Proses Inklusi Sosial Anak Jalanan Dampingan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan ( KKSP ) Medan

(1)

DAFTAR PERTANYAAN

I. Data Informan

Nama : Usia : Alamat : Suku :

Asal :

Pendidikan : Pekerjaan : Agama :

II. Daftar Pertanyaan Untuk Informan Kunci

Bapak Syamsul selaku Manager Opersional Yayaysan KKSP Medan

1. Bagaimana sejarah KKSP Medan dalam menangani permsalahan anak khususnya anak jalanan?

2. Sejak kapan KKSP menangani permasalahan anak jalanan? 3. Apa saja aspek –aspek permsalahan anak jalanan?

4. Apa saja upaya yang dilakukan KKSP untuk menangani permasalahan anak jalanan?

5. Adakah kerja sama dengan pihak lain yang membantu dalam menangani anak jalanan dalam proses inklusi sosial ini?

6. Dalam proses inklusi sosial anak jalanan KKSP mendirikan rumah belajar, siapakah yang memfasilitator anak – anak tersebut?


(2)

7. Berasal dari mana sajakah anak – anak yang belajar di rumah belajar KKSP?

8. Selama menangani permasalahan anak jalanan pernahkan menerima kasus kriminaslitas yang dilakukan anak jalanan?

9. Bagaimana menumbuhkan rasa percaya anak jalanan kepada pihak KKSP? 10.Pendapat bapak tentang anak jalanan dan stigma masyarakat bahwa “anak

jalanan merupakan sampah masyarakat”

11.Bagaimanakah seharusnya penanganan yang tepat untuk anak jalanan? 12.Bagaimana pendapat Bapak mengenai beberapa LSM, pati atau yayasan

sengaja memelihara anak jalanan untuk mendapatkan keuntungan? Karena dapat dilihat dari semakin banyaknya LSM, panti atau yayasan sosial maka semakin banyak pula anak jaanan muncul

13.Adakah contoh nyata pendampingan dari KKSP untuk anak jalanan yang berhasil keluar dari jalanan?

14.Adakah menjalin kerjasama dengan dunia usaha untuk mempermudah anak jalanan mendapatkan pekerjaan?

III. Daftar Pertanyaan Untuk Informan Utama

Rizky, Bayu dan Pide ( Anak Jalanan dampingan KKSP ) 1. Alasan atau faktor penyebab menjadi anak jalanan? 2. Apakah masih memiliki orang tua atau keluarga?

3. Apakah masih bersekolah? Jika tidak adakah niat untk melanjutkan sekolah?


(3)

4. Apakah orang tua atau keluarga mengetahui kamu menjadi anak jalanan? Dan apa respon atau tanggapannya?

5. Apakah sering pulang kerumah atau lebih sering berada dijalanan? 6. Apa saja kegiatan di jalanan?

7. Apakah Pernah mendapatkan perlakuan buruk dari masyarakat atau pemerintah?

8. Apakah kamu pernah melakukan perbuatan buruk atau kriminalitas? 9. Apakah kamu menggunakan narkoba?

10. Apakah kamu pernah melamar pekerjaan dan bagai mana hasilnya? 11.Apakah kamu mempunyai mempunyai identitas diri?

12. Apakah pernah merasakan pelayanan publik?

13.Apakah kamu merasa berbeda dengan anak-anak yang lain? Atau merasa termarginalkan dari masyarakat?

14.Pernah kan mendapatkan bantuan dari masyarakat atau pemerintah? 15.Apakah harapan kamu kepada masyarakat dan pemerintah tentang anak

jalanan?

VI. Daftar Pertanyaan Untuk Informan Tambahan

A. Armasnyah atau lebih dikenal Bang Biar selaku staff KKSP sebagai Koordinator lapangan Rumah Belajar di Jalan Brigjen Katamso

1. Berapa jumlah anak jalanan yang ada di Rumah belajar KKSP ini?

2. Bagaimana awalnya mensosialiasikan rumah belajar ini di tengah – tengah masyarakat dan anak jalanan?


(4)

3. Bagaimana cara pendampingan yang dilakukan dalam proses belajar di rumah KKSP ini?

4. Siapa sajakah yang membantu dala proses pendampingan?

5. Bagaimana menumbuhkan rasa percaya dan nyaman anak jalanan kepada KKSP?

6. Adakah kendala yang di alami dalam proses pendampingan? Dan apa saja kendala itu?

7. Pernah atau tidak mendapatkan perlakukan buruk atau negatif dari anak jalanan selama proses pendampingan?

8. Kapan hari aktif belajar rumah belajar KKSP ini dan dimulai dari pukul berapa?

9. Selain melalui rumah belajar ini adakah upaya lain dalam proses inklusi sosial?

10.Apakah pendapat tentang anak jalanan?

11.Bagaimana seharusnya penanganan yang tepat untuk permaslahan anak jalanan ini?

Daftar Pertanyaan Untuk Informan Tambahan

Bapak Asbin Siregar selaku Lurah di Kelurahan Sei Mati

1. Apakah Bapak tahu tentang keberadaan anak jalanan di wilayah Bapak? 2. Apakah Bapak tahu berapa jumlah anak jalanan di wilayah Bapak?

3. Apakah bapak pernah berkomunikasi langsung dengan keluarga anak jalanan?


(5)

5. Bagaimana respon Bapak mengenai di dirikannya rumah belajar untuk jalanan dan anak masyarakat sekitar wilayah bapak dalam proses inklusi sosial?

6. Apakah dari pemerintah, khususnya dari kelurahan Sei Mati ini pernah memberikan bantuan untuk anak jalanan di wilayah Bapak?

7. Bagaimana pendapat bapak tentang anak jalanan?

8. Apakah Bapak setuju dengan stigma masyarakat bahwa anak jalanan adalah sampah masyarakat?

Daftar Pertanyaan Untuk Informan TambahanIbu Tety Agustina Hasibuan Selaku Kepala Tata Usaha Puskesmas Kampung Baru

1. Bagaimana awal bergabungnya kerjasama antara Puskesmas Kampung Baru ini dengan Yayaysan KKSP Medan?

2. Pelayanan kesehatan apa saja yang di berikan di Puskesmas Kampung Baru ini khususnya untuk anak jalanan?

3. Bagaimana cara atau syarat agar anak jalanan dapat berobat atau mendapatkan pelayanan kesehatan secara gratis di Puskesmas Kampung Baru?

4. Penyakit apa saja yang di derita anak jalanan saat berobat ke Puskesmas Kampung Baru ini?

5. Berapa banyak anak jalanan yang sudah berobat atau mendapatkan pelayanan kesehatan secara gratis di Puskesmas Kampung Baru?


(6)

Daftar Pertanyaan Untuk Informan Tambahan

Ibu Rosdiana sebagai masyarakat biasa yang memiliki usaha rumah makan 1. Apakah ibu tau tentang keberadaan anak jalanan?

2. Apakah pernah anak jalanan datang kerumah makan ibu ?

3. apakah Ibu izinkan kalau ada anak jalanan yang mengamen di rumah makan ibu?

4. Bagaimana pendapat ibu tentang anak jalanan?

5. Apakah Ibu bersedia untuk menerima anak jalanan apabila ada anak jalanan yang ingin bekerja di rumah makan Ibu?


(7)

(8)

(9)


(10)


(11)

(12)

129

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad. 2004. Kenakalan Remaja. Jakarta : Erlangga Departemen Sosial RI. 2001. Petunjuk Teknis Pelayanan Sosial Anak Jalanan.

Jakarta : Departemen Sosial Republik Indonesia Gavin Reid, Dyslexia and Inclusion. 2005. Classroom Approaches for Assesment, and Learning. London : Fulton Publisher

Gibson J L,Ivancevich,J dan Donnelly, J. 1995. Organization. Jakarta: Terjemahan edisi keempat. Erlangga.

Hurlock, Elizabeth B. 1992. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentan Kehidupan. Jakarta : Erlangga

Ilyas,Roostien. 2004. Anak-anakku Di Jalanan . Jakarta : Pensil Jahja, Yahya. 2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Kencana Koentjaraningrat. 1981. Pengantar Antropologi. Jakarta : Aksara Baru.

Krismiyarsi, dkk. Efektivitas Kebijakan Pemerintah Mengenai Penanganan Anak Jalanan Melalui Rumah Singgah. Laporan Penelitian. Fakultas Hukum. Universitas 17 Agustus 1945. Semarang

Moeliono, L. & Dananto, A. 2004. Pendampingan Anak Jalanan Menurut Para Pendamping Anak Jalanan. Jakarta: PKPM Unika Atma Jaya

Moleong, LJ. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Muhammad dan Djaali. 2005. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta : Press dan Restu Agung

Munajat, Danang. 2001. Penelitian Tentang Efektivitas Rumah Singgah Terhadap Perubahan Sikap Dan Perilaku Anak Jalanan. Badan Kesejahteraan Sosial Nasional. Yogjakarta

Sallahudin, Odi. 2000. Anak Jalanan Perempuan. Semarang : Yayasan Setara Sallahudin, Odi. 2004. Di Bawah Bayang-Bayang Ancaman. Semarang : Yayasan

Setara


(13)

130

Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial. Medan : PT. Grasindo Monoratama

Silalahi, Ulber, MA. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung : PT. Refika Aditama

Smith, J. David. 2006. Inklusi:Sekolah Rumah Untuk Semua. Terjemahan Ny. Enrica Denis, Muhammad Sugiarni, dan Mif Baihaqi. Bandung : Nuansa Sudrajat, Tata.1996. Anak Jalanan dan Masalah Sehari-hari Sampai

Kebijaksanaan. Bandung: Yayasan Akatiga

Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memperdayakan Masyarakat. Bandung : PT. Refika Aditma

Suharto, Edi. 2008. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta

Suyanto, Bagong dan Dwinarko. 2010. Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Triyanti, Maria A.A.A. 2001. Pemberdayaan Anak Jalanan di DKI Jakarta. Tesis. Program Studi Sosiologi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.Universitas Indonesia. Jakarta.

Witanto, Y.D. 2012. Hukum Keluarga Hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin.

Jakarta : Pustakaraya

Sumber lain:

Undang-Undang tentang Kesejahteraan Anak (UU No. 4 Tahun 1979)

UU Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

Pasal 9 ayat (1) UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Konvensi Hak Anak PBB yang telah disertifikasi dengan KEPRES No.36/1990

Sumber Online:

(http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2014/10/04/121468/sedikitnya-600-anak-di-kota-medan-hidup-di-jalanan/#.VhiHS_7ov3g) Diakses pada tanggal 10 0ktober 2015 pukul:10:43 WIB) Abimanyu, 2014. Sedikitnya 600 anak di kota medan hidup di jalanan.http://www.medanbisnisdaily.com diakses pada tanggal 10 0ktober

2015 pukul: 10:43WIB

(http://kksp.or.id/home/2015/04/08/penanganan-anak-jalanan-di-kota-medan-harus-secara-inklusif/) Diakses pada tanggal 10 Oktober 2015 pukul 11:40


(14)

131

WIB. (Humas KKSP)-(JS), 2015. Penanganan anak jalanan di kota medan harus secara inklusif. http://kksp.or.id// diakses l tanggal 10 Oktober 2015 pukul 11:40 WIB.

(http://kksp.or.id/home/2015 /03/06/kksp-gagas-inklusi-sosial-anak-jalanan-2/) Diaksespada tanggal 10 Oktober 2015 pukul 12:50 WIB). (Humas KKSP)-(JS), 2015. Gagasan Inklusi sosial anak jalanan. http://kksp.or.id// diakses l tanggal 10 Oktober 2015 pukul 12.50 WIB.

(https://id.wikipedia.org/wiki/Proses) Diakses pada tanggal 11 Oktober 2015 pukul 06.25 WIB . Wikepedia, Februari 2014. Proses adalah urutan

pelaksanaan at pada tanggal 11 Oktober 2015 pukul 06.25 WIB .

(http://programpeduli.org/inklusi-sosial/) Diakses pada tanggal 11 Oktober 2015 pukul 21:50 WIB. Sroyat, 28 Juni 2015. Mewujudkan Inkllusi Sosial Program Peduli. http://programpeduli.org/inklusi-sosial/) Diakses pada tanggal 11 Oktober 2015 pukul 21:50 WIB.

(http://www.acdp-indonesia.org/id/lokakarya-penyusunan-kerangka-kerja-

inklusi-sosial-2/ ) Diakses pada tanggal 12 Oktober 2015 pukul 12 : 40 WIB ). ACDP Indonesia, Maret 2015. Lokakarya penyusunan kerangka kerja inklusi sosial. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2015 pukul 12 : 40 WIB


(15)

58

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Moleong (dalam Zuriah, 2006: 92) mendefenisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis atu lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat di amati. Hal ini di karenakan penulis ingin memberikan sebuah deskripsi atau gambaran mengenai proses inklusi sosial anak jalanan dampingan KKSP Medan secara sistematis, akurat dan faktual.

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang di maksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gelaja yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan (Arikunto, 2005:234)

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Belajar KKSP yang terdapat di Jalan Bridgen Katamso Gang. Perwira No. 49 Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun. Alasan peneliti memilih lokasi ini karena di daerah tersebut terdapat banyak anak jalanan yang beraltivitas aktif di persimpangan lampu merah. Dan tempat tersebut cukup strategis didirikan rumah belajar untuk anak jalanan. Alasan lain kenapa memilih melakukan penelitian di Rumah Belajar KKSP, di karenakan Yayasan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan (KKSP) merupakan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak dibidang anak-anak dan pendidikan yang sudah bergelut lebih dari 20 tahun menangani permasalahan


(16)

59

anak. Dan yayasan KKSP Medan merupakan Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak di kota Medan.

3.3 Informan

Penelitian kualitatif tidak di kenal dengan istilah sampel. Sampel pada penelitian kualitatif di sebut informan. Informan adalah orang-orang yang dipilih untuk diwawancarai atau observasi sesuai tujuan penelitian. Informan ini di harapkan dapat memebrikan informasi, data ataupun fakta dari suatu objek penelitian. Informan dalam penelitian ini terdapat ats tiga jenis informan yaitu:

1. Informan kunci adalah orang yang di anggap mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang di perlukan dalam penelitian. Informan kunci dalam penelitian ini adalah pihak Yayasan KKSP Medan yaitu: Supervisor Lembaga Yayasan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan (KKSP) 2. Informan utama adalah orang yang terlibat langsung dalam interaksi sosial

yang di teliti. Informan utama dalam penelitian ini adalah anak jalanan dampingan KKSP Medan yang di anggap mengerti akan pertanyaan yang di ajukan peneliti

3. Informan tambahan adalah orang yang memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi informan tambahan seperti: masyarakat yang tinggal di lingkungan sekitar rumah belajar, kader lingkungan, Pengusaha, dan oknum pelayanan publik.


(17)

60

3.4 Teknik Pengumpuan Data

Teknik pengumpulan data yang akan di gunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data atau informasi yang menyangkut masalah yang diteliti melalui penelaah buku, peraturan perundang-undangan, jurnal, karya tulis, majalah, surat kabar dan bahan tulisan lainnya yang erat kaitannya dengan subjek penelitian.

2. Studi lapangan, yaitu teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui penelitian dengan turun langsung ke lokasi penelitian untuk mencari fakta yang berkaitan dengan subjek penelitian, yakni:

a. Observasi partisipasi adalah suatu bentuk observasi dimana peneliti juga terlibat dalam kehidupan atau pekerjaan atau aktivitas subjek yang diteliti (Muhammad dan Djali, 2005:92)

b. Wawancara mendalam,yaitu percakapan yang dilakukan secara tatap muka oleh dua pihak yaitu: pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancari yang menjawab pertanyaan (Moleong, 2002, hal. 135)

c. Dokumentasi, yaitu pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen. Data-data yang dikumpulkan melalui teknik observasi meupakan data sekundur, yaitu data yang diperoleh dari instasi tersebut


(18)

61

Teknik analisa data pada penelitian ini adalah teknik analisa data deskriptif, yaitu dengan mengkajidengan mengkaji data yang dimulai dngan menelaah seleruh data yang tersedia dari berbagai sumber data yang terkumpul, mempelajari data, menelaah, menyusun dalam suatu satuan, yang kemudian dikatagorikan pada tahap berikutnya dan memeriksa keabsahan data serta mendefenisikannya dengan analisis sesuai dengan kemampuan daya peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian. (moenolog, 2007)

Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif, artinya untuk analisis data tidak diperlukan model uji stastistik dengan memakai rumus-rumus tertentu, melaikan lebih menunjukan sebagai tipe penelitian deskriptif. Kutipan hasil wawancara dan observasi sejauh mungkin akan ditampilkan untuk mendukung analisi yang disampaikan, sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian.


(19)

62

BAB IV

DISKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1. Yayasan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan (KKSP) 4.1.1. Profil dan Sejarah Yayasan KKSP Medan

PROFILE YAYASAN KKSP

Alamat : Jl. Stella III No. 88 Medan, 20135 Phone : 62 61 8367438

Fax : 62 61 8367412

Kontak : Drs. Ahmad Taufan Damanik, MA / Muhammad Jailani, S.Sos, MA

Email Website

Yayasan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan atau selanjutnya di sebut KKSP adalah sebuah Organisasi Non-Pemerintah yang didirikan tahun 1987. Pada awal dibentuknya KKSP ini kepanjangan dari Komite Kerja Satuan Kota tahun 1995 nama KKSP tetap digunakan tetapi berganti nama dengan KKSP-Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak. KKSP memiliki status hukum No. 9591/YAY/1988, jo, 10/YAY/NOT-RAP/1995 and jo No. 10/443/YAY/PROB/2001 dari Ditsospol Sumatra Utara, Dinas Sosial dan Pengadilan Tinggi Medan untuk melakukan kegiatannya menurut instruksi


(20)

63

Mendagri No 8/88. Sejalan dengan perubahan undang-undang yayasan yang baru maka kemudian KKSP melakukan perubahan struktur dan juga penguatan status hukum Yayasan Melalui perubahan akte menjadi akte No. 116 tanggal 26 februari 2013 dan terdaftar di Departemen Hukum dan Perundang-Undangan No. AHU – 7022.AH.01.04 tahun 2013.

4.1.2. Misi dan Visi Yayasan KKSP Medan 1. Visi Yayasan KKSP

Yayasan KKSP Bergerak di Bidang Sosial dan Kemanusiaan yang memiliki Visi untuk mampu mengambil bagian dalam mewujudkan anak-anak yang sehat, terampil, kreatif dan mandiri dalam mempersiapkan diri menuju kedewasaannya serta memacu peningkatan partisipasi masyarakat dalam memberikan perlindungan, pendidikan dan pelayanan kesehatan pada anak-anak.

2. Misi Yayasan KKSP Medan

a. Mengembangkan model pendidikan, pelayanan kesehatan dan kesejahteraan sosial serta memberikan perlindungan bagi anak-anak b. Mengembangkan jaringan kajian dan informasi tentang anak dalam

meningkatkan hak-hak anak

c. Mempertahankan jalur-jalur reformasi struktural yang telah ditempuh dalam memperjuangkan demokrasi dan keadilan.


(21)

64

4.1.3. Tujuan Yayasan KKSP Medan

1. Memberikan hak-hak dasar anak-anak dan remaja yaitu hak hidup, tumbuh kembang, perlindungan dan partisipasi.

2. Memberikan perlindungan bagi anak-anak dari exploitasi, pelanggaran hak lainnya dan kekerasan.

3. Memberdayakan kelompok masyarakat, pemerintah dan swasta yang berkaitan secara alami dan strategis dengan anak-anak untuk mengembangkan kemandirian, pandangan, pendapat dan partisipasi masyarakat yang lebih luas dalam seluruh aspek kehidupan termasuk untuk menegakkan hak anak.

4. Mengembangkan pusat kajian dan jaringan informasi untuk perlindungan anak pada tingkat lokal, nasional, regional dan internasional.

4.1.4. Sasaran Yayasan KKSP Medan

Yayasan KKSP dalam mengimplementasikan tujuannya memiliki kelompok sasaran, dalam hal ini masyarakat dan anak-anak, khususnya anak-anak yang memerlukan perlindungan khusus:

1. Anak- anak yang tereksploitasi secara ekonomi seperti anak jalanan, buruh anak jermal, buruh anak nelayan, buruh anak pertanian dan anak pembantu rumah tangga

2. Anak-anak tereksploisi secara seksual seperti pelacuran anak atau anak yang di perdagangkan untuk maksud dilacurkan.

3. Anak-anak yang berada dalam kondisi yang darurat seperti anak pengungsian.


(22)

65

4.1.5. Pelayanan Sosial yang Diberikan 1. Divisi Pendidikan

Divisi Pendidikan mengembangkan model-model pendidikan yang meletakkan hak anak sebagai filofis pendidikan. Model pendidikan yang dikembangkan sejak tahun 1988 menempatkan anak sebagai subjek dari pendidikan dan bukan menjadi objek. Model pendidikan yang dikembangkan meliputi pendidikan non-formal maupun pendidikan luar sekolah. Beberapa model pendidikan yang telah dikembangkan adalah: a. Pendidikan Alternatif di Taman Kebajikan

Pendidikan Alternatif di Taman Kebajikan adalah model pendidikan sekolah untuk anak-anak miskin (anak-anak dari kawasan kumuh, anak putus sekolah, buruh anak dan anak jalanan). Model pendidikan ini mempunyai tujuan untuk membentuk karakter, meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan anak serta memperkenalkan pandangan anak pada lingkungan sosial.

Pendidikan Alternatif di Taman Kebajikan adalah model pendidikan sekolah untuk anak-anak miskin (anak-anak dari kawasan kumuh, anak putus sekolah, buruh anak dan anak jalanan). Model pendidikan ini mempunyai tujuan untuk membentuk karakter, meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan anak serta memperkenalkan pandangan anak pada lingkungan sosial. Pendidikan alternative taman Kebajikan dimulai tahun 1997 dengan pusat pendidikan di kabupaten Deli Serdang.


(23)

66

b. Pendidikan melalui Taman Baca dan Bermain

Saat ini KKSP sedang melakukan pemberdayaan kelompok (masyarakat, pemerintah dan swasta) yang berkaitan secara alami dan strategis dengan anak-anak untuk mengembangkan kemandirian, pandangan, pendapat dan partisipasi masyarakat yang lebih luas dengan membentuk Sanggar Taman Baca dan bermain di beberapa wilayah tempat alumni Taman Kebajikan berada. Taman Baca dan Bermain akan dikembangkan menjadi Taman Remaja dan Taman Dewasa yang akan memfasilitasi masyarakat dalam hak-hak petani, buruh atau masalah-masalah social-politik. Saat ini Taman Baca KKSP telah menyebar di Provinsi Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam.

c. Pendidikan Alternatif untuk Anak jalanan

Dimulai tahun 1990, KKSP melakukan Pendidikan alternatif untuk anak jalanan dengan menggunakan pendekatan basis jalanan dan center. Program ini mengorganisir dan memfasilitasi sekitar 220 anak jalanan di 7 lokasi yaitu Terminal bus terpadu Amplas, Petisah, Aksara Plaza, Sukaramai, Simpang Ramayana, Simpang Halat dan Rumah Musik. Kebanyakan anak-anak datang dari luar kota Medan. Mereka berkerja dan tinggal di jalan tanpa perhatian keluarga. Disamping itu juga tanpa pendidikan, perhatian dan kasih sayang, mereka menghadapi begitu banyak kekerasan baik secara fisik dan non-fisik. Pendidikan alternatif yang diberikan pada anak jalanan adalah pendidikan luar sekolah Penyediaan fasilitas belajar di Rumah belajar,


(24)

67

Rumah musik, Sanggar dan basis jalanan dilakukan untuk mencapai tujuan Pendidikan alternatif yang sebenarnya. Tujuan pendidikan luar sekolah adalah untuk pengembangan karakter, meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan, namun tetap mempertimbangkan prinsip pluralisme, partisipasi dan semua orang adalah guru.

Pendekatan pendekatan pendidikan luar sekolah diimplementasikan dalam kegiatan pendidikan seperti:

1) Tulis baca

2) Nilai Sosial dan Moral 3) HAM

4) Hak Anak

5) Prinsip Partisipasi Anak dan Demokrasi 6) HakBuruh

7) Kepemimpinan 8) Organisasi

d. Pendidikan Pencegahan Perdagangan Anak

Pendidikan pencegahan terhadap perdagangan anak dimulai sejak tahun 2002, ini dilakukan karena semakin meningkatnya jumlah korban anak yang diperdagangkan setiap tahunnya. Banyak anak yang menjadi korban adalah yang berasal dari keluarga yang memiliki tingkat ekonomi dan jenjang pendidikan yang rendah. Selain itu juga salah satu penyebab meningkatnya korban perdagangan karena minimnya informasi yang diterima.


(25)

68

Pendidikan yang diberikan kepada masyarakat umum, aparatur pemerintah dan anak, adalah pendidikan pencegahan perdagangan manusia, penanganan korban, termasuk penanganan hukum dan bagaimana masyarakat dapat berpartisipasi didalamnya. Hingga May 2012, KKSP telah melakukan pendidikan pencegahan dan penanganan perdagangan manusia ini pada 8.000 peserta yang berlatar belakang anak-anak, guru, polisi, jaksa, hakim, pengacara, tokoh masyarakat, aparat desa, kabupaten dan propinsi yang tersebar di 8 kabupaten kota di Sumatera Utara.

e. Pendidikan Kewarganegaraan dan Demokrasi

Sejak tahun 2007 KKSP mengembangkan pendidikan kewarganegaraan dan Demokrasi pada anak-anak di tingkat SLTP dan SLTA. Pada tahun 2009 – 2011 KKSP melakukan proyek percontohan pendidikan demokrasi pada siswa SLTA dan guru bagaimana mengintegrasikan pendidikan demokrasi di tingkat local pada kurikulum sekolah serta mengembangkan pendidikan sebaya di tiga kabupaten/kota; Medan, Simalungun dan Karo.

2. Divisi Informasi dan Advokasi

Divisi informasi dan advokasi mengembangkan satu program informasi dan advokasi untuk mendistribusikan informasi tentang kondisi anak-anak yang memerlukan perlindungan khusus di Indonesia khususnya di Sumatra Utara dan melakukan tekanan untuk mendorong munculnya kebijakan dan implementasi perumusan hak-hak anak khususnya. Lebih jauh lagi, program informasi dan advokasi juga mencoba untuk mengembangkan


(26)

69

pendidikan pada masyarakat tentang masalah hak anak melalui e-mail, press release, portal porum anak dll.

Saat ini Yayasan KKSP focus pada pengembangan advokasi non-litigasi. Yang diimplementasikan melalui:

a. Pengembangan kebijakan perlindungan anak di Sumatera Utara.

b. Kampanye tentang masalah anak-anak yang memerlukan perlindungan khusus melalui media elektronik seperti radio, inter-net dan televisi dan media cetak seperti newsletter, Koran dan majalah secara nasional atau internasional.

c. Penguatan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam kebijakan dan ruang public

d. Membantu pemerintah dalam merumuskan kebijakan perlindungan anak di Sumatera Utara.

e. Melakukan lobby pada pemerintah dan DPRD untuk perubahan kebijakan yang berpihak pada anak.

f. mendampingi anak-anak yang memerlukan perlindungan khusus. g. Melakukan penyadaran kepada publik tentang hak anak

h. Pengembangan modul-modul pendidikan demokrasi untuk pemilih pemula

i. Mengembangkan modul-modul pendidikan resolusi konflik bagi remaja dan masyarakat


(27)

70

3. Divisi Kesehatan

Divisi ini bertujuan untuk memperbaiki tingkat kesehatan masyarakat dan anak-anak khususnya anak-anak yang memerlukan perlindungan khusus. Program dan kegiatan divisi ini antara lain:

a. Pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin dan anak-anak melalui Klinik Taman Sehat Yayasan KKSP

b. Pemeriksaan kesehatan berkala dan pemberian makana bergizi pada anak jalanan.

c. Mempromosikan kesehatan mandiri melalui diskusi berkala dengan anak-anak

4.2 Kelurahan Sei Mati

4.2.1 Kondisi Geografis Kelurahan Sei Mati

Rumah singgah atau rumah belajar KKSP Medan terletak di Jalan Bridgen Katamso no 89 Gang. Perwira Kelurahan Sei Mati merupakan bagian dari wilayah kecamatan Medan Maimun dengan luas wilayah 23 Ha beriklim tropis dan merupakan daerah dataran rendah. Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun terdiri dari 12 Lingkungan. Jarak kantor Lurah Sei Mati ke Kantor Camat Medan Maimun sekitar ± 1,5 km. Batas wilayah kelurahan Sei Mati terdiri dari: Sebelah Utara : berbatasan dengan Kel. Sukaraja, Kec. Medan Maimun, Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kel. Kampung baru, Kec. Medan Maimun

Sebelah Timur : berbatasan dengan Kel. Teladan Barat Kec. Medan Kota Sebelah Barat : berbatasan dengan Kel. Sukadame Kec. Medan Polonia.


(28)

71

4.2.2 Kondisi Demografis Kelurahan Sei Mati

Jumlah penduduk Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun berjumlah 25.194 jiwa. Data dari kantor kelurahan Sei Mati menunjukan bahwa jumlah penduduk lelaki adalah. 12.444 jiwa sedangkan perempuan sebanyak 10.118 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk menurut usia, suuku, agama, pendidikan dan pekerjaan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk berdasarkan Usia

No Kelurahan Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia

0-9 Tahun 10-19 Tahun 20-29 Tahun 30-39 Tahun 40-49 Tahun 50-59 Tahun 60-69 Tahun 70tahun Ke atas Jumlah 1. Sei Mati 1392 2115 1975 3134 1316 685 176 82 10875

Sumber: Kantor Lurah Sei Mati Kota Medan tahun 2016

Tabel 4.2

Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku

No Kelurahan Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku

Taput Mandailing Karo Dairi Nias Jawa Minang Melayu Aceh Jumlah 1. Sei Mati - 5833 42 66 25 844 1956 1477 1630 11873

Sumber: Kantor Lurah Sei Mati Kota Medan tahun 2016

Tabel 4.3

Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama

No Kelurahan Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama

Islam Katolik Protestan Hindu Budha Jumlah

1. Sei Mati 10095 259 228 49 2650 13281

Sumber: Kantor Lurah Sei Mati Kota Medan tahun 2016

Tabel 4.4

Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan

No Kelurahan

Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan SD SLTP SLTA Universitas Pasca

Sarjana Akademi

Tidak Sekolah

Jumlah Yang Mengenyam

Pendidikan

1. Sei Mati 551 560 642 110 90 95 201 2048


(29)

72

Tabel 4.5

Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan No. Kelurahan Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

PNS ABRI POLRI Peg. Swasta

Pedagang Buruh Petani Nelayan Wiraswasta Jumlah

1. Sei Mati 345 45 8 3489 1210 470 - - 1899 746


(30)

73

BAB V

ANALISIS DATA

5.1 Pengantar

Pada bab ini akan membahas mengenai data-data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan di lapangan melalui observasi dan wawancara mendalam dengan informan. Melalui hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti di lapangan, peneliti berhasil mengumpul data informasi mengenai proses inklusi sosial anak jalanan dampingan KKSP Medan. Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu:

1. Penelitian yang dilakukan atau diawali dengan mengumpulkan beberapa dokumen dari rumah belajar KKSP sebagai tempat berkumpulnya anak jalanan dan dari lapangan yang berada di simpang lampu merah Juanda. Pengumpulan data tersebut berupa case record yang meliputi biodata anak jalanan yang merupakan dampingan KKSP Medan.

2. Melakukan wawancara mendalam dengan staf yayasan KKSP khusus koordinator lapangan dalam proses penelitian informan dan mengetahui latar belakang informan tersebut.

3. Melakukan observasi di lingkungan kehidupan anak jalanan. Peneliti membuat catatan di lapangan untuk mengetahui proses inklusi sosial. Informan yang digunakan dalam penelitian ini, terdiri dari:

a. Informan Kunci, yaitu:

b. Informan Utama, yaitu: Anak jalanan dampingan KKSP Medan


(31)

74

5.2 Hasil Temuan 5.2.1 Informan Kunci

Nama : Syamsul S.sos Usia : 52 Tahun

Alamat : Perumahan Griya Kencana Block D No. 26 Medan Tuntungan Suku : Melayu

Asal : Kab. Batubara Pendidikan : S1

Pekerjaan : Manager Operasional di Yayasan KKSP Medan Agama : Islam

Peneliti melakukan wawancara dengan Bapak Syamsul selaku manager operasional di Yayasan KKSP Medan. Yayasan KKSP-Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak mempunyai beberapa program yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat, khususnya anak-anak, diantaranya:

Program Pendidikan Taman Kebajikan yang telah dimulai sejak tahun 1986 dan disistematisasi pada tahun 1997. Program tersebut bertujuan untuk melakukan pemberdayaan kelompok (masyarakat dan anak) yang berkaitan secara strategis untuk mengembangkan kemandirian, pandangan, pendapat dan partisipasi masyarakat dalam pendidikan anak.

Pendidikan anak dilakukan melalui Taman Baca, sebagai medium peningkatan pengetahuan anak dan juga tempat masyarakat melakukan diskusi dan penambahan pengetahuan yang berkenaan dengan hak-hak anak, hak-hak buruh, hak-hak petani dan masalah sosial politik lainnya. Selain itu, peserta didik


(32)

75

mendapatkan pendidikan ketrampilan seperti pertanian, perbengkelan, kerajinan dan lainnya.

Program lainnya adalah Program Community Education Anti Perdagangan Anak yang dimulai sejak tahun 2004 dan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran anak, perempuan dan masyarakat umum tentang perdagangan manusia, bahaya dan upaya pencegahannya. Program pendidikan ini dilakukan secara berkesinambungan dan bersinergi dengan program pemerintah. Implementasi program fasilitator pendidikan pencegahan perdagangan anak dan perempuan ini bekerjasama dengan institusi sekolah, dinas pendidikan, dinas sosial dan bagian pemberdayaan perempuan pada tingkat pemerintah propinsi dan kabupaten kota.

Program tersebut telah berjalan di delapan kabupaten kota yang ada di Sumatera Utara, yaitu Langkat, Medan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Tebing Tinggi, Batu Bara, Asahan dan Tanjung Balai. Sasaran utamanya adalah anak-anak marjinal, anak-anak sekolah dan perkumpulan perempuan di daerah-daerah yang diidentifikasi sebagai daerah pengirim dan penerima perdagangan manusia. Untuk keperluan kampanye yang lebih luas mengenai isu anti perdagangan anak, KKSP bergabung di dalam Indonesia Act, Indonesia Anti Child Trafficking dan Asia Act serta Asia Anti Child Trafficking.

Program Pelatihan Fasilitator Anak, melibatkan pelajar Sekolah Menengah Umum (SMU) di Sumatera Utara dan anak jalanan di Medan untuk dididik menjadi seorang fasilitator pelatihan Konvensi Hak Anak bagi teman-teman seumurnya. Program ini telah berjalan sejak tahun 2003 dengan menghasilkan 25 fasilitator anak usia SMU dan 4 fasilitator anak jalanan. Materi pelatihan yang


(33)

76

diberikan adalah konvensi hak anak, perkembangan persoalan anak di Indonesia dan Sumatera, pengertian dasar fasilitator, prinsip-prinisp dan metode memfasilitasi, tehnik presentasi, game sebagai metode memfasilitasi, dan bagaimana memulai pelatihan. Fasilitator anak/remaja ini kemudian mengembangkan program pendidikan sebaya di antara sesama anak/remaja, baik menyangkut isu hak-hak anak, kesehatan reproduksi, bahaya HIV-AIDS, perdagangan anak, perlindungan anak dari kekerasan dan eksploitasi seksual.

Program Pendidikan dan Pendampingan Anak Jalanan yang dimulai tahun 1991 didasarkan pada fenomena anak-anak di kota Medan yang banyak turun ke jalan bukan saja karena persoalan ekonomi namun juga persoalan sosial seperti sempitnya lingkungan bermain. Program berarah pada perlindungan anak jalanan dari kekerasan dan bagaimana anak-anak terus mendapatkan pendidikan walau mereka berada di jalan. Fokus utama pendekatan pendidikan dan pendampingan anak jalanan dilakukan melalui media seni-budaya lewat Kelompok Musik Alternatif ”The Bamboes” yang mengkreasi musiknya sendiri untuk ditampilkan sebagai media kampanye sosial.

Selain itu, KKSP juga menjalankan Program Eliminasi Buruh Anak Jermal yang merupakan tanggapan terhadap situasi perbudakan anak yang dieksploitasi sebagai pekerja pembuat ikan teri dan ikan asin di perairan pantai timur, Selat Malaka. Aktivitas program ini meliputi investigasi, research assesment, kampanye lokal, nasional dan international, advokasi legal dan sosial, penarikan anak dari jermal, hingga penguatan dan pemberdayaan bekas buruh anak jermal dan keluarganya. Salah satu keberhasilan program ini adalah diratifikasinya Konvensi ILO 182 ke dalam undang-undang No. 1 tahun 2000 tentang pekerjaan terburuk


(34)

77

untuk anak yang diikuti dengan Peraturan Daerah Sumatera Utara tentang pelarangan bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.

KKSP juga membuat modul pelatihan bagi anak dan remaja untuk mengkomunikasikan dan mengadvokasikan hak perlindungan anak dari kekerasan dan eksploitasi, melakukan penelitian, analisis, publikasi dan distribusi informasi tentang Konvensi Hak Anak (KHA) dan kebijakan yang mengikutinya, implementasi KHA di Indonesia, situasi anak-anak yang memerlukan perlindungan khusus dan juga model-model pendidikan dan perlindungan pada anak-anak yang telah dan sedang dilakukan oleh Yayasan KKSP.

Pak syamsul juga menambahkan, “Dalam program inklusi sosial KKSP, masalah anak jalanan terdapat beberapa aspek. Aspek yang pertama adalah masalah penerimaan sosial. Permasalahan ini menyangkut kecendrungan – kecendrungan mendapat stigma dari masyarakat seperti sikap dan juga pandangan negatif kepada anak jalanan, dilabel suka mencuri, narkoba, kemudian tidak punya aturan, dan kehidupan bebas. Jadi dengan situasi seperti itu anak jalanan kecendrungan selalu di marginalkan, di pinggirkan, di singkirkan dan di jauhkan dari masyarakat. Padahal anak jalanan merupakan bagian dari masyrakat.

Aspek yang kedua itu adalah pelayanan publik, kalau aspek pelayanan publik itu anak jalanan kesulitan untuk mendapatkan pelayanan warga negara yang dari pemerintah. Misalnya untuk akses pendidikan, kesehatan termaksud juga untuk identitas hukum. Contoh kasusnya hampir semua anak jalanan tidak memiliki identitas diri. Hal ini mungkin didasari beberapa faktor seperti ketidak mampuan orang tua mengurus akte kelahiran atau bahkan dari sebagian anak


(35)

78

jalanan tidak mengetahui siapa orang tua mereka, ada juga anak jalanan itu dilahirkan dari hubungan gelap akibat pergaulan bebas, silsilah keluarga mereka tidak jelas. Di tambah lagi tidak ada oarang atau pihak – pihak yang membantu mereka untuk mendapatkan pelayan tersebut. Karena sistem pelayanan pemerintah inikan basisnya adalah KTP atau kartu keluarga. Sedangkan anak jalanan tidak punya akte kelahiran dan identitas diri maka hampir seluruh anak jalanan tidak bisa merasakan pelayanan-pelayanan yang diberikn pemerintah, misalhnya seperti sekolah gratis dan kesehatan gratis. Karena ketika mereka tidak mendapatkan pelayanan identitas maka hal ini berdampak pada pelayanan – pelayanan lainnya seperti contoh yang disebutkn tadi.

Aspek yang ketiga adalah kebijakan. Utnuk kebijakan khusus di kota Medan itu ada namanya Peraturan Daerah Kota Medan No. 6 Tahun 2003 tentang larangan pengemisan, gelandangan dan tindak asusila. Jadi ini juga salah kebijakan yang deskriminatif. Dimana kecendrungan anak-anak jalanan di razia ditangkap. Artinya dalam posisi razia dan di tangkap inikan tidak ada penanganan yang lebih. Baiklah kalau ini yang disebut dari penanganan dan penyelamatan anak jalanan tidak masalah. Tapi harus jelas progrm – program mereka lakukan untuk hal ini tetapi fakta dilapangan bahwa setelah mereka ditangkap dibiarkan saja bahkan ada yang mendapatkan tindakan kekerasan oleh anak jalanan. Dan setelah mereka tertangkap dirazia satu hari dua hari mereka di lepaskan kembali berartikan itu sama aja. Kecuali setelah mereka di tangkap mereka melakukan kegiatan sesuai program pemerintah. Tapi nyata nya dilapngan tidak seperti itu. Hanya sekedar tangkap tahan dan lepaskan. Artinya kan sama aja ini bukan menjadi satu jalan keluar yang tepat.”


(36)

79

Peneliti kemudian menayakan lagi mengenai apa saja yang dilakukan untuk KKSP untuk menangani anak jalanan ini. Pak syamsul menjelaskan, “Salah satu yang kita lakukan untuk menangani anak jalanan ini yaitu mendirikan rumah belajar yang fungsinya untuk memberikan pendidikan informal seperti membaca, menulis dan berhitung, berbahsa inggris, latihan musik dan keterampilan lainnya seperti membuat gelang atau daur ulang barang bekas. Hal ini bertujuan untuk mengurangi waktu mereka beraktifitas dijalanan. Dan didalam rumah belajar ini anak-anak jalanan bisa beljar sambil bermain dengan teman sebaya nya secara terdidik dan di bimbing oleh para fasilitator. Untuk rumah belajar KKSP mempunyai dua rumah belajar yaitu satu di Jalan Bridgen Katamso Gang. Perwira No. 89 Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun dan satu lagi di Jalan Pimpinan No. 87 kelurahan Sei Kera Hilir Kec. Medan perjuangan. Dan ada pun upaya lainnya yaitu mempermudah anak jalanan mengakses pelayanan publik seperti kesehatan walaupun mereka tidak memiliki identitas, selama anak jalanan itu merupakan anak dampingan dari KKSP Medan karena selama ada staff KKSP yang mengenali mereka staff KKSP dapat membawa mereka ke puskesmas untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Dan upaya lain pihak KKSP juga bekerja sama dengan BKKBN dan BPPKB agar anak jalanan bisa mendapatkan identitas didi dan untuk anak jalanan yang putus sekolah menyambung sekolah dengan cara mengejar paket.

Kemudian peneliti menanyakan lagi mengenai adakah pihak lain yang bekerjasama dalam penanganan anak jalanan ini? Pak Syamsul menambahkan lagi, “ menyangkut tigas aspek permasalahan yang di alami anak jalanan di atas pihak KKSP di bantu atau bekerja bersama dengan beberapa pihak, pertama


(37)

80

dalam aspek pertama mengenai penerimaan sosial anak jalanan kami di bantu oleh masyarakat itu sendiri misalnya di rumah belajar yang ada di jalan bridgen katamso kami coba membaurkan antara anak jalanan dengan anak – anak masyarakat sekitar yang tinggal disana. Terus juga di bantu sama komunitas – komunitas dan organisasi masyarakat, caranya adalah anak jalanan kita ikut sertakan kedalam kegiatan bersama. Bisa itu dalam kegiatan seni latihan musik, bakti sosial, berdiskusi, sharing bertukar pikiran, keagamaan dan lainnya. Sehingga mereka bisa merunbah paradigma tentang anak jalanan tadi. Untuk aspek yang kedua mengenai pelayanan publik tentuya kita bekerja sama dengan pemerintah salah satunya dinas kesehatan, dinas pendidikan dan lainnya. Dan untuk yang ketiga adalah kebijakan, artinya ada kebijakan yang berpihak kepada anak jalanan dan permasalahan-permasalahan mengenai anak jalanan.

Berdasarkan salah satu cara proses pembauran atau penyatuan anak jalanan yang disebukan Bapak Syamsul tadi adalah dnegan mendirikan rumah baca. Dimana anak jalanan dan anak-anak masyarakat sekitar bertemu dan berkumpul melakukan kegiatan bersama. Lalu siapakah yang membimbinng dan mengajar mereka di rumah belajar tesebut pak? Pak syamsul menuturkan, “Di masing – masing rumah belajar kita mempunyai staff KKSP yang bertugas sebagai kordinator lapangan. Nah kalau untuk yang membimbing dan mengajar mereks kits dibantu oleh kawan-kawan mahasiswa, komunitas, relawan atau volunteer yang sukarela ingin membantu atau bergabung untuk menjadi fasilitator. Dan dalam program inklusi sosial ini kita di bantu oleh SAMIN, Asia Foundation dan Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) .”


(38)

81

Peneliti bertanya kepada Pak Syamsul mengenai jumlah anak jalanan yang berada di rumah belajar yang di Bridgen Katamso. Pak Syamsul menjelaskan,

“Untuk yanag rumah belajar Bridgen Katamso terdiri dari anak jalanan yang berasal dari tiga wilayah ada Dari Simpang Juanda, Simpang Pos dan Simpang Tritura. Kurang lebih jumlahnya 50-an anak “

Selama ini selama KKSP menangani anak jalanan adakah anak jalanan yang melakukan tindakan kriminalitas? Pak syamsul mengungkapkan lagi, “ ada, itu jelas. Ya artinyakan tidak terlepas ya, siapapun kan bisa melakukan kriminal bukan hanya anak jalanan saja semua punya peluang. Ya kaya pipin saja juga bisa melakukan kriminalitas atau siapapun kan. Kalau untuk masalah serius tidak ada. Tapi kembali lagi ini konteks nya berbeda ya anatara anak dan remaja. Permasalahannya biasaanya pun yang di alami juga berbeda kalau untuk masalah – masalah narkoba biasanya yang sering ngalami bukan anak-anak jalanan tapi sudah remaja. Kalau msalah anak – anak yang ada dijalanan paling masalah mereka terjaring razia saja.

Peneliti bertanya bagaimana menumbuhkan rasa percaya anak jalanan kepada pihak KKSP? “ Artinya begini mereka kan juga manusia, artinya mereka kan juga bisa menilai mana orang yang akan membantu atau memfasilitasi dan mana orang yang hanya azas manfaat saja. Contohnya saja ada orang yang mau mengambil data mereka, foto – foto anak jalanan menolak mereka lari. Makanya setiap ada mahasiswa yang mau PKL disini harus mengikuti beberapa langkah – langkah. Dan kami menjadikan kksp wadah mereka untuk sharing, meceritakan keluh kesah, kami menggap kami adalah teman mereka bagian dari mereka sama seperti mereka merasakan apa yang mereka rasakan.”


(39)

82

Peneliti kemudian bertanya apa tanggapan Pak Syamsul tentang anak jalanan dan stigma masyarakat mengenai anak jalanan itu adalah sampah masyarakat?” Pak Syamsul menjawab, “Kalau kita mau melihat secara umum itulah yang terjadi, tetapi harus kita tahu dulu kenapa mereka bisa menjadi sampah masyarakat. Apa faktor penyebabnya. Artinya munculnya anak jalanan tidak serta merta berdiri sendiri kan begitu. Pak Syamsul mengatakan bahwa munculnya atau semakin banyaknya anak jalanan itu dikarenakan penangannya yang kurang tepat . “Artinya kan kalau kebijakannya tepat permasalahan anak jalanan sudah terlesaikan dari dulu. Kalaupun kebijakannya sudah tepat tapi dilapangan tidak terlaksana gimana, ya contoh lah ya, selama ini penanganan kan masih menggunakan kebijakan yang deskriminatif itukan dimana bagusnya coba. Cara penanganannya hanya di razia di tangkap habis itu di bebaskan kembali syukur kalau begitu kalau sempat di perlakukan kasar terlebih dahulu gimana. Pemerintah tidak pernah duduk bersama mendengarkan keluh kesah mereka berdiskusi bersama di tanya apa masalahnya apa maunya. Pemerintah inikan hanya menyama ratakan saja di kasih bantuan ini mau gak mau sudah selesai permasalahan. Karenakan kebanyakan anak jalanan ini keinginannya berbeda- beda.”

Melanjutkan pertanyaan terakhir yang cukup sensitif, yaitu peneliti menanyakan bagaimana pendapat bapak mengenai ada beberapa lembaga, panti sosial, yayasan atau lainnya yang sengaja memelihara anak jalanan untuk mendapatkan ke untungan. Karena dilihat dari kenyataannya semakin banyak lembaga atau yayasan yang menangani anak jalanan maka kehadiran anak jalanan semakin banyak pula bahkan tidak ada habisnya? Pak Syamsul menjelaskan, “Oh


(40)

83

tidak, kalau KKSP kan punya prinsip, misi dan komitmen kita ketika seorang anak berada di jalanan itu tidak tepat konteksnya anak ya yang di bawah 18 tahun. Karena jalanan inikan kondisi yang buruk bagi anak – anak yakan tidak jarang mereka mendapatkan kekerasan, pelecehan seksual atau ancaman bahaya lainnya. Artinya muncul satu nilai baru bagi mereka. Karena disana mereka kan tidak mendapat kontrol dan kembali lagi ke komitmen kita, ya kita kan harus menarik mereka untuk keluar dari jalanan. Salah satu caranya membuat rumh belajar untuk mengurangi waktu mereka dijalanan dengan mendapatkan pengetahuan dirumah belajar itu. Memang tidak di pungkiri ada beberapa LSM seperti itu maknya KKSP tidak mau membuat program rumah singgah, rumah singgah itukan jadinya hanya meninabobokan anak – anak jalanan seoalah-olah memang seperti di pelihara, lalu datang berbagai sumbangan dan bantuan yang dari situlah mendapatkan keuntungan. Tapi KKSP tidak mau seperti itu makanya hanya di buat rumah belajar yang kegiatannya dari jam 10 pagi sampai jam 5 sore. Yang benar – benar kegiatan nya diisi dengan proses edukasi. Dan kita jugakan ada yang namanya program eliminasi khusus anak jalanan. Apalagi kita sebagai lembaga sosialkan terbatas dananya. Artinyakan ketika anak jalanan itu di tarik dari jalanan lalu kita dampingi kita bina agar waktu mereka tidak di jalanan terus – menerus kemudian setelah mereka beranjak remaja atau dewasa itu sudah menjadi pilihan hidup mereka. Kita hanya menyiapkan suatu modal kecakapan hidup, keterampilan dan pengetahuan informal untuk mereka kedepannya. “

Kemudian peneliti bertanya kembali, apa salah satu bentuk nyatanya dari modal yang diberikan oleh KKSP berupa kecakapan hidup, keterampilan dan


(41)

84

pengetahuan informal. Adakah pihak KKSP bekerja sama dengan dunia usaha untuk menerima anak jalanan mendapatkan lapangan pekerjaan? Pak Syamsul Menuturkan, “Kita sebenarnya kalau untuk menyediakan modal secara materi tidak, karena untuk itu kita tidak sanggup. Tapi tugas kita hanya memfasilitasi. Tapi kalau menghubung-hubungkan ke dunia usaha ada, meminta tolong ketika anak jalanan itu sudah mempunyai kemampuan tolong di latih. Salah satunya cukup banyak, ada di telkomsel, usaha sablon, dan lainnya.”

ANALISA DATA

Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan informasi kunci yaitu Bapak Syamsul, peneliti mengetahui apa saja permasalahan yang dihadapai anak jalanan dan apa saja faktor penyebabnya. KKSP sebagai salah satu oraganisasi non pemerintahan (NGO) yang fokus pada perlindungan, pendidikan dan informasi hak anak. Yayasan KKSP dalam menangani permasalahan anak bekerja sama dengan PNPM-Peduli, The Asia Foundation dan Yayasan Sekertariat Anak Merdeka Indonesia (SAMIN), pembentukan forum ini juga di hadiri oleh tokoh-tokoh masyarakat dan berpartisipasi dengan masyarakat sekitar yang ada di kelurahan Sei Mati.

Peneliti mengetahui kegiatan-kegiatan dan program yang di lakukan KKSP untuk menangani anak jalanan. Dari mulai proses pengenalan diri antara yayasan dengan anak jalanan, melakukan proses adaptasi, menumbuhkan rasa nyaman dan percaya kemudian melakukan proses inklusi sosial dan akhirnya proses eliminasi. KKSP membantu permasalahan yang dihadapi anak jalanan melalui tigas aspek yaitu penerimaan sosial, pelayanan publik dan kebijkan. Kota


(42)

85

Medan sendiri merupakan kota dengan jumlah anak jalanan terbanyak nomor tiga setelaj Jakarta dan Surabaya. KKSP bentuk forum masyarakat peduli anak.

Program inklusi sosial anak jalanan di Kota Medan ini secara khusu bertujuan untuk mempromosikan gerakan bersama pemerintah, masyarakat, dunia usaha, anak dan remaja jalanan pada pelayana publik. Pembentukan forum ini juga bertujuan memperdayakan anak jalanan yang tinggal di jalanan agar dapat memiliki kemampuan sosial dalam mengkomunikasikan dan menegosiasikan nilai dan pandangannya pada masyarakat dan pemerintah. Program–program yang pernah dilakukan KKSP antara lain: Penyelenggaraan Sekolah Alternatif “Taman Kebijakan”, pendampingan anak jalanan, pendampingan bagi anak-anak yang dilacurkan, Advoksi untuk buruh–buruh anak serta pelayanan kesehatan bagi anak–anak kurang mampu di Medan.

Khusus program inklusi anak jalanan ini KKSP mendirikan sebuah rumah belajar di tengah tengah kehidupan masyarakat dan tidak jauh dari persimpangan tempat dimana anak–anak melakukan kegiatannya dijalanan yaitu di Jalan Bridgen Katamso Gang Perwira No. 89 Kelurahan dan Kecamatan Medan Maimun. Melalui rumah belajar ini terjadinya proses inklusi sosial yaitu proses pembauran antara anak jalanan dan anak masyarakat sekitar.

5.2.2 Informan Utama

Nama : Rizky Pratam Silaen Usia : 11 Tahun

Alamat : Tinggal dijalanan simpang Juanda (nomaden) karena jauh dari keluarga


(43)

86 Suku : Batak Mandailing Asal : Rantau Prapat

Pendidikan : 2 SMP (Putus Sekolah) Pekerjaan : Anak Jalanan ( Pengangguran) Agama : Islam

Awalnya peneliti meminta izin dengan Manager Operasional Yayasan KKSP yaitu Bapak Syamsul untuk melakukan wawancara dengan anak jalanan dampingan mereka. Setelah mendapatkan izin saya menemui Bang Biar selaku staf KKSP sebagai koordinator lapangan rumah belajar di jalan Bridgen Katamso. Kemudian peneliti mulai membuat janji menentukan waktu untuk terjun langsung kelapangan untuk mewawancarai anak jalanan dampingan KKSP Medan. Tibalah waktu dimana yang sudah di sepakati sebelumnya denga Bang Biar sampai lah kami dilapangan. Pada siang dini hari dengan cuaca yang cukup terik. Peneliti bertemu dengan anak jalanan. Beberapa dari mereka ada yang sedang berisitirahat duduk dipinggiran toko orang, ada juga yang sedang menikmati santap makan siang dengan sebungkus nasi yang itu dimakan bersama 3-4 anak dan ada juga beberapa dari mereka ada yang sedang melakukan aksi nya saat lampu merah yaitu mengamen. Saat itu Bang Biar menunjuk beberapa anak jalanan yang dapat diwawancarai salah satunya Rizky. Bang biar pun mengemukakan alasannya dikarenakan bahwasannya kalau si Rizky ini mampu bertutur kata dengan baik.

Peneliti pun mulai menghampiri Rizky yang sedang duduk bersantai menikmati teriknya matahari mengipaskan wajahnya dengan sebuah topi. Disaat Bang Biar menjelaskan apa maksud kedatangan kami, awalnya Rizky menolak untuk diwawancarai dikarena kan ada rasa malu dan takut. Setelah peneliti mulai


(44)

87

memperkenalkan diri dan mencoba menjelaskan dengan baik akhirnya Rizky bersedia untuk diwawancarai. Hal pertama yang di tanyakan oleh peneliti adalah apa faktor penyebab Rizky menjadi anak jalanan, Rizky mengatakan faktornya adalah ekonomi. Dan Rizky pun menuturkan, “Kalau awak sendiri lah ya kak awalnya itu memang faktor ekonomi di bawah rata-ratalah kak”. Lalu ketika peneliti menanyakan apakah Rizky masih sekolah, Rizky kembali menuturkan, Awalnya sekolah kak tapi udah engga lagi berhenti di kelas 2 SMP. Karena pas SMP awak udah liar kak. Aturannya tahun inilah tamat kak.”

Saat di tanyakan kembali apakah tidak ada niat meneruskan atau melanjutkan sekolah lagi, kembali Rizky menjawab sambil bercanda,

“Alhamdulillah belum ada kak, sempat terpikir ada cuma terlalu jauh untuk memulainya kembali kak jadi jalani apa yang ada sekarang ajalah kak.”

Peneliti kemudian kembali menanyakan bagaimana sampai pada akhirnya Rizky bisa sampai di jalanan dan tidak mau pulang kerumah, Rizky mengatakan bahwa prosesnya itu panjang penuh dengan lika liku dan berjuang hidup sendiri dari Rantau Prapat ke Medan. Rizky menuturkan, “awak bisa sampai kesini sulit dicertakan lah kak panjang kali lebar kalau di ceritakan. Awak dari Rantau Prapat ke Medan penuh perjuangan berbulan-bulan dijalanan sendirian numpang naik truk, jalan kaki, naik angkot semualah kak. Sampai pernah habis duit awak ngamen lah kak. Tinggal pun lompat-lompat terus kenal-kenalan sama abang-abangan awak dari simpang ke simpang. Ya udah sampailah awak disini kak.”

Saat peneliti menanyakan sering tidak Rizky pulang ke rumah dan bagaimana respon keluarga mengetahui Rizky menjadi anak jalanan, Rizky


(45)

88

menjawab, “udah tiga tahun aku kak gak pernah lihat muka orang tua gak tau lagi akupun kak kabar orang itu cemana, akupun mau ngabari orang itu gak tau cemana hp gak punya nomor hp orang itu yang bisa dihubungi pun aku gak tau. Jadi orang itu mana tau kak aku kaya mana tinggal dimana. Paling kalau apa akulah pulang ke ranto cumakan mau kesana pake biaya terus pun aku mau pulang kesana mau apa cuma jadi beban aja.”

Rizky merasa dirinya hanya menjadi beban keluarga, baginya dia tidak dapat membantu keluarganya. Dia merasa lebih baik jauh dari keluarga. Rizky lebih memilih berada dijalanan, baginya kehidupannya yang sekarang sudah nyaman apalagi sudah memiliki teman seperjuangan. Rizky bersama teman-temannya bisa hidup bebas ketika mereka tidak memiliki uang untuk makan mereka langsung turun ke jalanan untuk mengamen agar mendapatkan uang. Apalagi penghasilan yang didapat cukup lumayan. Hal itu Rizky utarakan saat peneliti menanyakan apa saja kegiatan di jalanan, “kegiatan kami dijalanan ya cuma ngamen lah kak, ngamen dari jam 7 pagi sampe jam 8 malam kalau lagi datang rajinnya ya kak. Alhamdulillah untuk diri sendiri mencukupilah kak, biasa sehari paling sedikit kotornya 50 ribu untuk makan 3x, paling banyak 80-100ribu perhari.”

Peneliti melanjutkan pertanyaan kepada Rizky apakah pernah terjaring razia, kalau pernah apa saja yang mereka lakukan tehadap kalian dan bagaimana perlakukan aparat negara terhadap anak–anak jalanan? Rizky menjawab, “kalau itu jangan di tanyalah kak. Pasti hampir setiap anak jalanan rata–rata pernah ngalami itu. Aku pernah kak sekali kena, tapi gak diapa-apain kok kak Cuma itulah kadang ngomong nya mau agak keras tapi gak pernah dipukuli kareana itu


(46)

89

semua tergantung kita kak, gak akan orang keras kalau kita gak salah dan melawan ibarat lembu kan. Main tangkap memang main tangkap tapi sampai disana diarahkan. Tapi aku ditahan paling lama satu hari satu malam aja habis itu dibebaskan, cuma dikasih pembinaan gak disuruh ngapa–ngapain. “

Pada saat Rizky menungkapkan pengalamannya diatas, kemudian peneliti menanyakan apakah Rizky memakai narkoba atau pernah melakukan tindakan kriminal yang melanggar hukum? Rizky menjawab, “kalau aku narkoba ganja sabu gak pake kak ngelem pun aku engga cuma aku rokok ajalah tapi abang– abangan aku banyak, sering aku ditawari cuma masih gak mau aku kak. Sayang duitnya untuk kaya gitu. Mungkin inilah salah satu faktor aku gak make karena gak ada duit barangnya mahal pula itu. Kalau untuk tindakan kriminal gak pernah juga kak. “

Peneliti menanyakan lagi apakah saat ini Rizky memiliki kartu identitas seperti KTP, Kartu pelajar atau akte kelahiran? Rizky menuturkan, “ kalau akte aku ada kak tapi sama mamakku makanya aku dulu bisa sekolah, tapi kalau KTP sama kartu pelajar gak punya karena aku kan berhenti dari sekolah gitu aja. Semenjak pisah sama orang tua umurku belum 17 tahun jadi belum di urus. Jadi kalau sekarang gak punya apa–apa.”

Ketiadaan tanda pengenal atau identitas diri ini yang membuat Rizky sulit merasakan pelayanan gratis seperti puskesmas dan akses untuk melamar pekerjaan. Hal ini ditanyakan kepada Rizky oleh peneliti mengenai apakah Rizky pernah melamar pekerjaan dan bagaimana hasilnya? Rizky menuturkan, “aku gak pernah melamar kerja kak paling dulu sebelum tinggal dijalanan waktu pas masih


(47)

90

perjalanan kemedan aku pernahlah jadi–jadi kuli bangunan itupun cuma beberapa hari udah dapat uang untuk ongkos aku pergi pidah lagi.”

Rizky tidak pernah merasakan pelayanan publik secara gratis bahkan ia tidak tahu sama sekali apa saja pelayanan itu, misalnya pengobatan di puskemas gratis. Saat peneliti menanyakan disaat Rizky sakit bagaimana cara Rizky mengobatinya? Rizky mengatakan, “ Alhamdulillahnya aku gak pernah sakit kak. Paling adalah satu dua orang kalau sakit yang penting istirahat satu harilah paling gak kerja sama minum obat udah sembuh tapi memang kami jarang sakit kak. Kalau pun parah kali terus dia masih ada keluarganya disini ada identitasnya kami bawa kekeluarganya lah kak. Tapi kalau soal pelayan dari pemerintah aku taunya dari KKSP kalau kami sakit orang itu bisa bawa kami ke puskesmas itulah gunanya KKSP bagi kami kak.”

Rizky dan kawan–kawannya merasa tidak ada yang perduli dengan mereka terutama pemerintah. Mereka mendapatkan rasa peduli itu hanya melalui teman–teman sekomuitasnya. Tetapi walaupun begitu Rizky dan kawan–kawan tidak pernah mendapatkan perlakuan buruk yang berlebihan dari aparat negara dan masyarakat hanya saja berupa perkataann yang kasar dan makian dari masyarakat kerap kali mereka terima. Dan Rizky juga tidak pernah merasakan bantuan dari pemerintah,“ Kalau dapat bantuan dari pemerintah kami gak pernah kak, tapi kalau dari masyarakat yang mempunyai jiwa demarwan pernah kak. Kami dipanggil dibagi–bagiin nasi sama uang.” Ada kalanya Rizky merasa termarginalkan menjadi bagian yang terekslusi dari masyarakat. Hal ini Rizky utarakan saat peneliti menanyakan apakah Rizky merasakan termarginalkan, terasing dan terekslusi dan apa harapannya Rizky untuk pemerintah dan


(48)

91

masyarakat. “Terkadang ada kak merasa kami ini berbeda tapi itulah gunanya kawan seperjuangan kami, ada abang–abangan yang bisa dibilang senior lah kak yang mengingatkan kami bahwa kami harus dipandang sebagai manusia. Dengan cara kasih sayang mereka yang mendidik saya dan melindungi saya karena saya pula paling kecil disini. Harapannya yaitu tadi kak anggaplah kami ini manusia. Gini kak ibarat HP, HP itukan ada casingnya kan kak jadi masyarakat itu nilai kami kaya HP kadang casingnya jelek rusak tapi isinya masih bagus, jadi susah kak. Karena orang itu berpikir kami ini benalu beban jangan dibilang kita sampah terkecuali kami main di jalanan ini mencuri membuat onar. Kami turun kejalanan ini menjual opini kami sendiri, kami menghasikan uang dari keringat kami sendiri kami tidak selalu mengangkat tangan kak.”

Nama : Bayu Davino Simanjuntak Usia : 15 tahun

Alamat : Tinggal dijalanan beberapa simpang di kota Medan ( Simpanng Juanda dan Simpang Pantura) Suku : Batak Toba

Asal : Aekanopan Pendidikan : SMK ( Tamat)

Pekerjaan : Anak Jalanan ( Pengangguran) Agama : Islam

Setelah selesai mewawancari Rizky peneliti beralih ke informan lainnya. Kali ini informan yang ini di wawancarai Bayu namanya. Saat itu Bayu yang baru selesai mengamen langsung peneliti hampiri meminta izin apakah Bayu mau untuk diwawancarai seputar kehidupannya di jalanan. Dan Bayu bersedia


(49)

92

kamipun langsung memulai pembicaraannya. Mula–mula peneliti menanyakan pertanyaan hal yang sama kepada Bayu tentang alsaan atau faktor Bayu bisa turun ke jalanan. Bayu menuturkan “Gak ada kak faktor awalnya pengen bebas aja karena keluarga jugalah kak. Aku orang aekanopan kak Cuma keluarga udah lama pindah ke Medan itulah orang tua sibuk kerja, jadi aku pengen bebas. Aku disini sama adek sama ibu ngontrak di Mandala tapi bapak kerja diluar kota.”

Bayu yang aslinya orang aekanopan sudah lama pindah ke Medan bersama keluarganya disaat peneliti menanyakan pendidikan terakhir Bayu terakhir tinggal di aekanopan saat mengenyam dibangku Sekolah Dasar tetapi saat SMP Bayu sudah bersekolah di Medan dan pendidikan terakhirnya adalah SMK. Tetapi Bayu tidak berniat untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang perkuliahan. “aku sekolah udah tamat kak, SMK. Aku gak pengen kuliah tapi pengen les private, les musik.”

Peneliti kemudian menanyakan pertanyaan berikutnya mengenai apakah waktu Bayu lebih sering di jalanan atau sering pulang kerumah dan apa saja kegiatan Bayu di jalanan. Bayu menuturkan, “Lebih enak disinilah kak dijalanan sama kawan–kawan. Memang aku udah setiap hari di sini sebelum kedua orang tua aku yang jemput langsung aku gak mau pulang. Kegiatan aku ngamen– ngamen aja yang lain gak ada.” Penghasilan yang didapatkan dari hasil mengamen cukup lumayan, kali ini penghasilan Bayu lebih besar dibandingkan Rizky. Penghasilan yang pernah Bayu dapatkan dalam sehari pernah mecapai 500 ribu. Dan itu pun Bayu hanya mengamen dari jam 5 sore sampai jam 10 malam.

“aku jarang kak ngamen di jalanan aku lebih suka ngamen di cafe–cafe lebih banyak dia. Mulai dari jam 5 sore sampai jam 10 malam lah. Nanti rame–rame


(50)

93

sama orang ini kawan–kawanku. Kadang pernah penghasilan yang aku dapat terbanyak selama ngamen sampe 500 ribu tapi itukan kami bagi rata sama kawanku karena kalau kami ngamen di cafe ber group dia 2–3 orang tapi kalau sendiri biasa standart cepek, dua ratus gitu–gitulah kak.”

Bayu yang kerap kali mendapatkan perlakukan buruk dari masyarakat ketika sedang mengamen, hal itu baginya sudah seperti makanan sehari–hari yang sudah ia maklumi. Salah satu perlakukannya seperti dihina, diludahi, diusir dan lainnya. Ketika peneliti menanyakan bagaimana respon keluarga tentang dirinya yang sudah menjadi anak jalanan Bayu pun menuturkan, “orang tua udah tau kak aku tinggal dijalanan. Cuma orang itu gak mau datang jemput aku. Nanti orang lain disuruhnya tengokkan aku dibujuk–bujuk aku suruh pulang aku mana mau. Aku mau orang itu dua–dua yang datang samaku ngajak aku pulang. Sebelum orang itu ngajak aku pulang gak mau aku pulang. Cuma cemana bapak aku kerja di luar kota kapan dia pulang pun aku gak tau. Orang itu lebih milih pekerjaannya”

Bayu yang sebelum turun ke jalanan dia pernah beberapa kali tinggal mencoba melamar pekerjaan dibeberapa tempat. Salah satunya jadi sales, buruh kasar atau kuli. Hal dikarenakan pendidikan terakhirnya adalah SMK sampai tamat. Tetapi karena kejenuhan dan kebosannya dalam dunia pekerjaan seperti itu ditambah lagi dengan suasana keluarga yang kurang harmonis akhirnya Bayu memutuskan keluar dari rumah dan hidup bebas di jalanan. Bayu mengatakan,”kalau kerja udah capeklah kak semua pernah ku kerjakan, pernah kerja dipengeboran Pertamina yang di Binjai terus di perternakan Pekan Baru. Tapi aku bukan kerja di kantornya tpi di lapangan jadi kuli angkut. Akhirnya


(51)

94

memutuskan berhenti berat kali kerjanya capek, gajinya gak sebessar hasil keringat awak.”

Pada saat ditanyakan soal identitas diri seperti KTP atau kartu pelajar Bayu mengtakan tidak punya dikarenakan saat dia memutuskan untuk pergi dari rumah dia tidak membawa apapun. Sehingga peneliti menanyakan apakah kamu pernah merasakan bantuan dari pemerintah atau pelayanan publik? bagaimana ketika Bayu sedang sakit? Apakah pernah dibawa ke puskesmas gratis? Bayu menambahkan, “Alhamdulillah nya aku belum pernah sakit parah kak. Sakit pun aku jarang. Kalau untuk bantuan gak pernah juga. Aku tau sih kak kalau kami yang dampingan KKSP sakit bisa dibawa ke puskesmas gratis tapi harus ada identitas sedangkan aku gak punya. Tapi bisa di bantu sama orang KKSP juga katanya.”

Kembali lagi mengenai kehidupan Bayu di jalanan, Bayu mengatakan aku jarang kena razia kak kaerana aku gak terlalu liar dan bandal aku ke jalanan paling Cuma ngamen. Aku pun narkoba enggak. Ngelem-ngelem juga enggak. terus kalau malam kan ngamen ngamen di kafe-kafe jarang ada razia. Karena aku dijalan cuma mau bebas aja cari duit nikmati hidup ngumpul-ngumpul sama kawan. Tapi kalau untuk narkoba aku gak mau karena ada keluarga aku jugakan disini aku masih jaga itu.”

Peneliti kemudian menanyakan apakah Bayu merasa berbeda dan termarginalkan dengan anak lainnya? Bayu mengatakan, “gak sih kak biasa aja cuma paling kasih sayang lah yang gak kurasakan.”

Setelah memaparkan semua cerita pengalaman hidup Bayu di jalanan peneliti menyakan apa harapan Bayu kepada masyarakat dan pemerintah? Bayu


(52)

95

menuturkan,”harapannya kami mendapat perhatianlah dari pemerintah kasih kami bantuan–bantuan sama untuk masyarakat jangan kucilkan kami jadi pandang kami negatif jangan takut sama kami, kami hanya cari makan untuk bertahan hidup aja. Toh kami tidak mengganggu mereka kami hanya mengamen untuk dapat duit.”

Nama : Pide Manto Duru Usia : 17 tahun

Alamat : Jalan. Sari Teratai A Dusun 6 Marendal 1 Suku : Nias

Asal : Sipautar

Pendidikan : 5 SD ( Putus Sekolah) Pekerjaan : Pengamen

Agama : Kristen

Pide adalah nama pangilannya. Pada saat mewawancarai Pide, peneliti bertemu dengannya di Yayasan KKSP Medan yang saat itu peneliti sedang mewawancari Pak Syamsul selaku manager operasional yayasan KKSP Medan. Saat mewawancarai Pak Syamsul peneliti bertanya, “Pak siapa anak laki-laki itu?” saat itu Pide yang duduk di halaman bekalang yayasan sambil sedang meminum obat. Lalu Pak Syamsul menjawab, “ dia Pide anak dampingan KKSP yang tinggal disini, dia lagi sakit.” dan peneliti meminta izin untuk mewawancarinya. Pak Syamsul memberikan izin dan dia memperkenalkan peneliti dengan Pije. Pak Syamsul menjelaskan apa tujuan peneliti datang kesini. Dan Pide dengan senang hati bersedia untuk di wawancari. Karena dari belakang Pide sudah melihat dan mendengar wawancara peneliti dengan Pak


(53)

96

Syamsul.kemudia Pak Syamsul mempersilahkan kami untuk melakukan wawancara dengan meningglkan peneliti dan Pide agar Pide sebagai informan bebas dan terbuka dalam menceritakan kisah hidupnya.

Wawancara pun dimulai, ketika peneliti menanyakan apa faktor penyebab Pide menjadi anak jalanan dan apakah Pide masih mempunyai keluarga, Pide mengatakan alasannya adalah keluarga. Dulu bapak dan ibu Pide adalah pedagang penjual bumbu masakan didapur. Pide adalah anak pertama dari empat bersaudara. Dari dagangan itu keluarga Pide cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka walaupun pas-pasan. Tapi pada akhirnya ibu dan bapak Pide berpisah. Kemudian bapak Pide menikah untuk kedua kalinya namun pada akhirnya juga bercerai. Dan sampailah kepernikahan ketiga ini. Di tambah lagi adik Pide yang paling kecil hilang. Pide menjelaskan, “Pertama turun di jalan di tingal orang tua pas umur 7 tahun bapak mamak ku cere jadi kami di buangnya di jalanan terlantar. Aku hidup dijalanan udah dari tahun 2004. Jadi aku dijalanan sama adek aku dua orang yang nomor dua sama nomor tiga, adekku cewek yang paling kecil yang nomor ampat hilang tahun 2014 umur 11 tahun. Hilangnya di bawa kawan anak pengemis juga jadi di bawa lari main – main ntah kemana ya gak nampaklah.”

Pide yang sudah tidak bersekolah lagi sejak kelas 5 SD sudah putus sekolah karena ditinggal oleh orang tuanya, Pide menceritakan kepada peneliti saat peneliti menanyakan apakah Pide masih sekolah? Pije menjawab, “aku udah gak sekolah lagi putus sekolah kelas 5 SD bapak mamak cere hancurlah keluarga kami pun di biarkan di lantarkan ke jalanan. Kalau niat untuk sekolah lagi


(54)

97

kemaren udah ikut program KKSP yang ngejar paket Cuma gurunya gak enak masa gurunya yang nanya mau belajar apa sama mau di kasih tugas apa”

Setelah itu Peneliti bertanya apakah Pide sering pulang kerumah? Pide menjawab, “aku gak pernah lagi pulang kerumah. Udah lama aku gak pernah pijak rumah itu. Karena cemana lah bapak aku udah sama istri nya yang sekarang. Dia tiga kali nikah, sama mamak ku cere, mamakku orang mandailing boru nasution trus nikah lagi sama istri yang kedua, istri yang kedua ini baik orangnya masih mau peduli sama kami Nias Cuma itulah korupsi dia, korupsi uang belanja semua uang buku sama uang sekolah. Rupanya selama ini uangnya di simpannya sama tetangga ketauanlah di cerekan. Kawin lagi lagi bapak ku adalah cewek di ambilnya tamatan SMA lah gitu macem setan mukanya ini juga orang Nias. Pernah awak datang kerumah gak pernah dibukain pintu gak dikasih makan terpaksa awak turun ke jalanan.”

Pide sering bertemu dengan ayahnya di jalanan tetapi mereka seperti tidak saling mengenal, Pide menuturkan ketika peneliti bertanya bagaimana respon orang tua mengetahui kamu jadi anak jalanan?, “Dia tau aku di jalanan sering kok kami jumpa di Simpang Pos, bapak narik becak. Cuma ya itu kalau jumpa siapa dia siapa awak. Ya sangat sakitlah awak gak di anggapnya anak. Kadang gak di lihatnya awak udah berubah, terakhir kembali lagi kejalan yang sesat.”

Pide menceritakan kegitannya di jalanan hanyalah mengamen saja. Pide memulai mengamen biasanya mulai dari jam 7 malam. Dia jarang mengamen di siang hari. Karena dia pernah mendapatkan pengalaman pada waktu mengamen di siang hari, dia di tangkap oleh satpol PP. “kegiatan aku mengamenlah. Aku ngamen main malam kalau ngamen siang wajib tangkap satpol PP Pamong Praja


(55)

98

dari situ aku gak mau lagi. Aku ngamen di simpang Pemda simpah Pos. Kalau malam ngamen dari jam 7 malam sampai jam 3 pagi, main di kape – kape mie aceh. Penghasilanku 15-30 ribu perhari. Aku kalau pagi ya tidurlah di emperan.”

Ketika Peneliti menanyakan kepda Pije pernah atau tidak mendapatkan perlakukan buruk dari masyarakat atau pemerintah, Pije mejelaskan. “ Pernah aku ngamen di tangkap satpol PP pamong praja di pukuli aku. Awalnya aku ngamen dilampu merah simpang ringroad pasar 5. Jadi di tangkap sama satpol PP. Di tangkap di bawa ke kantor baru dipukuli jam jam 12 malam sama proposnya. Dipukuli balok, disetrum. Bukan karena melawan, gak peduli mau anak – anak segini – gini umur 12 tahun di cekek mau mamak – mamak, , bapak – bapak sama nenek – nenek aja di tampari, uang kami di ambili. Mereka tidak peduli manusia atau apa dijadika kaya binatanglah main hakim sendiri. Ini kantor satpol PP daerah kampung keleng. Beda – beda juga satpol Ppnya kadang ada yang baik kadang ada yang engga. Kalau yang baik di tanggap di kasih pengarahan kalau ada orang tua nya di pulangkan sama orang tuanya. Aku udah capek kali lah kena setrom itu. Taulah setrom tekap itu kaya manakan, disetrom bediri bendera biar pingsan di suruh berdiri lagi setrom lagi. Di setrom dia macem listrik gitu alatnya petak ada petiknya gitu macem lampu. Ditempel lah di badan kita. Itu kalau di razia sekitar 3-7 orang. Kalau sama masyarakat paling lagi ngamen di usir di ludahi kadang kalau ada preman mabok nanti di pukuli.”

Peneliti kemudian menanyakan apakah Pide pernah melakukan tindakan kriminalitas, Pide mengatakan tidak pernah tapi Pide menggunakan narkoba. Pide mengatakan membeli narkoba uang dari hasil ngamen. Pije menceritkan bagaimana dia bisa sampai memakai narkoba, membelinya dimana dan bagaimana


(56)

99

berhentinya “kalau kriminalitas aku gak pernah tapi narkoba, obat – obatan, ngelem iya. Kalau obat – obatan beli di apotik, kalau lem kambing di panglong kalau narkoba sama bandar sabu aku yang datangin daerah mana – mana pun ada, tapi dia mau jual sama orang yang udah kenal aja. Aku kalau pake narkoba diem – diem lah cari tempat aman kalau lem kambeng di lampu merah didepan umum aja depan masyarakat rasanya kita berilusi fly aja tenang pikiran. Kenal kaya gitu karena stress lihat hidup aku orang tua gak peduli. Aku sadar waktu sakit gak ada yang nolongin dari situ gak mau lagi aku nyabu, tapi ngelem masih tapi udah jarang 4 hari ini gak ngelem aku karena tinggal di KKSP inikan.”

Peneliti kemudian menanyakan apakah Pide pernah bekerja atau melamar pekerjaan? Pide mengatakan tidak pernah karena tidak memiliki identitas diri atau pun ijazah, “Aku kerja pernah angkat – angkat barang di gudang bantu – bantu juga di pajak, Cuma cemanalah bosnya orang karo suka- suka dia aja menggaji awak kadang udah ngasih nya lama sedikit pulakan, akhirnya melarikan diri besok besok gak kerja lagi gak datang ku tinggalkan ajalah. Tapi kalau untuk melamar pekerjaan gimana kita ijazah gak ada sekolah Cuma tamatan SD siapa yang mau menerimakan? Orang aku keluar gitu aja dari sekolah.”

Setelah menceritakan Pide tidak pernah melamar pekerjaan karena tidak pernah melamar pekerjaan karena tidak mempunya ijazah kemudian peneliti menanyakan apakah Pide memiliki identitas diri? Dan apakah Pide pernah mendapatkan atau merasakan pelayan publik yang di berikan pemerintah secara gratis? Misalnya dalam bidang kesehatan. Dan bagaimanakah nasib Pide ketika dia sedang sakit? Pide menuturkan, “Identitas diri aku gak punya kaya KTP kan? Gak ada aku orang dari kecil udah dibuang kami terlantarlah sampai sekarang.


(57)

100

Kalau aku sakit ya tanggung sendiri lah paling beli obat di apotik inikan aku lagi sakit batuk pilek tadi beli obat di warung. Kalau untuk sakit keras paling karena obat – obatan, kebanyakan ngelem sama nyabu itu sakitnya demam tinggi karena pernah ngalami itulah baru sadar akukan, terus pun duit kadang ada kadang engga jadi udah lama gak pake. Kalau sakit dibawa kerumah sakit gitu aku belum pernah.”

Mengetahui tentang kehidupan Pide yang sangat berat ketika Pide mengungkapkannya dengan penuh rasa sedih kepeneliti, kemudia peneliti bertanya apakah Pide merasa berbeda dengan anak yang lainnya sebaya Pide? Dan bagaimana perasaannya? Pide pun menceritakan nya sambil menangis, “berbeda, jelas berbedalah. Bisa dilihatkan aku masih kecil udah di lantarkan sama adek – adek aku. Keluarga hancur. Orang tua gak peduli bahkan gak menganggap kami anak. Dari kecil aja gak ada ku daptkan kasih sayang. Jangan kan memikirkan masa depan besok aja aku gak tau nasib ku cemana. Cuma aku di bantulah sama KKSP yang peduli sama aku sama anak – anak jalanan lainnya. Awal jumpa kami di kumpulkan di kasih pengarahan di beritahu mereka ada program tentang anak jalanan. Karena sereing dibantu kami pun percaya ada rasa aman dulukan KKSP punya rumah singgah kami tinggallah disitu Cuma sekarang udah gak ada lagi adanya rumah belajar. Orang –orang KKSP pun baik pelan – pelan lah aku berpikir mau berubah sampai lah skerang orang ini juga percaya samaku, aku di kasih tinggal di kantor sini. Akupun kadang sadar diri bantu – bantu nyuci piring kalau gak ada orang jaga kantor.”

Peneliti bertanya kepada Pide selain bantuan dari KKSP apakah Pide pernah mendapatkan bantuan lainnya dari pemerintah atau masyarakat? Pide


(58)

101

menambahkan, “ kalau dari pemerintah aku gak pernah kalau dari masyarakat paling dari anak – anak kuliahan kami di kumpul di tanya – tanyain keapa bisa jadi anak jalanan nanti di kasih nasi bungkus, pas ngasih nasi nya kami di poto yauda gitu – gitu aja. Kalau dari pemerintah sama sekali enggak.”

Sampai akhirnya sampai kepertanyaan terakhir peneliti bertanya bagaimana harapan Pide kepada masyarakat atau pemerintah tentang keberadaan anak jalanan? Pije mengungkapkan, “ harapannya agar pemerintah lebih peduli dengan kami memberikan bantuan – bantuan sama juga kaya masyarakat, terus untuk pemerintah kalau di razia kami kena tangkap jangan di pukuli jangan main hakim sendiri kasih kami pengarahan atau kegiatan untuk kami itu aja.”

ANALISIS DATA

Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan informan utama yaitu Rizky, Bayu dan Pije, telah di ketahui bahwa mereka kurang diterima di masyarakat. Mereka merasa keberadaan mereka memang tidak diharapkan, bahkan seperti yang di katakan Rizky mereka hanya seperti menjadi benalu yang tumbuh ditengah-tengah masyarakat. Mereka di pandang sebelah mata selalu di pandang negatif, buruk, kotor, bebas, jahat, mengerihkan. Hal ini membuktikan bahwa anak jalanan selalu mendapatkan stigma buruk. Bahkan Bayu mengatakan kalau kami sebagai anak jalanan hanya ingin mencari uang untuk makan kami tidak melakukan tindakan kriminalitas.

Mulai dari hubungan antara anak jalanan dengan masyarakat maupun pemerintah keberadaan mereka memang sudah di tolak atau tidak di inginkan, sedikit sekali sebagian dari mereka mau menerima anak jalanan. Ini dilihat dari


(59)

102

rasa peduli masyarakat dan pemerintah dalam memberikan bantuan dan sikap penolakan masyarakat terhadapat anak jalanan. Contohnya ketika anak jalanan mengamen di angkutan umum saat sedang lampu merah masyarakat langsung menunjukan rasa takut, rasa curiga, rasa tidak aman dan lainnya.

Hal ini juga dapat dilihat dari proses pembaruan atau penyatuan di dalam rumah belajar KKSP dimana antara anak jalanan dan anak masyarakat sekitar lingkungan di kumpulkan bersama untuk melakukan suatu kegiatan belajar in formal, seperti kegiatan membaca, menghitung, menulis, latihan musik, keterampilan dan lainnya. Sikap ini di tunjukan dari orang tua anak yang tidak sedikit melarang untuk anaknya bergabung dalam proses kegiatan itu. kemungkinan orang tua anak takut, anak mereka menjadi rusak dalam pergaulan ketika harus belajar bersama atau melakukan kegiatan bersama. Orang tua dari anak tidak mau anak-anak mereka akhirnya terpengaruh hal buruk atau salah pergaulan. Padahal dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan anak jalanan tidak semua anak jalanan itu selalu buruk. Bahkan ketika peneliti bertanya kepada anak jalananmereka tidak menginginkan kehidupan seperti ini salah satunya anak jalanan yang menjadi informan utama yaitu Rizky dan Pije. Dan mereka juga mengatakan bahwa mereka sangat kurang kasih sayang dari orang tua mereka.

Kehidupan yang Rizky, Bayu dan Pije alami sangat keras, sangat berat mereka lalui sampai pada akhirnya Pije salah jalan, tidak ada yang memperdulikannya sampai pada akhirnya dia memakai narkoba. Seharusnya yang pada seusia mereka menjadi seorang anak mendapatkan hak – hak mereka, hak identitas, hak tumbuh berkembang, hak kasih sayang, hak hidup, hak bermain, hak bersekolah dan


(60)

103

lainnya sulit sekali mereka dapatkan. Mulai dari kasih identitas, tidak sedikit dari mereka yang tidak memiliki akte kelahiran dikarenakan kurangnya pengetahuan dan biaya orang tua mereka untuk mengurus akter tersebut, di tambah lagi anak jalanan tidak mengetahui siapa kedua orang tua kandung mereka. Hak kasih sayang, tumbuh berkembang, hak bermaim itu juga sulit anak jalanan rasakan dikarenakan sejak dari kecil mereka sudah hidup dijalanan, tempat bermin mereka adalah jalanan yang penuh dengan bahaya, ancaman kekerasan, pelecehan seksual, pergaulan bebas dan lainnya sangat rentan mereka dapatkan dan terakhir hak sekolah, sebagian dari anak jalanan tidak bisa meneruskan pendidikan mereka sampai tamat salah satu nya Rizky dan Pije.

Faktor-faktor ini yang membuat mereka turun ke jalanan, kehidupan yang sangat berat dihadapi oleh anak-anak. Itu salah faktor anak turun ke jalanan dan juga salah bentuk penolakan dari masyrakat. Belum lagi kita melihat penolakan dari pemerintah contoh kasus nyata nya adalah anak jalanan di perlakukan tidak manusia oleh satpol PP ketika tejaring razia, seperti yang di alami oleh Pije. disini jelas tidak ada nya perhatian dari pemerintah. Pemerintah taunya hanya saja merazia menangkap di bawa kekantor. Kalau ada satpol PP yang baik mereka diberikan pengarahan ditahan kalau ada yang punya orang tua di kembalikan ke orang tunya kalau tidak ada dilepaskan yang pada akhirnya ujung – ujung nya anak jalanan turun ke jalanan juga hal ini yang di alami oleh Rizky. Tetapi ketika anak jalana itu mendapatkan satpol PP yang kejam mereka disetrum, dipukuli pakai balok, disetrap didepan tiang bendera, dicekik, ditampari, diambil uang mereka tidak ada rasa kemanusian seperti yang di alami oleh Pije.


(61)

104

Dalam hal pelayanan publik yang di berikan pemerintah untuk masyarakat termarginalkan tidak semua masyarakat menengah kebawah dapat merasakan pelayanan tersebut, salah satunya anak jalanan. Pelayanan pemerinth ini basisnya selalu menggunakan identitas seperti kartu keluarga, akte kelahiran, KTP dan lainnya. Sedangkan hal itu jarsng sekali hal semua ini menyunjukaan bahwa keberadaan anak jalanan masih belum diterima di tengah-tengah masyarakat. Padahal anak jalanan juga merupakan bagian dari masyarakat. Yang memiliki hak yang sama terutama pada negara. Karena sesuai Pasal 34 Ayat 1 bahwa “fakir miskin dan anak-anak terlantar di pelihara oleh negara” tetapi kenyataannya tidak begitu.

5.2.3 Informan Tambahan

Nama : Armasnyah Usia : 35 Tahun

Alamat : Jalan. Senam No 6 Kelurahan Pasar merah barat Suku : Melayu

Asal : Medan Pendidikan : S. sos

Pekerjaan : Staff KKSP sebagai koordinator lapangan Agama : Islam

Bang Biar itulah nama panggilaan atau sapaan Bang Armasyarh. Bang biar ini adalah staff KKSP menjabat sebagai Koordinator lapangan di Rumah Belajar KKSP Medan yang terletak di Jalan Bridgen Katamso Gg. Perwira No. 89 Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun.


(1)

v

Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan informasi dan mempersiapkan segala kebutuhan akdemis penulis.

8. Kepada Bapak Syamsul S.Sos selaku manager operasional KKSP yang sudah memperkenankan penulis untuk dapat melakukan kegiatan PKL I dan II serta melakukan penelitian di yayasan KKSP Medan.

9. Terimakasih kepada Bang Biar selaku koordinator lapangan, yang mendampingi penulis dalam melakukan PKL dan bersedia membantu penulis dalam melakukan penelitian.

10.Buat teman PKL dari PKL I dan II di yayasan KKSP medan. Adel, Indra dan Haikal. Terima kasih ya dalam kerja samanya saat melakukan kegiatan PKL suka dukanya sudah kita lewati weee.

11.Buat temanku yang selalu menyamangatiku, mengingatiku, memotivasi yang selalu membantu dalam proses pengerjaan. Yang selalu penulis tanya – tanya tentang skripsi yang gak pernah bosan mau memberitahu dan menjawab segala pertanyaanku tentang skripsi Elvana, Cindy, dan Ana teriamkasih sayangku berkat kalian juga skripsi ini selesai

12.Buat teman yang lain Dina, Mahyar, Adis, Nugek, Yudha, Fajar, Dadan, Bang Ibal, dan yang lainnya yang seangkatan penulis kawan – kawan KESSOS 2011. Dari mulai awal masuk kuliah proses pengenalan, belajar bersama sampai akhirnya kita misah satu persatu. Sedih kali weee gak terasa udah di penghujung kuliah rasanya baru semalam kita sama – sama masuk KESSOS. Jangan lupain kenangan kita selama masa perkuliahan ya we, maafin aku kalau ada salah- salah kata dan perbuatan sama kalian semua. Semoga buat teman – teman kessos semua sukses dalam meraih


(2)

vi

masa depannya dan kita saling mengenal dan berhubungan satu sama lain kalau bisa sampai kita tua, sampai punya anak cucu. Aamiin YaAllah. VIVA KESSOS!!!!!!!

Akhirnya, penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca. Dengan segala kerendahan hati, skripsi ini tentunya jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mohon maaf atas segala kekurangan tersebut.

Medan, Januari 2016 Hormat Saya,


(3)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang Masalah ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 9

1.3.Tujuan Penelitian ... 9

1.4.Manfaat Penelitian ... 10

1.5.Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Pengertian Proses ... 12

2.2. Inklusi Sosial ... 13

2.2.1. Bentuk–Bentuk Inklusi Sosial ... 17

2.3. Anak ... 20

2.3.1. Prinsip Dasar Anak... 25

2.4. Remaja ... 26

2.5. Anak Jalanan ... 28

2.5.1. Faktor-faktor Anak Menjadi Anak Jalanan ... 29

2.5.2. Karakteristik Anak Jalanan ... 32

2.5.3. Aktivitas Anak Jalanan... 38

2.5.4. Masalah yang Dihadapi Anak Jalanan ... 39

2.5.5. Metode Penanganan Anak Jalanan ... 46

2.6. Rumah Singgah ... 47

2.6.1. Ciri-ciri Rumah Singgah ... 49


(4)

viii

2.6.3. Fungsi Rumah Singgah ... 50

2.7. Kerangka Pemikiran ... 52

2.8. Defenisi Konsep dan Ruang Lingkup Penelitian ... 55

2.8.1. Defenisi Konsep ... 55

2.8.2. Ruang Lingkup Penelitian ... 57

BAB III METODE PENELITIAN ... 58

3.1. Tipe Penelitian ... 58

3.2. Lokasi Penelitian ... 58

3.3. Informan ... 59

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 60

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 62

4.1.Yayasan KKSP Medan ... 62

4.1.1. Profil dan Sejarah Yayasan KKSP Medan ... 62

4.1.2. Visi dan Misi Yayasan KKSP Medan ... 63

4.1.3. Tujuan Yayasan KKSP Medan ... 64

4.1.4. Sasaran Yayasan KKSP Medan ... 64

4.1.5. Pelayanan Sosial Yang Diberikan ... 65

4.2. Kelurahan Sei Mati ... 71

4.2.1. Kondisi Geografis Kelurahan Sei Mati ... 70

4.2.2. Kondisi Demografis Kelurahan Sei Mati ... 71

BAB V ANALISA DATA ... 73

5.1. Pengantar ... 73

5.2. Hasil Temuan ... 74

5.2.1. Informan Kunci ... 74

5.2.2. Informan Utama ... 85


(5)

ix

BAB VI PENUTUP ... 123

6.1. Kesimpulan ... 123

6.2. Saran ... 126

DAFTAR PUSTAKA ... 129 DAFTAR PERTANYAAN


(6)

x

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Berdsarkan Usia ... 71

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Berdsarkan Suku ... 71

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Berdsarkan Agama ... 71

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Berdsarkan Tingkat Pendidikan ... 71