HUBUNGAN STRES KERJA DENGAN stres

HUBUNGAN STRES KERJA DENGAN KESELAMATAN KERJA PENJAMAH MAKANAN DI INSTALASI GIZI RSUP. DR. SARDJITO YOGYAKARTA KARYA TULIS ILMIAH

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Gizi Pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Disusun Oleh : AGUSTINA ARUNDINA TRIHARJA TEJOYUWONO

04/182671/EKU/126

PROGRAM STUDI S-1 GIZI KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

LEMBAR PENGESAHAN KARYA TULIS ILMIAH

Hubungan Stres Kerja Dengan Keselamatan Kerja Penjamah Makanan Di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta

Disusun Oleh :

AGUSTINA ARUNDINA TRIHARJA TEJOYUWONO

04/182671/EKU/126

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 16 Januari 2006

SUSUNAN DEWAN PENGUJI

Ketua

Dra. I. Laksmi Gamayanti, M.Si Tanggal ............................... NIP. 140 236 085

Anggota

Fatma Zuhrotun Nisa, STP Tanggal ............................... NIP. 135 302 906

Anggota

Susetyowati, DCN,M.Kes Tanggal ............................... NIP. 140 185 906

Mengetahui a.n. Dekan

Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Dr. Iwan Dwiprahasto, M.Med, Sc, Ph.D NIP. 131 860 994

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul ” Hubungan Stres Kerja Dengan Keselamatan Kerja Penjamah Makanan Di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito

Yogyakarta ” ini yang merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Program Studi Gizi Kesehatan.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Hardyanto Soebono, Sp.KK, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

2. Prof. dr. Hamam Hadi, M.S, Sd.D., selaku Ketua Program Studi Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

3. Dra. I. Laksmi. Gamayanti, M.Si, selaku pembimbing utama dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini

4. Fatma Zuhrotun Nisa, STP, selaku pembimbing pendamping dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini

5. Susetyowati, DCN, M.Kes, selaku penguji atas saran yang telah diberikan dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah Ini

6. Direktur RSUP. Dr. Sardjito, yang telah memberikan izin dalam penelitian ini beserta staf

7. Yeni Prawiningdyah, SKM, M.Kes, selaku Kepala Instalasi Gizi beserta staf

8. Seluruh penjamah makanan di Instalasi Gizi RS. Dr. Sardjito yang telah bersedia menjadi subjek dalam penelitian ini

9. Para Dosen dan karyawan-karyawati Program Studi Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

10. Ayah, Ibu, kedua abang dan segenap keluarga yang terkasih

11. Rekan-rekan mahasiswa dan berbagai pihak yang belum disebut diatas

Demikian semoga Tuhan Yang Maha Pengasih membalas kebaikan semua pihak yang telah penulis terima selama ini. Penulis juga percaya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini sangat jauh dari sempurna oleh karena itu segala saran dan kritik sangat dibutuhkan demi menyempurnakan Karya Tulis Ilmiah ini dan penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Amin

Yogyakarta, Januari 2006 Penulis

Agustina Arundina Triharja Tejoyuwono 04/182671/EKU/126

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL

………………… I LEMBAR PENGESAHAN

………………… ii KATA PENGANTAR

………………… iii DAFTAR ISI

………………… v DAFTAR TABEL

………………… vii DAFTAR GAMBAR

………………… viii DAFTAR LAMPIRAN

………………… ix INTISARI

………………… x BAB I

PENDAHULUAN …………………

A. Latar Belakang

B. Perumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Manfaat Penelitian

4 BAB II

E. Keaslian Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori …………………

1. Stres

2. Keselamatan Kerja …………………

3. Keselamatan Kerja di Rumah Sakit

4. Penjamah Makanan

B. Kerangka Teori

C. Kerangka Konsep Penelitian

26 BAB III

D. Hipotesis

METODOLOGI PENELITIAN …………………

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

C. Populasi dan Subjek Penelitian

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

E. Variabel Penelitian

F. Definisi Operasional Penelitian

G. Alat Penelitian

H. Analisis Data

I. Jalannya Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

37

A. Gambaran Umum Instalasi Gizi …………………

38

B. Gambaran Kegiatan K3 Instalasi Gizi …………………

40

C. Gambaran Umum Responden …………………

43

D. Stres Kerja …………………

45

E. Keselamatan Kerja …………………

47 Keselamatan Kerja BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

F. Hubungan Antara Stres Kerja Dengan …………………

50

A. Kesimpulan …………………

50 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

B. Saran …………………

DAFTAR TABEL

Keterangan Halaman Tabel 1 :

Gejala- Gejala Stres Kerja

Tabel 2 : Kebutuhan Tenaga Menurut Kelas Rumah

Sakit Tabel 3 :

Kisi-kisi ( blue print ) kuesioner stres kerja 32

(sebelum uji coba) Tabel 4 :

Kisi-kisi ( blue print ) kuesioner keselamatan

kerja ( sebelum uji coba) Tabel 5 :

Kisi-kisi ( blue print ) kuesioner stres kerja 34

(setelah uji coba) Tabel 6

Kisi-kisi ( blue print ) kuesioner keselamatan

kerja ( setelah uji coba) Tabel 7

Jumlah Tenaga Berdasarkan Jenis Tenaga dan

Status Kepegawaian di Instalasi gizi Tabel 8

Uraian Tugas Gugus K3 Instalasi Gizi

Tabel 9 Jumlah Tenaga Kerja Pengolah Makanan

Tabel 10 Umur Penjamah Makanan

Tabel 11 Pendidikan Penjamah Makanan

Tabel 12 Pelatihan Keselamatan Kerja Penjamah

Makanan Tabel 13

Jenis Kelamin Penjamah Makanan

Tabel 14 Gambaran Stres Kerja Penjamah Makanan

Tabel 15 Hasil Penilaian Keselamatan Kerja Penjamah

makanan Tabel 16 Hubungan Antara Stres Kerja dengan

Keselamatan kerja

DAFTAR GAMBAR

Keterangan Halaman Gambar 1 : Diagram Pie Penyebab Kematian Yang

16

Berhubungan Dengan Pekerjaan ( ILO, 1999) Gambar 2 : Kerangka Teori Stres Kerja Menurut Robbins

25

(1998) Dimodifikasi Menurut Anoraga (2001) dalam Tyas (2004)

26

Gambar 3: Kerangka Konsep Penelitian

DAFTAR LAMPIRAN

Keterangan Lampiran 1 :

Surat Keterangan Penelitian RS. Dr. Sardjito Lampiran 2 :

Surat Keterangan Penelitian RSUD Wates Lampiran 3 :

Struktur Organisasi Instalasi Gizi Lampiran 4 :

Susunan Gugus K3 Instalasi Gizi Lampiran 5 :

Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden Lampiran 6 :

Karakteristik Penjamah Makanan Lampiran 7 :

Daftar Pertanyaan Kondisi Kerja Lampiran 8 :

Kuesioner Keselamatan Kerja Lampiran 9 :

Kitchen Equipment Layout Lampiran 10 :

Rekapitulasi Jadwal Penelitian Lampiran 11:

Laporan Distribusi Makanan Bulan Agustus Lampiran 12:

Data Dasar Keselamatan Kerja Lampiran 13:

Data Dasar Stres Kerja Lampiran 14:

Hasil Data Olahan

INTISARI

Hubungan Stres Kerja Dengan Keselamatan Kerja Penjamah Makanan Di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta, Agustina Arundina Triharja Tejoyuwono, I. Laksmi Gamayanti, Fatma Zuhrotun Nisa. Latar Belakang: Stres kerja merupakan kondisi yang tidak menyenangkan di tempat kerja sebagai hasil interaksi penjamah makanan dengan lingkungan kerja. Stres kerja dapat dilihat dari segi organisasional, lingkungan dan individual. Menurut Schuller (1980) jika stres tidak dapat diatasi dengan baik dapat berakibat pada penurunan produktifitas kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja serta tendensi mengalami kecelakaan. Instalasi Gizi merupakan salah satu daerah dengan resiko potensi kejadian kecelakaan dan penyakit yang paling tinggi di rumah sakit. Tujuan : Mengetahui hubungan antara stres kerja dengan keselamatan kerja penjamah makanan di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta. Metode Penelitian : Survei analitik dengan rancangan crosssectional. Penelitian dilakukan di semua bagian dapur Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta. Subjek penelitian adalah seluruh petugas pelayanan gizi yang berhubungan langsung dengan penjamahan makanan mulai dari persiapan hingga pengolahan bahan makanan, dengan jumlah sampel 31 orang penjamah makanan. Penelitian dilakukan dengan pemberian kuisioner keselamatan kerja sebanyak 4 kali dalam satu bulan, kemudian dilanjutkan dengan pemberian kuisioner stres kerja. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Uji Korelasi Spearman. Hasil : Hasil penelitian ini adalah stres kerja pada penjamah makanan 100% stres kerja sedang, sedangkan keselamatan kerja 93,55% penjamah dengan keselamatan kerja tinggi dan 6,45 dengan keselamatan kerja sedang. Dari hasil analisa hubungan terlihat bahwa tidak ada hubungan antara stres kerja dengan keselamatan kerja yaitu dengan hasil koefisien korelasi r = 0.135 dan nilai signifikan/probabilitas 0,468. Kesimpulan : Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara stres kerja dengan keselamatan kerja pada penjamah makanan di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta.

Kata kunci : Stres kerja, Keselamatan Kerja

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Profesionalisme merupakan salah satu strategi yang sangat penting dalam peningkatan mutu pelayanan rumah sakit, dimulai dari pimpinan, tenaga medis, perawat dan tenaga non medis. Di lain pihak, lingkungan kerja di rumah sakit baik fisik maupun nonfisik seperti ruang kerja dan kondisi sosial psikologis yang harus ditata sedemikian rupa agar mendukung upaya pencapaian standar pelayanan rumah sakit, yang pada gilirannya akan berdampak pula terhadap produktifitas kerja ( Aditama dan Hastuti, 2002 ).

Bird dan Peterson (1970), menyatakan bahwa kecelakaan adalah akibat dari ketimpangan sistem manajemen, sedang unsafe condition dan unsafe action, hanya merupakan gejala (Anoraga, 2001).

Stres sebagai salah satu bentuk ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (National Safety Council, 2003).

Berdasarkan hasil penelitian Schuller (1980) dalam Rini (2002), stres yang dihadapi oleh karyawan berkorelasi dengan penurunan produktifitas kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja, serta tendensi mengalami kecelakaan.

Stres yang disebabkan oleh lingkungan kerja yang kurang aman dapat menjadi faktor yang mempengaruhi produktifitas kerja. Stres pada pekerja juga bisa menimbulkan kecelakaan kerja. Berdasarkan data 50 % kecelakaan kerja disebabkan karena tindakan kurang berhati-hati ( unsafe action ), dan 4 % karena kondisi tidak aman ( unsafe condition ). (Manager dalam Anoraga, 2001)

Rumah Sakit merupakan salah satu tempat bagi masyarakat untuk mendapatkan pengobatan dan pemeliharaan kesehatan dengan berbagai fasilitas dan peralatan kesehatannya. Semakin luas pelayanan kesehatan dan fungsi suatu Rumah Sakit maka semakin komplek peralatan dan fasilitasnya. Rumah Sakit dengan segala fasilitas dan peralatannya apabila tidak dikelola dengan baik dapat menjadi sumber bahaya bagi keselamatan dan kesehatan yang potensial, terutama bagi petugas kesehatan rumah sakit.

Instalasi Gizi ( cental supply and food service) merupakan daerah dengan resiko potensi kejadian kecelakaan dan penyakit yang paling tinggi, (Aditama dan Hastuti, 2002 ).

Instalasi Gizi RSUP.Dr.Sardjito hingga saat ini menyelenggarakan pelayanan makanan secara sentral, semua pelayanan makanan dikelola oleh pihak Instalasi Gizi tanpa bantuan dari pihak kedua, dengan menu makanan mulai dari makanan biasa (nasi), lunak dan cair, hal ini dimaksudkan untuk menanggulangi kejadian kesalahan dalam pemberian pelayanan gizi kepada pasien, tetapi hal ini dapat menyebabkan beban kerja yang besar pada pekerja terutama penjamah makanan yang nantinya akan mempengaruhi keadaan fisik dan psikologis penjamah makanan

Pada tahun 1997, Direktur Jenderal Pelayanan Medik menyebutkan bahwa pembinaan dan pemantauan kegiatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) termasuk manajemennya di rumah sakit dilakukan oleh komite K3 di Departemen Kesehatan.

Keselamatan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3-RS) merupakan suatu program baru bagi Rumah Sakit, sehingga penerapan maupun pelaksanaannya masih belum terarah di beberapa rumah sakit baik yang yang sudah atau belum memiliki panitia K3, oleh karena itu data tentang angka kecacatan, kesakitan dan kematian akibat kerja belum ada di rumah sakit.

Laporan NIOSH tahun 1974 sampai dengan 1976 melaporkan bahwa hasil survey nasional terhadap lebih dari 2600 rumah sakit di USA pada tahun 1972, rata-rata setiap rumah sakit mengalami 68 pekerja cidera dan 6 orang sakit. Cidera yang paling sering terjadi di antaranya adalah strain dan Spain, luka tusukan, abrasion, contusion, leceration, cidera punggung, luka bakar, dan fraktur. Hal ini diperkuat dengan laporan dari California State Department of Industrial Relations yang melaporkan kejadian work Injury rate di rumah sakit sebesar 16,8 hari kerja hilang/100 pekerja, disebabkan karena strain , jatuh, tergelincir, luka bakar, tertumbuk benda, dan terpajan zat beracun. Pekerja rumah sakit yang mengalami cidera dan sakit, antara lain perawat, pekerja dapur, maintenance, laundry, cleaning service dan teknisi. (Aditama dan Hastuti, 2002).

Pada tahun 2000, Susetyorini pernah melakukan pelatihan GMP ( good manufacturing practice ) pada penjamah makanan di Instalasi Gizi RSUP.Dr.Sardjito. GMP adalah suatu proses yang ditetapkan agar proses pengolahan makanan berjalan dengan baik, GMP yang dilakukan meliputi : unsur hygiene personal, bangunan, dan fasilitas, perlengkapan dan peralatan, pengawasan proses dan hasil. Dengan adanya dasar pelatihan GMP diharapkan pengetahuan dan sikap penjamah makanan dalam mengelola makanan meningkat dan tingkat kecelakaan kerja yang terjadi dapat dikurangi.

B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan permasalahan di atas, penulis ingin meneliti, apakah ada hubungan antara stres kerja dengan keselamatan kerja penjamah makanan.

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara stres kerja dengan keselamatan kerja penjamah makanan.

2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khususnya adalah :

a. Untuk mengetahui keadaan stres kerja penjamah di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito.

b. Untuk mengetahui keadaan keselamatan kerja penjamah makanan di Instalasi Gizi RSUP. Dr. Sardjito.

D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

1. RSUP. Dr. Sardjito Sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi dalam menetapkan kebijakan dalam rangka meningkatkan PGRS dengan memperbaiki sistem produksi makanan di Instalasi Gizi.

2. Bagi Instalasi gizi Sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan untuk mulai meningkatkan dan mencegah kecelakaan kerja dengan cara memperbaiki kondisi 2. Bagi Instalasi gizi Sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan untuk mulai meningkatkan dan mencegah kecelakaan kerja dengan cara memperbaiki kondisi

3. Bagi peneliti Sebagai manifestasi dari penerapan ilmu yang telah diperoleh.

E. KEASLIAN PENELITIAN Penelitian tentang hubungan psikologi stres terhadap keselamatan kerja pada penjamah makanan di Instalasi Gizi, sepengetahuan peneliti belum pernah dilakukan. Penelitian yang berhubungan dengan stres kerja yang pernah dilakukan :

1. Singarimbun (2004). Meneliti tentang stres kerja dan beberapa faktor yang mempengaruhi pekerja perempuan industri Plywood PT. Ketapang Indah Plywood Pontianak, Kalimantan Barat. Penelitian ini merupakan penelitian survey eksploratif yaitu ingin mengetahui sejauh mana stres kerja yang dialami oleh pekerjan perempuan (masa kerja, tidak kebih dari dua tahun) dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja. Penelitian ini dilakukan pada 73 orang responden dengan menggunakan metode inklusi. Instrumen yang dipergunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah daftar pertanyaan terstruktur dan wawancara. Interprestasi data dengan menggunakan dummy table dan analisis menggunakan analisis segresi. Hasil rangkuman regresi antara idependent variabel (status kawin, umur, pendidikan, jarak tempat tinggal) terhadap dependent variabel (stres kerja) di PT. Ketapang Indah Plywood menunjukkan bahwa keempat independent variabel nilai koefisien menunjukkan hubungan sangat signifikan dengan dependent variabel yaitu stres kerja. Bobot sumbangsih efektif independent variabel urutan yang terbesar sampai dengan yang terkecil yaitu umur, status kawin, jarak tempat tinggal dan terakhir pendidikan.

2. Purwandari (2000). Meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja perawat di instalasi rawat inap intensif Rumah Sakit Umum Pusat Sardjito Yogyakarta pada penelitian ini diperoleh dua faktor dominan yang mempengaruhi stres kerja perawat yaitu beban kerja dan hubungan personal (45%), lingkungan fisik (30%), faktor macam 2. Purwandari (2000). Meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja perawat di instalasi rawat inap intensif Rumah Sakit Umum Pusat Sardjito Yogyakarta pada penelitian ini diperoleh dua faktor dominan yang mempengaruhi stres kerja perawat yaitu beban kerja dan hubungan personal (45%), lingkungan fisik (30%), faktor macam

3. Widiastuti (2000). Meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat stres kerja perawat diinstalasi rawat inap IV jiwa (psikiatri) Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Sardjito Yogyakarta. Dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor internal (karakteristik personal) yang mempengaruhi tingkat stres kerja perawat di IRNA IV jiwa (psikiatri) adalah tingkat pendidikan, lama kerja, dan pelatihan, sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi tingkat stres kerja perawat adalah kondisi kerja, beban kerja, kondisi pasien, hubungan interpersonal, pengambilan keputusan, dan karir. Tiga faktor yang paling berpengaruh adalah pengambilan keputusan, kondisi kerja dan beban kerja. Untuk tingkat stres kerja perawat di ruang IRNA IV jiwa Yogyakarta mencapai 15% dengan kategori sedang dan 42,85% dengan kategori rendah. Penelitian ini dengan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan survey dan rancangan cross sectional.

4. Ngartini (2002). Meneliti tentang tingkat kecemasan perawat setelah pelaksanaan kemoterapi pada pasien kanker di IRNA penyakit dalam Rumah Sakit Umum dokter Sardjito Yogyakarta dari 30 responden didapatkan 33,33%(skala 210) atau 10 orang perawat berumur 20-25 tahun mengalami kecemasan sedang, 33,33 % (skala 175) perawat berumur 25-30 tahun mengalami kecemasan ringan, dan perawat dengan umur lebih dari 30 tidak mengalami kecemasan (skala 142,5). Berdasarkan pengalaman kerja, yang berpengalaman kerja 0-5 tahun ada 7 perawat (23,33) rata-rata mengalami kecemasan sedang (skala 23,2%) pengalaman kerja lebih 5-10 tahun ada 10 orang (33,33%) rata- rata mengalami tingkat kecemasan ringan (skala 155) dan yang berpengalaman kerja lebih dari 10 tahun ada 13 perawat (43,33%) rata- rata mengalami kecemasan ringan (skala 162,2).

Berdasarkan latar belakang pendidikan, SPK ada 11 orang (36,66%) rata-rata mengalami kecemasan ringan, yang berpendidikan D III ada

19 perawat (63,33%) rata-rata mengalami kecemasan ringan, penelitian ini menggunakan metode deskriptif non experimental secara cross sectional .

Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara stres dengan keselamatan kerja pada penjamah makanan yang akan dilakukan di Instalasi Gizi RSUP.Dr.Sardjito, penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional dengan pendekatan survey.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI

1. Stres Dewasa ini perubahan tata nilai kehidupan berjalan begitu cepat, karena pengaruh globalisasi, modernisasi, informasi, industrialisasi, serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini berpengaruh terhadap pola hidup, moral, dan etika, perubahan ini dapat merupakan tekanan mental (stresor) sehingga bagi sebagian individu dapat menimbulkan perubahan dalam kehidupan dan berusaha beradaptasi untuk menanggulanginya (Sunaryo, 2004).

a. Teori stres

1) Teori sindrom adaptasi umum Menurut Selye dalam Towseri (1996) stres merupakan respon tidak spesifik tubuh terhadap tuntutan yang ada dan menyebabkan perubahan sistem biologi. Respon tubuh dalam menghadapi stres terdiri dari tiga fase :

a) Fase reaksi tanda bahaya atau peringatan ( alarm reaction stage ). Selama fase ini, respon fisiologi dari sindrom “melawan” atau “menghindar” dimulai.

b) Fase perlawanan ( stage of resistance ) individu menggunakan respon fisiologi pada fase pertama sebagai pertahanan dalam usaha adaptasi terhadap stresor. Jika terjadi adaptasi, fase ketiga tidak terjadi, gejala fisik akan menghilang

c) Fase kelelahan ( stage of exhaustion ). Fase ini terjadi akibat terpapar stresor yang lama, individu akan kehabisan energi. Pada fase ini akan timbul penyakit (sakit kepala, gangguan mental, penyakit jantung, colitis).

2) Teori transaksional Lazarus menyatakan stres timbul akibat hubungan individu dengan lingkungan yang dinilai individu melebihi sumber daya dan membahayakan kesehatan. Kemampuan individu mengatasi masalah, apakah stres terjadi atau terbentuk 2) Teori transaksional Lazarus menyatakan stres timbul akibat hubungan individu dengan lingkungan yang dinilai individu melebihi sumber daya dan membahayakan kesehatan. Kemampuan individu mengatasi masalah, apakah stres terjadi atau terbentuk

3) Teori Prespektif umum Teori ini menyatakan dua hal utama yaitu hubungan manusia dengan lingkungan. Faktor dari manusia yang berpengaruh adalah pengalaman masa lalu, kemampuan yang dapat diperoleh dengan pendidikan dan pelatihan serta karakteristik individu meliputi perbedaan jenis kelamin, ras, umur, dan tipe kepribadian. Faktor dari lingkungan berupa lingkungan fisik dan psikososial. Sebagai akibat lebih lanjut akan terjadi gangguan fisik, perubahan prilaku atau koping.

b. Penggolongan stres Kusmiati dan Desminiarti (1990) menggolongkan stres berdasarkan penyebabnya adalah sebagai berikut (Sunaryo,2004).

1) Stres fisik, disebabkan oleh suhu atau temperatur yang terlalu tinggi atau rendah, suara amat bising, sinar yang terlalu terang atau tersengat arus listrik

2) Stres kimiawi, disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat beracun, hormon, atau gas.

3) Stres mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau

parasit yang menimbulkan penyakit.

4) Stres fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan, organ, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak normal.

5) Stres proses pertumbuhan dan perkembangan, disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi hingga tua.

6) Stres psikis (emosional), disebabkan oleh gangguan

hubungan interpersonal, sosial, budaya, atau keagamaan.

c. Penyebab stres

Secara umum penyebab stres menurut Marasmis (1990) dalam Sunaryo (2004), ada empat sumber, yaitu :

1) Frustasi Timbul akibat adanya kegagalan dalam mencapai tujuan. Frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang dicintai, kegoncangan ekonomi, pengangguran, perselingkuhan dan sebagainya).

2) Konflik Timbul karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam keinginan, kebutuhan, atau tujuan. Bentuknya approach- approach conflict (mendatangkan konflik), approach-avoidance conflict (mendatangkan dan menghindari konflik), atau avoidance-avoidance conflict ( menghindari konflik).

3) Tekanan Timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan dapat berasal dari dalam diri individu dan tekanan yang berasal dari luar individu.

4) Krisis Keadaan yang mendadak, yang menimbulkan stress pada individu. Keadaan stres dapat terjadi karena beberapa sebab sekaligus, misalnya frustasi, konflik, dan tekanan.

d. Stres Kerja

Stres di tempat kerja bukanlah fenomena baru, namun ironisnya stres ditempat kerja merupakan topik yang masih dianggap tabu untuk dibicarakan. Menurut Frasser (1992) dalam Tyas (2004) stres kerja adalah stres yang terjadi di dalam lingkungan pekerjaan sebagai akibat dari adanya ketidakseimbangan antara karakteristik individu dengan tuntutan pekerjaannya dan

lingkungan yang dipersepsikan sebagai hal yang mengancam kesejahteraan individu. Waktu merupakan salah satu penyebab penting terjadinya stres kerja terutama bila pekerjaan yang diberikan melebihi kapasitas karyawan tersebut ( overload ) yang dapat mengakibatkan kejenuhan kerja, disamping itu juga gejala lain meliputi kebosanan, depresi, pesimisme, kurang konsentrasi, kualitas kerja buruk, ketidakpuasan, keabsenan, dan kesakitan atau penyakit. Beban kerja yang berlebihan dikatakan sebagai penyebab paling umum dari kejenuhan kerja, kebosanan kerja cukup berpotensi untuk menyebabkan keletihan kerja. Stres yang disebabkan oleh lingkungan kerja yang kurang aman dapat menjadi faktor yang turut mempengaruhi produktifitas kerja. Kini diyakini bahwa sekitar 80% penyakit dan kesakitan dipicu dan diperburuk oleh stres. Hal ini didukung oleh penelitian Baker, dkk (1987) yang mengatakan bahwa stres yang dialami seseorang akan merubah cara kerja sistem kekebalan tubuh, dan diperkuat dengan penelitian Plaut dan Friedman (1981) yang mengatakan bahwa stres sangat berpotensi tinggi menyebabkan infeksi penyakit, terkena alergi serta menurunkan sistem autoimmune . Penyebab stres kerja dapat digolongkan menjadi (National Safety Council, 2003)

1) Penyebab organisasional yaitu kurangnya otonomi dan kreatifitas, harapan, tenggang waktu, dan kuota yang tidak logis, relokasi pekerjaan, kurangnya pelatihan, karier yang melelahkan, hubungan dengan majikan (penyelia) yang buruk, perkembangan teknologi, bertambahnya tanggung jawab tanpa penambahan gaji ( Downsizing ).

2) Penyebab individual yaitu pertentangan antara karier dan tanggung jawab keluarga, ketidakpastian ekonomi, kurangnya penghargaan dan pengakuan kerja, kejenuhan, ketidakpuasan kerja, kebosanan, perawatan anak yang tidak adekuat, konflik dengan rekan kerja.

3) Penyebab lingkungan yaitu buruknya kondisi lingkungan kerja (pencahayaan, kebisingan, ventilasi, suhu, dan sebagainya), diskriminasi ras, pelecehan seksual, kekerasan di tempat kerja, kemacetan saat berangkat kerja dan pulang kerja.

e. Tanda dan gejala akibat stress Menurut Anoraga (2001), stres yang tidak teratasi menimbulkan gejala badaniah, jiwa dan sosial. Gejala ini bisa ringan, sedang maupun berat. Soewadi ( 1987) mengungkapkan bahwa menurut Wheaton stres dibedakan menjadi dua, yaitu akut dan kronik. Stres akut biasanya berlangsung cepat, mendadak, sangat menonjol dan tidak dapat dikendalikan, dan tidak diinginkan oleh individu, efek yang ditimbulkannya adalah depresi dan kecemasan. Stres kronik berlangsung sangat lama, tidak mendadak, tidak mempunyai puncak, efeknya dapat mengakibatkan skizofrenia . Gejala stres berat dapat berakibat kematian sedangkan pada stres ringan dan sedang meliputi :

1) Gejala badan Ditandai dengan adanya gejala sakit kepala (cekot-cekot, pusing,vertigo), sakit maag, mudah kaget (berdebar-debar), banyak keluar keringat dingin, gangguan pola tidur, lesu, letih, kaku leher belakang sampai punggung, dada terasa panas, nyeri, rasa tersumbat dikerongkongan, gangguan psiko social, nafsu makan menurun, mual, muntah, gejala kulit, gangguan menstruasi, kejang, pingsan, dan gejala lain.

2) Gejala emosional Ditandai dengan adanya gejala pelupa, sukar konsentrasi, sukar mengambil keputusan, mimpi buruk, murung, mudah marah, jengkel, mudah menangis, pikiran bunuh diri, gelisah, pandangan putus asa, dan sebagainya.

3) Gejala sosial

Ditandai dengan adanya gejala semakin banyak merokok, minum, makan, sering mengontrol lingkungan, menarik diri Ditandai dengan adanya gejala semakin banyak merokok, minum, makan, sering mengontrol lingkungan, menarik diri

Sedangkan menurut Terry Beehr dan John Newman (1978) gejala stres kerja dapat dibagi dalam 3 aspek yaitu gejala psikologis, gejala psikis, dan prilaku (Rini, 2002).

Tabel 1. Gejala-Gejala Stres kerja

Gejala Prilaku Kecemasan, ketegangan Meningkatnya

Gejala Psikologis

Gejala Fisik

detak Menunda ataupun jantung dan tekanan menghindari darah

pekerjaan/tugas Bingung, marah, sensitif

Meningkatnya

sekresi Penurunan prestasi dan adrenalin dan produktifitas noradrenalin

Memedam perasaan

penggunaan minuman keras dan mabuk

Perilaku sabotase Mengurung diri

Komunikasi tidak efektif

Mudah terluka

Mudah lelah secara fisik

Meningkatnya frekuensi absensi

Depresi

Kematian

Prilaku makan yang tidak normal (kebanyakan atau kekurangan)

Merasa terasing dan Gangguan Kehilangan nafsu makan mengasingkan diri

kardiovaskuler

dan penurunan dratis berat badan

Kebosanan Gangguan pernafasan Meningkatnya kecenderungan perilaku beresiko tinggi, seperti ngebut, berjudi

Ketidakpuasan kerja

Lebih sering berkeringat

Meningkatkan agresivitas dan kriminalitas

Lelah mental

Gangguan pada kulit

Penurunan

kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman

Menurunnya fungsi Kepala pusing dan Kecenderungan bunuh intelektual

migraine

diri

Kehilangan daya Kanker konsentrasi Kehilangan spontanitas Ketegangan otot dan kreatifitas Kehilangan semangat Problem tidur (sulit tidur hidup

ataupun terlalu banyak tidur)

Menurunkan harga diri

dan rasa percaya diri

f. Tahapan stres Menurut Amberg (1979) dalam Sunaryo (2004), menyatakan bahwa tahapan stres sebagai berikut ;

1) Stres tahap pertama (paling ringan) yaitu stres yang disertai perasaan nafsu bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa perhitungan tenaga yang dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam.

2) Stres tahap kedua, yaitu stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi tidak segar atau letih, lekas capek pada menjelang sore, tidak dapat rileks, lambung atau perut tidak nyaman ( bowel discomfort ), jantung berdebar-debar, otot punggung atau tengkuk tegang karena cadangan tenaga tidak memadai.

3) Stres tahap ketiga, yaitu tahapan stres dengan keluhan seperti defekasi tidak teratur (kadang-kadang diare), otot semakin tegang, emosional, insomnia, mudah terjaga dan sulit tidur kembali ( middle insomnia ) bangun terlalu pagi dan sulit tidur kembali ( late insomnia ).

4) Stres tahap keempat, yaitu stres dengan keluhan seperti tidak mampu bekerja sepanjang hari (loyo), aktifitas pekerjaan terasa sulit dan menjenuhkan, respon tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu, gangguan pola tidur, sering menolak ajakan, 4) Stres tahap keempat, yaitu stres dengan keluhan seperti tidak mampu bekerja sepanjang hari (loyo), aktifitas pekerjaan terasa sulit dan menjenuhkan, respon tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu, gangguan pola tidur, sering menolak ajakan,

5) Stres tahap kelima, yaitu tahapan stres yang ditandai dengan keletihan fisik dan mental ( physical and psychology exhaustion ), ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan yang sederhana dan ringan, gangguan pencernaan berat, meningkatkan rasa takut dan cemas, bingung dan konflik.

6) Stres tahap keenam (paling berat) yaitu tahapan stres dengan tanda-tanda seperti jantung berdebar keras, sesak nafas, badan gemetar, dingin dan banyak keluar keringat, loyo, serta pingsan atau kolap.

g. Model adaptasi stres

1) Stresor

Setiap individu terpapar oleh stimulus, baik yang berasal dari lingkungan, kondisi fisiologis tubuh dan pikiran (stressor) yang dapat menimbulkan perubahan atau masalah (stres) yang memerlukan upaya penyesuaian dan penaganan (koping) agar individu adaptif. Dari hasil penelitian (Lazarus dalam Keliat, 1999) mengatakan bahwa jika individu menanyakan dirinya apa yang terjadi (kondisi) dan mengapa terjadi (penyebab) kemudian menetapkan makna situasi bagi dirinya, berapa bahaya situasi dan kemudian mengidentifikasi sumber daya atau kekuatan yang dimiliki. Individu yang stres sering memutuskan; situasi ini berbahaya, sukar dan atau menyakitkan.

2) Koping (cara menyelesaikan masalah) Koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, respon terhadap situasi yang mengancam. Upaya individu dapat perubahan cara berfikir (kognitif) perubahan prilaku atau perubahan lingkungan yang bertujuan untuk menyelesaikan stres yang dihadapi koping yang efektif akan menghasilkan adaptasi.

Koping dapat mengidentifikasikan melalui respon, manifestasi (tanda dan gejala) dan pertanyaan individu dalam wawancara. Koping dapat dikaji melalui aspek fisiologis berupa manifestasi fisiologis tubuh terhadap stres dan psikososial dikaji berbagai reaksi yang berorientasi pada ego (mekanisme pertahanan mental, reaksi yang berkaitan dengan respon verbal dan reaksi yang berorientasi pada penyelesaian masalah koping individu dan orang terdekat).

3) Adaptasi Merupakan hasil akhir dari upaya koping, beradaptasi berarti mendapatkan persepsi, prilaku dan lingkungan yang berubah sehingga terjadi keseimbangan. Adaptasi dapat di capai melalui aspek ;

a) Adaptasi fisiologis adalah : respon terhadap kebutuhan dan usaha yang berhasil

b) Adaptasi psiko-sosial termasuk sikap dan prilaku (strategi koping, pola hidup, keyakinan)

2. Keselamatan Kerja Keselamatan kerja adalah langkah awal untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja yang terjadi secara langsung berakibat pada penurunan produktifitas kerja, peningkatan biaya perusahaan sebagai akibat kecelakaan, dan kerugian secara tidak langsung kepada mesin dan peralatan kerja. Penyebab kecelakaan kerja ada 2 yaitu langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung atau faktor manusiawi seperti terantuk, terjatuh, tertimpa benda jatuh,umur, pengalaman kerja, komunikasi antar sesama pekerja, keterampilan kerja, sikap kerja dan penggunaan alat kerja yang tidak tepat, dan penyebab tidak langsung yaitu yang disebabkan karena mesin ataupun zat-zat kimia berbahaya. Berdasarkan data statistik penyebab langsung merupakan penyebab kecelakaan paling utama hal ini ditunjukkan dengan data statistik di Perancis yaitu 78,2% kecelakaan terjadi karena penyebab langsung dan 11, 5% karena mesin (Suma’mur,1989).

Menurut International Labor Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan Menurut International Labor Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan

Peny. Sal. Pernapasan 21%

21% Pen. Kardiovaskular 15%

Lain-lain 5%

Gambar 1. Diagram Pie Penyebab Kematian yang Berhubungan dengan Pekerjaan (ILO, 1999)

3. Keselamatan Kerja di Rumah Sakit Pekerja di rumah sakit merupakan kelompok masyarakat yang dapat berperan dalam mencapai Indonesia Sehat 2010, oleh karena itu pekerja rumah sakit merupakan sumberdaya potensial yang harus dibina agar menjadi produktif dan berkualitas. Namun dalam melaksanakan pekerjaanya sering kali terpapar oleh berbagai faktor yang dapat menimbulkan dampak negatif dan mempengaruhi derajat kesehatan mereka. Dampak negatif ini dapat mengakibatkan penurunan produktifitas kerja yang nantinya juga berdampak pada pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit. Dengan melihat kondisi tersebutlah masyarakat pekerja rumah sakit menjadi sasaran proiritas program keselamatan dan Kesehatan kerja (K3)(Aditama dan Hastuti,2002).

a. Pengertian

1. keselamatan kesehatan kerja merupakan suatu upaya untuk menekan atau mengurangi resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan antara keselamatan dan kesehatan.

2. Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya.

3. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.

4. Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tak terduga oleh karena di belakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Tidak diharapkan oleh karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian materiil maupun penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat tidak diinginkan.

b. Tujuan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit Menurut undang-undang Keselamatan kerja pasal 3 ayat 1 tahun 1970 mengenai syarat-syarat keselamatan kerja meliputi seluruh aspek pekerjaan yang berbahaya, dengan tujuan :

1) Mencegah dan mengurangi kecelakaan. 2)

Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.

3) Mencegah, mengurangi bahaya ledakan. 4)

Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian lain yang berbahaya.

5) Memberi pertolongan pada kecelakaan. 6)

Memberi perlindungan pada pekerja.

7) Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angina, cuaca, sinar, atau radiasi, suara, dan getaran.

8) Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik/psikis, keracunan, infeksi, dan penularan. 9)

Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.

10) Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban.

11) Memperoleh kebersihan antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya.

12) Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman, atau barang.

13) Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.

14) Mengamankan dan memelihara pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang.

15) Mencegah tekanan aliran listris.

16) Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang berbahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi

Upaya-upaya tersebut juga berlaku bagi karyawan/ pegawai yang bekerja pada penyelenggaraan makanan atau pelayanan gizi di rumah sakit (Suma’mur, 1989).

c. Prinsip keselamatan kerja pegawai dalam proses penyelenggaraan (PGRS, 2003)

a. Pengendalian teknis mencakup:

1) Letak, bentuk dan kontruksi alat sesuai dengan kegiatan dan memenuhi syarat yang telah ditentukan

2) Ruangan dapur cukup luas, denah sesuai dengan arus kerja dan dapur dibuat dari bahan-bahan atau kontruksi yang memenuhi syarat

3) Perlengkapan alat kecil yang cukup disertai tempat penyimpanan yang praktis

4) Penerapan dan ventilasi yang cukup memenuhi syarat

5) Tersedianya ruang istirahat untuk pegawai

b. Adanya pengawasan kerja yang dilakukan oleh penanggung

jawab dan terciptanya kebiasaan kerja yang baik oleh pegawai

c. Pekerjaan yang ditugaskan hendaknya sesuai dengan kemampuan kerja dari pegawai c. Pekerjaan yang ditugaskan hendaknya sesuai dengan kemampuan kerja dari pegawai

e. Maintenance (perawatan) alat dilakukan secara kontinyu agar peralatan tetap dalam kondisi yang layak pakai.

f. Adanya pendidikan mengenai keselamatan kerja bagi pegawai

g. Adanya fasilitas/ peralatan pelindung dan peralatan pertolongan pertama yang cukup

h. Petunjuk penggunaan alat keselamatan

d. Cidera dan Penyakit akibat kerja di rumah sakit Sebagai konsekuensi dari fungsi RS maka potensi munculnya bahaya keselamatan dan kesehatan kerja tidak dihindari seperti: bahaya pemajanan radiasi, bahan kimia toksik, bahaya fisiologis, temperatur ekstrim, bising, debu, stres, dan lain sebagainya. Dibandingkan dengan pekerja sipil lainnya, pekerja RS lebih banyak mengalami masalah kesehatan dan keselamatan kerja, berdasarkan tuntutan konpensasi yang diajukan ( US Department of Health and Human Service , 1990).

Berdasarkan data dari survey nasional terhadap lebih dari 2600 RS di USA tahun 1972 dilaporkan bahwa rata-rata setiap RS mengalami 68 pekerja cidera dan 6 sakit (Laporan NIOSH tahun 1974-1976). Cidera yang paling sering terjadi di antara pekerja adalah Strain dan Sprain , luka tusukan, abrasion , contusion , laceration , cidera punggung, luka bakar, dan fraktur. Sakit yang paling sering adalah gangguan pernapasan, infeksi, dermatitis, dan hepatitis. Beberapa hazard yang teridentifikasi, antara lain gas anastesi , ethylene oxide , dan cytoxic drug . Tahun 1985 (NIOSH) melaporkan mengidentifikasi 159 primary skin and eye irritants yang dipergunakan di RS dan 135 bahan kimia yang carcinogenic, teratogenic, mutagenic , dan kombinasi. Tahun 1978, California State Department of Industrial Relations melaporkan work injury rate di RS sebesar 16,8 hari kerja hilang/100 pekerja, disebabkan strain , jatuh, dan tergelincir, luka bakar, tertumbuk benda, terpajan zat beracun. Pekerja RS yang Berdasarkan data dari survey nasional terhadap lebih dari 2600 RS di USA tahun 1972 dilaporkan bahwa rata-rata setiap RS mengalami 68 pekerja cidera dan 6 sakit (Laporan NIOSH tahun 1974-1976). Cidera yang paling sering terjadi di antara pekerja adalah Strain dan Sprain , luka tusukan, abrasion , contusion , laceration , cidera punggung, luka bakar, dan fraktur. Sakit yang paling sering adalah gangguan pernapasan, infeksi, dermatitis, dan hepatitis. Beberapa hazard yang teridentifikasi, antara lain gas anastesi , ethylene oxide , dan cytoxic drug . Tahun 1985 (NIOSH) melaporkan mengidentifikasi 159 primary skin and eye irritants yang dipergunakan di RS dan 135 bahan kimia yang carcinogenic, teratogenic, mutagenic , dan kombinasi. Tahun 1978, California State Department of Industrial Relations melaporkan work injury rate di RS sebesar 16,8 hari kerja hilang/100 pekerja, disebabkan strain , jatuh, dan tergelincir, luka bakar, tertumbuk benda, terpajan zat beracun. Pekerja RS yang

Berdasarkan analisis resiko yaitu dengan mengidentifikasi hazard , proyeksi resiko, penilaian resiko dan manajemen resiko dari unit kerja di RS, diuraikanlah 10 tempat dengan resiko tinggi di rumah sakit berdasarkan US Dept Of Health And Human Service 1990, yaitu Central supply, Food service, House keeping, Laundry, maintenance engineering, office area, print shop, patien care area, laboratories and surgical service. Instalasi Gizi merupakan tempat pengadaan pasokan bahan makanan dan penyelenggaraan makanan dimana resiko kecelakaan terjadi diakibatkan oleh benda-benda tajam, seperti pisau, parang, alat-alat elektronik tajam (blender), lantai yang licin dan basah, alat masak berat, alat masak yang panas, kompor, bahan- bahan kimia, dan radiasi microwave (Aditama dan Hastuti, 2002).

4. Penjamah makanan Isu pasar global mengisyaratkan bahwa mekanisme pasar akan makin meningkat oleh organisasi bisnis yang mampu memberikan pelayanan yang memiliki daya saing yang tinggi untuk menembus pasar. Selain itu taraf pendidikan masyarakat di negara kita semakin meningkat, sehingga kemampuan untuk membedakan pelayanan yang berkualitas dan yang tidak berkualitas makin meningkat.

Oleh karena itu para pelaku pelayanan dengan produk jasa dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanan secara prima ( service exellent ). Pelayanan prima adalah pelayanan yang bermutu dan dapat memuaskan pelanggan. Untuk mencapai kepuasan pelanggan diperlukan intervensi dari berbagai sisi antara lain proses pelayanan, infrastruktur fisik serta peralatan dan yang terpenting adalah perilaku atau budaya kerja SDM. Dengan kata lain kunci keberhasilan organisasi yang bergerak dibidang jasa seperti rumah sakit dimulai dari sistem SDM (sumber daya manusia)

Sumber daya manusia adalah sejumlah orang yang bekerja dalam sebuah organisasi. SDM lebih dinamik dibandingkan sumber daya material dan dana, hal ini dikarenakan SDM terdiri dari individu yang akan bereaksi terhadap lingkungan mereka dan memiliki potensi tinggi yang Sumber daya manusia adalah sejumlah orang yang bekerja dalam sebuah organisasi. SDM lebih dinamik dibandingkan sumber daya material dan dana, hal ini dikarenakan SDM terdiri dari individu yang akan bereaksi terhadap lingkungan mereka dan memiliki potensi tinggi yang

Instalasi Gizi merupakan salah satu “ strategic bussines unit ” (SBU) dalam sebuah rumah sakit, yang sangat memerlukan berbagai upaya dalam mengoptimalisasi pendayagunaan SDM yang efektif dan efisien. (Yahya dalam Prosiding kongres, 2005)

Penjamah makanan ( food handler ) menurut Adams (2004) dalam Him (2004), diartikan sebagai orang-orang yang menyiapkan makanan untuk dikonsumsi. Penjamah makanan merupakan salah satu dari pihak yang berperan dalam keamanan makanan selain pengambil keputusan, produsen makanan, pengelola makanan dan konsumen, karenanya keselamatan penjamah makanan harus diperhatikan. Penjamah makanan dibedakan menjadi dua kelompok yaitu penjamah makanan di rumah dan penjamah makanan professional. Penjamah makanan di rumah merupakan individu yang menyiapkan makanan untuk dikonsumsi keluarga, sedangkan penjamah makanan professional merupakan individu yang bekerja dalam pengolahan makanan di industri atau menyiapkan makanan dalam jumlah besar.

Ahli masak yang professional merupakan tolak ukur industri pelayanan makanan. Keberhasilannya ditentukan oleh cara kerja yang professional dengan dedikasi yang tinggi dan kesadaran akan tanggung jawab. Mengingat dirumah sakit, makanan merupakan salah satu upaya penyembuhan, tentunya perlu diperhatikan agar dapat memenuhi selera pasien, apalagi dengan semakin berkembangnya kuliner di Indonesia yang sudah dipengaruhi oleh makanan oriental dan continental cuisine , mau tidak mau akan berdampak pada makanan kita yang tentunya juga akan berpengaruh pada makanan rumah sakit.

Sebagai seorang professional kuliner haruslah menyenangi bidangnya dan berusaha bekerja sebaik mungkin serta bersikap positif terhadap pekerjaanya hal ini dimaksudkan agar dalam bekerja lebih cepat, efesien, bersih dan aman serta memberikan hasil yang akan dibanggakan. Sebagai pengelola makanan membutuhkan keadaan fisik dan stamina mental yang prima, karena beratnya tugas. Tekanan batin pasti akan ada dikarenakan tuntutan kerja dengan waktu yang panjang Sebagai seorang professional kuliner haruslah menyenangi bidangnya dan berusaha bekerja sebaik mungkin serta bersikap positif terhadap pekerjaanya hal ini dimaksudkan agar dalam bekerja lebih cepat, efesien, bersih dan aman serta memberikan hasil yang akan dibanggakan. Sebagai pengelola makanan membutuhkan keadaan fisik dan stamina mental yang prima, karena beratnya tugas. Tekanan batin pasti akan ada dikarenakan tuntutan kerja dengan waktu yang panjang

Berdasarkan PGRS (2003), ketenagaan di Instalasi Gizi hingga saat ini masih dalam proses penyusunan, karena hal ini harus disesuaikan dengan beban kerja dan kebutuhan tenaga gizi di tiap rumah sakit. Namun demikian, terdapat beberapa kategori tenaga untuk tiap kelas rumah sakit dengan memperhatikan/ mempertimbangkan sistem shift pegawai, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2. Kebutuhan Tenaga Menurut Kelas Rumah Sakit KATEGORI TENAGA

Kelas Rumah Sakit

A/

B/Madya C/Pratama

Utama

S2-Gizi/Kesehatan dengan √

√ pendidikan dasar D3-Gizi SKM dengan pendidikan dasar D3-

√ Gizi D4-Gizi klinik

√ D3-Gizi

√ √ √ D1-Gizi

√ √ √ Pranata computer

√ √ √ SMK-Administrasi

√ √ √ SMU+Kursus Administrasi

√ √ √ SMK-tataboga

√ √ √ SMU/SLTP + kursus tataboga

a) Faktor Umur dan jenis kelamin Faktor umur merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan mengingat hal tersebut mempengaruhi kekuatan fisik dan psikis seseorang serta pada umur-umur tertentu seseorang pekerja akan mengalami perubahan prestasi kerja. Pada umumnya pekerja yang telah berumur, relatif tenaga fisiknya lebih terbatas dari pada pekerja yang masih muda. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Lechman (1972) bahwa umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktifitas kerja. Dengan bertambahnya umur, a) Faktor Umur dan jenis kelamin Faktor umur merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan mengingat hal tersebut mempengaruhi kekuatan fisik dan psikis seseorang serta pada umur-umur tertentu seseorang pekerja akan mengalami perubahan prestasi kerja. Pada umumnya pekerja yang telah berumur, relatif tenaga fisiknya lebih terbatas dari pada pekerja yang masih muda. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Lechman (1972) bahwa umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktifitas kerja. Dengan bertambahnya umur,

Menurut selye (1976) hubungan antara umur dengan produktifitas kerja terlihat pada pekerja yang tidak terampil dalam menyelesaikan tugas banyak diantaranya kurang produktif pada umur dibawah 30 tahun. Pada pekerja diatas 30 tahun lebih produktif disebabkan karena pengalaman kerja, selama kesehatan tubuhnya memungkinkan. Faktor umur merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan mengingat hal tersebut mempengaruhi kekuatan fisik dan psikis seseorang serta pada umur-umur tertentu seseorang pekerja akan mengalami perubahan prestasi kerja, sedangkan menurut Desmiati (2005) pada penelitian Daniel Levinson ditemukan bahwa pada pria usia 40 tahun, menemukan bahwa salah satu perubahan penting yang terjadi pada masa dewasa awal ini adalah menurunnya kekuatan fisik dan psikologis, juga terjadi penurunan fungsi penglihatan , penurunan daya ingat, dan menjadi rentan terhadap penyakit terutama penyakit yang parah sehingga memungkinkan cacat seumur hidup atau bahkan kematian

Prawirohardjo (1985) dalam Soewadi (1987) menyatakan bahwa stres lebih mudah terjadi pada wanita hal ini didukung oleh penelitian Sumarni (1999) dalam Him (2004) berdasarkan penelitiannya pada empat industri tekstil di Daerah Istimewa Yogyakarta mendapatkan 95,3% pekerja perempuan mengalami stres.

b) Faktor Pendidikan, pengalaman kerja dan pelatihan Secara umum pendidikan bertujuan mengembangkan dan memperluas pengetahuan, pengalaman, serta pengertian individu (Djumur dan Surya, 1975 dalam Setyawati, 1994). Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah seseorang berpikir secara luas, makin tinggi daya inisiatifnya dan makin mudah pula untuk menentukan cara-cara yang efisien guna menyelesaikan pekerjaannya dengan lebih baik.

Bila pekerjaannya tidak sesuai dengan kehendak hatinya, mereka lebih sulit merasa puas, lebih mudah bosan, lebih mudah sombong dan makin tinggi tuntutannya terhadap perusahaan (Gilmer, 1996).

Hal ini didukung juga oleh pernyataan McFarlene yang mengemukakan bahwa pendidikan yang rendah dan status ekonomi yang rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut mudah mengalami stres (Soewadi, 1987).