Pemahaman dan miskonsepsi konsep gaya yang terjadi pada siswa beberapa SMP di Yogyakarta
PEMAHAMAN DAN MISKONSEPSI KONSEP GAYA
YANG TERJADI PADA SISWA BEBERAPA SMP
DI YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh : Katarina Priyanti
NIM : 091424038
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
(2)
i
PEMAHAMAN DAN MISKONSEPSI KONSEP GAYA
YANG TERJADI PADA SISWA BEBERAPA SMP
DI YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh : Katarina Priyanti
NIM : 091424038
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
(3)
ii
SKRIPSI
PEMAHAMAN DAN MISKONSEPSI KONSEP GAYA YANG TERJADI PADA SISWA BEBERAPA SMP
DI YOGYAKARTA
Oleh :
Katarina Priyanti NIM : 091424038
Telah disetujui oleh :
Pembimbing
(4)
iii
SKRIPSI
PEMAHAMAN DAN MISKONSEPSI KONSEP GAYA YANG TERJADI PADA SISWA BEBERAPA SMP
DI YOGYAKARTA
Dipersiapkan dan ditulis oleh :
Katarina Priyanti NIM : 091424038
Telah dipertahankan didepan Panitia Penguji Pada tanggal 7 Februari 2014
dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
Ketua : Drs. Aufridus Atmadi, M. Si. ... Sekretaris : Dwi Nugraheni Rositawati, S.Si., M.Si. ... Anggota : Rohandi, Ph.D. ... Anggota : Drs. Aufridus Atmadi, M, Si. ... Anggota : Dwi Nugraheni Rositawati, S.Si., M.Si. ...
Yogyakarta, 7 Februari 2014
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma
Dekan
(5)
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Dengan pancaran sinar kasih-Nya, Allah melukiskan pelangi
anugerah-Nya di atas awan kelabu hidup kita”
Doa, Syukur atas segala yang ada, Usaha yang terbaik dan Jalani Hidup dengan Hati yang Tenang dan Ikhlas
Kupersembahkan skripsi ini untuk:
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria
Bapakku (Antonius Suparman) dan Ibuku (Maria Suminem) yang tercinta
Mbak Suci dan keluarga, Mbak Mimi dan keluarga
(6)
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 8 Februari 2014
Penulis
(7)
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPERLUAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Katarina Priyanti NIM : 091424038
Demi mengembangkan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan karya ilmiah saya yang berjudul :
PEMAHAMAN DAN MISKONSEPSI KONSEP GAYA YANG TERJADI PADA SISWA BEBERAPA SMP DI YOGYAKARTA
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap menyantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 8 Februari 2014 Yang menyatakan
(8)
vii
ABSTRAK
Katarina Priyanti. 2014. Pemahaman dan Miskonsepsi Konsep Gaya yang terjadi pada Siswa Beberapa SMP di Yogyakarta. Skripsi. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif kuantitatif dan diskriptif kualitatif yang bertujuan (1) mengetahui tingkat pemahaman siswa beberapa SMP di Yogyakarta terhadap konsep gaya. (2) mengetahui konsep apa saja yang paling dipahami dan yang kurang dipahami oleh siswa beberapa SMP di Yogyakarta dalam memahami konsep gaya. (3) Untuk mengetahui miskonsepsi apa yang banyak terjadi pada siswa beberapa SMP di Yogyakarta dalam memahami konsep gaya.
Penelitian ini dilaksanakan di 3 SMP yang ada di Yogyakarta yaitu SMP Kanisus pakem 13 Mei 2013, SMP Aloysius Turi 23 Mei 2013, SMP Pangudi Luhur Yogyakarta 20 Mei 2013. Subyek Penelitian ini adalah siswa kelas VIII yang terdiri dari 105 siswa. Instrumen yang digunakan adalah satu set tes FCI. Penelitian ini diawali dengan peyusunan instrumen dan selanjutnya memberi tes kepada siswa.
Hasil penelitian ini menujukkan bahwa (1) siswa beberapa SMP di Yogyakarta memiliki pemahaman yang sangat kurang terhadap konsep hukum III Newton dan gravitasi, pemahaman yang kurang terhadap konsep kinematika, hukum I Newton, hukum II Newton, dan pemahaman yang cukup terhadap konsep prisip superposisi, siswa beberapa SMP di Yogyakarta memiliki pemahaman yang kurang terhadap keseluruhan konsep gaya. (2) konsep yang paling dipahami oleh siswa beberapa SMP di Yogyakarta yaitu pada konsep prinsip superposisi dan konsep yang sedikit dipahami oleh siswa yaitu pada konsep hukum III Newton. (3) miskonsepsi yang banyak terjadi pada siswa beberapa SMP di Yogyakarta adalah siswa tidak dapat membedakan posisi dengan kecepatan, tidak dapat membedakan kecepatan dengan percepatan, kehilangan/ menerima dorongan aslinya, dengan menghilangnya dorongan, massa yang besar memberikan gaya yang lebih besar, perantara/ peralatan yang aktif yang menghasilkan gaya lebih besar, hanya peralatan/ perantara yang aktif menyebabkan gaya, gaya yang mengatasi hambatan sehingga benda dapat bergerak, percepatan menyatakan bertambahnya gaya, pertambahan gravitasi sebanding dengan kecepatan jatuhnya benda, dan benda yang lebih berat jatuh lebih cepat.
(9)
viii
ABSTRACT
Katarina Priyanti.2014. Understanding and Misconceptions of the Force Concept occur to students in some Junior High Schools in Yogyakarta. Thesis. Physics Education Study Program, Departement of Mathematics and Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.
This research is quantitative descriptive and qualitative descriptive which purpose to (1) determine the level of students in some Junior High Schools in Yogyakarta understanding of the force concept. (2) want to know what concepts is most comprehensible and less understood by students in some Junior High Schools in Yogyakarta in understanding the force concepts. (3) want to know what a lot of misconception occur to students in some Junior High Schools in Yogyakarta in understanding the force concepts.
This research was done at 3 Junior High Schools in Yogyakarta, namely SMP Kanisus pakem on May 13rd2013, SMP Aloysius Turi on May 23rd, 2013, and SMP Pangudi Luhur Yogyakarta on May 20th 2013. The subjects of this research were eighth grade students consisted of 105 students. The instrument used was a set of FCI tests. This research began with drafting instruments, and then gave the test to the students.
The results of this research showed that (1) Students in some Junior High Schools in Yogyakarta has less understanding of the concept of gravity and Newton's third law, lack understanding of the concepts of kinematics , Newton's first law, Newton's second law, and sufficient understanding of the concept of the superposition principle, students in some Junior High Schools Yogyakarta have poor understanding of the overall of force concept. (2) The concept of the most understood by students is the concept of the superposition principle and the concept of which is less understood by students is Newton’s third law. (3) misconceptions prevalent students in some Junior High Schools in Yogyakarta are undiscrimination position with velocity, undiscrimination velocity with acceleration, loss/ recovery of original impetus, impetus dissipation, greater mass implies greater force, most active agent produces greatest force, active force wears out, motion when force overcomes resistance, acceleration implies increasing force, gravity increases as objects fall, heavier objects fall faster.
.
(10)
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan atas berkat dan rahmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik penelitian dan penulisan skripsi dengan judul Pemahaman dan Miskonsepsi Konsep Gaya yang terjadi pada siswa Beberapa SMP di Yogyakarta.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penelitian ini dilakukan di beberapa SMP yang ada di Yogyakarta, sehingga kesimpulan pada penelitian ini tidak untuk melihat pemahaman dan miskonsepsi konsep gaya yang tejadi pada siswa seluruh SMP yang ada di Yogyakarta.
Dalam penyelesaian skripsi ini penulis mendapat bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Universitas Sanata Dharma serta dosen pembimbing, yang telah meluangkan waktu, tenaga, untuk membantu serta membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Drs. Aufridus Atmadi M, Si. selaku Ketua Program studi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Universitas Sanata Dharma. 3. Dwi Nugraheni Rositawati S.Si., M.Si. selaku Dosen Pembimbing
(11)
x
4. Andrias Indra Purnama, S.T., S.Pd. selaku kepala sekolah SMP Kanisius Pakem yang telah berkenan memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.
5. Br. Kosmas Mulyadi, S. Pd., CSA. selaku kepala sekolah SMP Aloysius turi yang telah berkenan memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.
6. Br.Valentinus Naryo FIC, M. Pd. selaku kepala sekolah SMP Pangudi Luhur Yogyakarta yang telah berkenan memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.
7. Ibu siska selaku guru fisika SMP Kanisius Pakem atas segala bantuan dan dukungan dalam penelitian.
8. Bapak Bagiyo selaku guru fisika SMP Aloysius Turi atas segala bantuan dan dukungan dalam penelitian.
9. Bapak Yuli selaku guru fisika SMP Pangudi Luhur Yogyakarta atas segala bantuan dan dukungan dalam penelitian.
10.Kelompok skripsi FCI (Evi Mardiana dan Martina Tania) atas kebersamaan dan kerjasamanya dalam skripsi ini.
11.Siswa kelas VIIIA dan VIIIB SMP Kanisius Pakem atas partisipasinya sebagai subjek penelitian sehingga penelitian berjalan dengan lancar.
12.Siswa kelas VIIIB SMP Aloysius Turi atas partisipasinya sebagai subjek penelitian sehingga penelitian berjalan dengan lancar.
13.Siswa kelas VIIID SMP Pangudi Luhur Yogyakarta atas partisipasinya sebagai subjek penelitian sehingga penelitian berjalan dengan lancar.
(12)
xi
14.Seluruh dosen Pendidikan Fisika atas didikan dan pengetahuan yang penulis peroleh selama ini.
15.Seluruh staff karyawan Sekretariat JPMIPA yang telah banyak membantu penulis selama menyelesaikan kuliah.
16.Kedua orang tuaku, atas kasih sayang, doa dan bimbingannya yang tulus serta tidak pernah bosan dalam mendidik.
17.A. Noven Yovinda yang selalu setia menemani, sebagai tempat keluh kesah, selalu membantu, mendukung dan memberikan semangat.
18.Seluruh anggota velocity (Pendidikan Fisika 2009) atas kebersamaannya selama kuliah, velocity luar biasa.
19.Teman-teman banana kos (rosa, yustin, etik, nia, grasia) atas kebersamaan, suka duka bersama, kegilaan serta dukungan yang selalu diberikan selama ini.
20.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu terimakasih atas segala bantuan, dukungan, dan juga bimbingan yang diberikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
(13)
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
DAFTAR TABEL ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 2
C. Tujuan ... 3
D. Manfaat ... 3
BAB II LANDASAN TEORI ... 5
A. Konsep ... 5
B. Pemahaman konsep... 6
C. Miskonsepsi ... 7
(14)
xiii
E. Force Concept Inventory ... 19
F. Gaya ... 24
1. Kinematika ... 24
2. Hukum Newton ... 28
a. Hukum I Newton ... 28
b. Hukum II Newton ... 29
c. Hukum III Newton ... 30
d. Kaitan Hukum Newton, Momentum dan Impuls ... 31
3. Prinsip Superposisi ... 33
4. Macam-macam Gaya ... 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 36
A. Jenis Penelitian ... 36
B. Subyek Penelitian ... 36
1. Populasi ... 36
2. Sampel ... 37
C. Variabel ... 37
D. Waktu dan Tempat Penelitian ... 37
E. Metode Penelitian ... 38
1. Instrumen... 38
a. Penyusunan Instrumen ... 38
b. Validitas Instrumen ... 39
2. Pengumpulan data ... 39
(15)
xiv
1. Pemahaman ... 40
2. Miskonsepsi ... 44
BAB IV DATA DAN ANALISA ... 47
A. Pelaksanaan Penelitian ... 47
B. Data ... 48
C. Diskripsi dan Analisa Data ... 48
1. Pemahaman ... 49
2. Miskonsepsi ... 52
a. Kinematika ... 53
b. Hukum I Newton ... 58
c. Hukum II Newton ... 62
d. Hukum III Newton ... 64
e. Prinsip Superposisi ... 69
f. Macam-macam Gaya ... 71
D. Implikasi ... 78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 80
A. Kesimpulan... 80
B. Saran ... 81
(16)
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A1. Soal FCI ... 85
Lampiran A2. Lembar Jawaban... 96
Lampiran B1. Contoh hasil pengisian lembar jawaban ... 98
Lampiran B2. Keadaan jawaban siswa ... 108
Lampiran B3. Rekap skor pemahaman pada konsep Kinematika, Hukum I Newton, Hukum II Newton ... 112
Lampiran B4. Rekap skor pemahaman pada konsep Hukum III Newton, Prinsip Superposisi, dan Macam-macam Gaya ... 115
Lampiran C1. Surat Permohonan ijin Penelitian ... 118
Lampiran C2. Surat Keterangan Telah melaksanakan Penelitian ... 121
(17)
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Contoh salah konsepsi ... 8
Tabel 2.2 Konsep-konsep gaya dalam FCI ... 22
Tabel 2.3 Miskonsepsi dalam FCI ... 23
Tabel 3.1 Tabel untuk rekap pemahaman siswa terhadap setiap konsep .... 41
Tabel 3.2 Tabel untuk pemahaman konsep gaya ... 43
Tabel 3.3 Klasifikasi pemahaman siswa menggunakan rata-rata skor... 44
Tabel 3.4 Tabel untuk keadaan siswa menjawab ... 44
Tabel 3.5 Tabel untuk jumlah siswa menjawab terhadap setiap konsep
dan jenis miskonsepsinya ... ...45
Tabel 4.1 Pemahaman siswa pada konsep gaya... 49
Tabel 4.2a Jumlah siswa menjawab terhadap konsep kinematika dan jenis
miskonsepsinya ... 53
Tabel 4.2b Jumlah siswa menjawab terhadap konsep Hukum I Newton
dan jenis miskonsepsinya ... 58
Tabel 4.2c Jumlah siswa menjawab terhadap konsep Hukum II Newton
dan jenis miskonsepsinya ... 62
Tabel 4.2d Jumlah siswa menjawab terhadap konsep Hukum III Newton
dan jenis miskonsepsinya ... 64
Tabel 4.2e Jumlah siswa menjawab terhadap konsep Prinsip Superposisi
dan jenis miskonsepsinya ... 69
Tabel 4.2f Jumlah siswa menjawab terhadap konsep macam-macam
(18)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fisika adalah mata pelajaran yang sudah mulai diajarkan pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dalam fisika ada banyak pokok bahasan, salah satunya adalah gaya. Klasifikasi umum gaya terdiri dari kinematika, hukum Newton, dan macam-macam gaya (David Hestens, dkk, 1992). Konsep tersebut merupakan konsep yang dasar dari mekanika, dan sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari sehingga harus dipahami secara matang. Pokok bahasan gaya sendiri juga sudah diajarkan pada jenjang SMP. Menurut Moh. Amien (Kartika Budi, 1987:233), dipandang dari segi isi dalam kegiatan belajar mengajar fisika (IPA, Sains) yang harus dipahami adalah konsep-konsep, prinsip-prinsip dan teori-teori. Dalam memahami konsep-konsep-konsep, dan selanjutnya prinsip yang menyatakan hubungan diantara konsep-konsep tersebut menjadi langkah paling awal dan sangat penting dalam belajar fisika (Kartika Budi, 1987). Dengan tidak memahami konsep maka pemahaman konsep dapat dikatakan mengalami salah konsep atau sering disebut mengalami miskonsepsi. Sesuai dengan kegiatan belajar fisika, maka dalam mempelajari pokok bahasan gaya juga harus dimulai dengan memahami konsep gaya, sehingga peneliti ingin melihat bagaimanakah pemahaman siswa SMP terhadap konsep gaya.
(19)
Ada instrumen yang digunakan untuk menguji pemahaman konsep gaya yaitu
Force Concept Inventory atau lebih dikenal dengan FCI. Instrumen ini bersifat pilihan ganda dan pertanyaan-pertanyaan yang digunakan berkisar dalam kehidupan sehari-hari. Didalam instrumen FCI untuk setiap pilihan jawaban yang salah sudah diketahui jenis miskonsepsi yang biasa terjadi dalam memahami konsep gaya. Dalam penelitian yang memiliki tujuan serupa banyak peneliti yang menggunakan instrumen tersebut.
Berpedoman dengan instrumen FCI maka peneliti menggunakan instrumen tersebut untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa dan mengetahui miskonsepsi yang banyak terjadi pada siswa beberapa SMP di Yogyakarta dalam memahami konsep gaya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang diteliti adalah:
1. Bagaimanakah pemahaman siswa beberapa SMP di Yogyakarta terhadap konsep gaya?
2. Miskonsepsi apa yang banyak terjadi pada siswa beberapa SMP di Yogyakarta dalam memahami konsep gaya?
(20)
C. Tujuan
Sesuai dengan perumusan masalahnya, maka penelitian disini bertujuan: 1. Untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa beberapa SMP di
Yogyakarta terhadap konsep gaya.
2. Untuk mengetahui konsep apa saja yang paling dipahami dan kurang dipahami oleh siswa beberapa SMP di Yogyakarta dalam memahami konsep gaya.
3. Untuk mengetahui miskonsepsi apa yang banyak terjadi pada siswa beberapa SMP di Yogyakarta dalam memahami konsep gaya.
D. Manfaat
1. Bagi Guru dan Calon Guru
Memberikan informasi mengenai pemahaman siswa beberapa SMP di Yogyakarta terhadap konsep gaya. Dari informasi pemahaman tersebut guru dan calon guru mengetahui konsep gaya yang paling dipahami dan konsep gaya yang kurang dipahami. Sehingga guru maupun calon guru diharapakan dapat berusaha menyampaikan dengan baik konsep-konsep gaya terutama yang masih sedikit dipahami oleh siswa.
Memberikan informasi mengenai miskonsepsi yang ada pada konsep gaya. Miskonsepsi yang banyak terjadi pada siswa dapat dijadikan pegangan untuk merancang proses belajar mengajar, dan merancang
(21)
metode yang tepat digunakan dalam mengajar, agar kesalahan dapat dihindari atau setidak-tidaknya mengurangi atau memperkecil.
2. Bagi peneliti
Memberikan gambaran tingkat pemahaman dan miskonsepsi terhadap konsep gaya yang banyak terjadi pada siswa beberapa SMP di Yogyakarta.
(22)
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep
Menurut Ausebel (Berg, 1991:8) konsep adalah benda- benda, kejadian-kejadian, situasi- situasi atau ciri–ciri yang memiliki ciri khas yang terwakili dalam setiap budaya oleh suatu tanda atau simbol.Jadi konsep merupakan abstraksi dari ciri–ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antara manusia dan yang memungkinkan manusia berfikir. Tafsiran seseorang akan suatu konsep berbeda-beda. Tafsiran konsep oleh seseorang disebut konsepsi (Berg, 1991:8).
Dalam hal pemahaman konsep, Berg (1991) mengatakan bahwa setiap obyek lingkungan hidup bisa berwujud dalam banyak bentuk, ukuran, dan ciri-ciri lain. Dalam buku itu juga disebutkan contoh meja. Meja mempunyai bentuk persegi panjang, segtiga, dan bundar dengan warna, bahan, dan ukuran serta jumlah kaki yang macam-macam. Kesemuannya itu dapat disebut meja. Kata meja adalah suatu abstraksi yang menunjukkan kesamaan semua meja. Meja adalah simbol yang dipakai manusia untuk berkomunikasi mengenai suatu jenis benda dengan ciri-ciri tertentu.
Setiap konsep tidak berdiri sendiri, melainkkan berhubungan dengan konsep-konsep yang lain. Misalnya konsep impuls berhubungan dengan
(23)
apabila berhubungan dengan konsep-konsep lain. Semua konsep bersama membentuk semacam jaringan pengetahuan didalam kepala manusia. Semakin lengkap, terpadu, tepat, dan kuat hubungan antar konsep-konsep dalam kepala seseorang, semakin luaslah pemahaman terhadap konsepnya (Berg, 1991).
B. Pemahaman konsep
Moh.Amien (budi, 1987:233), di pandang dari segi isi ternyata dalam kegiatan belajar mengajar fisika (IPA, Sains) yang harus dipahami adalah konsep-konsep, prinsip-prinsip dan teori-teori. Guru fisika akan dapat menanamkan konsep fisika dengan benar bila mereka sendiri memiliki konsep–konsep yang benar. Oleh karena itu, pemahaman konsep secara benar adalah sangat penting bagi guru.
Berg (1991:11) menjelaskan bahwa seseorang dapat dikatakan memahami konsep bila ia: (1) dapat mendefinisikan konsep yang bersangkutan dengan kata kata sendiri, (2) dapat menjelaskan perbedaan antara konsep yang bersangkutan dengan konsep–konsep lain, (3) dapat menjelaskan hubungan antara konsep yang satu dengan konsep yang lain, dan (4) dapat menjelaskan arti konsep dalam kehidupan sehari–hari, maka seseorang dikatakan memahami konsep dengan baik bila tujuan-tujuan tersebut dapat dicapai. Siswa akan dapat menyatakan definisi dengan kata-kata sendiri, dapat membedakan konsep yang satu dengan yang konsep yang lain, dapat menjelaskan hubungan antar konsep dan dapat menjelaskan artinya dalam kehidupan sehari–hari, bila siswa dapat meningkat hakikat suatu konsep.
(24)
Dahar (1989) merinci kriteria tingkat pemahaman konsep sebagai berikut: 1) tingkat kongkret, 2) tingkat identitas, 3) tingkat klasifikatori, 4) tingkat formal. Tingkat Kongkret dicapai apabila telah mengenal suatu benda yang dihadapi sebelumnya. Tingkat identitas dicapai apabila mengenal suatu obyek sesudah suatu selang waktu, bila orang itu mempunyai orientasi ruang yang berbeda terhadap obyek itu, atau obyek itu ditentukan. Sebagai contoh mengenal suatu bola dengan cara menyentuh bola itu, bukan melihatnya. Tingkat Klasifikatori telah dicapai apabila mengenal persamaan dari dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama. Tingkat formal telah dicapai apabila dapat menentukan atribut–atribut yang membatasi konsep.
C. Miskonsepsi
Miskonsepsi atau salah konsep adalah suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang di terima para pakar dalam bidang itu (Suparno P, 2005). Langkah awal dari mempelajari konsep adalah usaha untuk menangkap makna konsep melalui proses presepsi yang melalui tahap–tahap perekaman informasi melalui indera, seleksi informasi yang dipengaruhi oleh kondisi sesaat, motivasi, dan pemusatan perhatian, pengiriman informasi ke otak, pengolahan informasi melalui dan penyimpanan gambaran tersebut dalam memori (Kartika Budi, 1992:114). Kualitas gambaran yang dihasilkan sangat ditentukan oleh kualitas proses pembentukan dan kemampuan pembentukannya, maka tidak mengherankan bila terhadap konsep yang sama terjadi perbedaan konsepsi antara orang yang satu dengan
(25)
orang yang lain. Salah konsepsi terhadap konsep–konsep fisika terjadi bila konsepsi seseorang berbeda dengan konsepsi para fisikawan yang secara teoritis obyektif dianggap benar dan baku, dan secara obyektif keilmuan konsepsi tersebut memang salah (Kartika Budi, 1992:114). Pada tabel berikut ini adalah beberapa salah konsepsi yang pernah terjadi.
Tabel 2.1 Contoh salah konsepsi
Konsep Konsep Benar Salah Konsep
Dinamika Gerak
Agar benda bergerak dengan kecepatan tetap, gaya resultan sama dengan nol.
Agar benda bergerak dengan kecepatan tetap harus ada gaya resultan dengan besar yang tetap (>0) dan arah sejajar dengan gerak. Contoh: sepeda harus diayunkan (gaya dorong) untuk mempertahankan gerak. (Euwe Van den Berg (ed), 1991: 39).
Gaya
Gaya gravitasi dan gaya normal tidak nol pada saat benda diam atau bergerak.
Benda hanya bisa diam kalau sama sekali tidak ada gaya bekerja padanya, maka gaya gravitasi dan gaya normal dianggap nol (Euwe Van den Berg (ed), 1991: 34).
Dalam fisika ada konsep–konsep yang memiliki berbagai pengertian yang ditunjukkan dengan adanya beberapa definisi sesuai dengan penekanannya dan peruntukannya. Hal itu berarti bila terjadi perbedaan konsepsi belum berarti salah konsepsi. Kemungkinan yang terjadi adalah konsepsi seseorang tentang konsep tertentu lebih lengkap, lebih sempurna, dan lebih fungsional dari konsepsi orang lain.
Empat sumber yang mungkin menyebabkan terjadinya miskonsepsi adalah (a) guru, (b) proses belajar mengajar, (c) siswa, dan (d) buku pegangan
(26)
(Kartika Budi, 1992). Berikut penjelasan dari keempat poin tersebut yang dirangkum dari jurnal yang ditulis oleh Kartika Budi (1992) yang berjudul Pemahaman Konsep Gaya dan Beberapa salah Konsepsi yang terjadi, buku Paul Suparno (2005) yang berjudul Miskonsepsi & Perubahan Konsep Pendidikan Fsika serta beberapa dari sumber lain.
a. Guru
Miskonsepsi siswa dapat terjadi pula karena miskonsepsi yang dibawa oleh guru. Guru yang tidak menguasai bahan atau mengerti bahan fisika yang tidak benar akan menyebabkan siswa mendapatkan miskonsepsi (Suparno, 2005). Apabila guru mengajarkan konsep fisika secara keliru/ secara salah, maka siswa akan memegangnya kuat-kuat dan menganggap konsep itu benar sampai ada pembetulan.
Bila miskonsepsi terjadi pada siswa maka miskonsepsi yang sama terjadi pada guru atau pengajar pada umumnya (Kartika Budi, 1992). Hal ini dapat dijelaskan bahwa pengetahuan yang dimiliki guru dapat berupa pengetahuan yang diperoleh saat mereka belajar di sekolah atau perguruan tinggi. Miskonsepsi diperoleh pada proses belajar mengajar yang tidak pernah diremidiasi karena tidak disadari sebagai sebuah miskonsepsi atau sebuah kesalahan pengertian konsep. Bila terjadi miskonsepsi pada guru, sulit diharapkan tidak terjadi miskonsepsi pada siswa. Sebaliknya bila tidak terjadi miskonsepsi pada guru, tidak berarti bahwa tidak akan terjadi miskonsepsi pada siswa.
(27)
b. Proses Belajar Mengajar
Konsepsi dapat terbentuk dalam proses belajar mengajar. Apabila terjadi kesalahan, dapat disebabkan oleh proses belajar mengajarnya sendiri. Proses belajar mengajarnya sendiri kurang memberi peluang terbentuknya konsepsi secara benar, karena pemahaman konsep dilakukan secara cepat, pemahaman hakikat suatu konsep kurang mendapatkan tekanan, latihan dan soal-soal ulangan atau soal ujian kurang memaksa siswa.
c. Siswa
Siswa merupakan obyek yang sering dikaitkan apabila terjadi miskonsepsi. Dalam bidang fisika, miskonsepsi memang paling banyak berasal dari diri siswa sendiri. Berikut beberapa penyebab miskonsepsi dari siswa yang dirangkum dari buku Paul Suparno (2005) yang berjudul Miskonsepsi dan Perubahan Konsep Pendidikan Fisika, antara lain:
1. Prakonsepsi atau Konsep Awal
Sebelum siswa mengikuti pelajaran di kelas, ternyata siswa sudah memilki konsep sendiri akan suatu bahan yang tertanam dalam otaknya. Konsep tersebut disebut konsep awal atau prakonsepsi. Konsepsi awal yang dimiliki siswa secara substansial mengakui berbeda dengan gagasan yang diajarkan dan konsepsi ini akan mempengaruhi belajar dan bisa menghambat perubahan untuk selanjutnya (Muhamad Taufiq, 2012). Konsep awal ini biasanya
(28)
mengandung miskonsepsi. Salah konsep awal ini jelas akan menyebabkan miskonsepsi pada saat mengikuti pelajaran fisika, sampai kesalahan tersebut diperbaiki. Prakonsepsi ini biasanya diperoleh dari orangtua, teman, sekolah awal, dan pengalaman di lingkungan siswa.
2. Reasoning yang Tidak Lengkap atau Salah
Semua orang punya nalar masing-masing untuk setiap konsep. Tingkat penalarannya pun berbeda. Oleh karena itu miskonsepsi juga dapat disebabkan oleh reasoning atau penalaran. Tingkat penalaran siswa berbeda-beda, tetapi yang disayangkan adalah sering penalaran siswa tidak lengkap atau salah. Hal tersebut disebabkan oleh informasi atau data yang diperoleh tidak lengkap. Akibatnya, siswa menarik kesimpulan akan suatu konsep secara salah sehingga menyebabkan miskonsepsi. Penyebab lain penalaran yang salah adalah logika yang salah dalam pengambilan kesimpulan atau dalam menggeneralisasi sehingga menyebabkan miskonsepsi. Selain itu, pengamatan yang tidak lengkap dan teliti juga dapat menyebabkan pengambilan kesimpulan yang salah dan miskonsepsi.
3. Intuisi yang Salah
Intuisi adalah suatu perasaan dalam diri seseorang yang secara spontan mengungkapkan sikap atau gagasannya tentang
(29)
sesuatu sebelum secara obyektif dan rasional diteliti. Apabila intuisi salah dan perasaan siswa juga dapat menyebabkan miskonsepsi. Paul Suparno memberikan contoh, siswa memiliki intuisi bahwa jika dua benda mempunyai percepatan yang sama, maka kecepatan dan jaraknya juga sama. Jika kecepatanya nol, percepatan juga nol, sehingga keduanya akan berhenti seketika.
Pengamatan akan benda atau kejadian yang terus-menerus dapat menyebabkan pemikiran atau pengertian intuitif secara spontan, apabila menghadapi persoalan fisika tertentu maka yang muncul dalam benak siswa adalah pengertian yang spontan itu. Misalnya, siswa sering melihat benda padat selalu tenggelam, maka siswa juga akan berpendapat bahwa gabus juga akan tenggelam bila berada di air.
4. Kemampuan
Kemampuan siswa juga mempunyai pengaruh pada miskonsepsi. Secara umum, siswa yang memiliki tingkat kepintaran matematis-logisnya kurang tinggi, akan mengalami kesulitan dalam menangkap konsep fisika, terlebih konsep yang abstrak. Hal ini akan menyebabkan siswa tidak menangkap konsep yang benar dan merasa bahwa itulah konsep yang benar, maka akibatnya terjadi miskonsepsi.
(30)
5. Minat Belajar
Siswa yang berminat pada fisika cenderung mempunyai miskonsepsi lebih rendah daripada siswa yang tidak berminat pada fisika. Kurang berminat untuk belajar fisika dan kurang memperhatikan penjelasan guru mengenai pengertian fisika yang baru. Mereka bahkan tidak mau mendengarkan penjelasan guru dan mempelajari sendiri bahan-bahan fisika dari buku dengan sungguh-sungguh. Akibatnya adalah terjadinya miskonsepsi, apabila itu sudah terjadi, sering kali membiarkan saja hal itu terjadi pada dirinya tanpa mau mencari kebenarannya.
d. Buku Pegangan
Buku sumber (buku ajar) dapat merupakan sumber miskonsepsi yang potensial (Kartika Budi, 1992). Penyebabnya dapat berupa miskonsepsi yang dimiliki penulis, terjadi salah tulis yaitu adalah perbedaan ide penulis dengan apa yang tertulis, atau uraian yang tidak jelas yang dapat menimbulkan penafsiran dan penyimpulan yang salah, sehingga miskonsepsi tidak dapat terhindarkan.
Kartika Budi (1992) memberikan contoh yaitu, penulis kutipkan salah satu pernyataan dari buku ajar, yaitu buku Energi, Gelombang dan Medan: Jilid I, halaman 51 mengenai gaya aksi reaksi pada suatu sistem yang terdiri dari buku yang terletak diam di atas meja: “Jika W ditafsirkan sebagai gaya yang bekerja pada meja yang ditimbulkan oleh buku (aksi), maka N adalah gaya yang bekerja pada buku yang
(31)
ditimbulkan oleh meja (reaksi) (Sumadji dkk, 1980:51)”. Dari pernyataan itu, dapat dihasilkan pengertian yang salah, yaitu bahwa W dan N merupakan pasangan gaya aksi dan reaksi. W adalah gaya berat benda dan N adalah gaya normal, berarti keduanya bekerja pada benda. Jadi N dan W jelas bukan pasangan gaya aksi reaksi. Kunci penyebab kesalahan adalah “jika W ditafsirkan gaya yang bekerja pada meja”. W adalah gaya tarik bumi pada buku (benda), tidak dapat ditafsirkan sebagai gaya yang bekerja pada meja. Seharusnya dikatakan “akibat W (berat buku), buku melakukan gaya pada meja”. Gaya tersebut dibuktikan bahwa besarnya W sama dengan besar Fb-m, tetapi W dan Fb-m adalah dua gaya. Jadi yang merupakan pasangan interaksi adalah N (Fm-b) dengan Fb-m, bukan N dengan W.
D. Cara Mendekteksi Salah Konsepsi
Ada beberapa cara yang digunakan peneliti untuk mendeteksi miskonsepsi siswa antara lain, menurut Kartika Budi salah konsepsi dapat dideteksi melalui langkah- langkah sebagai berikut: (1) Pendeteksi (guru) memahami hakikat atau makna suatu konsep dengan baik dan dinyatakan dengan jelas, (2) berdasarkan pemahaman yang benar tersebut kemungkinan-kemungkinan salah konsepsi yang dapat terjadi, (3) berdasarkan kemungkinan-kemungkinan salah konsepsi yang dapat terjadi, disusun soal (dapat berbentuk uraian bebas, isian singkat maupun pilihan berganda) yang memungkinkan kesalahan yang
(32)
dapat di deteksi, dan (4) setelah tes dilakukan (dapat secara lisan atau tertulis), untuk mengetahui secara tepat kesalahan yang terjadi.
Ada beberapa cara yang digunakan peneliti untuk mendeteksi miskonsepsi siswa antara lain: peta konsep, tes pilihan ganda disertai alasan, tes esai tertulis, wawancara diagnosa, diskusi dikelas, dan praktikum dengan tanya jawab (Suparno P, 2005).
1. Peta Konsep
Peta konsep digunakan peneliti untuk mendektesi miskonsepsi siswa dalam bidang fisika. Peta konsep mengungkapkan hubungan berarti antara konsep-konsep dan menenkankan gagasan–gagasan pokok, yang disusun hirarki, dengan jelas dapat mengungkapkan miskonsepsi siswa yang digambarkan dalam peta konsep tersebut. Miskonsepsi dapat diidentifikasi dengan melihat apakah hubungan antara konsep-konsep itu benar atau tidak. Biasanya miskonsepsi dapat dilihat dalam proposisi yang salah dan tidak adanya hubungan yang lengkap antar konsep. 2. Pilihan Ganda Disertai Alasan
Dalam pilihan ganda disertai alasanya siswa harus menjawab dan menulis alasannya menjawab seperti itu. Dalam bagian alasan, siswa harus menulis mengapa bisa memilih jawaban itu. Berdasarkan hasil jawaban yang tidak benar dalam pilihan ganda ini, dapat dilakukan wawancara terhadap siswa. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk meneliti bagaimana cara berfikir siswa dan mengapa mereka bisa berfikir seperti itu.
(33)
3. Tes Esai Tertulis
Tes esai yang memuat beberapa konsep fisika yang hendak diajarkan atau yang sudah diajarkan seharusnya dapat dipersiapkan oleh guru. Dari tes tersebut dapat diketahui miskonsepsi yang dibawa oleh siswa dan dalam bidang apa. Setelah ditemukan miskonsepsinya, beberapa siswa dapat diwawancarai untuk mendalami, mengapa mereka mempunyai gagasan seperti itu. Dari wawancara itu akan terlihat dari mana miskonsepsi itu dibawa.
4. Wawancara Diagnosa
Wawancara berdasarkan konsep fisika dapat dilakukan untuk melihat miskonsepsi yang dialami siswa. Guru memperkirakan beberapa konsep fisika yang diperkirakan sulit dimengerti oleh siswa atau beberapa konsep fisika yang pokok dari bahan yang diajarkan. Kemudian siswa diajak untuk mengekspesikannya gagasan mereka mengenai konsep-konsep diatas. Dari sini dapat dimengerti miskonsepsi yang ada dan sekaligus ditanyakan dari mana memperoleh konsep alternatif tersebut.
Wawancara dapat berbentuk bebas dan tersetruktur. Dalam wawancara bebas, guru atau peneliti bebas bertanya kepada siswa dan siswa dapat dengan bebas menjawab. Dalam wawancara ini pertanyaan ataupun urutan tidak perlu dipersiapkan. Sedangkan dalam wawancara terstruktur, pertanyaan sudah disiapkan dan urutannya secara garis besar sudah disusun sehingga memudahkan dalam praktiknya. Keuntungan
(34)
wawancara terstruktur adalah peneliti dapat secara sistematis bertanya pada siswa. Bagi peneliti yang belum biasa melakukan wawancara sebaikknya mempersiapkan pertanyaan pertanyaan terlebih dahulu. Hal itu dilakukan untuk menghindari kemacetan-kemacetan dalam wawancara. Sebaiknya dalam wawancara digunakan perekam agar tidak kehilangan data yang diperlukan.
5. Diskusi Dalam Kelas
Dalam diskusi di kelas siswa diminta mengungkapkan gagasan mereka tentang konsep yang sudah diajarkan atau hendak diajarkan. Dari diskusi dikelas itu dapat di deteksi juga apakah gagasan mereka itu tepat atau tidak. Dari diskusi itu, guru atau seorang peneliti dapat mengerti konsep-konsep alternatif yang dipunyai siswa. Cara ini lebih dapat mengerti konsep-konsep alternatif yang dipunyai siswa. Cara ini lebih cocok digunakan pada kelas yang besar, dan juga sebagai penjajakan awal. Yang perlu diperhatikan oleh guru adalah membantu agar setiap siswa berani mengungkapkan pikiran mereka tentang persoalan yang dibahas.
6. Praktikum dengan Tanya Jawab
Praktikum yang disertai dengan tanya jawab antara guru dengan siswa yang melakukan praktikum jua dapat digunakan utuk mendeteksi apakah siswa mempunyai miskonsepsi tentang konsep pada praktikum itu atau tidak. Selama praktikum, guru selalu bertanya bagaimana konsep
(35)
siswa dan bagaimana siswa menjelaskan persoalan dalam praktikum tersebut. Praktikum ini dapat diurutkan sebagai berikut:
a) Guru menggungkapkan persoalan yang ingin dilakukan dalam praktikum. Misalnya, kita ingin mengerti apa yang mempengaruhi pemuaian volum suatu benda.
b) Siswa diminta untuk membuat hipotesis atau dugaan lebih dulu dan alasanya.
c) Siswa melakukan praktikum. Selama itu guru dapat mengajukan pertanyaan sehingga semakin mengerti konsep siswa tentang pemuaian volum.
d) Siswa meenyimpulkan hasilnya. Guru dapat menanyakan apakah hasilnya sesuai dengan hipotesis yang dipikirkan sebelumnya. Bila tidak sesuai, guru mempertanyakan mengapa hal itu terjadi?
e) Dari seluruh proses diatas, guru dapat mengerti apakah siswa mempunyai miskonsepsi atau tidak, dan bagaimana miskonsepsi itu dapat diperbaiki.
7. Rangkuman
Ada berbagai cara untuk mendeteksi miskonsepsi siswa. Beberapa cara yang biasa digunakan peneliti antara lain, wawancara, peta konsep, tes esai, tes pilihan ganda dengan alasan, diskusi dikelas, dan praktikum dengan tanya jawab. Beberapa peneliti menggunakan beberapa cara itu bersama-sama untuk melengkapi, seperti tes esai dengan wawancara. Yang kiranya perlu ditekankan adalah bahwa siswa diberi kesempatan
(36)
mengungkapkan gagasan mereka sehingga dapat dimengerti miskonsepsi yang di punyai.
Salah konsepsi dapat dideteksi oleh siapa saja dan kapan saja. Mahasiswa sebagai calon guru pun dapat melakukannya dan dapat digunakan sebagai bekal yang akan datang untuk mengajar. Bagi guru sendiri tentu saja akan lebih baik karena kualitas guru di mana guru mengajar akan lebih baik.
E. Force Concept Inventory
Force Concept Inventory (FCI) adalah sebuah instrumen alat ukur yang digunakan untuk menguji pemahaman konsep gaya bagi siswa maupun mahasiswa. Bentuk dari instrumen tersebut adalah pilihan ganda, dan pada pilihan jawaban yang salah sudah diidentifikasi jenis miskonsepsi yang biasa terjadi dalam memahami konsep gaya. Pertanyaan-pertanyaannya berkisar kejadian sehari-hari yang dialami siswa yang mencakup klasifikasi umu dari gaya yaitu kinematika, hukum newton, prinsip super posisi dan macam-macam gaya. FCI dapat digunakan dalam tiga kategori utama untuk dua tujuan yaitu instruksional dan penelitian (David Hestenes, dkk, 1992).
1. Sebagai sebuah alat untuk mengetahui tingkat pemahaman konsep gaya dan juga digunakan untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi miskonsepsi yang terjadi. Hal itu secara khusus dapat bermanfaat bagi para guru yaitu untuk memberikan informasi serta meningkatkan
(37)
kesadarannya kepada guru tentang miskonsepsi di kalangan para siswanya sendiri.
Untuk mengidentifikasi miskonsepsi cara yang tepat digunakan adalah dengan wawancara. Untuk melakukan wawancara diperlukan waktu yang sangat lama, miskonsepsi itu bersifat universal untuk itu maka dapat digunakan dengan cara menuliskan alasannya atas jawaban yang dipilih. Teknik wawancara untuk para siswa secara individual haruslah ditransformasikan ke dalam sebuah teknik diskusi kelas untuk menyelidiki miskonsepsi-miskonsepsi dan merangsang interaksi di kalangan siswa untuk menyebabkan perubahan konseptual.
2. Untuk evaluasi pengajaran
FCI merupakan sebuah instrumen yang dapat digunakan untuk mengevaluasi pemahaman siswa mengenai konsep gaya, dan mengidentifikasi miskonsepsi terhadap konsep gaya. Pertanyaan FCI didesain secara khusus untuk menguji sekitar pemahaman konsep gaya dan digunakan untuk menganalisis miskonsepsi, soal yang terdapat dalam FCI bersifat pilihan ganda tidak ada rumus atau hitungan yang terkandung di dalam soal sehingga dalam mengerjakan soal FCI tidak memaksa siswa untuk berhitung dan menggunakan rumus tetapi memaksa siswa untuk berfikir menggunakan pemahaman konsep.
Pertanyaan dalam tes pemahaman konsep bersifat kualitatif, dimaksudkan untuk memperkenalkan konsep dan mengurangi penggunaan rumus matematika yang rumit. Mengurangi penggunaan
(38)
rumus matematika yang rumit diharapkan dapat menghilangkan kesan bahwa fisika sangat sulit. Tes pemahaman konsep diharapkan dapat memotivasi siswa tidak hanya menghafal rumus fisika tetapi juga belajar memahami konsep dengan benar.
3. Sebagai sebuah ujian penempatan
FCI dapat digunakan untuk menguji kemampuan para siswa sehingga dapat melihat kemampuan pemahamnya tentang konsep gaya dan miskonsepsi yang terjadi, dan selanjutnya di gunakan untuk membantu menentukan dan pertimbangan menempatkan ke jenjang yang lebih tiinggi/ selanjutnya.
Dalam FCI klasifikasi letak konsep gaya tertera pada tabel 2.2 Konsep-konsep gaya dalam FCI halaman 22. Semua konsep yang terkandung didalamnya merupakan konsep gaya yang esensial/penting dan yang dibagi dalam enam dimensi konseptual. Keenamnya dibutuhkan untuk konsep yang utuh. Selain disajikan dalam bentuk konsep-konsep yang esensial dan jawaban dari soal-soalnya, juga disajikan miskonsepsi yang sering terjadi pada siswa saat menjawab soal-soal tentang konsep gaya. Hal tersebut disajikan dalam tabel 2.3 Miskonsepsi dalam FCI halaman 23.
(39)
Tabel 2.2 Konsep-konsep gaya dalam FCI
Konsep Subkonsep No soal
Kinematika
(Kinematics)
Kecepatan yang dibeda-bedakan dari posisinya 12d Percepatan yang dibeda-bedakan dari kecepatannya 13d Percepatan konstan pada:
Lintasan parabola 15d
Kelajuan yang berubah 16b
Penjumlahan vektor kecepatan 4d
Hukum I Newton
(First La w)
Tanpa adanya gaya 2b
Arah kecepatan yang tetap 17d
Kelajuan konstan 18a
Dengan menghilangkan gaya yang bekerja 20b
Hukum II Newton
(Second La w)
Impuls gaya 3b
Gaya yang konstan secara tidak langsung
menyatakan percepatannya konstan 12d, 16b
Hukum III Newton
(Third Law)
Untuk impuls gaya 5d
Untuk gaya yang terus menerus 7a
Prinsip Superposisi
(Superposition Principle)
Penjumlahan vektor 11b
Menghilangkan gaya yang bekerja 19c
Macam-macam gaya
(Kinds of Force)
Sentuhan pada benda padat: Pasif
Impuls
Gesekan yang berlawanan dengan gerakannya
6b 8b 19c Bekerja pada fluida:
Hambatan Udara Tekanan Udara
14d 6d Gravitasi
Percepatan tidak dipengaruhi berat benda Lintasan parabola
6b,14d,10c 1b
(40)
Tabel 2.3 Miskonsepsi dalam FCI
Konsep Kode Miskonsepsi Item
Kinematika
(Kinematics)
K1 Tidak dapat membedakan
posisi-kecepatan 12a
K2 Tidak dapat membedakan kecepatan-percepatan
12b, 12c, 13b, 13c K3 Komponen kecepatan tidak diuraikan
secara vektor 4c
Dorongan
(Impetus)
I1 Gaya dorong oleh “ pukulan” 9a, 14b,
14c, 20c I2 Kehilangan/ menerima dorongan
aslinya
3c, 15a, 17a, 17d I3 Menghilangnya dorongan 9c, 9d, 18c,
18d I4 Terjadi dorongan yang berubah
perlahan-lahan
3d, 15c, 18b, 20d I5 Dorongan dengan arah yang melingkar 2a, 2c, 2d
Gaya Aktif
(Active Force)
AF1 Hanya perantara/ peralatan yang aktif menyebabkan gaya
5a, 7c, 8a, 14a AF2 Gerakan yang menyatakan bahwa
terdapat gaya aktif pada benda 20a AF3 Tidak ada gerak menyatakan tidak ada
gaya 6a
AF4 Kecepatan sebanding dengan gaya
yang digunakan 16a, 19a
AF5 Percepatan menyatakan bertambahnya
gaya 10b
AF6 Gaya menyebabkan percepatan menuju ke pusat kecepatan 16c AF7 Gaya aktif yang bekerja menurun 16d
Pasangan aksi/reaksi
(Action/Reaction Pairs)
AR1 Massa yang lebih besar menyatakan
gaya yang lebih besar 5c, 7b
AR2 Perantara/peralatan yang aktif menghasilkan gaya yang lebih besar 5d
Rangkaian yang mempengaruhi CI1
Gaya yang besar menentukan arah
gerak 11a
CI2 Gabungan gaya menentukan arah gerak
2c, 2d, 9a, 11c, 15b
(41)
Konsep Kode Miskonsepsi Item
(Concantenation
of Influences) CI3 Gaya akhir untuk menentukan gerak 3a, 4b, 17d
Beberapa
pengaruh dalam gerak
(Other Influences on Motion)
Hambatan
(Resistance)
Gravitasi
(Gravity)
CF Gaya Centrifugal 2c, 2d
Ob Adanya hambatan 6d, 7d
R1 Besar massa menyebabkan berhenti
bergerak 20a
R2 Gaya yang mengatasi hambatan
sehingga benda bergerak 19b
R3 Hambatan yang berlawanan dengan
gaya 19d
G1 Adanya tekanan udara dan gravitasi 6c, 10a
G2 Gravitasi untuk massa 10d
G3 Benda yang lebih berat jatuh lebih
cepat 1d
G4 Pertambahan gravitasi sebanding dengan kecepatan jatuhnya benda 10b G5 Gravitasi bekerja setelah benda
dikenai dorongan 9c, 9b
F. Gaya
Gayaadalah tarikan atau dorongan. Gaya dapat menyebabkan perubahan gerak benda atau perubahan bentuk dan ukuran benda. Gaya juga dapat dikatakan suatu pengaruh pada sebuah benda yang menyebabkan sebuah benda tersebut mengubah suatu kecepatannya. Klasifikasi umum dari gaya adalah:
1. Kinematika
Kinematika adalah suatu konsep tentang gerakan. Berisi pembahasan tentang gerakan benda tanpa mempertimbangkan penyebab
(42)
gerakan tersebut. Dalam kinematika ada beberapa konsep yang mendukung yaitu:
a. Kecepatan dan Kelajuan
Kecepatan adalah perpindahan tiap satuan waktu. Kecepatan merupakan besaran vektor. Sedangkan perpindahan adalah perubahan kedudukan suatu benda dihitung dari jarak kedudukan awal dan kedudukan akhirnya. Perpindahan juga merupakan besaran vektor. Rumus kecepatan adalah:
Kelajuan adalah jarak yang ditempuh tiap satu satuan waktu. Kelajuan merupakan besaran skalar. Sedangkan jarak adalah panjang lintasan yang ditempuh. Jarak juga merupakan besaran. Rumus kelajuan adalah:
b. Percepatan
Suatu benda bergerak pada umumnya mengalami perubahan kecepatan, kadang menjadi lebih cepat atau lebih lambat. Percepatan timbul karena adanya perubahan kecepatan sehingga ada kaitan erat antara percepatan dengan vektor kecepatan.
Besaran adalah vektor yang diperoleh dari pembagian sebuah vektor dengan skalar , berarti percepatan juga
(43)
ditentukan oleh besar dan arahnya. Arahnya sama dengan dan besarnya adalah dinyatakan dalam satuan kecepatan dibagi oleh satuan waktu. Besaran ā disebut percepatan rata-rata karena yang diketahui hanyalah perubahan kecepatan dan selang waktu totalnya. Percepatan konstan berarti perubahan kecepatan terhadap waktu yang sama, baik besarnya maupun arahnya. Jika tidak ada perubahan kecepatan, artinya kecepatan konstan maka sama dengan nol untuk setiap selang waktu dan percepatannya juga sama dengan nol.
Jika percepatan rata-rata yang diukur dalam berbagai selang waktu ternyata tidak konstan, maka dikatakan bahwa benda mengalami percepatan yang berubah. Percepatan dapat berubah besarnya maupun arahnya atau kedua-duanya.
Salah satu contoh gerak lengkung dengan percepatan konstan adalah gerak peluru (proyektil). Gerak peluru yang sering disebut juga gerak parabola adalah gerak dengan percepatan konstan g yang berarah ke bawah, dan tidak ada komponen percepatan dalam arah horizontal. Dalam gerak melingkar biasa dalam alam dan pengalaman sehari-hari.
c. Penjumlahan Vektor Kecepatan
Suatu kecepatan tidak hanya mengacu pada seberapa cepat sesuatu bergerak tetapi juga arahnya. Besaran seperti kecepatan
(44)
yang memiliki arah dan besar merupakan suatu besaran vektor. Ada dua kecepatan, yaitu kecepatan rata-rata dan kecepatan sesaat.
1) Kecepatan rata-rata
Kecepatan rata-rata didefinisikan sebagai hasil bagi perpindahan dengan selang waktu tempuhnya. Untuk gerak lurus satu dimensi, maka persamaan kecepatan rata-rata yaitu:
Pada gerak dalam bidang (dua dimensi) definisinya tetap, hanya diganti dengan vektor posisi .
Bentuk konponen dari kecepatan rata-rata kita peroleh dengan mensubstitusi dengan ke dalam persamaan di atas.
dengan
2) Kecepatan sesaat
Kecepatan sesaat didefinisikan sebagai kecepatan rata-rata untuk selang waktu yang mendekati nol. Untuk
(45)
kecepatan sesaat gerak pada bidang (dua dimensi), dinyatakan:
Bentuk komponen dari kecepatan sesaat kita peroleh dengan mensubstitusi dalam Persamaan
dengan
2. Hukum Newton a. Hukum I Newton
Hukum I Newton menyatakan bahwa sebuah benda dalam keadaan diam atau bergerak dengan kecepatan konstan, kecuali ada gaya eksternal yang bekerja pada benda itu. Kecenderungan ini digambarkan dengan mengatakan bahwa benda mempunyai kelembaman. Sehubungan dengan itu, hukum I Newton seringkali dinamakan hukum kelembaman. Pada Hukum I Newton tidak membuat perbedaan antara benda diam dan benda bergerak dengan kecepatan konstan. Pertanyaan tentang apakah sebuah benda sedang
(46)
diam atau bergerak dengan kecepatan konstan tergantung pada kerangka acuan dimana benda itu diamati.
Hukum I Newton menyatakan bahwa: ”jika gaya atau resultan yang bekerja pada sebuah benda sama dengan nol, benda akan tetap diam atau tetap bergerak lurus beraturan”.
b. Hukum IINewton
Gaya atau resultan gaya yang bekerja pada benda tidak sama dengan nol maka benda diam akan bergerak jika sebuah gaya luar bekerja padanya. Benda yang diam kemudian bergerak berarti mengalami perubahan kecepatan. Perubahan kecepatan menyebabkan adanya percepatan. Semakain besar gaya yang bekerja pada benda semakin cepat gerak benda.
Kesetaraan antara gaya dengan percepatan oleh Newton dituangkan dalam hukum II Newton sebagai berikut: “Apabila
resultan gaya yang bekerja pada benda tidak sama dengan nol, benda akan mengalami percepatan yang arahnya sama dengan ara h
resultan gaya”.
Persamaan ini menjelaskan hubungan antara resultan gaya dengan massa dan percepatan. Adanya resultan gaya yang bekerja
(47)
pada sebuah benda bermassa menyebabkan benda bermassa mengalami percepatan.
c. Hukum III Newton
Hukum ketiga newton kadang dinamakan hukum interaksi atau hukum aksi reaksi. Hukum ini mengambarkan sifat penting dari gaya, yaitu bahwa gaya-gaya selalu terjadi berpasangan. Jika gaya dikerjakan pada sebuah benda A, maka harus ada benda lain B yang mengerjakan benda itu. Selanjutnya jika benda B mengerjakan gaya pada benda A, maka benda A harus mengerjakan gaya pada benda B yang sama besar dan berlawanan arahnya.
Hukum Newton III menyatakan bahwa: ”jika benda pertama mengerjakan gaya pada benda kedua, maka benda kedua aka n mengerjakan gaya yang sama pada benda pertama dengan arah yang
berla wanan ”. Aplikasinya dalam kehidupan
sehari-hari adalah saat kita berjalan pada permukaan yang keras, maka sebenarnya kita sedang menekan lantai. Tapi berhubung lantai tersebut keras, maka lantai memberikan gaya reaksinya dengan menahan kaki kita. Jika kita berjalan di atas pasir/ tanah basah yang permukaannya lebih lunak dari lantai. Gaya tekan yang kita berikan tidak terlalu ditahan oleh tanah/pasir tersebut sehingga kaki kita bisa masuk ke dalamnya.
(48)
d. Kaitan Hukum Newton, Momentum dan Impuls
Momentum adalah peristiwa gaya yang bekerja pada benda dalam waktu hanya sesaat.
Impuls adalah peristiwa yang bekerja pada benda dalam waktu sesaat, atau dengan kata lain impuls adalah bekerjanya gaya dalam waktu yang sangat singkat.
Impuls sama dengan perubahan momentum. Suatu benda yang bermassa m bekerja dengan gaya F yang konstan, maka setelah waktu Δt benda tersebut bergerak dengan kecepatan,
seperti pada gerak lurus berubah beraturan (GLBB).
Dengan maka impuls adalah perubahan
momentum.
Diperkenalkan bentuk lain dari hukum II Newton, yang menjelaskan hubungan antara resultan gaya dengan perubahan momentum. Jika terdapat resultan gaya bekerja pada sebuah benda yang pada mulanya diam maka benda tersebut bergerak. Sebelum bergerak, benda tidak mempunyai momentum. Setelah bergerak, benda mempunyai momentum. Sehingga dapat dikatakan bahwa adanya resultan gaya yang bekerja pada benda menyebabkan momentum benda berubah selama selang waktu tertentu. Dengan kata
(49)
lain, laju perubahan momentum suatu benda sama dengan resultan gaya yang bekerja pada benda tersebut.
...1
Persamaan 1 merupakan bentuk lain dari hukum II Newton, yang menjelaskan hubungan antara resultan gaya dengan laju perubahan momentum benda, baik ketika massa benda tetap maupun ketika massa benda berubah.
...2
Persamaan 2 merupakan persamaan hukum II Newton yang menjelaskan hubungan antara resultan gaya dengan percepatan yang dialami benda bermassa tetap. Pada Hukum III Newton ada kaitannya dengan gaya impuls.
Contohnya saat kita menendang batu besar dengan kecepatan tertentu, maka kaki kita akan merasa sakit karena waktu kontak yang kecil menyebabkan gaya impuls yang diberikan menjadi besar. Jika saat kita menendang bola yang terbuat dari karet kaki kita tidak akan sakit karena permukaannya yang lunak menjadikan saat kontak antara
(50)
kaki dengan bola menjadi lebih lama ketimbang saat kontak antara kaki dengan batu. Waktu kontak yang lebih lama inilah yang membuat kaki tidak terlalu sakit sehingga gaya impulsnya kecil. 3. Prinsip Superposisi
Prinsip superposisi adalah penjumlahan dari semua gaya interaksi secara matematika, prinsip superposisi dapat dinyatakan dalam vektor.Vektor adalah besaran yang mempunyai besar (angka) dan arah. Penjumlahan vektor-vektor dengan menggunakan dalil phytagoras hanya berlaku untuk vektor-vektor yang tegak lurus. Untuk vektor yang tidak tegak lurus, kita bisa menggunakan cara grafis, yaitu metode jajar genjang dan metode poligon.
4. Macam-macam Gaya a. Gaya Gesek
Gaya gesek adalah gaya yang timbul jika ada dua benda atau lebih saling digesekkan atau bersinggungan dengan salah satu atau kedua permukaan benda kasar. Jika permukaan suatu benda bersinggungan atau bergesekan dengan permukaan benda lain, masing-masing benda akan mengerjakan gaya gesek ke benda lain, dengan arah gaya gesekan sejajar dengan permukaan bidang sentuh dan berlawanan. Gaya gesek bisa dikatakan suatu gaya penting yang menyumbang pada kondisi keseimbangan benda. Ada dua jenis gaya gesek yaitu gaya gesek statis dan gaya gesek kinetis.
(51)
Gaya gesek statis cenderung untuk mempertahankan keadaan diam benda ketika sebuah gaya dikerjakan pada benda yang diam.
Gaya gesekan kinetis (atau dinamis) cenderung untuk mempertahankan keadaan bergerak dari benda yang sedang bergerak.
b. Hambatan Udara
Benda yang bergerak dibumi harus melalui udara. Udara tersusun atas molekul- molekul yang dapat menghambat gerak benda sehingga benda akan lebih sulit bergerak maju.
c. Gravitasi
Gaya yang paling umum dalam pengalam kita sehari-hari adalah gaya tarikan gravitasi bumi pada sebuah benda. Jika kita menjatuhkan sebuah benda dekat permukaan bumi dan mengabaikan hambatan di udara sehingga satu-satunya gaya yang bekerja pada benda itu adalah gaya gravitasi (keadaan ini dinamakan jatuh bebas), benda dipercepat dibumi dengan percepatan 9,81 m/s2. Pada tiap titik ruang, percepatan ini sama untuk semua benda, tak tergantung pada massanya. Penerapan hukum II Newton untuk gaya gravitasi, percepatan a di gunakan percepatan ke bawah yang disebabkan oleh gravitasi g. Dengan demikian F yang besarnya ditulis sebagai:
(52)
Suatu benda bekerja dengan gaya, gaya pasti disebabkan oleh benda lain (hukum III Newton). Oleh karena setiap benda yang dilepas selalu jatuh bebas ke permukaan bumi, Newton menyimpulkan bahwa pusat bumilah yang mengerjakan gaya pada benda itu, yang arahnya selalu menuju ke pusat Bumi. Newton menganalisis tentang gravitasi sehingga menghasilkan hukum gravitasi universalnya yang terkenal yang bisa kita nyatakan sebagai berikut “semua benda di dunia ini menarik partikel lain dengan gaya yang berbanding lurus dengan hasil kali massa benda-benda itu dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak di antaranya. Gaya ini bekerja sepanjang garis yang menghubungkan kedua benda itu” sehingga besar gaya gravitasi dapat dituliskan sebagai: . Dengan m1 dan m2 adalah massa kedua benda, r adalah jarak antaranya, dan G adalah konstanta universal yang harus diukur secara eksperimen dan menpunyai nilai numerik yang sama untuk semua benda.
(53)
36
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian diskriptif kuantitatif dan diskriptif kualitatif. Untuk pemahaman konsep diteliti dengan persentase skor siswa, sedangkan miskonsepsi yang terjadi dinyatakan dengan persentase jumlah siswa yang menjawab salah dan dinyatakan secara teoritis kualitatif.
Penelitian ini dilaksanakan dengan menguji soal yang berhubungan dengan konsep gaya yaitu soal FCI. Soal FCI yang digunakan merupakan modifikasi soal yang terdapat pada jurnal yang digunakan oleh David Hestenes,dkk (1992) untuk kepentingan tujuan serupa. Tes yang diberikan kepada siswa digunakan untuk mengukur tingkat pemahaman siswa dan untuk mendiskripsikan miskonsepsi konsep gaya yang banyak terjadi pada siswa beberapa SMP di Yogyakarta.
B. Subyek Penelitian
1. Populasi
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah siswa SMP di Yogyakarta.
(54)
2. Sampel
Sampel dari penelitian ini adalah siswa kelas VIIIA dan VIIIB SMP Kanisius Pakem, VIIIB SMP Aloysius Turi, dan VIIID SMP Pangudi Luhur Yogyakarta. Sampel penelitian sejumlah 105 siswa.
C. Variabel
Dalam penelitian ini terdapat dua buah variabel, yaitu pemahaman tentang konsep gaya dan miskonsepsi tentang konsep gaya. Kedua variabel tersebut tidak akan dicari hubungan atau pengaruhnya, sehingga tidak dibedakan atas variabel bebas dan variabel terikat. Pemahaman konsep gaya yang dimaksudkan dalam penelitian adalah jawaban benar mengenai tes yang diberikan. Sedangkan miskonsepsi konsep gaya adalah jawaban yang salah yang disertai dengan alasan pada tes tentang konsep gaya yang diberikan kepada siswa.
D. Waktu dan Tempat Penelitian
Untuk mengadakan penelitian ini berusaha mengambil waktu yang tepat yaitu pada siswa kelas VIII yang sudah memperoleh materi pelajaran mengenai gaya dari guru bidang studi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei tahun 2013 di SMP Kanisius Pakem, SMP Aloysius Turi, SMP Pangudi Luhur Yogyakarta.
(55)
E. Metode Penelitian
1. Instrumen
a. Penyusunan Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu set tes untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa dan miskonsepsi konsep gaya yang terjadi pada siswa SMP. Beranjak dari tes, peneliti akan meneliti miskonsepsi-miskonsepsi yang banyak terjadi pada siswa beberapa SMP di Yogyakarta dalam memahami konsep gaya.
Tes yang dipergunakan adalah tes pilihan ganda serta diikuti dengan alasan memilihnya. Tes pilihan ganda ini bersifat informatif tentang kemampuan siswa dalam memahami konsep gaya. Untuk memperjelas informasi bagaimana pemahaman siswa mengenai konsep gaya, maka tes pilihan berganda tersebut menggunakan alasan memilihnya.
Instrumen dibuat dari soal yang terdapat pada jurnal yang digunakan oleh David dkk (1992), didalam jurnal terdapat 29 butir soal pilihan ganda mengenai konsep gaya. Pada 29 soal tersebut mencakup keseluruhan dari konsep-konsep gaya yaitu kinematika, hukum I Newton, hukum II Newton, hukum III Newton, prinsip superposisi, dan macam-macam gaya. Soal FCI tersebut memiliki pilihan jawaban yaitu a, b, c, d, dan e. Peneliti disini mengurangi jumlah soal yang di teskan kepada siswa menjadi 20 butir soal dengan cara memilih soal-soal yang akan digunakan karena ada beberapa soal FCI diantaranya yang
(56)
memiliki konsep yang sama, yaitu dengan ketentuan 20 soal tersebut sudah dapat mewakili semua dari konsep gaya. Karena peneliti disini mengujikan tes tersebut terhadap siswa SMP, maka peneliti hanya menggunakan pilihan jawaban a, b, c, dan d yang biasanya dilihat dari soal-soal yang sering diberikan contohnya soal Ujian Akhir Nasional, soal-soal pada buku paket maupun pada Lembar Kerja Siswa untuk SMP. Peneliti mengurangi pilihan jawaban yang digunakan dengan ketentuan menghilangkan 1 pilihan jawaban salah yang dimana pilihan jawaban yang salah memiliki jenis miskonsepsi sama pada soal yang sama atau jenis miskonsepsinya sudah tertera pada soal no lain.
b. Validitas Instrumen
Instrumen sudah pernah digunakan untuk menguji pemahaman dan miskonsepsi konsep gaya diluar negeri, sehingga peneliti hanya mengkonsultasikan bahasa instrumen yang digunakan kepada orang yang peneliti anggap lebih ahli dalam membuat dan menyusun instrumen yaitu dosen pembimbing. Berdasarkan kritik, saran petunjuk yang diberikan, instrumen ini diperbaiki sehingga dinyatakan dapat digunakan.
2. Pengumpulan data
Untuk mendapatkan data, semua siswa yang menjadi sampel dalam penelitian dikenai tes dengan soal yang sama yaitu soal FCI. Sebelum diadakan tes, siswa tidak diminta untuk mempelajari terlebih dahulu materi gaya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari definisi dari buku-buku
(57)
sehingga apa yang dipelajari selama proses belajar mengajar dapat dimunculkan kembali sesuai dengan yang ditangkap siswa.
F. Metode Analisis Data
Dengan melalui jawaban dan alasan yang dituliskan oleh siswa pada lembar jawaban digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa dan miskonsepsi yang terjadi pada siswa beberapa SMP di Yogyakarta dalam memahami konsep gaya.
1. Pemahaman
Di dalam FCI terdapat 6 konsep gaya yang tersebar secara acak dalam soal, dan ada sebagian soal yang mengandung beberapa konsep contohnya untuk soal no 12 mengandung konsep kinematika dan konsep hukum II Newton. Contoh soal no 12 tersebut dapat digunakan untuk menganalisa tingkat pemahaman siswa pada konsep kinematika dan konsep hukum II Newton. Untuk itu tingkat pemahaman siswa terhadap konsep gaya dapat dituliskan yaitu pemahaman pada setiap konsep dan pemahaman pada keseluruhan konsep gaya.
Untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa pada setiap konsep, maka untuk setiap jawaban siswa diberikan perlakuan berikut, skor 1 diberikan untuk jawaban siswa yang benar dan skor 0 untuk jawaban siswa yang salah, ini berlaku pada setiap soal. Kemudian di kelompokkan berdasarkan masing-masing konsep dan dihitung skor setiap siswa dan dibuat persentase. Selanjutnya dihitung rata-rata skor
(58)
seluruh siswa pada setiap konsep. Berikut tabel yang digunakan untuk menghitung skor siswa dalam memahami konsep gaya.
Tabel 3.1 Tabel untuk rekap pemahaman siswa terhadap setiap konsep
Kode
siswa
Konsep
No soal No soal No soal
Keterangan:
Dari hasil tersebut yang digunakan untuk menganalisis tingkat pemahaman siswa beberapa SMP di Yogyakarta terhadap setiap konsep gaya dengan mengklasifikasikan menggunakan tabel 3.2 Klasifikasi pemahaman siswa menggunakan rata-rata skor halaman 44.
(59)
Untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa beberapa SMP di Yogyakarta terhadap keseluruhan konsep gaya dilihat dari rata-rata skor siswa dari rata-rata skor siswa pada setiap konsep. Dari hasil tersebut yang digunakan untuk menganalisis pemahaman siswa beberapa SMP di Yogyakarta terhadap konsep gaya, dan dengan mengklasifikasikan menggunakan tabel 3.3 Klasifikasi pemahaman siswa menggunakan rata-rata skor halaman 44. Selanjutnya dihitung standar deviasi dari rata-rata-rata-rata skor seluruh siswa pada setiap konsep. Standar deviasi dari rata-rata skor seluruh siswa pada konsep gaya, digunakan untuk melihat bagaimana pemahaman siswa dalam memahami konsep gaya menyebar atau tidak menyebar dari 6 konsep yang ada. Jika nilai standar deviasi yang didapatkan kecil menunjukkan bahwa skor rata-rata seluruh siswa untuk tiap konsep sama atau memilki perbedaan persentase yang kecil maka pemahaman siswa terhadap konsep gaya tidak menyebar. Apabila nilai standar deviasi yang didapatkan tinggi menujukkan bahwa skor rata-rata seluruh siswa untuk tiap konsep memilki perbedaan persentase yang jauh maka dapat dikatakan bahwa pemahaman siswa terhadap konsep gaya menyebar, dan dapat melihat konsep mana yang sudah paling dipahami dan konsep mana yang kurang dipahami oleh siswa dengan melihat jumlah persentase rata-rata skor seluruh siswa pada setiap konsep.
Berikut ini tabel yang digunakan untuk melihat tingkat pemahaman siswa terhadap konsep gaya.
(60)
Tabel 3.2 Tabel untuk pemahaman konsep gaya
Konsep SD (%)
Keterangan:
Pemahaman siswa terhadap konsep gaya pada setiap konsep dan pemahaman seluruh konsep gaya diklasifikasikan menjadi 5 macam yaitu sangat baik, baik, cukup, kurang dan sangat kurang. Klasifikasi tersebut dibuat berdasarkan rata-rata skor siswa dalam bentuk persentase sehingga apabila semua siswa menjawab benar maka rata-rata skor siswa adalah 100%, dan jika semua siswa menjawab salah maka rata-rata skor siswa adalah 0%. Dengan skor rata-rata 0%, siswa dianggap tidak paham sehingga skor 0% tidak masuk dalam klasifikasi pemahaman siswa, sehingga klasifikasi pemahaman dimulai dengan rata-rata skor 0,01%. Klasifikasi pemahaman siswa disajikan dalam tabel 3.3 Klasifikasi pemahaman siswa menggunakan rata-rata skor halaman 44.
(61)
Tabel 3.3 Klasifikasi pemahaman siswa menggunakan rata-rata skor
Rata-rata skor (%) Klasifikasi pemahaman
81,00-100,00 Sangat baik
61,00-80,99 Baik
41,00-60,99 Cukup
21,00-40,99 Kurang
0,01-20,99 Sangat kurang
2. Miskonsepsi
Untuk mengetahui miskonsepsi yang banyak terjadi pada siswa maka dituliskan terlebih dahulu macam jawaban pada setiap nomor dan pada setiap siswa. Selanjutnya menghitung persentase jumlah siswa yang menjawab macam jawaban pada setiap nomor. Berikut tabel yang digunakan untuk mengetahui macam jawaban siswa.
Tabel 3.4 Tabel untuk keadaan siswa menjawab
Kode siswa No soal
Jawaban Jawaban Jawaban
%) %) %) %)
(62)
Dalam soal FCI yang digunakan jenis miskonsepsi pada setiap macam jawaban salah sudah teridentifikasi dan disajikan dalam tabel 2.3 Miskonsepsi dalam FCI halaman 23. Pada setiap konsep memiliki beberapa subkonsep yang terdapat pada setiap nomor secara acak maka untuk melihat jumlah siswa yang menjawab pada setiap konsep dikelompokkan terlebih dahulu sehingga untuk melihat miskonsepsi yang banyak terjadi pada siswa dalam memahami konsep gaya dilihat dengan menggunakan tabel seperti berikut:
Tabel 3.5 Tabel untuk jumlah siswa menjawab
terhadap setiap konsep dan jenis miskonsepsinya
Subkonsep No soal
Jumlah siswa menjawab (%)
Miskonsepsi
(63)
Persentase jumlah siswa menjawab pada macam jawaban digunakan untuk melihat banyaknya siswa yang menjawab pada macam jawaban. Namun untuk menganalisa miskonsepsi yang banyak terjadi pada siswa adalah dengan melihat persentase jumlah siswa menjawab pada macam jawaban salah itu minimal ada 40% siswa yang menjawab itu pada setiap soal. Karena dalam setiap soal, jenis miskonsepsi yang terjadi pada setiap macam jawaban yang salah sudah teridentifikasi jenis miskonsepsinya, jadi dengan minimal 40% siswa yang menjawab salah pada macam jawaban yang sama pada setiap soal berarti menujukkan siswa banyak mengalami miskonsepsi yang sama yang kemudian dijelaskan lebih lanjut dengan mengutip salah satu alasan yang siswa tuliskan dilembar jawab siswa yang memilih macam jawaban salah itu.
(64)
47
BAB IV
DATA DAN ANALISA
A. Pelaksanaan Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian untuk mengetahui pemahaman konsep dan miskonsepsi gaya pada siswa beberapa SMP di Yogyakarta diawali dengan kegiatan yang peneliti lakukan pada bulan April 2013 sampai bulan Mei 2013 yaitu dengan menyusun instrumen penelitian berupa soal konsep gaya serta mencari sekolah yang bersedia digunakan untuk melakukan penelitian tersebut. Kegiatan berikutnya dalam pelaksanaan penelitian yaitu pengambilan data dengan cara mengetes siswa yang dijadikan sampel untuk mengerjakan soal konsep gaya yang peneliti lakukan pada bulan Mei 2013. Kegiatan dilakukan di 3 SMP di Yogyakarta, yaitu SMP Kanisius Pakem, SMP Aloysius Turi, dan SMP Pangudi Luhur Yogyakarta.
Sebelum diadakan tes, siswa tidak diminta untuk mempelajari kembali pokok bahasan gaya. Jenis soal yang digunakan yaitu soal pilihan ganda. Dalam soal siswa diminta untuk memilih jawaban yang tersedia dan menjelaskan alasan pilihannya itu. Dalam memilih jawaban guna untuk mengetahui pemahaman konsep gaya. Dan penjelasan alasan yang dituliskan dari pilihan jawaban digunakan untuk mengetahui serta mendiskripsikan miskonsepsi gaya yang banyak terjadi pada siswa beberapa SMP di Yogyakarta.
(65)
Pelaksanaan pengambilan data dilakukan di SMP Kanisius Pakem pada hari sabtu 13 mei 2013 pukul 12.00-13.30 WIB dengan jumlah siswa yang dites ada 44 siswa. Di SMP Aloysius Turi pada hari sabtu kamis 23 Mei 2013 pukul 07.00-08.30 WIB dengan jumlah siswa yang dites ada 23 siswa. Dan di SMP Pangudi Luhur Yogyakarta pada hari senin 20 mei 2013 pukul 10.15-12.45 WIB dengan jumlah siswa yang dites ada 38 siswa. Jadi jumlah siswa yang dites ada 105 siswa.
B. Data
Tes diikuti oleh 105 siswa kelas VIII beberapa SMP di Yogyakarta. Semua siswa mengerjakan soal yang berkaitan dengan konsep gaya soal terlampir pada lampiran A1. Soal FCI halaman 85. Waktu yang digunakan dalam mengerjakan soal FCI adalah 90 menit, soal FCI terdiri dari 20 soal. Dengan waktu tersebut hampir setiap siswa mengerjakan semua soal FCI, namun ada beberapa siswa yang mengerjakan sebagian soal. Data keadaan siswa dalam menjawab terlampir pada lampiran B2. Keadaan jawaban siswa halaman 108.
C. Diskripsi dan Analisa Data
Pada bagian ini dideskripsikan keadaan siswa menjawab pada aspek yang diteliti yaitu pemahaman siswa pada konsep gaya dan miskonsepsi yang banyak terjadi pada siswa beberapa SMP di Yogyakarta.
(66)
1. Pemahaman
Pada soal FCI yang digunakan untuk mengukur pemahaman siswa dan miskonsepsi yang terjadi pada siswa dalam memahami konsep gaya terdiri dari 6 konsep gaya. Untuk itu pemahaman siswa tentang konsep gaya dilihat pada setiap konsep dan pada keseluruhan konsep gaya. Berdasarkan hasil rekap skor jawaban siswa dilampirkan pada lampiran B3. Rekap skor pemahaman pada konsep Kinematika, Hukum I Newton, hukum II Newton halaman 112, dan lampiran B4. Rekap skor pemahaman pada konsep Hukum III Newton, Prinsip Superposisi, dan Macam-macam Gaya halaman 115, maka disini dibuat tabel pemahaman siswa tentang konsep gaya.
Tabel 4.1 Pemahaman siswa pada konsep gaya
Konsep SD (%)
Kinematika 28,00
26,91 13,55
Hukum I Newton 18,33
Hukum II Newton 28,25
Hukum III Newton 10,00
Prinsip Superposisi 50,48
Gravitasi 26,38
(67)
Berdasarkan tabel 4.1 Pemahaman konsep gaya halaman 49, dilihat rata-rata skor siswa untuk setiap konsep dan dengan menggunakan tabel 3.3 Klasifikasi pemahaman siswa menggunakan skor halaman 44, maka dapat dituliskan pemahaman siswa untuk setiap konsep. Pada konsep kinematika rata-rata skor yang didapatkan oleh siswa adalah 28,00% dapat dikatakan bahwa siswa beberapa SMP di Yogyakarta memiliki pemahaman yang kurang terhadap konsep kinematika. Pada konsep hukum I Newton rata-rata skor yang didapatkan oleh siswa adalah 18,33% dapat dikatakan bahwa siswa beberapa SMP di Yogyakarta memiliki pemahaman yang sangat kurang terhadap konsep hukum I Newton. Pada konsep hukum II Newton rata-rata skor yang didapatkan oleh siswa adalah 28,25% dapat dikatakan bahwa siswa beberapa SMP di Yogyakarta memiliki pemahaman yang kurang terhadap konsep hukum II Newton. Pada konsep hukum III Newton rata-rata skor yang didapatkan oleh siswa adalah 10,00% dapat dikatakan bahwa siswa beberapa SMP di Yogyakarta memiliki pemahaman yang sangat kurang terhadap konsep hukum III Newton. Pada konsep prinsip superposisi rata-rata skor yang didapatkan oleh siswa adalah 50,48% maka dapat dikatakan bahwa siswa beberapa SMP di Yogyakarta memiliki pemahaman yang cukup terhadap konsep prinsip superposisi. Dan pada konsep gravitasi rata-rata skor yang didapatkan oleh seluruh siswa adalah 26,38% dapat dikatakan bahwa siswa beberapa SMP di Yogyakarta memiliki pemahaman yang kurang terhadap konsep macam-macam gaya.
(68)
Setelah mengetahui pemahaman siswa pada setiap konsep gaya disini juga dituliskan pemahaman siswa pada seluruh konsep gaya. Berdasarkan tabel 4.1 Pemahaman konsep gaya halaman 49, didapatkan rata-rata skor siswa pada seluruh konsep gaya adalah 26,91% dengan standar deviasi 13,55%. Maka dengan skor rata-rata 26,91% dan menggunakan tabel 3.3 Klasifikasi pemahaman siswa menggunakan skor halaman 44, dapat dikatakan bahwa siswa beberapa SMP di Yogyakarta memiliki pemahaman yang kurang terhadap konsep gaya.
Dengan nilai standar deviasi 13,55%, ini merupakan nilai yang besar dari rata-rata skor, berarti rata-rata skor siswa pada konsep gaya adalah menyebar artinya ada perbedaan pada skor rata-rata siswa untuk setiap konsep. Dengan adanya perbedaan rata-rata skor siswa untuk setiap konsep menunjukkan bahwa pada konsep gaya ada konsep yang paling dipahami oleh siswa dan sedikit dipahami oleh siswa. Konsep yang paling dipahami oleh siswa beberapa SMP di Yogyakarta yaitu konsep yang memiliki skor rata-rata paling tinggi, dan yang kurang dipahami oleh siswa beberapa SMP di Yogyakarta yaitu konsep yang memiliki skor rata-rata paling rendah. Maka dapat dikatakan konsep gaya yang paling dipahami oleh siswa beberapa SMP di Yogyakarta adalah konsep prinsip superposisi, dan konsep gaya yang kurang dipahami oleh siswa beberapa SMP di Yogyakarta adalah konsep hukum III Newton.
(69)
2. Miskonsepsi
Siswa beberapa SMP di Yogyakarta memiliki pemahaman yang kurang terhadap keseluruhan konsep gaya. Dengan memiliki pemahaman yang kurang berarti dapat dikatakan bahwa siswa beberapa SMP di Yogyakarta dalam mengerjakan soal FCI yang di berikan lebih banyak memilih jawaban yang salah. Pada jawaban yang salah menunjukkan adanya miskonsepsi yang terjadi pada siswa.
Berdasarkan keadaan siswa dalam menjawab terlampir pada lampiran B2. Keadaan jawaban siswa halaman 108 dan tabel 2.3 Miskonsepsi dalam FCI halaman 23, maka dibuat tabel jumlah jawaban siswa menjawab dan jenis miskonsepsinya terhadap setiap konsep untuk melihat miskonsepsi yang banyak terjadi pada siswa beberapa SMP di Yogyakarta terhadap konsep gaya. Angka yang berwarna biru menunjukkan letak macam jawaban benar dan persentase jumlah siswa yang menjawab benar, berlaku pada setiap nomor. Pada kolom jumlah siswa yang menjawab salah diberikan warna yang digunakan untuk melihat letak dan jenis miskonsepsi sesuai dengan warna, berlaku pada setiap nomor.
Dalam pembahasan dibawah ini membahas miskonsepsi yang banyak terjadi pada siswa beberapa SMP di Yogyakarta terhadap konsep gaya yang di tunjukkan pada kolom warna kuning yang memiliki persentase jumlah siswa ≥ 40% siswa menjawab salah pada macam jawaban salah itu.
(70)
53 a. Kinematika
Tabel 4.2a Jumlah siswa menjawab terhadap konsep kinematika dan jenis miskonsepsinya
Subkonsep No soal
Jumlah siswa yang menjawab (%)
Miskonsepsi a b c d Kosong Total
Kecepatan yang dibeda-bedakan dari posisinya
12
59,05
21,90 0,95 100
Tidak dapat membedakan posisi-kecepatan
8,57 9,52 Tidak dapat membedakan
kecepatan-percepatan Percepatan yang
dibeda-bedakan dari kecepatannya
13 36,19 7,62 48,57 6,67 0,95 100 Tidak dapat membedakan kecepatan-percepatan Percepatan konstan pada: Lintasan parabola 15 24,76
9,52 0,95 100
Kehilangan/ menerima dorongan aslinya
36,19 Gabungan gaya menentukan arah gerak
28,57 Terjadi dorongan yang berubah
perlahan-lahan Percepatan konstan
pada: Kelajuan yang berubah
16
13,33
40,95 0,95 100
Kecepatan sebanding dengan gaya yang digunakan
19,05 Gaya menyebabkan percepatan menuju ke
pusat kecepatan
25,71 Gaya aktif yang bekerja menurun Penjumlahan vektor
kecepatan 4 5,71
8,57
60,95 1,9 100
Gaya akhir untuk menentukan gerak
22,86 Komponen kecepatan tidak diuraikan secara
(71)
Berdasarkan tabel 4.2a Jumlah siswa menjawab terhadap konsep kinematika dan jenis miskonsepsinya halaman 53, dengan melihat persentase jumlah siswa pada macam jawaban salah ternyata ada 2 macam jawaban salah yang memilki persentase ≥ 40%, pada konsep kinematika yang digunakan untuk memahami:
1) Kecepatan yang dibeda-bedakan dari posisinya.
Dalam memahami konsep tersebut dicantumkan pada soal no 12, seperti berikut: ada dua buah balok (balok A dan balok B) memiliki perbedaan waktu 0.20 detik dari setiap balok menuju kotak bernomor (dari balok bernomor 1 menuju balok bernomor 2) seperti pada gambar di bawah ini, kedua balok itu bergerak ke arah kanan.
Dengan membaca keterangan, melihat serta memperhatikan gambar diatas siswa diminta mencermati apakah balok-balok (balok A dan balok B) ada yang memiliki kecepatan sama?. Terdapat 59,05% siswa memilih jawaban yang menyatakan bahwa balok A dan balok B tidak memiliki kecepatan yang sama. Jawaban salah tersebut terkait dengan miskonsepsi pada konsep kinematika yaitu siswa tidak dapat membedakan posisi dengan kecepatan.
(72)
Alasan yang ditulis salah satu siswa yang memilih jawaban tersebut adalah “karena posisinya tidak pas antara balok A dan balok B” pada lembar jawab dengan kode SMP_007. Dengan siswa memberi alasan tersebut menunjukkan bahwa untuk menentukan suatu kecepatan yang sama hanya dengan melihat posisi suatu benda berada dititik yang sama.
Kecepatan adalah perpindahan tiap satuan . Dalam soal dijelaskan waktu yang dibutuhkan untuk balok-balok A untuk bergerak dari balok 1 menuju balok 2, balok 2 menuju balok 3, dst... adalah sama dengan waktu yang dibutuhkan oleh balok balok B untuk bergerak dari balok 1 menuju balok 2, balok 2 menuju balok 3, dst, maka untuk mengetahui ada tidaknya kecepatan yang sama pada balok A dan balok B yaitu dengan melihat interval/ jarak yang sama untuk balok-balok bernomor antara balok-balok A dan balok-balok B. Pada interval/ jarak yang sama balok-balok tersebutlah yang memiliki kecepatan yang sama karena sudah dijelaskan dalam soal bahwa waktu yang diwakili oleh kotak bernomor adalah sama.
(73)
2) Percepatan yang dibeda-bedakan dari kecepatannya.
Dalam memahami konsep tersebut terdapat pada soal no 13 dengan menggunakan gambar dibawah ini dengan pertanyaannya adalah bagaimana hubungan percepatan antara balok A dan balok B?.
Terdapat 48,57% siswa memilih jawaban c yang menyatakan percepatan balok B lebih besar dari pada percepatan balok A, jawaban tersebut terkait dengan miskonsepsi pada kinematika yaitu bahwa siswa tidak dapat membedakan suatu kecepatan dengan percepatan.
Alasan yang ditulis salah satu siswa yang memilih jawaban tersebut adalah “karena jarak A lebih dekat sedangkan B lebih jauh-jauh” dikutip dari lembar jawaban dengan kode SMP_052. Dengan alasan tersebut berarti siswa tidak bisa membedakan suatu kecepatan dengan percepatan, siswa menganggap dengan suatu kotak bergerak dengan waktu yang sama dan memiliki jarak antar balok jauh maka balok memiliki kecepatan yang lebih besar. Dalam kasus ini dimana balok dapat menempuh jarak lebih jauh adalah balok
(1)
(2)
(3)
(4)
Lampiran D. Dokumentasi pelaksanaan penelitian
(5)
(6)