Proses Inklusi Sosial Anak Jalanan Dampingan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan ( KKSP ) Medan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Anak jalanan merupakan fenomena nyata bagian dari kehidupan yang
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan kota-kota besar di Indonesia, termaksuk
kota Medan. Data dari berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ada
di kota Medan menyebutkan bahwa jumlah anak jalanan yang beroperasi hampir
disetiap sudut-sudut persimpangan jalan lampu merah sekitar 200-600 anak
(Medan Bisnis Daily, 2015).
Munculnya anak jalanan pada umumnya dipengaruhi oleh keadaan
ekonomi keluarga yang rendah. Rendahnya pendapatan keluarga tersebut
mendorong anak untuk masuk dalam dunia kerja. Keadaan ini diperburuk dengan
besarnya jumlah anggota keluarga anak jalanan seringkali mendorong anak untuk
bekerja. Mereka mempunyai kewajiban untuk ikut membantu orang tua yang
mempunyai pendapatan rendah. Selain itu adanya kakak yang bekerja dapat
mendorong adik laki-laki/perempuan untuk ikut bekerja, terutama kakak yang
bekerja sebagai anak jalanan. Dari sebagian anak jalanan dampiangan KKSP
Medan yang terletak disalah satu persimpangan kota Medan yaitu simpangan
lampu merah Juanda dan simpangan lampu merah Aksara menganggap bahwa
mereka lebih baik bekerja dan mencari uang untuk jajan daripada pergi kesekolah,

karena malas berpikir.
Salah satu faktor lain karena mereka tidak bersekolah adalah faktor
ekonomi. Mereka berpikir daripada menghabiskan uang untuk bersekolah lebih

1

baik bekerja untuk medapatkan uang. Akibatnya dapat ditebak, anak-anak jalanan
malas diajak kehabitat normal seperti pada umunya anak seusia mereka. Mereka
mulai menikmati bermain dan mencari uang di pinggir jalan. Masih ditemukan
anak usia 18 kebawah yang beraktifitas penuh dijalanan, dalam arti dia tidak
pulang kerumah melainkan tidur dan beraktifitas dijalanan. Namun begitu jalanan
bukanlah tempat yang baik bagi anak-anak dan remaja. Karena dengan mudah
pengaruh negatif menghampiri mereka, seperti narkoba, kriminalitas, mencopet
belum lagi pelecehan yang dialami anak jalanan perempuan. Padahal dalam
Undang-Undang RI No. 23 tahun 2002 pasal 4 menyebutkan bahwa setiap anak
berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi. Pada pasal 11 dijelaskan pula bahwa setiap anak
berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak
yang sebaya, bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat dan

tingkat kecerdasannya demi perkembangan diri.
Secara kualitas kesehatan, memang kondisi anak jalanan

sangat

memprihatinkan, saat melakukan pemantauan kita mendapatkan anak anak yang
sakit dan mereka tidak mengakses fasilitas kesehatan. Mereka hanya mampu
membeli obat di warung seperti Procold, Decolgen atau obat yang lainnya untuk
menyembuhkan sakitnya. Kita juga melihat pola makan yang tidak sehat, mereka
makan jika mereka sudah punya uang dari hasil kerjanya, jika mereka tidak
mendapatkan uang mereka akan berpuasa dan mengharap kawan mereka mau
memberikan makanannya. Anak jalanan di Kota Medan juga sulit mendapatkan
pelayanan publik seperti pelayanan kesehatan dan pendidikan. Anak-anak jalanan

2

tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan gratis bila tidak memiliki kartu BPJS.
Ditambah lagi, persoalan identitas juga sulit mereka dapatkan sehingga pelayanan
kesehatan dan pendidikan gratis seperti hanya mimpi bagi mereka. Di sisi lain,
masyarakat juga belum dapat menerima anak jalanan sebagai bagian dari

kelompok masyarakat, masih saja ada kecurigaan terhadap keberadaan mereka,
sehingga tidak terbangun solidaritas sebagai sesama masyarakat dan tidak terjadi
pembauran. Terlebih lagi dalam dunia dan usaha kerja sedikit sekali bahakan tidak
ada perusahaan atau usaha dagang yang mau danpercaya untuk menerima mereka
bekerja (KKSP, 2015)
Anak jalanan kerap sekali dirazia oleh satpol PP. Selama dirazia petugas
kerap kali mengambil barang-barang mereka seperti gitar, HP bahkan uang hasil
dari mengamen, bahkan tidak jarang mereka juga mendapatkan perlakuan yang
kurang baik seperti dipukul dan ditendang. Anak-anak jalanan yang terkena razia
biasanya akan ditahan 1-3 hari setelah mereka dilepaskan kembali setelah
orangtua membayar kepada petugas satpol PP. Untuk wilayah Aksara sendiri,
karena wilayah ini adalah pusat perbelanjaan sehingga banyak anak-anak yang
beraktifitas sebagai asongan dimana mereka mengambil barang dagangannya
dengan masyarakat yang berjualan disekitar, sehingga ada semacam bahasa
perlindungan yang diberikan masyarakat kepada anak-anak jalanan. Begitu juga
dengan pengamen dewasa yang berada disekitar Aksara, mereka selalu melawan
jika terjadi razia dan juga melindungi anak-anak jalanan yang lebih kecil.
Walaupun ada pos penjagaan dari pihak kepolisian, tetapi seperti ada terjadi
kesepakatan yang tidak tertulis, selama tidak mengganggu kelancaran lalu lintas,
maka silahkan saja mereka mengamen dijalanan.


3

Mereka turun kejalanan karena faktor ekonomi keluarga dan broken home.
Mereka memlilih tinggal di jalanan agar mereka bisa bebas menentukan pilihan
hidup mereka dan terhindar dari persoalan-persoalan yang terjadi keluarganya.
Tetapi ada beberapa anak yang pulang kerumah satu minggu sekali dan mereka
menganggap beraktifitas dijalananan merupakan pekerjaan bagi mereka. Untuk
anak-anak yang beresiko tinggi (hight risk) hampir semua dari mereka tidak lagi
bersekolah, tetapi untuk anak-anak yang pulang kerumah hampir rata-rata mereka
masih bersekolah.
Keberadaan anak jalanan diabaikan dan tidak dianggap ada oleh sebagian
besar masyarakat, terutama masyarakat awam. Anak jalanan merupakan bagian
dari masyarakat yang termarginalisasi oleh lingkungannya. Padahal anak jalanan
mempunyai hak yang sama dengan anak yang lain. Hanya saja keberadaan anak
jalanan dianggap sebagai pengganggu ketertiban umum oleh masyarakat dan tidak
sedikit yang menyebutkan mereka sebagai sampah masyarakat. Anak jalanan,
dipercaya semakin tahun semakin meningkat jumlahnya. Anak jalanan sudah lama
menyita perhatian penentu kebijakan di Departemen Sosial dan Pemerintahan
Daerah di kota-kota besar.

Melihat persoalan ini, Kelompok Kerja Sosial Perkotaan (KKSP) yang
lebih dari 20 tahun bergelut dengan persoalan anak jalanan, mencoba untuk
melakukan

pendekatan

lain

dalam

penanganan

anak

jalanan.

Mereka

menamakannya sebagai inklusi sosial anak jalanan (KKSP, 2015).
Di Indonesia, diperkirakan jumlah anak terlantar sekitar 3,5 juta jiwa. ini

pun terbatas pada kelompok anak-anak yang yatim piatu dimana dari jumlah itu
pun sedikit. Di antara mereka yang terjangkau pelayanan sosial (Irwanto, dkk 1998 : 98).

4

Di tahun 2015 ini, bisa dipastikan jumlah anak terlantar yang ada akan
semakin bertambah lagi karena semenjak situasi krisis mulai merambah ke
berbagai wilayah, maka sejak itu pula kesempatan anak-anak untuk tumbuh
kembang secara wajar seringkali menjadi terganggu. Padahal mereka seharusnya
mendapatkan atau pemenuhan kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan makanan
dengan gizi yang cukup, pemeliharaan kesehatan, pakaian, curahan kasih sayang,
perlindungan, bimbingan dan pendidikan karena si anak harus mendapat perhatian
khusus dan diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan
berkembang dengan wajar, baik secara jasmani, rohani maupun sosialnya.
Seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Pasal 34 UUD 1945
bahwa ”Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara”. Maka seharusnya
Negara beranggung jawab dalam menangani hal ini. Hal yang seharusnya terlihat
dalam kinerja pemerintah dalam menangani masalah anak jalanan ini yakni
adanya


keseriusan

dalam

menjalankan

program-programnya.

Upaya

pengembangan dan peningkatan kualitas generasi bangsa (termasuk didalamnya
anak jalanan) tidak dapat dilepaskan dari upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pada umumnya dan khususnya anak yang diwarnai dengan upaya
pendalaman dibidang pendidikan, kesehatan, keagamaan, budaya yang mampu
meningkatkan kreativitas keimanan, intelektualitas, disiplin, etos kerja dan
keterampilan kerja.
Penanganan secara global, masalah anak jalanan masih saja menyisakan
pekerjaan rumah untuk pemerintah daerah. Sejauh ini permasalahan anak jalanan
ibarat bom waktu yang setiap saat bisa saja meledak. Berdasarkan UndangUndang tentang Kesejahteraan Anak (UU No. 4/1979) yang ditetapkan jauh


5

sebelum Konvensi Hak Anak di ratifikasi (KHA, di setujui oleh Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 November 1989). Dalam UU
tersebut dirumuskan perihal hak-hak anak yang perlu dikedepankan yang
menegaskan bahwa anak berhak atas kesejahteraan perawatan, asuhan dan
bimbingan berdasarkan kasih sayang dalam keluarga maupun dalam asuhan
khsusus untuk tumbuh dan berkembangnya secara wajar. Sewaktu-waktu anak
jalanan bisa saja mendapat tindakan represif dari Negara, ditangkap, ditahan dan
berdasarkan pengalaman selama ini, karena tidak ada program yang jelas setelah
mereka dirazia, mereka dilepaskan lagi. Setelah itu tentu saja mereka kembali
beraktifitas sebagai anak jalanan.
Penanganan anak jalanan diseluruh wilayah Indonesia pada umumnya
belum mempunyai model dan pendekatan yang tepat dan efektif. Dengan adanya
dukungan masyarakat atau kelompok masyarakat untuk mengurangi anak jalanan
itu sendiri akan membantu pemerintah dalam usaha pencapaian dan pemenuhan
kesejahteraan anak. Ini terbukti dari munculnya organisasi masyarakat berupa
panti-panti sosial khusus anak-anak yang diterlantarkan, panti asuhan, LSM yang
menangani masalah anak dan Yayasan maupun lembaga lainnya.
Salah satu LSM yang peduli tentang keberadaan anak jalanan khususnya

yang berada di kota Medan yaitu Yayasan (Kelompok Kerja Sosial Perkotaan)
KKSP Medan yang sekarang di kenal sebagai Pusat Pendidikan Dan Informasi
Hak Anak. Dimana yayasan ini melakukan beberapa kegiatan pendidikan
akternatif menyediakan suatu wadah atau tempat bekumpulnya anak jalanan
dengan anak masyarakat sekitar yaitu berupa rumah singgah atau rumah. Rumah
singgah sebagai tempat pemusatan sementara yang bersifat non formal, dimana

6

anak-anak bertemu untuk memperoleh informasi dan pembinaan awal sebelum
dirujuk ke dalam proses pembinaan lebih lanjut. Rumah singgah atau rumah
belajar ini didefinisikan sebagai perantara anak jalanan dengan pihak-pihak yang
akan membantu mereka seperti fasilitator dan pengajar, guru, dan volunteer untuk
membaurkan antara anak jalanan dengan anak-anak masyarakat sekitar. Rumah
singgah atau rumah belajar merupakan proses non formal yang memberikan
suasana pusat resosialisasi anak jalanan terhadap sistem nilai dan norma
dimasyarakat.
Tujuan dibentuknya rumah singgah atau rumah belajar adalah resosialisasi
yaitu membentuk kembali sikap dan prilaku anak yang sesuai dengan nilai-nilai
dan norma yang berlaku di masyarakat dan memberikan pendidikan dini untuk

pemenuhan kebutuhan anak dan menyiapkan masa depannya sehingga menjadi
masyarakat yang produktif. Rumah belajar ini terdiri dari anak jalanan dampingan
KKSP yang berasala dari tiga daerah yaitu Simpang Juanda, Simpang POS dan
Simpang Tritura. Peran dan fungsi rumah singgah bagi program pemberdayaan
anak jalanan sangat penting. Adapun beberapa kegiatan yang dilakukan di rumah
singgah atau rumah belajar ini yaitu, berupa: pendidikan membaca, menulis,
menghitung, menggambar, life skill, soft skill dan kegiatan seni sebagai media
kreatifitas anak jalanan yang berupa kelompok musik.
Lokasi rumah singgah atau rumah belajar harus berada ditengah-tengah
masyarakat agar memudahkan proses pendidikan dini, penanaman norma dan
resosialisasi bagi anak jalanan. Jadi, upaya pemberdayaan anak-anak jalanan
seyogyanya terus digalakkan melalui berbagai penyelenggaraan program
pendidikan luar sekolah berupa kegiatan resosialisasi di Rumah Singgah atau

7

rumah belajar. Pendidikan pada hakekatnya bertujuan membentuk karakter anak
menjadi anak yang baik. Kasih sayang adalah fundamen pendidikan. Tanpa kasih,
pendidikan ideal tak mungkin dijalankan. Hal ini juga untuk mengkampanyekan
tumbuhnya empati masyarakat terhadap anak jalanan agar ada keterlibatan konkrit

berbagai pihak melalui berbagai kegiatan untuk perubahan. Disinlah proses
inklusi sosial itu terjadi dimana pembauran atau penyatuan serta penerimaan anak
jalanan dapat diterima atau tidak oleh masyarakat sekitar lingkungan di tempat
tinggal anak.
Anak-anak jalanan harus hidup layak dengan pendidikan yang memadai.
Anak jalanan masih berpeluang untuk mengubah nasibnya melalui belajar.
Mereka menyatakan tidak tahu apakah sekarang masih bisa melanjutkan sekolah
atau tidak ketika mereka sudah jadi anak jalanan. Dijauhi (dan menjauhi)
masyarakat, dijauhi negara pula yang konon dalam konstitusinya terpampang
ayat, “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara,” Mereka menjadi
termarjinalkan, terpinggirkan, atau istilah lain lagi tereklusi. Kita dengan
kehidupan kita, mereka dengan realitas mereka.
Berdasarkan uraian di atas tampknya masalah anak jalanan sangat
kompleks di kehidupan masyarakat kita sehari-hari. Anak-anak dan remaja
merupakan generasi penerus bangsa yang hak-hak nya harus dipenuhi demi
kelangsungan hidupnya secara pribadi maupun sosial. Terutama dalam
lingkungan sosialnya, anak jalanan sering sekali di kucilkan bahkan di nilai
negatif oleh masyarakat, tidak sedikit keberadaan mereka bahkan tidak
diinginkan. Anak-anak dan remaja yang hidup dijalanan seperti tidak mempunyai
kehidupan lain selain ruang lingkupnya hanya di jalanan saja dengan teman

8

sepermainan mereka di jalanan. Sedikit sekali masyarakat, layanan publik dan
dunia usaha mau menerima mereka. Untuk itu penulis tertarik mengadakan
penelitian untuk mengetahui “Permasalahan yang dialami anak jalanan dan
bagaimana Proses Inklusi Sosial Anak Jalanan Dampingan Kelompok Kerja
Sosial Masyarakat (KKSP) Medan?”

1.2 Rumusan Masalah
Setelah masalah di definisikan, di pilih, lalu di rumuskan. Perumusan
masalah ini penting karena hasilnya akan menjadi penuntun bagi langka-langkah
selanjutnya, terutama dalam mengkonruksi suatu hipotesis. (Bagoes Mantra,
2004).
Masalah penelitian merupakan pokok dari suatu penelitian. Berdasarkan
pada uraian latar belakang masalah yang telah di uraikan sebelumnya, maka
masalah penelitian ini dapat di rumuskan sebegai berikut: “Permasalahan yang
dialami anak jalanan dan Bagaimana Proses Inklusi Sosial Anak Jalanan
Dampingan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan (KKSP) Medan?”

1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk megetahui permasalahan yang di alami anak jalanan secara umum
2. Untuk mengetahui bagaimana proses inklusi sosial pada anak jalanan
dampingan KKSP Medan

9

1.4 Manfaat Penelitian
1.

Secara teoritis, dapat menambah wawasan dan pemahaman mengenai
proses inklusi sosial anak jalanan dampingan Kelompok Kerja Sosial
Perkotaan

2.

Secara akademis, dapat menjadi bahan referensi bagi pengembangan
ilmu kesejahteraan sosial secara nyata dalam mengembangkan bentuk
bentuk pelayanan sosial, baik dalam lembaga lembaga tertentu maupun
dalam masyarakat luas, khususnya mengenai pentingnya pelayanan sosial
bagi anak jalanan sehingga mereka dapat menjalankan fungsi sosialnya
dengan baik di masyarakat, dan dapat menjadi bahan refensi bagi para
peneliti atau mahasiswa yang tertarik terhadap penelitian yang berkaitan
dengan masalah ini

3.

Secara praktis, dapat memberikan sumbangan pemikiran dan juga menjadi
refrensi bagi pihak-pihak yang terlibat di dalam proses inklusi sosial anak
jalanan dan instansi pemerintahan maupun lembaga lainnya yang
bergerak di bidang pemerhati anak.

4.

Bagi penulis sendiri adalah melatih diri dan dapat mengembangkan
pemahaman dan kemampuan berpikir penulis melalui penulisan ilmiah
mengenai proses inklusi sosial anak jalanan dampingan Kelompok Kerja
Sosial Perkotaan (KKSP)dengan menerapkan pengetahunan yang di
peroleh selama belajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial.

10

1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan secara garis besarnya telah dikelompokan ke dalam
enam bab, dengan urutan sebagai berikut:
BAB I

: PENDAHULUAN
Bab ini ber isikan latar belakang penelitian, perumusan masalah,
tujuan danmanfaat penelitian serta sistematia penelitian.

BAB II

: TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan
masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi
konsep dan defenisi operasional

BAB III

: METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populsai, teknik
pengumpulan data dan teknik analisa data

BAB IV

: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini bersikan tentang sejarah singkat serta gambaran umum
lokasi penelitian.

BAB V

: ANALISA DATA
Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian
beserta dengan analisisnya.

BAB VI

: PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat
sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan.

11