Setting Spasial Kawasan Ruang Terbuka Publik Pesisir Seseh, Badung.

(1)

TESIS

SETTING

SPASIAL KAWASAN RUANG TERBUKA

PUBLIK PESISIR SESEH, BADUNG

I PUTU KARTIKA UDAYANA

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

TESIS

SETTING

SPASIAL KAWASAN RUANG TERBUKA

PUBLIK PESISIR SESEH, BADUNG

I PUTU KARTIKA UDAYANA NIM 1391861007

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(3)

SETTING

SPASIAL KAWASAN RUANG TERBUKA PUBLIK

PESISIR SESEH, BADUNG

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Arsitektur

Program Pascasarjana Universitas Udayana

I PUTU KARTIKA UDAYANA NIM 1391861007

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(4)

iii   

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 20 JANUARI 2016

Mengetahui,

Ketua Program Studi Magister Arsitektur

Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

G.A.M. Suartika, ST, M.EngSc. Ph.D.

NIP 19691018 199412 2 001

Pembimbing I,

G.A.M. Suartika, ST, M.EngSc. Ph.D.

NIP 19691018 199412 2 001

Direktur

Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Prof.Dr.dr.A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K)

NIP. 19590215 198510 2 001

Pembimbing II,

Dr. Ir. I Made Adhika, MSP.


(5)

Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 14 Januari 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana Nomor : 015/UN.14.4/DT/PMA/2016, Tanggal 14 Januari 2016

Ketua :

Gusti Ayu Made Suartika, ST., MEngSc. Ph.D. Anggota :

1. Dr. Ir. I Made Adhika, MSP.

2. Dr. Ir. Ida Bagus Gde Wira Wibawa Mantra, MT. 3. Ni Ketut Pande Dewi Jayanti, ST., MengSc., PhD. 4. Dr. Ir. Widiastuti, MT.


(6)

v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : I Putu Kartika Udyana

NIM : 1391861007

Program Studi : Pascasarjana/Program Studi Arsitektur

Judul Tesis : Setting Spasial Kawasan Ruang Terbuka Publik Pesisir Seseh, Badung

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 20 Januari 2016 Yang Membuat Pernyataan


(7)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur dipanjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena telah diberikan kesehatan dan keteguhan hati untuk menyelesaikan tugas akhir (Tesis) ini pada saat yang tepat. Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti ujian tugas akhir guna mencapai gelar Magister Teknik Arsitektur. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk proses penyempurnaannya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak dalam lingkup Program Pascasarjana Universitas Udayana yaitu Bapak Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD.KEMD. selaku Rektor Universitas Udayana, Ibu Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K) selaku Direktur Program Pascasarjana., Ibu Gusti Ayu Made Suartika, ST., MEngSc. Ph.D selaku Ketua Program Magister Arsitektur, beserta jajarannya. Terimakasih juga kepada dosen pembimbing, yaitu Ibu G.A.M. Suartika, ST, M.EngSc, Ph.D selaku dosen pembimbing I, dan Dr. Ir. I Made Adhika, MSP selaku pembimbing II yang selalu memberikan arahan, bimbingan, dan memberikan motivasi selama proses penyusunan tesis ini. Selain itu, terima kasih Penulis diucapkan kepada dosen penguji yaitu, Bapak Ir. Ida Bagus Gde Wira Wibawa, MT, Ibu Ni Ketut Pande Dewi Jayanti, ST., MengSc., PhD., dan Ibu Dr. Ir. Widiastuti, MT serta dosen lainnya yang memberikan bimbingan dan pembelajaran.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua, yaitu Bapak I Nyoman Sudira dan Ibu Ni Putu Rusmiati yang selalu memberikan doa


(8)

vii

dan dukungan selama proses penyusunan tesis ini. Tidak lupa juga rasa terimakasih penulis ucapkan kepada Ni Putu Emy Darma Yanti, teman hidup yang selalu memberikan dorongan semangat dalam penyusunan tesis ini, hingga bisa terselesaikan sesuai dengan harapan.

Kepada Kepala Desa, petugas Balawista Pantai Seseh dan seluruh masyarakat Desa Seseh, penulis mengucapkan terimakasih atas bantuan informasi, dan data yang terkait dengan proses penelitian ini. Selain itu kepada narasumber lainnya yang telah bersedia memberikan bantuan berupa data dan informasi terkait, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga memberi manfaat.

Denpasar, 20 Januari 2016 Penulis

I Putu Kartika Udayana


(9)

ABSTRAK

SETTING SPASIAL KAWASAN RUANG TERBUKA PUBLIK PESISIR

SESEH, BADUNG

Pesisir Seseh merupakan salah satu tujuan masyarakat untuk melakukan kegiatan ritual keagamaan, seperti melukat, nganyut, nyegara-gunung dan melasti. Pesisir Seseh juga sebagai area pendukung mata pencaharian warga Desa Seseh sebagai nelayan. Beberapa setting spasial di dalam wilayah penelitian menunjang beberapa fungsi sekaligus, sehingga fenomena ini dikhawatirkan akan menimbulkan konflik pemanfaatan di kemudian hari. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui; (1) kondisi setting spasial yang ada di kawasan ruang terbuka publik Pesisir Seseh; (2) pemanfaatan setting spasial di kawasan ruang terbuka publik Pesisir Seseh; dan (3) kualitas ruang terbuka publik pada

setting spasial di kawasan Pesisir Seseh.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, kemudian untuk pemecahan masalah menggunakan tiga teori yaitu teori behaviour setting, teori ruang peristiwa dan teori kualitas ruang terbuka publik. Lokasi penelitian terletak di Pesisir Seseh, Desa Seseh, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari langsung dari lapangan melalui wawancara, observasi, dokumentasi foto dan sketsa. Data sekunder didapatkan melalui wawancara dengan Bendesa Adat Desa Seseh, Kepala Desa Cemagi dan beberapa warga di sekitar Pesisir Seseh. Analisis data dilaksanakan melalui deskripsi, klasifikasi, penyajian data, dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan.

Hasil dan pembahasan penelitian menemukan jawaban dari permasalahan yaitu; (1) secara keseluruhan tatanan spasial yang ada di Pesisir Seseh kondisinya cukup baik dan mampu mewadahi kebutuhan masyarakat terhadap ruang terbuka publik, khususnya kawasan pesisir. Ada dua jenis setting yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat, yaitu setting alami dan setting buatan. Setting yang bersifat alami seperti batu karang, pasir, dan loloan. Setting buatan yaitu bangunan penunjang dan fasilitas umum di Pesisir Seseh meliputi area parkir, wantilan, dan tangga; (2) Pemanfaatan setting spasial dilatarbelakangi oleh beberapa faktor yaitu aksesibilitas, ekonomi, ritual, rekreasi, interaksi. Pemanfaatan spot untuk kegiatan ekonomi cenderung akan memilih area yang luas, dan dekat dengan jalan, agar mudah diakses. Kegiatan dengan sifat privat yang dilakukan oleh beberapa pengunjung yang memiliki hubungan intim, cenderung dilakukan di area teduh dan agak jauh dari keramaian, dengan setting yang bisa dijadikan tempat duduk. Pedagang makanan akan memilih spot yang mudah diakses dan sangat dekat dengan jalan, sehingga memudahkan membawa barang dagangan. Kegiatan ritual berlangsung di Pura Keramat dan Pura Luhur Batubolong, dan dibarengi dengan pemanfaatan jaba pura apabila di dalam pura tersebut telah dipenuhi oleh

pemedek lainnya; (3) Ditinjau dari aspek struktural, Pesisir Seseh dan sebagian besar tatanan spasialyang ada di dalamnya memberikan kemudahan untuk diakses oleh semua lapisan masyarakat, dengan syarat tetap mematuhi norma dan


(10)

ix

peraturan yang berlaku di wilayah setempat. Ditinjau dari aspek interaktif, Pesisir Seseh yang mampu mewadahi kegiatan pengunjung, secara tidak langsung memenuhi kebutuhan berinteraksi yang terjadi antar-kegiatan yang dilakukan oleh pengunjung di Pesisir Seseh. Ditinjau dari aspek subyektif, para pelaku kegiatan di Pesisir Seseh merasa nyaman dan puas apabila dalam beraktivitas tidak ada gangguan atau intervensi dari pihak lain untuk menghentikan aktivitas.


(11)

ABSTRACT

SPATIAL SETTING PUBLIC OPEN SPACE SESEH BEACH, BADUNG

Seseh Beach is one of beach destination to do rituals and purification, such as melukat, nganyut, nyegara-gunung and melasti. Seseh Beach also support people livelihood as fishermen. Several settings in the study area support several functions at once, so the phenomenom is feared to create conflict in the future. Therefore, this research aimed to determine; (1) the condition of spatial setting in the area of public open space Seseh Beach; (2) the use of spatial setting in the area of public open space Seseh Beach; and (3) the quality of public open space in spatial setting in Seseh Beach area.

This study used a qualitative method, and to solving problems it used three kinds of theories, namely the theory of behaviour setting, event space theory and the theory of public open space quality. The research is located in the Seseh Beach, Seseh Village, Mengwi District, and Badung Regency. The source data in this study consists of primary and secondary data. The primary data obtained directly from the field through interview, observation, photo documentation and sketch. Meanwhile, the secondary data was taken through interview with Bendesa

of Seseh Village, the chairman of Cemagi Village and some villagers near the Seseh Beach. Data then analysis through description, classification, data presentation, continued with conclusion.

Results and discussion of the research found the answer to the problems are; (1) overall spatial setting in Seseh Beach are in good condition and able to accommodate the needs of the society to public open space, especially beach areas. There are two types of spatial setting that commonly used by people in Seseh Beach, namely natural setting and artificial settings. The natural settings such as rocks, sand, and loloan. Artificial setting such as service building and public facilities in the Seseh Beach include parking area, wantilan, and stairs; (2) Utilization of spatial setting motivated by several factors, namely accessibility, economic, ritual, recreation, interaction. Utilization spot for economic activity is likely to choose a large area, and close to the road, for easy access. Visitors who come to do intimate private activities tend to find shady area and a bit away from the crowds, with settings that can be used as a seat. Food sellers will choose a spot that is easily accessible and very close to the road, which make it easier to bring their stuff. They tend to congregate in one area it easier for buyers. Rituals activity take place in the Pura Luhur Sacred and Batubolong, and coupled with the use of Jaba in the temple when the temple had been met by other pemedek; (3) Seen from the structural aspects, Seseh Beach and most of the spatial setting inside give an easiness to be accessed by all levels of society, by condition to comply with norms and regulations in certain the local area. Seen from the interactive aspect, Seseh Beach capable facilitate the activities of visitors, which also meets the needs of interaction that occurs between the activities that do by visitors in the Seseh Beach. Seen from the subjective aspect, the perpetrators of the activities in


(12)

xi

the Seseh Beach feel comfortable and satisfied if there is no interference in their activities or interventions of other parties to stop the activity.


(13)

RINGKASAN

Sebagai salah satu ruang terbuka publik, kawasan pesisir memiliki berbagai keunikan yang mampu menjadi daya tarik bagi masyarakat. Keindahan pantai dan ombaknya, pasir, kerang, panorama sunset dan sunrise, yang menakjubkan akan mengundang decak kagum siapapun yang melihatnya. Selain sebagai kawasan perlindungan, sumber daya dan biota di pantai dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat. Bagi masyarakat sekitarnya, pesisir memegang peranan penting dalam kehidupan mereka. Kawasan pesisir juga digunakan sebagai tempat bermukim bagi masyarakat, yang umumnya bermata pencaharian sebagai nelayan, petani garam dan rumput laut.

Bagi masyarakat Bali, kawasan pesisir memegang peranan penting bagi kehidupan beragama. Banyak prosesi dan ritual yang dilakukan masyarakat di pesisir dengan tujuan menjaga keseimbangan alam. Dalam agama Hindu, dikenal suatu upacara yang dinamakan yadnya yang bertujuan untuk menyucikan diri, sebagai ungkapan rasa terima kasih dan untuk menciptakan kehidupan yang harmonis. Pantai Seseh, salah satu Pantai yang ada di Kabupaten Badung, merupakan tujuan masyarakat untuk melakukan kegiatan ritual dan penyucian, seperti misalnya melukat, nganyut dan nyegara-gunung. Selain itu, Pantai Seseh juga area pendukung mata pencaharian warga Desa Seseh yang berprofesi sebagai nelayan.

Pemanfaatan Pantai Seseh sebagai wadah kegiatan ritual dan mata pencaharian warga ini telah berlangsung cukup lama. Seiring perkembangan pariwisata di Bali khususnya wilayah pantai, Pantai Seseh pun lambat mulai dikenal masyarakat dan menjadi destinasi wisata, tidak hanya masyarakat Bali, tapi juga wisatawan lokal dan mancanegara.

Melihat adanya fenomena tersebut rumusan masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) kondisi setting spasial yang ada di kawasan ruang terbuka publik Pesisir Seseh, (2) pemanfaatan setting spasial di


(14)

xiii

kawasan ruang terbuka publik Pesisir Seseh, dan (3) kualitas ruang terbuka publik pada setting spasial kawasan Pesisir Seseh.

Untuk memecahkan permasalahan pada rumusan masalah, metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Lokasi penelitian terletak di Desa Seseh, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Melihat rumusan masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian terdapat dua sumber data yang diperlukan yakni data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh secara langsung dari narasumber/informan dengan melakukan observasi dan wawancara langsung dengan pelaku kegiatan di Pesisir Seseh, sketsa dan foto. Data sekunder diperoleh dari referensi dan informasi yang didokumentasikan oleh kantor/dinas/instansi terkait, di antaranya berupa gambaran wilayah Kecamatan Mengwi, luas wilayah, batas-batas wilayah, jumlah penduduk dan mata pencaharian penduduk. Analisis data dilaksanakan melalui deskripsi, klasifikasi dan penyajian data dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan.

Pada bagian hasil dan pembahasan penelitian ditemukan bahwa secara keseluruhan tatanan spasial yang ada di Pesisir Seseh kondisinya cukup baik dan mampu mewadahi kebutuhan masyarakat akan ruang terbuka publik, khususnya kawasan pesisir. Setting spasial di Pesisir Seseh yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat ada yang bersifat alami dan buatan. Setting yang bersifat alami yaitu batu karang, pasir, dan loloan. Setting yang bersifat yaitu bangunan penunjang dan fasilitas umum di Pesisir Seseh meliputi area parkir, wantilan, dan tangga.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemanfaatan setting spasial di ruang terbuka Publik Pesisir Seseh, yaitu: (a) aksesibilitas; (b) ekonomi; (c) ritual; (d) rekreasi; dan (e) interaksi. Pemanfaatan spot untuk kegiatan ekonomi cenderung akan memilih area yang luas, dan dekat dengan jalan, agar mudah diakses. Kegiatan dengan sifat privat yang dilakukan oleh beberapa pengunjung yang memiliki hubungan intim, cenderung dilakukan di area teduh dan agak jauh dari keramaian, dengan setting yang bisa dijadikan tempat duduk. Kegiatan ritual berlangsung di Pura Keramat dan Pura Luhur Batubolong, dan dibarengi dengan pemanfaatan jaba pura apabila di dalam pura tersebut telah dipenuhi oleh pemendek lainnya.


(15)

Terjadi dan berakhirnya pemanfaatan setting spasial di ruang terbuka publik Pesisir Seseh terjadi disebabkan salah satu dari faktor ruang peristiwa yaitu aktivitas, ruang dan waktu. Peristiwa di ruang terbuka publik yang direncanakan dan kemudian terselenggara, yang penekanannya ada pada faktor aktivitas sebagai penentu. Peristiwa di ruang terbuka publik juga bisa terjadi tanpa direncanakan, yang penekanannya ada pada tempat/ruang sebagai penentu. Peristiwa di ruang terbuka publik juga ada yang terjadi hanya pada waktu-waktu tertentu saja, yang ditekankan oleh waktu sebagai penentu.

Kegiatan ekonomi di ruang terbuka publik Pesisir Seseh cenderung akan memilih area yang luas dan dekat dengan jalan, agar mudah diakses. Kegiatan dengan sifat privat yang dilakukan oleh beberapa pengunjung yang memiliki hubungan intim, cenderung dilakukan di area teduh, dengan setting yang bisa dijadikan tempat duduk. Pedagang makanan akan memilih spot yang mudah diakses dan sangat dekat dengan jalan, sehingga memudahkan membawa barang dagangan. Para pedagang makanan dan minuman cenderung berkumpul di satu area untuk memudahkan para pembeli.

Setelah ditinjau dari kualitas ruang terbuka publik, setting spasial yang ada di Pesisir Seseh telah memenuhi disebut sebagai ruang terbuka publik. Ditinjau dari aspek struktural, Pesisir Seseh dan sebagian besar tatanan spasialyang ada di dalamnya memberikan kemudahan untuk diakses oleh semua pengunjung, yang dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan bermotor dan berjalan kaki. Pesisir Seseh dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat, dengan syarat tetap mematuhi norma dan peraturan yang berlaku di wilayah setempat.

Ditinjau dari aspek interaktif, Pesisir Seseh yang mampu mewadahi kegiatan pengunjung, secara tidak langsung memenuhi kebutuhan berinteraksi yang terjadi antar-kegiatan yang dilakukan oleh pengunjung di Pesisir Seseh. Ditinjau dari aspek subyektif, para pelaku kegiatan di Pesisir Seseh merasa nyaman dan puas apabila dalam beraktivitas tidak ada gangguan atau intervensi dari pihak lain untuk menghentikan aktivitas. Namun pada kenyataannya masih ada sikap kurang respect dari pengunjung terhadap pengunjung lain, terkait kegiatan-kegiatan yang membahayakan diri serta merampas hak-hak orang lain di


(16)

xv

ruang publik seperti contohnya kegiatan motocross. Fenomena lainnya dalam pemanfaatan ruang, sebagian pengunjung masih bersikap apatis terhadap peraturan-peraturan yang ada di sekitar kawasan suci di Pesisir Seseh. Banyak pengunjung yang tidak mengindahkan larangan berbuat di luar batas kesopanan dan kesusilaan yang dibuat oleh pengempon pura.


(17)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM ... i

PRASYARAT GELAR... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv

LEMBAR SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v

UCAPAN TERIMAKASIH ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... x

RINGKASAN... xii

DAFTAR ISI ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR TABEL ... xxiii

DAFTAR DIAGRAM ... xxiv

GLOSARIUM ... xxv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.4.1 Manfaat Akademis ... 8

1.4.2 Manfaat Praktis ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, dan MODEL PENELITIAN ... 9

2.1 Kajian Pustaka ... 9

2.1.1 Penelitian Haryanti tentang Kajian Pola Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Kawasan Bundaran Simpang Lima Semarang ... 9


(18)

xvii

2.1.2 Penelitian Sunaryo tentang Perubahan Setting Ruang dan Pola Aktivitas Publik di Ruang Terbuka Kampus

Universitas Gadjah Mada ... 11

2.1.3 Penelitian Adhitama tentang Faktor Penentu Setting Fisik dalam Beraktivitas di Ruang Terbuka Publik “Studi Kasus Alun-alun Merdeka Kota Malang” ... 13

2.1.4 Penelitian Purnamasari tentang Kajian Spasial Ruang Publik (Public Space) Perkotaan untuk Aktivitas Demonstrasi Mahasiswa di Kota Makassar ... 15

2.2 Konsep dan Kerangka Berpikir ... 18

2.2.1 Konsep ... 18

A. Setting Spasial ... 18

B. Ruang Terbuka Publik ... 19

C. Fungsi dan Peran Ruang Terbuka Publik ... 23

D. Karakteristik Ruang Publik ... 26

E. Ruang Terbuka Publik sebagai Wadah Aktivitas dan Interaksi Sosial ... 27

2.2.2 Kerangka Berpikir ... 28

2.3 Landasan Teori ... 30

2.3.1 Teori BehaviourSetting ... 30

2.3.2 Teori Ruang Peristiwa ... 31

2.3.3 Teori Kualitas Ruang Terbuka Publik ... 34

2.4 Model Penelitian ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

3.1 Rancangan Penelitian ... 36

3.2 Lokasi Penelitian ... 36

3.3 Jenis Data ... 40

3.4 Sumber Data ... 41

3.4.1 Sumber Data Primer ... 41


(19)

3.5 Instrumen Penelitian ... 43

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 46

3.6.1 Observasi/Pengamatan Lapangan ... 47

3.6.2 Wawancara ... 48

3.6.3 Dokumentasi ... 48

3.7 Teknik Analisis Data ... 48

3.8 Pengklasifikasian Data ... 51

3.9 Penyajian Hasil Analisis Data ... 51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

4.1 Gambaran Setting ... 53

4.2 Kondisi Setting Spasial di Kawasan Ruang Terbuka Publik Pesisir Seseh ... 55

4.2.1 Kondisi Setting Spasial di Obyek A (Plaza/Jaba Pura)... 56

A. Kondisi Setting Spasial di Spot A1 (Jaba Pura Batununggul) ... 57

B. Kondisi Setting Spasial di Spot A2 (Lapangan dan Bebatuan) ... 59

C. Kondisi Setting Spasial di Spot A3 (Jaba Pura Keramat dan Pura Luhur Batubolong) ... 62

4.2.2 Kondisi Setting Spasial di Obyek B (Pos Balawista) ... 65

4.2.3 Kondisi Setting Spasial di Obyek C (Pantai Munggu) .... 68

4.3 Pemanfaatan Setting Spasial di Kawasan Ruang Terbuka Publik Pesisir Seseh ... 71

4.3.1 Pemanfaatan Setting Spasial di Obyek A ... 73

A. Pemanfaatan Area Jaba Pura Batununggul saat Piodalan ... 73

B. Pemanfaatan Area Jaba Pura Batununggul saat Hari Biasa ... 74

C. Pemanfaatan Area Bebatuan saat Hari Biasa... 75


(20)

xix

E. Pemanfaatan Area Lapangan saat Upacara Melasti . 77 F. Pemanfaatan Area Jaba Pura Keramat ... 77 G. Pemanfaatan Wantilan saat Hari Biasa ... 78 H. Pemanfaatan Wantilan untuk Kegiatan Tabuh Rah . 81 I. Pemanfaatan Wantilan untuk Pementasan dan

Rapat ... 82 J. Pemanfaatan Jaba Pura Batubolong saat Hari Biasa 82 K. Pemanfaatan Jaba Pura Batubolong saat Upacara

Piodalan ... 84 L. Pemanfaatan Jaba Pura Batubolong saat Upacara

Melasti ... 86 4.3.2 Pemanfaatan Setting Spasial di Obyek B (Pos

Balawista) ... 90 A. Pemanfaatan Area Pos Balawista ... 90 B. Pemanfataan Area Loloan ... 92 4.3.3 Kondisi Pemanfaatan Setting Spasial di Obyek C

(Pantai Munggu) ... 94 A. Pemanfaatan Area Parkir saat Hari Biasa ... 95 B. Pemanfaatan Pantai Munggu untuk Bermain

Layang-layang ... 98 C. Pemanfaatan Pantai Munggu untuk Aktivitas

Berdagang ... 100 D. Pemanfaatan Pantai Munggu untuk Aktivitas

Olahraga ... 102 4.4 Tinjauan Kualitas Ruang Terbuka Publik dalam Setting

Spasial Kawasan Pesisir Seseh ... 106 4.4.1 Tinjauan Kualitas Ruang Terbuka Publik dalam Setting

Spasial di Obyek A (Plaza/Jaba Pura) ... 107 4.4.2 Tinjauan Kualitas Ruang Terbuka Publik dalam Setting


(21)

4.4.3 Tinjauan Kualitas Ruang Terbuka Publik dalam Setting

Spasial di Obyek C (Pantai Munggu) ... 110

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 112 5.1 Simpulan ... 112

5.1.1 Kondisi Setting Spasial di Ruang Terbuka Publik Pesisir Seseh ... 112 5.1.2 Pemanfaatan Setting Spasial di Ruang Terbuka Publik

Pesisir Seseh ... 113 5.1.3 Setting Spasial di Kawasan Pesissir Seseh Ditinjau dari

Kualitas Ruang Terbuka Publik ... 116 5.2 Saran ... 117 DAFTAR PUSTAKA ... 121


(22)

xxi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Peta Lokasi Obyek Penelitian ... 38 Gambar 4.1 Peta Obyek Penelitian ... 54 Gambar 4.2 Peta Obyek A (Plaza/Jaba Pura) ... 55 Gambar 4.3 Setting Spasial di Spot A1 (Jaba Pura Batununggul) ... 57 Gambar 4.4 Potongan Arsitektural Spot A1 (Jaba Pura Batununggul) ... 58 Gambar 4.5 Setting Spasial di Spot A2 (Lapangan dan Bebatuan) ... 59 Gambar 4.6 Sarana Melasti di Pantai Seseh ... 61 Gambar 4.7 Upacara Melasti di Pantai Seseh ... 61 Gambar 4.8 Setting Spasial di Spot A3 (Jaba Pura Keramat dan Pura

Luhur Batubolong) ... 63 Gambar 4.9 Peta Obyek B (Pos Balawista) ... 65 Gambar 4.10 Nelayan Membawa Jukung ke Darat ... 67 Gambar 4.11 Penempatan Jukung yang Kurang Rapi ... 67 Gambar 4.12 Aktivitas Personal di Sela-Sela Jukung ... 67 Gambar 4.13 Pengunjung Melakukan Terapi Pasir ... 67 Gambar 4.14 Peta Obyek C (Pantai Munggu) ... 70 Gambar 4.15 Persebaran Ruang Parkir di Pantai Munggu ... 70 Gambar 4.16 Setting Spasial di Jaba Pura saat Piodalan ... 73 Gambar 4.17 Setting Spasial di Jaba Pura saat Hari Biasa ... 74 Gambar 4.18 Pura Keramat Sebelum Direnovasi ... 78 Gambar 4.19 Pura Keramat Setelah Direnovasi ... 78 Gambar 4.20 Setting Spasial di Wantilan Pura Luhur Batubolong ... 80 Gambar 4.21 Potongan Arsitektural Wantilan... 81 Gambar 4.22 Setting Spasial di Jaba Pura Luhur Batubolong saat Hari

Biasa ... 83 Gambar 4.23 Setting Spasial di Jaba Pura Luhur Batubolong saat Upacara

Piodalan ... 84 Gambar 4.24 Setting Spasial Jaba Pura Luhur Batubolong saat Upacara


(23)

Gambar 4.25 Pos Balawista di Pesisir Seseh ... 91 Gambar 4.26 Petugas Balawista di Pesisir Seseh ... 91 Gambar 4.27 Potongan Arsitektural Area Pos Balawista ... 91 Gambar 4.28 Loloan Tengah di Pesisir Seseh ... 93 Gambar 4.29 Jukung di Pesisir Seseh ... 93 Gambar 4.30 Batu Karang di Pantai Munggu ... 96 Gambar 4.31 Pengunjung Mebanten di Pantai Munggu ... 96 Gambar 4.32 Potongan Arsitektural Area Tangga ... 97 Gambar 4.33 Aktivitas di Senderan Parkiran ... 98 Gambar 4.34 Aktivitas Menurunkan Layangan di Parkiran ... 98 Gambar 4.35 Setting Spasial Warung Tetap di Pantai Munggu ... 100 Gambar 4.36 Tempat Sampah di Pantai Munggu ... 102 Gambar 4.37 Pedagang Tetap di Pantai Munggu ... 102 Gambar 4.38 Loloan yang Menyerupai Danau ... 104 Gambar 4.39 Pengunjung Bermain Sepak Bola ... 104 Gambar 4.40 Memancing di Pantai Munggu ... 104 Gambar 4.41 Pengunjung Bermain Bersama Peliharaan ... 104


(24)

xxiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kedudukan Penelitian Kini dan Penelitian Terdahulu... 17 Tabel 2.2 Space Characteristic ... 21 Tabel 2.3 Terjadinya Ruang Peristiwa ... 33 Tabel 3.1 Sumber Data untuk Menjawab Masing-masing Rumusan

Masalah ... 43 Tabel 3.2 Panduan Penentuan Setting sebagai Ruang Terbuka Publik ... 51 Tabel 4.1 Pemanfaatan Setting Spasial di Obyek A... 88 Tabel 4.2 Pemanfaatan Setting Spasial di Obyek B ... 94 Tabel 4.3 Pemanfaatan Setting Spasial di Obyek C ... 105 Tabel 4.4 Tinjauan Kualitas Ruang Publik di Obyek A ... 107 Tabel 4.5 Tinjauan Kualitas Ruang Publik di Obyek B ... 109 Tabel 4.6 Tinjauan Kualitas Ruang Publik di Obyek C ... 110


(25)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 2.1. Kerangka Berpikir ... 29 Diagram 2.2 Komponen Pembentuk Ruang Peristiwa ... 32 Diagram 2.3 Model Penelitian ... 35 Diagram 4.1 Setting di Batu Karang saat Piodalan Pura Batununggul ... 73 Diagram 4.2 Setting di Batu Karang saat Hari Biasa ... 74 Diagram 4.3 Pemanfaatan Jaba Pura Luhur Batubolong saat Hari Biasa ... 83 Diagram 4.4 Pemanfaatan Jaba Pura Luhur Batubolong saat Piodalan ... 85 Diagram 4.5 Pemanfaatan Jaba Pura Luhur Batubolong saat Upacara

Melasti ... 87


(26)

xxv GLOSARIUM

Asagan : Bangunan knock down yang berbentuk panggung, digunakan untuk menggelar banten sarana upacara lainnya

Awig-awig : Suatu ketentuan yang mengatur tata krama pergaulan hidup dalam masyarakat Bali, dengan tujuan untuk mewujudkan tata kehidupan yang ajeg

Bale : bangunan berbentuk bujur sangkar, digunakan sebagai sebagai tempat bersistirahat

Banten : Sesajen yang terbuat dari daun-daunan, buah dan bunga yang dirangkai sedemikian rupa untuk dihaturkan saat persembahyangan/upacara agama Hindu

Gedong : Salah satu bangunan yang terletak di pura, berbentuk bujur sangkar, tertutup dengan dinding masif dengan atap limas

Banyu pinaruh : Upacara yadnya yang dilakukan setelah Hari Raya Saraswati, yang bertujuan untuk pembersihan dan kesucian diri

Bubu : Alat perangkap ikan yang dibuat dari bahan dasar potongan bambu dipecah kecil-kecil, tali plastik dan tempurung kelapa untuk menangkap ikan

Jukung : Sebutan lain untuk perahu kayu, berbentuk ramping dengan panjang sekitar 8 meter dan lebar sekitar setengah meter

Leteh : Keadaan seseorang atau suatu benda atau suatu tempat dalam kondisi kotor.

Loloan : Saluran pertemuan air laut dengan air dari daratan

Mejejahitan :Keterampilan masyarakat Bali dalam suatu pekerjaan tangan untuk sarana upacara dan ritual dengan menggunakan sarana daun-daunan

Metembang : Bernyanyi atau melantunkan syair dengan irama tertentu

Mebanten : Menghaturkan sesajen sebagai ungkapan rasa syukur dan terimakasih


(27)

Mekiyis : Rangkaian upacara penyucian yang diselenggarakan di pantai atau danau, yang berkaitan dengan Hari Raya Nyepi

Melasti : Istilah lain dari mekiyis Melis : Istilah lain dari mekiyis

Melukat : Upacara pembersihan pikiran dan jiwa secara spiritual dalam diri manusia oleh umat Hindu

Nista mandala : Sering juga disebut jaba adalah bagian terluar dari area pura

Nunas : memohon atau meminta

Nyegara gunung : Sering disebut dengan nyegara giri atau maajar-ajar yang dilakukan ke laut dan ke gunung, dalam rangkaian upacara

dewa yadnya dan pitra yadnya Pailen-ilen : Rangkaian suatu kegiatan

Penyengker : Berasal dari kata sengker, yang artinya tembok/pagar yang membatasi satu area dengan area lainnya

Parerem : Sama dengan awig-awig, hasil keputusan paruman desa atau banjar yang berisi ketentuan pelaksanaan awig-awig desa pekraman

Pecalang : Petugas keamanan desa pekraman

Pelinggih : Tempat pemujaan sebagai perwujudan (menstanakan) yang dipuja yaitu Ida Sang Hyang Widhi dalam kepercayaan umat Hindu di Bali

Pengelukatan : Sama dengan melukat yaitu upacara pembersihan pikiran dan jiwa secara spiritual dalam diri manusia oleh umat Hindu

Pengempon : Kelompok masyarakat yang mendapat tugas/ngayah untuk menyelenggarakan atau mengerjakan kewajiban yang harus dilaksanakan dalam kaitannya dengan tempat suci/Pura

Pepelik : Bentuknya mirip dengan bangunan gedong, namun terbuka di tiga sisinya yaitu ke depan dan sisi samping kanan dan kiri. Fungsinya untuk penyajian sarana dan perlengkapan upacara


(28)

xxvii

Piodalan : Juga dikenal dengan istilah petoyan dan pujawali, yaitu perayaan pemujaan terhadap Ida Sang Hyang Widhi yang di lakukan di pura atau merajan

Prajuru : Seseorang yang bertugas menjalankan awig-awig, dipilih oleh masyarakat desa pekraman

Rahinan : Hari raya atau hari yang disucikan umat Hindu, biasanya dilakukan upacara yadnya

Saka : Tiang/kolom super struktur yang berfungsi menopang struktur atap

Sanggah agung : Sarana pemujaan yang bersifat non permanen tang berbentuk bujur sangkar yang dibuat dari bambu

Sangkep : Dikenal juga dengan istilah rapat dengan tujuan untuk membahas dan menemukan jalan keluar dari suatu permasalahan

Sekehe : Sebuah organisasi tradisional yang pada umumnya bergerak dalam satu bidang profesi untuk menyalurkan kesenangan

Sengker : Berasal dari bahasa Jawa yang artinya tidak mengizinkan keluar dari tempatnya, mengurung, atau memingit

Tabuh rah : Taburan darah binatang (ayam) korban yang dilaksanakan dalam rangkaian ritual/upacara agama Hindu di Bali

Tegalan : Suatu daerah dengan lahan kering yang bergantung pada pengairan air hujan, ditanami tanaman musiman atau tahunan dan terpisah dari lingkungan dalam sekitar rumah.


(29)

 

BAB I

PENDAHULUAN

Bab pendahuluan merupakan pemaparan dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan uraian tentang konteks permasalahan dengan rumusan permasalahan yang akan diteliti. Rumusan masalah memaparkan secara terperinci masalah-masalah penelitian yang akan distudi. Tujuan penelitian mengemukakan tujuan yang ingin dicapai melalui pelaksanaan penelitian ini. Terakhir adalah manfaat penelitian, berisi uraian manfaat penelitian dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan (akademik), dan manfaat bagi pemecahan masalah pada tataran kehidupan di masyarakat (praktis).

1.1Latar Belakang

Ruang terbuka publik secara umum adalah suatu ruang dimana seluruh masyarakat mempunyai akses untuk menggunakannya. Pada dasarnya ruang ini merupakan suatu wadah yang menampung aktivitas/kegiatan tertentu masyarakat, baik secara individu maupun kelompok (Hakim, 1987). Sebagai bagian dari ruang terbuka, kehadiran ruang terbuka publik memiliki peran cukup penting di tengah kehidupan masyarakat. Fungsi utama ruang terbuka publik adalah sebagai tempat interaksi, aktivitas sosial, dan kebutuhan rekreasi. Ketersediaan ruang terbuka publik wajib ada baik pada tingkat kota maupun skala yang lebih kecil seperti kawasan perumahan. Untuk persyaratan luas wilayah, ditentukan bahwa ruang


(30)

2   

 

terbuka hijau bagi publik paling sedikit 10% dari seluruh luas wilayah kawasan perumahan (Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 34 tahun 2006).

Ruang terbuka publik (public open space) sebagai sebuah obyek fisik secara sederhana dapat didefinisikan sebagai ruang maupun bentuk yang secara spasial dapat dimanfaatkan untuk mewadahi aktivitas bersama kemasyarakatan atau dapat dimanfaatkan oleh siapapun dan untuk berbagai kegiatan. Ruang terbuka publik dapat direncanakan atau tanpa perencanaan. Ruang terbuka yang direncanakan biasanya jelas peruntukannya, karena sudah direncanakan dengan baik. Ruang terbuka tanpa perencanaan biasanya memanfaatkan sisa lahan yang kosong atau bahkan ruang yang tidak jelas fungsinya (Eddy Darmawan, 2003).

Secara fungsional, ruang terbuka publik direncanakan dan dirancang dengan sengaja untuk memenuhi kepentingan sosial. Di kota, ruang terbuka publik juga dirancang sebagai bagian aspek fisik kota yang memberi orientasi visual dan bahkan identitas, serta mewujudkan keseimbangan solid-void atau ruang positif-ruang negatif dalam perencanaan massa bangunan pada suatu kawasan. Public space menjadi salah satu perwujudan aspek demokrasi suatu tempat (Eddy Darmawan, 2003).

Ruang terbuka publik yang dimaksud dalam tata guna lahan atau pemanfaatan ruang wilayah atau area perkotaan adalah ruang terbuka (open space) yang dapat diakses atau dimanfaatkan oleh warga kota secara cuma-cuma sebagai bentuk pelayanan publik dari pemerintah kota yang bersangkutan demi keberlangsungan beberapa aktivitas sosial (rekreasi, kebersihan, keindahan,


(31)

3   

keamanan dan kesehatan) seluruhnya. Wujud dari ruang terbuka adalah berupa lahan tanpa atau dengan sedikit bangunan atau dengan jarak bangunan yang saling berjauhan; ruang terbuka ini dapat berupa pertamanan, tempat olah raga, tempat bermain anak-anak dan lain sebagainya (Departemen Pekerjaan Umum, 1992).

Peran ruang terbuka publik di kota-kota besar sangat penting. Dengan adanya ruang terbuka publik, seluruh lapisan masyarakat dapat memiliki ruang untuk bersantai dan mendapatkan hiburan murah meriah. Dengan demikian, keberadaan ruang terbuka publik sebenarnya dapat menjadi ukuran tingkat stres masyarakat kota besar (Eddy Darmawan, 2003). Sebagai salah satu ruang terbuka publik, kawasan pesisir memiliki berbagai keunikan yang mampu menjadi daya tarik bagi masyarakat. Keindahan pantai dan ombaknya, pasir, kerang, panorama

sunset dan sunrise, yang menakjubkan akan mengundang decak kagum siapapun yang melihatnya. Selain sebagai kawasan perlindungan, sumber daya dan biota di pantai dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat. Bagi masyarakat sekitarnya, pesisir memegang peranan penting dalam kehidupan mereka. Kawasan pesisir juga digunakan sebagai tempat bermukim bagi masyarakat, yang umumnya bermata pencaharian sebagai nelayan, petani garam dan rumput laut.

Banyak prosesi dan ritual yang dilakukan masyarakat di pantai dengan tujuan menjaga keseimbangan alam. Dalam agama Hindu, dikenal suatu upacara yang dinamakan yadnya yang bertujuan untuk menyucikan diri, sebagai ungkapan rasa terima kasih dan untuk menciptakan kehidupan yang harmonis. Pesisir Seseh merupakan salah satu tujuan masyarakat untuk melakukan kegiatan ritual tersebut.


(32)

4   

 

Berbagai ritual/upacara yadnya yang dilakukan di Pesisir Seseh yaitu melukat, nganyut, nyegara-gunung dan melasti lintas desa pekraman di Kabupaten Badung dan Tabanan. Di sekitar Pesisir Seseh terdapat beberapa pura di antaranya Pura Dalem, Pura Yeh Anakan, Pura Luhur Ulun Swi, Pura Luhur Batubolong, Pura Ratu Mas, Pura Prajapati, dan Pura Batununggul. Di sana juga terdapat juga sebuah makam peninggalan Kerajaan Mengwi yang dinamakan Pura Keramat. Tidak hanya masyarakat lokal, tapi juga masyarakat yang berasal dari luar Bali ramai bersembahyang dan berziarah di pura ini.

Pesisir Seseh juga sebagai area pendukung mata pencaharian warga Desa Seseh yang berprofesi sebagai nelayan. Di pinggir pantai masih bisa ditemukan para nelayan menyimpan jukung, serta terdapat beberapa bangunan semi permanen atau gudang yang dimanfaatkan untuk menyimpan peralatan menangkap ikan. Sementara itu, beberapa warga lainnya memanfaatkan lahan pinggir pantai ini untuk menjemur gabah hasil panen.

Sebagai sebuah ruang terbuka publik, seiring waktu, Pesisir Seseh juga menjadi destinasi rekreasi, olahraga dan wisata bagi masyarakat sekitar. Pesisir Seseh ramai dikunjungi masyarakat terutama pada hari Sabtu dan Minggu. Biasanya pengunjung melakukan kegiatan rekreasi dan olahraga, seperti jogging,

berenang, bermain sepak bola, voli, bermain layang-layang serta pertemuan non formal lainnya. Pesisir Seseh saat ini berstatus sebagai Daya Tarik Wisata Kabupaten Badung, yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Kabupaten Badung Tahun 2010. Beberapa bangunan penunjang pariwisata seperti villa dan bungalow mulai berdiri di sekitar kawasan Pesisir Seseh, yang menunjukkan


(33)

5   

kawasan ini mulai berkembang menyesuaikan dengan kemajuan pariwisata Bali selatan.

Perkembangan pariwisata di Bali dewasa ini, sejatinya telah melahirkan dualisme dalam masyarakat, khususnya pariwisata di kawasan pesisir. Di satu sisi kawasan pesisir memiliki potensi untuk memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat, di sisi lain kawasan pesisir juga merupakan ruang terbuka publik yang wajib memberikan akses sehingga dapat dinikmati oleh semua orang. Masalah yang timbul saat ini adalah pemanfaatan tak lahan pesisir yang tak terbatas yang dilakukan oleh pemilik modal, sehingga masyarakat umum kehilangan haknya terhadap ruang terbuka publik pesisir ini. Hal seperti ini sering ditemukan di beberapa kawasan pariwisata seperti di Pantai Sanur, Pantai Seminyak, Pantai Kuta, Pantai Canggu dan pantai lainnya.

Keberlangsungan pariwisata akhirnya menimbulkan kekhawatiran akan tergesernya fungsi dan aktivitas masyarakat tradisional yang telah ada sebelumnya di kawasan pesisir. Kegiatan rekreasi serta keberadaan akomodasi pariwisata berpotensi melahirkan konflik kepentingan pemanfaatan lahan antar penggunanya. Begitu pula dengan yang terjadi di Pesisir Seseh, bukan tidak mungkin suatu saat akan terjadi konflik kepentingan pemanfaatan lahan, mengingat banyaknya fungsi yang diwadahi. Kegiatan ritual yang ada di Pesisir Seseh dan telah menjadi tradisi yang berlangsung selama ratusan tahun dikhawatirkan akan kehilangan tempatnya sebagai dampak perkembangan pariwisata Pesisir Seseh. Keberadaan akomodasi wisata di Pesisir Seseh beberapa di antaranya dibangun sangat dekat dengan lokasi Pura Kahyangan Desa. Jelas hal ini telah melanggar batas kesucian pura, namun


(34)

6   

 

masyarakat masih mentoleransi keadaan tersebut. Jika hal ini tidak dibatasi, bukan tidak mungkin fenomena tersebut bisa memicu hal serupa terjadi di pura-pura lainnya yang ada di kawasan Pesisir Seseh.

Kegiatan ritual yang telah menjadi tradisi masyarakat Pesisir Seseh layak dilestarikan dan diberi ruang, tanpa harus menutup fungsi Pesisir Seseh sebagai ruang terbuka publik dan destinasi wisata. Begitu pula bagi para masyarakat/pengunjung, Pesisir Seseh juga seharusnya menjadi ruang terbuka publik yang ramah, nyaman dan humanis serta bebas diakses dan dimanfaatkan masyarakat. Pemanfaatan setting di masing-masing spasial kawasan Pesisir Seseh untuk selama ini berjalan cukup baik, namun kadang terjadi permasalahan bila suatu aktivitas mulai mendominasi suatu lahan.

Penelitian ini akan sangat menarik bila ada upaya dan tindak lanjut dalam menyelaraskan lingkungan fisik dengan kebutuhan manusia akan ruang aktivitas, sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam kawasan ruang terbuka publik pesisir. Hasil dari penelitian ini nantinya diharapkan dapat mengetahui bagaimana setting spasial di Pesisir Seseh dimanfaatkan oleh masyarakat Seseh. Sehingga kegiatan yang bersifat tradisional bisa sejalan dengan rencana Pemerintah Kabupaten Badung, yang menetapkan Pesisir Seseh sebagai daerah tujuan wisata. Simpulan yang didapatkan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Pemerintah Kabupaten Badung dalam pengembangan kawasan Pesisir Seseh ke depannya.


(35)

7   

1.2Rumusan Masalah

Melihat dari beberapa permasalahan yang telah dibahas pada latar belakang terdapat beberapa hal yang akan dijadikan rumusan masalah penelitian, yaitu:

1.2.1 Bagaimana kondisi setting spasial yang ada di kawasan ruang terbuka publik Pesisir Seseh?

1.2.2 Bagaimana pemanfaatan setting spasial di kawasan ruang terbuka publik Pesisir Seseh?

1.2.3 Apakah setting spasial di kawasan Pesisir Seseh telah memenuhi kualitas ruang terbuka publik?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian pada penelitian ini antara lain adalah untuk menjawab masalah yang telah dipaparkan yaitu:

1.3.1 Untuk mengetahui kondisi setting spasial yang ada di kawasan ruang terbuka publik Pesisir Seseh.

1.3.2 Untuk mengetahui pemanfaatan setting spasial di kawasan ruang terbuka publik Pesisir Seseh.

1.3.3 Untuk mengetahui kualitas ruang terbuka publik pada setting spasial di kawasan Pesisir Seseh.

1.4Manfaat Penelitian

Pada penelitian ini manfaat penelitian dapat dibagi menjadi dua yakni manfaat akademis dan manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat


(36)

8   

 

untuk memberikan tambahan pengetahuan dan penerapan teori-teori yang telah didapatkan khususnya di bidang ilmu perencanaan penataan ruang.

1.4.1 Manfaat Akademis

Bagi dunia akademis, penelitian ini sebagai upaya pendekatan ilmiah dan analisis akademis terhadap pemanfaatan ruang terbuka publik di Pesisir Seseh oleh masyarakat. Penelitian ini juga diharapkan mampu memperkaya penelitian di bidang ilmu perencanaan penataan ruang khususnya tentang ruang terbuka publik kawasan pesisir, atau dijadikan perbandingan bagi penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah agar dapat digunakan sebagai acuan di dalam pengembangan daerah di masa yang akan datang. Terutama terkait arah pengembangan ruang terbuka publik di Pesisir Seseh berdasarkan setting dan aktivitas yang telah diteliti sebelumnya. Hasil dari penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi pelaksana kebijakan tata ruang dalam menyusun dan menjalankan kebijakan ketataruangan dengan tetap memperhatikan aspirasi masyarakat.


(37)

 

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, dan

MODEL PENELITIAN

Bab ini menyajikan beberapa pokok bahasan yang didokumentasikan ke dalam beberapa sub bab. Sub bab pertama adalah kajian pustaka, mengkaji penelitian-penelitian telah dilakukan sebelumnya. Sub bab kedua adalah konsep penelitian yang akan digunakan untuk menyusun kerangka acuan untuk mengarahkan penelitian. Sub bab ketiga adalah landasan teori yang menjelaskan tautan teori-teori yang berkenaan dengan topik bahasan yang dipakai sebagai acuan. Sub bab keempat adalah model penelitian yang mengaitkan antara rumusan masalah dengan teori.

2.1Kajian Pustaka

Dalam mendukung penelitian ini, beberapa hasil penelitian dan pustaka yang berhubungan dengan pemanfaatan lahan pesisir digunakan sebagai bahan pijakan sekaligus gambaran awal dan arahan bagi kepentingan penelitian.

2.1.1 Penelitian Haryanti tentang Kajian Pola Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Kawasan Bundaran Simpang Lima Semarang

Haryanti melakukan penelitian tentang pola pemanfaatan ruang terbuka publik di Kawasan Bundaran Simpang Lima Semarang. Seiring dengan perkembangan Kawasan Bundaran Simpang Lima sebagai Central Business District (CBD) Kota Semarang tanpa didukung dengan ketersediaan lahan yang


(38)

10   

 

mencukupi, berdampak pada munculnya aktivitas-aktivitas informal pedagang kaki lima (PKL) yang menempati dan memanfaatkan lokasi-lokasi publik. Hal tersebut sebagai akibat ketidakmampuan membayar lokasi yang seyogyanya tidak untuk berjualan terhadap perkembangan aktivitas kawasan dan sekitarnya. Penelitian ini diharapkan menemukan hasil yang bisa digunakan untuk mencegah hal tersebut terjadi pada Alun-alun Simpang Lima.

Tujuan dari penelitian adalah mengkaji mengenai kecenderungan pemanfaatan-pemanfaatan ruang terbuka publik kawasan untuk mengetahui pola pemanfaatan ruang terbuka publik kawasan sebagai dasar dalam arah pengembangan ruang terbuka publik di Kawasan Bundaran Simpang Lima. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif dan metode kualitatif rasionalistik karena beberapa variabel yang berpengaruh pada studi ini adalah variabel kualitatif. Metode analisis kualitatif deskriptif ini dilakukan untuk menggambarkan peristiwa dan fenomena yang terjadi di wilayah studi. Metode kualitatif rasionalistik diimplementasikan pada proses analisis dengan penekanan yang terletak pada ketajaman dan kepekaan berpikir peneliti dalam menganalisis suatu masalah atau kecenderungan yang terjadi di lapangan.

Dalam penelitian ini, Haryanti menemukan pola pemanfaatan ruang terbuka publik di Kawasan Bundaran Simpang Lima Semarang dipengaruhi beberapa faktor, di antaranya aktivitas pedagang kaki lima, aktivitas pengunjung (pejalan kaki) dan interaksi sosial masyarakat Kota Semarang. Lapangan Pancasila sebagai satu-satunya ruang terbuka publik yang luas di Kota Semarang


(39)

11   

mempunyai lokasi yang strategis dan aksesibilitas yang tinggi dengan beragam multifungsi; di antaranya sebagai taman paru-paru kota, tempat upacara kenegaraan, melakukan orasi dan kampanye politik, tempat ibadah jemaat secara massal, pusat rekreasi dan hiburan, simpul pergerakan, wadah aktivitas sosial-budaya, dan wadah aktivitas ekonomi.

Bagi penelitian terhadap ruang terbuka publik Pesisir Seseh, penelitian Haryanti ini dapat memberikan masukan tentang hal apa saja yang mempengaruhi pemanfaatan ruang terbuka publik, serta bagaimana para pelaku memanfaatkan ruang terbuka publik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif deskriptif dan metode kualitatif rasionalistik juga dapat diterapkan pada penelitian ruang terbuka publik Pesisir Seseh, karena beberapa variabel yang berpengaruh pada studi ini adalah variabel kualitatif.

2.1.2 Penelitian Sunaryo tentang Perubahan Setting Ruang dan Pola Aktivitas Publik di Ruang Terbuka Kampus Universitas Gadjah Mada

Penelitian Sunaryo tentang perubahan setting ruang dan pola aktivitas publik di ruang terbuka kampus Universitas Gadjah Mada, yang fokus kepada faktor-faktor yang mendorong publik beraktivitas dengan memanfaatkan ruang terbuka kawasan Kampus Bulaksumur. Pembentukan Kawasan Bulaksumur sebagai bagian dari proses transformasi spasial Kota Yogyakarta. Pada perkembangannya, Kawasan Bulaksumur berkembang menjadi kawasan pendidikan. Jalur Jalan Kaliurang yang pada masa itu masih merupakan akses menuju kawasan kampus dan Kawasan Rekreasi Kaliurang, berkembang menjadi


(40)

12   

 

akses utama menuju wilayah perkembangan area hunian baru dengan tingkat pertumbuhan penduduk tertinggi di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada periode 90-an.

Tiga tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian yaitu; untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mendorong publik memanfaatkan ruang terbuka kawasan Kampus Bulaksumur untuk aktivitasnya; untuk mengetahui mengapa terjadi perubahan setting yang cepat dalam beberapa tahun terakhir; untuk mengetahui bagaimana perubahan setting tersebut mempengaruhi pola aktivitas publik di dalamnya.

Hasilnya yang didapatkan dari penelitian tersebut yaitu penggunaan ruang terbuka kampus Universitas Gadjah Mada oleh publik dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain aksesibilitas, pendukung aktivitas dan peraturan/kontrol. Aksesibilitas menjadi faktor penentu dalam pemanfaatan ruang oleh publik pada studi kasus Kampus UGM. Ruang-ruang dengan aksesibilitas tinggi juga memiliki intensitas penggunaan publik yang tinggi. Ruang-ruang terbuka berbentuk koridor jalan menempati intensitas penggunaan tertinggi, meskipun didominasi oleh sirkulasi kendaraan. Aksesibilitas tidak terbatas pada akses fisik kepada ruang dimaksud, akan tetapi termasuk akses visual. Pendukung aktivitas yang mendorong penggunaan ruang oleh publik adalah ketersediaan PKL makanan, ketersediaan area parkir, peneduhan dan hot spot wifi. Selain itu perkerasan dan fasilitas lapangan olahraga juga mendukung penggunaan ruang untuk aktivitas aktif olahraga.


(41)

13   

Pada kasus ruang terbuka berbentuk ruang antar bangunan dan halaman gedung, kualitas penerangan (pencahayaan buatan) tidak banyak mempengaruhi tingkat penggunaan ruang oleh publik. Aspek ini disediakan oleh kampus lebih untuk pertimbangan keamanan daripada untuk penggunaan ruang. Pada kurun waktu pengamatan penelitian, tidak terdapat perubahan berarti pada aspek penerangan di area Kampus UGM. Intervensi peraturan dan kontrol cukup dominan mempengaruhi tingkat penggunaan ruang oleh publik. Ruang-ruang yang aksesnya harus melewati pos penjagaan Satuan Keamanan dan Keselamatan Kampus (SKKK). memiliki intensitas penggunaan publik yang lebih rendah dibanding yang tidak diberi penjagaan atau jauh/terhalang visual dari pos penjagaan.

2.1.3 Penelitian Adhitama tentang Faktor Penentu Setting Fisik dalam Beraktivitas di Ruang Terbuka Publik “Studi Kasus Alun-alun Merdeka Kota Malang”

Adhitama dalam penelitiannya membahas tentang faktor yang menentukan

setting fisik dalam aktivitas masyarakat di Alun-alun Merdeka Kota Malang. Fenomena yang terjadi pada kondisi alun-alun yang ada saat ini lebih berfungsi sebagai ruang terbuka hijau tempat resapan air di tengah kota. Meski terdapat ruang publik di dalamnya, akan tetapi pemanfaatan kurang direspon oleh masyarakat Kota Malang sebagai tempat beraktivitas di pusat kota sehingga perlu mendapat perhatian pemerintah kota bagaimana penataan setting fisik alun-alun yang dapat berfungsi sebagai ruang terbuka hijau sekaligus dimanfaatkan untuk mewadahi aktivitas publik.


(42)

14   

 

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, situasi atau fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat menjadi objek penelitian dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun fenomena tertentu.

Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa faktor penentu setting fisik dalam beraktivitas meliputi; ruang teduhan, yang merupakan element paling penting dalam pembentuk perilaku pengguna alun-alun dalam memilih tujuan beraktivitas ; ruang beristirahat dan bersantai (tempat duduk), dimana keberadaan tempat duduk penggunaannya sangat bergantung bagaimana pola teduhan yang menaunginya selain faktor kebersihan dan keamanan; ruang beraktivitas (plaza), dimana kebutuhan akan sebuah ruang yang diharapkan cukup luas untuk dapat menampung berbagai aktivitas, karena jika terlalu kecil maka interaksi sosial yang diharapkan dari sebuah ruang publik akan kurang; aksesibilitas (jalur pedestrian), karena banyak pengguna alun – alun banyak beraktivitas di area plaza dan duduk-duduk menikmati suasana hijau di tengah kota; dan faktor terakhir yaitu pada malam hari, yang akan berpengaruh terhadap persebaran aktivitas yang berkaitan dengan keamanan dan kenyamanan terutama serta dapat menjadi daya tarik terhadap penggunaan suatu ruang publik.

Bagi penelitian terhadap ruang terbuka publik Pesisir Seseh, penelitian Adhitama ini juga dapat memberikan masukan tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemanfaatan ruang terbuka publik. Metode yang digunakan dalam


(43)

15   

penelitian ini yaitu metode deskriptif kualitatif, dimana permasalahan yang diangkat juga memiliki kesamaan terhadap permasalahan yang akan diteliti di ruang terbuka publik Pesisir Seseh.

2.1.4 Penelitian Purnamasari tentang Kajian Spasial Ruang Publik (Public Space) Perkotaan untuk Aktivitas Demonstrasi Mahasiswa di Kota Makassar

Purnamasari dalam penelitiannya membahas pemanfaatan ruang publik sebagai wadah kegiatan demonstrasi mahasiswa, yang tersebar di beberapa ruang terbuka publik di Kota Makassar. Salah satu jenis ruang publik perkotaan yang digunakan adalah jalan. Pola lokasi demonstrasi menyebar dan berasosiasi dengan lokasi kampus dan kantor pemerintahan. Penggunaan ruang jalan pada waktu tertentu, terkait isu yang muncul, dan sejumlah lokasi strategis untuk menarik perhatian masyarakat khususnya pemerintah, dan telah menjadi budaya dalam pelaksanaan aksi demonstrasi. Di Kota Makassar tidak tersedia ruang fisik khusus untuk menyampaikan pendapat dan aktivitas demonstrasi tidak bisa dipusatkan pada satu tempat tertentu. Sehingga jalan tetap menjadi pilihan tempat untuk demonstrasi mahasiswa.

Tujuan dari penelitian yang dilakukan Purnamasari ini adalah; mengidentifikasi karakteristik ruang publik perkotaan yang digunakan untuk aktivitas demonstrasi mahasiswa di Kota Makassar; mengidentifikasi alasan-alasan yang menjadi pertimbangan penggunaan ruang publik yang digunakan sebagai tempat untuk aktivitas demo dan mengetahui bagaimana kriteria ruang publik yang tepat digunakan untuk aktivitas demonstrasi di kota Makassar.


(44)

16   

 

Metode Penelitian yang digunakan merupakan metode observasi dan survey. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, yaitu membuat gambaran/paparan dan menggali secara cermat serta mendalam tentang fenomena sosial terkait aktivitas demonstrasi yang menggunakan ruang publik (fisik) tanpa melakukan hipotesis.

Ruang publik (fisik) yang digunakan dalam aktivitas demonstrasi sebagai tempat untuk menyampaikan pendapat khususnya mahasiswa di Kota Makassar yaitu ruang yang secara fisik terbuka, umumnya pada lokasi strategis (mudah diakses dan menarik perhatian seperti kampus atau kantor), salah satu jenis ruangnya yaitu berupa jalan (street). Ruang/lokasi demonstrasi yang ada di Kota Makassar membentuk pola menyebar dan berasosiasi pada beberapa titik seperti perguruan tinggi, kantor pemerintahan, serta tempat penting lainnya seperti monumen Mandala atau perempatan fly over.

Penggunaan ruang jalan pada sejumlah tempat/titik menjadi alasan-alasan yang dipertimbangkan dalam menyampaikan pendapat juga berdasar pada isu/topik yang disuarakan. Ruang yang dianggap tepat untuk aktivitas demonstrasi secara umum adalah ruang yang terbuka (fisik), berada pada lokasi strategis (aksesnya mudah dan menarik perhatian atau dapat dilihat/didengar banyak orang), bisa menampung banyak massa, tidak menimbulkan kemacetan/ mengganggu ketertiban umum, dan mendapat respon pada pihak yang dituju.

Untuk melihat persamaan dan perbedaan masing-masing penelitian yang telah dipaparkan di atas, bisa dilihat dalam Tabel 2.1 berikut.


(45)

17   

 

Tabel 2.1

Kedudukan Penelitian Kini dan Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Penelitian Topik Penelitian Metode Hasil Kedudukan Penelitian

1 Dini Haryanti, 2008

Kajian Pola Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Kawasan Bundaran Simpang Lima Semarang

Analisa pola pemanfaatan ruang terbuka publik di Kawasan Bundaran Simpang Lima Semarang oleh masyarakat.

Kualitatif Pola pemanfaatan ruang publik menyesuaikan dengan setting tempat tertentu, yang mempengaruhi jenis kegiatan yang dilakukan pengunjung.

Persamaan: Topik penelitian mengenai aktivitas dan pemanfaatan ruang terbuka publik

Perbedaan: Lokasi penelitian difokuskan pada alun-alun kota yang merupakan ruang terbuka publik buatan/non alami

2 Gunawan Sunaryo, 2010

Perubahan Setting Ruang dan Pola Aktivitas Publik di Ruang Terbuka Kampus Universitas Gadjah Mada

Kajian perubahan setting ruang dan pola aktivitas masyarakat di ruang terbuka kampus Universitas Gadjah Mada

Kualitatif Faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan ruang terbuka kampus Universitas Gadjah Mada oleh publik adalah aksesibilitas, pendukung aktivitas dan peraturan/kontrol.

Persamaan: Topik penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi aktivitas dan pemanfaatan ruang terbuka publik

Perbedaan: Lokasi penelitian difokuskan pada kawasan ruang terbuka kampus Universitas Gadjah Mada

3 Muhamad Satya Adhitama, 2013

Faktor Penentu Setting Fisik dalam Beraktivitas di Ruang Terbuka Publik “Studi Kasus Alun-alun Merdeka Kota Malang”

Faktor setting fisik yang mempengaruhi kenyamanan masyarakat Kota Malang dalam memanfaatkan dan beraktivitas di alun-alun Merdeka Kota Malang

Kualitatif Setting fisik, waktu dan karakter kegiatan sangat mempengaruhi aktivitas yang ada di ruang terbuka publik Alun-alun Merdeka Kota Malang

Persamaan: Topik penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi aktivitas dan pemanfaatan ruang terbuka publik

Perbedaan: Lokasi penelitian fokus pada ruang terbuka publik buatan/non alami yaitu alun-alun 4 Anugrah

Purnamasari, 2013

Kajian Spasial Ruang Publik

(Public Space) Perkotaan untuk Aktivitas Demonstrasi Mahasiswa di Kota Makassar

Identifikasi ruang publik di Kota Makassar sebagai wadah aktivitas demonstrasi mahasiswa.

Kualitatif Aktivitas demonstrasi sering dilakukan di ruang-ruang terbuka seperti halaman kampus, ruas jalan protokol, halaman gedung DPRD, dan monumen Mandala. Lokasi tersebut digunakan tergantung isu-isu yang terkait.

Persamaan: Identifikasi kegiatan masyarakat di ruang publik serta bagaimana masyarakat memanfaatkan ruang publik, khususnya dalam kegiatan demonstrasi

Perbedaan: Penelitian hanya difokuskan untuk melihat satu kegiatan yaitu demonstrasi, serta bagaimana masyarakat menyampaikan aspirasi dan protes di ruang terbuka publik.

5 I Putu Kartika Udayana

Setting Spasial Kawasan Ruang Terbuka Publik Pesisir Seseh, Badung

Identifikasi tatanan perilaku dan tatanan ruang dalam ruang terbuka publik Pesisir Seseh.

Kualitatif Beberapa temuan mengenai kondisi setting

yang dimanfaatkan untuk kegiatan ritual, kegiatan ekonomi dan kegiatan rekreasi


(46)

18   

 

2.2Konsep dan Kerangka Berpikir 2.2.1 Konsep

Konsep memberikan batasan atau peristilahan dalam penelitian ini, dan konsep memberikan batasan terhadap terminologi teknis yang merupakan komponen dari kerangka teori.

A. Setting Spasial

Menurut Rapoport (1982), setting merupakan tatanan ruang atau tata letak dari suatu interaksi antara manusia dengan lingkungannya dengan melihat dari beberapa komponen yaitu ruang, aktivitas, waktu dan civitas. Spasial lebih berhubungan dengan spasi yang bermakna jarak, selingan bidang atau daerah di antara benda-benda (Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasia). Secara terminologis, Mulyati dalam Teguh Prihanto (2006), menyebutkan bahwa spasial adalah ruang fisik yang terbentuk pada lingkungan permukiman, rumah tinggal dan bentuk bangunan yang terjadi karena faktor yang berkembang di lingkungan masyarakat.

Setting spasial yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu tatanan perilaku dalam ruang fisik yang menjadi tempat beraktivitas dan berinteraksi antar individu dan antara individu dengan lingkungannya. Aktivitas tersebut dilakukan di ruang/spasial tertentu dan dalam rentang waktu tertentu, dengan melihat komponen-komponennya yang ada di dalam setting tersebut, yaitu ruang (spasial), aktivitas, waktu, dan pelaku kegiatan.


(47)

19   

B. Ruang Terbuka Publik

Kamus Bahasa Indonesia mendefinisikan publik sebagai orang banyak (umum). Dalam bahasa Inggris, publik diserap dari kata public artinya milik bangsa, negara atau komunitas dalam jumlah yang besar atau dipertahankan atau digunakan oleh masyarakat/komunitas secara keseluruhan. Publik juga berasal dari bahasa latin publicus yang artinya kedewasaan, dalam pengertian tentang pelajaran ini adalah membawa ide kepada masyarakat.

Mayor Polak (Sunarjo, 1984:19) memberikan definisi atau pengertian publik (khalayak ramai) adalah sejumlah orang yang mempunyai minat sama terhadap suatu persoalan tertentu. Publik adalah sejumlah orang yang berminat dan merasa tertarik terhadap suatu masalah dan berhasrat mencari suatu jalan keluar dengan mewujudkan tindakan yang nyata. Definisi publik menurut Soekanto (2004) adalah kelompok yang tidak merupakan kesatuan.

Bogardus dalam Sumarmo (1990) mengatakan bahwa publik adalah sejumlah orang yang satu dengan lainnya tidak saling mengenal, akan tetapi semuanya mempunyai perhatian dan minat yang sama terhadap suatu masalah. Lebih lanjut Herbert Blumer dalam Sastropoetro, (1990:108) mengemukakan ciri-ciri publik, yaitu; dikonfrontasikan atau dihadapkan pada suatu isu; terlibat dalam diskusi mengenai isu tersebut; dan memiliki perbedaan pendapat tentang cara mengatur isu. Secara umum ruang publik/public space dapat didefinisikan dengan cara membedakan arti katanya secara harfiah terlebih dahulu. Public merupakan sekumpulan orang-orang tak terbatas siapa saja dan space/ruang merupakan suatu


(48)

20   

 

bentuk tiga dimensi yang terjadi akibat adanya unsur-unsur yang membatasinya (Ching, 1992).

Mengacu pada beberapa pendapat para ahli tentang publik, maka dalam penelitian ini ruang terbuka publik yang dimaksud yaitu ruang yang berada di luar bangunan di kawasan Pesisir Seseh, yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan berbagai aktivitas oleh seluruh masyarakat. Publik yang dimaksud adalah semua pelaku kegiatan yang memanfaatkan lahan terbuka di Pesisir Seseh, baik yang rutin maupun hanya kebetulan atau dalam waktu tertentu saja beraktivitas di sana.

Carmona (2008) mengklasifikasikan ruang terbuka publik menjadi 3 jenis berdasarkan aksesibilitasnya, yaitu external public space, internal public space

dan external and internal “quasi” public space. External public space ini didefinisikan sebagai lahan yang berada di antara kepemilikan privat, contohnya alun-alun, jalan, taman dan parkir. Internal public space, didefinisikan sebagai ruang pada fasilitas-fasilitas umum dimana warga memiliki kebebasan mengakses, yaitu perpustakaan umum, museum terminal/stasiun kendaraan umum. Di Indonesia, internal public space ini lebih dikenal dengan fasilitas umum yang dimiliki dan dikelola pemerintah, dimana untuk memanfaatkannya ada suatu peraturan yang harus ditaati. Internal “quasi” public space ini adalah ruang terbuka publik dengan kepemilikan privat dimana pengelola berhak melakukan pengendalian akses dan perilaku penggunanya, contohnya fasilitas komersial dan kampus.


(49)

21   

Carmona menjabarkan jenis-jenis ruang terbuka publik berdasarkan sifatnya, yaitu positive space, negative space, ambiguous space, dan private space. Agar lebih jelas, penjabaran masing-masing karakteristik dan jenis public space menurut Carmona bisa dilihat pada Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Space Characteristic

No Space

Characteristic Explanation Example

“Positive” spaces

1. Natural/semi natural

urban space

Natural and semi natural feature within urban areas, typically under state ownership

River, natural feature, seafronts, canals

2. Civic space The traditional forms of urban space,

open and available to all and catering for a wide variety function

Streets, squares, promenades

3. Public open space Managed open space, typically green

and available and open to all, even if temporary controlled

Park, gardens, commons, urban forests, cemeteries “Negative” spaces

4. Movement space Space dominated by movement needs,

largely for motorized transportation

Main roads, motorways, railways, underpasses

5. Service space Space dominated by modern servicing

requirements needs

Car parks, service yards

6. Left-over space Space left over after development,

often designed with function

“SLOAP” (space left over aver after planning), modernist open space

7. Undefined space Undeveloped space, either abandoned

or awaiting redevelopment

Redevelopment space, abandoned space, transient space

“Ambiguous” spaces

8. Interchange space Transport stops and interchanges,

whether internal maupun external

Metros, bus interchanges, railway stations, bus stops

9. Public “private”

space

Seemingly public external space, in fact privately owned and to greater or lesser degrees controlled

Privately owned “civic” space, business parks, church grounds

10. Conspicuous spaces Public spaces designed to make

stranger feel conspicuous and, potentially, unwelcome

Cul-de-sacs dummy gated enclaves

11. Internalized “public” space

Formally public and external uses, internalized and, often privatized

Shopping/leisure malls, introspective mega-structures

12. Retail space Privately owned but publicly

accessible exchange spaces

Shops, covered markets, petrol stations


(50)

22   

 

No Space

Characteristic Explanation Example

public and private town halls, religious

building

14. Private “public” spaces

Publicly owned, but functionally and user determined spaces

Institutional grounds, housing estate, university campuses

15. Visible private space Physically private, but visually public space

Front gardens, allotments, gated squares

16. Interface space Physically demarked but publicly

accessible interfaces between public and private space

Street cafes, private pavement space

17. User selecting space Space for selected group, determined and sometimes controlled by age or activity

Skate parks, playground, sport field/ground/courses

Sumber: Public Space: The Management Dimension (Carmona, 2008)

Stephen Carr (2008) menambahkan ada 3 (tiga) standar kualitas yang harus dipenuhi oleh suatu ruang terbuka publik agar bisa dimanfaatkan dengan baik, yaitu meaningfull, democratic, dan responsive. Standar meaningfull yaitu ruang terbuka publik harus memungkinkan manusia sebagai pengguna ruang untuk membuat hubungan (koneksi) yang kuat antara ruang/place dengan kehidupan mereka dan dunia yang lebih luas. Standar democratic, ruang terbuka publik harus dapat diakses oleh siapa saja dan menjamin kebebasan dalam beraktivitas. Carmona menguraikan bahwa aksesibilitas antara lain mencakup kemudahan akses ke lokasi dan kemudahan pergerakan di dalam ruang. Standar

responsive; dimana ruang terbuka publik harus tanggap atau mampu memenuhi kebutuhan warga yang terwujud dalam desain fisik dan pengelolaannya.

Carmona juga mengidentifikasi adanya 5 (lima) kebutuhan dasar yang dapat memenuhi kepuasan pengguna ruang terbuka publik, yaitu kenyamanan, relaksasi, keterikatan pasif, keterikatan aktif, dan penemuan. Kenyamanan merupakan syarat mutlak untuk keberhasilan sebuah ruang terbuka publik.


(51)

23   

Relaksasi termasuk dalam kenyamanan secara psikologi, yang lebih berkaitan dengan tubuh dan pikiran. Keterikatan pasif dapat menimbulkan perasaan santai namun berbeda dengan pemenuhan kebutuhan yang dikaitkan dengan lokasi atau keadaan ruang terbuka publik tersebut. Keterikatan aktif meliputi pengalaman langsung dengan tempat dan orang-orang di tempat tersebut. Penemuan, mempresentasikan keinginan untuk mendapatkan pemandangan dan pengalaman baru yang menyenangkan ketika mereka berada di suatu ruang terbuka publik.

C. Fungsi dan Peran Ruang Terbuka Publik

Ruang terbuka publik sebagai salah satu elemen perancangan kota mempunyai fungsi pelayanan kebutuhan sosial masyarakat kota dan memberikan pengetahuan kepada pengunjungnya. Pemanfaatan ruang terbuka publik oleh masyarakat sebagai tempat untuk bersantai, bermain dan berjalan-jalan dan membaca (Nazarudin, 1994). Ruang terbuka publik adalah simpul dan sarana komunikasi pengikat sosial untuk menciptakan interaksi antar kelompok masyarakat. Jika sebuah ruang terbuka publik dimanfaatkan, dijaga dan diatur secara kreatif sesungguhnya dapat menjadi bisnis yang menguntungkan. Karena ruang terbuka publik yang berhasil dapat mendorong harga sewa bangunan, dan ruang publik yang aktif dan berhasil telah terbukti menaikkan nilai properti bagi bangunan di sekitarnya serta menciptakan efek positif untuk jangka waktu yang panjang.

Carmona dalam bukunya “Public Places Urban Space” (2003), menyebutkan ruang terbuka publik memiliki beberapa peranan, di antaranya peran ekonomi, kesehatan, sosial dan lingkungan. Dalam aspek ekonomi ruang terbuka


(52)

24   

 

publik berperan dalam memberikan pengaruh yang positif pada nilai properti, serta mendorong pertumbuhan ekonomi regional. Ruang terbuka publik juga berperan dalam menyediakan ruang formal dan informal bagi kegiatan penting dalam serta mendorong masyarakat untuk aktif melakukan gerakan fisik/olahraga.

Bagi aspek sosial, ruang terbuka publik mampu menyediakan ruang bagi interaksi dan pembelajaran sosial pada segala usia, mengurangi dominasi kendaraan bermotor sehingga angka kecelakaan dapat berkurang, serta mendorong dan meningkatkan kehidupan berkomunitas. Terakhir yakni adanya ruang publik akan meningkatkan kualitas udara, mengurangi efek heat island dan polusi.

Peranan ruang terbuka publik sebagai salah satu elemen kota dapat memberikan karakter tersendiri, dan pada umumnya memiliki fungsi interaksi sosial bagi masyarakat, kegiatan ekonomi rakyat dan tempat apresiasi budaya. Secara rinci dipertegas dalam Undang-Undang No 26 Tahun 2007 mengenai Penataan Ruang, khususnya dalam pasal 29 yang menyebutkan bahwa proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota, dan proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 20%.

Sependapat dengan peraturan perundang-undangan di atas, Eddy Darmawan (2003) mengungkapkan pentingnya fungsi ruang terbuka publik dalam perencanaan kota. Di antaranya sebagai pusat interaksi, sebagai ruang terbuka, sebagai tempat pedagang kaki lima dan sebagai paru-paru kota. Sebagai pusat interaksi dan komunikasi masyarakat baik formal maupun informal, ruang terbuka publik sering dimanfaatkan saat upacara bendera, dan peringatan-peringatan yang


(53)

25   

lain. Untuk kegiatan informal seperti pertemuan-pertemuan individual, kelompok masyarakat dalam acara santai dan rekreatif. Tidak jarang juga dimanfaatkan untuk kegiatan penyampaian aspirasi atau demonstrasi dan protes oleh mahasiswa atau buruh terhadap keputusan-keputusan pihak penguasa, lembaga pemerintah maupun swasta lainnya.

Peranan lainnya, yaitu ruang terbuka publik sebagai ruang terbuka yang menampung koridor-koridor, serta ruang untuk transit bagi masyarakat yang akan pindah ke arah tujuan lain. Ruang terbuka publik juga berperan sebagai tempat pedagang kaki lima yang menjajakan makanan dan minuman, pakaian, souvenir, dan jasa entertainment seperti tukang sulap, dan sebagainya. Ruang terbuka publik berperan pula sebagai paru-paru kota yang dapat menyegarkan kawasan tersebut, sekaligus sebagai ruang evakuasi untuk menyelamatkan masyarakat apabila terjadi bencana gempa atau yang lain.

Graham Murdock dalam J. Gripsrud (1999) mengemukakan sebuah teori dan mengidentifikasi apa yang dilihat sebagai 4 (empat) hak yang timbul dari kehadiran sebuah ruang publik, yaitu; hak mendapatkan informasi; hak mendapatkan pengalaman; hak mendapatkan pengetahuan; hak untuk berpartisipasi. Hak mendapatkan informasi, yaitu hak untuk menciptakan kemampuan untuk mengakses informasi seluas-luasnya mengenai aktivitas akan meluaskan pilihan dalam berkegiatan, mendapatkan motivasi, dan strategi dalam hidup kita. Hak mendapatkan pengalaman, yaitu hak dalam menyampaikan representasi individual maupun pengalaman sosial, mendengarkan dan berbagi cerita. Selanjutnya, hak mendapatkan pengetahuan yaitu dibutuhkan lebih banyak


(54)

26   

 

informasi untuk dapat mengenali latar belakang suatu masalah. Terakhir, hak untuk berpartisipasi; mencakup kemampuan berbicara tentang hidup dan aspirasi dan didengar oleh orang lain.

D. Karakteristik Ruang Publik

Menurut sifatnya, Rustam Hakim (1992) membagi ruang publik terbagi menjadi 2 jenis, yaitu ruang publik tertutup dan ruang publik terbuka. Ruang publik tertutup adalah ruang publik yang terdapat di dalam suatu bangunan, ruang publik terbuka yaitu ruang publik yang berada di luar bangunan yang sering juga disebut ruang terbuka (open space). Ruang publik terbuka dijelaskan sebagai ruang terbuka yang selalu terletak di luar bangunan, dapat dimanfaatkan dan dipergunakan oleh setiap orang dan mampu memberikan berbagai kesempatan untuk bermacam-macam kegiatan (Rustam Hakim & Hardi Utomo, 2003).

Menurut Kevin Lynch (1990) ruang terbuka merupakan suatu kawasan yang dapat digunakan sehari-hari maupun mingguan dan harus dapat memfasilitasi aktivitas para penggunanya serta tetap terhubung secara langsung atau berinteraksi dengan para pengguna lainnya. ruang terbuka harus dapat diakses dengan mudah baik dengan menggunakan kendaraan maupun dengan berjalan kaki, dan kondisi tersebut harus dekat dan dapat dirasakan langsung oleh penggunanya.

Ruang publik yang terbuka tentunya memiliki peran penting terhadap perkembangan sosial masyarakatnya. Hadirnya suatu ruang publik akan memberi dampak pada kehidupan sehari-hari warga yang menggunakannya untuk


(55)

27   

melakukan kegiatan. Fungsi ruang terbuka menurut Rustam Hakim & Hardi Utomo (2003) yaitu fungsi sosial dan fungsi ekologis. Fungsi sosial dimana ruang publik memiliki fungsi sebagai tempat berkomunikasi atau bersosialisasi, tempat bermain dan berolahraga, tempat untuk mendapatkan udara segar, sebagai pembatas di antara massa bangunan, menghubungkan tempat satu dengan yang lain, sarana untuk menciptakan kebersihan, keserasian dan keindahan lingkungan dan penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran lingkungan. Fungsi ekologis yaitu ruang publik berfungsi dalam memperlunak arsitektur bangunan, menyerap air hujan, pencegah banjir, menyegarkan udara, memperbaiki iklim mikro dengan mereduksi panas dan polusi, memelihara dan menjaga keseimbangan ekosistem.

E. Ruang Terbuka Publik sebagai Wadah Aktivitas dan Interaksi Sosial

Gehl dalam Zhang dan Lawson (2009) membagi aktivitas di ruang luar

(outdoor) dalam tiga kategori yaitu; aktivitas penting, aktivitas pilihan, dan aktivitas sosial. Aktivitas sosial, adalah dimana setiap orang memiliki kegiatan rutin yang harus dilaksanakan dalam segala kondisi, seperti bekerja, bersekolah, berbelanja dan lain sebagainya. Aktivitas pilihan, memiliki tingkat prioritas di bawah aktivitas penting, contohnya memilih berjalan santai pada sore hari atau membatalkannya apabila hari tidak cerah. Dengan demikian, pilihan untuk melakukan aktivitas ini tergantung pada kondisi lingkungan. Aktivitas sosial, lebih menekankan pada terjadinya proses sosial, baik dalam bentuk kontak fisik maupun kontak pasif. Aktivitas sosial ini dapat terjadi secara paralel dengan aktivitas penting dan aktivitas pilihan.


(1)

2.3Landasan Teori

Landasan teori adalah suatu teori-teori yang digunakan sebagai dasar ataupun batasan dalam melakukan suatu penelitian. Teori yang digunakan terkait dengan penelitian yang akan dilakukan. Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah setting, ruang terbuka publik dan dimensi sosial yang terjadi di ruang terbuka publik.

2.3.1 Teori Behaviour Setting

Menurut Setiawan (1995) penggunaan istilah setting dipakai dalam kajian arsitektur lingkungan (fisik) dan perilaku, yang menunjuk pada hubungan integrasi antara ruang (lingkungan fisik secara spasial) dengan segala aktivitas individu/sekelompok individu dalam kurun waktu tertentu.

Menurut Barker (1968) dalam Laurens (2004:131), behaviour setting

disebut juga dengan “tata perilaku” yaitu pola perilaku manusia yang berkaitan dengan tatanan lingkungan fisiknya. Senada dengan Haviland (1967) dalam Laurens (2004:131) bahwa tata perilaku sama dengan “ruang aktivitas” untuk menggambarkan suatu hubungan antara perilaku dan lingkungan bagi perancangan arsitektur.

Behaviour setting dapat diartikan secara sederhana sebagai suatu interaksi antara suatu kegiatan dengan tempat dan waktu yang spesifik. Behaviour setting

mengandung unsur-unsur sekelompok orang yang melakukan sesuatu kegiatan, aktivitas atau perilaku dari sekelompok orang tersebut dan tempat serta waktu dimana kegiatan tersebut dilaksanakan. Manusia dan obyek adalah komponen


(2)

primer, dan merupakan bagian paling utama bagi behaviour setting, tanpa keberadaan manusia sebagai pengguna, behaviour setting tidak akan terwujud. Meskipun demikian, hubungan antara manusia dan obyek fisik mewujudkan keberadaan behaviour setting. Contoh dari behaviour setting dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari yaitu setting tempat berjualan di pasar malam, atau setting

berjualan pedagang kaki lima di trotoar (Haryadi dan Setiawan, 2010).

Ruang yang menjadi wadah dari aktivitas diupayakan untuk memenuhi kebutuhan manusia, yang artinya menyediakan ruang yang memberikan kepuasan bagi pemakainya. Setting terkait langsung dengan aktivitas manusia sehingga dengan mengidentifikasi sistem aktivitas yang terjadi dalam suatu ruang akan teridentifikasi pula sistem settingnya yang terkait dengan keberadaan elemen dalam ruang (Rapoport, 1991).

2.3.2 Teori Ruang Peristiwa

Ruang terbuka publik dapat dipandang dalam konteks “ruang peristiwa” atau sebuah keterkaitan di antara berbagai aspek yang melahirkan aktivitas di ruang terbuka publik. Pembentuk ruang peristiwa tersebut adalah aktivitas publik berupa partisipasi; sifat ruang; dan waktu.

Aktivitas publik berupa partisipasi, terdapat tiga elemen penting, yaitu (William Hollingsworth, 1980): self-congestion yaitu adanya kecenderungan orang untuk berinteraksi di tempat-tempat ramai; sitting spaces; dan kenyamanan termasuk faktor cahaya, angin, air dan pohon.


(3)

Sifat ruang, dapat direncanakan maupun terbentuk dengan sendirinya, karena sebagai wadah aktivitas, “ruang” memiliki dua konteks (Gans, 1987), yaitu: lingkungan efektif adalah lingkungan fungsional. Lingkungan efektif dirancang khusus, sedangkan lingkungan potensial adalah semua kemungkinan fungsi dan aktivitas yang bisa terbentuk setiap waktu sesuai dengan partisipasi di tengah masyarakat.

Waktu menjadi salah satu variabel terjadinya, atau intensitas peristiwa aktivitas di dalam ruang terbuka. Dalam menganalisa pembentukan space dan

place, elemen waktu juga harus diintegrasikan dalam pemahaman kita. Hal ini menggambarkan konsep dinamis ruang, apa yang diterima hari ini belum tentu sesuai dengan besok (Ali Madanipour, 1996). Ketiga komponen elemen ruang peristiwa aktivitas publik bisa dipahami sebagai elemen pembentuk aktivitas publik dalam sebuah ruang. Perbedaan penekanan pada salah satu komponen teksnya, baik itu ruang, waktu, maupun aktivitas, atau pelaku menghasilkan konteks aktivitas publik di ruang terbuka yang sangat beragam.

   

Diagram 2.2

Komponen pembentuk ruang peristiwa (Sri Rahaju B.U.K dan Nuryanto, 2007)

Perilaku manusia tidak dapat dilepaskan dari keadaan individu tersebut dan lingkungan dimana dia berbeda. Perilaku manusia didorong oleh motivasi

Waktu Ruang


(4)

tertentu sehingga manusia berperilaku. Dalam mempelajari perilaku manusia, ada prinsip-prinsip dasar perilaku di dalamnya menurut Miftah Toha (2008), yaitu; manusia berbeda perilakunya karena lingkungan sosialnya; manusia berperilaku karena perbedaan kebutuhan; manusia berperilaku karena berpikir tentang masa depannya; manusia berperilaku karena memahami lingkungannya dan berkaitan dengan pengalaman masa lalunya; dan manusia bereaksi senang atau tidak senang terhadap sesuatu yang terjadi.

Tabel 2.3

Terjadinya Ruang Peristiwa Ragam Konteks Peristiwa Ruang

Publik

Bagan Keterkaitan Komponen Peristiwa

Ruang Publik

Aktivitas

Peristiwa di ruang terbuka publik yang direncanakan dan kemudian terselenggara. Penekanan pada pelaku penyelenggara aktivitas sebagai penentu

Joging, berenang, surfing, bermain layang-layang, Mebanten

Peristiwa di ruang terbuka publik yang biasa terjadi tanpa

direncanakan. Penekanan pada tempat sebagai penentu terselenggaranya Berfoto, bermain di ombak, membeli makanan dan minuman

Peristiwa di ruang terbuka publik yang terjadi pada waktu-waktu tertentu. Penekanan pada waktu sebagai penentu

Kegiatan-kegiatan ritual keagamaan seperti nyegara gunung, dan melasti

Sumber: The Social Life of Small Urban Spaces (Hollingsworth 1980) dan Urban

Villagers (Gans 1987)

Waktu Ruang Aktivitas Waktu Ruang Aktivitas Waktu Ruang Aktivitas


(5)

2.3.3 Teori Kualitas Ruang Terbuka Publik

Sauter dan Huettenmoser (2008) menggunakan tiga aspek dalam mengkaji kualitas, fungsi dan pemanfaatan ruang publik, yaitu; aspek struktural, yang berkaitan dengan aksesibilitas dan penggunaan ruang; aspek interaktif, yang terkait dengan hubungan sosial, jenis aktivitas pada ruang publik serta adanya kemungkinan partisipasi pada aktivitas dan pengambilan keputusan di tingkat lokal; dan aspek subjektif yang terkait dengan kepuasan personal terhadap pengelolaan serta keterlibatan warga secara sosial di dalam pemanfaatan ruang publik.

Dalam kaitannya dengan pelaksanaan aktivitas sosial pada ruang publik, Mehta (2007) menggunakan beberapa variabel yang dipergunakan untuk mengukur dan menyusun “Good Public Space Index”, antara lain; intensitas penggunaan, intensitas aktivitas sosial, durasi aktivitas, variasi penggunaan, dan keberagaman penggunaan. Intensitas penggunaan yang diukur dari jumlah orang yang terlibat dalam aktivitas statis dan dinamis pada ruang luar. Intensitas aktivitas sosial diukur berdasarkan jumlah orang dalam setiap kelompok yang terlibat dalam aktivitas statis dan dinamis pada ruang luar. Durasi aktivitas diukur berdasarkan berapa lama waktu yang dipergunakan orang untuk beraktivitas pada ruang luar. Variasi penggunaan diukur berdasarkan keberagaman atau jumlah tipologi aktivitas yang dilaksanakan pada ruang luar. Keberagaman penggunaan diukur berdasarkan variasi pengguna berdasarkan usia, jenis kelamin dan lain sebagainya.


(6)

2.4Model Penelitian

Model penelitian merupakan sintesis antara teori yang relevan dengan masalah penelitian. Model penelitian ini dijelaskan dalam Diagram 2.3 berikut.

Diagram 2.3 Model Penelitian Rumusan Masalah 2

Bagaimana pemanfaatan setting

spasial di kawasan ruang terbuka publik Pesisir Seseh?

Rumusan Masalah 1

Bagaimana kondisi setting spasial yang ada di kawasan ruang terbuka publik Pesisir Seseh?

Rumusan Masalah 3

Apakah setting spasialdi kawasan Pesisir Seseh telah memenuhi kualitas ruang terbuka publik?

Metode Penelitian

Hasil & Kesimpulan

Teori Dimensi Sosial Sauter dan

Huettenmoser

Wawancara dengan pelaku kegiatan

Ruang Terbuka Publik Pesisir Seseh

Adanya pemanfaatan lahan oleh pengunjung untuk kegiatan rekreasi,

ekonomi, dan ritual

Topik dan Obyek Penelitian

Teori Behaviour

Setting Rapoport

Penggambaran setting

spasial

Observasi dan wawancara dengan

pelaku kegiatan Identifikasi setting

spasial dan aktivitas Fungsi awal sempadan pantai sebagai ruang

terbuka publik

Teori Ruang Peristiwa