Aljabar Abstrak - Buku Aljabar Abstrak - Enos Lolang

Enos Lolang

Aljabar Abstrak

Lembaga Penerbit an UKI Toraja

UKI T oraja Press

Aljabar Abstrak

Copyright © September 2013

Penyusun dan Layout: Enos Lolang, S.Si., M.Pd.

Pembaca Naskah/ Edit or: Selvi R.T andiseru, S.Pd.,M.Sc., Syaiful Hamzah Nasution, S.Si.,S.Pd.,M.Pd.

Desain Sampul: Lant ana Dioren Rumpa, S.Kom.

Hak cipt a dilindungi undang-undang All rights reserved

Dit erbit kan oleh UK I T oraja Press Jl. Nusant ara No.12 Makale, T elp.(0423)22887

Fax: (0423)22073 Email: ukit oraja@yahoo.com Websit e: ht t p:/ / www.ukit oraja.ac.id

ISBN: 978-602-18328-3-7

KAT A PENGANTAR

Buku Aljabar Abst ak ini disusun untuk mengat asi kendala ket erbat asan bahan referensi bagi mahasiswa UK I T oraja, khususnya dalam mat a kuliah St rukt ur Aljabar. Buku-buku yang t ersedia di perpust akaan jumlahnya sangat t erbat as dan dit ulis dalam bahasa Inggris, sehingga mahasiswa t idak t erlalu berminat menggunakannya. Selain itu, penulis mengamat i bahwa sampai saat ini, buku rujukan ut ama dalam mat a kuliah St ruktur Aljabar belum pernah ada dan belum pernah diadakan.

Buku ini diberi judul Aljabar Abst rak, bukannya St ruktur Aljabar, karena sebagian besar rujukan yang digunakan dalam menyusun buku ini adalah buku yang berjudul Aljabar Abstrak, at au Aljabar Modern. Selain itu, jika diberi judul St rukt ur Aljabar, maka mahasiswa berpedoman sepenuhnya pada buku ini. Dengan kat a lain, meskipun buku ini dapat dijadikan sebagai rujukan ut ama, mahasiswa masih harus membaca berbagai sumber yang lain untuk memperkaya pemahaman mereka t erhadap t opik yang dipelajari.

Meskipun mungkin masih t erdapat banyak kekeliruan at au kesalahan dalam penulisan buku ini, penulis berharap bahwa dengan dit erbit kannya buku ini, dapat membantu mahasiswa dalam mengikut i proses perkuliahan, dan juga dapat menambah jumlah koleksi buku di perpust akaan. Penulis mengucapkan t erima kasih kepada semua pihak yang t elah memberikan dukungan sehingga penyusunan buku ini dapat direalisasikan, khususnya kepada Bapak Syaiful Hamzah Nasut ion,S.Pd.,S.Si.,M.Pd., dari Universit as Negeri Malang dan Ibu Selvi Rajuat i T andiseru,S.Pd.,M.Sc., dari Universit as K rist en Indonesia T oraja (UK I T oraja), yang t elah bert indak sebagai pembaca naskah dan edit or dalam penulisan buku ini.

Makale, 12 Sept ember 2013 Penulis.

BAB I PENGANT AR

A. T injauan Historis

Bagaimana membukt ikan bahwa (-1)(-1)= 1? Pertanyaan ini menjadi beban bagi ahli mat emat ika Inggris pada awal abad ke-19 yang ingin melet akkan landasan aljabar pada dasar yang sama dengan geomet ri dengan memberikan pembukt ian-pembukt ian logika. Masalah t ersebut di at as juga merupakan salah sat u cont oh just ifikasi hukum-hukum arit met ika yang menyat akan hubungan antara arit met ika dengan aljabar abst rak, yang selanjutnya menghasilkan konsep-konsep ring, domain int egral, st ruktur, orde, dan aksima-aksioma.

Mereka menyat akan bahwa aljabar adalah hukum-hukum operasi bilangan. T et api hal ini dit ent ang oleh Peacock pada t ahun 1830 dalam bukunya T reatise of Algebra. Peacock membedakan aljabar aritmetika dengan aljabar simbolis . Ajabar arit met ika hanya melibat kan operasi pada bilangan-bilangan posit if saja karena it u menurut Peacock t idak perlu dibukt ikan. Sebagai cont oh, a (b c) = a+ c b merupakan suatu hukum aljabar arit met ika jika b> c dan a> (b c). Pernyat aan-pernyat aan ini menjadi hukum aljabar simbolis jika t idak ada syarat yang membat asi

a, b, dan c. K enyat aannya, simbol-simbol yang digunakan t idak dapat diint erpret asikan dengan sebut an yang t et ap. Jadi aljabar simbolis merupakan subjek dari operasi dengan simbol-simbol yang t idak mengacu pada objek t ert entu t et api mengikut i hukum-hukum aljabar arit met ik. Pembukt ian Peacock unt uk mengidentifikasi hukum-hukum aljabar simbolis dengan hukum-hukum aljabar arit met ika merupakan Prinsip Ketetapan Bentuk-Bentuk Ekivalen, salah sat u bentuk Prinsip K ontinuit as sepert i yang t elah dijabarkan set idak-t idaknya oleh Leibniz bahwa bagaimanapun, bentuk-bent uk aljabar akan ekivalen jika simbol-simbol yang digunakan berlaku secara umum t et api memiliki nilai yang a, b, dan c. K enyat aannya, simbol-simbol yang digunakan t idak dapat diint erpret asikan dengan sebut an yang t et ap. Jadi aljabar simbolis merupakan subjek dari operasi dengan simbol-simbol yang t idak mengacu pada objek t ert entu t et api mengikut i hukum-hukum aljabar arit met ik. Pembukt ian Peacock unt uk mengidentifikasi hukum-hukum aljabar simbolis dengan hukum-hukum aljabar arit met ika merupakan Prinsip Ketetapan Bentuk-Bentuk Ekivalen, salah sat u bentuk Prinsip K ontinuit as sepert i yang t elah dijabarkan set idak-t idaknya oleh Leibniz bahwa bagaimanapun, bentuk-bent uk aljabar akan ekivalen jika simbol-simbol yang digunakan berlaku secara umum t et api memiliki nilai yang

Peacock menyat akan bahwa hukum-hukum arit met ika juga merupakan hukum dari aljabar simbolis suat u idea sama sekali t idak sama dengan pendekat an aksiomat ik t erhadap arit met ika. Jadi prinsip Peacock dapat digunakan untuk membukt ikan bahwa (- x)(-y)= xy. K arena

( a − bc )( − d ) = ac + bd − ad − bc jika a> b dan c> d, pernyat aan ini merupakan

suat u hukum arit met ika dan oleh karena itu t idak perlu dibukt ikan. Pernyat aan ini menjadi hukum aljabar simbolis, jika t idak ada bat asan pada nilai at au bentuk

a, b, c, dan d. Dengan memilih a = 0 dan c = 0, maka diperoleh (- b)(-c) = bd. K ajian masalah yang sederhana dapat memunculkan berbagai pengembangan kasus, di ant aranya adalah sebagai berikut : (a). Bagaimana membukt ikan bahwa (-1)(-1) = 1? Pert anyaan ini akan

menuntun kita pada aksioma. K it a t idak dapat membukt ikan segalanya. (b). Aksioma apa yang dapat digunakan unt uk menjelaskan sifat -sifat bilangan bulat? Pert anyaan ini memungkinkan kit a mengenal konsep- konsep ring, domain integral, ring berorde, dan prinsip urutan rapi (well ordering principle).

(c). Bagaimana memast ikan bila kit a sudah memiliki aksioma yang cukup? Di sini akan dipelajari t ent ang ide aksioma kelengkapan dari sekumpulan aksioma.

(d). Untuk apa mempelajari sifat -sifat bilangan bulat ? Sifat -sifat bilangan bulat akan menuntun kit a pada pengert ian isomorfisme. (e). Dapat kah kit a menggunakan lebih sedikit aksioma unt uk memahami bilangan bulat ? Misalnya, kit a t idak memerlukan sifat a+ b = b+ a. Dalam kasus sepert i ini, kita akan menjumpai konsep independensi dari sekumpulan aksioma.

(f). Dapat kah kit a bebas memilih aksioma sesuai keinginan kit a? Pert anyaan ini memungkinkan kit a mengenal pengert ian konsistensi at au secara lebih luas masalah kebebasan memilih sebarang di dalam mat emat ika.

2 Bagaimana solusi bilangan bulat dari persamaan 3 x +2 = y ? Persamaan ini adalah persamaan diophantine, yang merupakan salah satu

2 bent uk persamaan Bachet yang t erkenal yait u 3 x + k =y . Persamaan ini t elah diperkenalkan pada abad ke-17 dan baru dapat diselesaikan secara t eorit is

untuk sebarang nilai k pada abad ke-20. Permasalahan ini memadukan t eori bilangan dengan aljabar abst rak yang kemudian menghasilkan konsep domain fakt orisasi unik ( unique factorization domain, UFD) dan domain eucledian yang merupakan cont oh pent ing dalam ring komut at if.

Untuk menent ukan penyelesaian dari persamaan diophant ine

2 2 x 2 + y = z dengan ( x, y) = 1, maka harus dicari semua solusi primit if t ripel Phyt hagorean. Meskipun solusi t ersebut t elah diket ahui sejak zaman Yunani

kuno 2000 t ahun yang lalu, kit a t ert arik pada suat u bent uk solusi aljabar ist ilah yang baku sejak abad ke-19. Ide utama dari penyelesaian masalah ini

2 2 adalah memfakt orkan ruas kiri dalam persamaan 2 x + y = z sehingga

didapat kan 2 ( x + yi x )( − yi ) = z dalam domain biulangan bulat Gaussian, yaitu = { a + bi a b :, ∈ } .

Domain ini berhubungan dengan sifat fakt orisasi unik bilangan bulat sepert i yang t elah ditunjukkan oleh Gauss. K arena x+ yi dan x yi adalah prima relat if di dalam (karena x dan y masing-masing adalah prima relat if dalam ) dan hasil perkaliannya berbent uk kuadrat , maka x+ yi dan x yi adalah kuadrat dalam domain

(hal ini berlaku unt uk sebarang domain

2 2 fakt orisasi unik). Jadi 2 x+ yi = (a+ bi) = ( a b )+ 2 abi . Dengan membandingkan

2 bagian real dan imajiner, akan diperoleh 2 x=a b , y = 2ab, dan karena

2 2 2 2 x 2 + y = z , maka z= a + b . Sebaliknya, dengan mudah dapat dit unjukkan bahwa

2 2 2 2 2 2 untuk sebarang 2 a,b ,( a b ,2 ab, a + b ) adalah solusi dari x + y = z . Dengan demikian kit a dapat kan semua t ripel Pyt hagoras. Jadi dengan mudah dapat

dipilih suatu solusi primitif di ant aranya.

2 K embali ke masalah 3 x +2 = y , kit a melakukan langkah analogi dengan memfakt orkan ruas kiri sehingga diperoleh x + i 2 x − i 2 y 3 .

Fakt or ini merupakan suat u persamaan dalam domain ={ a+ b 2 i : a,b } . Di sini juga dapat ditunjukkan bahwa x

) karena

x + i 2 dan x + i 2 dan

x + i 2 = a + bi 2. Dengan aljabar sederhana dapat dit unjukkan bahwa nilai

2 x = ± 5 dan y = 3. Fakt or-fakt or ini merupakan solusi dari 3 x += 2 y . Perhit ungan t ersebut di at as menunjukkan bahwa nilai x dan nilai y yang

diperoleh merupakan sat u-satunya solusi untuk persamaan t ersebut . Inilah cara Euler menyelesaikan soal t ersebut . Tent u kita dapat menunjukkan bahwa

adalah domain fakt orisasi unik.

3 3 Persamaan Fermat 3 x + y = z dapat dianalisis dengan memandang

3 3 3 bahwa 2 z = x + y = ( x + yx )( + y ω ) ( x + y ω ) adalah suat u persamaan dalam

domain ={ a+ b : a,b }, adalah akar pangkat t iga primit if dari 1. Unt uk menyelesaikan ket iga persamaan diophant ine t ersebut di at as, diperlukan langkah-langkah yang lebih lanjut. Dalam hal ini diperlukan pemahaman mengenai domain faktorisasi unik dan domain eucledian sert a pembahasan beberapa sifat -sifat arit met ikanya. K et iga persamaan diophant ine dapat diselesaikan dengan cara yang t elah dit unjukkan di at as, karena domain- domain , , dan masing-masing merupakan domain fakt orisasi unik.

B. Sejarah T eori Grup

Pada t ahun 1854 pert ama kali Cayley memberikan definisi abst rak t ent ang grup. Pendefinisian t ersebut dilat arbelakangi oleh t ulisan Cauchy mengenai grup permut asi, dan secara khusus oleh Galois. Selain itu juga dilat arbelakangi oleh ahli mat emat ika berkebangsaan Inggris, ant ara lain Peacock, deMorgan, Hamilton, dan Boole. Cayley juga mendefinisikan grup berdasarkan t eori invarian Wussing.

Selain Cayley, pencet us pengert ian grup secara abst rak adalah Galois. Cayley menyebut kan bahwa ide t ent ang grup sepert i yang digunakan pada permut asi at au subt itusi t elah dilakukan oleh Galois, dan munculnya t eori grup dianggap sebagai penanda rent ang wakt u perkembangan t eori persamaan-persamaan aljabar . Demikian juga bagi ahli mat emat ika Inggris, selama periode 1830an 1850an mereka menemukan aljabar simbolis, yang pada Selain Cayley, pencet us pengert ian grup secara abst rak adalah Galois. Cayley menyebut kan bahwa ide t ent ang grup sepert i yang digunakan pada permut asi at au subt itusi t elah dilakukan oleh Galois, dan munculnya t eori grup dianggap sebagai penanda rent ang wakt u perkembangan t eori persamaan-persamaan aljabar . Demikian juga bagi ahli mat emat ika Inggris, selama periode 1830an 1850an mereka menemukan aljabar simbolis, yang pada

Cayley adalah salah seorang ahli mat emat ika sejat i yang memiliki pandangan generalit as dan berkeinginan menggabungkan beberapa sifat di at as dalam sat u rumpun. Bukt inya, dalam t eori grup Cayley menyusun permut asi, kuart ernion (dengan operasi t ambah), mat riks-mat riks invert ibel (dengan operasi kali), bentuk-bentuk kuadrat biner (dalam komposisi bent uk sepert i yang didefinisikan oleh Gauss pada t ahun 1801), grup yang muncul di dalam t eori fungsi elips, dan dua grup yang berorde delapan belas dan dua puluh t ujuh, yang didefinisikan menurut generat or dan relasi.

Definisi Cayley pada t ahun 1854 t ent ang grup hanya sedikit menarik perhat ian. Sat u-satunya sumber ut ama t eori grup pada masa it u adalah persamaan-persamaan aljabar sehingga hanya sedikit keinginan para ahli untuk membuat generalisasi. Selain it u, abst raksi dan aksioma-aksioma t idak t erlalu diminat i pada pert engahan abad XIX. Meskipun demikian, karya Cayley dalam bidang ini menjadi cont oh pert ama dari suat u sist em aljabar yang menjadi aksioma, bahkan Eves menganggapnya sebagai aksioma formal yang membedakan objek-objek dalam mat emat ika.

Pada t ahun 1878, iklim mat emat ika t elah berubah. Cayley kembali menjelaskan grup abst rak, melalui empat art ikel ringkas yang dit ulisnya. T eori grup t elah memiliki hubungan dengan t eori persamaan, geomet ri, t eori bilangan, dan analisis, dan sudut pandang abst rak sudah mempengaruhi bidang-bidang aljabar lainnya. Tulisan Cayley t ersebut akhirnya menginspirasi beberapa ahli mat emat ika yang menekuni t eori grup, khususnya Holder, von Dyck, dan Burnside.

BAB I I HI M PUNAN

Sebelum memperdalam pemahaman mengenai Aljabar Abst rak, diperlukan penget ahuan yang memadai t entang T eori Himpunan, Pemet aan at au Fungsi, Operasi Biner, dan Sist em Bilangan. K ecuali Sist em Bilangan, masing-masing t opik t ersebut akan dijelaskan sat u demi satu pada bagian ini. Mahasiswa sudah cukup mendalami sist em bilangan melalui kuliah T eori Bilangan.

A. T eori Himpunan

Aljabar Abst rak (St ruktur Aljabar, Aljabar Modern) diawali dengan ident ifikasi masalah mat emat ika sepert i penyelesaian persamaan-persamaan polinomial dengan cara menent ukan akar at au menyusun bentuk geomet ris secara langsung. Dari penyelesaian masalah-masalah khusus, t erdapat t eknik- t eknik umum yang dapat digunakan unt uk menyelesaikan masalah yang sama yang selanjut nya diuji apakah generalisasi t ersebut berlaku pada semua masalah yang sejenis, at au hanya berlaku pada persoalan t ert entu.

Dalam mempelajari Aljabar Abst rak, pemahaman t ent ang sist em bilangan akan sangat membant u. Selain it u, dalam banyak kasus akan dibukt ikan apakah sifat -sifat t ert ent u merupakan akibat dari sifat lain yang t elah diket ahui. Cara pembukt ian sepert i ini dapat memperdalam pemahaman t erhadap sist em t ersebut . Lebih jauh lagi, akan diselidiki secara seksama perbedaan ant ara sifat -sifat yang diasumsikan dan dapat dit erapkan dengan sifat -sifat yang harus disimpulkan darisifat -sifat yang diasumsikan t ersebut . Beberapa ist ilah yang merupakan objek dasar dalam sist em mat emat ika dapat dit erima t anpa perlu berpedoman pada definisi. Asumsi awal mengenai masing-masing sist em akan dirumuskan dengan menggunakan ist ilah-ist ilah yang t ak t erdefinisi sepert i ini.

Salah sat u istilah yang t ak t erdefinisi sepert i yang dimaksud di at as adalah himpunan . K it a dapat membayangkan suat u himpunan sebagai koleksi at au kumpulan objek yang memungkinkan dit entukannya suatu objek sebagai anggot a himpunan at au bukan anggot a himpunan. Himpunan biasanya dinyat akan dengan huruf kapit al, at au dideskripsikan dengan mendaft arkan anggot a-anggot anya.

Beberapa buku tidak memberikan definisi himpunan dengan alasan bahwa definisi t ersebut pada hakikatnya masih memerlukan definisi lainnya. Penjelasan yang lain itu juga masih memerlukan penjelasan lebih lanjut, demikian set erusnya. T et api beberapa buku rujukan lainnya mendefinisikan himpunan sebagai kumpulan dari objek yang berhingga dan jelas berdasarkan persepsi atau pemikiran manusia. Himpunan dinyat akan dengan not asi huruf- huruf kapit al, misalnya A , B, C, , H, .

Definisi yang umumnya disepakat i adalah bagian-bagian yang membangun himpunan sert a sifat -sifat himpunan, misalnya anggot a himpunan, himpunan berhingga, himpunan t ak hingga, himpunan kosong, himpunan bagian, irisan, gabungan, dan beberapa sifat lainnya.

Objek-objek yang membentuk suatu himpunan dinamakan anggot a himpunan at au sering disebut elemen at au unsur himpunan. Anggot a himpunan biasanya dinyat akan dengan hruf-huruf kecil, sepert i a, b, c, d,

e,

f, dan set erusnya. Unt uk menyat akan bahwa suat u objek merupakan anggot a dari suat u himpunan t ert entu, digunakan simbol ∈ . Sedangkan untuk menyat akan bahwa suatu objek bukan anggota dari himpunan t ert entu, digunakan simbol ∉ . Jadi misalkan A adalah himpunan yang t erdiri at as bilangan-bilangan 1, 2, 3, 4, dan 5, maka not asi himpunan dan anggot a- anggot anya adalah:

A = { 1, 2, 3, 4, 5}

A, art inya 4 adalah anggot a himpunan dari himpunan A.

A, art inya 6 bukan anggot a himpunan dari himpunan A.

A.1. Representasi Himpunan

Untuk menyat akan suatu himpunan at au bukan himpunan, pada umumnya dikenal dua met ode yaitu met ode rast er at au t abulasi, dan met ode pembentuk himpunan. Dalam met ode rast er at au t abulasi, suat u himpunan dinyat akan dengan mendaft arkan semua anggot a himpunan t ersebut, masing- masing anggota dipisahkan dengan t anda koma, dan dilet akkan dalam kurung kurawal { } . Jadi untuk menyat akan himpunan A yang anggot a-anggot anya t erdiri at as bilangan-bilangan 1, 2, 3, 4, dan 5, maka himpunan A dit uliskan dengan not asi A = { 1, 2, 3, 4, 5} . Sedangkan dengan met ode pembentuk himpunan, suat u himpunan dinyat akan dengan mendefinisikan sifat pembentuk himpunannya. Himpunan S yang dinyat akan dengan not asi

S = { sPs | () } , menunjukkan bahwa himpunan S adalah suatu himpunan yang t erdiri at as anggot a s yang bersifat P.

Cat at an: Urut an anggot a dalam suat u himpunan t idak mempengaruhi sifat himpunan t ersebut . Himpunan { 2, 3, 4, 5} , { 4, 3, 5, 2} , { 2, 5, 4, 3} , { 4, 2,

5, 3} adalah himpunan-himpunan yang sama. Pengulangan anggot a himpunan t idak mempengaruhi sifat himpunan. Himpunan { a, b, b, b, c, c, d, d, d, e, e} menyat akan himpunan yang sama dengan himpunan { a, b, c, d, e} , karena it u t idak dibenarkan menyat akan anggot a himpunan secara berulang.

A.2. Kesamaan Himpunan

Dua himpunan dikat akan sama jika dan hanya jika keduanya t erdiri at as anggot a himpunan yang t epat sama. Jika A dan B adalah himpunan- himpunan yang sama, maka A = B

A dan x ∈ B} . Misalkan diket ahui

A = { 2, 4, 6, 8} dan B = { 4, 2, 6, 8} maka A = B. Cont oh lainnya adalah jika

C = { 1, 1} dan D = { xx |

, maka C = D.

Definisi 2.1. K esamaan Himpunan Himpunan A dan B dikat akan himpunan yang sama dan dituliskan A

= B, jika dan hanya jika set iap anggot a himpunan A adalah juga anggot a himpunan B. Untuk membukt ikan bahwa dua himpunan adalah himpunan yang sama maka harus dibukt ikan bahwa himpunan pert ama merupakan subset dari himpunan kedua, dan himpunan kedua merupakan subset dari himpunan pert ama. Jadi, harus ditunjukkan bahwa A ⊆

B dan juga B ⊆ A.

Strategi: Salah sat u met ode unt uk membukt ikan bahwa himpunan A

B adalah menunjukkan suatu elemen yang merupakan anggot a A t et api t idak berada di B, at au anggot a himpunan B t et api tidak berada di A.

Contoh 2.1. Misalkan A = { 1, 1} , B = { -1, 1} , dan C = { 1} . T erlihat bahwa

A. T erlihat juga bahwa A = B karena A ⊆ B dan A ⊇ B.

A B karena -1 ∈

B t et api -1 ∉

A.3. Himpunan Berhingga dan T ak Hingga

(i) Suatu himpunan dikat akan berhingga jika himpunan t ersebut memiliki anggot a yang berhingga banyaknya. Himpunan A yang t elah disebut kan di at as adalah himpunan berhingga, karena anggot a himpunannya berhingga banyaknya, yaitu sebanyak 5. Himpunan nama ibukota kabupat en di dalam suatu propinsi juga merupakan himpunan berhingga, karena nama kabupat en di dalam propinsi t ersebut berhingga banyaknya.

(ii) Suatu himpunan dikat akan tak hingga jika himpunan t ersebut memiliki anggot a yang tidak berhingga banyaknya.

A.4. Himpunan Kosong dan Himpunan Disjoin

Definisi 2.2. Himpunan K osong dan Himpunan Disjoin. Himpunan K osong adalah himpunan yang tidak memiliki anggota, yang

dilambangkan dengan at au { } . Dua himpunan dikat akan disjoin (saling lepas) jika dan hanya jika A ∩ B= . Himpunan-himpunan { 1, -1} dan { 0, 2} dilambangkan dengan at au { } . Dua himpunan dikat akan disjoin (saling lepas) jika dan hanya jika A ∩ B= . Himpunan-himpunan { 1, -1} dan { 0, 2}

adalah subset (himpunan bagian) dari set ioap himpunan. Dua himpunan t ak kosong dikat akan disjoin jika irisan kedua himpunan t ersebut t idak memiliki anggot a. Misalkan himpunan A = { 1,

3, 5, 7} dan B = { 2, 4, 6, 8} , maka himpunan A dan himpunan B adalah disjoin karena t idak memiliki anggot a himpunan irisan, at au t idak memiliki anggot a himpunan sekut u.

A.5. Singleton

Singlet on adalah himpunan yang hanya memiliki sat u anggot a himpunan. Singet on sering juga dinamakan himpunan sat uan, at au himpunan one-point. { Presiden Republik I ndonesia} merupakan cont oh himpunan singlet on. Demikian juga himpunan A = { p} , at au B = { q} . Perhat ikan bahwa

dan { } t idak menyat akan himpunan yang sama, karena adalah himpunan kosong, sedangkan { } adalah singlet on.

A.6. Subset

Definisi 2.3. Subset. Misalkan A dan B adalah himpunan, maka A disebut subset dari B jika dan hanya jika set iap elemen A merupakan elemen-elemen

A menunjukkan bahwa A adalah subset dari B. Not asi A ⊆

B. Not asi A ⊆

B at au B ⊇

B dibaca A adalah subset dari B at au A t ermuat di dalam B . Demikian juga, B ⊇

A dibaca B memuat A . Simbol ∈ menyat akan anggot a, sedangkan simbol ⊆ menyat akan subset .

T eorema 2.1.

Jika suat u himpunan memiliki n anggot a, maka banyaknya subset dari himpunan t ersebut ada 2 n .

Bukti

Banyaknya subset yang memiliki r anggot a sama dengan banyaknya kelompok yang memiliki n r anggot a yang dapat dibent uk dari n elemen, yait u C

Jadi: subset yang t idak memiliki anggot a ada sebanyak n C

0 . Subset yang memiliki 1 anggot a ada sebanyak n C

Subset yang memiliki 2 anggot a ada sebanyak n C

Subset yang memiliki n anggot a ada sebanyak n C

nn

T ot al subset ada n C

+ C n-2 + C n-1 + C n = 2

Contoh 2.2. K eanggot aan at au subset suatu himpunan dituliskan dengan simbol a ∈ { a, b, c, d} dan { a} ⊆ { a, b, c, d} . Perhat ikan bahwa a ⊆ { a, b, c, d} dan { a} ∈ { a, b, c, d} merupakan penggunaan simbol yang salah dalam not asi himpunan.

A.7. Proper Subset

Definisi 2.4. Proper Subset . Jika A dan B adalah himpunan, maka A dinamakan proper subset dari

B. Proper subset sering juga dinyatakan dengan not asi A ⊂

B jika dan hanya jika A ⊆

B t et api A

B jika A adalah proper subset dari B.

Contoh 2.3. Proper subset dan kesamaan himpunan { 1, 2, 4} ⊂ { 1, 2, 3, 4, 5}

(proper subset ) { a, c} = { c, a}

(subset )

A.8. Subset dan Superset

Jika A dan B adalah dua himpunan t ak kosong sedemikian sehingga set iap anggot a himpunan A adalah juga anggot a himpunan B, maka:

(i) A disebut subset dari B, dituliskan dengan not asi A B. (ii) B disebut superset dari A, dit uliskan dengan not asi B A.

A.9. Proper dan I mproper Subset

(i) Jika A dan B adalah dua himpunan t ak kosong dengan A ⊆

B dan A B,

maka himpunan A dikat akan proper subset dari B dan dit uliskan A ⊂ B. (ii) Jika A dan B adalah dua himpunan t ak kosong sedemikian sehingga A ⊆ B dan A= B, maka himpunan A dikat akan improper subset dari B dan dinyatakan dengan A ⊂

B. Not asi ⊄ menyat akan bahwa A bukan proper

subset dari B, dan not asi A B menyat akan A bukan superset dari B.

A.10. Power Set

Definisi 2.5. Powerset . Untuk himpunan A sebarang, powerset dari A yang dilambangkan dengan P (A) adalah himpunan dari semua subset A. P (A) = { x|x ⊆ A} . Misalkan suat u himpunan A didefinisikan dengan A = { 1, 2} maka P (A ) = { , { 1} , { 2} , { 1, 2} } . Unt uk himpunan A yang memiliki n anggot a (n adalah bilangan bulat posit if), semua subset dari A dapat dituliskan. Misalkan

A = { a, b, c} , maka subset dari himpunan A adalah ,{ a} , { b} , { c} , { a, b} , { a, c} , { b, c} , { a, b, c} . Untuk memudahkan pemahaman, konsep himpunan biasanya dinyat akan dalam bent uk gambar at au diagram. Dengan membuat gambar at au diagram, diasumsikan bahwa semua himpunan dan irisan at au gabungannya merupakan subset dari suatu himpunan semest a, yang dilambangkan dengan U . Pada gambar di bawah ini, himpunan A dan B beririsan sat u sama lain dan keduanya merupakan subset dari himpunan semest a U yang digambarkan dalam bent uk persegi. Irisan himpunan A dan B adalah daerah yang diarsir dua kali, dimana himpunan A dan B berpot ongan. Represent asi himpunan dengan menggunakan diagram sepert i ini dinamakan diagram Venn.

A.11. Himpunan Comparable dan Non-comparable

(i) Jika himpunan A dan B adalah dua himpunan sedemikian sehingga t erdapat kemungkinan A ⊂

A, maka himpunan A dan B masing-masing disebut comparable set (himpunan set ara). Misalkan A = { 1, 3, 5, 7} dan B = { 3, 5, 7} maka A dan B adalah himpunan comparable karena B ⊂ A.

B at au B ⊂

(ii) Jika himpunan A dan B adalah dua himpunan sedemikian sehingga t idak ada kemungkinan A ⊂

A, maka himpunan A dan B masing-masing disebut himpunan yang Non- Comparable. Misalkan himpunan A = { 1, 3, 5, 7} dan B = { 2, 4, 6, 8} maka A dan B adalah himpunan-himpunan yang non-comparable karena t idak t erdapat kemungkinan A ⊂

B dan juga t idak ada kemungkinan B ⊂

B maupun B ⊂ A.

A.12. Himpunan Semesta

Himpunan semest a adalah suat u himpunan yang mengakibat kan semua himpunan lainnya menjadi subset . Contoh dapat diperlihat kan sebagai berikut :

A= { x|x adalah bilangan prima yang kurang dari 50} B= { x|x adalah kelapat an 6 ant ara 5 dan 55} C= { x|x adalah fakt or dari 60}

Himpunan semest a dari ket iga himpunan t ersebut adalah himpunan bilangan asli dari 1 sampai dengan 60, at au U = { 1, 2, 3, , 60} . Jadi himpunan semest a t idak bersifat unik.

Contoh 2.4. Suat u himpunan dituliskan sebagai A = { 0, 1, 2, 3} unt uk menyat akan bahwa himpunan dari A t ersebut memiliki anggot a 0, 1, 2, dan 3,

t idak ada anggot a lain. Not asi { 0, 1, 2, 3} dibaca: himpunan yang anggot a- anggot anya adalah 0, 1, 2, dan 3.

Contoh 2.5. Himpunan

B yang t erdiri at as semua bilangan bulat t ak-negat if, dit uliskan sebagai

B = { 0, 1, 2, 3, } . T iga t anda tit ik di belakang, disebut elipsis, menunjukkan bahwa elemen-elemen yang dit uliskan sebelum t anda elipsis, berlanjut sampai t ak hingga. Not asi { 0, 1, 2, 3, } dibaca himpunan yang anggot a-anggot anya adalah 0, 1, 2, 3, dan seterusnya.

Anggot a dari suat u himpunan tidak perlu didaftar secara berulang. Himpunan yang anggot anya t erdiri at as elemen-elemen 1, 2, 3,

t idak mengurangi maknanya dan t idak berbeda dengan himpunan yang anggot a- anggot anya t erdiri at as 1, 2, 2, 3, 3, 4, 5, 5, 5, .

Cara lain untuk menyat akan himpunan adalah dengan menggunakan notasi pembentuk himpunan ( set-builder notation). Not asi pembent uk himpunan menggunakan t anda kurung kurawal untuk menyat akan sifat -sifat yang menyat akan kualifikasi keanggot aan himpunan t ersebut .

Contoh 2.6. Himpunan

B pada Cont oh 2.5 dapat digambarkan dengan not asi pembentuk himpunan sebagai berikut : B = { x|x adalah bilangan bulat t ak- negat if} . Garis vert ikal digunakan unt uk menyatakan sedemikian sehingga dan dibaca B adalah himpunan dari semua x sedemikian sehingga x adalah bilangan bulat t ak-negat if

K eanggot aan suat u himpunan sering juga dit uliskan dengan not asi x

yang menyat akan bahwa x adalah anggot a dari himpunan A dan x ∉ menyat akan x bukan anggot a dari himpunan A . Himpunan A dalam Cont oh 2.4 dapat dit uliskan 2 ∉

A dan 7 ∉ A.

B. Operasi Himpunan B.1. Gabungan dan I risan

Definisi 2.6. Himpunan Gabungan Jika A dan B adalah himpunan, makan gabungan ant ara A dan B adalah himpunan A ∪

B (dibaca A gabung B), dan didefinisikan A ∪

B = { x|x

A at au x B} . Selanjutnya, irisan ant ara A dan B adalah himpunan A ∩ B (dibaca A iris B) dan didefinisikan: A ∩ B= { x|x

A dan x B} .

Gabungan dua himpunan, misalnya himpunan A dan B, adalah himpunan yang anggot a-anggot anya t erdapat di A at au di B. I risan himpunan

A dan B adalah himpunan yang anggot anya merupakan anggot a himpunan A dan juga anggot a himpunan B.

Contoh 2.7. Misalkan A = { 2, 4, 6} dan B = { 4, 5, 6, 7} , Maka A ∪

Contoh 2.8. Unt uk sebarang himpunan A dan B, maka A ∪ B= B ∪ A.

A, maka dapat dikat akan bahwa operasi gabungan himpunan bersifat komut at if. Demikian juga, dengan menunjukkan bahwa A ∩

Berdasarkan fakt a bahwa A ∪ B= B ∪

A maka disimpulkan bahwa operasi irisan himpunan bersifat komut at if. Jika dua himpunan t idak memiliki anggot a himpunan irisan, maka irisannya disebut himpunan kosong. Misalkan A = { 1, -1} dan B = { 0, 2, 3} , maka A ∩

B t idak memiliki anggot a, dan dinyat akan sebagai himpunan kosong.

1. Gabungan Himpunan (a) Gabungan dua himpunan. Misalkan diket ahui himpunan A dan himpunan B, maka gabungan dari himpunan A dan B adalah himpunan dari semua anggot a himpunan A at au himpunan B, at au keduanya. Gabungan himpunan

A dan himpunan B dinyat akan dengan not asi A ∪

B (dibaca A union

B) dan didefinisikan A ∪ B= { x|x

A at au x B} .

Contoh 2.9. Diket ahui A = { 1, 3, 5, 7} dan B = { 0, 1, 2, 3, 4} , maka gabungan dari kedua himpunan t ersebut adalah A ∪

B = { 0, 1, 2, 3, 4, 5, 7} .

(b) Gabungan lebih dari dua himpunan Misalkan diket ahui himpunan-himpunan A 1 , A 2 , ,A n . Gabungan himpunan dari semua himpunan t ersebut adalah himpunan semua anggot a himpunan dari semua himpunan tersebut . Gabungan

himpunan A 1 , A 2 , ,A n dit uliskan dengan not asi A 1 ∪ A 2 ∪ ∪ A n ,

at au

A i dan didefinisikan dengan pernyat aan sebagai berikut :

i= 1 n

A i = { xx | ∈ A i unt uk set idak-t idaknya sat u i }

i= 1

2. Irisan Himpunan (a)Irisan dua himpunan Misalkan diket ahui dua himpunan A dan himpunan B. Irisan dari himpunan A dengan B adalah himpunan dari semua anggot a himpunan A dan anggot a himpunan B. Irisan himpunan A dan B dituliskan dengan notasi A ∩

B (dibaca A int erseksi at au irisan B) dan didefinisikan A ∩ B= { x|x

A dan x B} . Jika diket ahui himpunan A = { 1, 2, 3, 4} dan B = { 2, 3, 4, 5} , maka A ∩

B = { 2, 3, 4} .

(b) Irisan lebih dari dua himpunan Misalkan diket ahui himpunan-himpunan A 1 ,A 2 ,A 3 ,A n , maka irisan dari himpunan-himpunan ini adalah himpunan semua anggot a himpunan yang merupakan anggot a dari himpunan A 1 ,A 2 ,A 3 ,A n . Irisan himpunan-himpunan A 1 ,A 2 ,A 3 ,A n , dituliskan dengan not asi

A 1 ∩ A 2 ∩ A 3 ∩ ∩ A n at au

A i yang didefinisikan sebagai berikut :

A i = { x|x A i unt uk set iap i}

B.2. Partisi

Pemisahan suatu himpunan A yang t ak kosong menjadi himpunan- himpunan disjoint t ak kosong disebut part isi dari himpunan A. Jika A = { a,

b, c, d, e, f} maka beberapa part isi dari himpunan A t ersebut dapat b, c, d, e, f} maka beberapa part isi dari himpunan A t ersebut dapat

dinyatakan dengan X 1 = {

a, d} , X 2 = {

Contoh 2.10. Bukt ikan:

Sifat yang dit unjukkan pada kesamaan di at as adalah sifat dist ribut if. Hubungan yang pert ama dapat dibukt ikan sebagai berikut :

1. K esamaan himpunan dapat dibukt ikan dengan menunjukkan bahwa keduanya adalah himpunan yang memiliki anggot a yang t epat sama, yait u dua himpunan yang saling subset . Jadi akan ditunjukkan bahwa

A ∩ (B ∪ C) ⊆ (A ∩ B) ∪ (A ∩

C) dan juga(A ∩ B) ∪ (A ∩

C) A ∩ (B ∪ C).

Ambil sebarang x A ∩ (B ∪ C)

Perhat ikan bahwa: x A ∩ (B ∪ C) x

x (A ∩ B) ∪ (A ∩ C) Jadi, A ∩ (B ∪ C) (A ∩ B) ∪ (A ∩ C) (* ) Sebaliknya akan dibukt ikan juga bahwa (A ∩ B) ∪ (A ∩

∩ (B C) A ∪ C).

Dengan cara yang sama, misalkan bahwa x (A ∩ B) ∪ (A ∩ C). Perhat ikan bahwa:

x (A ∩ B) ∪ (A ∩ C) x (A ∩

B) at au x (A ∩ C)

Jadi, (A ∩ B) ∪ (A ∩ C) A ∩ (B ∪ C) (* * )

Pembukt ian yang t elah dilakukan pada (* ) dan (* * ) menunjukkan bahwa A ∩ (B ∪

C) = (A ∩ B) ∪ (A ∩ C).

2. Sebagai lat ihan, mahasiswa dapat membukt ikan bagian (2) ini.

Bagian kedua dari pembuktian dapat diperoleh dari bagian pert ama, dengan cara membalik langkah-langkah pembukt ian, at au menelusuri pembukt ian mulai dari langkah t erakhir. Jika semua t anda

digant i dengan t anda

maka akan diperoleh implikasi yang benar. Fakt anya, pembukt ian kedua bagian dapat dilakukan dengan menggant i tanda

menjadi , dimana menyat akan makna jika dan hanya jika . Oleh karena it u, x A ∩ (B ∪ C) x A dan x (B ∪ C) x A, dan x B at au x C x A dan x B, at au x A dan x C x A ∩

B, at au x A ∩ C x (A ∩ B) ∪ (A ∩ C)

Hubungan komplemen dengan gabungan at au irisan dijelaskan dengan Hukum

C C C C C De M organ, C yait u(A ∩ B) = A ∪ B dan(A ∪ B) =A ∩ B .

B.3. Selisih Himpunan

Definisi 2.7. Selisih Himpunan. Misalkan A dan B adalah dua himpunan yang t ak kosong, maka selisih

kedua himpunan t ersebut adalah himpunan semua anggot a himpunan yang merupakan anggot a himpunan A t et api bukan merupakan anggot a himpunan

B. Selisih himpunan A dan B dituliskan dengan not asi A B (A kurang B), dan didefinisikan A B = { x|x A, x B} . Jika himpunan A = { 1, 2, 3, 4, 5, 6} dan B = { 4, 5, 6} , maka A B = { 1, 2, 3} . Pada umumnya selisih dua himpunan yang berbeda t idak bersifat komutat if, art inya A B B A.

Contoh 2.11. Diket ahui himpunan A = { 1, 3, 5, 7, 9} dan B = { 3, 5, 7, 9, 11} . Berdasarkan Definisi 2.7. at au Definisi 2.1. , A B = { 1} dab B A = { 11} .

Jadi, A B B A.

B.4. Komplemen Himpunan

Definisi 2.8. K omplemen Himpunan Untuk sebarang subset

A dan B dalam himpunan semesta U , komplemen B pada himpunan A didefinisikan A B = { x U |x A dan x B} .

Not asi khusus C A ′ at au A menyat akan komplemen suat u himpunan dalam himpunan semest a. K omplemen himpunan A dit uliskan C A ′ at au A =U

A = { x U dan x A} . K omplemen dari himpunan A adalah himpunan semua anggot a himpunan semest a U , yang bukan merupakan anggot a himpunan A. K omplemen dari himpunan A dit uliskan dengan not asi C A , yang didefinisikan

A C =U

A = { x|x U , x A} . K omplemen himpunan dapat juga

A didefinisikan dengan cara lain, bahwa C adalah komplemen himpunan A di

C dalam U jika A C ∪ A = U dan A ∩ A = .

Contoh 2.12. Misalkan : U = { x|x adalah bilangan bulat }

A= { x|x adalah bilangan bulat genap} B= { x|x adalah bilangan bulat posit if} Maka:

B A = { x|x adalah bilangan bulat ganjil posit if} = { 1, 3, 5, 7, }

A B = {x|x adalah bilangan bulat genap t ak-posit if} = { 0, -2, -4, -6, }

A C = { x|x adalah bilangan bulat ganjil} = { , -5, -3, -1, 1, 3, 5, }

B C = { x|x adalah bilangan bulat t ak-posit if} = { ,-3, -2, -1, 0}

Contoh 2.13. Gambar lingkaran berpot ongan di bawah ini menyat akan himpunan A dan B yang menandai daerah persegi U menjadi empat bagian,

yait u daerah 1, 2, 3, dan 4. Masing-masing bagian menyat akan subset dari U .

Daerah 1: B A Daerah 2: A B

Daerah 3: A B Daerah 4: (A B) C

Banyak cont oh soal dan latihan di dalam buku ini meliput i sist em bilangan yang sudah umum dikenal, karena itu saya menggunakan simbol-simbol baku unt uk menyat akan sist em-sist em sepert i berikut ini:

: menyat akan himpunan semua bilangan bulat .

: menyat akan himpunan semua bilangan bulat posit if. : menyat akan himpunan semua bilangan rasional : menyat akan himpunan semua bilangan real

: menyat akan himpunan semua bilangan rela posit if. : menyat akan himpunan semua bilangan kompleks

Sepert i diket ahui, bilangan kompleks didefinisikan sebagai suatu bilangan yang berbentuk a + bi dengan a dan b adalah bilangan real, dan i = − 1. Demikian juga,bilangan real x dikat akan rasional jika dan hanya jika x dapat dinyat akan dalam bent uk pembagian bilangan bulat yang penyebut nya t idak nol.

  =  m ∈ , n ∈ , dan n ≠ 0. 

Hubungan ant ara himpunan bilangan yang sat u dengan lainnya dapat dinyatakan dalam suatu diagram Venn berikut ini.

Operasi gabungan dan irisan dapat digunakan berulang-kali. Sebagai cont oh, dapat dibent uk irisan

B, kemudian membent uk lagi irisan dari himpunan ini dengan suatu himpunan lain, misalnya

A dan B sehingga diperoleh A ∩

C. Dengan demikian irisan yang t erbent uk adalah (A ∩ B) ∩ C.

C) adalah himpunan-himpunan yang sama karena: ( A ∩ B) ∩

Himpunan ( A ∩ B) ∩

Analogi dengan sifat assosiat if ( x+ y)+ z = x+ (y+ z) pada operasi penjumlahan, operasi irisan pada himpunan juga bersifat assosiat if. Pada penjumlahan bilangan-bilangan, t anda kurung dapat dipindahkan at au dihilangkan sehingga diperoleh bent uk x+ y+ z = x+ (y+ z) = (x+ y)+ z. Demikian juga operasi irisan

pada himpunan, A ∩ B ∩ C=A ∩ ( B ∩

C) = (A ∩ B) ∩ C.

Contoh 2.14. Misalkan diket ahui U = { a, b, c, d, , x,y, z} dan A = { a, b, c} .

A Berdasarkan Definisi 2.8, C = { d, e, f, , x,y, z} karena: (i) C A ∪ A = { a, b, c} ∪ { d, e, f, , x,y, z}

= { a, b, c, , x,y, z} = U

(ii) c A ∩ A = { a, b, c} ∩ { d, e, f, , x, y, z} = .

C. Sifat-sifat Aljabar Himpunan

C.1. Sifat -sifat Operasi Gabungan

Sifat 1

Jika

A dan B adalah dua himpunan sebarang, maka: (i) A ( A ∪ B) (ii) B ( A ∪ B)

Bukti:

(i) Misalkan x adalah sebarang anggot a himpunan A. Maka

A at au x B. x ( A ∪ B)

Jadi, set iap anggot a himpunan

A merupakan juga anggot a dari himpunan A ∪

B. Oleh karena it u A ( A ∪ B).

(ii) Mahasiswa dapat membukt ikan sendiri dengan cara yang sama dengan pembukt ian (i).

Sifat 2

Jika

A adalah sebarang himpunan, maka: (i) A ∪ = A (ii) A ∪ A=A (iii) A ∪ U = U , dengan U adalah himpunan semest a

Bukt i:

(i) Untuk membukt ikan bahwa A ∪

A (ingat kesamaan himpunan)

harus dit unjukkan bahwa A A ∪ dan A ∪

A. Berdasarkan Sifat

1, t elah dit unjukkan bahwa A A ∪

Selanjut nya, misalkan x adalah sebarang anggot a himpunan dari A ∪ . K arena x ( A ∪ ), berart i x

. T elah diket ahui bahwa x karena

A at au x

adalah himpunan kosong (t idak memiliki anggot a), adalah himpunan kosong (t idak memiliki anggot a),

A. K arena x ( A ∪ ) menunjukkan bahwa x

A, maka (A ∪ )= AA (* * ), karena unt uk set iap x ( A ∪ )= x

A, maka x A.

A maka disimpulkan bahwa A=A ∪ (ii) Mahasiswa dapat membuktikan sendiri. (iii) Untuk membukt ikan bahwa A ∪ U = U maka harus dibukt ikan dua hal yait u (A ∪ U ) U dan U

Dari persamaan (* ) dan (* *) A A ∪

dan ( A ∪ )

(A ∪ U ). T elah diket ahui bahwa (A ∪ U )

U karena semua himpunan merupakan subset dari himpunan semest a. (* ). Demikian juga, berdasarkan sifat 1, dapat dibukt ikan

bahwa U (A ∪ U ). (* * ). Jadi dengan menggunakan (* ) dan (* * ), dapat dibukt ikan bahwa A ∪ U =U.

Sifat 3

Operasi gabungan himpunan bersifat komutatif. Jika A dan B adalah dua

himpunan sebarang, maka A ∪ B=B ∪ A.

Jadi A ∪ B=B ∪ A

Sifat 4

Operasi gabungan himpunan bersifat assosiatif. Misalkan diket ahui A, B, dan C adalah t iga himpunan sebarang, maka (A ∪ B) ∪ C= A ∪ (B ∪ C).

Bukti:

Misalkan P = (A ∪ B) ∪

C dan Q = A ∪ (B ∪ C). untuk membukt ikan bahwa P = Q, maka harus dit unjukkan bahwa P Q dan juga Q P. x P

x (A ∪

B) at au x C

A at au x (B ∪ C) x Q. Jadi P Q (* ), danQ P (bukt ikan!) (* *) K arena P Q dan Q P maka disimpulkan bahwa P = Q.

C.2. Sifat-Sifat Operasi I risan

Sifat 1 .

Misalkan A dan B adalah dua himpunan sebarang, maka: (i) (A ∩ B) A (ii) (A ∩ B) B

Bukti

(i) Misalkan x adalah sebarang anggot a himpuan dari himpunan A B, maka berdasarkan definisi, x (A ∩ B) x

A dan x

B, berart i x

A. Dengan demikian (A ∩ B) A. (ii) Bukt ikan!

Sifat 2.

Jika A adalah sebarang himpunan, maka (i) A ∩ = (ii) A ∩ A= A (iii) A ∩ U = A, dengan U adalah himpunan semest a.

Bukti

(i) Untuk membukt ikan bahwa A ∩ = , maka harus ditunjukkan dua hal yaitu

(A ∩ ) dan (A ∩ ) . Berdasarkan sifat 1, sudah ditunjukkan bahwa A ∩

. (* ). Selanjut nya karena

A ∩ . (* * ). Jadi dari persamaan (* ) dan (* * ) t erbukt i bahwa A ∩ = . (ii) Mahasiswa dapat mencoba sendiri pembuktian ini. (iii) Untuk membukt ikan bahwa A ∩ U = A, maka menurut definisi

merupakan subset dari set iap himpunan, maka

kesamaan himpunan, sepert i yang t elah dilakukan dalam pembuktian

yang sebelumnya, akan ditunjukkan bahwa A ∩ U

A dan A A ∩ U .

Berdasarkan Sifat 1, t elah ditunjukkan bahwa A ∩ U

A. (* ). Selanjut nya, misalkan x adalah sebarang anggot a himpunan dari himpunan A. K arena U adalah himpunan semest a, maka unt uk set iap

x A x U . Dengan kat a lain x A ∩ U . Jadi kesimpulannya A

A ∩ U (* * ). Dari persamaan (* ) dan (* * ), t erbuktilah bahwa A ∩ U =

A.

Sifat 3.

Irisan himpunan bersifat komutat if. Misalkan diket ahui himpunan A dan B adalah dua himpunan sebarang, maka A ∩ B= B ∩ A.

B dan x A x (B ∩ A) Jadi t erbukt i bahwa A ∩ B= B ∩ A

Sifat 4.

Operasi irisan himpunan bersifat assosiat if. Misalkan diket ahui sebarang himpunan-himpunan A, B, dan C maka berlaku (A ∩ B) ∩ C=

A ∩ (B ∩ C).

Bukti:

Misalkan P = (A ∩ B) ∩

C, dan Q = A ∩ (B ∩ C).

Untuk membuktikan bahwa P = Q, harus dit unjukkan bahwa P

Q dan juga Q P. x P

A dan x Bdan x C

A dan ( x Bdan x C)

A dan x (B ∩ C) x A ∩ (B ∩ C) x Q

K arena x

Q, maka P Q. (* )Demikian pula sebaliknya (buktikan), Q

P (* * ) maka P = Q yang menunjukkan bahwa operasi irisan himpunan merupakan operasi yang bersifat assosiat if.

C.3. Hukum-Hukum Distributif

Hukum 1 : Operasi irisan himpunan bersifat distributif terhadap operasi gabungan himpunan. Misalkan diket ahui A, B, dan C adalah sebarang

himpunan, maka A ∩ (B ∩

C) = (A ∩ B) ∩ (A ∩ C).

Bukti:

C) = (A ∩ B) ∪ (A ∩ C), maka harus ditunjukkan (kesamaan himpunan) bahwa: (i)

Untuk membukt ikan bahwa A ∩ (B ∪

A ∩ (B ∪ C) (A ∩ B) ∪ (A ∩ C), dan

(ii) (A ∩ B) ∪ (A ∩ C) A ∩ (B ∪ C)

Untuk membukt ikan hubungan (i), ambil sebarang x anggot a himpunan A ∩ (B ∪ C). Dengan demikian,

A dan x C), (assosiat if) A dan x C), (assosiat if)

B) at au x (A ∩ C)

x (A ∩ B) ∪ (A ∩ C) K arena x A ∩ (B ∪ C)

x (A ∩ B) ∪ (A ∩

C) maka dapat disimpulkan bahwa

A ∩ (B ∪ C) (A ∩ B) ∪ (A ∩ C). Pembukt ian bagian (ii) untuk menunjukkan bahwa (A ∩ B) ∪ (A ∩ C)

C) = (A ∩ B) ∪ (A ∪ C). Dengan demikian Hukum I ini dapat dit erima.

A ∩ (B ∪

C) agar dilat ih oleh mahasisw a, bahwa A ∩ (B ∪

Hukum 2: Operasi gabungan himpunan bersifat distributif terhadap operasi irisan himpunan. Misalkan diket ahui A, B, dan C adalah himpunan-himpunan

sebarang, maka berlaku A ∪ (B ∩

C) = (A ∪ B) ∩ (A ∪ C).

Bukti: Sebagai latihan, mahasiswa dapat membuktikan hukum tersebut.

C.4. Sifat-sifat Selisih Himpunan

Sifat 1 :A B

B A. Dengan kat a lain, selisih dua himpunan t idak bersifat komut at if. Sebagai cont oh, misalkan A = { 1, 2, 3} dan B = { 3, 4, 5} . Selisih kedua himpunan t ersebut adalah A B = { 1, 2} dan B A = { 4, 5} . Dengan demikian t erbukt i bahwa A B B A (t idak bersifat komut at if).

Sifat 2 : (A B) C

A (B C), dengan kat a lain operasi pengurangan himpunan t idak bersifat assosiat if. Misalkan diketahui A = { 1, 2, 3} , B = { 3,

4, 5} , dan C = { 1, 5, 6} .

Maka: (A B) C = { 1, 2} { 1, 5, 6} = { 2}

dan

A (B C) = { 1, 2, 3} { 3, 4} = { 1, 2} (* * ) T erlihat dari persamaan (* ) dan (* * ) bahwa (A B) C A (B C) maka disimpulkan bahwa operasi pengurangan himpunan t idak bersifat assosiat if.

Sifat 3 C : (i). A ∪ A = U , dengan U adalah himpunan semest a, dan (ii). A ∩ A C =∅ .

Bukti:

(i) Untuk membuktikan A C ∪ A = U maka harus ditunjukkan bahwa

C (A C ∪ A ) U , dan U (A ∪ A ). K arena semua himpunan adalah subset dari himpunan semest a, maka (A C ∪ A )

U (* ) adalah fakt a.

Selanjut nya untuk menunjukkan bahwa U C (A ∪ A ), maka ambil

sebarang C x (A ∪ A ). ∪ C K arena C x (A A ) maka x A at au x A .

A at au x U , mengimplikasikan x U

A at au x

A, mengimplikasikan x U

Oleh karena itu U C (A ∪ A ) (* * )

Dari (* ) dan (* * ), disimpulkan bahwa (A C ∪ A )=U. (ii) Bukt ikan!

Sifat 4:

(i) U C = (ii) C =U

Bukti:

C (i). Akan dibuktikan bahwa C U ⊆∅ dan ∅⊆ U

Perhat ikan bahwa untuk set iap x U C x U , dengan U adalah himpunan semest a. K arena semua anggot a himpunan merupakan anggot a himpunan semest a, maka x U mengimplikasikan bahwa x

. Dengan demikian C U

U Selanjut nya, diket ahui bahwa C (* * ) (karena himpunan kosong merupakan subset dari semua himpunan). Jadi berdasarkan persamaan (* ) dan (* * ), disimpulkan bahwa C U = .

(ii). Bukt ikan!

C Sifat 5 C : (A ) = A

C C Bukti c : (A ) = { x|x A } = { x|x A} = A.

C.5. Hukum de-Morgan

C C (i). (A C ∪ B) = A ∩

C C (ii). (A C ∩ B) = A ∪

Bukti:

Misalkan U adalah himpunan semest a sedemikian sehingga untuk set iap x sebarang, maka x merupakan anggot a dari U .

C = A C ∩ B (ii) Bukt ikan!

D. Definisi-Definisi

1. Pasangan Terurut. Suatu pasangan t erurut t erdiri at as dua elemen; misalkan

a, b sedemikian sehingga a dit empat kan pada posisi pert ama dan b dit empat kan pada posisi kedua. Pasangan t erurut ini dituliskan dengan notasi ( a,b).

2. Perkalian Catesian Untuk Dua Himpunan Misalkan A dan B adalah dua himpunan sebarang, maka himpunan semua pasangan t erurut (

B, disebut hasilkali Cart esian dari

a, b) dengan a

A dan b

A dan B. Hasilkali Cart esian dit uliskan dengan not asi A x B (dibaca

A cross B). Definisi ini dit uliskan secara simbolis A x B = { (a,b)|a

A, b B} .

Contoh 2.15.

Misalkan A = { 1, 2, 3} dan B = { a, b} maka

A x B = { (1, a), (1, b), (2, a), (2, b), (3, a), (3, b)} dan BxA= {( a, 1), (a, 2), (a, 3), (b, 1), (b, 2), (b, 3)}

A x B B x A mengimplikasikan bahwa sifat komut at if t idak berlaku pada perkalian Cart esian.

3. Perkalian Cartesian Untuk T iga Himpunan Misalkan diket ahui

A, B, dan C adalah t iga himpunan sebarang, maka himpunan semua pasangan berurut an t riple ( a, b, c) diana a A, b B, dan

c C, merupakan hasilkali Cart esian dari A , B, dan C, yait u A x B x C = {( a, b, c)|a A, b B, c C} .

Contoh 2.16. Misalkan diket ahui A = { 1, 2} , B = { 3, 4} , dan C = { 4, 5} , maka A x B x C = { (1, 3,4), (1, 3, 5), (1, 4, 4), (1, 4, 5), (2, 3, 4), (2, 3, 5),

4. Perkalian Cart esian untuk n Himpunan

Misalkan diket ahui A 1 ,A 2 , A 3 ,

, A n adalah sebarang n himpunan, maka himpunan dari semua pasangan berurut an n-tupel (a 1 ,a 2 ,a 3 , ,a n ), dimana

A n , dinamakan hasilkali Cart esian dari himpunan-himpunan A 1 ,A 2 ,A 3 , ,A n , yait u:

A 1 ,A 2 ,A 3 , ,A n = { (a 1 ,a 2 ,a 3 , ,a n )|a 1 A 1 ,a 2 A 2 ,a 3 A 3 , ,a n A n }

E. Pemetaan atau Fungsi

K onsep fungsi merupakan hal yang mendasar dalam hampir semua bidang mat emat ika. Ist ilah fungsi sangat luas digunakan, t et api dalam aljabar, fungsi dan t ransformasi menjadi istilah t radisional. I stilah-ist ilah t ersebut digunakan unt uk menyat akan ket erkit an ant ara unsur-unsur yang dipelajari. Ide ut amanya adalah korespondensi dalam bent uk t ert ent u yang t imbul ant ara elemen-elemen dari dua himpunan. Art inya t erdapat aturan t ert entu yang menghubungkan elemen pada himpunan pert ama dengan elemen pada himpunan kedua. Hubungan t ersebut berlaku sedemikian sehingga unt uk set iap elemen pada himpunan pert ama, t erdapat sat u dan hanya sat u elemen pada himpunan kedua.

a, b), maka pasangan (a, b) berbeda dengan pasangan (

Dengan hubungan pasangan berurutan (

b, a), jika a berbeda dengan b. Jadi t erdapat satu posisi pert ama dan satu posisi kedua sedemikian sehingga (

a, b) = (b, c) jika dan hanya jika a = c dan b = d. Pasangan berurut an (ordered pair) berbeda dengan not asi daft ar anggot a himpunan, dimana {

a, b} dan { b, a} menyat akan himpunan yang sama, karena urut an daft ar anggot a himpunan t idak berpengaruh t erhadap sifat himpunan t ersebut . K arena itu diberikan Definisi 2.9 berikut ini.

Definisi 2.9. Perkalian Cart esian Untuk dua himpunan t ak kosong A dan B, perkalian Cart esian A x B

adalah himpunan semua pasangan berurutan (

a, b) dari elemen-elemen a A dan b B, yait u A x B = { (a, b)|a

A dan b B} .

Contoh 2.17. Misalkan diket ahui A = { 1, 2} dan B = { 3, 4, 5} ,maka A x B = { (1, 3), (1, 4), (1, 5), (2, 3), (2, 4), (2, 5)} , sedangkan B x A = { (3, 1), (3, 2),

(4, 1), (4, 2), (5, 1), (5, 2)} . Cont oh ini memperlihat kan bahwa untuk pasangan berurut an dari anggot a himpunan A dan B, maka A x B B x A.

Definisi 2.10. Pemet aan dan Pet a Misalkan A dan B adalah himpunan-himpunan t ak kosong. Suatu

subset f dari A x B dikat akan pemetaan dari A ke B jika dan hanya jika unt uk set iap a A t erdapat satu dan hanya sat u (unik) elemen b B sedemikian sehingga ( a,b) f. Jika f adalah pemet aan dari A ke B dan pasangan berurut an ( a,b) f, maka dit uliskan b = f(a) dan b disebut peta dari a oleh f.

Gambar di bawah ini menunjukkan pasangan ant ara a dengan f(a). Suatu pemet aan f dari A ke B sama dengan suat u fungsi dari A ke B, dan pet a a A oleh f adalah sama dengan nilai fungsi f di a. Dua pemet aan, misalnya f memet akan A ke B dan g memet akan A ke B, dikat akan pemet aan yang sama jika dan hanya jika f(x) = g(x) unt uk semua x A.

Contoh 2.18. Misalkan A = { -2, 1, 2} dan B = { 1, 4, 9} , maka himpunan f yang dinyat akan dengan f = { (-2, 4), (1, 1), (2, 4)} merupakan suat u

pemet aan dari A ke B karena unt uk set iap a A, t erdapat b B yang unik

(sat u dan hanya satu) sedemikian sehingga (

a, b)

f. Pemet aan ini dapat dijelaskan dengan at uran pemet aan oleh 2 f, yaitu f(a) = a , a A sebagai

berikut :

f(a)= a 2 , a A

E.1. Domain, Kodomain, dan Range

Definisi 2.11: Domain, K odomain, Range. Misalkan f adalah suatu pemet aan dari A ke B, maka himpunan A disebut

domain dari f, dan B disebut kodomain dari f. Range dari f adalah himpunan C= { y|y

B dan y = f(x) untuk suatu x A} . Range dari f dilambangkan dengan f(A).

Contoh 2.19. Misalkan A = { -2, 1, 2} , B = { 1, 4, 9} , dan f adalah pemet aan yang didefinisikan sepert i pada cont oh sebelumnya, yait u 2 f = { (a, b)|f(a)= a , a

A} . Dalam kasus ini, domain f adalah A, kodomain fadalah B, dan range f adalah { 1, 4} B.

E.2. Peta dan I nvers Peta

Definisi 2.12. Jika f: A

B dan y = f(x) untuk suatu x S} . Himpunan f(s) dinamakan pet a dari S oleh f Unt uk sebarang subset T dari B, invers pet a dari T dilambangkan dengan -1 f ( T) = { x|x

Bdan S

Dokumen yang terkait

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

Identifikasi Jenis Kayu Yang Dimanfaatkan Untuk Pembuatan Perahu Tradisional Nelayan Muncar Kabupaten Banyuwangi dan Pemanfaatanya Sebagai Buku Nonteks.

26 327 121

Sistem Informasi Penjualan Buku Secara Online Pada Toko Buku Bungsu Bandung

4 96 1

BAB IV HASIL PENELITIAN - Pengaruh Dosis Ragi Terhadap Kualitas Fisik Tempe Berbahan Dasar Biji Cempedak (Arthocarpus champeden) Melalui Uji Organoleptik - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 2 20

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Uji Kualitas Mikrobiologi Minuman Olahan Berdasarkan Metode Nilai MPN Coliform di Lingkungan Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Kelurahan Pahandut Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

1 2 12

The effect of personal vocabulary notes on vocabulary knowledge at the seventh grade students of SMP Muhammadiyah Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 20

BAB IV HASIL PENELITIAN - Penerapan model pembelajaran inquiry training untuk meningkatkan berpikir kritis dan hasil belajar siswa pada pokok bahasan gerak lurus - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 1 23

CHAPTER I INTRODUCTION - The effectiveness of anagram on students’ vocabulary size at the eight grade of MTs islamiyah Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 10

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Penelitian Sebelumnya - Perbedaan penerapan metode iqro’ di TKQ/TPQ Al-Hakam dan TKQ/TPQ Nurul Hikmah Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 26

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penerapan model Problem Based Instruction (PBI) terhadap pemahaman konsep dan hasil belajar siswa pokok bahasan tekanan Kelas VIII Semester II di SMPN Palangka Raya Tahun Ajaran 2015/2016 - Digital Library IAIN Pala

0 3 80