Kebijakan pemerintah tentang sertifikasi guru.
vii
ABSTRAK
KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG
SERTIFIKASI GURU
Mariana Immakulata Supriyani Universitas Sanata Dharma
2008
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menilai relevansi penerapan sertifikasi guru sebagai program pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia ditinjau dari segi upah/gaji, kompetensi professional, penilaian portofolio, dan hakekat pendidikan.
Sertifikasi guru ditinjau dari segi upah/gaji tidak relevan karena pelaksanaan sertifikasi menyimpang dari mentalitas para guru, sertifikasi guru ditinjau dari segi kompetensi profesional tidak relevan karena pelaksanaan sertifikasi menyimpang dari kemampuan masing – masing guru dan kemampuan pada otonomi daerah, setifikasi guru ditinjau dari segi penilaian portofolio tidak relevan karena pelaksanaan sertifikasi menyimpang dari pengabdian guru pada pemerintah serta ekonomi masyarakat pada umumnya, setifikasi guru ditinjau dari segi hakekat pendidikan tidak relevan karena pelaksanaan sertifikasi menyimpang dari tujuan pendidikan nasional.
(2)
ABSTRACT
THE POLICY OF GOVERNMENT ABOUT TEACHER’S
PROFESSIONAL CERTIFICATE
Mariana Immakulata Supriyani Sanata Dharma University
Yogyakarta 2008
The objective of this paper is to evaluate the relevance of teacher’s professional certificate as the government program to increase the quality of teachers and the quality of education in Indonesia perceived from the salary, professional competence, the evaluation of portfolio, and the nature of education.
Teacher’s professional certificate perceived from : (1) the salary is not relevant because the realization of having teacher’s professional certificate is not parallel with the right and the duty of teachers; (2) professional competence is not relevant because it is not parallel with the competence of the teachers and the budget of regional autonomy; (3) portfolio is not relevant because it is not parallel with the service of the teachers and the public economy; (4) the nature of education isn’t relevant because the implementation of teacher’s professional certificate is not parallel with the objectivies of the national education.
(3)
i
KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG
SERTIFIKASI GURU
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi PendidikanAkuntansi
Oleh:
Mariana Immakulata Supriyani 001334067
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
(4)
(5)
(6)
Moto
Hidup hanya satu kali pergunakan waktu
dan peluang emas dalam hidupmu
jangan pernah sia-siakan.
(7)
v
Kupersembahkan untuk Tuhan Yesus dan Bunda Maria,
kedua Orang Tuaku, suami, kedua malaikat kecilku, kakak n adikku
( special tuk mba Vero n Mba Rina ),serta semua ponakan yang ku
(8)
(9)
vii
ABSTRAK
KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG
SERTIFIKASI GURU
Mariana Immakulata Supriyani Universitas Sanata Dharma
2008
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menilai relevansi penerapan sertifikasi guru sebagai program pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia ditinjau dari segi upah/gaji, kompetensi professional, penilaian portofolio, dan hakekat pendidikan.
Sertifikasi guru ditinjau dari segi upah/gaji tidak relevan karena pelaksanaan sertifikasi menyimpang dari mentalitas para guru, sertifikasi guru ditinjau dari segi kompetensi profesional tidak relevan karena pelaksanaan sertifikasi menyimpang dari kemampuan masing – masing guru dan kemampuan pada otonomi daerah, setifikasi guru ditinjau dari segi penilaian portofolio tidak relevan karena pelaksanaan sertifikasi menyimpang dari pengabdian guru pada pemerintah serta ekonomi masyarakat pada umumnya, setifikasi guru ditinjau dari segi hakekat pendidikan tidak relevan karena pelaksanaan sertifikasi menyimpang dari tujuan pendidikan nasional.
(10)
ABSTRACT
THE POLICY OF GOVERNMENT ABOUT TEACHER’S
PROFESSIONAL CERTIFICATE
Mariana Immakulata Supriyani Sanata Dharma University
Yogyakarta 2008
The objective of this paper is to evaluate the relevance of teacher’s professional certificate as the government program to increase the quality of teachers and the quality of education in Indonesia perceived from the salary, professional competence, the evaluation of portfolio, and the nature of education.
Teacher’s professional certificate perceived from : (1) the salary is not relevant because the realization of having teacher’s professional certificate is not parallel with the right and the duty of teachers; (2) professional competence is not relevant because it is not parallel with the competence of the teachers and the budget of regional autonomy; (3) portfolio is not relevant because it is not parallel with the service of the teachers and the public economy; (4) the nature of education isn’t relevant because the implementation of teacher’s professional certificate is not parallel with the objectivies of the national education.
(11)
ix
Kata Pengantar
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, atas berkat dan bimbingan-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “ Kebijakan Pemerintah Tentang Sertifikasi Guru “ tanpa ada halangan apapun. Penyusunan tugas akhir ini dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana (S1) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Saanata Dharma Yogyakarta.
Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Sosial.
3. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Akuntansi sekaligus selaku dosen pembimbing yang sudah banyak membantu dan menolong, serta sabar dalam memberikan bimbingan dan saran dalam penyelesaian tugas akhir ini, terima kasih atas kepedulian dan kebijaksanaan yang telah diberikan.
4. Bapak Ig. Bondan Suratno, S.Pd., M.Si., selaku dosen tamu yang telah memberikan kritik dan saran bagi penulis.
5. Ibu Indah Nugraheni, S.Pd., SIP., M.Pd., selaku dosen tamu yang telah memberikan kritik dan saran bagi penulis.
6. Bapak Agustinus Heri, S.Pd., selaku dosen pembimbing PPL Plus yang telah membantu hingga penulis dapat meneruskan menyelesaikan tugas akhir ini dengan lancar.
7. Kedua Orang Tua tercinta ( Bapak Ignatius Sukimin dan Mama Lucia Kajem ) yang telah berkorban banyak baik itu spiritual maupun materi hingga aku menjadi sarjana.
8. Kakak serta adik terutama Mba Vero dan Mba Rina thanks banget atas bantuannya dan kasihnya selama ini.
9. Suami tercinta ( Daniel.S ) yang selalu setia mendampingi dan membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini, cepat sembuh ya, Tuhan Yesus selalu besertamu.
10. Malaikat kecilku ( Michael Bintang n Regina Caeli ) yang selalu menghibur dan menghilangkan rasa suntukku.
11. Ibu Rusmini, S.Pd., selaku Kepala sekolah SD N Rejowinangun Utara 4 Magelang terimakasih atas kepedulian, saran serta nasehat yang sangat memotivasi aku untuk menjadi sarjana.
12. Bapak dan Ibu Robert Kadar yang telah memberikan dukungan serta doanya.
13. Ibu – Bapak guru n staff SD N RU 4 (bu Larmi, bu Zub, bu Tarti, bu Siti, bu Daryatun, pa Parno, bu kozim, bu Tari, pa Fatim, mba Wahyu n Mba Anny serta pa Maryo).
(12)
14. Teman – teman seperjuanganku Endang, Wiwi, dan Hendy. Met atas kesuksesan kalian n thanks atas persahabatannya.
15. Serta semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian tugas akhir ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Penulis
Mariana Immakulata Supriyani
(13)
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Maria Immakulata Supriyani
Nomor Mahasiswa : 001334067
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SERTIFIKASI GURU
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 1 Desember 2008
Yang menyatakan,
(14)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR... ix
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan ... 4
D. Manfaat ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6
A. Profesi kependidikan... 6
1. Konsep Profesionalisasi guru... 7
(15)
xii
3. Kompetensi Profesional guru... 12
B. Pendidikan Nasional ... 15
1. Penilaian Portofolio... 16
2. Pendidikan Profesional ... 17
C. Hakekat Pendidikan ... 18
D. Kebijakan Pemerintah ... 20
BAB III PEMBAHASAN ... 23
1. Sertifikasi Ditinjau dari segi Upah... 23
2. Sertifikasi Ditinjau dari segi Kompetensi ... 24
3. Sertifikasi Ditinjau dari segi Portofolio ... 27
4. Sertifikasi Ditinjau dari segi Hakekat Pendidikan ... 30
BAB IV KESIMPULAN ... 31
A. Kesimpulan ... 31
B. Saran ... 33
DAFTAR PUSTAKA ... 34
(16)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Daftar Tunjangan Tenaga Kependidikan Bulan Oktober 2002...8 Tabel 2.2 Rata-rata jumlah Guru Layak Mengajar Tiap Pulau
Di Indonesia tahun pelajaran 2002/2003-2005/2006 ... 24 Tabel 2.3 Persentase Jumlah Guru Layak Mengajar Tiap Pulau
Di Indonesia terhadap jumlah Guru Layak Mengajar
(17)
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Perkembangan Persentase Guru Layak Mengajar
Terhadap Guru Layak Mengajar seluruhnya tiap Provinsi………36 Lampiran 2. Contoh Subtansi Sertifikat Pendidik………...37 Lampiran 3. Laporan Selesai Bimbingan Skripsi/ Tugas Akhir………..38 Lampiran 4. Pendaftaran Ujian Sarjana………...39
(18)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagian besar masyarakat terutama para guru mengalami banyak kendala atau kesulitan untuk dapat mengikuti program pemerintah tentang sertifikasi untuk guru dalam jabatan (Kompas 17 september 2007). Para guru yang telah terdaftar sebagai peserta sertifikasi ternyata pesimistis dan putus harapan dapat lolos seleksi dengan portofolio sebagai pemenuhan persyaratan kepada guru sebagai tenaga profesional.
Pemberlakuan sertifikasi guru menjadi topik pembicaraan para praktisi pendidikan. Penilaian portofolio yang telah ditetapkan oleh pemerintah (MENDIKNAS) jelas dirasakan tidak relevan untuk diterapkan.
Berdasarkan PP No 18 Tahun 2007, proses sertifikasi bagi para guru dalam jabatan dilakukan dengan penilaian terhadap portofolio dengan memberikan skor berdasarkan standar kompetensi. Fakta menunjukkan berbagai kemungkinan terjadi “ permainan dalam sertifikasi dilakukan antara guru peserta sertifikasi dengan tim asesor atau atasannya, atau dengan pihak – pihak lain yang kemungkinan terkait kepentingan guru peserta sertifikasi. Kristi Poerwandari ( Kompas, 16 Mei 2007 ) menyatakan bahwa masyarakat khususnya para guru ‘sedang dilanda fatalisme’. Akibat sikap mental fatalistik tersebut para guru emoh kerja keras dan bersungguh – sungguh untuk menghadapi program sertifikasi.
(19)
Mereka lebih suka ambil jalan pintas melalui berbagai permainan”. Sebagai pembuktian, para guru berusaha agar anak – anaknya bisa lulus Ujian Nasional (UN) 100% dengan menyerahkan tugas pengajaran pada lembaga “Bimbel” dan mencurangi pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Ada indikasi bahwa terjadi pemalsuan portofolio pada tahap kedua untuk wilayah rayon 11 yang meliputi lima daerah di Yogyakarta dan 9 daerah di Jawa Tengah. Pemalsuan portofolio serupa juga sempat terjadi pada tahap 1 yang telah meluluskan 1.247 guru (kompas, 15 Oktober 2007). Berkait dengan hal ini para guru atau peserta uji sertifikasi guru yang terbukti memalsukan portofolio akan gugur demi hukum karena tidak memenuhi persyaratan. Dari sekitar 2,7 juta guru di Indonesia hanya 900.000 guru yang sudah mengenyam pendidikan S-1 (Kompas, 15 oktober 2007).
Tinggi atau rendahnya kualitas lulusan berhubungan dengan kualitas guru. Dalam PP No.19 Th.2005 pasal 28 (1) dinyatakan bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi, sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Meskipun dalam peraturan pemerintah telah dinyatakan demikian, fakta menunjukkan bahwa masih banyak guru yang hanya lulusan D2 / D3 bahkan hanya berpendidikan SMA, terutama di daerah – daerah terpencil. Mereka para guru tidak mampu untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 dikarenakan banyak faktor, salah satunya faktor ekonomi dan faktor usia, kebanyakan para guru seperti itu hanya bisa pasrah. Padahal banyak guru yang telah
(20)
mengabdi selama lebih dari 30 tahun semenjak PP No. 19 Th 2005 dikeluarkan mereka tidak dianggap profesional. Hal ini mengindikasikan pemerintah kurang adil dalam memberlakukan sertifikasi guru khususnya bagi para guru yang telah lama mengabdi, hendaknya sistem sertifikasi guru dilaksanakan dengan mengedepankan semangat keadilan dan bijaksana.
Makalah ini dimaksudkan untuk menimbang kembali kelayakan sertifikasi guru sebagai penentu upaya serius meningkatkan kualitas dan pelayanan pendidikan di Indonesia. Perspektif yang di gunakan dalam makalah ini adalah upah, kompetensi guru, penilaian portofolio, hakekat pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah sertifikasi guru masih relevan sebagai program pemerintah
untuk meningkatkan kualitas guru dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia ditinjau dari segi upah/gaji?
2. Apakah sertifikasi guru masih relevan sebagai program pemerintah
untuk meningkatkan kualitas guru dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia ditinjau dari segi kompetensi profesional?
3. Apakah sertifikasi guru masih relevan sebagai program pemerintah
untuk meningkatkan kualitas guru dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia ditinjau dari segi penilaian portofolio?
(21)
4. Apakah sertifikasi guru masih relevan sebagai program pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia ditinjau dari segi Hakekat Pendidikan?
C. Tujuan Penulisan Makalah
1. Penulisan tugas akhir ini dimaksudkan untuk memaparkan relevansi
sertifikat guru untuk meningkatkan kualitas guru dan peningkatan mutu pendidikan dari segi upah/gaji.
2. Penulisan tugas akhir ini dimaksudkan untuk memaparkan relevansi
sertifikat guru untuk meningkatkan kualitas guru dan peningkatan mutu pendidikan dari segi kompetensi guru.
3. Penulisan tugas akhir ini dimaksudkan untuk memaparkan relevansi
sertifikat guru untuk meningkatkan kualitas guru dan peningkatan mutu pendidikan dari segi penilaian portofolio.
4. Penulisan tugas akhir ini dimaksudkan untuk memaparkan relevansi
sertifikat guru untuk meningkatkan kualitas guru dan peningkatan mutu pendidikan dari segi hakekat pendidikan.
D. Manfaat Penulisan Makalah
1. Manfaat penulisan tugas akhir ini dimaksudkan agar tidak ada lagi
penyimpangan – penyimpangan ataupun pelanggaran yang terjadi untuk meningkatkan kualitas guru dan mutu pendidikan dari segi upah/gaji.
(22)
2. Manfaat penulisan tugas akhir ini dimaksudkan agar tidak ada lagi penyimpangan – penyimpangan ataupun pelanggaran yang terjadi untuk meningkatkan kualitas guru dan mutu pendidikan dari segi kompetensi guru.
3. Manfaat penulisan tugas akhir ini dimaksudkan agar tidak ada lagi
penyimpangan – penyimpangan ataupun pelanggaran yang terjadi untuk meningkatkan kualitas guru dan mutu pendidikan dari segi penilaian portofolio.
4. Manfaat penulisan tugas akhir ini dimaksudkan agar tidak ada lagi
penyimpangan – penyimpangan ataupun pelanggaran yang terjadi untuk meningkatkan kualitas guru dan mutu pendidikan dari segi hakekat pendidikan
(23)
6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Profesi Kependidikan
Menurunnya kualitas guru, rendahnya kesejahteraan yang di terima guru, dan diskriminasi status guru (Kompas, 20 November 2004) membuat kita bertanya – tanya, apakah pekerjaan yang disandang guru itu suatu profesi?. Para ahli dan pakar pendidikan sudah lama menggolongkan pekerjaan guru suatu profesi, demikian juga banyak defenisi tentang pekerjaan guru sebagai profesi. Profesi sebagai spesialisasi dari jabatan intelektual yang diperoleh melalui studi dan training, bertujuan menciptakan ketrampilan dan pekerjaan itu diminati, disenangi, oleh orang lain, dan dia dapat melakukan pekerjaan itu dengan mendapati imbalan berupa bayaran, upah, dan gaji (Payment, Diana w. Kommers dalam Sagala, 2000:195-196).
Guru mengemban tugas sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Tahun 2003 dalam pasal 39 ayat (1) dan ayat (2). Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengemban pendidikan dan satuan pendidikan. Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
(24)
Pengertian profesi guru di atas dilihat dari usaha keras dan keahlian yang dimilikinya, mereka wajar mendapatkan kompensasi yang adil berupa gaji dan tunjangan yang besar dan fasilitas yang memadai dibanding pegawai struktural, manakala dilihat dari berat ringan pekerjaan. Tugas guru sebagai pembimbing, pelatih, dan pengajar yang merupakan pekerjaan berat, mereka memeraskan otak, mental dan fisik untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Demikian juga mereka diberi kesempatan menduduki jabatan apapun di negara ini sesuai dengan keahlian yang dimiliki. Dalam arti kata profesi guru sama kedudukannya dengan profesi lainnya.
1. Konsep Profesionalisasi Guru
Profesional dilihat dari kriteria yang dikemukakan para ahli mempermudahkan kita memahami dan mengetahui kaidah – kaidah profesi, secara konsep profesional memiliki aturan – aturan dan teori, teori untuk dilaksanakan dalam praktik dan unjuk kerja, teori dan praktik merupakan perpaduan yang tidak dapat dipisahkan
Suatu profesi bukanlah sesuatu yang permanen, ia akan mengalami perubahan dan mengikuti perkembangan kebutuhan manusia, oleh sebab itu penelitian terhadap suatu tugas profesi dianjurkan, di dalam keguruan dikenal dengan penelitian action research. Penggunaan metode ilmiah ini menurut Sutisna (1989:361) memperkuat unsur rasionalitas yang menggalakan sikap kritis terhadap teori. Profesional mengandalkan teori,
(25)
praktik, dan pengalaman, sedangkan non-profesional hanya berdasarkan praktik dan pengalaman
Secara konseptual, unjuk kerja guru menurut Depdikbud dan Johnson (1980) (Sanusi, 1991: 36) mencakup tiga aspek, yaitu ; (a) kemampuan profesional, (b) kemampuan sosial, dan (c) kemampuan personal (pribadi). Kemudian ketiga aspek ini dijabarkan menjadi :
a. Kemampuan profesional mencakup :
1.) Penguasaan materi pelajaran yang terdiri atas penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan dari bahan yang diajarkannya itu.
2.) Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan.
3.) Penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa membawa tugasnya sebagai guru.
b. Kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawa tugasnya sebagai guru.
c. Kemampuan personal (pribadi) mencakup :
1) Penampilan sikap yang positif terhadap tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya 2) Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang
(26)
3) Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya.
2. Upah
Profesional pada umumnya seseorang yang mendapat upah atau gaji dari apa yang dikerjakan, baik pekerjaan yang dilakukan secara sempurna atau tidak penggunaan istilah “profesional” menunjukan suatu pekerjaan pelayanan jasa kepada masyarakat, layanan jasa ini diberikan kepada seseorang yang membutuhkan, seperti dokter, pengacara, guru dan lain sebagainya. Pembahasan ini akan terfokus pada upah “guru sebagai tenaga profesional”. Guru akan mendapat imbalan berupa gaji berdasarkan pangkat, golongan, pengalaman kerja, dan pendidikan. Umpamanya seorang dosen perguruan tinggi akan mendapat gaji dan tunjangan fungsional yang berbeda, seperti; dosen berpangkat guru besar akan berbeda imbalan yang diterimanya dibanding dengan dosen yang berpangkat lektor, dan lain sebagainya.
Guru sebagai pendidik adalah tenaga profesional sebagaimana dalam UU sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, bab XI, Pasal 29 (2) bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta pendidik pada perguruan tinggi. Guru akan mendapat tunjangan jabatan fungsional tentang tunjangan tenaga kependidikan sebagai berikut:
(27)
Tabel 2.1
TUNJANGAN TENAGA KEPENDIDIKAN TERHITUNG MULAI BULAN OKTOBER 2002
GOLONGAN/BESAR
NO JABATAN TUNJANGAN KETERANGAN
II III IV
1 2 3 4 5 6
1 Guru Rp 168.750,- Rp 206.250,- Rp 262.500,-
Tunjangan yang diberikan
2 Pamong Rp 168.750,- Rp 206.250,- Rp 262.500,-
kepada guru yang diberi
3 penilik Rp 168.750,- Rp 206.250,- Rp 262.500,-
tugas tambahan sebagai
4 Guru yang diberi tambahan Rp 293.750,- Rp 331.250,- Rp 387.500,-
Kepala Sekolah sudah
sebagai kepala TK,
Raudhatul
Termasuk tunjangan tena-
Athfal/Bustanul athfal, dan
ga
kependidikan.
yang sederajat
5 Guru yang diberi tambahan Rp 293.750,- Rp 331.250,- Rp 387.500,-
sebagai kepala SD, SD Luar
Biasa, Madrasah Ibtidaiyah,
dan yang sederajat
6 Guru yang diberi tambahan Rp 331.250,- Rp 368.750,- Rp 425.000,-
sebagai Kepala Sekolah
lan-
jutan tingkat pertama,
Madra-
sah Tsanawiyah, dan yang
sederajat
7 Guru yang diberi tambahan Rp 431.250,- Rp 487.500,-
sebagai Kepala Sekolah
me-
nengah, Sekolah Luar
Biasa,
Madrasah Aliyah, dan yang
sederajat
8 Pengawas sekolah dan pe- Rp 368.750,- Rp 425.000,-
ngawas mata pelajaran pen-
didikan agama pada TK,RA/
BA, SD, MI, SLB, dan yang
sederajat
9 Pengawas mata pelajaran/ Rp 493.750,- Rp 550.000,-
rumpun mata pelajaran
10 Pengawas Bimbingan dan Rp 493.750,- Rp 550.000,-
Konseling pada sekolah lan-
jutan tingkat pertama,
Madra-
sah Tsanawiyah, Sekolah
menengah, Madrasah
Aliyah,
(28)
Penerimaan tunjangan yang menjadi patokan dari jasa yang diberikan oleh seorang guru di luar gaji pegawai negeri sipil. Guru sebagai tenaga profesional bukan saja melakukan tugas pembelajaran dalam ruang lingkup makro, yaitu melaksanakan amanah bangsa Indonesia menjalankan pendidikan sebagaimana Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, bab II, pasal 3; mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan berbangsa.
Pengangkatan tenaga kependidikan di lembaga pendidikan, secara garis besar dapat di golongkan pada dua macam, yaitu guru negeri dan guru swasta. Guru negeri tidak hanya bertugas di sekolah negeri, akan tetapi sebagian diperbantukan ke sekolah swasta, di Indonesia saat ini masih banyak membutuhkan tenaga guru. Pengangkatan tenaga kependidikan yang selalu mendapatkan perhatian pemerintah namun pemerintah memiliki anggaran yang terbatas, oleh sebab itu pemerintah mencari jalan keluar untuk mengangkat guru bantu dengan beban pembiayaannya pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pengangkatan guru bantu diatur dengan keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 034/U/2003, tanggal 26 maret 2003. Dalam pasal 1, ayat 1 guru bantu adalah guru bukan Pegawai Negeri, kemudian pasal 2 menyatakan guru bantu berkedudukan sebagai pegawai Departemen Pendidikan Nasional yang bertugas secara penuh pada sekolah.
(29)
Guru bantu berakhir masa kerjanya sesuai dengan surat perjanjian kerja, dan dapat diperpanjang selama 3 (tiga) tahun, sampai umur 60 tahun, hal ini diatur dalam pasal 15. Honorarium guru bantu diatur dalam lampiran 1 keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 034/U/2003 pasal 2, ayat 2 sebesar Rp. 460.000,- ( empat ratus enampuluh ribu rupiah ) perbulan, sebelum dipotong pajak penghasilan (PPh).
3. Kompetensi Profesional Guru
Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) merupakan suatu ketetapan politik bahwa pendidik adalah pekerja profesional, yang berhak mendapatkan hak-hak sekaligus berkewajiban profesional. Dalam UUGD ditentukan bahwa seorang pendidik: wajib memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran; kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau program Diploma Empat (D-IV) yang sesuai dengan tugasnya sebagai guru untuk guru dan Strata 2 (S-2) untuk dosen; kompetensi profesi pendidik meliputi kompetensi pendagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial ( PP RI Nomor 19 Tahun 2005 Bab VI Pasal 28 ayat (3) ).
Pertama, kompetensi pendagogik. Adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar,
(30)
dan pengembangan peserta didik untuk mengatualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kedua, kompetensi kepribadian. Adalah kepribadian pendidik yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Ketiga, kompetensi sosial. Adalah kemampuan pendidik berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat. Keempat, kompetensi profesional. Adalah kemampuan pendidik dalam penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memperoleh kompetensi yang ditetapkan.
Masalah kompetensi profesional guru merupakan salah satu dari kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru dalam jenjang pendidikan apapun. Dalam makalah ini hanya akan membahas satu jenis kompetensi profesional dengan tidak mengesampingkan pentingnya kompetensi lainnya.
Guru adalah jabatan profesional yang memerlukan berbagai keahlian khusus. Sebagai suatu profesi, maka harus memenuhi kriteria profesional, (hasil lokakarya pembinaan kurikulum Pendidikan Guru UPI Bandung sbb:
a. Fisik
1) Sehat jasmani dan rohani
2) Tidak mempunyai cacat tubuh yang bisa menimbulkan ejekan/cemoohan atau rasa kasihan dari anak didik.
(31)
b. Mental/Kepribadian
1) Berkripadian/berjiwa Pancasila 2) Mampu menghayati GBHN
3) Mencintai bangsa dan sesama manusia dan rasa kasih sayang kepada anak didik.
4) Berbudi pekerti yang luhur
5) Berjiwa kreatif, dan dapat memanfaatkan rasa pendidikan yang ada secara maksimal
6) Mampu menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa 7) Mampu mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab yang
besar akan tugasnya.
8) Mampu mengembangkan kecerdasan yang tinggi 9) Bersifat terbuka, peka, dan inovatif
10)Menunjukkan rasa cinta kepada profesinya 11)Ketaatan akan disiplin
12)Memiliki sense of humor c. Keilmiahan / pengetahuan
1) Memahami ilmu yang dapat melandasi pembentukan pribadi
2) Memahami ilmu pendidikan dan keguruan dan mampu menerapkannya dalam tugasnya sebagai pendidik.
3) Memahami, menguasai, serta mencintai ilmu pengetahuan yang akan di ajarkan
(32)
5) Senang membaca buku-buku ilmiah
6) Mampu memecahkan persoalan secara sistematis, terutama yang berhubungan dengan bidang studi.
7) Memahami prinsip-prinsip kegiatan belajar mengajar d. Keterampilan
1.)Mampu berperan sebagai organisator proses belajar mengajar
2.)Mampu menyusun bahan pelajaran atas dasar pendekatan struktural, interdisipliner, fungsional, behavior, dan teknologi.
3.)Mampu menyusun garis program pengajaran (GBPP)
4.)Mampu memecahkan dan melaksanakan teknik-teknik mengajar yang baik dalam mencapai tujuan pendidikan
5.)Mampu merencanakan dan melaksanakan evaluasi pendidikan 6.)Memahami dan mampu melaksanakan kegiatan dan pendidikan
luar sekolah
Kompetensi profesional guru, selain berdasarkan pada bakat guru unsur pengalaman dan pendidikan memegang peranan yang sangat penting. Pendidikan guru, sebagai suatu usaha yang berencana dan sistematis melalui berbagai program yang dikembangkan oleh LPTK dalam rangka usaha peningkatan kompetensi guru.
B. Pendidikan Nasional
Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan di setiap negara. Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan
(33)
Pancasila dan UUD Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat serta mencerdaskan kehidupan bangsa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
1. Penilaian Portofolio
Portofolio berasal dari bahasa Inggris “ Portofolio “ yang artinya dokumen atau surat-surat. Dapat juga diartikan sebagai kumpulan kertas-kertas berharga dari suatu pekerjaan tertentu. Tujuan mengunakan penilaian portofolio menurut Suderajat ( 2004,128) adalah :
a. Dapat menghargai perkembangan hasil belajar ( prestasi ), b. Memberi perhatian pada prestasi kerja yang baik,
c. Dapat mendokumentasikan hasil proses kerja yang berlangsung,
d. Dapat mereflesikan kesanggupan mengambil resiko dan melakukan eksperimen,
e. Dapat membina dan mempercepat pertumbuhan konsep diri
f. Lebih objektif dan terbuka karena dapat ikut menilai hasil kinerja sendiri.
(34)
Penilaian portofolio dalam hal ini merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap dokumen yang menunjukkan rekaman jejak profesional guru.
Dokumen portofolio mendeskripsikan : a. Kualifikasi akademik
b. Pendidikan dan pelatihan c. Pengalaman mengajar
d. Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran e. Penilaian dari atasan dan pengawas
f. Prestasi akademik
g. Karya pengembangan profesi h. Keikutsertaan dalam forum ilmiah
i. Pengalaman organisasi dibidang kependidikan dan sosial j. Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan
2. Pendidikan Profesional ( Pendidikan Tinggi )
Pendidikan profesional yakni pendidikan yang diarahkan terutama kepada kesiapan penerapan keahlian tertentu. Pendidikan profesional, yang juga dikenal sebagai pendidikan keahlian, di selenggarakan pada jenjang pendidikan tinggi.
(35)
Tujuan dari pendidikan tinggi adalah :
a. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan atau menciptakan ilmu pengetahuan.
b. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan.
C. Hakekat Pendidikan
Pendidikan dapat dilihat pengertian secara khusus dan pengertian secara luas. Dalam arti khusus, Langeveld ( Uyoh Sadulloh, 2003;54 ) mengemukakan bahwa pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Selanjutnya Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati (2001;69-71) mengutip beberapa defenisi pendidikan dari para ahli sebagai berikut:
1 Menurut S. Brojonegoro, mendidik berarti memberi tuntutan kepada manusia yang belum dewasa dalam pertumbuhan dan perkembangan, sampai tercapainya kedewasaan dalam arti rohani dan jasmani.
2 Menurut Hoogeveld, mendidik adalah membantu anak supaya anak itu kelak cakap menyelesaikan tugas hidupnya atas tanggung jawab sendiri. Jadi pendidikan dalam arti khusus hanya dibatasi sebagai usaha orang dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Pendidikan dalam arti khusus ini menggambarkan upaya pendidikan yang terpusat dalam lingkungan keluarga. Sementara pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, yang berlangsung sepanjang hayat.
(36)
Menurut Henderson (Uyoh Sadulloh, 2003;55-56), pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir. Warisan sosial merupakan alat bagi manusia untuk pengembangan manusia terbaik dan inteligen, untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Sementara menurut Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, Bangsa dan Negara (pasal 1 Undang-Undang Sisdiknas No.20 Tahun 2003).
Dari pengertian – pengertian di atas ada beberapa prinsip dasar tentang pendidikan yang akan dilaksanakan (Uyoh Sadulloh, 2003;56):
1. Pendidikan berlangsung seumur hidup. Usaha pendidikan sudah dimulai sejak manusia lahir dari kandungan ibunya, sampai tutup usia, sepanjang ia mampu untuk menerima pengaruh dan dapat mengembangkan dirinya. Suatu konsekuensi dari konsep pendidikan sepanjang hayat adalah, bahwa pendidikan tidak identik dengan persekolahan. Pendidikan akan berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
(37)
2. Tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama semua manusia: tanggungjawab orang tua, tanggungjawab masyarakat, dan tanggungjawab pemerintah. Pemerintah tidak boleh memonopoli segalanya. Bersama keluarga dan masyarakat, pemerintah berusaha semaksimal mungkin agar pendidikan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3. Manusia pendidikan merupakan suatu keharusan, karena dengan pendidikan manusia akan memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang, yang disebut manusia seluruhnya.
D. Kebijakan Pemerintah
Dalam peraturan Menteri No 18 Tahun 2007, guru wajib memiliki akademik (S1), kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan sebuah sertifikat guru. Sertifikat guru adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional. Sertifikat guru didapat melalui proses yang disebut sertifikasi guru.
Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang dimiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah. Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
(38)
pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Kedudukan guru tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang:
Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut (http://www.depdiknas.go.id):
Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Pemberdayaan profesi guru diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan
(39)
berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban (http://www.depdiknas.go.id):
Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran; menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
(40)
BAB III PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan kelayakan sertifikasi guru sebagai program pemerintah untuk meningkatkan profesionalisme guru dan, mengangkat harkat dan martabat guru ditinjau dari segi upah, kompetensi guru, penilaian portofolio, dan hakekat pendidikan.
A. Sertifikasi Guru Ditinjau dari Segi Upah
Profesional berhubungan dengan upah atau gaji dari apa yang dikerjakan, baik pekerjaan - pekerjaan yang dilakukan secara sempurna atau tidak. Upah dalam kriteria Glenn Langford (Kompas, 15 september 2007) menempati urutan pertama, karena upah merupakan sesuatu yang paling utama, dengan upah seseorang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan primer. Upah yang seimbang akan mampu memberi motivasi seseorang untuk bekerja maksimal, disamping itu manakala upah terabaikan dalam suatu organisasi terjadi gejolak dan kelesuan kerja.
Pelaksanaan ujian sertifikasi guru tidak relevan diterapkan di Indonesia karena tidak sesuai dengan mentalitas para guru pada umumnya. Dalam penyelenggaraan sertifikasi diharapkan para guru memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup diatas minimum dan jaminan kesejahteraan sosial (UUGD pasal 14 (1)). Tetapi bagi para guru yang melakukan sertifikasi dan dinyatakan lulus, terutama bagi para guru di luar pulau jawa, tunjangan
(41)
sertifikasi yang telah dijanjikan pemerintah hal belum terealisasi contohnya, di daerah NTB dan NTT para guru yang telah lulus sertifikasi sudah satu tahun lebih belum mendapatkan tunjangan profesionalnya (Suara Merdeka, 25 September 2007). Seharusnya sejak awal pelaksanaan sertifikasi dilakukan dan hasilnya diketahui pemerintah melakukan keadilan dalam bentuk kemerataan dalam memberikan hak dan kewajiban yang telah dijanjikan. Di sisi lain masih banyak guru-guru yang telah mengabdi lebih dari 30 tahun tidak bisa mengikuti ujian sertifikasi guru dikarenakan gaji yang tidak cukup untuk melanjutkan ke tingkat sarjana (Kompas, 17 September 2007).
Ujian sertifikasi juga menumbuhkan sikap mental atau penurunan moral karena banyak terjadi manipulasi untuk lolos sertifikasi dan ingin mendapat upah di atas minimum ( 2 kali gaji / upah ), sehingga ujian sertifikasi tidak dapat dipakai sebagai bentuk kesejahteraan saja tetapi sebagai sarana untuk mencapai suatu tujuan, yakni keberadaan guru yang berkualitas.
B. Sertifikasi Guru Ditinjau dari Segi Kompetensi Guru
Dalam UUGD Nomor 14 Tahun 2005 pasal 1 menyatakan kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Indonesia pada tahun 2005 telah memiliki UUGD, yang merupakan kebijakan untuk intervensi langsung meningkatkan kualitas kompetensi guru lewat kebijakan keharusan guru memiliki kualifikasi S-1 atau D-4, dan memiliki sertifikasi profesi. Dengan sertifikasi ini pula guru berhak
(42)
mendapat tunjangan profesi sebesar 1 bulan gaji pokok guru. Kebijakan ini pada intinya adalah meningkatkan kualitas kompetensi dengan menghasilkan lulusan – lulusan yang baik (SD sampai SMU/SMK) seiring dengan peningkatan kesejahteraan guru.
Patut mulai dipertanyakan apakah sertifikasi akan secara otomatis meningkatkan kualitas kompetensi guru, dan kemudian akan meningkatkan mutu pendidikan?. Adakah jaminan bahwa dengan memiliki sertifikasi, guru akan lebih bermutu? karena bukti – bukti hasil sertifikasi dalam kaitan dengan peningkatan mutu guru bervariasi dengan hasil survey terhadap kualitas pendidikan pada 117 negara. Negara Indonesia menempati urutan ke 112 di atas negara Vietnam (Martinis Yamin dalam Profesionalisasi Guru ,2007:75-76). Di Amerika Serikat kebijakan sertifikasi bagi guru belum berhasil meningkatkan kualitas kompetensi guru, hal ini antara lain dikarenakan kuatnya resistensi dari kalangan guru sehingga pelaksanaan sertifikasi berjalan lambat. Sebagai contoh dalam kurun waktu 10 tahun, mulai tahun 1997 – 2006, AS hanya mentargetkan 100.000 guru untuk di sertifikasi. Bandingkan dengan Indonesia dalam kurun waktu yang sama mentargetkan 2,7 juta guru. Sertifikasi merupakan sarana atau instrumen untuk meningkatkan kualitas kompetensi guru. Sertifikasi bukan tujuan, melainkan sarana untuk mencapai suatu tujuan, yakni keberadaan guru yang berkualitas. Kegagalan dalam mencapai tujuan ini, terutama dikarenakan menjadikan sertifikasi sebagai tujuan itu sendiri.
(43)
Bagi bangsa dan pemerintah Indonesia harus senantiasa mewaspadai kecenderungan ini, bahwa jangan sampai sertifikasi menjadi tujuan. Oleh karenanya semenjak awal harus ditekankan khususnya dikalangan pendidik, guru dan dosen, bahwa tujuan utama adalah kualitas, sedangkan kualifikasi dan sertifikasi merupakan sarana untuk mencapai kulitas tersebut.
Tabel 2.2
Rata-rata Jumlah Guru Layak Mengajar Tiap Pulau di Indonesia Tahun pelajaran 2002/2003-2005/2006
No Pulau Tahun Pelajaran
2002/2003 2003/2004 2004/2005 2005/2006
1 Jawa 21.801,17 29.938,33 27.615 29.250,67
2 Sumatera 6.274,89 6.519,11 7.956,22 8.889,56
3 Kalimantan 2.903,25 3.158 3.855,5 4.175,25
4 Sulawesi 4.020,4 4.251,8 4.716,4 5.568
5 Indonesia Timur 3.172 3.407,33 3.850,83 4.163,17
Jumlah Rata-rata 38.171,71 41.274,57 47.993,95 52.046,65
Sumber: Data Statistik Depdiknas,diolah (lampiran 1)
Dari tabel di atas dapat diketahui rata-rata jumlah guru layak mengajar di Pulau Jawa pada tahun pelajaran 2005/2006 sebanyak 29.250,67 guru, Pulau Sumatera 8.889,56 guru, Pulau Kalimantan 4.175,25 guru, Pulau Sulawesi 5.568 guru, dan rata-rata jumlah guru layak mengajar paling rendah di Pulau Indonesia Timur 4.163,17 guru. Dari tahun ke tahun jumlah guru layak mengajar bertambah disetiap pulau. Namun jumlah guru layak mengajar di Pulau Jawa lebih banyak di bandingkan dengan di luar pulau Jawa. Hal ini juga memperlihatkan jumlah guru yang mengajar di pulau Jawa lebih banyak. Pemerintah seharusnya memperhatikan jumlah guru yang ada di luar pulau Jawa agar lebih terpenuhi sesuai dengan kapasitas sekolah-sekolah yang ada.
(44)
Tabel 2.3
Persentase Jumlah Guru Layak Mengajar Tiap Pulau di Indonesia Tahun pelajaran 2002/2003-2005/2006
No Pulau Tahun Pelajaran
2002/2003 2003/2004 2004/2005 2005/2006
1 Jawa 54,95 55,97 55,34 54,00
2 Sumatera 23,73 22,86 23,92 24,61
3 Kalimantan 4,88 4,92 5,15 5,13
4 Sulawesi 8,44 8,28 7,87 8,57
5 Indonesia Timur 8,00 7,97 7,72 7,69
Sumber: Data Statistik Depdiknas,diolah (lampiran 1)
Persentase jumlah guru layak mengajar untuk tiap pulau di Indonesia terhadap jumlah guru layak mengajar keseluruhan dari data tahun pelajaran 2002/2003-2005/2006 menunjukkan persentase jumlah guru layak mengajar terbanyak di pulau Jawa. Pada tahun pelajaran 2002/2003 persentase jumlah guru layak mengajar di pulau Jawa 54,95%, dan pada tahun pelajaran 2005/2006 persentase jumlah guru layak mengajar di pulau Jawa 54,00%. Di ikuti oleh pulau Sumatera 24,61%, pulau Sulawesi 8,57%, pulau Indonesia Timur 7,69%, dan pulau Kalimantan 5,13%.
Dari tabel di atas disimpulkan jumlah guru layak mengajar dipulau Jawa lebih banyak dibandingkan dengan jumlah guru layak mengajar di luar pulau Jawa. Dengan melihat tabel di atas dapat disimpulkan bahwa sertifikasi tidak relevan diterapkan sebagai program pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia ditinjau dari segi kompetensi profesional.
C. Sertifikasi Guru Ditinjau dari Segi Penilaian Portofolio
Ada dua macam pelaksanaan uji sertifikasi, sebagai bagian dari pendidikan profesi, bagi mereka calon pendidik, dan berdiri sendiri untuk mereka yang
(45)
guru dalam jabatan akan dilaksanakan dalam bentuk penilaian portofolio. Penilaian portofolio merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk kumpulan dokumen yang mendeskripsikan :
1. Kualifikasi akademik
2. Pendidikan dan pelatihan
3. Pengalaman mengajar
4. Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran
5. Penilaian dari atasan dan pengawas
6. Prestasi akademik
7. Karya pengembangan profesi
8. Keikutsertaan dalam forum ilmiah
9. Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial
10.Penghargaan yang relevan dibidang pendidikan
Masing – masing komponen dibuktikan dengan dokumen atau bukti fisik, ijazah, sertifikat, piagam, surat keputusan, atau karya cipta. Guru yang memenuhi penilaian portofolio dinyatakan lulus dan mendapatkan sertifikat pendidik. Sedangkan guru yang tidak lulus penilaian portofolio dapat :
1. Melakukan kegiatan – kegiatan untuk melengkapi portofolio agar
mencapai nilai lulus, atau
2. Mengikuti pendidikan dan pelatihan profesi guru yang di akhiri dengan
evaluasi / penilaian sesuai persyaratan yang ditentukan oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikat.
(46)
Sepintas proses sertifikasi yang dilakukan terhadap guru dalam jabatan tampak dipermudah. Para guru tidak perlu repot mengeluarkan biaya, tenaga dan pikiran untuk mengikuti perkuliahan guna menyelesikan 36 sks atau sekitar 4 semester di lembaga pendidikan, tenaga kependidikan ( LPTK ). Mereka cukup mengumpulkan bukti – bukti fisik, kemudian dinilai oleh tim asesor.
Namun kenyataannya, berdasarkan pengalaman para guru di beberapa daerah yang telah terdaftar sebagai peserta sertifikasi ternyata mengalami banyak kendala atau kesulitan. Mereka pesimistis dan putus harapan dapat lolos seleksi dengan portofolio, sebagaimana dikatakan oleh Y. Suparso. A, berbagi kemungkinan “Permainan“ dalam sertifikasi ( Kompas, 17 Juli 2007). Akibat adanya kendala – kendala itulah kemungkinan adanya berbagai “permainan “ antara guru peserta sertifikasi dengan tim asesor atau atasannya, atau dengan pihak – pihak lain yang kemungkinan terkait kepentingan guru peserta sertifikasi. Yang mendorong kemungkinan besar terjadinya hal itu adalah kenyataan kondisi masyarakat kita, termasuk para guru di dalamnya. Hal ini mengindikasikan pemerintah, tim asesor, pengawas sekolah, kepala sekolah, hingga para guru di harapkan memegang teguh komitmen bahwa sertifikasi bukan sekedar “revolusi” pendapatan guru, melainkan upaya serius meningkatkan kualitas dan pelayanan pendidikan.
(47)
D. Sertifikasi Guru Ditinjau dari Segi Hakekat Pendidikan
Pendidikan berlangsung seumur hidup. Usaha pendidikan sudah dimulai sejak manusia lahir dari kandungan ibunya, sampai tutup usia, sepanjang ia mampu untuk menerima pengaruh dan dapat mengembangkan dirinya. Suatu konsekuensi dari konsep pendidikan sepanjang hayat adalah, bahwa pendidikan tidak identik dengan persekolahan. Pendidikan akan berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Manusia pendidikan merupakan suatu keharusan, karena dengan pendidikan manusia akan memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang, yang disebut manusia seluruhnya.
Pelaksanaan sertifikasi guru tidak relevan diterapkan karena tidak sesuai dengan tujuan yaitu kualitas. Dalam penyelenggaraan sertifikasi diharapkan para guru yang telah lulus uji sertifikasi benar – benar menunjukkan kompetensinya atau keahlian yang dimiliki sehingga dapat lebih baik mengajar dan mendidik karena dari seorang guru dapat diperoleh ilmu pengetahuan yang berharga dan penting bagi kehidupan peserta didik serta dapat mencapai tujuan pendidikan yang baik pula.
(48)
BAB IV
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Sertifikasi guru ditinjau dari segi upah tidak relevan sebagai program pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia karena tidak sesuai dengan mentalitas guru yang hanya menilai kemampuan lulus dari sertifikasi saja tidak dapat melihat pengalaman dan pengabdian yang telah diberikan kepada pemerintah. Sertifikasi digunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang hanya mementingkan pendapatan daripada tujuan sertifikasi sendiri. 2. Sertifikasi guru ditinjau dari segi kompetensi profesional tidak relevan
sebagai program pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia karena tidak sesuai dengan kemampuan masing-masing guru untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S-1 sebagai syarat utama untuk memiliki sertifikasi. Pelaksanaan sertifikasi ini hanya menilai satu sisi saja, misalnya yang di prioritaskan otonomi daerah yang besar contohnya Pulau Jawa terutama Jakarta. Seharusnya kebijakan pemerintah dalam mensertifikasi kompetensi guru harus merata dan menyeluruh.
(49)
3. Sertifikasi guru ditinjau dari segi penilaian portofolio tidak relevan sebagai program pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia karena seharusnya pemerintah memberikan persyaratan yang dapat dilakukan oleh para guru terutama bagi para guru yang sudah lama pengabdiannya dan bagi para guru layak mengajar di daerah – daerah terpencil dan pelosok karena mereka yang seharusnya menjadi perhatian serius bagi pemerintah. Pelaksanaan portofolio dalam sertifikasi ini banyak terjadi kecurangan-kecurangan pada masyarakat terutama para guru di dalamnya, sertifikasi ini membuat moral para peserta sertifikasi menjadi bobrok akibat keinginan penghasilan saja tanpa melihat tujuan dan manfaat dari sertifikasi itu sendiri.
4. Sertifikasi guru ditinjau dari segi hakekat pendidikan tidak relevan sebagai program pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia karena sikap mentalitas dan fatalisme yang melanda para guru saat ini. Sehingga kurang bijak bila dinilai dengan sertifikasi, bagaimana dengan para guru yang tidak lulus atau bahkan tidak dapat mengikuti sertifikasi dikarenakan dari segi umur, ekonomi, dan lain sebagainya. Apakah mereka tidak layak untuk dikatakan profesional dan tidak bermutu padahal pengabdian mereka jauh lebih layak karena dapat mengantarkan peserta didik menjadi orang yang dewasa dan berilmu. Pemerintah perlu memperhatikan juga kondisi para guru di luar pulau jawa karena guru layak mengajar di luar pulau Jawa lebih sedikit dibanding guru layak mengajar di Pulau Jawa.
(50)
B. Saran
Setelah membahas dan menyimpulkan masalah maka penulis hanya bisa memberikan saran sebatas mengenai kebijakan mengenai sertifikasi guru saja. Banyak gejala penyimpangan dan tuntutan akan kebijakan sertifikasi ini oleh karenanya, begitu ada ada gejala penyimpangan, pemerintah harus segera mengambil tindakan tegas. Seperti mencabut hak melaksanakan sertifikasi pada lembaga yang ditunjuk, atau menetapkan seseorang tidak boleh menjadi penguji sertifikasi, dan lain sebagainya.
Pemerintah harus konsekuen bahwa sertifikasi merupakan standard nasional yang harus dipatuhi. Toleransi bisa diberikan dalam pengertian waktu transisi. Misalnya, untuk Jawa Tengah transisi 5 tahun, tetapi untuk daerah terpencil transisi 10 tahun. Tetapi standar tidak mengenal toleransi. Karena akan muncul berbagai tuntutan dari berbagai daerah yang secara geografis memiliki tingkat pendidikan yang relatif tertinggal. Tuntutan demi tuntutan akan mempengaruhi penentuan yang mendasar pada kemampuan suatu perguruan tinggi, maka pemerintah harus tegas dan konsisten demi kelancaran program sertifikasi guru ini.
(51)
34
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Uhbiyati, Nur. (2001). Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Anonim. (2007). “Indikasi Pemalsuan Portofolio Masih Terjadi”. Kompas (15
Oktober 2007).
Anonim. (2004). “Menurunnya Kulitas Guru”. Kompas (20 November 2004) Anonim. (2007). “Profesi Guru”. Kompas (20 Nopember 2004).
Anonim. (2007). Sertifikasi untuk Guru dalam Jabatan”. Kompas (17 September
2007).
Anonim. (2007). “Sertifikasi guru dan peningkatan mutu guru”. Kompas (14 Mei 2007).
Arikunto, Suharsimi. (1990). Organisasi dan Administrasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan. Jakarta: Rajawali Pers.
Diana w.Kommers. (2000). Payment. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Hamalik, Oemar. (2003). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. http://www.puskur.or.id
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 034/U/2003 Tentang pengangkatan Guru Bantu Tahun 2003.
Peraturan Pemerintah RI No.18 Tahun 2007 Tentang Sertifikasi Pendidik. Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 Tentang UUGD .
Soedijarto. (1993). Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan dan Bermutu. Jakarta: Balai Pustaka.
Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 Pasal 39(1) Tentang Tugas Guru.
Undang – Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Yamin, Martinis. (2007). Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP. Jakarta: Gaung Persada press.
(52)
PERKEMBANGAN PERSENTASE GURU LAYAK MENGAJAR TERHADAP GURU*) SELURUHNYA TIAP PROPINSI TREND OF PERCENTAGE OF QUALIFIED TEACHERS TO TEACHERS*) BY PROVINCE
SEKOLAH MENENGAH (SM) / SENIOR SECONDARY SCHOOL (SSS) TAHUN / YEAR : 2002-2003 - 2005/2006
No. Provinsi
province Jml./Total % Jml./Total % Jml./Total % Jml./Total %
1 DKI Jakarta 20.017 61.61 20.132 61.61 22.901 66.24 23.359 68.81
2 Jawa Barat 27.331 63.63 32.463 63.63 37.682 65.85 38.57 67.73
3 Banten 5.147 63.63 6.462 63.63 7.684 62.8 8.475 67.57
4 Jawa Tengah 32.626 67.32 34.987 67.32 40.521 73.85 43.764 76.61
5 DI Yogyakarta 7.386 62.95 7.982 62.95 8.811 71.58 9.516 75.9
6 Jawa Timur 38.3 68.28 41.604 68.28 48.091 76.17 51.82 79.25
7 Nanggroe Aceh Darussalam 5.261 60.15 5.425 60.15 6.793 74.05 8.231 80.19
8 Sumatera Utara 15.902 49.95 16.209 49.95 21.701 61.65 24.453 65.32
9 Sumatera Barat 9.106 68.6 9.311 68.6 10.562 74.58 12.448 77.64
10 Riau 5.236 61.27 5.791 61.27 5.167 62.61 5.901 71.1
11 Kepulauan Riau
12 Jambi 3.143 62.71 3.159 62.71 4.039 74.14 4.355 78.17
13 Sumatera Selatan 6.665 58.22 6.762 58.22 9.061 65.22 9.965 65.38
14 Bangka Belitung 1.318 54.85 1.271 54.85 1.535 60.41 1.367 55.8
15 Bengkulu 2.426 71.82 2.717 71.82 2.772 72.97 2.966 77.73
16 Lampung 7.417 60.58 8.027 60.58 9.976 64.34 10.32 68.35
17 Kalimantan Barat 3.074 48.94 3.292 48.94 3.759 52.48 4.229 54.96
18 Kalimantan Tengah 1.712 53.96 1.754 53.96 2.376 65.01 2.744 66.15
19 Kalimantan Selatan 3.183 64.17 3.465 64.17 4.136 75.68 4.257 77.39
20 Kalimantan Timur 3.644 58.32 4.121 58.32 5.151 66.39 5.471 72.22
21 Sulawesi Utara 3.538 73.19 3.709 73.19 3.994 76.25 4.464 74.28
22 Gorontalo 923 76.03 995 76.03 1.067 67.49 1.389 83.93
23 Sulawesi Tengah 1.623 44.66 1.84 44.66 2.631 63.77 3.671 77.25
24 Sulawesi Selatan 11.483 70.04 11.761 70.04 12.316 75.88 14.165 80.58
25 Sulawesi Barat … … … …
26 Sulawesi Tenggara 2.535 67.56 2.954 67.56 3.574 81.84 4.151…
54.37 84.82
27 Maluku 1.724 53.36 1.881 53.36 2.06 74.23 2.202 55.33
28 Maluku utara 931 54.19 966 54.19 1.342 78.73 1.833 74.69
29 Bali 6.454 71.59 6.828 71.59 7.419 75.61 7.942 80.47
30 Nusa Tenggara Barat 3.792 68.76 4.265 68.76 5.239 61.68 5.424 72
31 Nusa Tenggara Timur 3.421 54.01 3.531 54.01 4.457 72.94 4.568 59.85
32 Papua 2.71 58.14 2.973 58.14 2.588 … 3.01 72.13
33 Irian Jaya Barat … … … …
Indonesia 238.028 63.02 256.637 63.02 299.405 69047 325.03 72.44
Catatan / Note :
… : Data tidak tersedia/ data not available
Sumber: Data Statistik Depdiknas
2005/2006
(53)
Lampiran 2
CONTOH SUBTANSI SERTIFIKASI PENDIDIK
Nomor:………
SERTIFIKAT PENDIDIK
Rektor Universitas ………, memberikan Sertifikat Pendidik Kepada:
Nama :
Nomor Induk Peserta :
Tempat/Tanggal Lahir :
Telah mengikuti Sertifikasi Pendidik dan dinyatakan LULUS serta yang bersangkutan dinyatakan sebagai guru professional dalam bidang studi/ Guru Kelas…….dijenjang………(TK/SD/MI/SDLB/SMP/MTs/SLB/SMA/MA/SMK /MAK)
Rektor………
……… Nama & NIP
Pedoman Sertifikasi Guru dalam Jabatan
Logo
(1)
31
BAB IV
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Sertifikasi guru ditinjau dari segi upah tidak relevan sebagai program pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia karena tidak sesuai dengan mentalitas guru yang hanya menilai kemampuan lulus dari sertifikasi saja tidak dapat melihat pengalaman dan pengabdian yang telah diberikan kepada pemerintah. Sertifikasi digunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang hanya mementingkan pendapatan daripada tujuan sertifikasi sendiri. 2. Sertifikasi guru ditinjau dari segi kompetensi profesional tidak relevan
sebagai program pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia karena tidak sesuai dengan kemampuan masing-masing guru untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S-1 sebagai syarat utama untuk memiliki sertifikasi. Pelaksanaan sertifikasi ini hanya menilai satu sisi saja, misalnya yang di prioritaskan otonomi daerah yang besar contohnya Pulau Jawa terutama Jakarta. Seharusnya kebijakan pemerintah dalam mensertifikasi kompetensi guru harus merata dan menyeluruh.
(2)
3. Sertifikasi guru ditinjau dari segi penilaian portofolio tidak relevan sebagai program pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia karena seharusnya pemerintah memberikan persyaratan yang dapat dilakukan oleh para guru terutama bagi para guru yang sudah lama pengabdiannya dan bagi para guru layak mengajar di daerah – daerah terpencil dan pelosok karena mereka yang seharusnya menjadi perhatian serius bagi pemerintah. Pelaksanaan portofolio dalam sertifikasi ini banyak terjadi kecurangan-kecurangan pada masyarakat terutama para guru di dalamnya, sertifikasi ini membuat moral para peserta sertifikasi menjadi bobrok akibat keinginan penghasilan saja tanpa melihat tujuan dan manfaat dari sertifikasi itu sendiri.
4. Sertifikasi guru ditinjau dari segi hakekat pendidikan tidak relevan sebagai program pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia karena sikap mentalitas dan fatalisme yang melanda para guru saat ini. Sehingga kurang bijak bila dinilai dengan sertifikasi, bagaimana dengan para guru yang tidak lulus atau bahkan tidak dapat mengikuti sertifikasi dikarenakan dari segi umur, ekonomi, dan lain sebagainya. Apakah mereka tidak layak untuk dikatakan profesional dan tidak bermutu padahal pengabdian mereka jauh lebih layak karena dapat mengantarkan peserta didik menjadi orang yang dewasa dan berilmu. Pemerintah perlu memperhatikan juga kondisi para guru di luar pulau jawa karena guru layak mengajar di luar pulau Jawa lebih sedikit dibanding guru layak mengajar di Pulau Jawa.
(3)
B. Saran
Setelah membahas dan menyimpulkan masalah maka penulis hanya bisa memberikan saran sebatas mengenai kebijakan mengenai sertifikasi guru saja. Banyak gejala penyimpangan dan tuntutan akan kebijakan sertifikasi ini oleh karenanya, begitu ada ada gejala penyimpangan, pemerintah harus segera mengambil tindakan tegas. Seperti mencabut hak melaksanakan sertifikasi pada lembaga yang ditunjuk, atau menetapkan seseorang tidak boleh menjadi penguji sertifikasi, dan lain sebagainya.
Pemerintah harus konsekuen bahwa sertifikasi merupakan standard nasional yang harus dipatuhi. Toleransi bisa diberikan dalam pengertian waktu transisi. Misalnya, untuk Jawa Tengah transisi 5 tahun, tetapi untuk daerah terpencil transisi 10 tahun. Tetapi standar tidak mengenal toleransi. Karena akan muncul berbagai tuntutan dari berbagai daerah yang secara geografis memiliki tingkat pendidikan yang relatif tertinggal. Tuntutan demi tuntutan akan mempengaruhi penentuan yang mendasar pada kemampuan suatu perguruan tinggi, maka pemerintah harus tegas dan konsisten demi kelancaran program sertifikasi guru ini.
(4)
34
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Uhbiyati, Nur. (2001). Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Anonim. (2007). “Indikasi Pemalsuan Portofolio Masih Terjadi”. Kompas (15
Oktober 2007).
Anonim. (2004). “Menurunnya Kulitas Guru”. Kompas (20 November 2004) Anonim. (2007). “Profesi Guru”. Kompas (20 Nopember 2004).
Anonim. (2007). Sertifikasi untuk Guru dalam Jabatan”. Kompas (17 September 2007).
Anonim. (2007). “Sertifikasi guru dan peningkatan mutu guru”. Kompas (14 Mei 2007).
Arikunto, Suharsimi. (1990). Organisasi dan Administrasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan. Jakarta: Rajawali Pers.
Diana w.Kommers. (2000). Payment. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Hamalik, Oemar. (2003). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. http://www.puskur.or.id
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 034/U/2003 Tentang pengangkatan Guru Bantu Tahun 2003.
Peraturan Pemerintah RI No.18 Tahun 2007 Tentang Sertifikasi Pendidik. Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 Tentang UUGD .
Soedijarto. (1993). Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan dan Bermutu.
Jakarta: Balai Pustaka.
Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 Pasal 39(1) Tentang Tugas Guru.
Undang – Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Yamin, Martinis. (2007). Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP. Jakarta: Gaung Persada press.
(5)
PERKEMBANGAN PERSENTASE GURU LAYAK MENGAJAR TERHADAP GURU*) SELURUHNYA TIAP PROPINSI TREND OF PERCENTAGE OF QUALIFIED TEACHERS TO TEACHERS*) BY PROVINCE
SEKOLAH MENENGAH (SM) / SENIOR SECONDARY SCHOOL (SSS) TAHUN / YEAR : 2002-2003 - 2005/2006
No. Provinsi
province Jml./Total % Jml./Total % Jml./Total % Jml./Total % 1 DKI Jakarta 20.017 61.61 20.132 61.61 22.901 66.24 23.359 68.81 2 Jawa Barat 27.331 63.63 32.463 63.63 37.682 65.85 38.57 67.73 3 Banten 5.147 63.63 6.462 63.63 7.684 62.8 8.475 67.57 4 Jawa Tengah 32.626 67.32 34.987 67.32 40.521 73.85 43.764 76.61 5 DI Yogyakarta 7.386 62.95 7.982 62.95 8.811 71.58 9.516 75.9 6 Jawa Timur 38.3 68.28 41.604 68.28 48.091 76.17 51.82 79.25 7 Nanggroe Aceh Darussalam 5.261 60.15 5.425 60.15 6.793 74.05 8.231 80.19 8 Sumatera Utara 15.902 49.95 16.209 49.95 21.701 61.65 24.453 65.32 9 Sumatera Barat 9.106 68.6 9.311 68.6 10.562 74.58 12.448 77.64 10 Riau 5.236 61.27 5.791 61.27 5.167 62.61 5.901 71.1 11 Kepulauan Riau
12 Jambi 3.143 62.71 3.159 62.71 4.039 74.14 4.355 78.17 13 Sumatera Selatan 6.665 58.22 6.762 58.22 9.061 65.22 9.965 65.38 14 Bangka Belitung 1.318 54.85 1.271 54.85 1.535 60.41 1.367 55.8 15 Bengkulu 2.426 71.82 2.717 71.82 2.772 72.97 2.966 77.73 16 Lampung 7.417 60.58 8.027 60.58 9.976 64.34 10.32 68.35 17 Kalimantan Barat 3.074 48.94 3.292 48.94 3.759 52.48 4.229 54.96 18 Kalimantan Tengah 1.712 53.96 1.754 53.96 2.376 65.01 2.744 66.15 19 Kalimantan Selatan 3.183 64.17 3.465 64.17 4.136 75.68 4.257 77.39 20 Kalimantan Timur 3.644 58.32 4.121 58.32 5.151 66.39 5.471 72.22 21 Sulawesi Utara 3.538 73.19 3.709 73.19 3.994 76.25 4.464 74.28 22 Gorontalo 923 76.03 995 76.03 1.067 67.49 1.389 83.93 23 Sulawesi Tengah 1.623 44.66 1.84 44.66 2.631 63.77 3.671 77.25 24 Sulawesi Selatan 11.483 70.04 11.761 70.04 12.316 75.88 14.165 80.58 25 Sulawesi Barat … … … … 26 Sulawesi Tenggara 2.535 67.56 2.954 67.56 3.574 81.84 4.151…
54.37 84.82 27 Maluku 1.724 53.36 1.881 53.36 2.06 74.23 2.202 55.33 28 Maluku utara 931 54.19 966 54.19 1.342 78.73 1.833 74.69 29 Bali 6.454 71.59 6.828 71.59 7.419 75.61 7.942 80.47 30 Nusa Tenggara Barat 3.792 68.76 4.265 68.76 5.239 61.68 5.424 72 31 Nusa Tenggara Timur 3.421 54.01 3.531 54.01 4.457 72.94 4.568 59.85 32 Papua 2.71 58.14 2.973 58.14 2.588 … 3.01 72.13 33 Irian Jaya Barat … … … …
Indonesia 238.028 63.02 256.637 63.02 299.405 69047 325.03 72.44 Catatan / Note :
… : Data tidak tersedia/ data not available Sumber: Data Statistik Depdiknas
2005/2006 2002/2003 2003/2004 2004/2005
(6)
Lampiran 2
CONTOH SUBTANSI SERTIFIKASI PENDIDIK
Nomor:………
SERTIFIKAT PENDIDIK
Rektor Universitas ………, memberikan Sertifikat Pendidik Kepada:
Nama :
Nomor Induk Peserta : Tempat/Tanggal Lahir :
Telah mengikuti Sertifikasi Pendidik dan dinyatakan LULUS serta yang bersangkutan dinyatakan sebagai guru professional dalam bidang studi/ Guru Kelas…….dijenjang………(TK/SD/MI/SDLB/SMP/MTs/SLB/SMA/MA/SMK /MAK)
Rektor………
……… Nama & NIP
Pedoman Sertifikasi Guru dalam Jabatan
Logo