BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Tidur Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Balita di Wilayah Binjai dan Medan

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

  Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, terutama di bidang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan penduduk dan umur harapan hidup manusia. Hal ini menyebabkan jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah cenderung lebih cepat. Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar (Bandiyah, 2009). Bahkan data Biro Sensus Amerika Serikat memperkirakan Indonesia akan mengalami pertambahan warga lanjut usia terbesar di seluruh dunia pada tahun 1990-2025, yaitu sebesar 414% (Kinsella dan Taueber, 1993 dalam Maryam, 2009).

  Secara demografis, pada tahun 2000 jumlah lanjut usia meningkat menjadi 9,99 % dari seluruh penduduk Indonesia dengan umur harapan hidup 65-70 tahun (Bandiyah, 2009). Pada tahun 2010, diprediksikan jumlah lansia sebesar 23,9 juta (9,77%) dengan usia harapan hidup 67,4 tahun. Sedangkan, pada tahun 2020 diprediksi jumlah lansia sebesar 28,8 juta (11,34%) dengan usia harapan hidup 71,1 tahun (Efendi, 2009 dalam Marli, 2011).

  Meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia membawa konsekuensi bertambahnya jumlah lansia yang dikenal dengan era of population

  

age karena pertumbuhan lansia di Indonesia akan lebih cepat dibandingkan

  dengan negara-negara lain (Erliana, 2009). Hal ini disebabkan karena peningkatan pelayanan kesehatan dan pengawasan terhadap penyakit infeksi, penurunan angka kematian bayi dan anak, serta perbaikan gizi dan sanitasi (Bandiyah, 2009).

  Seiring dengan bertambahnya usia, proses penuaan pun akan terjadi. Hal ini akan berdampak timbulnya masalah fisik, mental, sosial, psikologis dan spritualnya maka lansia perlu mendapatkan perlakuan khusus dari pemerintah, masyarakat dan keluarga serta harus mampu meningkatkan kesejahteraannya dengan memenuhi kebutuhan dasarnya (Erliana, 2009).

  Kebutuhan dasar yang seringkali terabaikan dan kurang disadari peranannya adalah kebutuhan istirahat dan tidur (Kaplan dan Sadock,1997 dalam Erliana, 2009). Jonhson (1986) dalam Stanley (2006) menyebutkan bahwa tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang terjadi secara alami dan memiliki fungsi fisiologis dan psikologis untuk proses perbaikan tubuh. Jika seseorang tidak mendapatkan tidur yang baik maka akan menimbulkan masalah – masalah kesehatan. Luce dan Segal juga mengungkapkan bahwa dengan bertambahnya usia, keluhan-keluhan terhadap tidurpun muncul. Jika tidak diatasi maka akan menimbulkan kerusakan pada fungsi otot dan otak karena tidak adekuatnya kebutuhan tidur (Stanley, 2006).

  Pada kelompok lanjut usia (empat puluh tahun) dijumpai 7 % kasus yang mengeluh mengenai masalah tidur (hanya dapat tidur tidak lebih dari 5 jam sehari). Hal yang sama dijumpai pada 22% pada kelompok usia 75 tahun. Demikian pula, kelompok lanjut usia lebih banyak mengeluh terbangun lebih awal. Selain itu, terdapat 30% kelompok usia tujuh puluh tahun yang banyak terbangun di waktu malam hari. Angka ini ternyata tujuh kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok usia 20 tahun (Bandiyah, 2009).

  Sedangkan poling data dari National Sleep Fondation Amerika (2009) menyebutkan bahwa lansia yang berumur 65-84 tahun dilaporkan 80% nya mengalami masalah tidur. Lansia juga seringkali mengatakan bahwa dirinya kesulitan untuk memulai tidur, sering terjaga pada waktu tidur dan tidak dapat tidur lagi, serta menghabiskan waktu dalam tahap mengantuk. Lansia cenderung melaporkan bahwa kualitas tidurnya buruk dan durasi tidurnya kurang bila dibandingkan ketika masa muda (Carpenito, 2000). Selain itu, lansia yang berumur 65 tahun yang tinggal di rumah diperkirakan setengahnya mengalami masalah istirahat dan tidur, sedangkan dua pertiga yang tinggal di panti werdha juga mengalami masalah istirahat dan tidur (Prayitno, 2002).

  Keluhan tentang kesulitan istirahat dan tidur waktu malam hari seringkali terjadi pada lansia. Kecendrungan untuk tidur siang meningkat secara progresif dengan bertambahnya usia. Peningkatan waktu siang hari yang dipakai untuk tidur dapat terjadi karena seringnya terbangun pada malam hari (Potter & Perry, 2006 dalam Marli, 2011). Berdasarkan hasil penelitian Marliyani Lubis (2011) tentang Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan menyatakan bahwa kebutuhan istirahat tidur lansia di panti masih tergolong cukup. Hasil penelitian dari 40 responden menunjukkan bahwa responden yang paling banyak memiliki kebutuhan istirahat tidur baik hanya sebanyak 10 responden (25%), pemenuhan istirahat tidur yang cukup sebanyak 28 responden (70%). Padahal lansia sudah seharusnya dapat memenuhi kebutuhan istirahat tidurnya dengan baik (Marli, 2011).

  Pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia dapat ditingkatkan dengan mengajarkan cara-cara yang dapat menstimulus untuk memotivasi tidur. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah relaksasi. Relaksasi merupakan suatu bentuk teknik yang melibatkan pergerakan anggota badan dan bisa dilakukan dimana saja (Marzuki, 2009). Metode relaksasi terdiri dari beberapa macam diantaranya adalah relaksasi otot progresif (progressive muscle relaxation), pernapasan diafragma, imagery training, biofeedback, dan hipnosis (Miltenberger, 2004).

  Salah satu metode relaksasi yaitu Relaksasi otot progresif (Progressive ). Relaksasi ini merupakan suatu terapi relaksasi yang diberikan

  Muscle Relaxation

  kepada klien dengan menegangkan otot-otot tertentu yang mengkombinasikan latihan nafas dalam dan serangkaian kontraksi dan relaksasi (Davis, 1995). Kaitan antara teknik relaksasi dan pemenuhan kebutuhan istirahat tidurpun sangat erat karena istirahat tidur tergantung dari relaksasi otot (Hirnle, 2000 dalam Haris, 2010). Selain itu, Kontraksi dan relaksasi otot yang berirama akan mengurangi ketegangan dan menyiapkan tubuh untuk beristirahat (Hoch dan Reynolds, 1986 dalam Potter & Perry, 2005).

  Teknik untuk melakukan relaksasi otot progresif ini sederhana ,yaitu dengan menegangkan satu kelompok otot selama 5 – 7 detik dan melepaskan kembali ketegangannya selama 10 – 20 detik kemudian diulang kembali pada kelompok otot tersebut (Davis, 1995). Sesuatu hal yang diharapkan dari relaksasi otot progresif ini adalah klien mampu untuk belajar merelaksasikan otot-otot sesuai dengan keinginannya melalui suatu cara yang sistematis dan berusaha untuk mengurangi atau menghilangkan ketegangan otot tersebut (Alim, 2009).

  Keuntungan dari relaksasi otot progresif adalah metode relaksasi yang termurah sampai saat ini, tidak memerlukan imajinasi,ketekunan atau sugesti, tidak ada efek samping, mudah untuk dilakukan, serta dapat membuat tubuh dan pikiran terasa tenang, rileks, dan lebih mudah untuk tidur. Selain itu, relaksasi ini tidak perlu menggunakan alat khusus yang membutuhkan biaya yang besar karena bisa dilakukan dengan berbaring atau duduk di kursi dengan kepala yang ditopang bantal (Davis, 1995).

  Penelitian yang pernah dilakukan mengenai relaksasi otot progresif, yaitu Pengaruh Relaksasi Otot Progresif terhadap kebutuhan istirahat tidur klien di ruang VIP-B RSUD Bima diperoleh hasil tidur baik dan tidur cukup sebanyak 8 orang (40%) setelah dilakukan tindakan dan sebelum dilakukan tindakan tidak ada yang memiliki tidur baik dan tidur cukup (0%). Sedangkan yang tidur kurang, naik menjadi 12 orang (60%) dibandingkan sebelum diberikan tindakan berjumlah 20 orang (100%)(Haris, 2010). Penelitian dari jurnal yang berjudul Progressive

  

Muscle Relaxation, Yoga Streching, and ABC (Attentional Behavioral Cognitive)

Relaxation Theory dari Roosevelt University Stress Institute menyatakan bahwa

  Relaksasi otot Progresif lebih efektif dalam menimbulkan relaksasi fisik daripada yoga (Ghoncheh, 2004).

  Berdasarkan studi pendahuluan di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan, dari hasil wawancara pada perawat pelaksana yang bertugas di Poliklinik UPT menyatakan terdapat lansia yang mengalami masalah dalam pemenuhan kebutuhan tidurnya seperti hasil penelitian yang dilakukan Marli (2011). Selain itu, dari survey awal data yang diperoleh terdapat 162 orang lansia yang berada di panti werdha ini. Dengan kondisi seperti ini, sebagai seorang perawat perlu mengetahui tentang teknik relaksasi otot progresif dan efeknya yang dapat mengurangi ketegangan serta memudahkan untuk tidur pada lansia. Hal ini dapat berguna bagi perawat untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur lansia.

  Berdasarkan uraian di atas dan fenomena yang terjadi di lapangan, peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh teknik relaksasi otot progresif terhadap pemenuhan kebutuhan istirahat tidur lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan sehingga hal ini dapat membantu perawat dalam memotivasi dan memfasilitasi lansia dalam memenuhi kebutuhan istirahat tidurnya.

  2. Rumusan Masalah

  Berdasarkan masalah yang ada dapat dirumuskan pertanyaan penelitian “Apakah teknik relaksasi otot progresif mempengaruhi pemenuhan kebutuhan tidur lansia ?”

  3. Hipotesis Penelitian

  Adapun hipotesis penelitian yang diharapkan pada penelitian ini adalah hipotesis alternatif (Ha), yaitu Ada pengaruh relaksasi otot progresif terhadap pemenuhan kebutuhan tidur lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

4. Tujuan

  4.1.Tujuan Umum

  Mengetahui pengaruh teknik relaksasi otot progresif terhadap pemenuhan kebutuhan tidur lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

  4.2. Tujuan Khusus 4.2.1.

  Mengidentifikasi pemenuhan kebutuhan tidur lansia berdasarkan parameter kualitas tidur sebelum pemberian relaksasi otot progresif yang diberikan pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

  4.2.2. Mengidentifikasi pemenuhan kebutuhan tidur lansia berdasarkan parameter kualitas tidur setelah pemberian relaksasi otot progresif yang diberikan pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

  4.2.3. Mengidentifikasi perbedaan pemenuhan kebutuhan tidur lansia berdasarkan parameter kualitas tidur sebelum dan sesudah intervensi relaksasi otot progresif yang diberikan pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

5. Manfaat Penelitian

  5.2. Institusi Pendidikan

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh perawat pendidik dalam meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam memahami pengaruh relaksasi otot progresif dan menerapkannya dalam pemberian asuhan keperawatan gerontik, khususnya pemenuhan kebutuhan istirahat tidur lansia.

  5.3. Pengelola Panti Werdha

  Sebagai salah satu intervensi bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada lansia khususnya untuk pemenuhan kebutuhan istirahat tidur dalam rangka meningkatkan kualitas hidup lansia dan mutu pelayanan keperawatan.

  5.4. Lansia

  Mendapatkan informasi tentang pemenuhan kebutuhan istirahat tidur dengan melakukan relaksasi otot progresif dan bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

  5.5. Bagi Penelitian Keperawatan

  Sebagai penambah informasi untuk pengembangan penelitian lebih lanjut, khususnya bagi peneliti keperawatan yang ingin melakukan pengembangan penelitian tentang relaksasi otot progresif dengan masalah-masalah lain yang terjadi pada lansia seperti nyeri.

Dokumen yang terkait

Gambaran Spiritual Lansia Yang Menderita Penyakit Kronis di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

5 63 86

Gambaran Aktivitas Hidup Sehari-hari dan Gangguan Pendengaran pada Lansia di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

9 80 88

Gambaran Aktivitas Hidup Sehari-hari dan Gangguan Penglihatan Pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

6 43 83

Motivasi Lanjut Usia Dalam Melakukan Senam Lansia Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan Tahun 2013

5 84 94

Hubungan Interaksi Sosial Lansia Dengan Kesepian Pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Balita di Wilayah Binjai dan Medan

30 172 95

Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Tidur Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Balita di Wilayah Binjai dan Medan

0 51 0

Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur Pada Lansia Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan

10 108 83

Gambaran Aktivitas Hidup Sehari-hari dan Gangguan Pendengaran pada Lansia di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

0 2 25

2.1.2 Batasan Umur Lanjut Usia - Gambaran Aktivitas Hidup Sehari-hari dan Gangguan Pendengaran pada Lansia di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

0 0 22

Gambaran Aktivitas Hidup Sehari-hari dan Gangguan Penglihatan Pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

0 0 17