PENGARUH PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA PEMBELAJARAN TEMA “AIRKU TERCEMAR” TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN PENGUASAAN KONSEP IPA SISWA SMP N 9 YOGYAKARTA.

(1)

vii

PENGARUH PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA PEMBELAJARAN TEMA “AIRKU TERCEMAR”

TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN PENGUASAAN KONSEP IPA SISWA

SMP N 9 YOGYAKARTA Oleh

Isna Amanatul Hayati NIM 12312241008

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) pengaruh pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada tema pembelajaran “Airku Tercemar” terhadap keterampilan berpikir kritis siswa dan (2) pengaruh pendekatan Contextual Teaching and Learning(CTL) pada tema pembelajaran “Airku Tercemar” terhadap penguasaan konsep IPA siswa SMP N 9 Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan jenis desain penelitian pretest-posttest control grup design.Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP N 9 Yogyakarta tahun ajaran 2015/ 2016, yang terdiri dari 6 kelas.Pengambilan sampel menggunakan teknik cluster random sampling. Sampel dalam penelitian ini yaitu siswa kelas VII A sebagai kelas kontrol dan kelas VII B sebagai kelas eksperimen.Pembelajaran pada kelas kontrol menggunakan pendekatan Deduktif dan pembelajaran pada kelas eksperimen menggunakan pendekatan CTL.Data keterampilan berpikir kritis diperoleh dari pretest-posttest dan lembar observasi, sedangkan data penguasaan konsep IPA diperoleh melalui pretest-posttest. Analisis data yang digunakan adalah uji gain dan uji-t. Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi dan besarnya pengaruh pendekatan CTL pada masing-masing variabel diukur menggunakan persamaan nilai keefektifan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) pendekatan CTLpada tema pembelajaran “Airku Tercemar”memberikan pengaruh positif terhadap keterampilan berpikir kritis siswa kelas VII SMP N 9 Yogyakarta sebesar 46,15% dan (2) pendekatan CTLpada tema pembelajaran “Airku Tercemar” memberikan pengaruh terhadap penguasaan konsep IPA siswa kelas VII SMP N 9 Yogyakarta sebesar 32,50%.


(2)

viii

THE INFLUENCE OF CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) APPROACH ON THE THEME “MY WATER POLLUTED” TOWARDS CRITICAL

THINKING SKILLS AND CONCEPT MASTERY IPA STUDENTS JUNIOR HIGH SCHOOL 9 YOGYAKARTA

By:

Isna Amanatul Hayati 12312241008

ABSTRACT

This study aims to know: (1) the influence of CTL approach on the theme “My Water Polluted” towards critical thinking skills and (2) the influence of CTL approach on the theme “My Water Polluted” towards concept mastery IPA students of Junior High School 9 Yogyakarta.

This research uses quasi-experimental design with pretest-posttest control grup design .The population of this research are 7th grade students of SMP N 9Yogyakarta in academic year of 2015/ 2016, which consist of 6 classes. Sampling technique used is cluster random sampling. The sample of this research are VII A as a control class and VII B as a experiment class. Learning activity of the control class used deductive approach and learning activity ofthe experiment class used CTL approach. Data of critical thinking skills obtain from pretest-posttest and observation sheet, while data of concept mastery IPA obtained through pretest-posttest. The data analysisused aregain test and t-test.Making decision based on value of Sig. and score of the effect CTL approach toward each dependent variable measured using the value equation effectiveness.

Result of this research shows that: (1) CTL approach on the theme “My Water Polluted” give positive effect toward critical thinking skills students class VII of Junior High School 9 Yogyakarta with value of 46,15% and (2) CTL approach on the theme “My Water Polluted” give positive effect toward concept mastery IPA students class VII of Junior High School 9 Yogyakarta with value of 32,50%.


(3)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Era globalisasi ini, kemajuan dari suatu negara ditentukan dari tingginya kualitas sumber daya manusia yang dimiliki.Sumber daya manusia yang tinggi diperlukan dalam dunia pendidikan agar mampu mencetak generasi-generasi yang diharapkan. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Peningkatan mutu pendidikan sangat diperlukan untuk menjalankan fungsi tersebut, terutama peningkatan kualitas manusia Indonesia seutuhnya yakni aspek moral, akhlak, budi pekerti, perilaku, pengetahuan, kesehatan dan keterampilan.

Lembaga pendidikan sebagai bagian dari sistem kehidupan telah berupaya mengembangkan struktur kurikulum, sistem pendidikan, dan strategi pembelajaran yang efektif dan efisien untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas.Begitu juga dalam pembelajaran IPA diperlukan adanya kemampuan yang mampu menunjang pembelajaran agar dapat tercapai tujuan yang diharapkan.Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.


(4)

2

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 22 Tahun 2006 bahwa tuntutan utama yang harus dicapai dalam pembelajaran IPA di sekolah menengah yaitu siswa berkompeten untuk melakukan metode ilmiah dalam menyelesaikan suatu masalah, menguasai konsep-konsep IPA dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan mandiri (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006). Pembelajaran IPA dituntut untuk berpusat pada siswa (student centered), agar siswa mampu menumbuhkan kemampuan sesuai yang diharapkan.Terdapat beberapa pendekatan yang mampu digunakan guru dalam melakukan pembelajaran IPA, namun belum banyak yang dapat mencapai sesuai tujuan pendidikan.Salah satu pendekatan yang mampu mendorong keaktifan siswa yaitu pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL).

PendekatanContextual Teaching and Learning inimenekankan siswa untuk mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan dunia nyata serta membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan kehidupan sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen belajar efektif. Tujuh komponen utama yang harus ada dalam pelaksanaannya yaitu konstruktivisme (constructivisme), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), refleksi (reflection) danpenilaian yang sebenarnya (authentic assesment).

Nasrun (2014: 159) menyatakan bahwa pembelajaran Contextual Teaching and Learning merupakan pendekatan yang membantu mengembangkan tingkatan kognitif siswa yang tinggi.Selain itu, pendekatan ini juga dapat melatih siswa untuk


(5)

3

berpikir kritis dan kreatif pada pengumpulan data, memahami isu dan menyelesaikan permasalahan. Sejalan dengan yang dikemukakan Johnson (2009: 182) bahwa Contextual Teaching and Learning membantu siswa mengembangkan potensi intelektualnya dengan cara mengajarkan langsung langkah-langkah yang dapat digunakan dalam berpikir kritis dan kreatif serta memberikan kesempatan untuk menggunakan keahlian berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggi di dalam dunia nyata.

Suyono & Hariyanto (2015; 83) menjelaskan Contextual Teaching and Learning cocok untuk mendorong penguasaan konsep IPA.Siswa harus aktif mengkontruksi pengetahuan dari abstraksi pengalaman alami maupun manusiawi untuk mencari makna sehingga dirasakan masuk akal sesuai kerangka berpikir (struktur kognitif) yang dimiliki siswa.Hal-hal yang bersifat abstrak dari konsep pengetahuan sedikit demi sedikit dikontekstualkan dengan pemberian contoh-contoh penerapan ilmu di dalam kehidupan nyata.

Penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learningini dirasa cocok untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan meningkatkan penguasaan konsep IPA.Indikator keterampilan berpikir kritis yang diperlukan siswa antara lain menghubungkan, menganalisis, mengevaluasi, mendeteksi bias dan membuat kesimpulan. Pendekatan ini diharapkan mampu mendorong siswa untuk belajar lebih aktif dan membangun pengetahuannya sendiri terhadap materi yang dipelajarinya. Kegiatan inquiry menekankan siswa untuk terlibat langsung dalam proses pembelajaran sehingga siswa mampu


(6)

4

menemukan pengetahuan yang diperoleh sendiri. Kegiatan pembelajaran diberikan kesempatan bertanya bagi siswa untuk menilai dan mendorong kemampuan siswa.Pemodelan dilakukan membantu siswa memahami materi yang disampaikan. Dilakukan adanya pembentukan kelompok belajar untuk membantu siswa bertukan pengalaman antara satu dengan yang lain. Refleksi dilakukan diakhir pembelajaran untuk mengevaluasi hasil yang diperoleh selama kegiatan pembelajaran.Sedangkan penialaian autentik digunakan guru untuk mengetahui perkembangan belajar siswa. Dari ketujuh komponen dalam pendekatan CTL sudah mencakup kelima indikator keterampilan berpikir kritis yang diperlukan.

Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti terhadap pembelajaran IPA yang dilakukan pada kelas VII di SMP N 9 Yogyakarta menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa masih sangat kurang. Hal tersebut dapat diketahui dari kegiatan guru dan siswa saat melakukan proses pembelajaran. Siswa masih kurang dalam pelaksanaan kegiatan praktikum, yang seharusnya dapat membantu siswa untuk lebih memahami penerapan dari materi yang diperoleh.

Kegiatan belajar mengajar di kelas masih dijumpai beberapa permasalahan antara lain (1) masih banyak siswa yang pasif apabila diminta untuk berpendapat, (2) apabila ditanya siswa tidak berani menjawab secara mandiri, (3) siswa belum bisa menganalisis permasalahan yang diberikan berdasarkan informasi atau data secara tepat, (4) siswa belum mampu


(7)

5

memberikan kesimpulan secara tepat dari pernyataan yang disampaikan oleh guru. Kondisi ini menunjukkan bahwa siswa masih kurang dalam membangun keterampilan berpikir kritis.

Konsep dasar IPA juga sangat dibutuhkan siswa untuk dapat menguasai materi yang diajarkan. Suatu konsep IPA akan menjadi syarat untuk dapat memahami konsep lain yang lebih tinggi. Siswa sangat dianjurkan untuk menguasai konsep yang telah diajarkan bukan hanya sebagai kegiatan menghafal. Penguasaan konsep IPA sebagai prasyarat bagi siswa untuk dapat memahami dan mempermudah siswa dalam proses belajar. Penguasaan siswa terhadap konsep-konsep IPA dapat ditunjukkan dari hasil kognitif siswa.Dari informasi yang diperoleh, kemampuan kognitif siswa di SMP N 9 Yogyakarta masih bersifat rendah yang ditunjukkan pada nilai UAS siswa kelas VII yang diperoleh pada semester ganjil. Nilai rata-rata kelas siswa SMP N 9 Yogyakarta masih banyak yang berada di bawah KKM. Hal ini menunjukkan penguasaan konsep siswa terhadap mata pelajaran IPA masih belum tinggi.

Tema “Airku Tercemar” merupakan perpaduan dari beberapa kompetensi dasar yang terdapat pada kelas VII.Kegiatan pokok yang ada dalam tema tersebut yaitu melakukan identifikasi ciri-ciri air tercemar serta membuat alat penjernihan air secara sederhana sesuai dengan prinsip pemisahan campuran metode filtrasi.Kegiatan tersebut bertujuan untuk melatih siswa agar dapat menemukan dan mengaplikasikan konsep yang terdapat dalam IPA.


(8)

6

Adanya keunggulan pada pendekatan Contextual Teaching and Learning maka perlu untuk diujikan pengaruhnya pada siswa kelas VII yang masih kurang keterampilan berpikir kritis dan penguasaan konsepnya.Selain itu, belum banyak ditemukan adanya penelitian pendekatan Contextual Teaching and Learning padaketerampilan berpikir kritis dan penguasaan konsep siswa. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian eksperimen yang berjudul Pengaruh Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada Pembelajaran Tema “Airku Tercemar” terhadap Keterampilan Berpikir Kritis dan Penguasaan Konsep Siswa SMP N 9 Yogyakarta.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, ada beberapa masalah yang dapat diidentifikasi yaitu:

1. Pembelajaran IPA dituntut untuk berpusat pada siswa (student centered),namun pada kenyataannya siswa masih kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran dikelas.

2. Kemampuan berpikir kritissiswa masih kurang dalam kegiatan pembelajaran,sehingga perlu dikembangkan penerapannya dalam pembelajaran IPA.

3. Penguasaan siswa terhadap konsep-konsep IPA kurang dikuasai, ditunjukkan dengan hasil tes yang masih berada dibawah ketuntasan minimum.


(9)

7

4. Guru dan siswa jarang mengaitkan aplikasi konsep IPA dengan kehidupan sehari-hari, sehingga dipilih tema “Airku Tercemar”.

5. Terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA, namun belum banyak yang dapat mencapai sesuai tujuan pendidikan yang diharapkan.

6. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat melatih keterampilan berpikir kritis dan penguasaan konsep siswa, namun belum banyak ditemukan adanya penelitian pendekatan Contextual Teaching and Learning pada keterampilan berpikir kritis dan penguasaan konsep siswa.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka peneliti akanmelakukan pembatasan pada permasalahan yang diambil antara lain.

1. Pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatanContextual Teaching and Learning (CTL).

2. Materi pembelajaran dalam penelitian ini bertema “Airku Tercemar”yaitu memadukan materi sifat-sifat zat, pemisahan campuran dan pencemaran air, disesuaikan dengan silabus mata pelajaran IPA di SMP Negeri 9 Yogyakarta tahun ajaran 2015/ 2016.

3. Dalam penelitian ini kemampuan yang akan diukur yaitu keterampilan berpikir kritis dan penguasaan konsep IPA siswa.`


(10)

8 D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

1. Apakah terdapat pengaruh pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada tema pembelajaran “Airku Tercemar” terhadap keterampilan berpikir kritis siswa SMP kelas VII SMP N 9 Yogyakarta?

2. Apakah terdapat pengaruh pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada tema pembelajaran “Airku Tercemar” terhadap penguasaan konsep IPA siswa SMP kelas VII SMP N 9 Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah.

1. Mengetahui pengaruh pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada tema pembelajaran “Airku Tercemar” terhadap keterampilan berpikir kritis siswa SMP kelas VII SMP N 9 Yogyakarta.

2. Mengetahui pengaruh pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada tema pembelajaran “Airku Tercemar” terhadap penguasaan konsep IPA siswa SMP kelas VII SMP N 9 Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian


(11)

9 1. Bagi guru

a. Sebagaialternatifuntuk menerapkan pendekatan pembelajaran yang cocok diterapkan pada siswa.

b. Sebagai masukan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan penguasaan konsep siswa.

2. Bagi siswa

a. Melatih siswa untuk dapat melakukan pembelajaran yang lebih efektif, efisien dan bermakna.

b. Melatih siswa untuk dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan penguasaan konsep dalam pembelajaran IPA.

c. Melatih kemampuan siswa untuk dapat aktif mencari dan menemukan konsep secara mandiri.

3. Bagi peneliti

a. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai permasalahan yang terjadi di dunia pendidikan.

b. Sebagai bahan rujukan untuk dapat melakukan penelitian secara lebih lanjut.


(12)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam

IPA merupakan rumpun ilmu, memiliki karakteristik khusus yaitu mempelajari fenomena alam yang faktual (factual), baik berupa kenyataan (reality) atau kejadian (events) dan hubungan sebab akibatnya. IPA diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori deduktif (Asih Widi Wisudawati dan Eka Sulistyowati, 2014: 22). Cabang ilmu yang termasuk anggota rumpun IPA saat ini antara lain Biologi, Fisika, Astronomi/ Astrofisika dan Geologi.

Menurut Chiapetta dan Koballa (2010: 102) pengertian sains yaitu

Science is a particular way of knowing about the world. In science, explanations are limited to those based on observations and experiments that can be substantiated by other scientists. Explanations that cannot be based on empirical evidence are not part of science. Artinya sains merupakan cara tertentu untuk memahami tentang semesta. Dalam sains, penjelasan dibatasi pada pengetahuan berdasarkan observasi dan eksperimen yang dapat diperkuat oleh saintis lain. Pengetahuan yang bukan berasal dari bukti empiris bukan termasuk bagian dari sains.

Trianto (2012: 141) menjelaskan bahwa hakikat IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah


(13)

11

dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara universal. Sedangkan Carin & Sund (1993: 2) menyatakan tiga elemen dasar science terdiri dari processes or methods, product dan human attitude.

a) Processes or methods, certain ways of investigating problems, observing-for example, making hypotheses, designing and carrying out experiments, evaluating data, measuring, and so on.

b) Product-Fact, principles, laws, theories-for example, the scientific principle that metals expand when heated.

c) Human attitudes-Certain beliefs, values, opinionsfor example, suspending judgements until enoughdata have been collected

Artinya tiga elemen dasar IPA terdiri dari proses atau metode khusus dalam penyelidikan pemecahan suatu masalah. Misalnya membuat hipotesis, merancang dan melaksanakan eksperimen, mengevaluasi data, mengukur, dan sebagainya. Produk sains berupa fakta, prinsip, hukum, teori, dan lain-lain. Contoh prinsip ilmiah, misalnya: logam memuai ketika dipanaskan. Sikap sains berupa keyakinan, nilai-nilai, pendapat/gagasan, obyektif, dan sebagainya. Misalnya membuat keputusan setelah memperoleh cukup data yang dikumpulkan.

Collete & Chiapetta (1994: 30) menyatakan bahwa “Science should viewed as a way of thinking in the pursuit of understanding nature, as the way of investigation claim about phenomena, and as body of knowledge that has resulted from inquiry.” Sains sebagai suatu cara berpikir dalam


(14)

12

upaya memahami alam, sebagai cara penyelidikan tentang gejala, dan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh dari proses penyelidikan. IPA harus dipandang sebagai kumpulan pengetahuan ( a body of knowledge) berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori maupun model. IPA sebagai cara berpikir (a way of thinking) ditandai dengan adanya proses berpikir yang berlangsung dalam aktifitas manusia. IPA sebagai cara penyelidikan (a way of investigating) memberikan ilustrasi tentang pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam menyusun pengetahuan.

Dari beberapa istilah yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa IPA adalah pengetahuan yang mempelajari fenomena alam dan hubungan sebab akibat yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori melalui kegiatan observasi dan eksperimen yang dapat diperkuat oleh saintis lain. Bukan termasuk IPA apabila pengetahuan yang diperoleh tidak dilakukan secara empiris.

Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah berupa keyakinan, nilai-nilai, dan pendapat hingga dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya diperoleh hasil berupa produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen penting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara universal.


(15)

13 2. Pembelajaran IPA Terpadu

Pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa baik secara individu maupun kelompok, aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan otentik. Siswa diharapkan mampu mempelajari beberapa materi pelajaran yang disajikan melalui pengamatan langsung dan menghubungkan dengan konsep lain yang mereka pahami, sehingga apa yang diperoleh siswa akan mudah diingat karena mereka menemukan sendiri konsep-kosep pelajaran yang diajarkan (Joni T.R dalam Trianto, 2012: 56).

Abdul Majid (2013: 119) menjelaskan bahwa pembelajaran terpadu dapat dikatakan sebagai pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak sehingga mampu memahami konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami.

Patta Bundu (2005: 9) menyatakan bahwa pembelajaran IPA memiliki ruang lingkup seperti yang ada dalam kurikulum pendidikan di Indonesia yaitu biologi, fisika, kimia, dan bumi dan antariksa pada tingkat sekolah menengah sehingga dalam pelaksanaannya tidak terpisah-pisah melainkan menjadi satu. Pemberian IPA secara terpadu di sekolah


(16)

14

diharapkan menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari alam secara utuh.

Terdapat beberapa model keterpaduan pembelajaran. Fogarty mendefinisikan terdapat sepuluh model keterpaduan secara umum. Model tersebut antara lain fragmented model, connected model, nested model, sequenced model, shared model, webbed model, threaded model, integrated model, immersed model, dan networked model (Fogarty, 1991: xv). Dari kesepuluh model tersebut terdapat empat model pembelajaran terpadu yang potensial diterapkan dalam pembelajaran IPA. Keempat model tersebut dijelaskan pada tabel 1.

Tabel 1. Model Keterpaduan yang Potensial dalam Pembelajaran IPA Model Karakteristik Kelebihan Keterbatasan Integrated Membelajarkan

konsep pada beberapa KD yang beririsan atau tumpang tindih

- Pemahaman terhadap

konsep lebih utuh (holistik) - Lebih efisien - Sangat

kontekstual

- KD-KD yang konsepnya beririsan tidak selalu dalam satu semester atau satu kelas yang sama - Menuntut

wawasan dan penguasaan materi yang luas

- Sarana-prasarana, misalnya buku belum mendukung


(17)

15

Model Karakteristik Kelebihan Keterbatasan Shared Membelajarkan

semua konsep dari beberapa KD, dimulai dari konsep yang beririsan sebagai unsur pegikat - Pemahaman terhadap konsep utuh - Efisien - kontekastual

- KD-KD yang konsepnya beririsan tidak selalu dalam satu semester atau satu kelas yang sama - Menuntut

wawasan dan penguasaan materi yang luas

- Sarana-prasarana, misalnya buku belum mendukung Webbed Membelajarkan

beberapa KD yang berkaitan melalui sebuah tema

- Pemahaman terhadap konsep utuh - Konstektual - Dapat dipilih

tema-tema menarik

- KD-KD yang konsepnya beririsan tidak selalu dalam satu semester atau satu kelas yang sama - Tidak mudah

menemukan tema pengait yang tepat


(18)

16

Model Karakteristik Kelebihan Keterbatasan Connected Membelajarkan

sebuah KD, konsep-konsep

pada KD

tersebut dipertautkan dengan konsep pada KD yang lain

- Melihat permasalahan tidak hanya dari satu bidang kajian - Pembelajaran

dapat mengikuti KD-KD dalam standar isi

Kaitan antara bidang kajian sudah tampak tetapi masih didominasi oleh bidang kajian tertentu.

(Sumber: Fogarty, 1991: xv) Dari beberapa definisi yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran terpadu adalah sebagai suatu sistem pembelajaran yang melibatkan beberapa bidang studi sehingga memungkinkan siswa untuk aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna dan otentik. Terdapat empat jenis model pembelajaran terpadu yang potensial untuk diterapkan meliputi integrated, shared, webbed dan connected.

3. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) a. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

Menurut M. Hosnan (2014: 267), kata contextual berasal dari kata contex yang berarti “hubungan, konteks, suasana atau keadaan”. Dengan demikian contextual diartikan “yang berhubungan dengan suasana (konteks)”. Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan


(19)

17

suasana tertentu. Dalam pembelajaran ini guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, dan mengkontruksi sendiri sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.

Mohammad Jauhar (2011: 181) menyatakan bahwa Contextual Teaching Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkontruksi sendiri secara aktif pemahamannya. Siswa belajar melalui mengalami bukan menghafal, mengingat pengetahuan bukan sebuah perangkat fakta dan konsep yang siap diterima akan tetapi sesuatu yang harus dikontruksi oleh siswa.

Manfaat pendekataan Contextual Teaching and Learning menurut Asis Saefudin (2014: 22) dapat mendorong terciptanya berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking) di kalangan siswa dalam rangka mengumpulkan, menganalisis, dan menyintesis informasi, guna mencari solusi dan memecahkan masalah. Sesuai pendapat Nasrun (2014: 159) menyatakan bahwa “In addition,


(20)

18

contextual teaching and learning is an approach that’s help develop student’s high cognitive level. Such an approach can also trains the students to think critically and creatively in collecting data, understanding an issue, and solving a problem.” Pada dasarnya pembelajaran kontekstual merupakan pendekatan yang membantu mengembangkan tingkatan kognitif siswa yang tinggi. Selain itu pendekatan ini juga dapat melatih siswa untuk berpikir kritis dan kreatif pada pengumpulan data, memahami isu dan menyelesaikan permasalahan.

Johnson (2009:67) menyebutkan bahwa model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah proses pendidikan yang dapat menolong siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan materi akademik dengan konteks dalam kehidupan sehari-hari mereka. Trianto (2012: 74) menurut pandangan kontruktivisme menyebutkan anak secara aktif membangun pengetahuan dengan cara terus menerus mengasimilasi dan mengakomodasi informasi baru, dengan kata lain kontruktivisme adalah teori perkembangan kognitif yang menekankan peran aktif siswa dalam membangun pemahaman mereka mengenai realita kehidupan nyata sehingga mampu menciptakan lingkungan belajar yang mendorong siswa mengkonstruk pengetahuan dan keterampilan secara mandiri.


(21)

19

Dari beberapa pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa berperan aktif untuk memahami makna materi ajar dengan cara mengkaitkan isi pelajaran yang akan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga membuat pembelajaran lebih bermakna serta mendorong siswa untuk berpikir kritis dan kreatif.

b. Komponen dalam CTL

Pendekatan pembelajaran kontekstual memiliki tujuh komponen utama pembelajaran efektif yaitu:

1) Konstruktivisme (Constructivisme)

Konstruktivisme merupakan landasan filosofis (berpikir) pendekatan CTL. Kontruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif berdasarkan pengetahuan dan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna (Muslich, 2011: 44). Kegiatan belajar dikemas menjadi proses mengonstruksi pengetahuan sehingga belajar dimulai dari apa yang diketahui peserta didik. Diharapkan peserta didik mampu menemukan ide dan pengetahuan (konsep, prinsip) baru, menerapkan ide-ide, kemudian peserta didik


(22)

20

mencari strategi belajar yang efektif agar mencapai kompetensi dan memberikan kepuasan atas penemuan (M. Hosnan, 2014: 270) 2) Bertanya (Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki seseorang bermula dari “bertanya”. Questioning (bertanya) merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa (Muslich, 2011: 44). Dalam pembelajaran CTL, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja tetapi memancing siswa untuk dapat menemukan sendiri. Oleh karena itu, peran bertanya sangat penting sebagai cara guru untuk membimbing dan mengarahkan siswa menemukan setiap materi yang dipelajarinya (M. Hosnan, 2014: 271).

3) Menemukan (inquiry)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Langkah-langkah kegiatan inquiry yaitu merumuskan masalah, mengamati atau melakukan observasi, menganalisis dan


(23)

21

menyajikan hasil, dan mengkomunikasikan hasilnya pada pihak lain (Muslich, 2011: 45).

4) Masyarakat Belajar (Learning Community)

Merupakan sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar sehingga memungkinkan siswa untuk dapat bertukar pengalaman dan berbagi ide antara yang satu dengan yang lain (Daryanto, 2012, 157). Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari “sharing” antara teman, antar kelompok dan antara yang tahu dan yang belum tahu (Muslich, 2011: 46).

5) Pemodelan (Modelling)

Pemodelan maksudnya dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa di tiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu. Dalam pembelajaran CTL guru bukan satu-satunya model. Model dapat di rancang dengan melibatkan siswa. (Muslich, 2011: 46).

6) Refleksi (Reflection)

Refleksi merupakan proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Dalam pembelajaran CTL, setiap berakhir proses pembelajaran, guru


(24)

22

memberikan kesempatan pada siswa untuk merenung atau mengingat kembali apa yang telah disampaikannya (M. Hosnan, 2014: 271-272).

7) Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment)

Assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian bukanlah untuk mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran yang benar sudah seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari, bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak-banyak mungkin informasi di akhir pembelajaran (Muslich, 2011: 47).

Berdasarkan kajian teori yang dilakukan peneliti, dapat disimpulkan bahwa Contextual Teaching and Learning (CTL) memiliki tujuh komponen utama yang harus ada dalam pelaksanaannya yaitu konstruktivisme (constructivisme) , bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), refleksi (reflection) dan penilaian yang sebenarnya (authentic assesment).

c. Ciri-ciri Contextual Teaching and Learning (CTL)

Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) memiliki ciri-ciri sebagai berikut.


(25)

23

1) Adanya kerjasama antar semua pihak

2) Menekankan pentingnya pemecahan masalah atau problem solving 3) Bermuara pada keragaman konteks kehidupan siswa yang

berbeda-beda 4) Saling menunjang

5) Menyenangkan, tidak membosankan 6) Belajar dengan begairah

7) Pembelajaran terintegrasi 8) Menggunakan berbagai sumber 9) Siswa aktif

10)Sharing dengan teman 11)Siswa kritis, guru kreatif

12)Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, gambar, artikel, humor dan sebagainya

13)Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan praktikum, karangan siswa dan sebagainya (Kusnandar, 2007: 298)

d. Kelebihan dan Kekurangan Contextual Teaching and Learning (CTL) Penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) memiliki beberapa kelebihan yaitu.

1) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di


(26)

24

sekolah dengan kehidupan nyata, sehingga materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa dan sulit untuk dilupakan.

2) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena CTL menganut aliran kontruktivisme. Siswa dituntut untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis kontruktivisme, siswa diharapkan belajar melalui “ mengalami” bukan “menghafal”. 3) Kontekstual adalah model pembelajaran yang menekankan pada

aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.

4) Kelas dalam pembelajaran kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan di lapangan.

5) Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa bukan hasil pemberian guru.

6) Penerapan pembelajarn kontekstual bisa menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna.

Adapun kekurangan Contextual Teaching and Learning (CTL) yaitu. 1) Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran

kontekstual berlangsung.

2) Jika guru tidak dapat mengendalikan kelas, maka bisa menciptakan situasi kelas yang kurang kondusif.


(27)

25

3) Guru lebih intensif dalam membimbing. Sebab dalam CTL, guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan keterampilan yang baru.

4) Guru memberikan kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide serta mengajak siswa menggunakan strateginya sendiri dalam belajar. Namun, tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan yang diterapkan semula (Sitiatava, 2013: 259).

4. Keterampilan Berpikir Kritis

Berpikir adalah proses mental yang berlangsung dalam diri individu sebagai respon terhadap suatu stimulasi yang datang dari lingkungannya. Wowo Sunaryo (2011: 18-19) mendefinisikan berpikir berdasarkan sudut pandangnya dapat dikelompokkan menjadi berpikir deskriptif dan berpikir normatif. Definisi berpikir deskriptif cenderung bersifat psikologis, yang memandangnya sebagai keterampilan kognitif dan proses mental yang terlibat dalam berbagai pemikiran. Sedangkan berpikir normatif adalah berpikir kritis, berhubungan erat dengan pemikiran yang mengandung makna dan nilai-nilai.


(28)

26

Menurut Fachrurazi (2011:81), berpikir kritis adalah sebuah proses sistematis yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengevaluasi keyakinan dan pendapat mereka sendiri. Etnis dalam Mulyani (2013:118) menambahkan bahwa berpikir kritis adalah cara berpikir reflektif yang berdasarkan nalar dan difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan.

Sedangkan Kowiyah (2012:176-175) menjelaskan berpikir kritis adalah suatu kegiatan atau proses kognitif, tindakan mental untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman dan keterampilan agar mampu menemukan jalan keluar dan keputusan secara deduktif, induktif dan evaluatif sesuai dengan tahapannya. Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan

bukti pendukung dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang

diakibatkannya. Daniel A. Feldman (2010: 4) menyatakan bahwa berpikir kritis mencakup tindakan untuk mengevaluasi situasi, masalah atau argumen, dan memilih pola investigasi yang menghasilkan jawaban terbaik yang bisa didapat.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut maka dapat dikatakan bahwa berpikir kritis adalah suatu cara berpikir reflektif melalui proses sistematis yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengevaluasi keyakinan untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman dan keterampilan


(29)

27

agar mampu menemukan jalan keluar dan keputusan secara deduktif, induktif dan evaluatif.

Facione (1990: 13-19) mengemukakan ada enam keterampilan berpikir kritis yaitu:

a. Interpretasi, adalah memahami dan mengekspresikan makna atau signifikan dari berbagai macam pengalaman, situasi, data, kejadian- kejadian, penilaian, kebiasaan atau adat, kepercayaan-kepercayaan, aturan-aturan, prosedur atau kriteria-kriteria.

b. Analisis, adalah mengidentifikasi hubungan-hubungan inferensional yang dimaksud dan aktual diantara pernyataan-pernyataan, pertanyaan-pertanyaan, konsep-konsep, deskripsi-deskripsi.

c. Evaluasi, adalah menaksir kredibilitas pernyataan-pernyataan atau representasi-representasi yang merupakan laporan-laporan atau deskripsi-deskripsi dari persepsi, pengalaman, penilaian, opini dan menaksir kekuatan logis dari hubungan-hubungan inferensional atau dimaksud diantara pernyataan-pernyataan, deskripsi-deskripsi, pertanyaan-pertanyaan atau bentuk-bentuk representasi lainnya.

d. Inferensi, mengidentifikasi dan memperoleh unsur-unsur yang masuk akal, membuat dugaan-dugaan dan hipotesis, dan menyimpulkan konsekuensi-konsekuensi dari data.

e. Penjelasan, mampu menyatakan hasil-hasil dari penjelasan seseorang, mempresentasikan penalaran seseorang dalam bentuk argumen-argumen


(30)

28 yang kuat.

f. Regulasi diri, berarti secara sadar diri memantau kegiatan-kegiatan kognitif seseorang, unsur-unsur yang digunakan dalam kegiatan- kegiatan tersebut dan hasil-hasil yang diperoleh, terutama dengan menerapkan kecakapan-kecakapan di dalam analisis dan evaluasi untuk penelitian penilaian inferensial sendiri dengan memandang pada pertanyaan, konfirmasi, validitas atau mengoreksi baik penalarannya atau hasil-hasilnya.

Menurut Ennis dalam Liliasari (2012: 9) terdapat lima tahap berpikir kritis dengan masing-masing indikatornya sebagai berikut:

a. Memberikan penjelasan sederhana, meliputi: memfokuskan pertanyaan, menganalisis pernyataan, dan bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan;

b. Membangun keterampilan dasar, meliputi: mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak, dan mengamati dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi;

c. Menyimpulkan, meliputi: mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi, membuat dan menentukan nilai pertimbangan;

d. Memberikan penjelasan lanjut, meliputi: mendefinisikan istilah dan pertimbangan dalam tiga dimensi, dan mengidentifikasi asumsi;


(31)

29

e. Mengatur strategi dan taktik, meliputi: menentukan tindakan, berinteraksi dengan orang lain.

Sedangkan menurut Curriculum Development Centre Ministry of Education Malaysia (2002: 5- 6), indikator keterampilan berpikir kritis siswa dikelompokkan menjadi.

a. Menghubungkan (Atributing) yaitu mengidentifikasi kriteria seperti karakteristik, ciri-ciri, kualitas dan elemen dari konsep atau objek. b. Membandingkan dan Kontras (Comparing and Contrasting) yaitu

menemukan persamaan dan perbedaan berdasarkan kriteria seperti karakteristik, ciri-ciri, kualitas dan unsur suatu konsep atau peristiwa. c. Pengelompokan dan Klasifikasi (Grouping and Classifying) yaitu

memisahkan dan mengelompokkan benda atau fenomena dalam kategori didasarkan pada kriteria tertentu seperti karakteristik atau ciri-ciri umum.

d. Mengurutkan (Sequencing) yaitu mengatur objek dan informasi berdasarkan kualitas atau kuantitas, karakteristik atau ciri-ciri umum seperti ukuran, waktu, bentuk dan bilangan.

e. Prioritas (Prioritising) yaitu mengatur objek dan informasi berdasarkan pada pentingnya atau prioritasnya.

f. Analisis (Analysing) yaitu menguji informasi secara detail dengan memecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil untuk menemukan makna dan hubungan didalamnya.


(32)

30

g. Mendeteksi kerancuan/ bias (Detecting bias) yaitu mengidentifikasi pandangan atau ide-ide yang cenderung mendukung atau menentang sesuatu cara yang tidak jelas atau menyimpang.

h. Evaluasi (Evaluating) yaitu membuat penilaian pada kualitas atau nilai sesuatu berdasarkan alasan atau bukti valid.

i. Membuat kesimpulan (Making conclusions) yaitu membuat pernyataaan tentang hasil penyelidikan berdasarkan suatu hipotesis. Dari beberapa indikator menurut para ahli, peneliti mengambil lima indikator berpikir kritis yang digunakan untuk mengukur keterampilan berpikir kritis siswa yang dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Indikator Berpikir Kritis Penelitian

No Aspek berpikir kritis Indikator berpikir kritis 1 Menghubungkan

(attributing)

Mengidentifikasi kriteria seperti karakteristik, ciri-ciri, kualitas dan elemen dari konsep atau objek.

2 Menganalisis (analyzing)

Menguji informasi secara detail dengan memecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil untuk menemukan makna dan hubungan didalamnya

3 Mengevaluasi (evaluation)

Membuat penilaian pada kualitas atau nilai sesuatu berdasarkan alasan atau bukti valid.

4 Mendeteksi bias (detecting bias)

Mengidentifikasi pandangan atau ide-ide yang cenderung mendukung atau menentang sesuatu cara yang tidak jelas atau menyimpang.

5 Membuat kesimpulan (making conclusion)

Membuat pernyataaan tentang hasil penyelidikan berdasarkan suatu hipotesis.


(33)

31 5. Penguasaan Konsep

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), penguasaan memiliki arti pemahaman atau kesanggupan menggunakan pengetahuan, kepandaian dan sebagainya. Berdasarkan pengertian tersebut penguasaan memiliki arti yang sama dengan pemahaman. Menurut Nuryani (2005: 51) konsep adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri, karakter atau atribut yang sama dari sekelompok objek dari suatu fakta, baik merupakan suatu proses, peristiwa, benda, atau fenomena di alam yang membedakannya dari kelompok lain.

Konsep yang dipelajari siswa dipengaruhi oleh umur, perkembangan bahasa, dan tingkat perkembangan intelektualnya. Teori perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Jean Piaget penting bagi guru dalam kaitannya dengan konsep (Richard l. Arends, 2008: 327). Dahar (2010: 9) menyatakan bahwa penguasaan konsep dapat diartikan sebagai kemampuan siswa dalam memahami makna secara ilmiah, baik konsep secara teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Na’im dkk (2014:1), penguasaan konsep adalah proses, cara, perbuatan mengerti atau mengetahui secara detail mengenai konsep tentang materi ajar yang diajarkan, yang tercermin meningkatnya hasil belajar siswa. Dengan demikian, penguasaan konsep merupakan bagian dari hasil belajar yang ada dalam ranah kognitif. Belajar ranah kognitif


(34)

32

dapat membantu siswa untuk memperbaiki pemahaman siswa tentang konsep-konsep yang dipelajari.

Anderson dan Krathwohl (2010: 99) menyatakan bahwa taksonomi Bloom baru versi Kreathwohl pada ranah kognitif terdiri dari enam level: remembering (mengingat), understanding (memahami), applying (mengaplikasikan), analyzing (menganalisis), evaluating (mengevaluasi) dan creating (mencipta). Revisi Krathwohl ini sering digunakan dalam merumuskan tujuan belajar yang sering kita kenal dengan istilah C1 sampai dengan C6.

Gambar 1. Ranah Kognitif Taksonomi Bloom (Sumber: tatangmanguny.wordpress.com)

Tiga level pertama (terbawah) merupakan Lower Order Thinking Skills, sedangkan tiga level berikutnya Higher Order Thinking Skill. Berikut ini kategori-kategori dalm dimensi proses kognitif:


(35)

33

a. Mengingat adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang. Proses kognitif dalam kategori ini yaitu mengenali dan mengingat kembali.

b. Memahami adalah mengkontruksi makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis dan digambar oleh guru. Proses kognitif dalam kategori ini yaitu menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan dan menjelaskan.

c. Mengaplikasikan adalah menerapkan atau menggunakan suatu prosedur dalam keadaan tertentu. Proses kognitif dalam kategori ini yaitu mengeksekusi dan mengimplementasikan.

d. Menganalisis adalah memecah-mecah materi jadi bagian-bagian penyusunnya dan menentukan hubungan antar bagian itu dan hubungan antara bagian-bagian tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan. Proses kognitif dalam kategori ini yaitu membedakan, mengorganisasi dan mengatribusikan.

e. Mengevaluasi adalah mengambil keputusan berdasarkan kriteria dan/ atau standar. Proses kognitif dalam kategori ini yaitu memeriksa dan mengkritik.

f. Mencipta adalah memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang baru dan koheren atau untuk membuat suatu produk yang


(36)

34

orisinal. Proses kognitif dalam kategori ini yaitu merumuskan, merencanakan dan memproduksi.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa penguasaan konsep adalah kemampuan siswa dalam memahami makna secara ilmiah untuk mengungkapkan suatu materi yang disajikan kedalam bentuk yang lebih dipahami, mampu memberikan interpretasi, dan mampu mengaplikasikannya. Penguasaan konsep siswa ini dapat tercermin dalam meningkatnya hasil belajar siswa.

6. Materi Tema “Airku Tercemar”

Tema “Airku Tercemar” merupakan materi pembelajaran IPA untuk siswa kelas VII SMP yang memadukan beberapa Kompetensi Dasar. Peta kompetensi untuk bidang kajian dari masing-masing konsep bidang studi dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Peta Kompetensi IPA

Bidang IPA Biologi Fisika Kimia Tema

Standar Kompetensi 7. Memahami saling ketergantungan dalam ekosistem

4. Memahami berbagai sifat dalam perubahan fisika dan kimia

2. Memahami klasifikasi zat A ir -ku T er ce m ar Kompetensi Dasar 7.4 Mengaplikasikan peran manusia dalam pengelolaan lingkungan untuk mengatasi 4.2 Melakukan pemisahan campuran dengan berbagai cara berdasarkan 2.1Mengelompok kan sifat larutan asam, larutan basa, dan larutan garam melalui alat dan


(37)

35

Bidang IPA Biologi Fisika Kimia Tema

pencemaran dan kerusakan lingkungan sifat fisika dan sifat kimia indikator yang tepat Indikator Pembelajaran  Menjelaskan pengertian pencemaran air.  Menyebutkan ciri-ciri pencemaran air  Menjelaskan polutan yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran air  Menjelaskan usaha-usaha mencegah dan mengatasi pencemaran air  Menjelaskan teknik penjernihan air melalui pemisahan campuran secara sederhana (filtrasi)  Melakukan pemisahan campuran secara sederhana (filtrasi) Menentukan ciri-ciri zat yang bersifat asam, basa, dan garam Mengukur nilai

pH suatu larutan menggunakan indikator universal Mengelompokka

n suatu zat berdasarkan nilai pH termasuk asam,basa atau garam

Model Webbed

Alasan: Melakukan pembelajaran beberapa KD yang berkaitan dengan menggunakan sebuah tema

Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Metode Pengamatan/ Observasi, Eksperimen, Diskusi Materi Pencemaran

Air

Pemisahan campuran (Filtrasi)

Asam dan Basa

a. Pencemaran air

Dalam UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP RI No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air mendefinisikan pencemaran air sebagai masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan


(38)

36

atau komponen lain kedalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya.

Air limbah berasal dari berbagai sumber, secara garis besar dapat dikelompokkan sebagai berikut.

1) Air buangan yang bersumber dari rumah tangga yaitu air limbah yang berasal dari pemukiman penduduk.

2) Air bekas cucian dapur dan kamar mandi yang umumnya terdiri dari bahan-bahan organik.

3) Air buangan industri yang berasal dari berbagai jenis industri akibat proses produksi.

4) Air buangan kotapraja yaitu air buangan yang berasal dari daerah perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat umum dan temapat ibadah.

Karakteristik air limbah dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu. 1) Karakteristik fisik

Komposisinya sebagian besar terdiri atas air dan sebagian kecil dari bahan-bahan padat dan suspensi. Air limbah rumah tangga biasanya berwarna suram, seperti larutan sabun, sedikit berbau.

2) Karakteristik kimiawi

Air buangan biasanya mengandung campuran zat kimia anorganik yang berasal dari air bersih dan bermacam-macam zat organik.


(39)

37 3) Karakteristik bakteriologis

Kandungan bakteri pathogen dan organism golongan E.coli terdapat juga dalam air limbah bergantung pada sumbernya (Arif Zulkifli, 2014: 68-69)

Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang diamati yaitu:

1) Perubahan Warna, Bau dan Rasa Air

Air dalam keadaan normal dan bersih tidak akan berwarna, sehingga tampak bening dan jernih. Degradasi bahan buangan industri dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna air. Tingkat pencemaran air tidak mutlak tergantung pada warna air. Seringkali zat-zat beracun tidak mengakibatkan perubahan warna pad air sehingga tampak jernih. Timbulnya bau pada air juga dapat dipakai sebagai salah satu tanda terjadinya tingkat pencemaran air yang cukup tinggi. Sedangkan air yang telah berasa menandakan telah ada pelarutan ion-ion logam yang dapat mengubah konsentrasi ion hidrogen dalam air.

2) Timbulnya Endapan, Koloidal, dan Bahan Terlarut

Endapan dan koloidal serta bahan terlarut berasal dari adanya bahan buangan industri yang berbentuk padat. Bahan buangan yang berbentuk padat kalau tidak dapat larut sempurna akan mengendap didasar sungai dan yang dapat larut sebagian akan menjadi koloidal.


(40)

38 3) Adanya Mikroorganisme

Mikroorganisme sangat berperan dalam proses degradasi bahan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke air lingkungan. Kalau bahan buangan yang harus didegradasi cukup banyak berarti mikroorganisme akan ikut berkembang biakyang memungkinkan mikroba patogen ikut berkembang pula.

4) Perubahan Suhu Air

Semakin tinggi kenaikan suhu air makin sedikit oksigen yang terlarut didalamnya, dikarenakan kadar oksigen yang terlarut dalam air akan turun bersamaan dengan kenaikan suhu. Padahal setiap kehidupan memerlukan oksigen untuk bernafas, sehingga akan berpengaruh terhadap kehidupan organisme yang ada didalamnya. 5) Perubahan pH atau Konsentrasi Ion Hidrogen

Air normal yang memenuhi syarat untuk kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5 - 7,5. Air yang mempunyai pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH lebih besar dari normal akan bersifat basa. Air limbah yang dibuang kesungai akan mengubah pH air yang pada akhirnya dapat mengganggu kehidupan organisme.

6) Meningkatnya Radioaktivitas Air Lingkungan

Zat radioaktivitas dapat menyebabkan berbagai macam kerusakan biologis apabila tidak ditangani secara benar, baik melalui efek


(41)

39

langsung maupun efek tertunda, maka tidak dibenarkan dan sangat tidak etis bila ada yang membuang bahan sisa radioaktivitas ke lingkungan (Wisnu, 2004: 75).

Dampak yang dapat ditimbulkan akibat adanya air limbah yaitu. 1) Menjadi transmisi atau media penyebaran berbagai penyakit ,

terutama diare, kolera, typhus, abdominalis, disentri basiler. 2) Menjadi media berkembang biak mikroorganisme patogen.

3) Menjadi tempat- tempat berkembang biak nyamuk atau tempat hidup larva nyamuk.

4) Menimbulkan yang tidak enak serta mengurangi estetika.

5) Merupakan sumber pencemaran air permukaan, tanah, dan lingkungan hidup lainnya.

6) Menimbulkan ketidaknyamanan dan dapat mengurangi produktivitas manusia (Arif Zulkifli, 2014: 70).

Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi pencemaran air adalah sebagai berikut.

1) Penanggulangan limbah industri

Limbah industri terutama yang mengandung bahan-bahan kimia harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang. Dengan demikian bahan-bahan dari limbah pencemar yang bersifat racun dapat dihilangkan sehingga tidak mengganggu ekosistem.


(42)

40

2) Tidak membuang sampah ke sungai atau selokan yang akan menimbulkan banjir dan menimbulkan bau busuk serta menjadi tempat berkembangbiak berbagai jenis penyakit (Tri Agustina, 2014: 414-415).

b. Asam, Basa dan Garam

Menurut Arrhenius (James E Brady, 1992: 202), asam adalah zat-zat molekular yang apabila dimasukkan dengan air akan menghasilkan ion hidronium. Basa adalah zat yang apabila bereaksi dengan air akan menghasilkan ion OH-. Sedangkan menurut Raymond Chang (2004: 95) asam sebagai zat yang mengion dalam air menghasilkan ion H+ dan basa sebagai zat yang mengion dalam air menghasilkan ion OH-. Arrhenius mengelompokkan zat-zat berdasarkan sifatnya sebagai berikut.

1) Asam memiliki rasa masam, menyebabkan perubahan warna pada zat warna tumbuhan dan mengubah warna lakmus biru menjadi merah, bereaksi dengan logam tertentu seperti seng dan magnesium menghasilkan gas hirogen, bereaksi dengan karbonat dan bikarbonat menghasilkan gas karbondioksida, dan dapat menghantarkan listrik.

2) Basa memiliki rasa pahit, terasa licin menyebabkan perubahan warna pada zat warna tumbuhan dan mengubah warna lakmus


(43)

41

merah menjadi biru dan dapat mengahntarkan listrik apabila berada didalam air.

Vogel (1990: 56-58) menjelaskan bahwa indikator adalah suatu zat yang berbeda-beda sesuai dengan konsentrasi ion hidrogen. Indikator merupakan suatu asam atau basa organik lemah yang dipakai dalam larutan yang sangat encer. Indikator ini dapat menggunakan kertas indikator maupun indikator universal. Adanya perubahan warna yang terjadi menunjukkan terjadinya perubahan pH yang berbeda-beda. Kertas uji indikator dapat disimpan dalam jangka waktu yang agak lama. Untuk menguji, strip kertas ini harus dicelupkan kedalam larutan dan mengamati perubahan warna yang terjadi.

c. Pemisahan campuran dengan filtrasi

Kusnaedi (2010: 25) menjelaskan bahwa penyaringan (filtrasi) merupakan proses pemisahan antara padatan/ koloid dengan cairan. Apabila air olahan yang akan disaring berupa cairan yang mengandung butiran halus atau bahan-bahan yang larut, sebelum proses penyaringan sebaiknya dilakukan proses koagulasi atau netralisasi yang menghasilkan endapan. Dengan demikian, bahan-bahan tersebut dapat dipisahkan dari cairan melalui filtrasi. Menurut tipenya, saringan dibedakan menjadi tiga yaitu.


(44)

42

1) Single medium: saringan untuk menyaring air yang mengandung padatan dengan ukuran seragam.

2) Dual medium: saringan untuk menyaring air limbah yang didominasi oleh dua ukuran padatan.

3) Three medium: saringan untuk menyaring air limbah yang mengandung padatan dengan ukuran beragam.

Menurut Suharto (2011: 328), filtrasi yang digunakan untuk pemisahan senyawa kimia padat dan cair dimana cairan melewati media porous untuk memindahkan padatan tersuspensi halus. Tujuan filtrasi limbah cair adalah:

1) Filtrasi untuk menghilangkan bakteri dan mikroba lain yang terjadi pada saringan

2) Filtrasi digabung dengan koagulasi dalam air diperoleh air jernih dan rendah nilai kekeruhannya. (Suharto, 2011: 348)

Cara sederhana menjernihkan air dengan teknik pemisahan campuran yaitu:

1) Pengendapan

Pengendapan dilakukan untuk air yang berasal dari sumur atau sungai yang kadar kekeruhannya tidak terlalu pekat (masih terlihat jernih).


(45)

43 2) Penyaringan

Penyaringan dilakukan untuk air dengan kondisi keruh yang pekat. Cara yang dilakukan adalah dengan penyaringan bertahap dengan menggunakan saringan pasir halus, pasir kasar, kerikil, ijuk/ arang, kain, dan kapas (Nurul, 209: 160)

Berikut ini skema alat penjernihan air secara sederhana:

Gambar 2. Skema alat penjernihan three medium (Sumber: Kemdikbud, 2013: 60) B. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ominia Pratama (2014) berjudul “Pengembangan Modul IPA Berbasis Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP/MTs. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modul IPA berbasis CTL layak digunakan karena secara keseluruhan memperoleh nilai dengan kategori sangat tinggi yang ditunjukkan dengan peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa sebesar 28,9 %.


(46)

44

2. Penelitian yang dilakukan oleh Ratna Ekawati (2012) berjudul “ Pengaruh Learning Cycle dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap Keterampilan Berpikir Kritis dan Sikap Ilmiah Siswa”. Materi yang digunkan yaitu pengaruh kalor terhadap suatu zat. Hasil penelitian menunjukkan penerapan Learning Cycle dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada pembelajaran fisika berpengaruh secara signifikan terhadap keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Budi Handayani (2013) berjudul “Pengaruh Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) melalui Metode Inquiry terhadap Motivasi dan Hasil Belajar IPA pada Tema Sehatku karena Air yang Bersih”. Materi yang digunakan yaitu memadukan asam, basa dan garam; pemisahan campuran dan pengelolaan lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) berpengaruh positif terhadap motivasi dan hasil belajar kognitif siswa kelas VII pada mata pelajaran IPA.

C. Kerangka Berpikir

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan suatu pembelajaran yang berhubungan dengan alam semesta serta lingkungan siswa. Proses pembelajaran IPA sangat menekankan pada produk, proses, sikap ilmiah dan


(47)

45

aplikasi. Namun, masih banyak pembelajaran IPA yang diajarkan hanya sebagai suatu produk sehingga siswa hanya mengedepankan hasil kognitifnya Salah satu tuntutan yang harus dicapai dalam pembelajaran IPA yaitu siswa mampu menguasai konsep-konsep IPA dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Indikator keterampilan berpikir kritis yang diperlukan antara lain menghubungkan, menganalisis, mengevaluasi, mendeteksi bias dan membuat kesimpulan.

Saat ini terdapat berbagai strategi pembelajaran dan pendekatan yang dapat diajarkan oleh guru terhadap siswanya. Masing-masing memiliki keunggulan terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) sangat memungkinkan untuk melatih keterampilan berpikir kritis dan penguasaan konsep IPA. Hal ini dikarenakan pendekatan CTL memiliki tujuh komponen yang terdiri dari konstruktivisme (constructivisme) , bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), refleksi (reflection) dan penilaian yang sebenarnya (authentic assesment).

Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) mengutamakan pada kegiatan constructivisme yang menekankan siswa untuk dapat membangun pemahamannya sendiri. Kegiatan ini mendorong siswa untuk melatih keterampilan berpikir kritis pada aspek menghubungkan, menganalisis dan mengevaluasi. Proses inquiry menndorong siswa untuk menemukan pengetahuannya, digunakan untuk melatih keterampilan berpikir


(48)

46

kritis aspek menghubungkan, menganalisis dan mengevaluasi. Modelling membantu siswa untuk dapat mengembangkan aspek menghubungkan dengan menghadirkan model tiruan yang mendorong kegiatan pembelajaran. Questioning digunakan untuk mendorong dan menilai kemampuan siswa melalui “bertanya”. Hal ini dapat melatih keterampilan berpikir kritis aspek menghubungkan dan mengevaluasi. Learning community memungkinkan siswa untuk saling bertukar pendapat sehingga mampu melatih aspek menghubungkan, menganalisis, mengevaluasi, mendeteksi adanya bias terhadap suatu pandangan serta membuat kesimpulan. Reflection dapat membantu siswa untuk melatih aspek menghubungkan dan membuat kesimpulan terhadap hasil pembelajaran yang diperoleh. Sedangkan authentic assessment merupakan kegiatan yang dilakukan guru untuk mengathui perkembangan belajar siswa. Pendekatan ini tidak hanya melatih keterampilan berpikir kritis saja, melainkan juga meningkatkan penguasaan konsep siswa. Pendekatan ini mengutamakan pada pembelajaran yang bermakna sehingga konsep-konsep yang diberikan akan tertanam kuat dalam ingatan siswa karena melalui proses mengalami.

Untuk mengetahui pengaruh dari pendekatan tersebut, maka perlu dilakukan pengujian terhadap siswa kelas VII SMP Negeri 9 Yogyakarta. Penulis ingin mengetahui pengaruh hasil yang diperoleh dari pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada tema “Airku Tercemar” terhadap keterampilan berpikir kritis dan penguasaan konsep IPA pada siswa.


(49)

47

Dengan adanya penelitian ini akan diketahui ada atau tidaknya pengaruh dari strategi pembelajaran yang diujikan. Apabila terdapat pengaruh maka dapat ditentukan strategi pembelajaran yang lebih efektif untuk digunakan dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan penguasaan konsep IPA siswa.

Gambar 3. Kerangka Berpikir

1. Menghubungkan 2. Menganalisis 3. Mengevaluasi

4. Mendeteksi bias 5. Membuat kesimpulan Pendekatan Contextual

Teaching and Learning (CTL)

1. Penguasaan Konsep

1. Contructivisme

2. Inquiry 3. Modeling 4. Questioning

5. LearningCommunity

6. AuthenticAssesment 7. Reflection

2. Keterampilan Berpikir Kritis

Komponen Komponen

Diujikan terhadap

Analisis


(50)

48 D. Hipotesis Penelitian

Dari deskripsi teoritis dan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut.

1. Terdapat pengaruh pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada tema pembelajaran “Airku Tercemar” terhadap keterampilan berpikir kritis siswa SMP kelas VII SMP N 9 Yogyakarta.

2. Terdapat pengaruh pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada tema pembelajaran “Airku Tercemar” terhadap penguasaan konsep IPA siswa SMP kelas VII SMP N 9 Yogyakarta.


(51)

49 BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen semu (quasi eksperimental). Menurut Sugiyono (2009: 77) penelitian quasi eksperimental merupakan jenis penelitian yang mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengamatan terhadap pengaruh suatu tindakan terhadap tingkah laku melalui suatu upaya sengaja yang dilakukan oleh peneliti. Tindakan didalam eksperimen disebut treatment yang artinya pemberian kondisi yang akan dinilai pengaruhnya. Dalam pelaksanaannya harus diatur antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol agar keduanya memiliki karakteristik yang sama atau mendekati sama. Kelompok eksperimen diberikan treatment atau perlakuan tertentu sedangkan kelompok kontrol diberikan treatment seperti keadaan biasa.

Desain penelitian yang digunakan yaitu pretest-posttest control grup design. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara random kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen (Sugiyono, 2009:76). Sedangkan posttest bertujuan untuk mengetahui kemampuan akhir dari peserta didik mengenai pengaruh yang ditimbulkan dari pemberian perlakuan. Adapun gambaran mengenai rancangan pretest-posttest control grup design sebagai berikut.


(52)

50

Gambar 4. Desain penelitian pretest-posttest control grup Sumber: Sugiyono (2009:76)

Keterangan:

O1 = pengukuran kemampuan awal kelompok eksperimen

O2 = pengukuran kemampuan akhir kelompok eksperimen

X = pemberian perlakuan

O3 = pengukuran kemampuan awal kelompok kontrol

O4 = pengukuran kemampuan akhir kelompok kontrol

B.Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Kegiatan penelitian dilaksanakan di SMP N 9 Yogyakarta yang beralamat di Jalan Ngeksigondo No.30, Jalan Ngeksigondo, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan bulan November-April pada tahun pelajaran 2015/2016. Kegiatan pengambilan data dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2016.

C.Populasi dan Teknik Sampling 1. Populasi Penelitian

R O1 X O2


(53)

51

Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP N 9 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2015/2016 yang berada di enam kelas yaitu kelas VII A, VII B, VII C, VII D, VII E dan VII F sebanyak 204 siswa dengan jumlah tiap kelas masing-masing 34 orang.

2. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan cluster random sampling untuk memperoleh kelas yang akan dijadikan sebagai subyek penelitian. Cluster random sampling dilakukan terhadap cluster- cluster atau kelompok sampel dan bukan terhadap individu-individu yang sama. Cara pengambilan sampel dilakukan secara acak, dimana setiap komponen dari masing-masing populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih. Dari lima kelas VII yang ada di SMP N 9 Yogyakarta dilakukan pengundian sehingga diperoleh dua kelas yaitu kelas VII A sebagai kelas kontrol dengan menggunakan pendekatan Deduktif dan kelas VII B sebagai kelas ekperimen dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL).

D.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Suharsimi Arikunto, 2006: 18). Penelitian eksperimen ini melibatkan beberapa variabel yang dikelompokkan sebagai berikut.


(54)

52

a. Variabel bebas adalah variabel yang sengaja diatur oleh peneliti sebagai tindakan yang akan diujikan kepada responden. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).

b. Variabel terikat adalah hasil atau dampak dari pemberlakuan variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keterampilan berpikir kritis dan penguasaan konsep IPA.

c. Variabel kontrol adalah variabel yang sengaja dikontrol atau dikendalikan oleh peneliti untuk meminimalkan pengaruh lain selain variabel bebas. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah materi pembelajaran yang

digunakan sama dengan tema “Airku Tercemar”. Guru yang mengajar

kedua kelompok kelas menggunakan guru yang sama. Alokasi waktu yang digunakan pada kedua kelompok kelas dikontrol dengan jumlah waktu yang sama.

2. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut.

a. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)

Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa berperan aktif untuk memahami makna materi ajar dengan cara mengkaitkan isi pelajaran yang akan mendorong siswa membuat hubungan antara


(55)

53

pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga membuat pembelajaran lebih bermakna serta mendorong siswa untuk berpikir kritis dan kreatif. Terdapat tujuh komponen utama yang terdiri dari konstruktivisme (constructivisme), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), refleksi (reflection) dan penilaian yang sebenarnya (authentic assesment).

b. Keterampilan Berpikir Kritis

Berpikir kritis merupakan suatu cara berpikir reflektif melalui proses sistematis yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengevaluasi keyakinannya untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman dan keterampilan agar mampu menemukan jalan keluar dan keputusan secara deduktif, induktif dan evaluatif. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menghubungkan (attributing), menganalisis (analyzing), mengevaluasi (evaluation), mendeteksi bias (detecting bias) dan membuat kesimpulan (making conclusion).

c. Penguasaan Konsep

Penguasaan konsep merupakan kemampuan siswa dalam memahami makna secara ilmiah untuk mengungkapkan suatu materi yang disajikan ke dalam bentuk yang lebih dipahami, mampu memberikan interpretasi, dan mampu mengaplikasikannya. Penguasaan konsep siswa ini dapat tercermin dalam meningkatnya hasil belajar siswa.


(56)

54 E.Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

1. Instrumen Penelitian a. Instrumen Pembelajaran

Instrumen pembelajaran yang digunakan dalam melakukan penelitian ini yaitu.

1) Silabus

Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar kedalam materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.

2) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah pegangan guru dalam mengajar di kelas untuk membantu dalam melakukan proses pembelajaran yang disesuaikan dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Penelitian ini menggunakan dua RPP yang terdiri dari RPP dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk kelas eksperimen dan RPP dengan pendekatan Deduktif untuk kelas kontrol. RPP dapat dilihat selengkapnya pada lampiran 4 dan lampiran 5.

3) Lembar Kerja Siswa (LKS)

Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan sarana yang digunakan untuk mempermudah dalam proses pembelajaran sehingga dapat


(57)

55

meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa. LKS dapat dilihat selengkapnya pada lampiran 6.

b. Instrumen Pengumpulan Data

1) Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran

Lembar observasi ini digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan kegiatan pembelajaran yang dilakukan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), sedangkan untuk kelas kontrol menggunakan pendekatan Deduktif. Melalui lembar ini akan terlihat bahwa pada masing-masing kelas tersebut sudah mengalami kesesuaian dengan pendekatan yang akan digunakan dengan mengacu pada sintaks yang tertera dalam RPP. Lembar observasi dapat dilihat selengkapnya pada lampiran 28. 2) Lembar Observasi Keterampilan Berpikir Kritis Siswa

Lembar observasi ini digunakan untuk mengukur keterampilan berpikir kritis siswa saat pembelajaran. Lembar ini disusun sesuai dengan indikator keterampilan berpikir kritis yang akan diukur. Pengamatan terhadap keterampilan berpikir kritis dilakukan oleh beberapa observer. Berikut ini disajikan lembar keterampilan berpikir kritis pada tabel 4.


(58)

56

Tabel 4. Kisi-Kisi Lembar Observasi Penilaian Keterampilan Berpikir Kritis

No Aspek berpikir

kritis Indikator

No item

1. Menghubungkan (Atributing)

Siswa dapat mengidentifikasi kriteria seperti karakteristik, ciri-ciri, kualitas dan elemen sesuai konsep dalam IPA

1

2. Menganalisis (Analysing)

Siswa dapat menguji informasi secara detail hingga menemukan makna dan hubungan didalamnya

2

3.

Mendeteksi kerancuan (Detecting bias)

Siswa dapat mengidentifikasi pandangan yang mendukung atau tidak mendukung sesuai dengan penyelidikan yang dilakukan

3

4. Mengevaluasi (Evaluation)

Siswa dapat membuat penilaian dari suatu permasalahan didasarkan pada alasan atau bukti valid 4 5. Membuat Kesimpulan (Making conclusion)

Siswa dapat membuat kesimpulan sesuai dengan hasil penyelidikan/ percobaan yang telah dilakukan

5

3) Soal Pretest-Postest

Soal pretest-postest yang digunakan untuk mengukur keterampilan berpikir dan penguasaan konsep IPA siswa terhadap materi yang diberikan. Hal ini digunakan sebagai bahan evaluasi yang dilakukan guru terhadap siswa. Pemberian soal pretest dan posttest ini dilakukan di awal dan akhir pembelajaran sesuai dengan kisi-kisi yang telah dibuat oleh peneliti. Bentuk soal untuk mengukur penguasaan konsep siswa berupa pilihan ganda dengan skor 1 untuk


(1)

65

tersebut adalah berdistribusi normal dan homogen, maka dilanjutkan uji beda atau uji independent sample t-test. Uji ini pada prinsipnya membandingkan rata-rata dari dua grup yang tidak berhubungan satu dengan yang lainnya dengan tujuan apakah kedua kelompok mempunyai rata-rata yang sama atau tidak (Gunawan Sudarmanto, 2005:118).

Uji independent t-test ini untuk mengetahui perbedaan keterampilan berpikir kritis dan penguasaan konsep IPA antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pengujian menggunakan uji independent sample t- test dapat dilakukan dengan program SPSS 18.0. Semakin kecil taraf signifikansi (p) atau nilai sig < 0,05 menunjukkan bahwa kedua kelompok itu mempunyai pengaruh yang signifikan. Sebaliknya semakin besar taraf signifikansi (p) atau nilai sig > 0,05 menunjukkan bahwa kedua kelompok tidak mempunyai pengaruh yang signifikan. Pengambilan keputusan uji independent sample t-test dapat dilakukan apabila:

H0 diterima jika Sig. (Uji T) > alfa (0.05 jika 5%). Ha diterima jika Sig. (Uji T) < alfa (0.05 jika 5%). b. Uji Gain Ternormalisasi

Uji gain ternormalisasi dilakukan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Data yang digunakan dalam analisis ini menggunakan data pretest dan posttest siswa. Gain ternormalisasi (N-gain) merupakan perbandingan skor gain aktual dan skor gain maksimum . skor gain aktual yaitu skor gain yang


(2)

diperoleh peserta didik. Sedangkan skor gain maksimum yaitu skor gain tertinggi yang mungkin diperoleh siswa (Hake, 1999:65). Peningkatan skor rata-rata pretest dan posttest dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:

� = � � − � �

� − � � ………..(3)

Setelah diperoleh skor gain maka dapat diketahu kriteria tingkat gain ternormalisasi sesuai dengan tabel 10.

Tabel 10. Kriteria Tingkat Gain

G Kategori

g ≥ 0,7 Tinggi

0,3 ≤ g < 0,7 Sedang

g < 0,3 Rendah

(Sumber: Hake, 1999: 65)

c. Uji Besarnya Pengaruh Variabel Bebas terhadap Variabel Terikat

Uji besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dapat dilihat dari besarnya nilai keefektifan atau besarnya pengaruh. Besarnya nilai keefektifan menurut Agus Irianto (2007: 125) dapat dilihat menurut persamaan sebagai berikut.

= 1− 2

2

100%……….(4)

Keterangan:

Y = ukuran keefektifan 1 = rerata kelas eksperimen 2 = rerata kelas kontrol


(3)

99

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid. (2013). Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Agus Irianto. (2007). Statistik Konsep Dasar & Aplikasinya. Jakarta: Kencana.

Anderson, L.W &D.R. Krathwohl. (2010). Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran dan Asesmen Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arends, Richard I. 2008. Learning To Teach (Terjemahan Belajar Untuk Mengajar). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arif Zulkifli. (2014). Dasar- Dasar Ilmu Lingkungan. Jakarta: Salemba Teknika.

Asih Widi Wisudawati & Eka Sulistyowati. (2014). Metodologi Pembelajaran IPA. Jakarta: Bumi Aksara.

Asis Saefuddin & Ika Berdiati. (2014). Pembelajaran Efektif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BNSP.

Brady, James E. (1992). Kimia Universitas Asas & Struktur Jilid Satu. Tangerang: Binarupa Aksara.

Budi Handayani (2013). Pengaruh Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) melalui Metode Inquiry terhadap Motivasi dan Hasil Belajar IPA pada Tema Sehatku Karena Air yang Bersih. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Universitas Negeri Yogyakarta.

Carin, A.A. &Sund, R.B. (1993). Teaching Science Through Discovery. Othio: Merrill Publishing Company.

Chang, Raymond. (2004). Kimia Dasar: Konsep-KonsepIntiJilid 1 EdisiKetiga. Bandung: Erlangga.

Chiapetta&Koballa. (2010). Science Instruction In The Middle and Secondary. Boston: Pearson.

Collete, A. T., & Chiapetta, E. L. (1994). Science Instruction in the Middle and Secondary Schools. New York: Macmilian Publishing Company.


(4)

Curriculum Development Centre Ministry of Education Malaysia. (2002). Integrated Curriculum for Secondary Schools. Malaysia: Ministry of Education.

Dahar, R.W. (2010). Teori- Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.

Eko Putro Widoyoko. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Fachrurazi.(2011). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Edisi Khusus No 1. Hlm 81. Facione, Peter A. (1990). Critical Thinking: A Statement Of Expert

Consensus For Purpose Of Educational Assesment and Instruction. California State University: Fullerton.

Feldman, D.A. (2010). BerpikirKritis. Jakarta: PT Indeks.

Fogarty, Robin. (1991). How To Integrate The Curricula.Illionis , IRI/Skylight Publishing, Inc

Gunawan Sudarmanto. (2005). Analisis Regresi Linear Ganda dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu

Hake R, Richard. (1999). Analyzing Change/Gain Score. American Educational Research Association’s Division Measurement and Research Methodology.

Johnson, Elaine B. (2009). Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. (Terjemahan Ibnu Setiawan). Bandung: Mizan Learning Center.

Kana Hidayati. (2010). Pedoman Penggunaan ITEMAN. Makalah, Pelatihan Analisis Butir Soal. Yogyakarta: FMIPA UNY.

Kemdikbud. (2013). Prakarya SMP Kelas VII. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang Kemendikbud.

Kowiyah. (2012). Kemampuan Berpikir Kritis. Jurnal Pendidikan Dasar. 3(V).Hlm 175-176.

Kunandar.(2007). Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kusnaedi. (2010). Mengolah Air Kotoruntuk Air Minum. Bekasi: Penebar Swadaya.


(5)

101

Liliasari & MuhTawil. (2013). Berpikir Kompleks dan Implementasinya dalam Pembelajaran IPA. Makassar: Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar.

Mohammad Jauhar. (2011). Implementasi PAIKEM dari Behavioristik sampai Konstruktivistik Sebuah Pengembangan Berbasis CTL (Contextual Teaching & Learning. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Mulyani.(2013). Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kontekstual terhadap Peningkatan Penguasaan Konsep Bahan Kimia dalam Kehidupan Sehari-hari dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas VIII SMP N 4 Metro. Jurnal Bioedukasi. 4(II). Hlm. 118.

Muslich, Masnur. (2011). KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara.

M. Hosnan. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia.

Na’im M.K, Yudyanto dan Sutopo. (2014). Identifikasi Pemahaman Konsep Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Malang Semester II dalam Materi Getaran dan Gelombang Tahun Ajaran 2013/2014. Malang: FMIP UNM.

Nasrun.(2014). Contextual Learning Approach in Improving Critical Thinking Skills of Guidance and Counseling Students of State University of Medan.International Journal of Sciences: Basic and Applied Research (IJSBAR), Volume 18, No 1, pp. 151-161.

Nurul K. (2009). Bilingual Chemistry For Junior High School Year VII. Jakarta: Yudhistira.

Nuryani Rustaman. (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: UM Press.

Ominia Pratama. (2014). Pengembanagan Modul IPA Berbasis Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP/MTs. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Universitas Negeri Yogyakarta.

Patta Bundu. (2006). Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Sains- SD. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional- Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi- Direktorat Ketenagaan.

Ratna Ekawati. (2012). Pengaruh Learning Cycle dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap Keterampilan Berpikir Kritis dan Sikap Ilmiah Peserta Didik. Tesis. Tidak Dipublikasikan. Universitas Negeri Yogyakarta.


(6)

Sitiatava Rizema Putra. (2013). Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Sains. Yogyakarta: Diva Press.

Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suharto. (2011). Limbah Kimia dalam Pencemaran Udara dan Air. Yogyakarta: ANDI.

Sutrisno Hadi. (1999). Metodologi Research II. Yogyakarta: Andi Offset. Suyono & Hariyanto. (2015) Implementasi Belajar dan Pembelajaran.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tatang Amirin. 2010. Taksonomi Bloom Versi Baru. Diakses dari http:tatangmanguny.wordpress.com pada tanggal 17 Juli 2016 pukul 08:29 WIB.

Trianto. (2011). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivitis. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Trianto. (2012). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara. Tri Agustina. (2014). Konsep Dasar IPA Aspek Biologi. Yogyakarta:

Ombak.

Vogel, A.I. (1990). Buku Teks Analsis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi Makro. Jakarta: PT Kalman Media Pustaka.

Wisnu Arya Wardhana. (2004). Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: ANDI.

Wowo Sunaryo. (2011). Taksonomi Berpikir. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


Dokumen yang terkait

Pengaruh pendekatan contextual teaching and learning (CTL) terhadap hasil belajar siswa: kuasi ekspereimen di SMP Al-Ikhlas Cipete Jakarta Selatan

0 11 152

Pengaruh pendekatan contextual teaching and learning (CTL) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep bunyi

2 12 149

PENGARUH PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP ZAT DAN WUJUDNYA TERINTEGRASI NILAI KEAGAMAAN (Eksperimen di MTs Al-Khairiyah,Citeureup-Bogor)

1 33 61

Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Sumber Energi Gerak melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ( Penelitian Tindakan Kelas di MI Muhammadiyah 2 Kukusan Depok)

0 14 135

Peningkatan hasil belajar siswa pada konsep sumber energi gerak melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL): penelitian tindakan kelas di MI Muhammadiyah 2 Kukusan Depok

2 3 135

Penagruh pendekatan contextual teaching laering (CTL) terhadap hasil bejaran biologi siswa kuasi Ekperimen di SMPN 1 Cisauk

0 7 208

Penggunaan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Energi dan Usaha

0 5 223

Pengaruh Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Pada Konsep Koloid

0 7 173

Pengaruh Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Pada Konsep Koloid

0 10 0

Upaya meningkatkan hasil belajar IPA pada konsep perkembangbiakan tumbuhan melalui pendekatan kontekstual: penelitian tindakan kelas di MI Hidayatul Athfal Gunungsindur

0 19 141