Atjeh Gayo, Perancangan Busana Siap Pakai dengan Tema Atjeh Gayo bagi Masyarakat Urban Kelas Atas.

(1)

DAFTAR ISI

JUDUL

ABSTRAK ... i

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Tujuan Perancangan ... 4

1.5 Metode Perancangan ... 4

1.6 Sistematika Penulisan ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

2.1 Teori Fashion ... 7

2.2 Teori Busana ... 7

2.2.1 Fungsi Busana ... 7

2.2.2 Prinsip-prinsip Desain Busana ... 10

2.3 Teori Desain ... 12

2.4 Teori Warna ... ....13

2.4.1 Warna dan media………... 13

2.4.2 Pengelolaan warna pada media………... 14

2.4.3 Variasi warna……… .16

BAB III OBJEK PERANCANGAN ... 18

3.1 Nanggroe Aceh Darussalam ... 18

3.2 Gayo ... 19

3.3 Kain tenun Gayo ... 22


(2)

3.5 Warna khas Aceh ... 25

3.6 Totem ... 25

3.7 Ready to wear ... 26

3.8 Target Market ... 27

BAB IV TUJUAN PERANCANGAN ... 28

4.1 Perancangan Umum ... 28

4.1.1 Konsep ... 28

4.1.2 Image Board ... 29

4.2 Perancangan Khusus ... 32

4.2.1 Design I ... 32

4.2.2 Design II ... 33

4.2.3 Design III ... 34

4.2.4 Design IV ... 35

4.3 Perancangan Detail ... 35

4.4 Aksesoris ... 36

BAB V PENUTUP ... 38

5.1 Kesimpulan ... 38

5.2 Saran ... 38


(3)

DAFTAR GAMBAR

Gb.2.2.1.1 J.Crew Spring 2011, Ready to Wear ... 9

Gb.2.2.1.2 Ag Art Wear 27 by Geoff Ridder ... 9

Gb.2.2.1.3 Givenchy Autumn 2011 couture ... 10

Gb.2.2.2.1 Pengulangan motif ... 11

Gb.2.2.2.2 Keseimbangan antar warna dan bentuk ... 11

Gb.2.4.1.1 RGB ... 14

Gb.2.5.2.1 Roda Warna ... 15

Gb.2.5.2.1 Hue, Saturation and Brightness ... 16

Gb.2.4.3.1 Achromatic ... 16

Gb.2.4.3.2 Tint and Shade ……….…….…...17

Gb.2.4.3.3 Nuance ... 17

Gb.2.1.1 Masjid Agung Baiturrahman, icon kota Banda Aceh ... 18

Gb.2.2.1 Rumoh Aceh ... 19

Gb.2.2.2 Seni betutur didong, salah satu kesenian adat Gayo ... 20

Gb.2.2.3 Tari Bines ... 20

Gb.2.2.4 Tari Guel ... 21

Gb.2.2.3 Pakaian Adat daerah Gayo ... 21

Gb.3.2.1 Pengrajin tenun songket Lamteumeun, Aceh ... 23

Gb.3.2.2 Motif khas daerah Gayo ... 24

Gb.3.5.1 Warna khas Aceh ... 25

Gb.3.5.2 Sub tema Totem yang memliki siluet busana tegas ... 26

Gb.3.4.1 Ready to wear, Tokyo 2012 ... 27

Gb.4.1.1 Image Board “Atjeh Gayo” ... 28

Gb.4.2.1 Sketsa tampak depan & tampak belakang ... 29

Gb.4.2.2 Inspirasi Desain ... 30

Gb.4.2.3 Tex Saverio Collection ... 31


(4)

Gb.4.2.3.1 Desain III ... 34

Gb.4.2.4.1 Desain VI ... 35

Gb.4.4.1 Desain Sepatu ... 36


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Ukuran Model dan Pola Kecil ... 43

Lampiran B Material ... 51

Lampiran C Dokumentasi Busana ... 54

Lampiran D Gambar Teknik ... 62

Lampiran E Ilustrasi Fashion ... 71

Lampiran F Reka Bahan ... 75

Lampiran G Proses Pembuatan ... 76


(6)

ABSTRAK

Rancangan koleksi busana yang bertema “Atjeh Gayo” ini merupakan koleksi busana ready to wear yang memberikan kesan tegas namun tetap terlihat indah dan bernuansa etnik modern. Gayo merupakan suatu daerah yang berada di daerah Aceh Selatan yang memiliki beranekaragam budaya di Nanggroe Aceh Darussalam. Adat istiadat maupun ajaran agama yang menjadi pegangan hidup masyarakatnya pun tersirat dalam budaya Aceh.

Siluet boxy pada koleksi busana ini terinspirasi dari gaya busana tema Demotic pada buku BDA+ yang memiliki sub tema Totem dengan ciri khas etnic modern. Koleksi busana ini juga terinspirasi dari gaya busana dari para pejuang Aceh dan busana adat.

Proses pembuatan koleksi ini dimulai dari pembuatan pola dasar, pengembangan pola dasar menjadi pola masing-masing bagian, pencetakan pola untuk dibordir, pemotongan kain dan yang terakhir ialah penjahitan. Material yang digunakan ialah beludru, dupion, wool, bember serta kain tenun khas aceh sebagai material utama. Etnik yang ditampilkan pada busana dapat terlihat dari motif yang terdapat pada kain tenun sutra Aceh dan juga komposisi motif Aceh.

Penerapan konsep ke dalam koleksi ready to wear ini dapat terlihat dari siluet serta komposisi motif yang merupakan khas Aceh. Penerapan style dari tema Totem dengan kain songket khas Gayo, terciptanya busana ready to wear deluxe etnik modern yang dapat beradaptasi dengan perkembangan fashion di era modern ini, khususnya wanita yang berusia 20-40 tahun dengan karakter easy going sesuai acara yang akan dihadiri.


(7)

ABSTRACT

The fashion collection entitled "Atjeh Gayo" is a collection of ready to wear clothing that gives the impression firmly but still look beautiful and modern ethnic. Gayo is a region located in South Aceh region that has diverse cultures in Aceh. Customs and religion been a lifeline that was implicit in the culture of the people of Aceh.

Boxy silhouette in fashion collection was inspired fashion theme BDA + Demotic on the book that has a sub theme of Totem with typical modern etnic. The fashion collection is also inspired by the style of clothing of the fighters in Aceh and tarditional fashion.

The process of making this collection starts from basic pattern making, basic patterns into the pattern of development of each piece, printing patterns for embroidered, fabric cutting and sewing is the last one. The material used is velvet, dupion, wool, bember and woven fabric typical of Aceh as the main material. Ethnic displayed on clothing can be seen from the pattern found in woven silk fabric of Aceh and the composition of Aceh pattern.

The application of the concept to the ready to wear collection can be seen from the silhouette and composition of patternmotifs that are typical of Aceh. Application of the style of the theme Totem with songket typical Gayo, the creation of ready to wear clothing that can be a deluxe modern ethnic adapt to fashion trends in the modern era, especially women aged 20-40 years with easy going character corresponding to the event.


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Budaya merupakan suatu pola hidup yang berkembang dalam masyarakat yang diwariskan dari generasi ke generasi. Oleh karena itu, budaya memiliki kaitan yang sangat erat dengan tata cara hidup dalam masyarakat itu sendiri. Dari pendapat beberapa ahli didapatkan pula pengertian kebudayaan mencakup sebuah kompleksitas yang memuat pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat, juga pernyataan intelektual yang artistik menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Indonesia sebagai salah satu negara yang kaya akan keberagaman bangsa menciptakan kebudayaan yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya, kemudian dikenal dengan nama kebudayaan lokal yang kemudian menyatu menjadi kebudayaan nasional. Masyarakat adat pada dasarnya menjunjung tinggi kebudayaan lokal sebagai sebuah warisan budaya dari para leluhur. Namun dengan adanya faktor lain seperti kemajuan dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan maka dapat berpengaruh terhadap perubahan budaya lokal yang diterima oleh generasi-generasi penerus.

Eksotisme yang terlihat dari kebudayaan Indonesia memiliki daya tarik yang sangat kuat. Seperti halnya kebudayaan Gayo yang merupakan sentral dari Nanggroe Aceh Darussalam. Bentuk kesenian Gayo yang terkenal, antara lain tari saman dan seni bertutur yang disebut Didong. Selain untuk hiburan dan rekreasi, bentuk-bentuk kesenian ini mempunyai fungsi ritual, pendidikan, penerangan, sekaligus sebagai sarana untuk mempertahankan keseimbangan dan struktur sosial masyarakat. Di samping itu ada pula bentuk kesenian seperti: Tari Bines, Tari Guel, Tari Munalu, Sebuku (pepongoten), dan Melengkan (seni berpidato berdasarkan adat), yang terus dijaga kelestariannya.


(9)

Seni tari Aceh mempunyai keistimewaan dan keunikan tersendiri, dengan ciri-ciri antara lain pada mulanya hanya dilakukan dalam upacara-upacara tertentu yang bersifat ritual bukan tontonan. Kombinasi yang serasi antara tari, musik dan sastra, ditampilkan secara massal dengan arena yang terbatas. Terdapat pengulangan gerakan monoton dalam pola gerak yang sederhana dan dilakukan secara berulang-ulang, serta waktu penyajian yang relatif panjang.

Suku bangsa Aceh yang terletak di wilayah paling barat Sumatera menyenangi hiasan manik-manik seperti kipas, tudung saji, hiasan baju seperti bordir yang juga menjadi cirri khas kesenian Aceh. Kemudian keunikan karya-karya seni tidak hanya tampak pada seni tari, namun juga pada seni ukir. Kesenian ukir dengan motif dapat dilihat pada hiasan-hiasan yang terdapat pada tikar, kopiah, pakaian adat, dan aksesoris pendukung seperti tas maupun dompet.

Dengan meningkatnya kebutuhan akan pakaian formal yang bernuansa etnik modern, memberikan peluang terhadap pembuatan koleksi modern ethnic ready to wear deluxe yang sangat besar. Didukung dengan penggarapan kain Indonesia yang dilakukan oleh para desainer, membuat masyarakat khususnya anak muda semakin menghargai atas kebudayaan yang dimiliki. Tentunya dengan cara mengolah kain tradisional Indonesia menjadi busana siap pakai namun masih terlihat modern sehingga para anak muda tidak merasa ketinggalan zaman.

Melihat peluang tersebut, desainer membuat rancangan busana menggunakan kain khas Gayo dengan menampilkan siluet feminism boxy. Penerapan konsep ke busana terlihat dari siluet feminism boxy yang diadaptasi dari karakter para pejuang Aceh serta motif khas Aceh. Karakter yang ditampilkan pada busana ialah maskulin tanpa menghilangkan sisi kewanitaan. Koleksi busana ready to wear deluxe ini ditargetkan untuk para wanita muda yang berusia 20–40 tahun yang percaya diri, selalu ingin tampil beda, dan cinta akan budaya Indonesia.


(10)

1.2 Identifikasi Masalah

Dalam proses perancangan ditemukan beberapa masalah yang dapat menghambat dalam proses produksi, yaitu :

1. Kebutuhan masyarakat akan busana ready to wear deluxe dengan nuansa etnik masih tinggi di daerah-daerah di Indonesia yang dapat digunakan pada acara tertentu seperti fashion show, art exhibition yang tidak akan ketinggalan zaman / klasik.

2. Kurangnya ketertarikan dan pengetahuan para anak muda akan motif-motif khas Aceh.

3. Menerapkan kain tenun khas Gayo yang tradisional pada siluet busana ready to wear deluxe yang akan tetap terlihat modern dan dapat bersaing di pasaran.

4. Mengkomposisikan material serta warna pada busana agar selaras tanpa mengurangi kenyamanan pada busana.

1.3 Batasan Masalah

Terkait dengan bidang fashion, maka ruang lingkup masalah dibatasi pada : 1. Jenis busana yang dirancang adalah ready to wear deluxe dengan kesan

minimalis, dinamis, modern dan tetap sopan dalam bentuk blazer, long vest, kemeja, celana panjang dan rok panjang.

2. Warna terbatas pada warna khas Aceh yaitu merah, kuning, hijau dan hitam. 3. Corak terbatas pada motif khas Aceh yaitu pucuk rebung dan pintu aceh.


(11)

1.4 Tujuan Perancangan

1. Meningkatkan citra budaya Aceh dengan menggunakan salah satu corak khas Pucuk Rebung dan Pinto Aceh yang memiliki makna menjadi busana ready to wear deluxe yang modern sehingga dapat diterima oleh para masyarakat kelas menengah ke atas tanpa menghilangkan makna yang terkandung dalam kain tersebut.

2. Busana ready to wear deluxe yang membuat corak-corak khas daerah menjadi terlihat modern dan up to date tanpa mengurangi esensi dari corak daerah tersebut.

3. Koleksi busana ready to wear deluxe ini ditujukan ke para wanita Indonesia yang berusia 20-40 tahun dengan karakter cuek, easy going, dan para wanita karir yang bekerja secara dinamis.

1.5 Metode Perancangan

Metode yang dibagi menjadi pra produksi yang merupakan langkah awal dalam proses perancangan, kemudian dilanjutkan ke tahap produksi pembuatan koleksi dan pasaca produksi yang merupakan tahap akhir dalam proses perancangan yang masing-masing akan dijabarkan dalam bentuk bagan berikut ini :


(12)

Bagan 1.5.1 Metode Perancangan

1.6 Sistematika Penulisan

Laporan Tugas Akhir terdiri dari 5 bab pembahasan, yaitu :

Bab 1 Pendahuluan, berisikan tentang penjelasan latar belakang konsep, identifikasi masalah, menjelaskan batasan masalah busana, tujuan perancangan, metode perancangan dan sistematika penulisan.

Bab 2 Landasan Teori, berisikan teori dasar yang terkait langsung terhadap konsep desain perancangan sebagai penunjang karya yang bersumber dari buku maupun website yang berakreditasi.

Bab 3 Objek Studi Perancangan, yang berisi deskripsi dari unsur desain objek yang digunakan pada desain. Pembahasan secara mendalam mengenai sumber inspirasi.

•Penentuan tema dan inspirasi konsep •Pembuatan sketsa

rancangan desain •Pemilihan rancangan busana •Perancangan material untuk busana

Pra Produksi

•Perancangan pola dasar

•Pengembangan pola dasar menjadi pola setiap item busana Pembuatan technical

drawing

•Penjiplakan pola yang sudah dikembangkan ke material

Cutting

•Penjahitan busana •Finishing (detail,

ironing, dan

pengecekan kerapihan)

Produksi

Photoshoot

•Pembuatan portofolio •Pameran dan fashion

show

Pasca

Produksi


(13)

Bab 4 Konsep Perancangan, yaitu penjelasan secara mendetail mengenai konsep yang diangkat beserta masing-masing unsurnya.

Bab 5 Penutup, yang berisi kesimpulan yaitu pembahasan yang dirumuskan dalam ringkas berdasarkan hasil perancangan. Dilanjutkan dengan saran dan kritik sebagai gagasan agar selanjutnya dapat menghasilkan rancangan yang lebih baik.


(14)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

“Atjeh Gayo” merupakan koleksi busana ready to wear deluxe yang terinspirasi dari budaya seni daerah Gayo, Nanggroe Aceh Darussalam dengan menggabungkan subtema Totem yang bersifat etnic modern yang memberikan kesan tegas dan indah yang terlihat dari siluet busana. Desainer menerapkan warna hitam, kuning, merah, hijau dan emas pada busana yang merupakan warna khas Aceh.

Material yang digunakan pada koleksi “Atjeh Gayo” ialah kain tenun sutra Aceh yang bermotif pucuk rebung dan pinto Aceh, dupion, beludru, wool dan bember sebagai furing dari seluruh busana.

Koleksi ready to wear “Atjeh Gayo” ini menghasilkan rancangan dengan padu padan berbagai bagian busana namun tetap nyaman digunakan.

Wanita yang berusia 20-40 tahun dengan kepribadian yang menarik, tegas dan berani tampil beda akan cocok memakai koleksi”Atjeh Gayo” khususnya para wanita yang bekerja di bidang entertainment, fashion dan art. Dengan dibuatnya koleksi busana ready to wear “Atjeh Gayo” ini, desainer berharap semakin meningkatnya seni budaya Indonesia yang dikenal dan dicintai oleh masyarakat.

5.2 Saran

Dalam perancangan koleksi busana “Atjeh Gayo” ini ditemukan beberapa kendala diantaranya seperti komposisi motif dan warna yang akan dibordir agar selaras dengan kain tenun Aceh. Untuk reka bahan bordir dibutuhkan material yang tidak bersifat stretch karena ketika proses bordir kain akan ditarik sesuai ukuran pemidangannya jika sudah selesai hasil bordir akan mengkerut. Penggunaan material beludru yang cenderung sulit dipola membuat proses penjahitan pun sedikit terlambat. Sebaiknya ketika proses mencetak pola pada kain beludru, kain dijelujur terlebih dahulu


(15)

karena kapur yang digoreskan pada kain beludru mudah hilang ataupun dengan cara mencetak motif di atas kain organdi terlebih dahulu kemudian kain beludru dibordir bersamaan dengan kain organdi yang telah digambar motifnya.

Seperti halnya dengan busana-busana lain, koleksi busana ini tidak akan kalah menarik karena reka bahan bordir dapat memberikan kesan mewah serta didukung dengan komposisi motif Aceh yang baik. Jika koleksi busana “Atjeh Gayo” ini dominan dengan bagian busana seperti celana maupun crop top koleksi ini dapat dikembangkan juga menjadi adibusana atau umumnya diketahui sebagai haute couture. Potongan busana dress akan sangat indah jika diterapkan konsep “Atjeh Gayo” ini.


(16)

DAFTAR PUSTAKA

Husein, Mohammad, Adat Aceh, Banda Aceh : Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh 1970

Hadi, Amirul, Aceh: Sejarah, Budaya dan Tradisi, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia

http://dekranasdanad.org www.indonesia.travel http://acehprov.go.id

www.gayolut.wordpress.com

http://www.bloomsbury.com/uk/journal/fashion-theory/

http://www.desainbusana.com/2012/06/desain-busana-dan-teori.html

Soekarno, Buku Penutun Membuat Pola Busana Tingkat Dasar, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama 2003

Nugroho, Eko, Pengenalan Teori Warna, Yogyakarta : CV. Andi 2008

Roland Barthes, The Fashion System, CA: University of California Press, 1990

Hollander, Anne. "The Modernization of Fashion." Design Qurterly, No. 154. 1992. pp. 27-33

http://www.desainbusana.com/2012/06/desain-busana-dan-teori.html http://fashion-mythebestway.blogspot.com/2013/04/teknologi-busana.html


(1)

1.4 Tujuan Perancangan

1. Meningkatkan citra budaya Aceh dengan menggunakan salah satu corak khas Pucuk Rebung dan Pinto Aceh yang memiliki makna menjadi busana

ready to wear deluxe yang modern sehingga dapat diterima oleh para

masyarakat kelas menengah ke atas tanpa menghilangkan makna yang terkandung dalam kain tersebut.

2. Busana ready to wear deluxe yang membuat corak-corak khas daerah menjadi terlihat modern dan up to date tanpa mengurangi esensi dari corak daerah tersebut.

3. Koleksi busana ready to wear deluxe ini ditujukan ke para wanita Indonesia yang berusia 20-40 tahun dengan karakter cuek, easy going, dan para wanita karir yang bekerja secara dinamis.

1.5 Metode Perancangan

Metode yang dibagi menjadi pra produksi yang merupakan langkah awal dalam proses perancangan, kemudian dilanjutkan ke tahap produksi pembuatan koleksi dan pasaca produksi yang merupakan tahap akhir dalam proses perancangan yang masing-masing akan dijabarkan dalam bentuk bagan berikut ini :


(2)

5 Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.5.1 Metode Perancangan

1.6 Sistematika Penulisan

Laporan Tugas Akhir terdiri dari 5 bab pembahasan, yaitu :

Bab 1 Pendahuluan, berisikan tentang penjelasan latar belakang konsep, identifikasi masalah, menjelaskan batasan masalah busana, tujuan perancangan, metode perancangan dan sistematika penulisan.

Bab 2 Landasan Teori, berisikan teori dasar yang terkait langsung terhadap konsep desain perancangan sebagai penunjang karya yang bersumber dari buku maupun website yang berakreditasi.

Bab 3 Objek Studi Perancangan, yang berisi deskripsi dari unsur desain objek yang digunakan pada desain. Pembahasan secara mendalam mengenai sumber inspirasi.

•Penentuan tema dan inspirasi konsep

•Pembuatan sketsa rancangan desain •Pemilihan rancangan busana •Perancangan material untuk busana

Pra Produksi

•Perancangan pola dasar

•Pengembangan pola dasar menjadi pola setiap item busana

Pembuatan technical

drawing

•Penjiplakan pola yang sudah dikembangkan ke material

Cutting

•Penjahitan busana

Finishing (detail, ironing, dan

pengecekan kerapihan)

Produksi

Photoshoot

•Pembuatan portofolio

Pameran dan fashion

show

Pasca

Produksi


(3)

Bab 4 Konsep Perancangan, yaitu penjelasan secara mendetail mengenai konsep yang diangkat beserta masing-masing unsurnya.

Bab 5 Penutup, yang berisi kesimpulan yaitu pembahasan yang dirumuskan dalam ringkas berdasarkan hasil perancangan. Dilanjutkan dengan saran dan kritik sebagai gagasan agar selanjutnya dapat menghasilkan rancangan yang lebih baik.


(4)

38 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

“Atjeh Gayo” merupakan koleksi busana ready to wear deluxe yang terinspirasi dari budaya seni daerah Gayo, Nanggroe Aceh Darussalam dengan menggabungkan subtema Totem yang bersifat etnic modern yang memberikan kesan tegas dan indah yang terlihat dari siluet busana. Desainer menerapkan warna hitam, kuning, merah, hijau dan emas pada busana yang merupakan warna khas Aceh.

Material yang digunakan pada koleksi “Atjeh Gayo” ialah kain tenun sutra Aceh yang bermotif pucuk rebung dan pinto Aceh, dupion, beludru, wool dan bember sebagai furing dari seluruh busana.

Koleksi ready to wear “Atjeh Gayo” ini menghasilkan rancangan dengan padu padan berbagai bagian busana namun tetap nyaman digunakan.

Wanita yang berusia 20-40 tahun dengan kepribadian yang menarik, tegas dan berani tampil beda akan cocok memakai koleksi”Atjeh Gayo” khususnya para wanita yang bekerja di bidang entertainment, fashion dan art. Dengan dibuatnya koleksi busana ready to wear “Atjeh Gayo” ini, desainer berharap semakin meningkatnya seni budaya Indonesia yang dikenal dan dicintai oleh masyarakat.

5.2 Saran

Dalam perancangan koleksi busana “Atjeh Gayo” ini ditemukan beberapa kendala diantaranya seperti komposisi motif dan warna yang akan dibordir agar selaras dengan kain tenun Aceh. Untuk reka bahan bordir dibutuhkan material yang tidak bersifat stretch karena ketika proses bordir kain akan ditarik sesuai ukuran pemidangannya jika sudah selesai hasil bordir akan mengkerut. Penggunaan material beludru yang cenderung sulit dipola membuat proses penjahitan pun sedikit terlambat. Sebaiknya ketika proses mencetak pola pada kain beludru, kain dijelujur terlebih dahulu


(5)

karena kapur yang digoreskan pada kain beludru mudah hilang ataupun dengan cara mencetak motif di atas kain organdi terlebih dahulu kemudian kain beludru dibordir bersamaan dengan kain organdi yang telah digambar motifnya.

Seperti halnya dengan busana-busana lain, koleksi busana ini tidak akan kalah menarik karena reka bahan bordir dapat memberikan kesan mewah serta didukung dengan komposisi motif Aceh yang baik. Jika koleksi busana “Atjeh Gayo” ini dominan dengan bagian busana seperti celana maupun crop top koleksi ini dapat dikembangkan juga menjadi adibusana atau umumnya diketahui sebagai haute couture. Potongan busana dress akan sangat indah jika diterapkan konsep “Atjeh Gayo” ini.


(6)

40 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Husein, Mohammad, Adat Aceh, Banda Aceh : Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh 1970

Hadi, Amirul, Aceh: Sejarah, Budaya dan Tradisi, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia

http://dekranasdanad.org www.indonesia.travel http://acehprov.go.id

www.gayolut.wordpress.com

http://www.bloomsbury.com/uk/journal/fashion-theory/

http://www.desainbusana.com/2012/06/desain-busana-dan-teori.html

Soekarno, Buku Penutun Membuat Pola Busana Tingkat Dasar, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama 2003

Nugroho, Eko, Pengenalan Teori Warna, Yogyakarta : CV. Andi 2008

Roland Barthes, The Fashion System, CA: University of California Press, 1990

Hollander, Anne. "The Modernization of Fashion." Design Qurterly, No. 154. 1992. pp. 27-33

http://www.desainbusana.com/2012/06/desain-busana-dan-teori.html http://fashion-mythebestway.blogspot.com/2013/04/teknologi-busana.html