Tanggapan Kritis dari Buku Prof. Dr. Jim

Nama : Nabila Farahdila Putri
NBI: 1311700094
Fakultas / Jurusan : Fakultas Hukum
Kelas / Mata Kuliah : Kelas B / Hukum Tata Negara
Dosen Pembimbing : Tomy Michael, S.H., M.H

“PERKEMBANGAN-PERKEMBANGAN BARU TENTANG KONSTITUSI DAN
KONSTITUSIONALISME DALAM TEORI DAN PRAKTIK.”
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.
A. Terminologi dan Pengertian
Konstitusi memuat nilai-nilai dan norma dasar yang mengatur untuk mencapai
tujuan bersama dalam organisasi. Brian Thompson menyederhanakan pengertian konstitusi
dapat dipakai berbagai macam organisasi negara yang berdaulat, organisasi
internasional,organisasi-organisasi perusahaan, serta asosiasi-asosiasi berbadan hukum
ataupun organisasi –organisasi profesi, organisasi social dan kemasyarakatan. Di
lingkungan organisasi-organisasi kemasyarakatan & partai politik di Indonesia dikenal
Anggaran Dasar.
Tetapi pada umumnya Konstitusi menggambarkan keseluruhan system suatu negara
yang membentuk kumpulan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur
secara mengikat dan memerintah dalam pemerintahan suatu negara.
Bentuk perumusannya, dapat (i) terdokumentasi secara tertulis dalam suatu naskah

hukum berupa Undang Undang Dasar (ii) tertulis secara tidak terdokumentasi dalam satu
kesatuan naskah tetapi tercatat dalam banyak naskah sejarah, ataupun (iii) tidak tertulis
sama sekali melainkan hanya tumbuh dan ditaati dalam praktik penyelenggaraan
kekuasaan negara.
Penyelenggaran Kekuasaan dapat berupa berbagai macam organisasi. Organisasi
dapat dibedakan dalam 3 kelompok besar, yaitu Organisasi Negara (ORNEG), Organisasi
Masyarakat (ORMAS), dan Organisasi Bisnis (ORBIS).
Dalam praktik yang lazim, istilah konstitusi itu adalah dalam pengertian konstitusi
organisasi negara. Jika susunan negara itu berbentuk Negara Kesatuan, maka konstitusinya
hanya ada satu sebagai cermin adanya kesatuan badan hukum negara kesatuan itu. Jadi
Negara Kesatuan yaitu Negara yang bersusun tunggal artinya bahwa dalam suatu negara
terdapat pemerintah yang berdaulat yaitu pemerintah pusat. Dan hanya memiliki satu
konstitusi saja yaitu konstitusi pemerintah pusat.

Akan tetapi, jika susunan negara itu berbentuk federal yang terdiri atas beberapa
negara bagian, maka setiap egara bagian itu merupakan badan hukum secara sendiri-sendiri
disamping konstitusi federal yang berlaku menyeluruh. Jadi Konstitusi federal yang
mengatur batas-batas kewenangan pusat (federal) sedangkan sisanya dianggap sebagai
milik daerah (negara bagian).
Dalam konstitusi berkenaan dengan adanya kesepakatan bersama, J.J Rousseau

menyebutkan sebagai kontrak social atau perjanjian bersama, consensus untuk dan dalam
kehidupan bersama ataupun consensus kebangsaan yang menjadi dasar dan daya ikat
konstitusi itu kepada warga negara dan subjek hukum dalam lalu lintas di negara yang
bersangkutan. Jadi warga negara atau subjek hukum harus mematuhi konstitusi sesuai
kesepakatan untuk mencapai tujuan dan ketertiban bersama di negara yang bersangkutan.
Konstitusi tertulis selalu memuat kandungan nilai dan norma yang mengatur
perikehidupan politik bernegara, dinamika kehidupan bermasyarakat dan bahkan
mekanisme perekonomian.
Dalam konstitusi bernegara biasanya berisi keinginan dan tujuan bersama suatu
bangsa dan juga memuat system serta struktur lembaga negara dan hubungan antar organorgan negara satu dengan yang lain. Dan juga hubungan organ-organ negara dengan warga
negara.
Terdapat perkembangan pada zaman sekarang yaitu Hak Asasi Manusia menjadi
materi muatan konstitusi modern yang menyebabkan norma-norma konstitusi meluas ke
banyak bidang dalam kehidupan bermasyarakat untuk mewadahi kebutuhan-kebutuhan
dan ide-ide atau kesepakatan mendasar yang mengenai kebijakan-kebijakan utama dalam
pembangunan, muatan konstitusi modern pun berkembang tidak hanya pada soal-soal
politik, tetapi juga soal-soal ekonomi, lingkungan hidup,dll.
Karena perkembangan itu Jimly menulis dan menerbitkan buku dengan judul
“Greer, Constitution: Nuansa Hijau UUD 1945” (2009) yang menggambarkan
perkembangan gagasan konstitusionalisme kebijakan lingkungan hidup, buku “Konstitusi

Ekonomi” (2010) membahas haluan negara di bidang perekonomian, serta aspek-aspek
mengenai prinsip pengarah bagi kebijakan ekonomi yang hendak dkembangkan secara
konstitusional.
Konstitusi Sosial dalam bukunya Jimly menggambarkan konstitusi masyarakat
madani dan konstitusi yang memuat haluan-haluan kebijakan social yang bertujuan untuk
mengembangkan kesejahteraan yang adil dan merata atau berkeadilan social.
Cita-cita social UUD 1945 tercermin dalam Pembukaan UUD dan dalam batang
tubuhnya. “Kesejahteraan Sosial” menjadi judul bab tersendiri yaitu Bab XIV UUD 1945.
Setelah Perubahan ke-IV tahun 2002, judul Bab XIV tentang Perekonomian Nasional dan
Kesejahteraan Sosial.
Kita semua pasti menghendaki bahwa agar UUD 1945 merupakan konstitusi yang
harus dilakukan dalam praktik kehidupupan berbangsa dan bernegara untuk terwujudnya

cita-cita bersama. Konstitusi mengikat lembaga negara dan warga negara. Maka lembaga
negara dan warga negara harus menjadi pelaksana konstitusi sesuai dengan hak dan
kewajiban yang sebagaimana diatur dalam UUD 1945.
B. Perkembangan Dari Konstitusi Politik Ke Ekonomi Dan Sosial
Semula, ide konstitusi memang berawal dari kebutuhan untuk mengatur hal-hal
yang berkeaan dengan kegiatan bernegara saja, sehingga wajar jika pada awalnya konstitusi
hanya dipahami sebagai persoalan politik saja.

Pertama kali, konstitusi Amerika Serikat ditulis, istilah yang dipakai adalah “Articles
of Confederation”, bukan “Constitution”. Konstitusi ini hanya berkenaan dengan organisasi
negara dan prinsip-prinsip hubungan antara negara dan warga negara. Didalamnya tidak
termuat artikel tentang perekonomian.
Perbedaan agama dan kebudayaan di AS dapat diatasi dengan penyatuan
kepentingan dan ekonomi bersama daripada oleh kesamaan agama. Jadi kepentingan
politik yang berbasis pada kepentingan ekonomi merupakan kecenderungan yang dominan
dalam keanekaragaman politik AS.
Dalam proses politik masyarakat Amerika sejak awal sudah terbelah menjadi dua
kelompok kepentingan, yaitu kaum buruh dan kaum produsen an pengusaha, terlepas dari
keyakinan agama mereka. Wajar jika berkembang pengertian bahwa yang perlu diurus dan
diatur oleh negara bukanlah persoalan ekonomi melainkan persoalan politik.
Amerika Serikat memiliki berbagai julukan dan klaim yang melekat dalam dirinya.
Bukan saja diklaim sebagai negara kampium demokrasi dan HAM, negeri Paman Sam ini
juga dianggap menjadi basis inspirasi atas konsepsi atau prototipe HAM dan demokrasi di
dunia. Demikian juga terhadap konstitusi yang dimilikinya, konstitusi Amerika Serikat
dianggap menjadi bagian dari konstitusi tertulis yang cukup tua, keberadaannya telah
menjadi model bagi konstitusi negara-negara lain di dunia.
Istilah konstitusi terus dipakai dalam pengertian konstitusi politik (political
constitusion). Konstitusi dalam pengertian politik ini banyak dijadikan model berbagai

negara di dunia dalam menyelenggarakan system kekuasaan negara dalam satu dokumen
yaitu undang undang sebagai naskah tertulis.
Semenjak berkembangnya kebutuhan, pemikiran-pemikiran tentang ekonomi
konstitusi juga terus berkembang dalam praktik. Semenjak itu di Amerika Serikat sndiri
mulai muncul pandangan-pandangan baru yang mencerminkan kebutuhan untuk
menjadikan konstitusi sebagai sumber rujukan dalam perumusan-perumuan kebijakan
perekonomian.
Dalam berbagai putusan Mahkamah Agung Amerika Serikat mulai muncul upaya
untuk menafsirkan pasal-pasal konstitusi dari segi perkonomian atau “economic interpretation
of the constitusion” . Dan para ekonom semakin banyak mengembangkan pandangan yang
dikenal sebagai cabang ilmu ekonomi politik (political economy).

Banyak sarjana ekonomi yang membahas tentang ekonomi konstitusi “constitutional
economy” dan “constitutional economics” tanpa menyebut istilah konstitusi ekonomi. Dan
Russel Hardin dalam tulisannya menggunakan istilah “Constitutional Political Economy”.
Sehingga kenyataan ini mendorong Jimly untuk menulis buku tentang ini yang berjudul
“Konstitusi Ekonomi” yang terbit pertama kali pada tahun 2009.
Mulai muncul kesadaran baru mengenai pentingnya memahami aspek-aspek
perekonomian dari system norma yang terkandung dalam rumusan-rumusan konstitusi.
Menurut saya, tujuan konstitusi ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan

ekonomi dan keselamatan ekonomi warga negara.
Jaminan peningkatan kesejahteraan ekonomi itu dilakukan dengan memastikan
pengakuan dan jaminan hak ekonomi dalam konstitusi. Pemuatan ketentuan ekonomi
dalam hukum dasar tersebut memberikan jaminan atas kebebasan individu, dan sekaligus
menentukan pembatasan atas kebebasan itu dalam bidang ekonomi, sehingga dapat
dikatakan mempunyai sumbangan penting bagi terbentuknya sistem perekonomian secara
keseluruhan
Dan teori-teori konstitusi di masa mendatang harus lebih luas, mencakup tidak
hanya hukum positif tetapi juga berbagai ilmu pengetahuan universal, mencakup tidak
hanya “constitutional law” tetapi juga “constitutional ethics”. Dan mencakup tidak saja
berkenaan dengan studi ilmu hukum tetapi studi politik dan ekonomi.
Sekarang, di samping berbagai istilah dan konsepsi-konsepsi tentang konstitusi
politik, konstitusi ekonomi, dan konstitusi hukum, mucul pula pengembangan dimensidimensi social dari konstitusi.
Sekarang ini, konsep konstitusi social justru sangat penting dan dibutuhkan oleh
zaman. Karena untuk menjawab berbagai tantangan perkembangan masa kini. Pertama,
hubungan –hubungan antar pelaku dalam perspektif relasi antar kekuasan (power relational
perspectives) yang ada selama ini hanya terpusat pada hubungan-hubungan yang bersifat
vertical, yaitu dalam hubungan antara penguasa negara (the ruler) dengan rakyat yang
dikuasai (the ruled)
C. Perkembangan Dari Hukum Konstitusi Ke Etika Konstitusi

1. Konstitusi Sebagai Hukum Tertinggi
Selama ini, Undang-Undang Dasar dalam pengertian konstitusi tertulis biasa
dipahami dalam konstruksi hukum dan politik. Konstitusi dikonstruksikan sebagai kontrak
social atau kesepakatan tertinggi yang memuat system norma hukum tertinggi.
Konstitusi sebagai sumber hukum tertinggi memiliki sifat, fungsi dan kedudukan
yang sangat kuat. Produk hukum yang lain tidak boleh bertentangan dengan konstitusi dan
jika bertentangan dengan.konstitusi harus dibatalkan (lex superior derogate legi inferior)
melalui proses uji material (judicial review). Artinya seluruh peraturan yang berkedudukan
dibawah konstitusi harus dijiwai oleh substansi dan materi muatan konstitusi tersebut.

Mulai dari awal munculnya gagasan nomokrasi dan demokrasi. Nomokrasi berasal
dari “nomos” (norma) dan “kratien” atau “kratos” (kekuasaan) yang berarti kekuasaan oleh
nilai atau norma versus demokrasi dari berasal dari kata “demos” dan “kratien” atau “kratos”
yang berarti kekuasaan oleh rakyat.
Di dalam konsepsi tentang kekuasaan tertinggi, kita mengenal konsep Kedaulatan
Tuhan (Teokrasi), Kedaulatan Rakyat (Demokrasi), Kedaulatan Raja/Ratu (Monarki), dan
Kedaulatan Hukum (Nomokrasi), dan juga Kedaulatan Lingkungan Hidup (Ekokrasi).
Prinsip “the rule of law, not of man” atau kekuasaan oleh nilai atau norma aturan ini
pula yang disebut dengan prinsip supremasi hukum yang menjadi prasyarat utama suatu
negara yang hendak dinilai sebagai negara hukum. Yang tertinggi bukanlah tokoh

pemimpin tetapi system aturan hukum. Supremasi hukum memiliki gambaran suatu upaya
untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan yang dimaksud adalah keadilan
yang netral, yang artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan yang sama tanpa
terkecuali.
Dalam Islam juga ada prinsip Al-Quran yang menyatakan “La tho’ata li makhluqin fi
ma’syiati al-khaliq”, tidak ada ketaatan di antara sesame makhluk dalam maksyiat kepada
Allah.
Konstitusi tidak hanya terbatas pada pengertian hukum konstitusi (constitutional
law), tetapi juga etika konstitusi (constitutional ethics).
2. Tentang Etika Konstitusi (Constitutional Ethics)
“Nomoi” dalam pandangan Plato masih tercampur baur antara pengertian pengertian tentang norma hukum, norma etika, dan norma agama seperti yang dipahami di
zaman sekarang.
Dengan semakin meluasnya pengaruh paham sekularisme dan kemudia paham
positivism, pengertian norma hukum itu menjadi semakin sempit kandungan maknanya,
menjadi sekedar hukum positif yang dalam tradisi “civil law” tercermin rumusan peraturan
perundang-undangan tertulis. Tatkala, system norma etika dan agama diperbincangkan,
para ahli hukum menjelaskan bahwa etika dan agama tidak boleh bertentangan dengan
hukum, karena hukum adalah diatas segala-galanya.
Tetapi menurut pandangan saya, hukum tidak boleh bertentangan dengan agama.
Mengapa? Karena Norma agama lah yang paling tinggi lalu norma etika dan norma agama

adalah sekumpulan kaidah atau peraturan hidup manusia yang sumbernya dari Tuhan
Yang Maha Esa. Maka norma hukum lah yang mempunyai posisi yang lebih rendah dan
tidak boleh bertentangan dengan Norma Agama dan Norma Etika.
Namun, dalam perkembangan di zaman sekarang hubungan antara hukum dan
etika serta agama dalam kebutuhan praktik saling bergantung dan membutuhkan
hubungan komplementer yang bersifat sinergis antara satu dengan yang lain.

Earl Warren, Ketua Mahkamah Agung Amerika Serikat (1953-1969) pernah berkata,
“Law floats in a sea of ethics”, hukum mengapung diatas samudera etika. Jika kehidupan
social tidak beretika, mana mungkin kita menegakkan hukum yang berkeadilan. Karena itu,
sesuatu yang nelanggar hukum, meskipun sesuatu yang melanggar hukum dapat dikatakan
juga melanggar etika.
Agama adalah sumber etika, etika adalah hukum. Jika hukum adalah jasad, maka
etika adalah rohnya yang betintikan nilai-nilai agama.
Maka etika dan agama adalah dua hal yang tidak harus dipertentangkan, Karena
Agama membutuhkan etika untuk secara kritis melihat tindakan moral yang mungkin tidak
rasional. Sedangkan etika membutuhkan agama agar manusia tidak mengabaikan kepekaan
rasa dalam dirinya.
Karena itu, studi konstitusi harus dikembangkan tidak hanya mempelajari soal-soal
yang berkenaan dengan hukum, tetapi juga etika konstitusi yang berkaitan erat dengan

pemahaman mengenai roh atau “the spirit of the constitution”. Hal ini sama dapat kita
bandingkan dengan hubungan antara Pancasila dan UUD 1945. Pancasila adalah roh yang
terkandung dalam teks UUD sebagai konstitusi tertulis. Dan karena itu dalam memahami
UUD 1945 sebagai jasadnya, roh atau jiwa itu tidak dapat diabaikan. Karena terdapat nilainilai yang hidup dalam UUD 1945 adalah roh atau jiwa kebangsaan kita.
Sekarang, dengan adanya kebutuhan baru lagi yaitu penting menampung juga
pengertian tentang etika konstitusi. Maka yang terkandung dalam teks-teks hukum dan
konstitusi juga harus dipandang telah memuat system nilai yang mendasari pengertianpengertian tentang norma hukum dan etika.
D. Pancasila Dan Etika Kehidupan Berbangsa
Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai suku, agama, dan
budaya sehingga dalam memperkembangkan praktik demokrasi modern kerapkali harus
menghadap fenomena pertentangan-pertentangan politik dan ketidaksamaan pemahaman
mengenai landasan filosofi bangsa yaitu Pancasila dan UUD 1945 dan tujuan utama dalam
berbangsa dan bernegara.
Sila-sila Pancasila adalah merupakan suatu sistem nilai, artinya setiap sila memang
mempunyai nilai akan tetapi sila saling berhubungan, saling ketergantungan secara
sistematik dan diantara nilai satu sila dengan sila lainnya memiliki tingkatan. Oleh karena
itu dalam kaitannya dengan nilai-nilai etika yang terkandung dalam pancasila merupakan
sekumpulan nilai yang diangkat dari prinsip nilai yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat. Nilai-nilai tersebut berupa nilai religious, nilai adat istiadat, kebudayaan dan
setelah disahkan menjadi dasar Negara terkandung di dalamnya nilai kenegaraan.

Artinya esensi nilai-nilai pancasila adalah universal yaitu ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Sehingga memungkinkan dapat diterapkan pada
Negara.

Nilai-nilai pancasila itu bagi bangsa Indonesia menjadi landasan, dasar serta
motivasi atas segala perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari, maupun dalam
kehidupan kenegaraan. Dengan kata lain bahwa nilai-nilai pancasila merupakan das sollen
atau cita-cita tentang kebaikan yang harus diwujudkan menjadi suatu kenyataan atau das
sein.
Di era sekarang sekarang ini, tampaknya kebutuhan akan norma etika untuk
kehidupan berbangsa dan bernegara masih perlu bahkan amat penting untuk ditetapkan.
Hal ini terwujud dengan keluarnya ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang etika
kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat yang merupakan penjabaran nilai-nilai
Pancasila sebagai pedoman dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku yang merupakan
cerminan dari nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan yang sudah mengakar dalam
kehidupan bermasyarakat.
Di masa Orde Baru, sebelum berlakunya Ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 pernah
disusun Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila yang biasa disingkat P4 yang
dikukuhkan dengan Ketetapan MPR No.II/MPR/1978. Ketetapan ini biasa disebut juga
dengan istilah Eka Prasetya Panca Karsa yaitu merupakan panduan tentang Pancasila dalam
kehidupan bernegara semasa Orde Baru.
Pada tahun 1998, Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 ini dicabut karena materi
muatan dan pelaksanaannya tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan bernegara.
Karena itu dengan menetapkan penegasan Pancasila seagai dasar negara.
Nilai-nilai Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan nafas humanism. Oleh
karena itu, Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh siapa saja. Meskipun Pancasila
mempunyai nilai universal tetapi tidak begitu sajadengan mudah diterimaoleh semua
bangsa. Perbedaannya terletak pada fakta sejarah bahwa nilai Pancasila secara sadar
dirangkai dan disahkan menjadi satu kesatuan yang berfungsi sebagaibasis perilaku politik
dan sikap moral bangsa.
Adapun Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya memuat nilai-nilai Pancasila
mengandung empat pokok pikiran yang merupakan derivasi atau penjabaran darinilai-nilai
Pancasila itu sendiri. Pokok pikiran pertama menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah
negara persatuan, yaitu negara yang melindungi segenap bangsadan seluruh tumpah darah
Indonesia, mengatasi segala paham golongan maupun perseorangan.
Ketentuan dalam pembukaan UUD 1945 yaitu, “maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia”
menunjukkan sebagai sumber hukum. Nilai dasar yang fundamental dalam hukum
mempunyai hakikat dan kedudukan yang kuat dan tidak dapat berubah mengingat
pembukaan UUD 1945 sebagai cita-cita Negara (staatsidee). para pediri bangsa sekaligus
perumus konstitusi (the framers of the constitution). Di samping itu, nilai-nilai Pancasila juga
merupakan suatu landasan moral etik dalam kehidupan kenegaraan yang ditegaskan dalam
alinea keempat Pembukaan UUD 1945 bahwanegara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha
Esa berdasar atas kemanusiaan yang adildan beradab. Konsekuensinya dalam

penyelenggaraan kenegaraan antara lain operasional pemerintahan negara, pembangunan
negara, pertahanan-keamanannegara, politik negara serta pelaksanaan demokrasi negara
harus senantiasaberdasarkan pada moral ketuhanan dan kemanusiaan.Pancasila sebagai
dasar filsafat bangsa dan Negara Republik Indonesia merupakan nilai yang tidak dapat
dipisah-pisahkan dengan masing-masing silanya.

Praktik kehidupan bernegara pada prinsip-prinsip fundamental dalam nilai-nilai
Pancasila tercermin dari adanya suatu pemahaman dan penalaran intelektual setiap pejabat
negara untuk menerapkannya. Prinsip-prinsip Pancasila tercermin dalam lima dasar Sila
Pancasila itu sendiri yang kemudian dikembangkan secara nalar intelektual pada tataran
praktik.