006.

B. Metode Penarikan Sampel

Metode penarik sampel adalah menggunakan metode Purposive random Sampling, yang diambil usaha kecil yang yang potensial yang ada di Kota Madya Bandar lampung, Usaha kecil yang diambil satu unit berdasarkan jenis-jenis usaha, yaitu sebagai berikut:

Tabel 1. Responden

No Jenis Usaha Jumlah(unit) 1. Kerajinan Keripik 1

2 Tanaman hias 1 3 Tukang Jahit 1 4 Warung P&D 1

5 Restoran 1

6. Toko Meubel 1 7 Apotik Kecil 1 8 Kerajinan Bambu 1 9 Usaha Ikan Asin 1 10 Usaha bengkel Motor 1 11 Usaha Bengkel mobil 1 12 Usaha Toko Kue 1 13

14

Toko Manisan Katering

1 1 15 Krupuk Ikan 1

Total 15

C. Hiptesis

(1) Pengololaan modal kerja usaha kecil di Bandar Lampung belum optimal. (2) Strategi inovasi adalah pilihan yang tepat untuk usaha kecil untuk tetap


(24)

D. Alat analisis.

Alat analisis yang digunakan untuk membuktikan hipotesis yang diangkat adalah

menggunakan :

(1) Untuk membuktikan bahwa modal kerja usaha kecil belum optimal digunakan pendekatan manajemen keuangan konsep dari Weston and Copland (1998), yaitu dengan cara membagikan volume penjualan yang dicapai dengan jumlah hari perputaran seruhan modal kerja yang digunakan dalam usaha kecil. Modal kerja optmal bila Working Capitan (WC)≤ 0. Rumus hipotesisnya :

Ho = Nilai modal yang terpakai. H1 ≠ Nilai modal kerja yang optmal

(2) Untuk membuktikan hipotesis keduadigunakan pendekatan manajemen strategi. Rumus hipotesisnya:

Ho = usaha kecil tidak inovatif

H1 ≠ Usaha kecil inovatif

E. Pengolahan Data

Data yang sudah terkumpul diolah secara tabulasi, dihitung, dan dianalisis berdasarkan konsep manajemen modal kerja yaitu menghitung perputaran modal kerja,menghitung kebutuhan modal kerja optimal sesuai dengan perkembangan jumlah permintaan.sedangkan untuk memilih dan menerapkan konsep manajemen strategi,dari data yang ada dikaji berdasarkan TOWS Matrix dari David,Fred (1998).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Perhitungan

Hasil perhitungan dimulai dari perputran modal kerja,kebutuhan modal kerja, dibandingkan dengan realiasi modal kerja dan realisasi volume penjualan,dapat dilihat dari Tabel 2 berikut :


(25)

Tabel 2. Hasil Perhitungan Berdasarkan Manajemen Modal Kerja Usaha Kecil

No Jenis Usaha (1 unit) Modal KerjaYang dioperasikan /hr (Rp) Volume Penjuan yang dicapai/hr (Rp) Jumlah hari Perputaran modal kerja (satu tahun) Jumlah Kebutuhan Modal kerja seharusnya/hr (Rp)

1 Kripik Singkong 12.916,67 45.833,33 68,74 24.034,90 2 Tanaman hias 60.130, 56 68.299,44 109,42 77.360,69 3 Tukang jahit 23.826,38 45.500,- 223,80 73.190,35 4 Warung P&D 12.288,89 16.666,67 158,68 37.811,95 5 Restoran 142.502,78 366.666,67 443,76 283.937.26 6 Toko Meubel 599.291,67 744.444,44 557,87 480.398,66 7 Apotik Kecil 223.611,11 291.666,67 338,76 309.953,95 8 Kerajinan Bambu 26.112,50 46.666,67 390,28 16.448,29 9 Usaha Ikan Asin 12.715,28 20.000,00 189,64 109.301,33 10 Bengkel Motor 31.805,56 56.666,67 590,45 123.126,43 11 Bengkel Mobil 321.875,- 388.888,89 236,67 591.540,96 12 Toko Kue 21.405,14 60.750,45 36,11 36.471,58 13 Toko Manisan 70.711,11 104.877,78 466,43 80.946,77 14 Katering 113.548,28 154.444,44 169,26 328.488,72 15 Krupuk ikan 82.288,89 113.194,44 208,53 195.415,52

Sumber : Data diolah (2006)

Tabel 3. Perbandingan Modal Kerja Yang Diopersikan Dengan Kebutuhan Modal Kerja Seharusnya Berdasarkan Volume Penjualan

No Jenis Usaha Kecil

Modal Kerja yang dioperasikan/hr (Rp) Jumlah Kebutuhan Modal Kerja seharusnya berdasarkan volume Penjualan/Hr (Rp) Keterangan

1 Kripik Singkong 12.916,67 24.034,90 +11.118,23 2 Tanaman hias 60.130, 56 77.360,69 +17.229,79 3 Tukang jahit 23.826,38 73.190,35 +49.363,97 4 Warung P&D 12.288,89 37.811,95 +25.523,06 5 Restoran 142.502,78 283.937.26 +141.434,48 6 Toko Meubel 599.291,67 480.398,66 -118.893,01 7 Apotik Kecil 223.611,11 309.953,95 +86.342,55 8 Kerajinan Bambu 26.112,50 16.448,29 -9.664,21 9 Usaha Ikan Asin 12.715,28 109.301,33 +96.586,05 10 Bengkel Motor 31.805,56 123.126,43 +91.320,87 11 Bengkel Mobil 321.875,00 591.540,96 +269.665,96


(26)

No Jenis Usaha Kecil

Modal Kerja yang dioperasikan/hr

(Rp)

Jumlah Kebutuhan Modal Kerja seharusnya berdasarkan volume

Penjualan/Hr (Rp)

Keterangan

12 Toko Kue 21.405,14 36.471,58 +15.066,44 13 Toko Manisan 70.711,11 80.946,77 +10.235,66 14 Katering 113.548,28 328.488,72 +214.900,44 15 Krupuk ikan 82.288,89 195.415,52 +113.126,63

Sumber : Data Diolah (2006)

Tabel 4. Tingkat Pencapaian Margin Usaha Kesil Di Bandar Lampung

No NamaJenis Usaha Kecil

Pencapaian Volume Penjualan harian(Rp)

Biaya Variabel Harian(Rp)

Persentase Kontribusi margin 1 Kripik Singkong 45.833,33 32.679,49 28,66 2 Tanaman hias 68.299,44 44.920,54 34,23 3 Tukang jahit 45.500,- 20.11,50 54,70 4 Warung P&D 16.666,67 13.020,00 21,88 5 Restoran 366.666,67 226.233,34 38,30 6 Toko Meubel 744.444,44 310.210,00 58,33 7 Apotik Kecil 291.666,67 229.308,34 21,38 8 Kerajinan Bambu 46.666,67 20.421,33 56,24 9 Usaha Ikan Asin 20.000,00 11.014,00 44,93 10 Bengkel Motor 56.666,67 25.902,33 54,29 11 Bengkel Mobil 388.888,89 193.900,00 50,14 12 Toko Kue 60.750,45 34.761.40 42,78 13 Toko Manisan 104.877,78 73.183,48 31,77 14 Katering 154.444,44 107.771,33 61,99 15 Krupuk ikan 113.194,44 63.349,76 43,91

Sumber : Data Diolah (2006)

B. Pembahasan

1. Kajian Berdasarkan Manajemen Modal Kerja

Hasil dari riset terhadap lima belas jenis usaha kecil yang beroperasi di Bandar Lampung setelah diuji berdasarkan kebutuhan modal yang seharusnya berdasarkan rumusan yang membagi total penjualan dengan lamanya hari rata perputaran setiap item modal kerja maka didapatlah hasil lengkap seperti yang diperlihatkan oleh Tabel 1. Hasil ini menunjukkan bahwa hampir rata-rata perusahaan kecil atau 87% usaha kecil di Bandar Lampung umum belum optimal dalam penggunaan modal kerjanya,ini dibuktikan oleh adanya kelebihan ( bertanda +) dalam penggunaan modal kerja, dan hanya 13% (bertanda - ) yang efektif dalam penggunaan modal kerjanya. Ketentuan


(27)

penggunaan modal kerja yang optimal menurut Weston dan Copland (1998), adalah tercapai jika WC ≤ 0 .

Kelemahan ini umumnya karena lemahnya manajemen modal kerja sebagai akibat dari banyaknya keterbatasan sumberdaya dari usaha kecil itu sendiri, diantaranya banyak perusahaan harus menalang atau menggunakan persekot uang muka dalam pengadaan pesediaan untuk menjaga stabilitas produksi, sehingga banyak usaha kecil memiliki tingkat perputuran persediaan yang rendah ,disisi lain kurang efektif dalam penagihan piutang,sehingga perputaran piutang rendah. Kelemahan ini juga umumnya disebabkan adanya keterbatasan modal kerja secara umum, karena kesulitan dalam mengakses modal kerja. Sumber-sumber dana yang ada umumnya adalah bersifat individu dengan rata-rata tingkat suku bunga yang tinggi. Kemampuan menggunakan sumberdana dari bantuan bank, KUK dari koperasi atau instansi pemerintah umumnya masih jarang. Kalaupun ada pada umumnya mereka tidak begitu tertarik menggunakan sumberdana ini karena dipandang terlalu sulit dan sangat birokrasi,dan persyatan ini tidak dapat dipenuhi oleh banyak perusahaan kecil. Akibatnya banyak usaha kecil berjalan seadanya dan orientasi usaha hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari. Kondisi seperti ini tentukannya akan mempersulit usaha kecil untuk dapat eksis di era pasar bebas pada tingkat AFTA apalagi pada tingkat dunia.

2. Kajian Berdasarkan Manajemen Strategi

Hasil perhitungan dimulai dari Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3, dapat dijadikan dasar dalam kajian lingkungan usaha kecil, ditambah dengan fakta lingkungan yang ada pada usaha kecil sekarang dan prediksi di masa yang akan datang. Guna menyusun strategi pengembangan usaha kecil sekarang dan yang akan datang digunakan pendekatan David,Fred (1998) yang dikenal dengan TWOS Marix Analysis. Berdasarkan kajian ini kekuatan,kelemahan, peluang, dan ancaman dari manajemen usaha kecil itu dituangkan dalam matrik TOWS sebagai berikut:


(28)

Gambar 1. Matriks TOWS, Usaha Kecil di Bandar Lampung

KSF Internal

KSF

S= Kekuatan

1. Kontribusi margin (rata-rata ±41% ) pada bahan baku

2. Keuletan berusaha 3. Volume Penjualan Modal

kerja Naik terus

W=Kelemahan

1. Ketergantung Tinggi 2. Manajemen 3. Akses modal

O= Peluang

1. Prospek pasar lokal 2. Prospek pasar luar 3. Binaan Pemerintah

S-O

1. Melakukan inovasi 2. Pengembangan usaha 3. Peningkatan mutu

W- O

1. Memperbaiki manajemen modal kerja

2. Pelatihan SDM

3. Kontrak BB

T= Ancaman

4. Persaingan 5. Teknologi

6. Perubahan trand/mode

S- T

1. Penguatan Penguasaan pasar

2. Antipasi Perubahan tek nologi

W- T

Menambah wawasan SDM tentang Persaingan dan pening katan modal kerja

Hasil kajian lingkungan berdasarkan TOWS ini secara umum menggambarkan peta kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dari keberadaan usaha kecil di masa yang akan datang ,selain itu melalui matriks TOWS ini dapat dirancang strategi apa yang layak diterapkan dalam jangka pendek ,jangka menengah, dan jangka panjang terutama dikaitkan dengan persaingan secara bebas di era AFTA maupun era Global.

Kekuatan dari saha kecil di Bandar Lampung berdasarkan kajian hasil survei ada tiga pilar yaitu (1) setiap usaha kecil umumnya memiliki kontribusi margin yang tinggi yaitu berkisar rata-rata antara 41%, ini menunjukkan bahwa usaha kecil ini secara bisnis masih cukup potensial kalau dikelola dengan benar. Masalahnya terletak pada kemampuan mengatur biaya operasional usaha, jika biaya operasional rutin ini dapat diefisienkan maka usaha tersebut akan tetap eksis dan berkembang secara mandiri apalagi jika menggunkan dana binaan pemerintah atau yang disalurkan melalui Bank atau non Bank.; (2) Rata-rata pengusaha kecil ini memiliki keuletan dalam berusaha karena terdorong oleh motivasi untuk mempertahan hidup secara mandiri; (3) Selain itu kekuatan lain adalah hampir semua produk yang ditawarkan oleh usaha kecil dapat diterima pasar local karena itu sampai saat ini masalah penjualan tetap baik.


(29)

Kelemahan usaha kecil di Bandar Lampung umumnya (1) masih rendahnya pengetahuan mengena modal kerja, sehingga mereka belum sadar dan sungguh-sungguh mengatur penagihan piutang, memgatur persediaan, termasuk sulitnya memisahkan kebutuhan rumah tangga dengan kebutuhan usaha; (2) Kelemahan ini hampir dilakukan oleh setiap usaha kecil sebagai akibat masih rendahnya SDM yang ada, yaitu keterampilan berbisnis secara profesional ; (3) Masalah pengadaan bahan baku belum diatur berdasarkan perkiraan kebutuhan produksi,tetapi lebih banyak didorong oleh adanya rasa takut kehabisan bahan baku,sehingga mereka banyak yang bertjaga-jaga secara berkelebihan pada pengaadaan bahan baku dan pelengkap.

Peluang usaha kecil di Bandar Lampung diantaranya (1) masih terbukanya peluang untuk menggarap pasar local maupun non local; (2) Tingginya dukukung pemerintah melalaui binaan manajemen ataupun bantuan modal yang dapat dimanfaat untuk mengembangkan usaha kecil.

Ancaman usaha kecil kedepan antara lain (1) datang dari semakin ketatnya persaingan baik secara lokal maupun global ; (2 ) ancaman datang di era pasar bebas adalah semakin cepatnya trend/perubahan mode yang berpengaruh pada perubahan salera konsumen; (3) selain itu ancaman datang dari peningkatan mutu dan pe layanan sebagai akibat adanya perkembangan teknologi produksi yang baru.

Kajian –kajian TOWS inilah yang dijadikan dasar untuk menyusun langkah atau strategi usaha kecil ke depan agar dapat bertahan dan bekembang terutama di era pasar bebas, apakah itu di era pasar bebas AFTA atau pada era Global. Tindakan strategi yang harus diambail dalam jangka pendek adalah : (1) Memperbaiki modal kerja, dengan cara meningkatkan pengetahuan mengenai modal kerja, cara mengatur persediaan, cara mengatur piutang, cara mengatur seluruh kebutuhan operasional termasuk melakukan efisiensi usaha; (2) Melakukan peningkatan dengan suplier lokal sehingga terjalin harmonisasi hubungan dan kontinyuitas pemasokan dapat terjamin sesuai dengan kebutuhan. (3) Melatih SDM agar mampu menguasai ketearampilan bisnis moderen dan mampu menyerap binaan atau bantuan modal kerja dari pemerintah yang disalurkan melalui Bank atau dana KUK.

Tindakan jangka menengah adalah : (1) Meningkatkan mutu dan perbaikan sistem pelayanan kepada setiap konsumen baik secara lokal maupun untuk meningkatkan pelayanan di luar Bandar Lampung; (2) Menerapkan sistem pemasaran yang moderen dengan memperbaiki pelayanan, dimulai dari perbaikan kemasan,peningkatan daya kerja produk,maupun bentuk pelayanan purna servis,dll.


(30)

Tidakan strategi jangka panjang adalah (1) berusaha untuk mengganti teknologi yang ada dengan teknologi yang baru sesuai dengan kemajuan zaman ;( 2) strategi inovasi menjadi andalan utama, hal ini dap, sehingga mampu membaca kebutuhan pasar dengan cepat. Hal dapat dikembangkan berkat kesadaran mengenai pemahaman salera konsumen dan ketersediaan teknologi.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil perhitungan dan kajian yang telah dilakukankan meunjukkan bahwa secara umum hipotesis yang diungkapkan pada penelitian ini dapat dibuktikan, dengan alasan sebagai berikut :

(a) Hasil perhitungan kebutuhan modal kerja berdasarkan besaran pencapaian volume penjualan umumnya menunjukkan hampir ( 87% ) usaha kecil itu menggunakan modal kerjanya secara berkelebihan ( WC>0). Menurut ketentuan manajemen kerja yang diungkapkan oleh Weston dan Copland yang menyatakan bahwa modal kerja yang optimum adalah jika working of capital (WC) ≤0,

(b) Efek dari buruknya manajemen modal kerja ini juga berpengaruh pada kemampuan bersaing dari usaha kecil sehingga jika ini diteruskan tanpa dicari solusi tidak tertutup kemungkinannya akan berpengaruh pada keberadaan dan daya saing usaha kecil itu di masa yang akan datang terutama pada era AFTA ataupun era Global.

2. Saran

a) Dianjurkan kepada semua pihak yang terkait dimulai dari Departemen atau dinas Perindustrian, Koperasi, dan UKM ataupun instansi pemerintah atau swasta yang terkait, maupun masyakat yang peduli seperti masyarakat kampus untuk melakukan binaan manajemen modal kerja dan teknik mengakses modal serta peningkatan wawasan SDM usaha kecil mengenai keterampilan bisnis moderen, sehingga dapat mengkuti perkembangan pasar dan perubahan salera konsumen secara tepat dan cepat

b) Hasil penelitian ini harus disosialisasikan sehingga setiap usaha kecil mengetahui strategi apa yang harus mereka terapkan, agar tetap bertahan dan berkembang di masa yang akan datang . Strategi itu adalah :


(31)

1. Strategi jangka pendek : (a) Memperbaiki modal kerja, dengan memperhatikan lebih intensif pada item persediaan dan piutang, sehingga kedua item ini dapat efektif dimanfaatkan sebagai bagian dari modal kerja yang dapat memperbaiki kinerja modal kerja;(b)Usaha kecil perlu meningkatkan hubungan baik dengan supliernya sehingga terjamin kontinyuitas produksi, yang secara tidak lansung berpengaruhi terhadap efektivitas item persediaan; (c) Usaha kecil perlu mengikuti pelatihan SDM khususnya untuk menambah wawasan bisnis moderen;. 2. Strategi jangkah menengah yang perlu diambil oleh usaha kecil adalah :

(a) meningkatkan mutu dan sistem pelayanan kepada konsumen lokal maupun di luar Bandar Lampung; (b) menerapkan sistem pemasaran moderen dengan memperbaiki pelayanan, perbaikan kemasan, daya kerja produk maupun pelayanan purna servis.

3. Strategi jangka panjang yang perlu diambil adalah : (a) berusaha mengganti teknologi dengan teknologi yang moderen sesuai dengan kemajuan zaman ; (b) mengembangkan inovasi produk, sebagai keunggulan bersaing di era AFTA maupun era global.

Daftar Pustaka

Bernard W.Taylor III, Intoduction to Management Science. Virginia: Pearson Education-Prentice Hall, 8th,ed

Bill Scott,1997. The Skill of Communicating.England: Wildwood House.

Collin and Devana,2001. The Portable MBA.New York : John Wiley & Sons,Inc.

Indra Ismawan,1999. Menghapus Kesenjangan: Makalah Seminar Pembinaan Usaha Kecil.Jakarta, September 21.

Iban Sofyan,2000. Konsep dan Aplikasi Manajemen Keuangan.Bandar Lampung: Penerbit Lamda Sains.

Kenoichi Ohmae,1996. Managing in a borderless World.New York: Harvard University Review .67,p 153.

Keown,David,Martin,and Petty,2000. Basic Financial Management,Virginia :Prentioce-Hall,Inc,9th-ed


(32)

Levi and Sarnat,1983. Capital Investment and Financial Decisions.Singapore: Prentice Hall International.

Punji Wahono,2000. Kunci Pengembangan Usaha Kecil: Makalah Seminar-Kerja sama antar Lembaga,Jakarta,23 April.

,Philip,1998. Copetitive Advantage. New York : Collier Macmilan Publishers. Steiner, George,1989. Starting A Successful Small Business. Great Britain: Kogan

Page Limited.

Suryadi Soedirdja,2000. Faktor Penghambat Pengembangan Usaha Kecil: Makalah Seminar Antar Instasi, Jakata. 19 Juni.

Richard E. Feinberg-Valeriana Kallap,2000.PerbankanKomersil,di Dunia Ketiga,Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.

Vanhorn,2001. Fundamentals of Financial Management. New Yersey : Printice Hall,Inc.Weston and Copland,1998.


(33)

Analisis Faktor Penentu Ekuitas Merek

(Studi Pada Produk Tabungan, Tiga Bank Umum Terbesar Di Provinsi Lampung)

Oleh :

Mahrinasari MS.

3

ABSTRACT

The objective of this research is to explore what the brand equity factors especially study in the biggest three general is banking in Lampung Province.

The research result shows that the determining factors of the equity brand value are 14 factors, determined by 67 indicators. These 14 factors are taken from the KMO’s and MSA’s values of The Factor Analysis more than 0.50, as follows: 1) Top Of Mind of the saving account brand, 2) Aware the brand because of Advertising, 3)Aware the brand because of On Line Mareketng, 4) Asociate the brand with the product function, 5) Asociate the brand with the facilities and services, 6) Asociate the brand with the product atributes, 7) be Satisfied with supporting facilities, On-Line Technology, and Services offered by human Resources, 8)Satisfied with fisical facilities, 9)Satisfied with office location, 10) Satisfied with keeping in promise, 11) Satisfied with easily transaction, 12)Satisfied with additonal benefit, 13)CustomerLoyalty because of customers Liking and commits, 14) customers loyalty because of no brand swiching. Key Words: Brand Equity, Brand Awareness, Brand Asociation, Brand Perceived

Quality, and Brand Loyalty.

Pendahuluan

Merek produk berkembang menjadi sumber aset terbesar dan merupakan faktor penting dalam kegiatan pemasaran perusahaan. Hermawan Kertajaya (On Brand, 2004, hal. 11) mengungkapkan bahwa merek merupakan indikator nilai (Value) suatu produk. Nilai bagi konsumen adalah perolehan Manfaat Fungsional, dan Emosional. Manfaat fungsional adalah manfaat langsung berkaitan dengan fungsi-fungsi yang diciptakan oleh suatu produk. Sedangkan

3


(34)

manfaat emosional adalah manfaat yang diperoleh berupa stimulasi terhadap emosi dan perasaannya.

Persaingan di antara merek yang beroperasi di pasar semakin meningkat, dan hanya produk yang memiliki ekuitas merek yang kuat akan tetap mampu bersaing, merebut dan menguasai pasar (Durianto, Darmadi, Sugiarto, Sitinjak Tony, 2001, hal. 3).

Ekuitas Merek menurut Darmadi Durianto, Sugiarto, Sitinjak Tony (2001, hal.4), adalah

Seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai sebuah produk atau jasa baik pada perusahaan maupun pada pelanggan. Agar aset dan liabilitas mendasari ekuitas merek, maka aset dan liabilitas merek harus berhubungan dengan nama atau sebuah simbol sehingga jika dilakukan perubahan terhadap nama dan simbol merek, beberapa atau semua aset dan liabilitas yang menjadi dasar ekuitas merek akan berubah pula.

Menurut David A. Aaker (1998) yang dikutip oleh Darmadi Durianto, Sugiarto, Sitinjak Tony (2001, hal. 4), ekuitas merek memiliki beberapa elemen, yaitu : a. Kesadaran Merek (Brand Awareness), menunjukkan kesanggupan seseorang

calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu.

b. Asosiasi Merek (Brand Association), mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga pesaing, selebritis dan lain-lain.

c. Persepsi Kualitas (Perceived Quality), mencerminkan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas/keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan, sehingga menciptakan kepuasan pelanggan.

d. Loyalitas Merek (Brand Loyalty), mencerminkan tingkat keterikatan konsumen dengan suatu merek produk.

e. Aset-aset Merek Lainnya (Other Proprietary Brand Assets). Elemen ekuitas merek yang kelima ini secara langsung dipengaruhi oleh kualitas dari empat elemen utama tersebut.

Perbankan nasional di Indonesia saat ini memperlihatkan persaingan yang ketat dalam merebut konsumen dan mengembangkan pangsa pasar, khususnya pada


(35)

produk tabungan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya tawaran promosi yang begitu agresif dan menarik dalam bentuk iklan di media elektronik, iklan di media cetak, dan pemberian hadiah. Sebagai contoh, terdapat 3 bank Indonesia yang memiliki aset terbesar posisi september 2005, yaitu Bank mandiri dengan aset Rp256.783.842 Juta menawarkan program iklan “Berburu Hadiah, dengan produk tabungan Mandiri Fiesta, dan tawaran hadiah beberapa mobil mewah BMW dan Mercy; begitupun pada Bank BCA dengan aset Rp148.550.297 Juta menawarkan beberapa ratus hadiah mobil mewah dan intensitas iklan melalui program tayangan di Indosiar TV “Gebyar BCA” , dengan produk tabungan Tahapan BCA; serta Bank Negara Indonesia dengan aset Rp147.675.083 Juta menawarkan program tayangan “Layar BNI dan Undian Berhadiah menarik” dengan produk tabungan “Taplus BNI” (Info Bank, Vol. XXVII, Desember 2005, hal. 14).

Di Propinsi Lampung eksistensi ke tiga perbankan tersebut menunjukkan suatu bank yang besar baik dari jumlah aset, maupun perolehan dana pihak III. Tabungan merupakan sumber dana pihak III yang masih menjadi primadona sebab biaya dana yang dikeluarkan berada pada nilai tengah dan relatif stabil, dan bahkan nilai pengendapan dana cukup lama dibandingkan dengan giro dan deposito. Posisi dana demikian berdampak terhadap perolehan pangsa pasar bank atas produk simpanannya, dimana pangsa pasar produk tabungan selama tiga tahun terakhir tertinggi dimiliki oleh PT BCA, kemudian menyusul PT Bank Mandiri, dan PT BNI (persero) Tbk di Provinsi Lampung (Sumber: Bank Indonesia Bandarlampung, SKEM, September 2005). Secara Nasional, PT BCA memiliki pangsa pasar tabungan

tertinggi dibandingkan dengan PT BNI, dan PT Bank Mandiri (Sumber: Mark Plus dan Biro Riset Info Bank, dalam InfoBank, Volume XXVII, hal. 14) Hasil survey MARS tahun 2005 (Siti Sumaryati dalam artikel Sajian Utama, SWA, No. 15. Vol. XXI, Juli – Agustus 2005, hal. 36, dan hal. 44) menunjukkan bahwa BCA memiliki peringkat pertama sebagai “The Best Corporate Brand”, dan peringkat berikutnya diikuti oleh BRI, BNI, Mandiri, dan Lippo.

Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :


(36)

Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

• Untuk mengetahui fator-faktor yang menentukan ekuitas merek.

• Sebagai bahan informasi bagi manajemen bank dalam mengeksekusi atau merencanakan program pemasaran produk Tabungan pada masa depan.

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk:

1. Pengembangan ilmu pengetahuan di bidang manajemen pemasaran perusahaan, khususnya pada perusahaan perbankan.

2. Sebagai bahan informasi bagi pengambil keputusan yang terkait dengan produk perbankan pada umumnya.

Tinjauan Teori

Merek adalah nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual tertentu, dengan demikian membedakannya dari barang-barang dan jasa yang dihasilkan para kompetitor.(David A.Aaker, 1997 hal.9) Merek menurut bahasa kamus dalam Encyclopedia Americana, 1989, hal. 438. menyebutkan:

Brand is a word, term, symbol or design or a combination of two or more of these, used to identify a product or service of a seller, thus differentiating the product or service from others. A Brand name has value to both the owner of the name and the consumer. For the owner it helps to stimulate buying, maintain prices, differentiate products or services, aid promotional efforts, and maintain a corporate image. For the consumer, it helps to assure him of Quality, and offer him the security, and sometime the prestige, associated with the Brand of the product or service and its owne.

Suatu merek pada gilirannya memberi tanda pada konsumen mengenai sumber produk tersebut, kualitas produk, kelebihan-kelebihan produk, dan melindungi konsumen maupun produsen dari para pesaing yang berusaha memberikan produk-produk yang tampak identik. Defenisi tersebut di atas juga menunjukkan bahwa begitu pentingnya arti dan keberadaan sebuah merek. Merek memegang peranan sangat penting, salah satunya adalah menjembatani harapan konsumen pada saat kita menjanjikan sesuatu kepada konsumen. Dengan demikian dapat diketahui adanya ikatan emosional yang tercipta antara


(37)

konsumen dengan perusahaan penghasil produk melalui merek. Pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip, tapi mereka tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama.

Merek menjadi sangat penting saat ini, karena beberapa faktor seperti:

1. Emosi konsumen terkadang turun naik. Merek mampu membuat janji emosi menjadi konsisten dan stabil.

2. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Bisa dilihat bahwa suatu merek yang kuat mampu diterima diseluruh dunia dan budaya. Contoh yang paling fenomenal adalah Coca Cola yang berhasil menjadi “Global Brand”, diterima dimana saja dan kapan saja di seluruh dunia.

3. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen. Semakin kuat suatu merek, makin kuat pula interaksinya dengan konsumen dan makin banyak Asosiasi Merek yang terbentuk dalam merek tersebut. Jika Asosiasi Merek yang terbentuk memiliki kualitas dan kuantitas yang kuat, potensi ini akan meningkatkan Citra Merek.

4. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen. Merek yang kuat akan sanggup merubah perilaku konsumen.

5. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen. Dengan adanya merek, konsumen dapat dengan mudah membedakan produk yang akan dibelinya dengan produk lain sehubungan dengan kualitas, kepuasan, kebanggaan ataupun atribut lain yang melekat pada merek tersebut.

6. Merek berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan. Hasil sebuah penelitian menunjukkan bahwa Coca Cola Company yang memiliki Stock Market Value (SMV) yang besar ternyata 97 % dari SMV tersebut merupakan nilai merek.

Ekuitas merek menurut Aaker, David A. (1997: 22) adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbol yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan.

Ekuitas Merek merupakan aset yang dapat memberikan nilai tersendiri dimata pelanggannya. Aset yang dikandungnya dapat membantu pelanggan dalam


(38)

menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi yang terkait dengan produk dan merek tersebut. Ekuitas Merek dapat mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam pengambilkan keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa lalu dalam penggunaan atau kedekatan asosiasi dengan berbagai karakteristik merek.

Menurut Durianto Darmadi - Sugiarto - Tony Sitinjak, 2001 hal. 7) disamping memberi nilai bagi konsumen, Ekuitas Merek juga memberikan nilai bagi perusahaan dalam bentuk :

1. Ekuitas Merek yang kuat dapat mempertinggi keberhasilan program dalam memikat konsumen baru atau merangkul kembali konsumen lama. Promosi yang dilakukan akan lebih efektif jika merek dikenal. Ekuitas Merek yang kuat dapat menghilangkan keraguan konsumen terhadap kualitas merek. 2. Empat dimensi Ekuitas Merek: Kesadaran merek, Kualitas yang

dipersepsikan atas merek, Asosiasi-asosiasi merek, dan loyalitas merek dapat mempengaruhi alasan pembelian konsumen. Bahkan jika Kesadaran merek, Kualitas yang dipersepsikan atas merek, dan Asosiasi-asosiasi merek tidak begitu penting diperhatikan dalam proses pemilihan merek, ketiganya tetap dapat mengurangi keinginan atau rangsangan konsumen untuk mencoba merek-merek lain.

3. Loyalitas merek yang telah diperkuat merupakan hal penting dalam merespon inovasi yang dilakukan para pesaing. Loyalitas merek adalah salah satu elemen Ekuitas Merek yang dipengaruhi oleh elemen ekuitas merek lainnya.

4. Asosiasi Merek juga sangat penting sebagai dasar penciptaan Kesan Merek yang kuat dan strategi perluasan produk.

5. Salah satu cara memperkuat Ekuitas Merek adalah dengan melakukan promosi besar-besaran yang membutuhkan biaya besar. Ekuitas Merek yang kuat memungkinkan perusahaan memperoleh imbuhan nilai yang lebih tinggi dengan menerapkan harga premium, dan mengurangi ketergantungan pada promosi sehingga dapat diperoleh laba yang lebih tinggi.

6. Ekuitas Merek yang kuat dapat digunakan sebagai dasar untuk pertumbuhan dan perluasan merek kepada produk lainnya atau menciptakan bidang bisnis baru yang terkait yang biayanya akan jauh lebih mahal untuk dimasuki tanpa merek yang memiliki Ekuitas Merek tersebut.


(39)

7. Ekuitas Merek yang kuat dapat meningkatkan nilai penjualan karena mampu menciptakan loyalitas saluran distribusi. Produk dengan Ekuitas Merek yang kuat akan dicari oleh pedagang karena mereka yakin bahwa produk dengan merek tersebut akan memberikan keuntungan bagi mereka. Dengan Ekuitas Merek yang kuat, saluran distribusi dapat berkembang sehingga semakin banyak tempat penjualan yang pada akhirnya akan memperbesar nilai/volume penjualan produk tersebut, dan mempertinggi perolehan pangsa pasar.

8. Aset-aset Ekutias Merek lainnya dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan dengan memanfaatkan celah-celah yang tidak dimiliki pesaing. Biasanya, bila empat faktor penentu utama dari Ekuitas Merek yaitu Kesadaran Merek, Asosiasi Merek, Kualitas Merek, dan Loyalitas Merek sudah sangat kuat, secara otomatis aset Ekuitas Merek lainnya juga akan kuat.

Dengan demikian, perusahaan yang ingin tetap bertahan dan melangkah lebih maju untuk memenangkan persaingan, sangat perlu mengetahui kondisi Ekuitas Merek produknya melalui penelitian faktor-faktor penentu elemen Ekuitas Merek (Kesadaran Merek, Asosiasi Merek, Kualitas Merek, dan Loyalitas Merek).

Metode Penelitian

Objek penelitian pada produk Tabungan Bank Umum PT. Bank Mandiri Tbk, PT BCA Tbk, dan PT BNI Tbk (Persero) di Provinsi Lampung.

Penelitian dilakukan selama 6 bulan dengan pengambilan data melalui survey lapangan pada bulan September 2005 hingga bulan Desember 2005.

Jumlah sampel terpilih menggunakan pendapat Slovin (Husein Umar, 1997, hal. 59-60) dengan mengasumsikan populasi berdistibusi normal dan tingkat

kesalahan pengambilan sampel sebesar 10%. Populasi nasabah tabungan pada ketiga bank masing-masing sebanyak di atas 50.000, sehingga besarnya jumlah sampel diperoleh minimal sebesar 100. Dengan demikian jumlah sampel keseluruhan adalah 300 responden. Responden terpilih disurvey pada kantor cabang utama, dan kantor cabang pembantu dengan lokasi kantor di kota/kota kabupaten terpadat atau terbanyak respondennya melebihi 5000 nasabah, sehingga jumlah sampel pada masing-masing kantor cabang dan cabang pembantu dipilih secara proporsional. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik non -probability sampling, khususnya dengan jugjemen sampling atau sampling pertimbangan (Moh. Nasir, 1999, hal.332). Pendekatan


(40)

ini dilakukan karena karakteristik populasi nasabah bank responden tidak dapat diketahui dengan pasti dan nasabah diperkirakan homogen. Oleh karena itu, penulis menentukan pertimbangan yang menjadi responden adalah nasabah aktif yang berarti nasabah melakukan transaksi menabung minimal satu kali dalam satu bulan pada bank responden dan pernah menjadi dan atau sedang menjadi nasabah pada produk tabungan bank lainnya.

Hasil Dan Analisis

Uji Validitas dan Reliabilitas

Hasil pengujian validitas dengan metode analisis Korelasi Pearson yang dapat dilihat pada Tabel 1. berdasarkan aplikasi komputer Software SPSS Versi 11.5, dan mengunakan 30 sampel responden pada peubah Kesadaran Merek, Asosiasi Merek, Kepentingan, Kepuasan, dan Loyalitas menunjukkan nilai tingkat signifikansi P lebih kecil (<) dari 0.05. Dengan demikian, alat ukur yang digunakan dalam pengukuran Ekuitas Merek dapat diyakini kevalidannya/keakuratannya.

Hasil uji reliabilitas dengan menggunakan metode statistik “Cronbach’s Alpha menunjukkan nilai reliabilitas Cronbach’s Alpha sebesar 0,9468 atau 95%. Nilai Cronbach’s Alpha ini masuk dalam kategori tingkat kereliabelan sangat tinggi. Dengan demikian, skala pengukuran dikatakan reliabel atau tepat untuk digunakan pada penelitian selanjutnya.

Tabel 1. Hasil Pengujian Validitas Pengukuran Ekuitas Merek

No Peubah Ekuitas Merek Nilai Korelasi Pearson Hasil Signifikansi= < 0,05, Berarti Valid

1 Loyalitas pada Merek 0,553 0.002

2 Kesadaran pada merek 0,406 0,026

3 Asosiasi atas Merek 0,464 0,010

4 Kepentingan pada Merek 0,648 0,000

5 Kepuasan atas Merek 0,646 0,000

Sumber: Data diolah, 2005

Analisis Faktor Penentu Ekuitas Merek

Analisis faktor penentu ekuitas merek menggunakan model analisis faktor. Hasil Model analisis faktor I dilakukan tampa terjadi reduksi indikator menunjukkan bahwa angka KMO (Kaiser-Meyer-Olkin,) – MSA (Mesure of Sampling Adequacy) sebesar 0,874. Angka ini berarti bahwa pengukuran atas


(41)

peubah ekuitas merek dapat diproses dan digunakan dalam model selanjutnya. Nilai Bartlett’s Test yang dilihat pada angka Kai Kuadrat (Chi-Square) sebesar 10890,365 dengan signifikansi sebesar 0,000, yang berarti bahwa model analisis faktor dapat dilanjutkan.

Namun, besaran MSA pada peubah Loyalitas, khususnya pada indikator Pembeli Kebiasaan sebagai bagian dari peubah ekuitas merek menunjukkan nilai di bawah 0,50. Hal ini berarti perhitungan analisis faktor I perlu diulang dengan cara menghilangkan peubah indikator “kebiasaan”.

Model analisis faktor II setelah menghilangkan peubah kebiasaan menunjukkan bahwa nilai KMO- MSA (Kaiser-Meyer-Olkin, Measure of Sampling Adequacy) sebagai pengukuran ketepatan model dapat digunakan sebesar 0,876. Nilai Bartlett’sTest of Sphericity yang dilihat pada angka Kai Kuadrat sebesar 10823,739 dengan signifikansi sebesar 0,000 yaitu kurang dari nilai signifikansi kepercayaan 0,05, yang berarti bahwa model analisis faktor dapat dilanjutkan. Nilai MSA pada Model faktor II menunjukkan bahwa masing-masing peubah ekuitas merek memiliki nilai lebih tinggi dari 0,50. Kemudian nilai faktor komponen matrik korelasi terdiri 15 faktor. Penentuan masing-masing indikator yang masuk dalam suatu faktor komponen matrik korelasi yaitu dilihat dari nilai korelasi matrik terbesar pada masing-masing komponen. Namun, nilai komponen matrik korelasi pada faktor 13 yang terdiri dari indikator KPS 6 ( Lokasi Strategis dekat dengan tempat tinggal) serta faktor 12 yang terdiri dari indikator BA 13 (Asosiasi Penggunaan layanan Auto Debet) dan BA 14 (komunikasi Pemasaran On-Line)_memiliki 2 nilai faktor komponen matrik korelasi yang berdekatan hampir sama, maka peneliti mencoba menggabungkan faktor 13 nilai indikator KPS 6 ke dalam faktor 3 serta faktor 12 nilai indikator BA 13 ke dalam faktor 4, dan nilai indikator BA14 pada faktor komponen 12 ke dalam faktor komponen 14. Sehingga jumlah faktor penentu nilai ekuitas merek secara keseluruhan menjadi 14 faktor. 14 faktor ini adalah 1) Pengingatan atas Merek Paling Tinggi (Top Of Mind); 2) Pengenalan Merek karena Promosi Media Iklan Dalam dan Luar Ruangan; 3) Pengenalan Merek Karena Komunikasi Pemasaran On-Line; 4) Asosiasi yang dibentuk karena fungsi produk tabungan menawarkan biaya administrasi rendah, suku bunga tinggi, dan aman; 5) Asosiasi terbentuk karena pemanfaatan fasilitas dan akses layanan aman dan nyaman; 6) Asosiasi yang terbentuk karena atribut produk berkesan: profesional, Layanan Simpati, dan Tanggung Jawab serta Integritas; 7) Kepuasan atas produk tabungan karena tawaran fasilitas teknologi on-line dan layanan oleh SDM tepat, cepat, dan aman; 8) Kepuasan atas tawaran fasilitas fisik yang melekat pada ruang kantor (Gedung mewah, ruang tunggu, dan halaman parkir luas); 9) Kepuasan Atas Lokasi Strategis, 10) Kepuasan atas kepastian dan ketepatan janji sesuai fungsi inti produk berupa: suku bunga


(1)

Gambar 3. Risiko Total, risiko yang dapat di-diversifikasi dan yang tidak dapat risiko fortofolio (%) Risiko dapat di-diversifikasi

Atau risiko perusahaan

Atau risiko spesifik

Atau risiko unik

Atau risiko tidak sistematik

Risiko

total Risiko tidak dapat di-diversikfikasi

Atau risiko pasar atau risiko umum

Atau risiko sistematik

Jumlah

saham

Estimasi Nilai Beta

Metode yang paling banyak digunakan untuk menetukan beta adalah cara penaksiran dengan menggunakan data histories untuk menghitung beta masa itu, yang kemudian dipergunakan sebagai taksiran beta masa datang. Dengan menggunakan persamaan regresi dari single indeks model maka beta untuk tiap saham dapat dihitung seperti tampak pada Gambar 4. Beta saham tidak akan merupakan kemiringan (scope) garis regresi tersebut. Beta menunjukkan pergerakan vertikal (stock return) per unit pergerakan horizontal (market return). Semakin besar beta, menunjukkan semakin peka pergerakan harga saham tersebut terhadap pergerakan haraga saham di pasar, sehingga semakin tinggi risikonya.


(2)

Gambar 4. Garis Regresi Untuk Mengukur Beta Saham Rit β

α

Rmt

Alpha merupakan intersep dari garis regresi, nilai alpha merepresentasikan return saham yang diakibatkan oleh faktor-faktor di luar pergerakan pasar atau dikenal sebagai independent component. Nilai alpha dan beta dapat bernilai positif, negatif atau nol. Jerome (1987).

Saham-saham dengan beta lebih besar dari satu (β > 1) digolongkan sebagai saham-saham agresif (aggressive stock) karena saham-saham melonjak lebih cepat daripada pasar dalam situasi boom (bull market) sebaliknya jatuh lebih tajam daripada pasar pada situasi lesu (bear market), saham-saham jenis ini lebih peka sehingga mempunyai risiko yang tinggi. Saham-saham dengan beta kurang dari satu (β < 1) digolongkan sebagai saham-saham defensive (defensive stocks), keuntungan saham ini berfluktuasi kurang dari kondisi pasar secara keseluruhan. Saham-saham dengan beta sama dengan satu, merupakan saham-saham netral karena pergerakan return saham sejalan dengan market return. Estimasi besarnya risiko sistematis (β) dihitung dengan menggunakan formula standar (Elton/Gruber: 1995) sebagai berikut :

βi =

m im 2

σ

σ

=

(

)

(

)

[

]

(

)

[

]

=

=

N t mt

R

mt

R

it

R

1 2 mt

R

-1

t

mt

R

-it

R

N


(3)

Keterangan;

βi : Resiko sistematis untuk saham i

σ

im : kovarian antara return saham Ri dengan market return RM.

σ

2

im : varian market return.

it

R

: Rata-rata dari return on security mt

R

: rata-rata dari market return

Penggunaan konsep model indeks tunggal dalam menaksir, beta memerlukan penaksiran beta dari saham-saham yang akan dimasukkan ke dalam portofolio. Cara lain adalah dengan menggunakan data histories untuk menghitung beta waktu lalu yang dipergunakan sebagai taksiran beta di masa yang akan datang. Secara sistematis, model indeks tunggal adalah sebagai berikut :

Ri =

α

i + βiRm +

e

i

Keterangan:

Ri : return saham i

Rm : return indeks pasar

α

i : bagian return saham i yang tidak dipengaruhi kinerja pasar βi : ukuran kepekaan return saham i terhadap perubahan return saham

e

i : kesalahan residual

Persamaan tersebut hanyalah memecah tingkat keuntungan suatu saham menjadi dua bagian, yaitu yang independent dari perubahan pasar dan yang dipengaruhi oleh pasar. Persamaan di atas juga merupakan persamaan regresi linier sederhana yang dihitung dengan Ri sebagai variabel dependent dan Rm sebagai variabel independent.

Penggunaan model indeks tunggal menghasilkan tingkat keuntungan yang diharapkan, deviasi standar tingkat keuntungan dan covariance antar saham sebagai berikut :

- Tingkat keuntungan yang diharapkan, E (Ri) =

α

i + βi E (Rm)

- Variance tingkat keuntungan,

σ

i2 = βi2

σ

m2 +

σ

ei2

- Covariance tingkat keuntungan saham i dan j,


(4)

Model indeks tunggal menunjukkan bahwa tingkat keuntungan yang diharapkan terdiri dari dua komponen yaitu

α

i dan bagian yang berhubungan dengan pasar yaitu βiE(Rm).

Demikian juga variance tingkat keuntungan terdiri dari dua bagian. Yaitu risiko yang unik (

σ

ei2) dan risiko yang berhubungan dengan pasar βi2

σ

m2, sebaliknya covariance

semata-mata tergantung pada risiko pasar.

Salah satu alasan penggunaan model indeks tunggal adalah untuk mengurangi jumlah variabel yang perlu ditaksir karena untuk portofolio model indeks tunggal mempunyai karakteristik yaitu bahwa beta portofolio (βp) merupakan rata-rata tertimbang dari beta saham-saham yang membentuk portofolio tersebut.

=

X

i

i

p

β

β

Demikian juga alpha portofolio (

α

p) adalah,

=

X

i

i

p

α

α

Untuk variance portofolio rumusnya adalah sebagai berikut:

+

=

2 2 2

2 2

ei m

p

X

i

p

β

σ

σ

α

Resiko yang tidak bisa dihilangkan kalau bentuk portofolio merupakan risiko yang berkaitan dengan βp. kalau resiko residual dianggap nol, maka risiko portofolio akan mendekati :

2 2

m p

p

σ

σ

=

β

= βp

σ

m =

σ

m

[

X

i

β

i

]

D. KESIMPULAN DAN SARAN

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai referensi bagi perusahaan untuk lebih memperhatikan faktor fundamental perusahaan dalam mengeliminir pengaruh risiko pasar sehingga nilai perusahaan akan lebih tinggi dan akhirnya akan bisa memberikan kemakmuran bagi stakeholders. Faktor-faktor fundamental seperti DER, ROE, EPS, PER dan OPM mempunyai berpengaruh terhadap risiko sistematis Beta. Hal ini terjadi karena banyak perusahaan yang memiliki tingkat DER yang tinggi sementara tingkat ROE nya rendah. Pada masa krisis juga diduga banyak perusahaan yang memiliki tingkat earning per share yang rendah karena kemampuan menghasilkan laba yang rendah. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penelitian ini menganalisis


(5)

variabel-Alasan yang lain pada penggunaan variabel-variabel fundamental adalah karena dalam berbagai studi literatur menunjukkan masih kurangnya penelitian yang mengkaitkan antara risiko sistematis saham dengan faktor-faktor fundamental yang dapat menjelaskannya. Di lain pihak telah banyak studi dan penelitian yang dilakukan kurang meneliti hubungan faktor-faktor makro ekonomi terhadap risiko sistematis seperti perubuhan tingkat inflasi dan tingkat suku bunga terhadap risiko sistematis. Berbagai alasan dikemukakan terhadap kurangnya penelitian yang menitikberatkan pada pengaruh faktor-faktor fundamental terhadap risiko sistematis (risiko pasar) diantaranya adalah masih dalam dugaan bahwa faktor-faktor tersebut kurang memberikan penjelasan yang berarti pada risiko sistematis suatu saham.

DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, Pandji dan Piji Pakarti. 1995. “Pengantar Pasar Modal”. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Baridwan, Zaki dan H.M. Salno. 2000. “Analisis Perataan Penghasilan (Income Smoothing) : Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Kaitannya dengan kinerja Saham Perusahaan Publik di Indonesia, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Vol.3 No.1 Ikantan Akuntan Indonesia.

Beaver, P.Kettler, dan M. Scholes, “The Association Between Market Determined and Accounting Determined Risk Measures”, Accounting Review 45, (October 1970), Hal 654-682.

Bildersee, J.S, “The Association Between Market Determined Measure of Risk and Alternative Measure of risk” Accounting Review 50 (January 1975).

Brealey, Richard.A, - Steward C. Myers, “Fundmental of corporate Finance” Fifth Edition, Mc Graw Hill, New York, 1998.

Elton, Edwin J. and Gruber, Martin J.” Modern Portfolio Theory and Investment Analysis”, 5th Edition, New York, Jhon Wiley & Sons, Inc. 1995.

Eskew, R.K, “The Forecasting Ability of Accounting Risk Measure Some Additional Evidence”. Accounting Review 54. (Januari 1979).

Gitman, Lawrence J, “Principles of Managerial Finance”, 9th Edition, USA, 2000. Hargitay, Stephen E, and Ming Yu Shi, “Investment Decision – A Quantitative


(6)

Institude for Economic and Financial Research, “Indonesia Capital market Directory 2000, 2003”, Prasetio Utomo.

Jogiyanto, 2000. Teori Portfoliodan Analisis Investasi”. Edisi ke-2. BPFE. Yogyakarta. Jones, Charles P, 1998. “Investment”. Sixth Edition. John Wiley & Sons.

Kasali, Rhenald. 2001. “Membidik Pasar Indonesia, Segmentasi, Targeting, Positioning,”. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Keown, Arthur J. Scott, David F, JR, Martin, John D,, Petty, J. William, “Basic Financial Management” 7th New York, Prentice Hall, Inc, 1996.

Megginson, L.William, “Corporate Finance Theory”, 1st edition, Addison-Wesley Educational Publisher Inc, 1997.

Munawir, S, “Analisa Laporan Keuangan”, Edisi Keempat, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1997.

Po. Haryanto, “Pengaruh Operating And Financial Leverage Terhadap Risiko Sistematis Pada Beberapa Perusahaan Unggulan di Bursa Efek Jakarta Periode 1998—2001” Tahun 2004.

Santoso, Singgih, “SPSS / Statistical Product and Service Solution” Elex Media Komputindo, Jakarta.

Suad Husnan DR, MBA, “Dasar-dasar Teori Portfolio dan analisa sekuritas”, Edisi kedua, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 1994.

Sembel, Roy, 2001, “Berfikir Ekonomis di Masa Krisis”, Edisi Pertama, Elex Media Komputindo, Jakarta.

Van Horne, James, “A Financial Management and Policy”, 7th edition, New York, Prentice Hall International, 1986.

Tandellilin, Eduardus, “Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio”, Edisi Pertama, Yogyakarta, BPFE-Yogyakarta,2001.

Weston, J. Fred, Copeland, Thomas E., “Manajemen Keuangan”, Edisi Kedelapan. Penerbit Erlangga, Jakarta, 1996.