Hubungan Higiene Perorangan, Perilaku Pedagang dan Sanitasi Tempat Penjualan dengan Keberadaan Salmonella sp. pada Daging Ayam di Pasar Tradisional Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Higiene

2.1.1

Higiene Perorangan
Higiene adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan

pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang
tersebut berada. Higiene perorangan adalah sikap bersih perilaku petugas
penyelenggara

makanan

yang

ditangani


tidak

tercemar

oleh

petugas

penyelenggara makanan. Sikap bersih inilah yang harus disadari oleh para petugas
penyelenggara makanan karena dalam kegiatannya menyangkut kesehatan orang
banyak (Widyati dan Yuliarsih, 2002).
Menurut Purnawijayanti (2001) yang mengutip pendapat Loken, hygiene
perorangan yang terlibat dalam pengolahan makanan perlu diperhatikan untuk
menjamin keamanan makanan, disamping untuk mencegah terjadinya penyebaran
penyakit melalui makanan. Di amerika serikat, 25% dari semua penyebaran
penyakit melalui makanan disebabkan pengolah makanan yang terinfeksi dan
higiene perorangan yang buruk.
Menurut Purnawijayanti (2001) yang mengutip pendapat Stokes, ada 3
kelompok penderita penyakit yang tidak boleh dilibatkan dalam penangannan
makanan, yaitu penderita infeksi saluran pernafasan, pencernaan, dan penyakit

kulit. Menurut Purnawijayanti (2001), ketiga jenis penyakit ini dapat dipindahkan
kepada orang melalui makanan yang diolah atau disajikan penderita. Orang sehat
pun sebetulnya masih membawa milyaran mikroorganisme di dalam mulut,

9

Universitas Sumatera Utara

10

hidung,

kulit

dan

saluran

pencernaannya.


Akan

tetapi

kebanyakan

mikroorganisme ini tidak berbahaya, meskipun ada pula yang dapat menimbulkan
penyakit pada manusia. Dengan demikian, pekerjaan harus mengikuti prosedur
sanitasi yang memadai untuk mencegah kontaminasi pada makanan yang
ditanganinya. Prosedur yang penting bagi pekerja pengolah makanan adalah
pencucian tangan, kebersihan, dan kesehatan diri.
1.

Pencucian Tangan
Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri dan

virus patogen dari tubuh, feces, atau sumber lain ke makanan. Oleh karena itu
pencucian tangan merupakan hal pokok yang harus dilakukan oleh pekerja yang
terlibat dalam penanganan makanan. Pencucian tangan, meskipun tampaknya
merupakan kegiatan ringan atau sering disepelekan, terbukti cukup efektif dalam

upaya mencegah kontaminasi pada makanan. Pencucian tangan dengan sabun dan
diikuti dengan pembilasan akan menghilangkan banyak mikroba yang terdapat
pada tangan. Kombinasi antara aktivitas sabun sebagai pembersih, penggosokan,
dan aliran air akan menghanyutkan partikel kotoran yang banyak mengandung
mikroba(Purnawijayanti, 2001).
Langkah-langkah pencucian tangan yang memadai untuk menjamin
kebersihan adalaha sebagai berikut :
1. Membasahi tangan dengan air mengalir dan menggunakan sabun
2. Menggosok tangan secara menyeluruh selama sekurang-kurangnya 20 detik,
pada bagian-bagian meliputi punggung tangan, telapak tangan, sela-sela jari,
dan bagian di bawah kuku

Universitas Sumatera Utara

11

3. Menggunakan sikat kuku untuk membersihkan sekeliling dan bagian bawah
kuku
4. Pembilasan dengan air mengalir
5. Pengeringan tangan dengan handuk kertas (tissue ) atau alat pengering

6. Menggunakan alas kertas tissue untuk mematikan tombol atau kran air dan
membuka pintu ruangan
Menurut Purnawijayanti (2001) yang mengutip pendapat Loken,
frekuensi pencucian tangan disesuaikan dengan kebutuhan. Pada prinsipnya
pencucian tangan dilakukan setiap saat, setelah tangan menyentuh benda-benda
yang dapat menjadi sumber kontaminan atau cemaran. Berikut adalah beberapa
pedoman praktis, bilamana pencucian tangan haris dilakukan :
1. Sebelum memulai pekerjaan dan pada waktu menangani kebersihan tangan
harus tetap dijaga
2. Sesudah waktu istirahat
3. Sesudah melakukan kegiatan-kegiatan pribadi misalnya merokok, makan,
minum, bersin, batuk, dan setelah menggunakan toilet (buang air besar atau
kecil)
4. Setelah menyentuk benda-benda yang dapat menjadi sumber kontaminan
misalnya telepon, uang, kain atau baju kotor, bahan makanan mentah atau pun
segar, daging, cangkang telur, dan peralatan kotor
5. Setelah mengunyah permen karet atau setelah menggunakan tusuk gigi
6. Setelah menyentuh kepala, rambut, hidung, mulut, dan bagian-bagian tubuh
yang terluka


Universitas Sumatera Utara

12

7. Setelah menangani sampah serta kegiatan pembersihan misalnya menyapu
atau memungut benda yang terjatuh dilantai
8. Sesudah menggunakan bahan-bahan pembersih dan atau sanitaiser kimia
9. Sebelum dan sesudah menggunakan sarung tangan kerja.
Menurut Purnawijayanti (2001) yang mengutip pendapat Anonim, fasilitas
yang diperlukan untuk pencucian tangan yang memadai adalah bak cuci tangan
yang dilengkapi dengan saluran pembuangan tertutup, kran air panas, sabun, dan
handuk kertas atau tissue atau mesin pengering. Bak air yang digunakan untuk
pencucian tangan harus terpisah dari bak pencucian peralatan dan bak untuk
prepasi maknan. Jumlah fasilitas cuci tangan disesuaikan dengan jumlah
karyawan. Satu bak pencuci tangan disediakan maksimal untuk 10 orang
karyawan. Tempat cuci tangan harus diletakkan sedekat mungkin dengan tempat
kerja.
2.

Kebersihan dan Kesehatan Diri

Menurut Purnawijayanti (2001) yang mengutip pendapat Stokes, syarat

utama pengolahan makanan adalah memiliki kesehatan yang baik. Untuk itu
disarankan pekerja melalukan tes kesehatan, terutama tes darah dan pemotretan
rontgen pada dada untuk melihat kesehatan paru-paru dan saluran pernapasannya.
Tes kesehatan tersebut sebaiknya diulang setiap 6 bulan sekali, terutama bagi
pengolah makanan di dapur rumah sakit.
Ada beberapa kebiasaan yang perlu dikembangkan oleh para pengolah
makanan, untuk menjamin keamanan makanan yang diolahnya. Beberapa
diantaranya adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

13

1. Berpakaian dan berdandan
Pakaian pengolah dan penyaji makanan harus selalu bersih. Apabila tidak
ada ketentuan khusus untuk penggunaan seragam, pakaian sebaiknya tidak
bermotif dan berwarna terang. Hal ini dilakukan agar pengotoran pada pakaian
mudah terlihat. Pakaian kerja sebaiknya dibedakan dari pakaian harian.

Disarankan untuk mengganti dan mencuci pakaian secara periodik, untuk
mengurangi resiko kontaminasi (Purnawijayanti, 2001).
Menurut Purnawijayanti (2001) yang mengutip pendapat Colleer, pekerja
harus mandi setiap hari. Penggunaan make-up dan deodoran yang berlebihan
dihindari. Kuku pekerja harus selalu bersih, dipotong pendek, dan sebaiknya
tidak dicat. Perhiasan dan aksesoris misalnya cincin, kalung, anting, dan jam
tangan sebaiknya dilepas. Kulit dibagian bawah perhiasan seringkali menjadi
tempat yang subur untuk tumbuh dan berkembangbiak bakteri.
Celemek (apron) yang digunakan pekerja harus bersih dan tidak boleh
digunakan lap tangan. Setelah tangan menyentuh celemek, sebaiknya segera
dicuci menurut prosedur yang telah dijelaskan pada bagian terdahulu. Celemek
harus ditinggalkan bila pekerja meninggalkan ruang pengolahan. Pekerja juga
harus memakai sepatu yang memadai dan selalu dalam keadaan bersih.
Sebaiknya dipilih sepatu yang tidak terbuka pada bagian jari-jari kakinya. Sepatu
boot disarankan untuk dipilih (Purnawijayanti, 2001).

Universitas Sumatera Utara

14


2. Rambut
Rambut pekerja harus selalu dicuci secara periodik. Selama mengolah
dan menyajikan makanan harus dijaga agar rambut tidak berjatuhan ke dalam
makanan. Meskipun rambut yang jatuh bukan penyebab utama kontaminasi
bakteri, tetapi adanya rambut dalam makanan amat tidak disukai oleh konsumen.
Oleh karena itu pekerja yang berambut panjang harus mengikat rambutnya, dan
disarankan menggunkan topi atau jala rambut ( hairnet). Setiap kali tangan
menyentuh, menggaruk, menyisir, atau mengikat rambut, harus segera dicuci
sebelum digunakan lagi untuk menangani makanan(Purnawijayanti, 2001).
Menururt Purnawijayanti (2001) yang mengutip pendapat Gisslen
menyarankan agar pekerja yang memiliki kumis atau jenggot selalu menjaga
kebersihan dan kerapiannya. Akan lebihbaik jika kumis atau jenggit tersebut
dicukur bersih.
3. Kondisi sakit
Pekerja sedang sakit flu, demam, atau diare sebaiknya tidak dilibatkan
terlebih dahulu dalam proses pengolahan makanan, sampai gejala-gejala
penyakit tersebut hilang. Pekerja yang memiliki luka pada tubuhnya harus
menutup luka tersebut dengan pelindung yang kedap air, misalnya plester,
sarung tangan plastik atau karet, untuk menjamin tidak berpindahnya mikroba
yang terdapat pada luka ke dalam makanan.

Selain hal-hal tersebut di atas, berikut ini ada beberapa hal yang harus
diperhatikan oleh pekerja yang terlibat dalam pengolahan makanan, sebagai
berikut :

Universitas Sumatera Utara

15

a. Tidak merokok, makan, atau mengunyah (misal permen karet, tembakau, dan
lain-lain) selama melakukan aktivitas penanganan makanan
b. Tidak meludah atau membuang ingus di dalam daerah pengolahan
c. Selalu menutup mulut dan hidung pada waktu batuk atau penanganan
makanan
d. Tidak mencicipi atau menyentuh makanan dengan tangan atau jari. Gunakan
sendiok bersih, spatula, penjepit atau peralatan lain yang sesuai.
e. Sedapat mungkin tidak sering menyentuh bagaian tubuh misalnya mulut,
hidung, telinga, atau menggaruk bagian-bagian tubuh pada waktu menangani
makanan
f. Seminimal mungkin menyentuh bibir gelas
g. Jangan sekali-kali duduk di atas meja kerja

2.1.2

Higiene Makanan
Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia.

Menurut Mulia (2004) yang mengutip pendapat Notoadmodjo, ada empat fungsi
pokok makanan bagi kehidupan manusia, yakni:
1.

Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan/perkembangan serta
mengganti jaringan tubuh yang rusak.

2.

Memperoleh energi guna melakukan aktivitas sehari-hari.

3.

Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral
dan cairan tubuh yang lain.

4.

Berperan didalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai
penyakit.

Universitas Sumatera Utara

16

Agar makanan dapat berfungsi sebagaimana mestinya, kualitas makanan
harus diperhatikan. Kualitas tersebut mencakup ketersediaan zat-zat (gizi) yang
dibutuhkan dalam makanan dan pencegahan terjadinya kontaminasi makanan
dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan.
Higiene makanan adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang
menitikberatkan kegiatannya pada usaha kebersihan atau kesehatan dan keutuhan
makanan itu sendiri. Higiene makanan membahas “Whole Someness of Food”
terutama menitikberatkan pada makanan-makanan yang mudah membusuk, antara
lain termasuk daging, ikan, dan susu (Widyati dan Yuliarsih, 2002).
Makanan tidak saja bermanfaat bagi manusia, tetapi juga sangat baik
untuk pertumbuhan mikroba yang patogen. Beberapa mikroba patogen yang dapat
menimbulkan masalah kesehatan bagi manusia adalah yang tergolong Salmonella,
Staphylococcus, Clostridium, Baccilus cocovenans, Baccilus cereus dan lain-lain.

Oleh karena itu, untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum dari makanan,
perlu dijaga sanitasi makanan (Soemirat, 2009).
2.2

Perilaku Pedagang

2.2.1

Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (overt behavior). Pengetahuan (Knowledge) merupakan hasil dari

tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu

Universitas Sumatera Utara

17

objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni
indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (over behavior ) (Soekidjo, 2003).
2. Proses Adopsi Perilaku
Dari pengalaman dan penelitian yang terbukti bahwa perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) didalam Soekidjo (2003)
mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru
(berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan,
yakni :
a. Awareness, (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulasi tersebut
bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian dari penilitian selanjutnya Rongers menyimpulkan
bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap diatas. Apabila
penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini

Universitas Sumatera Utara

18

didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku
tersebut akan bersifat langgeng (longlasting). Sebaliknya apabila perilaku itu
tidak didasari pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.
3. Tingkatan Pengetahuan
Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif mencakup 6 tingkatan,
yaitu:
a. Tahu merupakan tingkatan pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat
mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Ukuran bahwa seseorang itu tahu, adalah dia dapat menyebutkan,
menguraikan, mendefenisikan, dan menyatakan.
b. Memahami,

artinya

kemampuan

untuk

menjelaskan

dan

menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui.
Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan,
memberikan contoh, dan menyimpulkan.
c. Penerapan, yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum–
hukum, rumus, metode dalam situasi nyata.
d. Analisis, artinya adalah kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam
bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek
tersebut dan masih terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah ia
dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan,
membuat bagan proses adopsi perilaku, dan dapat membedakan
pengertian psikologi dengan fisiologi.

Universitas Sumatera Utara

19

e. Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian
didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Ukuran
kemampuan adalah ia dapat menyusun, meringkaskan, merencanakan,
dan menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu
objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau di susun
sendiri (Sunaryo, 2004).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menyatakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur
dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas (Soekidjo, 2003).
2.2.2

Sikap
Menurut Notoadmojo (2012), sikap merupakan reaksi atau respons yang

masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek. Sikap secara
nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulasi tertentu
yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional
terhadap stimulus sosial. Sikap adalah penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang
terhadap stimulasi atau objek (dalam hal ini adalah masalah kesehatan, termasuk
penyakit). Setelah seseorang mengetahui stimulasi atau objek, proses selanjutnya
akan menilai atau bersikap terhadap stimulasi atau objek kesehatan tersebut. Oleh
sebab itu indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan
kesehatan, yakni :

Universitas Sumatera Utara

20

a. Sikap terhadap sakit dan penyakit
Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap: gejala atau
tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara penularan penyakit, cara
pencegahan penyakit.
b. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat
Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara memelihara
dan cara-cara (berperilaku) hidup sehat. Dengan perkataan lain pendapat
atau penilaian terhadap makanan, minuman, olah raga, istirahat cukup dan
lain-lain.
c. Sikap terhadap kesehatan lingkungan
Adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap lingkungan dan
pengaruhnya terhadap kesehatan. Misalnya pendapat dan penilaian
terhadap air bersih, pembuangan limbah dan lain-lain (Soekidjo, 2003).
1. Komponen Pokok Sikap
Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu
mempunyai tiga komponen pokok yaitu:
a.

Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

b.

Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

c.

Kecenderungan untuk bertindak (tendto behave ).
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh

(total attitude ). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,
keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Soekidjo, 2012).

Universitas Sumatera Utara

21

2. Tingkatan Sikap
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai
tingkatan
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat
dilihat dari kesediaan dan perhatian orang terhadap ceramah –ceramah
tentang gizi.
b. Merespons (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu
usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,
terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang
menerima ide tersebut.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seseorang ibu
mengajak ibu yang lain (tetangganya, saudaranya) untuk pergi
menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi,
adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif
terhadap gizi anak.
d. Bertanggungjawab (responsible )

Universitas Sumatera Utara

22

Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau
menjadi akseptor KB, meskipun medapatkan tentangan dari mertua atau
orang tuanya sendiri.
2.2.3

Praktik atau Tindakan
Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt

behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan

faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah
fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support)
dari pihak lain.
Tindakan juga memiliki beberapa tingkatan yaitu:
a. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil merupakan praktik tingkat pertama.
b. Respon Terpimpin (Guided Respons)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan
contoh adalah indikator praktik tingkat dua.
c. Mekanisme (Mecanism)
Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai
praktik tingkat tiga.
d. Adaptasi (Adaptation)

Universitas Sumatera Utara

23

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa
mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari,
atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung,
yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.
2.3

Sanitasi
Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan

kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia (Retno Widyati dan
Yuliarsih, 2002). Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan
melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya. Misalnya menyediakan air
bersih untuk keperluan cuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi
sampah agar tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004).
2.3.1
1.

Sanitasi Makanan

Pengertian Sanitasi Makanan
Makanan merupakan kebutuhan dasar dan sangat berperan bagi kelangsungan
hidup dan pertumbuhan manusia. Makanan harus sehat, aman dan higienis,
tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan, layak untuk dikonsumsi
dan dalam jumlah yang cukup (Mukono, 2004).
Untuk mencegah kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan diperlukan penerapan sanitasi makanan.

Universitas Sumatera Utara

24

Sanitasi makanan adalah usaha untuk mengamankan dan menyelamatkan
makanan agar tetap bersih, sehat, dan aman (Mulia, 2005).
Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan 3 faktor yakni faktor fisik,
faktor kimia, dan faktor mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi
ruangan yang tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara
yang kurang baik, temperatur ruangan yang panas dan lembab, dan
sebagainya. Untuk menghindari kerusakan makanan yang disebabkan oleh
faktor fisik, maka perlu diperhatikan susunan dan konstruksi serta tempat
penyimpanan makanan (Mulia, 2005).
Menurut Widyati dan Yuliarsih (2002), sanitasi makanan yang buruk yang
disebabkan oleh faktor kimia karena hal-hal sebagai berikut:
a.

Adanya pencemaran gas atau cairan yang merugikan kesehatan atau
adanya partikel-partikel yang beracun.

b.

Obat-obat penyemprot hama yang digunakan untuk sayuran dan buah
ketika ditanam.

c.

Zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan
makanan.

d.

Penggunaan wadah bekas obat-obatan pertanian untuk kemasan
makanan.

e.

Zat pewarna tekstil yang digunakan untuk memberi warna pada
makanan.

Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologis karena
adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Akibat buruknya

Universitas Sumatera Utara

25

sanitasi makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang
mengkonsumsi makanan tersebut (Mulia, 2005).
2.

Prinsip Sanitasi Makanan
Untuk menjaga agar makanan tidak sampai tercemar oleh berbagai zat yang
membahayakan kesehatan, maka bahan makanan haruslah dikelola dengan
sebaik-baiknya. Menurut Widyati dan Yuliarsih (2002), sanitasi makanan
harus diperhatikan pada setiap proses perjalanan bahan makanan, yang
dibedakan atas:
a.

Sumber bahan makanan
Sumber bahan makanan bermacam-macam, karena tergantung dari jenis
bahan makanan itu sendiri. Untuk sayuran atau buah-buahan,
penggunaan pestisida tidak meracuni sayuran atau buah-buahan tersebut.
Area pengambilan ikan bukan daerah pembuangan limbah industri yang
dapat membahayakan kesehatan bila ikan tersebut dimakan.

b.

Pengangkutan bahan makanan
Pengangkutan pada dasarnya mempunyai dua tujuan, yaitu agar makanan
tidak sampai tercemar oleh zat-zat yang membahayakan, dan agar bahan
makanan tersebut tidak sampai rusak.

c.

Penyimpanan bahan makanan
Semua bahan makanan disimpan dengan baik agar tidak terjadi
kontaminasi atau pencemaran.

d.

Pengolahan bahan makanan

Universitas Sumatera Utara

26

Biasanya makanan diolah didapur. Oleh karena itu, kebersihan dapur
harus diperhatikan dan dijaga sanitasinya.
e.

Penyajian makanan
Makanan sebelum disajikan harus diatur sedemikian rupa sehingga selain
menarik, juga menambah selera makan dan terhindar dari kontaminasi
serta terjaga sanitasinya.

f.

Penyimpanan makanan yang telah diolah
Sisa makanan yang disimpan kembali harus dijaga sanitasinya dengan
memperhatikan tempat dan suhu penyimpanan dan suhu pemanasannya.

2.3.2

Sanitasi Tempat Penjualan
Sanitasi tempat penjualan hendaknya diusahakan agar tidak menggunakan

tempat-tempat atau ruangan yang mudah kemasukan debu atau basah (lembab)
karena dapat mempengaruhi kebersihan produk yang dijual, seperti diketahui
bahwa debu dapat menempel pada makanan sehingga makanan tersebut diragukan
kebersihannya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga, persyaratan
teknis higiene dan sanitasi meliputi:
A. Bangunan
1. Lokasi
Lokasi tidak berdekatan dengan sumber pencemaran seperti tempat
sampah umum, WC umum, pabrik cat dan sumber pencemaran lainnya.
a.

Halaman

Universitas Sumatera Utara

27

a) Terpampang papan nama perusahaan dan nomor Izin Usaha serta
Nomor Sertifikat Laik Higiene Sanitasi.
b) Halaman bersih, tidak bersemak, tidak banyak lalat dan tersedia
tempat sampah yang bersih dan tertutup, tidak terdapat tumpukan
barang-barang yang dapat menjadi sarang tikus.
c) Pembuangan air limbah (air limbah dapur dan kamar mandi) tidak
menimbulkan sarang serangga, jalan masukmya tikus dan
dipelihara kebersihannya.
d) Pembuangan air hujan lancar, tidak terdapat genangan air.
b.

Konstruksi
Konstruksi bangunan untuk kegiatan jasaboga harus kokoh dan aman.
Konstruksi selain kuat juga selalu dalam keadaan bersih secara fisik
dan bebas dari barang-barang sisa atau bekas yang ditempatkan
sembarangan.

c.

Lantai
Kedap air, rata, tidak retak, tidak licin, kemiringan/kelandaian cukup
dan mudah dibersihkan.

d.

Dinding
Permukaan dinding sebelah dalam rata, tidak lembab, mudah
dibersihkan dan berwarna terang. Permukaan dinding yang selalu kena
percikan air, dilapisi bahan kedap air setinggi 2 (dua) meter dari lantai
dengan permukaan halus, tidak menahan debu dan berwarna terang.

Universitas Sumatera Utara

28

Sudut dinding dengan lantai berbentuk lengkung (conus) agar mudah
dibersihkan dan tidak menyimpan debu/kotoran.
2. Langit-langit
a.

Bidang langit-langit harus menutupi seluruh atap, bangunan, terbuat
dari bahan yang permukaannya rata, mudah dibersihkan, tidak
menyerap air dan berwarna terang.

b.

Tinggi langit-langit minimal 2,4 meter diatas lantai.

3. Pintu dan jendela
a. Pintu ruang tempat pengolahan makanan dibuat membuka ke arah luar
dan dapat menutup sendiri (self closing), dilengkapi peralatan anti
serangga/lalat seperti kassa, tirai, pintu rangkap dan lain-lain.
b. Pintu dan jendela ruang tempat pengolahan makanan dilengkapi
peralatan anti serangga/lalat seperti kassa, tirai, pintu rangkap dan lainlain yang dapat dibuka dan dipasang untuk dibersihkan.
4. Pencahayaan
a. Intensitas

pencahayaan

harus

cukup untuk

dapat

melakukan

pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan pekerjaan-pekerjaan
secara efektif.
b. Setiap ruang tempat pengolahan makanan dan tempat cuci tangan
intensitas pencahayaan sedikitnya 20 foot candle/fc (200 lux)pada titik
90 cm dari lantai.
c. Semua pencahayaan tidak boleh menimbulkan silau dan distribusinya
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan bayangan.

Universitas Sumatera Utara

29

d. Cahaya terang dapat diketahui dengan alat ukur lux meter ( foot candle
meter )

a) Mengukur 10 fc dengan lux meter pada posisi 1x yaitu pada angka
100, atau pada posisi 10x pada angka 10.
Catatan : 1 skala lux = 10, berarti 1 foot candle = 10 lux.
b) Untuk perkiraan kasar dapat digunakan angka hitungan sebagai
berikut :
1) 1 watt menghasilkan 1 candle cahaya atau
2) 1 watt menghasilkan 1 foot candle pada jarak 1 kaki (30 cm)
atau
3) 1 watt menghasilkan 1/3 foot candle pada jarak 1 meter atau
4) 1 watt menghasilkan 1/3 x ½ = 1/6 foot candle pada jarak 2
meter atau
5) 1 watt menghasilkan 1/3 x 1/3 = 1/9 foot candle pada jarak 3
meter.
6) lampu 40 watt menghasilkan 40/6 atau 6,8 foot candle pada
jarak 2meter atau 40/9 = 4,5 foot candle pada jarak 3 meter.
5. Ventilasi/penghawaan/lubang angin
a. Bangunan atau ruangan tempat pengolahan makanan harus dilengkapi
dengan ventilasi sehingga terjadi sirkulasi/peredaran udara.
b. Luas ventilasi 20% dari luas lantai, untuk:
a) Mencegah udara dalam ruangan panas atau menjaga kenyamanan
dalam ruangan.

Universitas Sumatera Utara

30

b) Mencegah terjadinya kondensasi/pendinginan uap air atau lemak
dan menetes pada lantai, dinding dan langit-langit.
c) Membuang bau, asap dan pencemaran lain dari ruangan.
6. Ruang pengolahan makanan
a. Luas tempat pengolahan makanan harus sesuai dengan jumlah
karyawan yang bekerja dan peralatan yang ada diruang pengolahan.
b. Luas lantai dapur yang bebas dari peralatan minimal dua meter persegi
(2 m2) untuk setiap orang pekerja.
c. Ruang pengolahan makanan tidak boleh berhubungan langsung dengan
toilet/jamban, peturasan dan kamar mandi.
d. Peralatan diruang pengolahan makanan minimal harus ada meja kerja,
lemari/tempat penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi yang
terlindung dari gangguan serangga, tikus dan hewan lainnya.
B. Fasilitas Sanitasi
1. Tempat cuci tangan
a.

Tersedia tempat cuci tangan yang terpisah dari tempat cuci peralatan
maupun bahan makanan dilengkapi dengan air mengalir dan sabun,
saluran pembuangan tertutup, bak penampungan air dan alat
pengering.

b.

Tempat cuci tangan diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau
dan dekat dengan tempat bekerja.

2. Air bersih

Universitas Sumatera Utara

31

a.

Air

bersih

harus

tersedia

cukup

untuk

seluruh

kegiatan

penyelenggaraan jasaboga.
b.

Kualitas air bersih harus memenuhi pesyaratan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.

3. Jamban dan peturasan (urinoir )
a.

Jasaboga harus mempunyai jamban dan peturasan yang memenuhi
syarat higiene dan sanitasi.

b.

Jumlah jamban harus cukup, dengan perbandingan sebagai berikut:
a) Jumlah karyawan: 1-10 orang : 1 buah
11-25 orang : 2 buah
26-50 orang : 3 buah
Setiap ada penambahan karyawan sampai dengan 25 orang, ada
penambahan 1 (satu) buah jamban.
b) Jumlah peturasan harus cukup, dengan perbandingan sebagai
berikut:
Jumlah karyawan: 1-30 orang : 1 buah
31-60 orang : 2 buah
Setiap ada penambahan karyawan sampai dengan 30 orang, ada
penambahan 1 (satu) buah peturasan.

4. Kamar mandi
a.

Jasaboga harus mempunyai fasilitas kamar mandi yang dilengkapi
dengan air mengalir dan saluran pembuangan air limbah yang
memenuhi persyaratan kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

32

b.

Jumlah kamar mandi harus mencukupi kebutuhan, paling sedikit
tersedia :
Jumlah karyawan: 1-30 orang : 1 buah
Setiap ada penambahan karyawan sampai dengan 20 orang, ada
penambahan 1 (satu) buah kamar mandi.

5. Tempat sampah
a.

Tempat sampah harus terpisah antara sampah basah ( organik) dan
sampah kering (anorganik).

b.

Tempat sampah harus tertutup, tersedia dalam jumlah yang cukup
dan diletakkan sedekat mungkin dengan sumber produksi sampah,
namun dapat menghindari kemungkina tercemarnya makanan oleh
sampah.

C. Peralatan
Tempat pencucian peralatan dan bahan makanan
1. Tersedia tempat pencucian peralatan, jika memungkinkan terpisah dari
tempat pencucian bahan pangan.
2. Pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih/deterjen.
3. Pencucian bahan makanan yang tidak dimasak atau dimakan mentah harus
dicuci dengan menggunakan larutan Kalium Permanganat (KMn04)
dengan konsentrasi 0,02% selama 2 menit atau larutan kaporit dengan
konsentrasi 70% selama 2 menit atau dicelupkan ke dalam air mendidih
(suhu 80°C - 100°C) selama 1 – 5 detik.

Universitas Sumatera Utara

33

4. Peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan disimpan daam
tempat yang terlindung dari pencemaran serangga, tikus dan hewan
lainnya.
2.4

Pasar Tradisional
Pasar tradisional adalah pasar yang sebagian besar dagangannya adalah

kebutuhan dasar sehari-hari dengan praktek perdagangan yang masih sederhana
dengan fasilitas infrastrukturnya juga masih sangat sederhana dan belum
mengindahkan kaidah kesehatan. Peranan pasar tradisional sangat penting dalam
pemenuhan kebutuhan, terutama bagi golongan masyarakat menengah ke bawah.
Pasar memiliki posisi yang sangat penting untuk menyediakan pangan
yang aman, dan pasar tersebut dipengaruhi oleh keberadaan produsen hulu
(penyedia bahan segar), pemasok, penjual, konsumen, manajer pasar, petugas
yang berhubungan dengan kesehatan dan tokoh masyarakat. Oleh karena itu,
komitmen

dan

partisipasi

aktif

para

stakeholder

dibutuhkan

untuk

mengembangkan Pasar Sehat. Pasar Sehat adalah kondisi pasar yang bersih,
nyaman, aman dan sehat melalui kerjasama seluruh stakeholder terkait dalam
menyediakan pangan yang aman dan bergizi bagi masyarakat(Kepmenkes RI 519
Tahun 2008).
2.4.1
1.

Persyaratan Kesehatan Lingkungan Pasar

Lokasi
a.

Lokasi sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Setempat (RUTR).

b.

Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti: bantaran sungai,
aliran lahar, rawan longsor, banjir dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

34

c.

Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan atau daerah jalur
pendaratan penerbangan termasuk sempadan jalan.

d.

Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir sampah atau
bekas lokasi pertambangan.

e.
2.

Mempunyai batas wilayah yang jelas, antara pasar dan lingkungannya.

Bangunan
a.

Umum
Bangunan dan rancang bangun harus dibuat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

b.

Penataan ruang dagang
1) Pembagian area sesuai dengan jenis komoditi, sesuai dengan sifat
dan klasifikasinya seperti: basah, kering, penjualan unggas hidup,
pemotongan unggas.
2) Pembagian zoning diberi identitas yang jelas.
3) Tempat penjualan daging, karkas unggas, ikan ditempatkan ditempat
khusus.
4) Setiap los (area berdasarkan zoning) memiliki lorong yang lebarnya
minimal 1,5 meter.
5) Setiap los/kios memiliki papan identitas yaitu nomor, nama pemilik
dan muda dilihat.
6) Jarak tempat penampungan dan pemotongan unggas dengan
bangunan pasar utama minimal 10 meter atau dibatasi tembok
pembatas dengan ketinggian minimal 1,5 meter.

Universitas Sumatera Utara

35

7) Khusus untuk jenis pestisida, bahan berbahaya dan beracun (B3) dan
bahan

berbahaya

lainnya

ditempatkan

terpisah

dan

tidak

berdampingan dengan zona makanan dan bahan pangan.
c.

Ruang kantor pengelola
1) Ruang kantor memiliki ventilasi minimal 20% dari luas lantai.
2) Tingkat pencahayaan ruangan minimal 200 lux.
3) Tersedia ruangan kantor pengelola dengan tinggi langit-langit dari
lantai sesuai ketentuan yang berlaku.
4) Tersedia toilet terpisah bagi laki-laki dan perempuan.
5) Tersedia tempat cuci tangan dilengkapi dengan sabun dan air
mengalir.

d.

Tempat Penjualan Bahan Pangan dan Makanan
1) Tempat penjualan bahan pangan basah
a) Mempunyai meja tempat penjualan dengan permukaan yang rata
dengan

kemiringan

yang

cukup

sehingga

tidak

menimbulkangenangan air dan tersedia lubang pembuangan air,
setiap sisi memiliki sekat pembatas dan mudah dibersihkan
dengan tinggi minimal 60 cm dari lantai dan terbuat dari bahan
tahan karat dan bukan dari kayu.
b) Penyajian karkas daging harus digantung
c) Alas pemotong (telenan) tidak terbuat dari bahan kayu, tidak
mengandung bahan beracun, kedap air dan mudah dibersihkan.

Universitas Sumatera Utara

36

d) Pisau untuk memotong bahan mentah harus berbeda dan tidak
berkarat.
e) Tersedia tempat penyimpanan bahan pangan, seperti: ikan dan
daging menggunakan rantai dingin (cold chain) atau bersuhu
rendah (4-10฀ C).
f)

Tersedia tempat untuk pencucian bahan pangan dan peralatan.

g) Tersedia tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun dan
air yang mengalir.
h) Saluran pembuangan limbah tertutup, dengan kemiringan sesuai
ketentuan yang berlaku sehingga memudahkan aliran limbah
serta tidak melewati area penjualan.
i)

Tersedia tempat sampah kering dan basah, kedap air, tertutup
dan mudah diangkat.

j)

Tempat penjualan bebas vektor penular penyakit dan tempat
perindukannya, seperti: lalat, kecoa, tikus, nyamuk.

2) Tempat penjualan bahan pangan kering
a) Mempunyai meja tempat penjualan dengan permukaan yang rata
dan mudah dibersihkan, dengan tinggi minimal 60 cm dari
lantai.
b) Meja tempat penjualan terbuat dari bahan yang tahan karat dan
bukan dari kayu.
c) Tersedia tempat sampah kering dan basah, kedap air, tertutup
dan mudah diangkat.

Universitas Sumatera Utara

37

d) Tersedia tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun dan
air yang mengalir.
e) Tempat penjualan bebas binatang penular penyakit (vektor) dan
tempat perindukannya (tempat berkembang biak) seperti: lalat,
kecoa, tikus, nyamuk.
3) Tempat Penjualan Makanan Jadi/ Siap Saji
a) Tempat penyajian makanan tertutup dengan permukaan yang
rata dan mudah dibersihkan, dengan tinggi minimal 60 cm dari
lantai dan terbuat dari bahan yang tahan karat dan bukan dari
kayu.
b) Tersedia tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun dan
air yang mengalir.
c) Tersedia tempat cuci peralatan dari bahan yang kuat, aman,
tidak mudah berkarat dan mudah dibersihkan.
d) Saluran pembuangan air limbah dari tempat pencucian harus
tertutup dengan kemiringan yang cukup.
e) Tersedia tempat sampah kering dan basah, kedap air, tertutup
dan mudah diangkat.
f)

Tempat penjualan bebas vektor penular penyakit dan tempat
perindukannya, seperti: lalat, kecoa, tikus, nyamuk.

g) Pisau yang digunakan untuk memotong bahan makanan
basah/matang

tidak

boleh

digunakan

untuk

makanan

kering/mentah.

Universitas Sumatera Utara

38

e.

Area parkir
1) Adanya pemisah yang jelas pada batas wilayah pasar.
2) Adanya parkir yang terpisah berdasarkan jenis alat angkut, seperti:
mobil, motor, sepeda, andong/delman dan becak.
3) Tersedia area parkir khusus untuk pengangkut hewan hidup dan
hewan mati.
4) Tersedia area bongkar muat khusus yang terpisah dari tempat parkir
pengunjung.
5) Tidak ada genangan air.
6) Tersedia tempat sampah yang terpisah antara sampah kering dan
basah dalam jumlah yang cukup, minimal setiap radius 10 m.
7) Ada tanda masuk dan keluar kendaraan jelas, yang berbeda antara
jalur masuk dan keluar.
8) Adanya tanaman penghijauan.
9) Adanya area resapan air di pelataran parkir.

f.

Konstruksi
1) Atap
a) Atap harus kuat, tidak bocor dan tidak menjadi tempat
berkembangbiaknya binatang penular penyakit.
b) Kemiringan atap harus sedemikian rupa sehingga tidak
memungkinkan terjadinya genangan air pada atap dan langitlangit.
c) Ketinggian atap sesuai ketentuan yang berlaku.

Universitas Sumatera Utara

39

d) Atap yang mempunyai ketinggian 10 meter atau lebih harus
dilengkapi dengan penangkal petir.
2) Dinding
a) Permukaan dinding harus bersih, tidak lembab dan berwarna
terang.
b) Permukaan dinding yang selalu terkena percikan air harus
terbuat dari bahan yang kuat dan kedap air.
c) Pertemuan lantai dan dinding, serta pertemuan dua dinding
lainnya harus berbentuk lengkung (conus).
3) Lantai
a) Lantai terbuat dari bahan yang kedap air, permukaan rata, tidak
licin, tidak retak dan mudah dibersihkan.
b) Lantai yang selalu terkena air, misalnya kamar mandi, tempat
cuci dan sejenisnya harus mempunyai kemiringan ke arah
saluran dan pembuangan air sesuai ketentuan yang berlaku
sehingga tidak terjadi genangan air.
g.

Tangga
1) Tinggi, lebar dan kemiringan anak tangga sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
2) Ada pegangan tangan di kanan dan kiri tangga.
3) Terbuat dari bahan yang kuat dan tidak licin.
4) Memiliki pencahayaan minimal 100 lux.

h.

Ventilasi

Universitas Sumatera Utara

40

Ventilasi harus memenuhi syarat minimal 20 % dari luas lantai dan saling
berhadapan (cross ventilation).
i.

Pencahayaan
1) Intensitas pencahayaan setiap ruangan harus cukup untuk melakukan
pekerjaan pengelolaan bahan makanan secara efektif dan kegiatan
pembersihan makanan.
2) Pencahayaan cukup terang dan dapat melihat barang dagangan
dengan jelas minimal 100 lux.

2.4.2

Sanitasi Pasar
Sanitasi tempat umum harus merupakan prioritas dalam penanganannya,

hal tersebut diakibatkan karena tempat umum merupakan tempat yang
mempunyai potensi untuk penyebaran penyakit, salah satunya pasar. Oleh sebab
itu memerlukan penatalaksanaan yang spesifik agar tidak menimbulkan masalah
kesehatan masyarakat (Mulia, 2005).
Berikut persyaratan sanitasi pasar berdasarkan

Kepmenkes RI No

519/MENKES/SK/VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat, yaitu:
1.

Air Bersih
a.

Tersedia air bersih dengan jumlah yang cukup setiap hari secara
berkesinambungan, minimal 40 liter per pedagang.

b.

Kualitas air bersih yang tersedia memenuhi persyaratan.

c.

Tersedia tendon air yang menjamin kesinambungan ketersediaan air dan
dilengkapi dengan kran yang tidak bocor.

d.

Jarak sumber air bersih dengan pembuangan limbah minimal 10 meter.

Universitas Sumatera Utara

41

e.
2.

Kualitas air bersih diperika setiap enam (6) bulan sekali.

Kamar Mandi dan Toilet
a. Harus tersedia toilet laki-laki dan perempuan yang terpisah dilengkapi
dengan tanda/simbol yang jelas dengan proporsi sebagai berikut :
Tabel 2.1 Proporsi Jumlah Toilet Dan Kamar Mandi Laki-Laki dan
Perempuan
Jumlah
Jumlah kamar
Jumlah toilet
pedagang
mandi
1
s/d 25
1
1
2
25 s/d 50
2
2
3
51 s/d 100
3
3
Setiap penambahan 40-100 orang harus ditambah satu kamar mandi
dan satu toilet.
No.

Sumber:Kepmenkes
RI
No
Penyelenggaraan Pasar Sehat

b.

519/MENKES/SK/VI/2008

tentang

Pedoman

Didalam kamar mandi harus tersedia bak dan air bersih dalam jumlah
yang cukup dan bebas jentik.

c.

Didalam toilet harus tersedia jamban leher angsa, peturasan dan bak air.

d.

Tersedia tempat cuci tangan dengan jumlah yang cukup yang dilengkapi
dengan sabun dan air yang mengalir.

e.

Air limbah dibuang ke septic tank (multi chamber), riol atau lubang
peresapan yang tidak mencemari air tanah dengan jarak 10 meter dari
sumber air bersih.

f.

Lantai dibuat kedap air, tidak licin, mudah dibersihkan dengan
kemiringan sesuai ketentuan yang berlaku sehingga tidak terjadi
genangan.

g.

Letak toilet terpisah minimal 10 meter dengan tempat penjualan makanan
dan bahan pangan.

Universitas Sumatera Utara

42

3.

h.

Luas ventilasi minimal 20 % dari luas lantai dan pencahayaan 100 lux.

i.

Tersedia tempat sampah yang cukup.

Pengelolaan Sampah
a.

Setiap kios/los/lorong tersedia tempat sampah basah dan kering.

b.

Terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah berkarat, kuat, tertutup, dan
mudah dibersihkan.

c.

Tersedia alat angkut sampah yang kuat, mudah dibersihkan dan mudah
dipindahkan.

d.

Tersedia tempat pembuangan sampah sementara (TPS), kedap air, kuat,
kedap air atau kontainer, mudah dibersihkan dan mudah dijangkau
petugas pengangkut sampah.

e.

TPS tidak menjadi tempat perindukan binatang (vektor) penular penyakit.

f.

Lokasi TPS tidak berada di jalur utama pasar dan berjarak minimal 10
meter dari bangunan pasar.

g.
4.

Sampah diangkut minimal 1 x 24 jam.

Drainase
a.

Selokan/drainase sekitar pasar tertutup dengan kisi yang terbuat dari
logam sehingga mudah dibersihkan.

b.

Limbah cair yang berasal dari setiap kios disalurkan ke instalasi
pengolahan air limbah (IPAL), sebelum akhirnya dibuang ke saluran
pembuangan umum.

Universitas Sumatera Utara

43

c.

Kualitas limbah outlet harus memenuhi baku mutu sebagaimana diatur
dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 112 tahun 2003
tentang kualitas air limbah.

d.

Saluran drainase memiliki kemiringan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku sehingga mencegah genangan air.

e.

Tidak ada bangunan los/kios diatas saluran drainase.

f.

Dilakukan pengujian kualitas air limbah cair secara berkala setiap 6
bulan sekali.

5.

Tempat cuci tangan
a.

Fasilitas cuci tangan ditempatkan di lokasi yang mudah dijangkau.

b.

Fasilitas cuci tangan dilengkapi dengan sabun dan air yang mengalir dan
limbahnya dialirkan ke saluran pembuangan yang tertutup.

6.

Binatang penular penyakit (vektor)
a.

Pada los makanan siap saji dan bahan pangan harus bebas dari lalat,
kecoa dan tikus.

b.

Pada area pasar angka kepadatan tikus harus nol.

c.

Angka kepadatan kecoa maksimal 2 ekor per plate di titik pengukuran
sesuai dengan area pasar.

d.

Angka kepadatan lalat di tempat sampah dan drainase maksimal 30 per
gril net.

e. Container Index (CI) jentik nyamuk Aedes aegypty tidak melebihi 5 %.
7.

Kualitas Makanan dan Bahan Pangan
a.

Tidak basi.

Universitas Sumatera Utara

44

b.

Tidak mengandung bahan berbahaya seperti pengawet borax, formalin,
pewarna textil yang berbahaya sesuai dengan peraturan yang berlaku.

c.

Tidak mengandung residu pestisida diatas ambang batas.

d.

Kualitas makanan siap saji sesuai dengan Kepmenkes nomor 942 tahun
2003 tentang makanan jajanan.

e.

Makanan dalam kemasan tertutup disimpan dalam suhu rendah (4-10ºC),
tidak kadaluwarsa dan berlabel jelas.

f.

Ikan, daging dan olahannya disimpan dalam suhu 0 s/d 4ºC; sayur, buah
dan minuman disimpan dalam suhu 10 ºC; telur, susu dan olahannya
disimpan dalam suhu 5-7 ºC.

g.

Penyimpanan bahan makanan harus ada jarak dengan lantai, dinding dan
langit-langit : jarak dengan lantai 15 cm, dengan dinding 5 cm, dengan
langit-langit 60 cm.

h.

Kebersihan peralatan makanan ditentukan angka total kuman nol
maksimal 100 kuman per cm3 permukaan dan kuman Eschericia coli
adalah nol.

8.

Desinfeksi Pasar
a.

Desinfeksi pasar harus dilakukan secara menyeluruh 1 hari dalam
sebulan.

b.
2.5

Bahan desinfektan yang digunakan tidak mencemari lingkungan.
Mikroba
Mikroba adalah organisme yang berukuran sangat kecil sehingga untuk

mengamatinya diperlukan alat bantuan. Pada umumnya diambil ketentuan, bahwa

Universitas Sumatera Utara

45

semua makhluk hidup yang berukuran beberapa mikron atau lebih kecil lagi
disebut mikroba (Waluyo, 2009).
Menurut Waluyo (2011), mikroba patogen adalah mikroorganisme yang
mampu menimbulkan penyakit. Sedangkan penyakit adalah respons hospes
terhadap infeksi yang mengganggu fungsi tubuh.penyakit menular pada umumnya
disebabkan oleh mikroba, baik bakteri, virus, jamur atau protozoa. Cara
penyebaran penyakit dapat melalui udara, air, makanan dan lain sebagainya.
2.5.1

Cara Penyebaran Penyakit Melalui Udara
Penyebaran mikroba melalui udara sering dinamakan infeksi asal udara

dan infeksinya ditularkan melalui udara. Media penyebaran ini adalah air liur,
sekresi pernafasan lain, debu tercemar, dan fomit (benda mati yang tercemar oleh
patogen dan membantu penyebarannya).
Beberapa mikroorganisme yang disebarkan melalui udara, yakni:
1.

Corynebacterium diphtheriae

Difteri adalah penyakit saluran pernafasan bagian atas. Bakteri difteri
terlokalisasi di tenggorokan yang menjadi meradang bila bakteri tersebut
tumbuh dan mengeluarkan eksotoksin yang ampuh. Gejala yang parah dapat
menimbulkan kematian karena kerja eksotoksin yang terbawa darah
keseluruh bagian tubuh. Akibatnya, terjadi kerusakan pada jantung dan ginjal,
sehingga kematian disebabkan oleh toksemia.
2.

Influenzavirus

Virus ini merupakan penyebab penyakit influenza. Virus ini tergolong
Orthomyxoviridae . Influenza pada manusia adalah penyakit menular akut

Universitas Sumatera Utara

46

yang dicirikan demam, lesu dan hilang nafsu makan. Virus ini hanya
menyerang terbatas pada saluran pernafasan bagian atas.
3.

Bordetella pertussis

Pertusis adalah penyakit akut saluran pernafasan ditandai batuk paroksimal.
Batuk paroksimal yang khas adalah dimana dalam jangka waktu 5-20 batuk
beruntun biasanya diakhiri dengan keluarnya lendir serta tidak ada
kesempatan untuk bernafas.
2.5.2

Cara Penyebaran Penyakit Melalui Makanan
Penyakit yang disebarkan melalui makanan dinamakan penyakit asal

makanan. Penyebaran penyakit melalui makanan terjadi dengan dua mekanisme,
yakni: (1) mikroba yang terdapat dalam makanan menginfeksi hospes; dan (2)
mikroba mengeluarkan eksotoksin dalam makanan, kemudian menyebabkan
penyakit keracunan makanan. Contoh, bakteri Salmonella menyebabkan infeksi
makanan, sedangkan spesies Clostridium dan Staphylococcus menyebabkan
keracunan makanan.
2.5.3

Cara Penyebaran Penyakit Melalui Air
Sebenarnya sumber infeksi bukanlah air, melainkan tinja yang berasal dari

manusia atau hewan yang mencemari air. Penyebaran mikroba penyebab penyakit
asal air dapat terjadi secara langsung. Misalnya, dari ekskreta penderita ke mulut
orang lain lewat tangan atau benda-benda yang secara potensial tercemari mikroba
patogenik. Mikroba-mikroba sebagai penyebab infeksi asal air, antara lain
Salmonella typhi penyebab demam tifoid, Shigella sp. penyebab penyakit disentri
basiler (Waluyo, 2011).

Universitas Sumatera Utara

47

2.6

Food Borne Disease (Penyakit Melalui Makanan)
Sanitasi makanan berpengaruh terhadap timbulnya penyakit khususnya

penyakit water dan food borne disease . Ditinjau dari segi kesehatan, makanan
selain berfungsi sebagai sumber energi, zat pembangun, dan zat pengatur dapat
pula berperan dalam penyebaran penyakit.
Menurut Mukono (2004), peran makanan dalam penyebaran penyakit,
adalah:
1.

Makanan sebagai penyebab penyakit (agent)
Makanan sebagai penyebab penyakit bisa terjadi apabila dalam makanan
tersebut sudah mengandung bahan yang menjadi penyebab langsung suatu
penyakit.

2.

Makanan sebagai pembawa penyakit (vehicle)
Makanan dapat sebagai pembawa penyakit apabila makanan tersebut
tercemar

oleh

bahan

yang

membahayakan

kehidupan,

misalnya

mikroorganisme dan bahan kimia beracun.
3.

Makanan sebagai media
Makanan yang terkontaminasi dengan keadaan suhu dan waktu yang cukup
serta kondisi yang memungkinkan suburnya mikroorganisme, maka makanan
akan menjadi media yang menguntungkan bagi kuman untuk berkembang
biak dan apabila dikonsumsi akan berbahaya bagi kesehatan.
Menurut Mulia (2005) yang mengutip pendapat Slamet, penyakit bawaan

makanan pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan secara nyata dari penyakit
bawaan air. Yang dimaksud dengan penyakit bawaan makanan adalah penyakit

Universitas Sumatera Utara

48

umum yang dapat diderita seseorang akibat memakan sesuatu makanan yang
terkontaminasi mikroba patogen, kecuali keracunan.
Penyakit yang ditularkan oleh mikroorganisme yang ada pada makanan
atau minuman biasanya berupa penyakit infeksi. Dibawah ini adalah
mikroorganisme penyebab food and water borne disease (Mukono, 2004).
Tabel 2.2 Beberapa Mikroorganisme Penyebab Food And Water Borne
Disease
Mikroorganisme

Food and water borne disease

Salmonella thyposa
Vibrio cholera
Entamoeba histolytica
Shigella dysentrie
Spirochaeta
Virus hepatitis A
Protozoa
Parasit
Sumber: Mukono, 2004

2.7

Thypus abdominalis
Cholera
Dysentrie amoeba
Disentrie baciler
Leptospirosis
Hepatitis A
Giadiasis
Ascariasis lumbricoides dan penyakit cacing lainnya

Salmonella sp.

Salmonella

sp.

adalah

organisme

yang

t

Dokumen yang terkait

Keberadaan Salmonella pada Daging Ayam yang Dijual di Pasar Tradisional di Kota Tangerang Selatan

4 27 118

Hubungan Hygiene Pedagang dan Sanitasi dengan Keberadaan Escherichia Coli pada Kol Sebagai Menu Lalapan Ayam Penyet pada Penjual Ayam Penyet di Kecamatan Medan Selayang Tahun 2016

11 46 145

Hubungan Higiene Perorangan, Perilaku Pedagang dan Sanitasi Tempat Penjualan dengan Keberadaan Salmonella sp. pada Daging Ayam di Pasar Tradisional Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2016

1 20 160

Hubungan Hygiene Pedagang dan Sanitasi dengan Keberadaan Escherichia Coli pada Kol Sebagai Menu Lalapan Ayam Penyet pada Penjual Ayam Penyet di Kecamatan Medan Selayang Tahun 2016

0 0 16

Hubungan Hygiene Pedagang dan Sanitasi dengan Keberadaan Escherichia Coli pada Kol Sebagai Menu Lalapan Ayam Penyet pada Penjual Ayam Penyet di Kecamatan Medan Selayang Tahun 2016

0 0 2

Hubungan Higiene Perorangan, Perilaku Pedagang dan Sanitasi Tempat Penjualan dengan Keberadaan Salmonella sp. pada Daging Ayam di Pasar Tradisional Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2016

0 0 16

Hubungan Higiene Perorangan, Perilaku Pedagang dan Sanitasi Tempat Penjualan dengan Keberadaan Salmonella sp. pada Daging Ayam di Pasar Tradisional Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2016

0 0 2

Hubungan Higiene Perorangan, Perilaku Pedagang dan Sanitasi Tempat Penjualan dengan Keberadaan Salmonella sp. pada Daging Ayam di Pasar Tradisional Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2016

0 0 9

Hubungan Higiene Perorangan, Perilaku Pedagang dan Sanitasi Tempat Penjualan dengan Keberadaan Salmonella sp. pada Daging Ayam di Pasar Tradisional Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2016

1 7 3

Hubungan Higiene Perorangan, Perilaku Pedagang dan Sanitasi Tempat Penjualan dengan Keberadaan Salmonella sp. pada Daging Ayam di Pasar Tradisional Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2016

0 0 22