Gambaran Aktivitas Hidup Sehari-hari dan Gangguan Penglihatan Pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

(1)

GAMBARAN AKTIVITAS HIDUP SEHARI-HARI DAN

GANGGUAN PENGLIHATAN PADA LANSIA

DI UPT PELAYANAN SOSIAL LANSIA DAN

ANAK BALITA WILAYAH

BINJAI DAN MEDAN

SKRIPSI

Oleh

Wiwin Andhira Lubis 121121057

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

(4)

Judul penelitian : Gambaran Aktivitas Hidup Sehari-hari dan Gangguan Penglihatan Pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

Nama : Wiwin Andhira Lubis NIM : 121121057

Jurusan : Sarjana Keperawatan Tahun : 2014

========================================================== ABSTRAK

Lansia mengalami perubahan fisiologis fungsi panca indra seperti sistem penglihatan. Proses degenerasi dialami oleh jaringan didalam bola mata, sel reseptor berkurang, visus ketajaman berkurang dibanding usia muda. Perubahan yang terjadi mengakibatkan keterbatasan lansia dalam melaksanakan aktivitas hidup sehari-hari. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran aktivitas hidup sehari-hari pada lansia yang mengalami gangguan penglihatan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif, sampel diambil dengan metode pengambilan purposive sampling dengan jumlah 45 responden. Pengumpulan data dilakukan mulai 14 november sampai dengan 29 desember 2013 dengan kuesioner aktivitas sehari-hari menggunakan indeks barthel. Hasil penelitian berdasarkan karakteristik responden menunjukkan rentang usia responden 60-74 tahun, mayoritas responden perempuan (44,4%), pendidikan SD (57,8%), lama tinggal dipanti lebih dari tiga tahun (62,2%) dan tidak menggunakan alat bantu penglihatan (57,8%). Tingkat kemampuan lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari tergolong ketergantungan mandiri (66,7%). Aktivitas dengan persentasi tertinggi dari keseluruhan aktivitas, yang dapat dilakukan lansia dengan mandiri adalah aktivitas membersihkan diri (93,3%) sedangkan aktivitas terendah dari keseluruhan aktivitas, yang dapat dilakukan lansia dengan mandiri adalah aktivitas naik turun tangga (42,2%). Hasil penelitian ini sebagai informasi pengetahuan bagi perawat dalam memberikan intervensi kepada lansia yang mengalami ketergantungan dengan mempertimbangkan berbagai aspek sebagai upaya untuk meningkatkan aktivitas hidup sehari-hari di Pelayanan Sosial Lansia.


(5)

Title Of Study : Description of Activity Daily Living and Vision Impairment on Elderly at UPT Sosial Service for Elderly and Toddlers in Binjai and Medan

Name : Wiwin Andhira Lubis Student Number : 121121057

Major : Bachelor of Nurshing

Year : 2014

ABSTRAK

For the elderly undergo a change of phsycological function of such as a system of the shight’s sense. The processes undergone by the degenaration of tissues inside eyeball, receptor cells reduced and sharpness decrease virus compare than a young age. Changes that occured resulted in limitations for the elderly in doing their daily living activities. The purpose of this study is to know the description of ADL (Activity Daily Living) on the elderly that suffer from vision impairment. This study uses descriptive design, the samples are taken using purposive sampling with 45 respondents. The collecting data is done started on 14 November until 29 Desember 2013 using questioner about daily living activities with Barthel index. The result of this study based on the characteristics of the respondent shows that the age range respondent 60 – 74 years old (53,3%), most of the respondent are woman (44, 4%), Elementary Background study (57,8%), stay more than 3 years at nursing home (62,2%), without any optical tool (57,8%). The level of elderly ability’s in doing their daily living activities independent (66,7%). The highest percentage of all activities that can be done by elderly indepedently such as, taking bath (93,3%) in the other hand the lowest of all activities that can be done by the elderly indepedently is climbing the stairs (42,2%). This result in used as the acknowledge information for nurses giving intervention for elderly who are dependent by considering the whole aspect as the effort to support activity daily living service at Elderly Sosial Service.


(6)

Prakata

Segala puji kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Gambaran Aktivitas Hidup Sehari-hari dan Gangguan Penglihatan pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini, sebagai berikut :

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati S.Kp, MNS Selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Fatwa Imelda, S.Kep, Ns, M.Biomed, CWCCA selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan masukan serta bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Mula Tarigan S.Kp, M.Kes selaku Dosen Penguji I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan saran demi kelancaran skripsi

5. Bapak Ismayadi, S.Kep, Ns, M.Kes selaku Dosen Penguji II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan saran demi kelancaran skripsi.


(7)

6. Pihak UPT Pelayanan sosial lansia wilayah Binjai dan Medan yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang saya butuhkan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Teristimewa kepada keluargaku, Ayahanda Kamaluddin Lubis S.P, Ibunda Nuraini yang selalu memberikan motivasi, dukungan moril maupun materil serta do’a yang tiada henti bagi penulis. Dan abang-abangku tercinta M. Syafril dan Jalaluddin Lubis atas dukungan dan arahan.

8. Teman-teman Se-Angkatan Keperawatan Ekstensi Tahun 2012 terutama Citra, Dana, Lisa, Yeni, Adel yang sama-sama berjuang menuntut ilmu di Fakultas Sumatera Utara dan saling memberikan dukungan semangat dalam menyelesaikan penyusunan Skripsi penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan dan profesi keperawatan

Medan, Februari 2014

Wiwin Andhira Lubis  


(8)

DAFTAR ISI

Prakata ... i

Daftar Isi ... iii

Bab 1 Pendahuluan ... 1

1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Pertanyaan Penelitian ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

Bab 2 Tinjauan Pustaka ... 7

2.1 Lansia ... 7

2.1.1 Defenisi ... 7

2.2.2 Penggolongan Lansia ... 8

2.2.3 Perubahan Umum Fungsi Panca Indra pada lansia ... 9

2.2 Gangguan Penglihatan ... 11

2.2.1 Defenisi gangguan Penglihatan ... 11

2.2.2 Anatomi Struktur Mata ... 12

2.2.2.1 Adneksa Mata... 12

2.2.2.2 Bola Mata... 13

2.2.3 Fisiologi Penglihatan ... 13

2.2.4 Mekanisme Pembentukan Bayangan ... 14

2.2.5 Perubahan Struktur Mata ... 14

2.2.5.1 Perubahan Kelopak Mata... 15

2.2.5.2 Perubahan Sistem Lakrimal ... 15

2.2.5.3 Proses Penuaan Pada Kornea Mata ... 16

2.2.5.4 Perubahan Struktur Jaringan dalam Bola Mata ... 16

2.2.6 Klasifikasi Gangguan Penglihatan ... 18

2.2.7 Pengukuran Visus pada Gangguan Penglihatan... 20

2.2.8 Prosedur Pemeriksaan Menggunakan Kartu Snellen ... 23

2.3 Aktivitas Hidup Sehari-hari ... 24

2.3.1 Defenisi ... 24

2.3.2 Macam-macam Aktivitas Hidup Sehari-hariPada Lansia ... 24

2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas... 27

2.3.3.1 Faktor - Faktor Intrinsik ... 27

2.3.3.2 Faktor – Faktor Ekstrinsik ... 29


(9)

Bab 3. Kerangka Penelitian ... 34

3.1 Kerangka Konsep ... 34

3.2 Defenisi Operasional ... 35

Bab 4. Metodologi Penelitian ... 36

4.1 Desain Penelitian ... 36

4.2 Populasi dan Sampel ... 36

4.2.1 Populasi ... 36

4.2.2 Sampel ... 36

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

4.4 Pertimbangan Etik Penelitian ... 38

4.5 Instrumen Penelitian ... 39

4.5.1 Uji Validitas ... 40

4.6 Pengumpulan Data ... 40

4.7 Analisa Data ... 41

Bab 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 42

5.1 Hasil Penelitian ... 42

5.2 Pembahasan ... 46

Bab 6. Kesimpulan dan Saran ... 52

Daftar Pustaka ... 54

Daftar Lampiran

1. Izin Survey Awal dari Fakultas Keperawatan USU

2. Izin Telah Selesai Survey Awal dari Dinas Kesejahteraan dan Sosial SUMUT

3. Komisi Etik Penelitian Kesehatan USU

4. Izin Pengambilan Data dari Fakultas Keperawatan USU

5. Izin Telah Melaksanakan Penelitian dari Dinas Kesejahteraan dan Sosial SUMUT

6. Surat Pernyataan Keaslian Terjemahan dari LBPP LIA 7. Lembar Persetujuan menjadi responden

8. Instrumen Penelitian 9. Riwayat Hidup


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kategori Gangguan Penglihatan diadaptasi dari WHO... 20 Tabel 2.2 Indeks ADL Barthel... 31

Tabel 5.1.1 Gambaran Karakteristik Responden ... 42

Tabel 5.1.2 Distribusi Freukuensi Kemampuan Aktivitas menggunakan Indeks Barthel... 43 Tabel 5.1.3 Distribusi Freukuensi Gangguan Penglihatan... 45 Tabel 5.1.4 Distribusi Freukuensi Tingkat KetergantunganADL... 4


(11)

Judul penelitian : Gambaran Aktivitas Hidup Sehari-hari dan Gangguan Penglihatan Pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

Nama : Wiwin Andhira Lubis NIM : 121121057

Jurusan : Sarjana Keperawatan Tahun : 2014

========================================================== ABSTRAK

Lansia mengalami perubahan fisiologis fungsi panca indra seperti sistem penglihatan. Proses degenerasi dialami oleh jaringan didalam bola mata, sel reseptor berkurang, visus ketajaman berkurang dibanding usia muda. Perubahan yang terjadi mengakibatkan keterbatasan lansia dalam melaksanakan aktivitas hidup sehari-hari. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran aktivitas hidup sehari-hari pada lansia yang mengalami gangguan penglihatan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif, sampel diambil dengan metode pengambilan purposive sampling dengan jumlah 45 responden. Pengumpulan data dilakukan mulai 14 november sampai dengan 29 desember 2013 dengan kuesioner aktivitas sehari-hari menggunakan indeks barthel. Hasil penelitian berdasarkan karakteristik responden menunjukkan rentang usia responden 60-74 tahun, mayoritas responden perempuan (44,4%), pendidikan SD (57,8%), lama tinggal dipanti lebih dari tiga tahun (62,2%) dan tidak menggunakan alat bantu penglihatan (57,8%). Tingkat kemampuan lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari tergolong ketergantungan mandiri (66,7%). Aktivitas dengan persentasi tertinggi dari keseluruhan aktivitas, yang dapat dilakukan lansia dengan mandiri adalah aktivitas membersihkan diri (93,3%) sedangkan aktivitas terendah dari keseluruhan aktivitas, yang dapat dilakukan lansia dengan mandiri adalah aktivitas naik turun tangga (42,2%). Hasil penelitian ini sebagai informasi pengetahuan bagi perawat dalam memberikan intervensi kepada lansia yang mengalami ketergantungan dengan mempertimbangkan berbagai aspek sebagai upaya untuk meningkatkan aktivitas hidup sehari-hari di Pelayanan Sosial Lansia.


(12)

Title Of Study : Description of Activity Daily Living and Vision Impairment on Elderly at UPT Sosial Service for Elderly and Toddlers in Binjai and Medan

Name : Wiwin Andhira Lubis Student Number : 121121057

Major : Bachelor of Nurshing

Year : 2014

ABSTRAK

For the elderly undergo a change of phsycological function of such as a system of the shight’s sense. The processes undergone by the degenaration of tissues inside eyeball, receptor cells reduced and sharpness decrease virus compare than a young age. Changes that occured resulted in limitations for the elderly in doing their daily living activities. The purpose of this study is to know the description of ADL (Activity Daily Living) on the elderly that suffer from vision impairment. This study uses descriptive design, the samples are taken using purposive sampling with 45 respondents. The collecting data is done started on 14 November until 29 Desember 2013 using questioner about daily living activities with Barthel index. The result of this study based on the characteristics of the respondent shows that the age range respondent 60 – 74 years old (53,3%), most of the respondent are woman (44, 4%), Elementary Background study (57,8%), stay more than 3 years at nursing home (62,2%), without any optical tool (57,8%). The level of elderly ability’s in doing their daily living activities independent (66,7%). The highest percentage of all activities that can be done by elderly indepedently such as, taking bath (93,3%) in the other hand the lowest of all activities that can be done by the elderly indepedently is climbing the stairs (42,2%). This result in used as the acknowledge information for nurses giving intervention for elderly who are dependent by considering the whole aspect as the effort to support activity daily living service at Elderly Sosial Service.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia telah dipersetujui bahwa penduduk lanjut usia adalah mereka yang berumur 60 tahun ke atas. Sesuai dengan undang-undang Nomor 13 tahun 1998 pasal 1 mengenai pengertian lanjut usia, yaitu seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Nugroho, 2008).

Berdasarkan data United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific UNESCAP tahun 2011, jumlah penduduk di kawasan Asia mencapai sebanyak 4,22 miliar jiwa atau 60% dari penduduk dunia. Indonesia selama empat dasawarsa terakhir menempati posisi empat jumlah populasi terbesar di dunia menurut US. Cencus bureau. Tercatat bahwa penduduk Indonesia pada tahun 2010 berdasarkan data sensus penduduk 2010 yang diselenggarakan Badan Pusat Statistika di seluruh wilayah Indonesia berjumlah 237.641.326 jiwa dengan jumlah penduduk Lansia sebanyak 18.118.699 jiwa, jumlah penduduk yang berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,18%. Pada tahun 2010 jumlah lansia sebanyak 14,439.967 jiwa (7,18%) dan mengalami peningkatan menjadi 23.992.553 jiwa (9,77%) sementara menurut Depkes pada tahun 2011 jumlah lansia sebesar 20 juta jiwa (9,51%). hasil Susenas tahun 2009, menurut jenis kelamin jumlah lansia perempuan 10,44 juta orang atau 8,96 % dari seluruh penduduk perempuan. Jumlah lansia perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki yang hanya 8,88 juta orang atau 7,76 % dari seluruh penduduk


(14)

laki-laki, hal ini disebabkan karena usia harapan hidup lansia perempuan lebih tinggi dibandingkan lansia laki-laki.

Menurut Badan Pusat Statistika Indonesia meningkatnya umur harapan hidup (UHH) adalah salah satu indikator utama tingkat kesehatan masyarakat. Semakin tinggi jumlah Lansia, maka semakin baik tingkat kesehatan masyarakatnya. Jumlah penduduk Lansia Indonesia pada tahun 2020, berdasarkan proyeksi penduduk Indonesia 2000-2025 diperkirakan akan mencapai 28,99 juta jiwa, dengan usia harapan hidup 67,4 tahun dan pada tahun 2020 diperkirakan sebesar 28,8 juta (11,34%), dengan usia harapan hidup 71,1% tahun. Pertambahan penduduk Lansia ini mungkin disebabkan oleh semakin membaiknya pelayanan kesehatan dan meningkatnya usia harapan hidup orang Indonesia.

Kehilangan penglihatan menempati posisi urutan ketiga setelah arthritis dan penyakit jantung sebagai kondisi-kondisi kronis yang umunya membutuhkan bantuan didalam aktivitas sehari-hari. Penyebab penurunan penglihatan bisa terjadi karena kongenital maupun aquired glaukoma dan Age Related Macular Degeneratif (AMD) terjadi 45 % pada penurunan penglihatan retino diabetik merupakan penyebab paling sering setelah Age Related Machular Degeneratif (Hazaria, 2009).

Di Amerika Serikat lebih dari 6 juta orang mengalami gangguan penglihatan tetapi diklasifikasikan buta. Penyebab penglihatan kurang yang sering juga ditemukan adalah katarak berpenyulit, distrofi kornea, glaukoma, retinopati diabetik, atropi optik (Vaughan, 2009). Prevalensi gangguan penglihatan di Indonesia meliputi gangguan penglihatan berat (Visual acuity 6/60 - > 3/60)


(15)

adalah 2.200.000 orang. Ganguan penglihatan sedang (Visual acuity < 6/18- > 6/60) adalah 3.600.000 orang. Jadi jumlah keseluruhan penyandang LowVision adalah 5.800.000 orang (Depkes, 2002). Menurut data sensus 2010 oleh Badan Pusat Statistik di Sumatera Utara jumlah penduduk lansia yang berumur 60 sampai diatas 90 tahun sebanyak 765.822 jiwa dan yang mengalami kesulitan melihat sebanyak 192.113 dengan tingkat penurunan penglihatan sedang 174.847 jiwa dan tingkat berat 17266 jiwa. data Susenas tahun 2009 mencantumkan jenis gangguan/kesulitan/kecacatan pada usia lanjut, yaitu penglihatan, pendengaran, sendi, sesak nafas dan pikun. Hasil penelitian Rinajumita 2009 wilayah kerja puskesmas payakumbuh gangguan penglihatan (78,8%), nyeri pada sendi pinggul (70%), nyeri pinggang atau punggung (67,8%),

Mulai usia dekade keempat pupil akan mulai mengecil dan perlu waktu untuk bereaksi terhadap cahaya. Dengan adanya perubahan ini, umumnya orang tua memerlukan 3 kali jumlah penerangan untuk melihat dibandingkan dengan dewasa muda. Selain itu untuk fokus terhadap sesuatu pun perlu lebih banyak waktu dan jarak yang lebih dekat. Perubahan lain yang terjadi adalah proses penebalan dan kekeruhan lensa mata atau terjadinya proses koagulasi protein pada lensa, glaukoma dan bermacam-macam perubahan pada retina seperti degenerasi makula retinopati (Kosasih et al, 2002).

Komplikasi soal mata dengan kemunduran visus (daya penglihatan) terutama untuk membaca (presbiopi) yang biasanya dimulai sejak usia 40 tahun, sehingga memerlukan kaca mata dengan lensa “plus” khusus untuk membaca. Proses menua hanya sedikit melemahkan daya penglihatan (ketajaman) dan


(16)

mungkin memerlukan cahaya lampu lebih terang ditempat-tempat strategis seperti daerah bekerja, menaiki tangga rumah, tempat membaca (Stanley, 2006).

UPT Pelayanan Sosial Lansia dan anak Balita Binjai merupakan unit pelaksannan teknis dibidang pembinaan kesejahteraan bagi para lanjut usia/ jompo. Berdasarkan penelitian Inta et al (2012) di PSWT Mulia Dharma Kabupaten Kubu Raya dengan mengukur aktivitas fisik lansia sehari-hari dengan indeks barthel didapatkan hasil responden mayoritas dengan ketergantungan ringan 27 (62%), ketergantungan sedang 25,6%, berat 7% dan total 5% . lain halnya penelitian Suhartini (2004) di Jombang Hampir seluruh responden mandiri dalam melakukan aktifitas dasar seperti bangun dari tempat tidur, berdandan, berkomunikasi yaitu (95,5%), buang air kecil / besar kekamar mandi, makan (94,4%), mandi (93,3%), berpindah tempat/berjalan (90%) Sedangkan aktifitas Instrumen yang paling sedikit dilakukan secara mandiri adalah menangani keuangan (32,2%).

Dari data UPT Pelayanan Sosial Binjai terdapat 180 jumlah lansia. Perubahan penuaan normal dan masalah kesehatan yang sering tercermin dalam penurunan dalam kemampuan fisik para lansia, yang dapat membuat mereka kurang mandiri, kurang aman dan dapat membuat tugas-tugas sehari-hari jauh lebih sulit bagi mereka. Hal tersebut tentunya juga akan berpengaruh pada aktivitas hidup sehari-hari sehingga dapat menurunkan kualitas hidup lansia yang berimplikasi pada kemandirian dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari (Nugroho 2008). Kemampuan dan ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dapat diukur dengan menggunakan indekz Barthel meliputi transfer


(17)

(tidur – duduk), mobilisasi (berjalan), penggunaan toilet (pergi ke/dari WC, melepaskan/ mengenakan celana, menyeka, menyiram), membersihkan diri ( lap muka, sisir rambut, sikat gigi), mengontrol BAB, mengontrol BAK, mandi, berpakaian, makan, dan naik turun.

Berdasarkan fenomena di atas penulis tertarik untuk meneliti tentang gambaran aktivitas hidup sehari-haridan gangguan penglihatan pada lansia sesuai indeks Barthel untuk mengetahui ketergantungan klien dari mandiri, ketergantungan ringan, ketergantungan sedang dan ketergantungan total.

1.2 Pertanyaan Penelitian

Bagaimana gambaran aktivitas hidup sehari-hari dan gangguan penglihatan pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Anak balita wilayah Binjai dan Medan.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengidentifikasi gambaran aktivitas hidup sehari-hari dan gangguan penglihatan pada lansia yang tinggal di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Anak Balita wilayah Binjai dan Medan.


(18)

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengidentifikasi gangguan penglihatan yang dialami lansia di UPT Pelayanan Sosial dan Anak Balita Binjai.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang berguna untuk meningkatkan mutu pendidikan keperawatan, Menambah kepustakaan khususnya tentang gambaran aktivitas hidup sehari-hari lansia yang mengalami gangguan penglihatan sehingga informasi ini dapat dikembangkan dalam praktek belajar diUPT Pelayanan sosial Lansia.

1.4.2 Bagi Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan masukan dalam memberikan intervensi keperawatan dengan mempertimbangkan berbagai aspek sebagai upaya meningkatkan kebutuhan aktivitas sehari-hari pada lanjut usia yang mengalami gangguan penglihatan.

1.4.3 Bagi Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi lanjutan penelitian selanjutnya yang meneliti tentang topik dan ruang lingkup kemandirian dalam pemenuhan aktivitas hidup sehari-hari pada klien lanjut usia yang mengalami gangguan penglihatan.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lansia

2.1.1 Defenisi Lansia

Menurut Depkes RI (2001) Penuaan adalah proses alamiah yang tidak dapat dihindari, berjalan secara terus menerus dan berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia pada tubuh sehingga mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan (Maryam, 2008).

WHO dan Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab I pasal I ayat 2 menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian (Nugroho, 2008).

Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmodjo, 2006). Menurut UU kesehatan Nomor 23 tahun 1992 manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial. Perubahan ini akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan termasuk kesehatannya. Aspek biologis mencakup perubahan anatomi sel, jaringan secara fisiologis yang berhubungan dengan perubahan-perubahan. Aspek psikologis yang ditekankan


(20)

bekal agama dan pendekatan psikologis dari proses menua. Perubahan status sosial dan ekonomi dilihat dari menurunnya pendapatan, hilangnya fasilitas serta aspek kesehatan meliputi gangguan kesehatan akibat proses degeneratif (Fatimah, 2010).

2.1.2 Penggolongan Lansia

Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun, usia lanjut (elderly) antara 60 -74 tahun, usia tua (old) antara 75 - 90 tahun, usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun. Menurut pasal 1 Undang-Undang No. 4 tahun 1965: Seseorang dinyatakan sebagai orang jompo atau usia lanjut setelah yang bersangkutan mencapai usia 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Nugroho, 2008).

Departemen Kesehatan RI 2003 dalam Maryam (2008) membagi lansia sebagai berikut : Pralansia (45-59 tahun), Lansia (60 tahun), Lansia risiko tinggi (70 tahun atu lebih dengan masalah kesehatn ), Lansia Potensial (masih mampu melakukan pekerjaan), Lansia tidak Potensial (hidupnya bergantung dengan orang lain) . Harlock (1979) dalam Sunyoto (1994) beberapa masalah yang dapat menyertai lansia yaitu: (1) Ketidak berdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain (2) Ketidak pastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola hidupnya (3) Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau pindah (4)


(21)

Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yangbertambah banyak, dan (5) Belajar memperlakukan anak-anak yang telah tumbuh dewasa.

2.1.3 Perubahan Umum Fungsi Fisiologis Pada Lansia

Perubahan fungsi panca indra yang diakibatkan oleh proses penuaan secara fisiologis sebagai berikut.

1. Sistem penglihatan : Adanya penurunan yang konsisten dalam kemampuan untuk melihat objek pada tingkat penerangan yang rendah serta menurunnya sensivitas terhadap warna. Orang berusia lanjut pada umumnya menderita presbiopi atau tidak dapat melihat jarak jauh dengan jelas yang terjadi karena elastisitas lensa mata berkurang (Maryam, 2008).

2. Sistem pendengaran : kehilangan kemampuan mendengar bunyi dengan nada yang sangat tinggi sebagai akibat dari berhentinya pertumbuhan syaraf dan berakhirnya pertumbuhan organ basal yang mengakibatkan matinya rumah siput didalam telinga disebut presbikusis (Fatimah, 2010).

3. Sistem perasa : Saraf perasa yang berhenti tumbuh ini semakin bertambah banyak dengan bertambahnya usia. selain itu, terjadi penurunan sensivitas papil - papil pengecap terutama terhadap rasa manis dan asin.


(22)

4. Sistem penciuman : daya penciuman menjadi kurang tajam seiring bertambahnya usia, sebagian karena pertumbuhan sel didalam hidung berhenti dan sebagian lagi karena semakin lebatnya bulu rambut di lubang hidung (Maryam,2008).

5. Sistem peraba: kulit menjadi semakin kering dan keras maka indra peraba dikulit semakin peka. Respon sensorik akan menumpul seiring bertambahnya usia, namun tidak menghilang (Fatimah,2010).

6. Sistem Pencernaan : pada sistem pencernaan esofagus melebar, asam lambung serta peristaltik menurun, sehingga daya absorpsi menurun. Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ menurun menyebabkan berkurangnya produksi hormon dan enzim pencernaan biasanya menimbulkan konstipasi.

7. Sistem Perkemihan :

Begitu pula pada ginjal mengecil, aliran darah keginjal menurun dan fungsi tubulus menurun sehingga kemampuan untuk mengonsentrasi urine ikut menurun (Maryam 2011). sistem perkemihan banyak mengalami kemunduran, seperti laju filtrasi ekresi dan reabsorpsi ginjal. Hal ini akan memberikan efek dalam pemberian obat pada lansia. Pola berkemih tidak normal seperti banyak berkemih dimalam hari sehingga mengharuskan mereka pergi ketoilet sepanjang malam hal ini menunjukkan inkotenenisa meningkat (Ma’rifatul, 2011).


(23)

2.2 Gangguan Penglihatan

2.2.1 Defenisi Gangguan Penglihatan

Gangguan penglihatan adalah ganggaun penglihatan mata sejenak pada kedua mata bisa terjadi pada gangguan vaskular di korteks visual kedua sisi. Kehilangan penglihatan sejenak pada satu mata akibat serangan otak sepintas karena gangguan pada arteri karotis yang berlangsung <10 menit. Terdapatnya gangguan penglihatan dengan keluhan kesukaran melakukan pekerjaan malam hari disertai keluhan secara kualitatif melihat objek menjadi kurang terang yang biasanya berhubungan dengan kelainan mata (Misbach, 2000).

Lansia pada umumnya menderita presbiopi atau tidak dapat melihat jarak jauh dengan jelas yang terjadi karena elastisitas lensa mata berkurang (Maryam 2008). Proses degenerasi dialami oleh berbagai jaringan didalam bola mata, sel-sel reseptor berkurang, visus kurang tajam dibandingkan pada usia muda. Keluhan silau (Foto-Fobi) timbul akibat proses penuaan pada cornea dan lensa (Irianto, 2004). Gangguan mata lain yang dapat menyebabkan kerusakan penglihatan seperti, katarak, glaukoma (Fatimah, 2010).

2.2.2 Anatomi Struktur Mata

Mata merupakan indra penglihatan dapat dijelaskan analog dengan kamera, sehingga cahaya atau sinar jatuh pada retina dan cahaya dipatahkan oleh sebuah lensa (Watson, 2002). Adapun anatomi organ penglihatan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:


(24)

2.2.2.1 Adneksa Mata

merupakan jaringan pendukung mata yang terdiri dari:

1. Kelopak mata terdiri atas lempeng penyokong di bagian tengah yang terdiri dari jaringan ikat dan otot rangka yang diliputi kulit di bagian luar dan suatu membran mukosa di dalam. Kelopak mata berfungsi melindungi mata dan berkedip serta untuk melicinkan dan membasahi mata.

2. Konjungtiva adalah membran mukosa jernih yang melapisi permukaan dalam kelopak dan menutupi permukaan sklera pada bagian depan bola mata. Konjungtiva di susun oleh epitel berlapis silindris yang mengandung sel goblet yang terletak di atas suatu lamina basal dan lamina propia yang terdiri atas jaringan ikat longgar.

3. Sistem Saluran Air Mata (Lakrimal) terletak pada sudut superlateral rongga mata dan berfungsi untuk menghasilkan cairan air mata.

4. Rongga Orbita merupakan rongga tempat bola mata yang dilindungi oleh tulang-tulang yang kokoh.

5. Otot-Otot Bola Mata masing-masing bola mata mempunyai enam buah otot yang berfungsi menggerakkan kedua bola mata secara terkoordinasi pada saat melirik (Vaughan & Asbury, 2009).

2.2.2.2 Bola Mata

Dinding bola mata disusun oleh 3 tunika (lapisan) yaitu:

1. Tunika fibrosa (lapis sklera-kornea) merupakan lapisan luar bola mata yang terdiri atas sklera dan kornea.


(25)

2. Tunika vaskularis (lapis uvea) merupakan lapisan tengah bola mata terdiri atas khoroid, badan siliaris dan iris.

3. Tunika neuralis (lapis retina) merupakan lapisan dalam bola mata terdiri atas retina (Watson, 2006 ).

2.2.3 Fisiologi Penglihatan

Indera penglihatan menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina dengan perantaraan serabut nervus optikus yang menghantarkan ransangan ini ke pusat penglihatan pada otak unutk ditafsirkan. Cahaya yang jatuh kemata menimbulkan bayangan yang letaknya difokuskan pada retina. Bayangan itu akan menembus dan diubah oleh kornea lensa badan ekueus dan vitrous. Lensa membiaskan cahaya dan mempokuskan bayangan pada retina bersatu menangkapkan sebuah titik bayangan yang difokuskan (Irianto, 2004).

2.2.4 Mekanisme Pembentukan Bayangan

Bayangan yang jatuh pada retina akan menghasilkan sinyal nervus optikus nyata, sinar yang membentuk retina membentuk potensial dalam bayangan kerucut impuls dihantarkan kedalam korteks serebri pada tempat yang menghasilkan sensasi bayangan selanjutnya mengirimkan bayangan dua dimensi ke otak untuk direkontruksikan menjadi tiga dimensi. Pembentukan bayangan abnormal jika bola mata terlalu panjang dan berbentuk elips, titik fokus jatuh di didepan retina sehingga bayangan kabur. Untuk melihat lebih jelas harus mendekatkan mata pada objek yang dilihat, dibantu lensa bikonkaf yang memberi cahaya divergen sebelum masuk mata (Syaifuddin, 2006).


(26)

2.2.5 Perubahan Struktur Mata

Perubahan penglihatan dimulai dengan terjadinya kehilangan kemampuan akomodatif seperti seseorang mengalami kesulitan membaca huruf - huruf kecil. Kerusakan kemampuan akomodasi terjadi karena otot-otot siliaris menjadi lebih lemah dan kendur serta lensa kristalin mengalami kehilangan elastisitas dan kemampuan untuk memusatkan pada penglihatan jarak dekat. Ukuran pupil menurun penuaan karena sfinkter pupil mengalami sklerosis. Miosis pupil ini dapat mempersempit lapangan pandang seseorang dan mempengaruhi penglihatan perifer (Stanley, 2006).

2.2.5.1 Perubahan Struktur Kelopak Mata

M. Orbicularis terjadi perubahan kedudukan palpebra yaitu terjadi entropion / ektropion senilis / involusional pada usia lanjut. Pada ektropion bila margo palpebra mulai eversi, konjungtiva tersalis menjadi terpapar (ekspose), ini menyebabkan inflamasi sekunder dan tarsus akan menebal sehingga secara mekanik akan mempercepat ektropionnya.

Retaktor Palpebra inferior mengalami kekendoran mengakibatkan tepi bawah tarsus rotasi / berputar kearah luar sehingga memperberat terjadinya entropion. Tarsus kurang kaku oleh karena proses atropi akan menyebabkan tepi atas lebih melengkung kedalam sehingga entropion lebih nyata. Kulit pada palpebra mengalami atropi dan kehilangan elastisitasnya sehingga menimbulkan


(27)

pada palpebra superior maupun inferior dan disebut sebagai dermatokalasis (Darmojo, 2006).

2.2.5.2 Perubahan Sistim Lakrimal

Pada usia lanjut seringkali dijumpai keluhan nrocos, kegagalan fungsi pompa pada sistem kanalis lakrimalis disebabkan oleh karena kelemahan palpebra, eversi punctum atau malposisi palpebra sehingga akan menimbulkan keluhan mata kering yaitu adanya rasa tidak enak seperti terdapat benda asing atau seperti ada pasir, mata lensa kering bahkan kabur (Darmojo, 2006).

2.2.5.3 Perubahan Pada Kornea

Arcus senilis. Kelainan ini berupa infiltrasi bahan lemak yang bewarna keputihan bebrbentuk cincin, dibagian tepi kornea. Mula - mula timbulnya dibagian inferior diikuti bagian superior berlangsung meluas dan akhirnya membentuk cincin.

2.2.5.4Perubahan Struktur Jaringan dalam Bola Mata

Lensa Crystallina. nukleus makin membesar dan padat sehingga bagian kortex makin menipis, elastisitas lensa jadi berkurang, indeks bias berubah (membias sinar jadi lemah). Lensa yang mula-mula bening transparan menjadi tampak keruh. Iris mengalami proses degenerasi menjadi kurang cemerlang dan mengalami depigmentasi tampak ada bercak bewarna muda sampai putih. Pupil kontriksi Pada usia tua terjadi 1 mm, replek direk lemah. Badan kaca (vitreus


(28)

berdigenerasi konsitensi lebih encer (Synchisis) dapat menimbulkan keluhan photopsia (melihat kilatan cahaya saat ada perubahan posisi bila mata).

Retina terjadi degenerasi pada gambaran pundus mata mula-mula tampak merah jingga cemerlang menjadi suram dan ada jalur-jalur berpigment (Tiroid Appearance) terkesan seperti kulit harimau. Jumlah sel fotoreseptor berkurang sehingga adaptasi gelap dan terang memanjang dan terjadi penyempitan lapangan pandang (Darmojo, 2006).

Beberapa masalah gangguan penglihatan yang sering terjadi pada lansia sebagai berikut :

1. Presbiopi

Gangguan penglihatan yang terjadi karena kekakuan lensa. Menurut penelitian lensa manusia mulai terjadi kekakuan pada usia 40 tahun sehingga kemampuan akomodasi menurun. Sinar yang masuk kemata tidak dibiaskan tepat diretina dan dibutuhkan lensa kaca mata yang sesuai dengan usia (Tarwoto, Aryani, Wartonah 2009).

2. Katarak

Katarak adalah kekeruhan lensa atau kapsul lensa mata yang disebabkan oleh proses penuaan, diabetes militus dan pemberian obat kortison dalam waktu lama. Katarak merupakan penyakit yang paling banyak terjadi pada lansia (katarak senile) terutama pada usia diatas 70 tahun. Perubahan biokimiawi yang ditemukan adalah meningkatnya jumlah protein insoluble dan ion kalcium dalam


(29)

lensa. Gejala yang dirasakan lansia adalah kehilangan secara bertahap, tidak nyeri, penglihatan buruk saat membaca, pandangan silau, pupil bewarna putih susu (Fatimah, 2008).

3. Glaukoma

Adanya peningkatan tekanan intraokular yang muncul ketika tekanan intraokuler mencapai tingkat patologi yaitu 60-70 mm Hg. Tingkat tekanan sebesar 20-30 mm Hg dalam waktu yang lama bisa mengakibatkan hilangnya penglihatan. Pada glaukoma akut tekanan yang ekstrim bisa mengakibatkan kebutaan dalam beberapa jam (Charlene). Tekanan intraokuler normal kurang lebih 15 mmHg dengan rentangan 12-20 mm Hg (guyton, 1991). Ditimbulkan oleh adanya cairan dalam bilik anterior yang belum sempat disalurkan keluar, sehingga peningkatan tegangan dapat menimbulkan tekanan pada saraf optik yang lama-kelamaan menghilangkan daya penglihatan pada mata. Pengobatan dengan obat-obatan yang mengkontriksikan otot-otot sfingter pupil dan oto-otot siliaris atau operasi membuat lubang pada iris (Irianto, 2004).

2.2.6 Klasifikasi Ketajaman Penglihatan Menurut Ilyas, Sidarta (2009) sebagai berikut :

1. penglihatan normal

pada keadaan ini penglihatan mata adalah normal dengan snelen chart dengan jarak 6 meter 6/3 hingga 6/7 atau dengan snellen chart 20 kaki 20/10 hingga 20/25. Penglihatan hampir normal tidak menimbulkan masalah yang gawat akan tetapi perlu diketahui penyebab mungkin suatu


(30)

penyakit yang masih dapat diperbaiki dengan snellen jarak 20 kaki 20/30-hingga 20-70 atau 6/9 20/30-hingga 6/21 untuk snellen jarak 6 meter.

2. Low Vision (Penglihatan Kurang)

Terdapat gangguan penglihatan dengan tajam penglihatan kurang 6/18 (jarak 6 meter) atau 20/70 (jarak 20 kaki) - 6/60 (jarak meter) atau 20/200 (jarak 20 kaki). Orang lanjut usia dengan kacamata atau kaca pembesar masih dapat membaca dengan cepat, tidak menimbulkan masalah yang gawat, tetapi perlu diketahui penyebab mungkin suatu penyakit yang masih dapat diperbaiki. penglihatan (Low vision) masih dapat berorientasi dan melakukan mobilitas umum akan tetapi mendapat kesulitan pada lalu lintas dan melihat nomor mobil. Untuk membaca diperlukan lensa pembesar sehingga membaca jadi melambat dengan efisiensi penglihatan 20%-70%.

2. Blindness (kebutaan)

terdapat gangguan penglihatan dengan tajam penglihatan > 20/400 (kaki). Bertambahnya masalah orientasi dan mobilisasi. Diperlukan tongkat untuk mengenal lingkungannya. Pada buta total tidak mengenal rangsangan sinar sama sekali.

Penglihatan akan memberikan hambatan tertentu. Pada setiap hambatan diperlukan alat bantu sehingga terdapat kemudahan dalam penyesuaian dengan kehidupan normal. Low vision dibagi 2 kelompok : ringan dan berat.


(31)

1. Low vision ringan dimana terdapat gangguan penglihatan ringan dengan tajam penglihatan kurang 0,3 (< 5/15, 6/18 atau 6/20, 20/80 atau 20/70). 2. Low vision berat yaitu terdapat gangguan penglihatan berat yang pada

negara tertentu dimasukkan kedalam golongan buta. Tajam penglihatan kurang dari 0,12 (5/40, 6/48 atau 20/160).

Tabel 2.1 Kategori gangguan penglihatan diadaptasi dari WHO Low Vision Kategori

gangguan penglihatan

Ketajaman penglihatan

1 6/18 (meter) atau 20/70(kaki) 2 6/60 (meter) atau 20/200 (kaki) Blindness 3 3/60 (menghitung jari pada jarak 3 m)

20/400 (kaki)

4 1/60 (menghitung jari pada jarak 1 m) 5/300

5 Tidak ada persepsi cahaya

2.2.7 Pengukuran Visus pada Gangguan Penglihatan

Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan mata untuk mengetahui sebab kelainan mata yang mengakibatkan turunnya ketajaman penglihatan. Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat dilakukan dengan kartu snellen dan bila kurang penglihatan (Low vision) maka tajam penglihatan diukur dengan menentukan kemampuan melihat jumlah jari, lambaian tangan ataupun proyeksi


(32)

sinar (Ilyas, 2009). Pengukuran dilakukan menggunakan Snelen Chart yang sudah dikenal terdiri atas deretan huruf acak yang tersusun mengecil untuk menguji penglihatan jauh. Visus normal adalah 20/20 (ukuran feet), atau 6/6 (dengan satuan ukuran meter). Penghitungan Visus menggunakan rumus: V= d/D yaitu V = visus atau ketajaman penglihatan, d= jarak antara kartu Snelen dengan mata orang yang sedang diukur D = jarak baca penglihatan normal (Vaughan, 2010).

Dengan kartu snelen chart standart ini ditentukan tajam penglihatan seseorang seperti :

1. Bila tajam penglihatan 6/6 maka ia dapat melihat huruf pada jarak 6 meter (visus normal).

2. Bila tajam penglihatan 6/30 maka lansia dapat melihat huruf pada baris yang menunjukkan angka 30

3. Bila lansia hanya dapat membaca huruf baris menunjukkan angka 50, berarti tajam penglihatan lansia 6/50.

4. Bila tajam penglihatan 6/60 berarti hanya dapat melihat jarak 6 meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter. 5. Dengan uji lambaian tangan maka tajam penglihatan pasien 1/300.

6. Bila sinar saja dan tidak dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut tajam penglihatan 1/-.

Bila seseorang diragukan penglihatan berkurang akibat kelainan refraksi (miopia, astigmatisme) maka dilakukan uji pinhole yang dapat dikoreksi dengan kaca mata. Bila pinhole diletakkan didepan mata penglihatan


(33)

menjadi kabur berarti ada kelainan organik atau kekeruhan media penglihatan.

Gambar 2.1 Snellen chart

2.2.8 Prosedur Pemeriksaan Mata dengan menggunakan Kartu Snellen Menurut Depkes RI (2007) prosedur pemeriksaan sebagai berikut : Tahap I. Pengamatan:

Pemeriksa memegang senter perhatikan: 1. Posisi bola mata: apakah ada juling


(34)

2. Konjungtiva: ada pterigium atau tidak 3. Kornea: ada parut atau tidak

4. Lensa: jernih atau keruh/ warna putih

Tahap II. Pemeriksaan Tajam Penglihatan Tanpa Pinhole:

1. Pemeriksaan dilakukan di pekarangan rumah (tempat yang cukup terang), responden tidak boleh menentang sinar matahari.

2. Gantungkan kartu Snellen sejajar mata responden dengan jarak 6 meter. 3. Pemeriksaan dimulai dengan mata kanan dan Mata kiri responden ditutup

dengan telapak tangannya tanpa menekan bola mata.

4. Responden disuruh baca huruf dari kiri-ke kanan setiap baris kartu Snellen atau dimulai baris teratas atau huruf yang paling besar sampai huruf terkecil (baris yang tertera angka 20/20).

5. Bila dalam baris tersebut responden dapat membaca huruf kurang dari setengah baris/ maka yang dicatat ialah baris yang tertera angka di atasnya. 6. Bila dalam baris tersebut responden dapat membaca huruf setengah baris

atau lebih maka yang dicatat ialah yang tertera diangka tersebut Pemeriksaan Tajam Penglihatan dengan hitung jari:

1. Bila responden belum dapat melihat huruf terbesar dari kartu Snellen maka mulai hitung pada jarak 3 meter (tulis 3/60).

2. Bila belum bisa terlihat maka maju 2 meter (tulis 2/60), bila belum terlihat maju 1 meter (tulis 1/60). Bila belum juga terlihat maka lakukan lambaikan tangan pada jarak 1 meter (tulis 1/300).


(35)

3. Lambaian tangan belum terlihat maka senter mata responden dan tanyakan apakah responden dapat melihat sinar senter (tulis 1/-).

2.3 Aktivitas Hidup Sehari-hari 2.3.1 Defenisi

Aktivitas kehidupan sehari-hari adalah aktivitas yang biasanya dilakukan sepanjang hari normal dan aktivitas tersebut mencakup, ambulansi makan berpakaian, mandi, berhias. Kondisi yang membutuhkan bantuan dalam AKS dapat bersifat akut, kronis, temporer, permanen atau rehabilitatif. Dalam kasus bantuan sementara dalam AKS, klien membutuhkan bantuan selama periode (Perry & Potter, 2008). Manusia yang telah terbiasa mandiri selama rentang bertahun-tahun akan terus berusaha mempertahankan kemandirian itu dalam beraktivitas sehari-hari selama mungkin (Putri 2011). Dalam rentang waktu lebih dari satu tahun dapat memungkinkan lansia untuk beradaptasi sehingga lansia tersebut dapat mengoptimalkan kemandirian nya Pratikwo (2006).

Menurut Darmojo, 2006 ADL (activity daily living) dibagi beberapa jenis yaitu :

1. Aktivitas hidup sehari-hari (AHS dasar) hanya memerlukan kemampuan tubuh untuk berfungsi sederhana, misalnya bangun dari tempat tidur, berpakaian, kekamar mandi/WC.

2. Aktivasi hidup sehari-hari instrumental (AHS Instrumental) selain memerlukan kemampuan otot, susunan syaraf yang lebih rumit juga


(36)

kemampuan berbagai organ, kemampuan dasar, juga memerlukan berbagai organ kognitif lain.

3. Kemampuan mental dan kognitif, terutama menyangkut fungsi intelek, memori lama dan memori tentang hal-hal yang baru saja terjadi.

2.3.2 Macam-Macam Aktivitas hidup Sehari-hari Pada Lansia Menurut Lueckenotte (2000), aktifitas sehari-hari terdiri dari:

1. Mandi (spon, pancuran, atau bak)

Tidak menerima bantuan (masuk dan keluar bak mandi sendiri jika mandi dengan menjadi kebiasaan), menerima bantuan untuk mandi hanya satu bagian tubuh (seperti punggung atau kaki), menerima bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh (atau tidak dimandikan).

2. Berpakaian

Mengambil baju dan memakai baju dengan lengkap tanpa bantuan, mengambil baju dan memakai baju dengan lengkap tanpa bantuan kecuali mengikat sepatu, menerima bantuan dalam memakai baju, atau membiarkan sebagian tetap tidak berpakaian.

3. Toileting

Pergi kekamar kecil membersihkan diri dan merapikan baju tanpa bantuan (dapat mengunakan objek untuk menyokong seperti tongkat, walker, atau kursi roda). menerima bantuan kekamar kecil membersihkan diri, atau dalam merapikan pakaian setelah eliminasi, atau pispot pada malam hari, tidak ke kamar kecil untuk proses eliminasi.


(37)

4. Berpindah

Berpindah dari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya tanpa bantuan (mungkin mengunakan alat/objek untuk mendukung seperti tempat atau alat bantu jalan), berpindah dari tempat tidur atau kursi dengan bantuan, bergerak naik atau turun dari tempat tidur.

5. Kontinen

Mengontrol perkemihan dan defekasi dengan komplit oleh diri sendiri, kadang-kadang mengalami ketidak mampuan untuk mengontrol perkemihan dan defekasi, pengawasan membantu mempertahankan control urin atau defekasi, kateter digunakan atau kontinen.

6. Makan

Makan sendiri tanpa bantuan, Makan sendiri kecuali mendapatkan bantuan dalam mengambil makanan sendiri, menerima bantuan dalam makan sebagian atau sepenuhnya dengan menggunakan selang atau cairan intravena.

2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas

Kemauan dan kemampuan untuk melaksanakan aktifitas sehari hari pada lansia dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut adalah sebagian berikut :

2.3.3.1 Faktor - faktor Intrinsik

1. Umur

Menurut Potter dan Perry (2005) Kemampuan aktifitas sehari-hari pada lanjut usia di pengaruhi dengan umur lanjut usia itu sendiri. Umur seseorang menunjukkan tanda kemauan dan kemampuan, ataupun


(38)

bagaimana seseorang bereaksi terhadap ketidakmampuan melaksanakan aktifitas sehari-hari. Pada kelompok umur > 85 tahun lebih banyak membutuhkan bantuan pada satu atau lebih aktivitas sehari - hari dasar. 2. Kesehatan Fisiologis

Kesehatan fisiologis seseorang dapat mempengaruhi kemampuan dalam aktifitas sehari-hari. Gangguan pada sistem ini misalnya karena penyakit, atau trauma injuri dapat mengganggu pemenuhan aktifitas sehari-hari. Penelitian Penduduk Usia Lanjut di Kodya Ujung Pandang (2005) menemukan bahwa lansia menderita berbagai penyakit berhubungan dengan penuaan antara lain diabetes melitus, hipertensi, jantung koroner, rematik, dan asma sehingga menyebabkan aktivitas bekerja terganggu. 3. Fungsi Kognitif

Kognitif adalah kemampuan berfikir dan memberi rasional, termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan (Keliat,1995). Tingkat fungsi kognitif dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Gangguan pada aspek-aspek dari fungsi kognitif dapat mengganggu dalam berfikir logis dan menghambat kemandirian dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari.

4. Fungsi psikologis

Fungsi psikologis berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang, Meskipun seseorang sudah terpenuhi kebutuhan materialnya, tetapi bila kebutuhan psikologisnya tidak terpenuhi, maka dapat mengakibatkan dirinya merasa tidak senang dengan kehidupanya, sehingga kebutuhan


(39)

psikologi harus terpenuhi agar kehidupan emosionalnya menjadi stabil (Tamher, 2009).

5. Tingkat Stres

Stres merupakan respon fisik nonspesifik terhadap berbagai macam kebutuhan. Faktor yang menyebabkan stres disebut stressor, dapat timbul dari tubuh atau lingkungan dan dapat mengganggu keseimbangan tubuh. Stres dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan. Stres dapat mempunyai efek negatif atau positif pada kemampuan seseorang memenuhi aktifitas sehari-hari .

2.3.3.2 Faktor - faktor Ekstrinsik 1. Lingkungan Keluarga

Keluarga masih merupakan tempat berlindung yang paling disukai para lanjut usia. Lanjut usia merupakan kelompok lansia yang rentan masalah, baik masalah ekonomi, sosial, budaya, kesehatan maupun psikologis, oleh karenanya agar lansia tetap sehat, sejahtera dan bermanfaat, perlu didukung oleh lingkungan yang konduktif seperti keluarga. Menurut Pickett (2009) mengenai fenomena penuaan adalah jumlah kelurga menurun, dan angka perceraian meningkat Hubungan orang muda dan orang tua semakin renggang, kebutuhan yang melanda kaum muda hampir menyita seluruh waktunya, sehingga mereka hanya memiliki sedikit untuk memikirkan orang tua. Kondisi seperti ini menyebabkan kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak, kurangnya perhatian dan pemberian keperawatan terhadap terhadap orang tua. Untuk memperbaiki kualitas sumber


(40)

daya manusia lanjut usia perlu mengetahui kondisi lanjut usia di masa lalu dan masa sekarang sehingga orang lanjut usia dapat diarahkan menuju kondisi kemandirian.

2. Lingkungan Tempat Kerja

Kerja sangat mempengaruhi keadaan diri dalam mereka bekerja, karena setiap kali seseorang bekerja maka ia memasuki situasi lingkungan tempat yang ia kerjakan. Tempat yang nyaman akan membawa seseorang mendorong untuk bekerja dengan senang dan giat. faktor lingkungan seperti hari terang dan gelap Serta cuaca juga dapat mempengaruhi aktifitas sehar-hari.

2.3.4 Indeks Barthel

Indeks ADL Barthel merupakan salah satu alat ukur status fungsional yang dijadikan sebagai salah acuan untuk penelitian serta digunakan secara luas hampir seluruh dunia dan masi tetap menjadi standar diberbagai buku (Agung, 2006). Indeks Barthel adalah menilai perawatan diri dan mengukur harian seseorang berfungsi secara khusus aktivitas sehari-hari dan mobilitas (Lueckenotte, 2000).

Kemampuan dan ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dapat diukur dengan menggunakan indekz Barthel. Indeks ADL Barthel (modifikasi Collin C, Wade DT) dalam Agung (2006) menjelaskan suatu alat/instrumen ukur aktivitas hidup sehari-hari berupa kuesioner terdiri dari 10 item yaitu, mengendalikan rangsang buang air besar, mengendalikan rangsang buang air kecil, membersihkan diri (sikat gigi, sisir rambut, bercukur, cuci muka), penggunaan jamban/toilet – masuk dan keluar WC (melepas, memakai celana,


(41)

membersihkan/menyeka, menyiram), makan, berpindah posisi dari tempat tidur ke kursi dan sebaliknya, mobilitas/berjalan, berpakaian, naik-turun tangga dan mandi dengan Skor antara 0-20. Skor 20 = mandiri, skor 12-19 = ketergantungan ringan, skor 9-11 = ketergantungan sedang, skor 5-8 = ketergantungan berat, skor 0-4 = ketergantungan total.Penilaian apabila seseorang mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri maka akan mendapat nilai 3 dan jika membutuhkan bantuan nilai 2 dan 1 jika tidak mampu melakukan aktivitas untuk masing-masing item. Kemudian nilai dari setiap item akan dijumlahkan untuk mendapatkan skor total dengan skor maksimum adalah 20.

Tabel 2.2 Indeks ADL Barthel

No. Aktivitas Kemampuan Skor

1. Mengendalikan rangsang buang air besar (BAB)

Tidak terkendali/ tidak teratur Kadangkala tidak terkendali Terkendali teratur

0 1 2 2. Mengendalikan rangsang

berkemih (BAK)

Tidak terkendali/ menggunakan kateter

Kadangkala tidak berkemih Terkendali teratur

0 1 2

3. Membersihkan diri (muka, sisir rambut, sikat gigi, bercukur, cuci muka)

Membutuhkan bantuan orang lain

Mandiri

0 1

4. Penggunaan toilet Tergantung perlu pertolongan orang lain

Perlu bantuan

0 1 2


(42)

Mandi

5. Makan Tidak mampu

Perlu pertolongan orang lain Mandiri

0 1 2 6. Berpindah posisi dari

tempat tidur ke kursi dan sebaliknya

Tidak mampu

Perlu bnatuan 2 orang Perlu bantuan satu orang Mandiri

0 1 2 3 7. Mobilitas/ berjalan Tidak mampu

Mobilitas dengan kursi roda Berjalan dengan bantuan 1 orang Mandiri 0 1 2 3

8. Berpakaian Tergantung orang lain Sebagian dibantu

Mandiri

0 1 2 9. Naik turun tangga Tidak mampu

Perlu pertolongan orang lain Mandiri

0 1 2 10 Mandi Tergantung orang lain

Mandiri

0 1 Skor Total (0–20)


(43)

Keterangan:

A. Untuk setiap komponen/butir indeks ADL Barthel:

1. Jika membutuhkan enema/pencahar disebut inkontinen (dinilai 1 minggu sebelumnya).

2. Kadangkala : maksimal 1 kali/24 jam (dinilai 1 minggu sebelumnya)

3. Dinilai 24-48 jam sebelumnya. Kebersihan diri termasuk: sikat gigi, menyisir, bercukur,cuci muka,

4. Mampu mencapai WC, mencopot celana, membersihkan kotoran dari tubuh, berpakaian dan meninggalkan WC (mandiri)

5. Mampu mengkonsumsi makanan normal(tidak hanya berbentuk lunak), tidak dibantu orang lain (mandiri). Perlu bantuan: makanan dipotongkan tetapi klien makan sendiri

6. Dari tempat tidur/berbaring ke kursi/duduk Tidak mampu: tidak ada keseimbangan atau tidak mampu duduk. 7-10 sudah jelas.

B. Penilaian untuk setiap komponen/butir indeks ADL Barthel berdasarkan pengamatan, wawancara penilai terhadap aktivitas actual performance (yang benar-benar dikerjakan oleh subyek).

C. Total skor = 20 : Mandiri

= 12 - 19 : Ketergantungan Ringan = 9 -11 : Ketergantungan Sedang = 5-8 : Ketergantungan Berat = 0-4 : Ketergantungan Total


(44)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini menggunakan teori secara sistematis mendeskripsikan tentang gambaran aktivitas hidup sehari-hari dan gangguan penglihatan pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

Gangguan penglihatan pada lansia -Low Vision -Blindness

Aktivitas hidup sehari-hari - mengendalikan rangsang BAB

- mengendalikan rangsang BAK

- membersihkan diri (sikat gigi, sisir rambut, bercukur, cuci muka)

- penggunaan jamban/toilet - makan

- berpindah posisi dari tempat tidur ke kursi dan sebaliknya

- mobilitas/berjalan - berpakaian

- naik turun tangga - mandi


(45)

3.2 Defenisi Operasional No Variabel Defenisi

Operasional

Alat Ukur Hasil Skala Skala Ukur 1. Gangguan

Penglihatan pada lansia

Gangguan

penglihatan mata kiri maupun sebelah kanan yang dialami lansia berusia 60 tahun hingga diatas 90 tahun yang dapat diukur dengan menggunakan pemeriksaan snellen chart. pemeriksaan dengan

- snellen chart bila lansia masih dapat melihat huruf - hitung jari bila lansia tidak dapat mengenal huruf terbesar -Lambaian tangan belum terlihat maka lakukan proyeksi sinar

Low vision = 6/18 - 6/60 (meter)

atau 20/70- 20/200(feet)

kebutaan = > 20/200 atau 3/60 (hitung jari pada jarak 3 m)

Ordinal 2. aktivitas hidup sehari-hari Kegiatan responden yang rutin dilakukan setiap hari meliputi, mengendalikan rangsang BAB, BAK, membersihkan diri (sikat gigi, sisir rambut, bercukur, cuci muka),

penggunaan toilet makan, berpindah posisi dari tempat tidur ke kursi dan sebaliknya, mobilitas/berjalan , berpakaian, naik turun tangga, mandi. Kuesioner yang terdiri dari 10 pertanyaan

Mandiri = 20 Ketergantung an ringan = 12 -19

Ketergantung an sedang = 9–11

Ketergantung an berat = 5 – 8

Ketergantung an total = 0 - 4


(46)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa penelitian deskriptif merupakan suatu metode penelitian yang dilakukan untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan secara objektif. penelitian ini bertujuan melihat gambaran aktivitas hidup sehari-hari dan gangguan penglihatan pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah semua klien lanjut usia yang tinggal di UPT Pelayanan Sosial Lansia Binjai. Berdasarkan data Maret - April 2013 didapatkan jumlah lansia sebanyak 180 orang.

4.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian populasi yang diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Arikunto, 2006). Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 45 orang yaitu 25% dari jumlah populasi. Menurut Arikunto (2006) jika jumlah subjek penelitian lebih dari 100 maka dapat diambil


(47)

antara 10-25% tergantung kemampuan peneliti. Dalam penelitian ini besarnya sampel menggunakan tehnik purposive sampling yaitu tehnik pengambilan sampel didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri berdasarkan ciri, atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya

sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi (Notoatmodjo,2010).

Adapun kriteria sampel dalam jenis penelitian ini adalah:

1) Lanjut usia yang berusia 60 tahun ke atas yang mengalami gangguan penglihatan

2) Dapat berbahasa indonesia dengan baik 3) Bisa membaca huruf

4) Memakai kacamata maupun tidak 5) Bersedia menjadi responden penelitian

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di UPT Pelayanan sosial Lansia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan di Jln Perintis Kemerdekaan No. 2 Cengkeh Turi Binjai. Peneliti mengambil lokasi ini dengan alasan UPT ini merupakan Pelayanan Sosial Lansia yang dikelola oleh pemerintah Sumatera Utara dan memiliki kapasitas jumlah lansia yang cukup banyak sehingga peneliti mendapatkan sampel sesuai kriteria dan sesuai harapan. Penelitian ini telah dilaksanakan pada November - Desember 2013 .


(48)

4.4 Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Fakultas Keperawatan USU medan selanjutnya mendapatkan izin dari Dinas Sosial Provinsi Sumatra Utara Untuk diteruskan permohonan izin ke pimpinan UPT Pelayanan Sosial Lansia Binjai .

Setelah mendapatkan izin dari pimpinan UPT Pelayanan Sosial Lansia, Peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu dan menjelaskan maksud, tujuan dan manfaat penelitian. Etika penelitian dilakukan dengan tujuan untuk melindungi hak subjek penelitian dengan menjamin kerahasiaan responden. Peneliti menanyakan kesediaan responden berpartisipasi dalam penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan (Informed Consent) Partisipasi responden dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tidak memaksa sehingga responden diberi kebebasan untuk mengundurkan diri atau menolak (self determination).

Responden dijamin kerahasiaannya dengan tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (kuesioner) yang di isi oleh responden (Anonymity). Lembar tersebut hanya diberi kode dan kerahasiaan informasi yang di berikan responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja yang dilaporkan sebagai hasil penelitian (Confidentiality) (Hidayat 2011).


(49)

4.5 Instrumen Penelitian

Peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa observasi dan kuesioner untuk memperoleh informasi dengan berpedoman pada konsep dan tinjauan pustaka. Instrumen penelitian ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama kuesioner dalam bentuk data demografi. Kuisioner terdiri dari 5 pertanyaan yang meliputi usia, jenis kelamin, lama tinggal dipanti, alat bantu penglihatan yang digunakan dan status pekerjaan sebelumnya. Tahap observasi merupakan cara pengumpulan data dengan melakukan pemeriksaan secara langsung untuk mengidentifikasi ganguan penglihatan dengan Low Vision 6/18 (meter) atau 20/70 (kaki) - 6/60 (meter) atau 20/200 (kaki), sedangkan Blindness 3/60 (menghitung jari pada jarak 3 m atau > 20/400 (kaki). menggunakan snellen chart kepada responden penelitian. Dalam metode observasi ini ini instrumen yang digunakan adalah lembar observasi panduan pengamatan (Hidayat, 2011).

Kuesioner data pola aktivitas sehari-hari (KHS) bertujuan untuk mengidentifikasi tentang apa saja aktivitas sehari-hari lanjut usia yang mengalami gangguan penglihatan yang dimodifikasi dari indeks Barthel. Kuesioner aktivitas sehari-hari (KHS) meliputi kemampuan transfer (tidur-duduk), mobilisasi dengan mempergunakan kursi roda atau tidak, penggunaan toilet seperti pergi ke atau dari toilet, melepas atau mengenakan celana, menyeka dan menyiram, membersihkan diri, mengontrol BAB, mengontrol BAK, mandi, berpakaian, makan dan naik turun tangga. Kuesioner aktivitas kehidupan sehari-hari diukur dengan menggunakan indeks barthel yaitu,dependen total dengan skor 0-4, dependen berat dengan skor 5-8, dependen sedang dengan skor 9-11, dependen ringan


(50)

dengan skor12-19, independen dengan skor 20. Pertanyaan yang diajukan terdiri dari 10 butir yang merupakan pertanyaan terstruktur yaitu menjawab sesuai dengan pedoman yang sudah ditetapkan. Menggunakan Kuesinoner tertutup dimana angket tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga responden hanya tinggal memilih atau menjawab pada jawaban yang sudah ada ( Hidayat, 2007).

4.6 Uji Validitas

Uji validitas adalah suatu ukuran yang mampu mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2006). Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Kuesioner Aktivitas hidup sehari-hari dalam penelitian ini telah dilakukan uji validitas dan reabilitas kesahihannya oleh Agung (2006) dimana nilai p < 0,001 artinya bahwa Indkes Barthel merupakan instrumen/alat ukur yang andal dan sahih serta dapat digunakan untuk mengukur status fungsional dasar usia lanjut di Indonesia.

4.7 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara terstuktur berupa kuesioner yang dapat menggambarkan kemampuan aktivitas sehari-hari pada lansia dan observasi tujuannya untuk mengetahui lansia yang mengalami gangguan penglihatan. Observasi dilakukan dengan pengukuran visus mata menggunakan Snellen Chart pada jarak 6 meter apabila lansia masih dapat melihat huruf, uji hitung jari pada jarak 3 meter bila lansia tidak dapat mengenal huruf terbesar dan uji lambaian tangan dengan jarak 1 meter dilakukan pada


(51)

mengetahui lansia yang mengalami gangguan penglihatan Low Vision dan Blindness.

Setelah mendapatkan data mengenai klasifikasi gangguan penglihatan, maka hasilnya peneliti tuliskan di dalam kuesioner observasi tingkat gangguan penglihatan, selanjutnya peneliti akan memberikan 2 lembar kuesioner pada responden. Data yang telah terkumpul dianalisa dan dikategorikan ke dalam 5 kategori yaitu, dependen total dengan skor 0-4, dependen berat dengan skor 5-8, dependen sedang dengan skor 9-11, dependen ringan dengan skor 12-19, independen dengan skor 20. Observasi dan pengisisan kuesioner dilakukan berlangsung selama 15 menit atau lebih untuk 1 orang lanjut usia.

4.8 Analisis Data

Setelah semua data terkumpul maka dilakukan analisa data melalui beberapa tahap yakni : pertama editing dengan memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan dengan mengecek nama dan kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi sesuai petunjuk, tahap kedua coding yaitu pemberian kode pada tiap-tiap data yang termasuk dalam kategori yang sama. Ketiga tabulating yaitu membuat table-tabel yang berisikan data yang telah diberi kode sesuai dengan analisa yang dibutuhkan. Langkah selanjutnya pengolahan data dengan menggunakan program komputerisasi SPSS.


(52)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian gambaran aktivitas hidup sehari-hari dan gangguan penglihatan. Pengambilan data dilakukan pada bulan November– Desember 2013 di UPT Pelayanan sosial Lansia Binjai dengan jumlah responden 45 orang

5.1.1 Gambaran Karakteristik Demografi Responden

Tabel 5.1.1 Distribusi frekuensi karakteristik demografi responden (f=45) Karakteristik Demografi Frekuensi (n) Persentase (%) Jenis kelamin:

Laki-laki perempuan Usia:

60-74 tahun 75-90 tahun > 90 tahun Pendidikan: Tidak sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi Pekerjaan: PNS Wiraswasta Petani Lainnya

Lama Tinggal dipanti: < 1 tahun

1-3 tahun > 3 tahun

Alat Bantu Penglihatan: Ya Tidak 15 30 24 20 1 7 26 6 4 2 2 16 8 19 9 8 28 19 26 33,3 66,7 53,3 44,4 2,2 15,6 57,8 13,3 8,9 4,4 4,4 35,6 17,8 42,2 20,0 17,8 62,2 42,2 57,8


(53)

Dari tabel 5.1.1 memperlihatkan bahwa dari 45 responden mayoritas dengan jenis kelamin perempuan 30 orang (66,7%), rentang usia 60-74 tahun berjumlah 24 orang (53,3%), berpendidikan SD 26 orang (57,8%), pekerjaan lainnya19 orang (42,2%), lama tinggal dipanti lebih dari 3 tahun berjumlah 28 orang (62,2%) dan tidak menggunakan alat bantu penglihatan sebanyak 26 orang (57,8%).

5.1.2 Distribusi Freukuensi kemampuan aktivitas dengan Indeks Barthel

Tabel 5.1.2 distribusi freukuensi kemampuan aktivitas dengan indeks barthel Kemampuan Aktivitas Freukuensi (n) Persentasi Mengontrol BAB :

Tidak terkendali Kadangkala Terkendali teratur Mengontrol BAK :

Tidak terkendali Kadangkala Terkendali teratur Membersihkan diri: Membutuhkan bantuan Mandiri

Pergi ke tolet: Tergantung Sedikit bantuan Mandiri Makan: Perlu dibantu Mandiri 14 12 19 1 16 28 3 42 4 15 26 11 34 4,4% 26,7% 42,2% 2,2% 35,6% 62,2% 6,7% 93,3% 8,9% 33,3% 57,8% 24,4% 75,6%


(54)

Berpindah posisi dari tempat tidur kekursi dan sebaliknya: Perlu banyak bantuan

Perlu sedikit bantuan Mandiri

Mobilitas : Tidak mampu

Mobilitas dengan kursi roda Berjalan dengan 1 orang Mandiri

Berpakaian : Tergantung Sebagian dibantu Mandiri

Naik turun tangga : Tidak mampu Butuh bantuan Mandiri Mandi: Tergantung Mandiri 12 9 24 5 3 15 22 1 6 38 17 9 19 4 41 26,7% 20% 53,3% 11,1% 6,7% 33,3% 48,9% 2,2% 13,35% 84,4% 37,8% 20% 42,2% 8,9% 91,1%

Tabel 5.1.2 memperlihatkan responden mayoritas mengontrol rangsangan BAB terkendali teratur 19 orang (42%), mayoritas terkendali teratur BAK sebanyak 28 orang (62%), membersihkan diri mayoritas secara mandiri 42 orang (93%), toileting mayoritas secara mandiri 26 (58%), mayoritas makan secara mandiri 34 (76%) , mayoritas mandiri ketika pindah posisi dari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya 24 orang (53%), mayoritas mobilitas mandiri 22 responden (49%), berpakaian mayoritas secara mandiri 38 orang (84%), mayoritas mandi secara mandiri 41 orang (91%) dan paling sedikit aktivitas naik turun tangga mayoritas 19 orang (42%).


(55)

5.1.3 Gambaran distribusi freukuensi responden (f=45) gangguan penglihatan di UPT Pelayanan Sosial Lansia Binjai

Tabel 5.1.3 Distribusi Freukuensi Gangguan Penglihatan Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lansia Binjai

Gangguan Penglihatan Frekuensi (n) Persentase (%) Low vision Blindness 32 13 71,1% 28,9%

Dari tabel diatas diketahui dari 45 responden pada penelitian ini didapatkan mayoritas reponden lansia mengalami Low Vision sebanyak 32 orang (71,1 %) dan Blindness 13 orang (28,9%).

5.1.4 Gambaran distribusi freukuensi responden (f=45) tingkat ketergantungan aktivitas hidup sehari-hari UPT Pelayanan Sosial Lansia Binjai

Tabel 3 Distribusi frekuensi aktivitas hidup sehari-hari lansia di UPT Pelayanan Sosial Lansia Binjai

Tingkat ketergantungan Frekuensi (n) Persentase (%) Ketergantungan Total Ketergantungan berat Ketergantungan sedang Ketergantungan ringan Mandiri 2 4 7 13 19 4,4 13,3 28,9 57,8 66,7%

Dari table 5.1.4 dapat diketahui bahwa 45 responden mayoritas melalukan aktivitas hidup sehari-hari secara mandiri sebanyak 19 orang (66,7 %), aktivitas hidup sehari-hari dengan ketergantungan ringan 13 orang (57,8%), aktivitas hidup hari dengan ketergantungan sedang 7 orang (28,9%), aktivitas hidup sehari-hari dengan ketergantungan berat 4 orang (13,3%) dan paling sedikit dengan aktivitas hidup sehari-haridengan ketergantungan total 2 orang (4,4%).


(56)

5.2 Pembahasan

Dalam pembahasan ini akan dijabarkan mengenai hasil penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengidentifikasi gambaran aktivitas hidup sehari-hari lansia dan gangguan penglihatan di UPT Pelayanan Sosial Lansia Binjai.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa lansia yang berada di UPT Pelayanan Sosial Lansia Binjai berjenis kelamin perempuan lebih banyak yaitu 30 (66,7 %) sedangkan responden laki-laki sebanyak 15 (33,3%) Hasil penelitian ini juga sebanding dengan hasil Susenas tahun 2009, menurut jenis kelamin jumlah lansia perempuan 10,44 juta orang atau 8,96 % dari seluruh penduduk lansia. Jumlah lansia perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki yang hanya 8,88 juta orang atau 7,76 % dari seluruh penduduk lansia, hal ini disebabkan karena usia harapan hidup lansia perempuan lebih tinggi dibandingkan lansia laki-laki. Semakin tinggi jumlah Lansia, maka semakin baik tingkat kesehatan masyarakatnya. Pertambahan penduduk lansia ini mungkin disebabkan oleh semakin membaiknya pelayanan kesehatan dan meningkatnya usia harapan hidup lansia.

Hasil dari penelitian menunjukkan pada kelompok lanjut usia mayoritas di UPT Pelayanan Sosial Lansia Binjai dalam rentang 60 - 74 tahun sebanyak 24 orang (53,3%) sedangkan umur diatas 90 tahun lebih sedikit 1 (2,2%). Hasil ini sebanding dengan penelitian intan 2012 di Panti Werdha Sosial Tresna Mulia Darma kabupaten Kubu Raya dimana responden kelompok lanjut usia berusia


(57)

60-merupakan faktor intrinsik yang mempengaruhi aktivitas. Menurut Potter dan Perry (2005) Kemampuan aktifitas sehari-hari pada lanjut usia di pengaruhi dengan umur lanjut usia itu sendiri. Umur seseorang menunjukkan tanda kemauan dan kemampuan, ataupun bagaimana seseorang bereaksi terhadap ketidakmampuan melaksanakan aktifitas sehari-hari. Pada kelompok umur > 85 tahun lebih banyak membutuhkan bantuan pada satu atau lebih Aktivitas sehari - hari dasar. Menurut Komnas lansia (2005) dan Papalia (2008) dengan meningkatnya usia maka secara alamiah akan terjadi penurunan kemampuan fungsi untuk merawat diri sendiri maupun berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya, dan akan semakin bergatung pada orang lain. Dengan bertambahnya usia akan meningkatkan berat badan karena penumpukan lemak di dalam otot sementara sel otot sendiri berkurang jumlah dan volumenya, sehingga ada kecenderungan untuk mengurangi aktifitas fisik karena obesitas. Hal ini menyebabkan kelemahan fisik yang dapat membatasi mobilitas yang berpengaruh terhadap keseimbangan karena menjadi lamban di dalam bergerak dan kurangnya reaksi antisipasi terhadap perubahan serta secara umum akan menurunkan kualitas hidup lansia (Fatimah , 2010)

Berdasarkan penelitian Umumnya responden di UPT Lansia Binjai memiliki pendidikan yang rendah terlihat bahwa lansia yang berpendidikan SD lebih besar yaitu 58%, tidak sekolah 17 % dan hanya 24 % yang mampu sampai SMP keatas. hasil ini sebanding dengan Penelitian yang dilakukan oleh Najiyatul et al (2012) di UPT PSLU Pasuruan juga mengatakan bahwa lansia yang berpendidikan SD lebih besar yaitu 61% begitu juga penelitian oleh intan et al


(58)

(2012) di PWST kubu raya bahwa lansia yang berpendidikan dibawah SMP yaitu 51%. Dari beberapa hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar lansia yang berada di Panti memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Komnas lansia (2009) pendidikan merupakan salah satu unsur penting untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mencapai kehidupan yang lebih baik. Dengan pendidikan yang semakin tinggi dapat menghasilkan pengetahuan yang makin baik dan kemandirian yang semakin baik.

Hasil penelitian dari 45 responden diperoleh mayoritas mengalami gangguan penglihatan Low Vision berjumlah 32 orang (71,1%) sedangkan Blindness hanya 13 orang (28,9%). Sebanding dengan penelitian Rinajumita 2009 Wilayah Kerja Puskesmas Payakumbuh lansia yang mengalami gangguan penglihatan (78,8%). Mayoritas lansia tidak menggunakan alat bantu penglihatan seperti kacamata yaitu 26 orang (57,8%). Menurut teori Tamher 2008 pada lansia terjadi perubahan pada sistem penglihatan lensa kehilangan elastisitas dan kaku. Otot penyangga lensa lemah ketajaman dan daya akomodasi dari jarak jauh atau dekat berkurang. respon terhadap sinar dan lapang pandang menurun. Penggunaan kacamata dan sistem penerangan yang baik dapat membantu lansia dalam melakukan aktivitas sehari – hari .

Hasil penelitian dari 45 responden diperoleh kemampuan aktivitas sehari- yang di ukur dari indeks barthel. untuk kemampuan kontinen mayoritas mengontrol rangsangan BAB terkendali teratur 19 orang (42%), terkendali BAK teratur sebanyak 28 orang (62%) sedangkan mengontrol BAB tidak terkendali 14 orang (4,4%). Menurut teori Maryam 2011 pada sistem pencernaan esofagus


(59)

melebar, asam lambung serta peristaltik menurun, sehingga daya absorpsi menurun. Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ menurun menyebabkan berkurangnya produksi hormon dan enzim pencernaan biasanya menimbulkan konstipasi. Begitu pula dengan sistem perkemihan banyak mengalami kemunduran, seperti laju filtrasi ekresi dan reabsorpsi ginjal. Hal ini akan memberikan efek dalam pemberian obat pada lansia. Pola berkemih tidak normal seperti banyak berkemih dimalam hari sehingga mengharuskan mereka pergi ketoilet sepanjang malam hal ini menunjukkan inkotenensia meningkat (Ma’rifatul, 2011).

Kemampuan membersihkan diri mayoritas secara mandiri 42 orang (93%), toileting mayoritas secara mandiri 26 (58%), mayoritas makan secara mandiri 34 (76%), berpakaian secara mandiri 38 orang (84%), mandi secara mandiri 41 orang (91%) mayoritas aktivitas naik turun tangga mayoritas 19 orang (42%), mayoritas mandiri ketika pindah posisi dari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya 24 orang (53%), mayoritas mobilitas mandiri 22 responden (49%). Penurunan fungsi tubuh pada lansia akan mengakibatkan permasalahan gangguan gerak dan fungsi lansia. Lansia mengalami penurunan fungsi jalan, penurunan fungsi keseimbangan, penurunan kemampuan fungsional, penurunan kemandirian dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (Irianto,2004). Hal ini sebanding dengan penelitian dari Rahmawati 2010 di UPT sosial lansia Binjai Hasil penelitian diperoleh bahwa kemampuan fungsional lansia untuk mandi di panti Binjai mayoritas mandiri yaitu 38 orang (80,9%), untuk berpakaian mayoritas mandiri yaitu 40 orang (85,1%). pergi ke toilet mayoritas mandiri yaitu 36 orang (76,6%), untuk berpindah (jalan)


(60)

mayoritas mandiri yaitu 36 orang (76,6%), untuk mengontrol BAK dan BAB mayoritas yang mandiri yaitu 44 orang (93,6%) dan untuk makan mayoritas mandiri yaitu 44 orang (93,6%).

Berdasarkan tabel 5.1.2 hasil Penelitian ini menemukan bahwa mayoritas responden mandiri 19 orang (66,7%), sedangkan total ketergantungan 2 orang (4%). lansia yang tinggal di panti mayoritas memiliki tingkat kemampuan aktivitas mandiri dalam melakukan aktifitas fisik sehari-hari yang di ukur memakai Indeks Barthel. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian dari Inta et al (2012) di PSWT Kubu Raya dengan mengukur aktivitas fisik lansia sehari-hari dengan indeks barthel didapatkan hasil responden mayoritas dengan ketergantungan ringan 27 (62%), ketergantungan sedang 25,6%, berat 7% dan total 5% .

Menurut teori Budi Darmodjo 2004 menua suatu proses perubahan dimana batas kemampuan beradaptasi menjadi berkurang (geriatric giant) dimana lansia akan mengalami imobilisasi, demensia, depresi, komunikasi, gangguan pada penglihatan, pendengaran dan malnutrisi. Tingkat kemandirian ini berbeda-beda setiap lansia mungkin ini dipengaruhi oleh kemampuan adaptasi oleh setiap lansia. Mayoritas lansia yang tinggal di UPT layanan sosial wilayah Binjai mayoritas lansia sebanyak 28 responden 62,2% telah tinggal > 3 tahun. Manusia yang telah terbiasa mandiri selama rentang bertahun-tahun akan terus berusaha mempertahankan kemandirian itu dalam beraktivitas sehari-hari selama mungkin (Putri 2011). Dalam rentang waktu lebih dari satu tahun dapat memungkinkan lansia untuk beradaptasi sehingga lansia tersebut dapat mengoptimalkan


(61)

kemandiriannya menurut Pratikwo, et al (2006). sebanyak 13 responden menunjukkan tingkat ketergantungan ringan sebanyak 57,8% dengan ketergantungan sedang sebanyak 7 responden (28,9%). Dari kuesioner menunjukkan sebanyak 31% tidak mampu mengontrol BAB dan sebagian lansia yang membutuhkan bantuan untuk naik turun tangga sebanyak 58%. Faktor yang mempengaruhi tingkat ketergantungan responden salah satunya adalah menurunnya ketajaman penglihatan mayoritas 32 orang (71,1%) mengalami Low vision . Adanya penurunan yang konsisten dalam kemampuan untuk melihat objek pada tingkat penerangan yang rendah serta menurunnya sensivitas terhadap warna. Lansia pada umumnya menderita presbiopi atau tidak dapat melihat jarak jauh dengan jelas yang terjadi karena elastisitas lensa mata berkurang (Maryam, 2008). proses degenerasi dialami oleh jaringan didalam bola mata, sel-sel reseptor berkurang, visus kurang tajam dibandingkan pada usia muda. Keluhan silau timbul akibat proses penuaan pada cornea dan lensa (Irianto, 2004). Perubahan penuaan normal dan masalah kesehatan yang sering tercermin dalam penurunan dalam kemampuan fisik para lansia, yang dapat membuat mereka kurang mandiri, kurang aman dan dapat membuat tugas-tugas sehari-hari jauh lebih sulit bagi mereka. Hal tersebut tentunya juga akan berpengaruh pada aktivitas hidup sehari-hari sehingga dapat menurunkan kualitas hidup lansia yang berimplikasi pada kemandirian dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari (Nugroho 2008). Lansia yang tidak mandiri akan selalu memerlukan bantuan orang lain dalam melakukan aktivitasnya.


(62)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Karakteristik usia responden di UPT Pelayanan Sosial Lansia Binjai dengan aktivitas hidup sehari-hari mandiri mayoritas berada pada usia 60 - 74 tahun berjenis kelamin wanita, dengan pendidikan SD, lama tinggal dipanti lebih dari tiga tahun, tidak memakai kaca mata dan mengalami gangguan penglihatan kategori low vision.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa lansia melakukan aktivitas hidup sehari hari dengan mandiri dan sebagian memerlukan aktivitas dengan ketergantungan ringan, ketergantungan sedang dan hanya sedikit responden yang melakukan aktivitas ketergantungan berat dan total. Adapun hal-hal yang mempengaruhi aktivitas kemandirian seperti usia, kesehatan fisiologis seperti gangguan penglihatan low vision, jenis kelamin dan lama tinggal dipanti.

Lansia yang menjadi responden dalam penelitian ini mayoritas melakukan sendiri aktivitas dasar sehari-hari dengan dibantu oleh 1 orang petugas panti yang telah dilatih melalui bimbingan dan pengawasan. pada lansia yang mengalami ketergantungan berat dan total ditempatkan di 2 wisma yaitu Anyelir dan Asoka yang merupakan wisma dengan lansia yang memiliki penyakit gangguan penglihatan dan penyakit lainnya. Dalam hal ini perawat memberikan pelayanan kesehatan untuk memelihara kemampuan fungsional lansia dan mencegah komplikasi serta meningkatkan ketidakmampuan


(63)

6.2 Saran

6.2.1 Saran Bagi Pendidikan

Dalam pendidikan keperawatan khususnya keperawatan lansia diharapkan dapat menjadi materi atau sebagai data tentang gambaran aktivitas hidup sehari-hari lansia yang mengalami gangguan penglihatan sehingga informasi ini dapat dikembangkan dalam praktek belajar di panti werda.

6.2.2 Saran Bagi Penelitian Selanjutnya

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya dapat digunakan sebagai informasi lanjutan tentang ruang lingkup pemenuhan aktivitas hidup sehari-hari pada lansia yang mengalami gangguan penglihatan. penelitian ini masih banyak kekurangan, bagi peneliti selanjutnya hendaknya meneliti tentang hubungan aktivitas hidup sehari-hari dengan gangguan penglihatan.

6.2.3 Saran Bagi Instansi Terkait

Diharapkan kepada panti meskipun mayoritas lansia di UPT tersebut melakukan aktivitas secara mandiri hendaknya tidak mengabaikan lansia yang aktivitas sehari-hari membutuhkan ketergantungan agar dapat memfasilitasi dan memberikan intervensi keperawatan kepada lansia yang mengalami ketergantungan dengan mempertimbangkan berbagai aspek sebagai upaya meningkatkan kebutuhan aktivitas hidup sehari-hari pada lanjut usia yang mengalami gangguan penglihatan.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Agung, Iskandar. (2006). Uji Keandalan dan Kesahihan Indeks Activity of Daily Living Barthel Untuk Mengukur Status Fungsional Dasar Pada Lanjut Usia di RSCM, Thesis, Universitas Indonesia. dari http://www.eprints.lib.ui.ac.id.  diakses tanggal 5 Mei 2013.

Alimul, Aziz. (2011). Metode Penelitian Keperawatan dan Tehnik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.

Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta

Badan Pusat Statistik. (2010). Statistik Penduduk Lanjut Usia. Jakarta : BPS Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.

Jakarta: EGC.

Darmojo dan Martono. (2006). Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Depkes RI. (2007). Pengukuran Visus dengan Kartu Snellen

http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/download/PedomanPengukuran. pdf. diakses tanggal 8 juni pukul 23.00.

Fadhia, Najiyatul et al. (2012), Hubungan Fungsi Kognitif dengan Kemandirian dalam Melakukan Activities Of Daily Living (ADL) Pada Lansia di UPT PSLU Pasuruan, Universitas Airlangga

Fatimah. (2010). Merawat Usia Lanjut Suatu Proses Pendekatan Keperawatan Gerontik. Jakarta: Trans Info Media.

Ilyas, Sidarta. (2008). Penuntun Ilmu penyakit Mata. Edisi Ke-3 Jakarta: FK UI. Ilyas, Sidarta. (2009). Ilmu Penyakit Mata.Edisi ke-4 Jakarta: FK UI.

Irianto, Kus. (2004). Struktur dan Tungsi Tubuh Manusia untuk Paramedis. Bandung : Yrama Widya

Kosasih, E.N (2002). Menuju Bahagia di Usia Lanjut. Jakarta : Pusat Kajian. Komisi Nasional Lanjut Usia (2005). Pedoman Active Ageing (Penuaan Aktif)

Bagi Pengelola dan Masyarakat. Dari:

http://www.komnaslansia.or.id/downloads/pedoman_active_ageing_pdf.


(1)

Hasil Pengukuran Visus Mata di UPT Pelayanan Sosial Lansia Wilayah Binjai dan Medan

Nama Responden

Mata Kanan (VOD) Mata kiri (VOS)

Snellen Chart

Uji Hitung Jari

Uji Lambaian Tangan

Uji Proyeksi Sinar

Kategori Snellen Chart

Uji hitung Jari

Uji Lambain Tangan

Uji Proyeksi Sinar


(2)

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Wiwin Andhira Lubis

Tempat/Tanggal Lahir : Desa Ledong Barat, 21 Juli 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Desa Ledang Barat Dsn III, Kecamatan Aek Ledong Kabupaten Asahan .

RiwayatPendidikan :

1. Tahun 1997 s.d Tahun 2003 : SD NEGERI Desa Ledong Timur

2. Tahun 2003 s.d Tahun 2006 : MTS Pesantren Modern Daar Ulum Kisaran 3. Tahun 2006 s.d Tahun 2009 : SMA Muhammadiyah - 9 Aekkanopan 4. Tahun 2009 s.d Tahun 2012 : D III Keperawatan USU.


(3)

Distribusi frekuensi Jenis kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

laki-laki 15 33,3 33,3 33,3

perempuan 30 66,7 66,7 100,0

Total 45 100,0 100,0

Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

60-74 tahun 24 53,3 53,3 53,3

75-90 tahun 20 44,4 44,4 97,8

>90 tahun 1 2,2 2,2 100,0

Total 45 100,0 100,0

Pendidikan terakhir

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

Tidak sekolah 7 15,6 15,6 15,6

SD 26 57,8 57,8 73,3

SMP 6 13,3 13,3 86,7

SMA 4 8,9 8,9 95,6

Perguruan tinggi 2 4,4 4,4 100,0

Total 45 100,0 100,0

Pekerjaan sebelum dipanti

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

PNS 2 4,4 4,4 4,4

wiraswasta 16 35,6 35,6 40,0

petani 8 17,8 17,8 57,8

lainnya 19 42,2 42,2 100,0


(4)

Lama tinggal dipanti

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

<1 tahun 9 20,0 20,0 20,0

1-3 tahun 8 17,8 17,8 37,8

>3 tahun 28 62,2 62,2 100,0

Total 45 100,0 100,0

Alat bantu penglihatan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

ya 19 42,2 42,2 42,2

tidak 26 57,8 57,8 100,0

Total 45 100,0 100,0

Kategori tingkat ketergangungan Aktivitas hidup sehari-hari Frequency Percent Valid

Percent

Cumulative Percent

Valid

Total (0-4) 2 4,4 4,4 4,4

Berat (5-8) 4 8,9 8,9 13,3

Sedang (9-11) 7 15,6 15,6 28,9

Ringan (12-19) 13 28,9 28,9 57,8

Mandiri (20) 19 42,2 42,2 100,0

Total 45 100,0 100,0

Mengontrol BAB

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

tidak terkendali 14 31,1 31,1 31,1

kadang kala 12 26,7 26,7 57,8

terkendali teratur 19 42,2 42,2 100,0

Total 45 100,0 100,0

Mengontrol BAK

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

tidak terkendali 1 2,2 2,2 2,2

kadangkala 16 35,6 35,6 37,8

terkendali

teratur 28 62,2 62,2 100,0


(5)

Membersihkan diri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

Membutuhkan bantuan 3 6,7 6,7 6,7

mandiri 42 93,3 93,3 100,0

Total 45 100,0 100,0

Pergi ketoilet

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

tergantung 4 8,9 8,9 8,9

Sedikit bantuan 15 33,3 33,3 42,2

mandiri 26 57,8 57,8 100,0

Total 45 100,0 100,0

Makan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

Perlu di bantu 11 24,4 24,4 24,4

mandiri 34 75,6 75,6 100,0

Total 45 100,0 100,0

Berpindah posisi dari tempat tidur ke kursi Frequency Percent Valid

Percent

Cumulative Percent

Valid

Perlu banyak bantuan(2orang) 12 26,7 26,7 26,7 Perlu sedikit bantuan(1orang) 9 20,0 20,0 46,7

mandiri 24 53,3 53,3 100,0


(6)

Mobilitas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

Tidak mampu (imobilisasi) 5 11,1 11,1 11,1

Mobilitas dengan kursi roda 3 6,7 6,7 17,8

Berjalan dgn bantuan1orang 15 33,3 33,3 51,1

mandiri 22 48,9 48,9 100,0

Total 45 100,0 100,0

Berpakaian

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

tergantung 1 2,2 2,2 2,2

Sebagian dibantu 6 13,3 13,3 15,6

mandiri 38 84,4 84,4 100,0

Total 45 100,0 100,0

Naik turun tangga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

Tidak mampu 17 37,8 37,8 37,8

Butu hbantuan 9 20,0 20,0 57,8

mandiri 19 42,2 42,2 100,0

Total 45 100,0 100,0

Mandi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

tergantung 4 8,9 8,9 8,9

mandiri 41 91,1 91,1 100,0

Total 45 100,0 100,0

Kategori gangguan penglihatan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

low vision (20/70<20/200) 32 71,1 71,1 71,1 Blindness (>20/200) 13 28,9 28,9 100,0


Dokumen yang terkait

Gambaran Spiritual Lansia Yang Menderita Penyakit Kronis di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

5 63 86

Gambaran Aktivitas Hidup Sehari-hari dan Gangguan Pendengaran pada Lansia di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

9 80 88

Gambaran Spiritual Lansia Yang Menderita Penyakit Kronis di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

0 0 12

Gambaran Spiritual Lansia Yang Menderita Penyakit Kronis di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

0 0 2

Gambaran Spiritual Lansia Yang Menderita Penyakit Kronis di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

0 0 4

Gambaran Aktivitas Hidup Sehari-hari dan Gangguan Pendengaran pada Lansia di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

0 2 25

2.1.2 Batasan Umur Lanjut Usia - Gambaran Aktivitas Hidup Sehari-hari dan Gangguan Pendengaran pada Lansia di UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

0 0 22

Gambaran Aktivitas Hidup Sehari-hari dan Gangguan Penglihatan Pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

0 0 17

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia - Gambaran Aktivitas Hidup Sehari-hari dan Gangguan Penglihatan Pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

0 0 25

GAMBARAN AKTIVITAS HIDUP SEHARI-HARI DAN GANGGUAN PENGLIHATAN PADA LANSIA DI UPT PELAYANAN SOSIAL LANSIA DAN ANAK BALITA WILAYAH BINJAI DAN MEDAN

0 0 10