PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BASIC INDUCTIVE MELALUI MEDIA PRESENTASI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERFIKIR SISWA : Penelitian Dan Pengembangan Pada Mata Pelajaran Sejarah Di Sma Kota Cilegon.

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR dan GRAFIK ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 13

C. Pertanyaan Penelitian ... 14

D. Definisi Operasional ... 15

E. Tujuan Penelitian ... 17

F. Manfaat Penelitian ... 18

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Kurikulum dan Pembelajaran ... 20

1. Pengertian Kurikulum ... 20

2. Kurikulum dalam Pembelajaran ... 24

3. Tujuan dan Fungsi Kurikulum Mata Pelajaran Sejarah ... 33

B. Model Pembelajaran Basic Inductive dan Media Presentasi... 40

1. Pengertian Model Pembelajaran ... 40

2. Model Pembelajaran Basic Inductive ... 45

3. Media Presentasi dalam Pembelajaran Sejarah ... 53

C. Keterampilan Berfikir dan Teori Belajar Kognitif ... 65

1. Keterampilan Berfikir ... 65

2. Teori Belajar Kognitif ... 73 3. Relevansi Keterampilan Berfikir dan Teori Belajar


(2)

Konstruktivisme dalam Pembelajaran Sejarah... 82

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metodologi Penelitian ... 86

B. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 94

C. Teknik Pengumpulan Data ... 96

D. Uji Coba Instrumen ... 99

E. Teknik Analisis Data ... 99

F. Analisis Data ...100

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian ...101

1. Deskripsi Awal Penelitian ...58

a. Latar Belakang dan Kondisi Sekolah ...60

b. Latar Belakang Guru ...62

c. Latar Belakang Siswa ...63

d. Deskripsi Awal Pembelajaran Sejarah ...64

2. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan ...68

a. Tindakan I 68 1. Perencanaan dan Pelaksanaan Pengembangan Model Peta Konsep dalam Pembelajaran Sejarah pada Tindakan I ...68

2. Aktifitas Siswa dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Pengembangan Model Peta Konsep pada Tindakan I ...74

3. Minat Siswa dalam Pembelajaran Sejarah pada Tindakan I ...75

4. Refleksi dan Revisi Tindakan I ...76


(3)

1. Perencanaan dan Pelaksanaan Pengembangan Model Peta Konsep dalam Pembelajaran Sejarah pada

Tindakan II ... 78 2. Aktifitas Siswa dalam Pembelajaran Sejarah Melalui

Pengembangan Model

Peta Konsep pada Tindakan II ... 81 3. Minat Siswa dalam Pembelajaran

Sejarah pada Tindakan II ... 82 4. Refleksi dan Revisi Tindakan II ... 83 c. Tindakan III ... 86

1. Perencanaan dan Pelaksanaan Pengembangan Model Peta Konsep dalam Pembelajaran Sejarah pada

Tindakan III ... 86 2. Aktifitas Siswa dalam Pembelajaran Sejarah Melalui

Pengembangan Model

Peta Konsep pada Tindakan III ... 90 3. Minat Siswa dalam Pembelajaran

Sejarah pada Tindakan III ... 91 4. Refleksi dan Revisi Tindakan III ... 91 d. Tindakan IV ... 93

1. Perencanaan dan Pelaksanaan Pengembangan Model Peta Konsep dalam Pembelajaran Sejarah pada

Tindakan IV ... 93 2. Aktifitas Siswa dalam Pembelajaran Sejarah Melalui

Pengembangan

Model Peta Konsep pada Tindakan IV ... 97 3. Minat Siswa dalam Pembelajaran

Sejarah pada Tindakan IV ... 97 4. Refleksi dan Revisi Tindakan IV ... 98 3. Hasil Pelaksanaan Seluruh Tindakan ... 99


(4)

a. Aktifitas Siswa dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Pengembangan Model Peta Konsep pada Tindakan I-IV 100

b. Minat Siswa dalam Proses

Pembelajaran Sejarah Melalui Pengembangan Model Peta Konsep

pada Tindakan I-IV ...103 c. Kendala-Kendala Yang Dihadapi

Guru Dalam Mengembangkan Model Peta Konsep Sebagai Upaya Meningkatkan

Minat Siswa ...105 B. Analisis Hasil Penelitian...106

1. Langkah-Langkah Guru Dalam Mengembangkan

Model Peta Konsep ...106 2. Pengaruh Pengembangan Model Peta Konsep Terhadap Aktivitas Siswa ...108 3. Pengaruh Pengembangan Model Peta Konsep Terhadap Minat

Siswa ...110 4. Kendala-Kendala Yang Dihadapi Guru Dalam Mengembangkan

Model Peta Konsep ...111

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan ...113 B. Rekomendasi ...116

DAFTAR PUSTAKA ...119 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(5)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan berkualitas merupakan investasi tak ternilai untuk kemajuan suatu bangsa. Pendidikan adalah modal kehidupan manusia berbudaya dan beradab. Hal ini sesuai dengan Tujuan Pendidikan Nasional dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beraklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat guna mencerdaskan kehidupan bangsa dengan tujuan untuk mengembangkan potensi diri siswa, semua dapat tercapai melalui peran pengajaran di tingkat satuan pendidikan, mulai dari tingkat dasar (SD dan SLTP), tingkat menengah (SMA dan SMK) sampai ke perguruan tinggi. Proses pendidikan berkelanjutan perlu disiapkan untuk generasi penerus bangsa guna kehidupan yang lebih baik

Dalam proses pendidikan, kurikulum ditempatkan pada posisi sentral, dimana proses pendidikan tersebut seakan dikendalikan, diatur dan dinilai berdasarkan kriteria yang ada dalam kurikulum. Hal ini senada dengan pendapat


(6)

Sukmadinata (2008:4) yang menyatakan, kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi terciptanya tujuan-tujuan pendidikan. Pengertian tersebut diantaranya menjelaskan bahwa kurikulum harus dijadikan pedoman bagi setiap intitusi, lembaga pendidikan dalam melaksanakan kegiatan pendidikannya. Tidak jauh berbeda dengan pendapat Hasan (2004: 6) yang menyatakan, posisi kurikulum dalam proses pendidikan menentukan tolok ukur keberhasilan kurikulum sebagai bagian dari keberhasilan pendidikan.

Pada tataran konsep, kurikulum memiliki makna yang sangat penting dan esensial dalam mengakomodasi seluruh kebutuhan dalam sistem pendidikan. Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional kurikulum didefinisikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan pelajaran serta cara yang digunakan, sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU nomor 20 tahun 2003 bab 1 pasal 1 19). Hal ini sesuai dengan pendapat Hasan (2004: 6) yang menyatakan kurikulum adalah jantungnya pendidikan. Semua gerak kehidupan pendidikan yang dilakukan sekolah didasarkan pada apa yang direncanakan dalam kurikulum semua interaksi akademik adalah jiwa dari pendidikan dan kurikulum merupakan desain dari interaksi tersebut.

Proses kegiatan belajar mengajar/ pembelajaran pada setiap satuan pendidikan merupakan implementasi dari dokumen kurikulum (curriculum document) yang tertulis (written curriculum) dalam kurikulum yang berlaku di setiap satuan pendidikan. Proses pembelajaran di kelas merupakan fokus yang


(7)

teramat penting. Menurut Hasan (2008 : 9) posisi penting tersebut disebabkan oleh dua hal. Pertama, proses pembelajaran di kelas merupakan kegiatan aktualisasi dari dokumen kurikulum atau kurikulum sebagai rencana. Kedua, posisi penting proses pembelajaran tersebut disebabkan oleh kedudukan sebagai proses pengalaman belajar nyata (oberved curriculum) terhadap hasil belajar.

Berdasarkan dokumen panduan penyusunan KTSP ( 2006 : 9) mengenai komponen kurikulum tingkat satuan pendidikan dicantumkan bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan yakni meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Adapun pada jenjang sekolah menengah, dokumen kurikulum tertuang dalam berbagai mata pelajaran seperti pendidikan agama islam, pendidikan kewarganegaraan, ekonomi, sejarah, ekonomi, geografi, akuntansi, fisika, sejarah, biologi, matematika, sosiologi, bahasa indonesia, pendidikan jasmani dan kesehatan, bahasa Inggris, bahasa asing, kesenian, serta muatan lokal.

Tujuan pendidikan seperti telah terurai di atas dapat dicapai dengan pencapaian tujuan-tujuan setiap mata pelajaran. Menyadari bahwa dalam diri siswa sebagai peserta didik terdapat potensi-potensi yang perlu dikembangkan, dimana potensi itu akan berkembang apabila guru sebagai pendidik mampu mengarahkannya dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM). Guru dituntut untuk mampu menciptakan pengajaran yang menarik dan dapat mengembangkan potensi yang ada pada diri siswa. Upaya mengembangkan potensi peserta didik


(8)

merupakan salah satu tujuan dalam pengembangan kurikulum. Khususnya pengembangan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan (KTSP).

Tujuan kurikulum tersebut dijabarkan dalam bentuk standar kompetensi dan kompetensi dasar pada setiap mata pelajaran, sedangkan untuk pengembangan kurikulum lebih lanjut diserahkan kepada sekolah maupun guru mata pelajaran sebagai pengembang sekaligus implementator kurikulum dalam bentuk silabus mata pelajaran. Dokumen kurikulum yang paling dekat dengan proses pelaksanaan kurikulum dinamakan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar (BSNP, 2006:14). Silabus ini merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian (BSNP, 2006:5).

Berdasarkan langkah-langkah pengembangan silabus yang tercantum dalam dokumen panduan penyusunan KTSP yang dikeluarkan BSNP (2006:16) dinyatakan bahwa kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Secara operasional silabus ini kemudian dijabarkan dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang merupakan bagian dari perencanaan proses pembelajaran yang memuat


(9)

sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar (BSNP, 2006:14).

Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran berdasarkan panduan penyusunan KTSP yang dikeluarkan BSNP (2006:16) adalah sebagai berikut:

a. Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional.

b. Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar.

c. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi pembelajaran.

d. Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan siswa dan materi.

Kurikulum sebagai rancangan pendidikan merangkum semua pengalaman belajar siswa, memberikan rambu-rambu kepada guru bagaimana mengimplementasikannya (Mahfuddin, 2008: 2). Dalam situasi mana pun, hasil belajar yang dimiliki peserta didik adalah hasil dari pengalaman belajar yang diikutinya bukan pengaruh dari kurikulum sebagai dokumen. Guru sebagai


(10)

pengembang dan implementator kurikulum dituntut harus mampu membaca perubahan dan kondisi yang ada dengan segala kompleksitasnya.

Pada era global seperti sekarang ini, setuju atau tidak, mau atau tidak mau, dunia pendidikan kita harus berhubungan dengan teknologi khususnya teknologi informasi. Hal ini disebabkan karena teknologi tersebut telah mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari. Oleh karena itu, kita sebaiknya tidak ‘gagap’ teknologi. Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa siapa yang terlambat menguasai informasi, maka terlambat pulalah memperoleh kesempatan-kesempatan untuk maju. Peran informasi menjadi kian besar dan nyata dalam dunia modern seperti sekarang ini. Hal ini dapat dimengerti karena masyarakat sekarang menuju pada era masyarakat informasi dan teknologi (information and technology age) atau masyarakat ilmu pengetahuan (knowledge society).

Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi. Dalam suatu proses komunikasi selalu melibatkan tiga komponen pokok, yaitu komponen pengirim pesan (guru), komponen penerima pesan (siswa), dan komponen pesan itu sendiri yang biasanya berupa materi pelajaran. Kadang-kadang dalam proses pembelajaran terjadi kegagalan komunikasi. Artinya, materi pelajaran atau pesan yang disampaikan guru tidak dapat diterima oleh siswa dengan optimal, artinya tidak seluruh materi pelajaran dapat dipahami dengan baik oleh siswa, lebih parah lagi siswa sebagai penerima pesan salah menangkap isi pesan yang disampaikan. Untuk menghindari semua itu, maka guru dapat menyusun strategi pembelajaran dengan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar.


(11)

Pada akhirnya guru harus memiliki kemampuan merekonstruksi pembelajaran yang ada menuju pembelajaran ke masa yang akan datang yang lebih baik. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi komunikasi, sangat berpengaruh terhadap penyusunan dan implementasi strategi pembelajaran. Melalui kemajuan tersebut para guru dapat menggunakan berbagai media dan sumber belajar yang ada sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pembelajaran. Dengan menggunakan media komunikasi dan sumber belajar yang baik bukan saja dapat mempermudah dan mengefektifkan proses pembelajaran, akan tetapi juga dapat membuat proses pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan.

Banyak faktor yang terbukti dapat menyebabkan siswa kurang bersemangat dalam pembelajaran, di antaranya adalah kegiatan pembelajaran yang monoton dan kurang menarik. Padahal sebaliknya, pembelajaran yang menarik dan menyenangkan diyakini dapat membangkitkan motivasi siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran yang pada akhirnya dapat menghasilkan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Dengan suasana belajar yang menyenangkan, siswa tidak harus melewati jam pelajaran dengan perasaan bosan dan jenuh serta dapat menyerap dan memahami materi pelajaran secara optimal.

Permasalahan lain mengenai pembelajaran sejarah adalah pembelajaran yang bagaimana yang dapat mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar. Untuk mengaktifkan siswa, maka proses pembelajaran student centered merupakan salah satu pilihan yang dapat ditempuh untuk memberikan pengalaman belajar dan mengembangkan keterampilan berfikir peserta didik.


(12)

Menurut pandangan konstruktivisme yang dikemukakan Hakiim (2008), belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. Dengan demikian, pada dasarnya tidak ada belajar tanpa keaktifan siswa. Beberapa teori belajar yang berkaitan dengan konstruktivisme menyatakan bahwa seseorang membangun pengetahuannya dengan cara menambah, mengubah atau mengasimilasikan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya.

Berdasarkan pada tujuan pembelajaran sejarah kurikulum tingkat satuan pendidikan, dalam pembelajaran siswa tidak sebagai objek yang hanya dituntut untuk menyerap berbagai informasi yang diberikan guru, tetapi menjadi subjek belajar yang memiliki keluasan untuk mengoptimalkan berbagai kemampuan yang dimilikinya sehingga dapat dikembangkan. Sejarah adalah mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia dan dunia dari masa lampau hingga kini (Departemen Pendidikan Nasional, 2003).

Sejarah termasuk disiplin ilmu, baik arts maupun humaniora. Sedangkan kajiannya yang bersifat sinkronik menjadikan ilmu sejarah juga termasuk ke dalam “ilmu sosial” (Wiriatmadja, 2002: 294). Oleh karena itu, sejarah tidak dapat dipisahkan dari pendidikan ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora) yang dapat melatih daya umum berpikir, memberikan kesadaran kepada kita akan nilai-nilai yang telah manusia lahirkan dan temukan melalui pikiran, perasaan, atau perbuatannya. Sejarah memberikan pengalaman yang luas mengenai kehidupan manusia pada tempat, waktu yang berbeda-beda. Hal ini senada dengan pendapat


(13)

Sjamsuddin (2001: 123) yang menyatakan bahwa sejarah juga termasuk salah satu ilmu sosial karena ia berbicara tentang masyarakat manusia dalam perspektif waktu, berbicara tentang masalah-masalah yang telah dihadapi oleh masyarakat dalam interaksi mereka satu sama lain, dan bagaimana mereka telah berhasil atau gagal dalam menghadapi dan mengatasinya. Di dalam kurikulum IPS Amerika (NCSS, 1994), terdapat tujuh keterampilan dasar yang ditekankan pada siswa yang belajar IPS, yaitu keterampilan dasar berkomunikasi (basic communication skill), memahami peta, globe, grafik, waktu (map, globe, graphic and time skill), memahami komputer (computer skills), keterampilan berfikir (thingking skills), memberikan penilaian (valuing skills), keterampilan berpartisipasi (social participation skills) dan inquiri ilmu-ilmu sosial (social inquiry skills). Dari tujuh keterampilan dasar tersebut keterampilan berfikir merupakan bagian penting dari pembelajarn IPS, yang juga termasuk sejarah di dalamnya.

Menurut standar pendidikan sejarah Amerika, dalam pembelajaran sejarah perlu memperhatikan ketercapaian keterampilan berfikir yang mencakup historical understanding (pemahaman sejarah) dan historical thinking skill (keterampilan berfikir). Keterampilan berfikir kesejarahan terdiri dari Chronological Thinking (berfikir kronologis). Historical Comprehension, Historical Analysis and Interpretation, Historical Research Capabilities, Historical Issues-analysis and decision making (National Center for History, 1994).

Berdasarkan pemaparan tersebut diatas dinyatakan bahwa jika sejarah dipelajari dengan baik, akan mendapatkan kebiasaan-kebiasaan berfikir, melalui


(14)

pengalaman dalam menganalisis atau menginterpretasi fakta, bukti sejarah. Pengalaman belajar yang diperoleh dapat meningkatkan keterampilan berfikir. Terdapat permasalahan lain dimana masih terdapat anggapan bahwa sejarah sebagai mata pelajaran “second class”, tidak menarik dan hanya hafalan. Metode ceramah dianggap sebagai satu cara yang ampuh dalam menyampaikan informasi kepada siswa sangat umum dan sangat sering dipakai, tanpa banyak melihat kemungkinan penerapan metode dan media lain yang mampu mengembangkan kemampuan keterampilan berfikir. Metode ceramah mudah dilakukan, karena kurang menuntut usaha yang terlalu banyak dari guru maupun siswa. Akibatnya materi pelajaran dijejalkan pada siswa dan kurang diperhatikan taraf perkembangan keterampilan berfikir siswa baik secara umum maupun secara perorangan. Dalam kenyatan sumber belajar yang paling sering dan paling banyak dimanfaatkan hanyalah guru. Guru hanya berperan sebagai sumber informasi, penyampai informasi, dan hakim yang bertindak pada saat ujian. Sumber belajar lain, seperti lingkungan alam, lingkungan masyarakat, narasumber di masyarakat, dan media internet kurang dimanfaatkan secara optimal (Wiyanarti, 2000; Wiriaatmaja, 2002; Kamarga, 2000; Hendriawan, 2005; Murni, 2006).

Kesadaran perlunya kemampuan berfikir dalam pembelajaran didasarkan adanya kenyataan bahwa sebagian peserta didik tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dikelas / disekolah dengan bagaimana pemanfaatannya dalam kehidupan nyata. Pembelajaran sejarah selama ini cenderung menekankan pada aspek hafalan semata, tanpa diikuti dengan pemahaman dan pengertian yang mendalam. Dengan kata lain, pembelajaran yang


(15)

telah peserta didik lakukan seolah-olah tidak sama atau terpisah dari kehidupan nyata sehingga menjadikan pembelajaran tersebut tidak bermakna karena mereka tidak dapat menerapkan apa yang telah mereka pelajari di kelas apabila dihadapkan pada situasi berbeda yang mereka temui.

Berdasarkan studi pendahuluan tentang kondisi keterampilan berfikir, didapati bahwa pembalajaran sejarah yang ada menunjukan kurang menuntut keterampilan berfikir siswa. Dimana seharusnya siswa ditempatkan sebagai subjek, bukan objek pembelajaran. Selain itu siswa diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan dan pemahaman baru dari pengalaman yang nyata dan bukan memproduksi ulang pengetahuan. Siswa diajak menggunakan berbagai sumber belajar yang ditekankan kepada pencapaian keterampilan berfikir serta memperoleh pemahaman yang mendalam. Dilihat dari fungsi dan tujuan pembelajaran sejarah maka tentu tidaklah sesuai anggapan yang selama ini ada pada pelajaran sejarah (sebagai pelajaran hapalan). Untuk menghilangkan anggapan keliru serta mewujudkan fungsi dan tujuan pelajaran sejarah maka peran guru menjadi sangat besar. Mengingat guru adalah elemen strategis dalam pembelajaran.

Kondisi pembelajaran yang ada hanya membiasakan siswa untuk bersikap pasif dalam menerima fakta, informasi dan materi sejarah dari guru tanpa banyak menuntut berfikir. Gejala ini pun kemudian terlihat pada gaya belajar sebagian besar siswa SMA, yang masih menempatkan diri sebagai objek, bukan subjek dalam proses pembelajaran. Seperti yang diuraikan di atas, pembelajaran sejarah masih kurang optimal dalam peningkatan keterampilan berfikir. Kondisi


(16)

pembelajaran demikian tentu kurang memberi peluang kepada siswa untuk mengembangkan ketrampilan berfikir.

Upaya meningkatkan keterampilan berfikir kesejarahan menjadi salah satu pilihan utama dalam mencapai tujuan pembelajaran sejarah lebih khusus lagi disebut sebagai kompetensi sejarah. Menurut Murni (2006:13) jika sejarah dipelajari dengan baik, akan mendapatkan kebiasaan-kebiasaan berfikir, melalui pengalaman dalam menganalisis dan menginterpretasi fakta, bukti sejarah. Pada akhirnya pengalaman belajar yang diperoleh dapat meningkatkan keterampilan berfikir tahap tinggi, yang pada akhirnya keterampilan tersebut diperlukan sebagai anggota masyarakat

Pengembangan model pembelajaran basic inductive melalui media presentasi memberikan pilihan alternatif dalam proses pembelajaran guna meningkatkan keterampilan berfikir siswa. Teknologi pembelajaran yang terus berkembang. mempengaruhi tugas guru dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran sebelumnya didominasi oleh peran guru (teacher centered -the era of teacher). Kini, proses belajar dan mengajar, di dominasi oleh peran peserta didik, guru, buku dan teknologi (student centered, teacher, book and technology).

Berdasarkan kajian pustaka terhadap beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu tentang berbagai masalah pembelajaran sejarah dan rekomendasi penyelesaiannya dengan hasil yang memuaskan, diantaranya adalah :

1. Terdapat sejumlah tujuan mengajar yang dapat dicapai melalaui model induktif sebagai suatu strastegi mengajar. Pertama, bila kita akan mengajarkan


(17)

konsep atau generalisasi. Kedua model induktif efektif untuk memotivasi siswa. Ketiga model induktif menumbuhkan inat siswa karena dalam model ini partisis pasui siswa dalam melakukan observasi mendapat penekanan dan siswa secara optimal di beri kesempatan untuk aktif (proses utama dalam model induktif adalah aktivitas siswa) keempat, model ini dapat mengembangkan keterampilan proses siswa dalam belajar. Kelima, model ini dapat mengembangkan sikap yang posistif terhadap suatu objek (Sulaeman, 1998).

2. Model pembelajaran induktif adalah suatu model pembelajaran yang membimbing siswa untuk menemukan suatu kesimpulan sebagai penerapan hasil belajar melalui tahapan-tahapan pembentukan konsep, interpretasi data dan aplikasi prinsip. Melalui model pembelajaran induktif ini, siswa terlibat secara fisik maupun mental untuk memecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru (Swistoro, 1997 : 22).

3. Electronic learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-DVD ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi (Kamarga, 2002:54-55). 4. Untuk mendapat kebermaknaan sejarah bagi kehidupannya, maka siswa dalam

mengikuti pelajaran sejarah di ajak untuk menggunakan pengetahuan/ pengalaman kesejarahan siswa yang didapat dari sumber di luar kelas seperti cerita keluarga, film sejarah, acara fiksi di TV, peringatan hari besar dan buku sejarah yang dihubungakan dengan materi sejarah yang di dapat di dalam


(18)

kelasnya. (Seixas P. 1999. Terdapat dalam http://tc.unl.edu/ushistory/research/seixas.html).

5. Tujuan pembelajaran sejarah diarahkan kepada pemahaman sejarah, penekanan bukan pada fakta, tetapi pada konsep sebab dari peristiwa sejarah dan ide kebermaknaan sejarah serta aspek lain dari struktur konsep sejarah. Siswa tidak hanya mendapatkan pengaruh dari dalam kelas (guru, buku teks) tetapi juga dari luar kelas, khusunya melalui media terhadap pengembangan pengetahuan kesejarahannya (Voss, J V 2002 Terdapat dalam http://tc.unl.edu/ushistory/research/voss.html).

6. Teknologi pembelajaran (teori dan praktik dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, penilaian dan penelitian, proses, sumber dan sistem untuk belajar) mempunyai peran penting untuk mengatasi permasalahan pendidikan (Suhardjono, 2007:40).

7. Electronic learning menjadi bagian dari globalisasi di bidang pendidikan dengan penerapan teknologi komunikasi, e-learning menerapkan prinsip-prinsip teknologi pembelajaran dan mampu menembus waktu dan tempat tanpa memandang wilayah dan negara. Dampak e-learning terhadap perilaku pembelajar pun jelas. E-learning secara bertahap mengubah perilaku belajar yang tergantung atas kehadiran guru dan keberadaan sekolah menjadi self-directed. Sifat ini melebihi konsep motivasi eksternal belajar yang harus terjadi dalam pola belajar konvensional (Prawiradilaga, 2007:2).

8. Bagaimana komputer digunakan untuk belajar dan mengajar. Terdapat tiga pendekatan instruksional umum dalam penggunaan komputer dan internet,


(19)

yaitu: 1) Belajar tentang komputer, di mana melek teknologi adalah tujuan akhir; 2) Belajar dengan komputer, di mana teknologi memfasilitasi pembelajaran dalam kurikulum dan; 3) Belajar melalui komputer, mengintegrasikan teknologi pengembangan keterampilan dengan pengaplikasian kurikulum (Tinio, 2002:14).

Berdasarkan masalah umum yang digambarkan diatas, maka persoalan yang diangkat menjadi judul penelitian adalah pengembangan model basic inductive melalui media presentasi dalam pembelajaran sejarah yang dapat meningkatkan keterampilan berfikir siswa di SMAN 2 KS Cilegon.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, diketahui bahwa masalah yang ada pada pembelajaran sejarah sangat membutuhkan perhatian. Di satu sisi harus siap menghadapi dampak yang mengiringi era globalisasi, era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di sisi lain mata pelajaran sejarah yang masih mempunyai pekerjaan rumah yang belum terselesaikan, yaitu diantaranya latar belakang guru yang tidak sesuai, media dan dan sarana belajar yang masih kurang baik kualitas maupun kuantitas, pengetahuan dan inovasi guru masih rendah. Akibatnya permasalahan pembelajaran sejarah dipahami peserta didik dan sebagian masyarakat sebagai mata pelajaran membosankan, tidak memberikan tantangan berfikir tinggi dan pengalaman yang dapat digunakan langsung di luar kelas, bahkan disebut sebagai mata pelajaran second class yang siswanya kurang cerdas dan kurang pintar dibandingkan mereka yang mempelajari mata pelajaran


(20)

eksakta. Keadaan ini ditambah oleh beberapa leader satuan pendidikan yang beranggapan mengajar sejarah bisa dilakukan oleh siapa saja dengan alasan karena proses pembelajaran sejarah ’sederhana dan mudah’ seperti yang di contohkan selama ini oleh para guru sejarah yang kurang berkompeten. Padahal di dalam tujuan pendidikan sejarah dalam kurikulum telah memuat adanya bekal yang diberikan kepada peserta didik tidak hanya pengetahuan masa lampau / masa lalu, tetapi juga keterampilan berfikir. Pada era globalisasi seperti sekarang ini dengan hadirnya komputer dan internet, informasi dan sumber belajar sangat melimpah namun belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini diperkuat lagi dengan banyaknya pembelajaran sejarah yang tidak kreatif aktif dan merangsang keterampilan berfikir siswa.

Permasalahan utama penelitian ini adalah, model pembelajaran yang bagaimanakah yang dapat meningkatkan keterampilan berfikir siswa SMAN 2 KS Cilegon. Berdasarkan masalah dan fokus penelitian, penelitian ini mengarah kepada proses pembelajaran sejarah di kelas IPS melalui pengembangan model basic inductive melalui media presentasi dalam kaitannya untuk meningkatkan keterampilan berfikir siswa. Model basic inductive melalui media presentasi yang bagaimanakah yang dapat meningkatkan keterampilan berfikir siswa SMA di kelas IPS ?.

C. Pertanyaan Penelitian

Mengingat luasnya rumusan masalah tersebut, maka peneliti menyusunnya dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :


(21)

1. Bagaimana kondisi pembelajaran sejarah kelas XI IPS SMA di kota Cilegon saat ini ?

2. Apakah model pembelajaran basic inductive melalui media presentasi mampu meningkatkan keterampilan berfikir siswa pada pembelajaran sejarah di kelas XI IPS SMA di Kota Cilegon?

a. Langkah-langkah model pembelajaran basic inductive melalui media presentasi yang bagaimanakah yang mampu meningkatkan keterampilan berfikir siswa pada pembelajaran sejarah di kelas XI IPS SMA di Kota Cilegon?

b. Bagaimana hasil pengembangan evaluasi pembelajaran sejarah untuk meningkatkan keterampilan berfikir siswa melalui pembelajaran basic inductive dengan media presentasi di kelas XI IPS SMA?

3. Kekuatan / kelebihan apakah yang dimiliki model pembelajaran basic inductive melalui media presentasi yang di implementasikan pada mata pelajaran sejarah di kelas XI IPS SMA?

D. Definisi Operasional

Untuk mendapatkan pemahaman mengenai judul tesis ini, maka penulis akan memberikan definisi operasional yang erat kaitannya dengan substansi tesis ini.

1. Model pembelajaran basic inductive adalah model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan cara berfikir induktif, yaitu menarik kesimpulan berdasarkan data-data yang teramati. Model pembelajaran ini menekankan


(22)

pada pengalaman lapangan, seperti mencoba suatu proses untuk kemudian mengambil kesimpulan. Dalam hal ini proses yang dimaksudkan adalah pengalaman proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa mulai dari pencarian informasi sampai dengan penyajian informasi dalam bentuk presentasi. Model pembelajaran ini membimbing siswa untuk menemukan suatu kesimpulan sebagai penerapan hasil belajar melalui tahapan-tahapan pembentukan konsep, interpretasi data dan aplikasi prinsip. Melalui model pembelajaran ini, siswa terlibat secara fisik maupun mental untuk memecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru. Melalui proses bertanya, guru mengembangkan fungsi-fungsi kognitif. Fungsi utama guru dalam kegiatan belajar mengajar adalah memantau cara-cara siswa memproses informasi. Model mengajar ini memerlukan sejumlah data mentah. Adapun data mentah ini diperoleh dari usaha eksplorasi siswa terhadap sumber-sumber belajar / internet), sedangkan guru bertugas membantu siswa dalam mengolah data tersebut ke dalam susunan yang lebih sistematis. Cara-cara yang dilakukan guru dalam peranan tersebut diatas, diantaranya adalah bertanya, memberi komentar atau tanggapan, berdiskusi atau mendengarkan komentar / jawaban siswa. Adapun untuk pengukuran variabel ini dilihat dari situasi pada saat proses pembelajaran sejarah berlangsung.

2. Keterampilan berfikir yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keterampilan berfikir kesejarahan tahap lanjut (kritis, multi perspektif, kreatif dan divergen) terhadap peristiwa sejarah yang diperoleh dari berbagai sumber informasi. Aspek-aspek keterampilan berfikir dalam penelitian ini di adaptasi dari


(23)

National Standard for History in the School yang dikembangkan oleh persatuan guru sejarah di Amerika yakni Chronological Thinking (berfikir kronologis); Historical Comprehension (pemahaman kesejarahan); Historical Analysis and Interpretation (analisis dan interpretasi kesejarahan); Historical Research Capabilities (kemampuan penelitian kesejarahan) dan Historical Issues-analysis and decision making (analisis isu kesejarahan dan pengambilan keputusan) (1994:9-14). Adapun bentuk data yang dikumpulkan berupa hasil pre test, post test dan penilaian diskusi (authentic assessment) yang mencakup kemampuan berfikir kronologis, pemahaman kesejarahan serta analisis dan interpretasi kesejarahan. Dimana kemampuan-kemampuan tersebut dikolaborasikan dengan kemampuan mengolah informasi (materi pelajaran) yang telah diperoleh dari berbagai sumber belajar seperti mengklasifikasi (classify), menginterpretasi-menafsirkan (interpret), menganalisa (analyze), menyimpulkan (summarize), mensintesa (synthesize) dan mengevaluasi informasi (evaluate information). Data-data untuk variabel ini berbentuk skor yang diperoleh melalui observasi dan pengumpulan hasil pre test, post test dan penilaian diskusi (authentic assessment).

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada pertanyaan penelitian diatas, secara umum penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan suatu model pembelajaran yang mampu meningkatkan keterampilan berfikir siswa pada mata pelajaran sejarah di kelas XI


(24)

IPS. Dengan mengacu pada tujuan umum tersebut, selanjutnya di uraikan ke dalam tujuan khusus sebagai berikut :

1. Menemukan bagaimana kondisi pembelajaran sejarah yang ada di kelas XI IPS SMA Kota Cilegon saat ini.

2. Menemukan model pembelajaran basic inductive melalui media presentasi yang mampu meningkatkan keterampilan berfikir siswa pada pembelajaran sejarah di kelas XI IPS SMA di Kota Cilegon.

a. Menemukan langkah-langkah model pembelajaran basic inductive melalui media presentasi yang mampu meningkatkan keterampilan berfikir siswa pada pembelajaran sejarah di kelas XI IPS SMA di Kota Cilegon.

b. Memperoleh gambaran hasil pengembangan model pembelajaran basic inductive melalui media presentasi terhadap peningkatkan keterampilan berfikir siswa pada pembelajaran sejarah di kelas XI IPS SMA di Kota Cilegon.

3. Memperoleh gambaran kekuatan / kelebihan yang dimiliki model pembelajaran basic inductive melalui media presentasi yang di implementasikan pada mata pelajaran sejarah di kelas XI IPS SMA.

F. Manfaat Penelitian

Selain memiliki tujuan seperti yang diuraikan di atas, penelitian ini diharapkan memiliki manfaat. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :


(25)

1. Bagi guru mata pelajaran, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan masukan dan pertimbangan untuk merancang, melaksanakan proses pembelajaran sejarah yang bermakna, merangsang peserta didik untuk lebih berfikir, memberikan bekal pengetahuan dan pengalaman belajar yang dapat digunakan diluar ruang kelas. Sehingga menjadi salah satu solusi untuk mengubah sikap / anggapan kurang menyenangkan terhadap mata pelajaran sejarah.

2. Bagi kepala sekolah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu model alternatif dalam mengembangakan dan mewujudkan sekolah unggul, modern yang mampu bersaing secara nasional maupun global.

3. Bagi teman sejawat, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan masukan dan pertimbangan untuk merancang, melaksanakan proses pembelajaran yang bermakna, merangsang peserta didik untuk lebih berfikir, memberikan bekal pengetahuan dan pengalaman belajar yang dapat digunakan diluar ruang kelas.

4. Bagi kepala dinas, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif dalam pengembangan sekolah unggul, modern yang mampu bersaing secara nasional maupun global. Diharapakan jika keterampilan berfikir ini ditingkatkan, maka dapat memberikan sumbangan bagi perbaikan mutu pembelajaran dan kompetensi peserta didik.

5. Bagi peneliti selanjutnya, agar melakukan pengembangan penelitiaan yang lebih luas, terkait dengan peningkatan keterampilan berfikir kesejarahan atau juga lebih umum, terhadap peningkatan mutu pembelajaran sejarah mengingat penelitian yang telah dilakukan ini masih memiliki keterbatasan-keterbatasan


(26)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian dan pengembangan atau Research and Development (R & D), yaitu sebuah strategi atau metode penelitian yang cukup ampuh untuk memperbaiki praktik (Sukmadinata, 2007 : 164). Gall, Galll dan Borg (2003: 569-570) menggambarkan bahwa research and development berawal dari industry - based development model, yang digunakan sebagai prosedur untuk merancang dan mengembangkan suatu produk yang berkualitas. Dalam pengembangan pendidikan kadang-kadang disebut research based development muncul sebagai strategi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dalam bidang pendidikan selanjutnya disebut dengan research and development yang diartikan sebagi suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan serta menemukan pengetahuan-pengetahuan baru melalui “basic research”, dan bertujuan untuk memberikan perubahan-perubahan pendidikan guna meningkatkan dampak-dampak positif yang potensial dari temua-temuan penelitian dalam memecahkan permasalahan pendidikan dan digunakan untuk meningkatkan kinerja-praktik-praktik pendidikan.

Adapun penelitian dan pengembangan memiliki karakteristik sebagai berikut: pertama, mengembangkan produk, seperti buku teks, buku ajar, intrucsional film, cara mengoraganisasikan pengajaran, alat evaluasi, model


(27)

pembelajaran dan lain-lain. Kedua, berjenjang dalam penilaian produk. Ketiga, menjembatani gap yang terjadi antara penelitian pendidikan dengan praktek pendidikan, bersifat kuantitatif dalam memvalidasi efektivitas, efesiensi, keberterimaan produk, tetapi bersifat kualitatif dalam penyusunan produk dan revisinya. Kelima, ada uji lapangan dan distribusi sebagai suatu diseminasi prototype yang telah teruji (produk). Keenam, menekankan pada masalah khusus yang berhubungan dengan masalah-masalah praktis dalam pengajaran melalui penerapan penilitian, dan ketujuh, terdapat tahapan-tahapan evaluasi terhadap produk yang disusun (Gall, Gall, dan Borg, 2003 : 772).

Sesuai dengan pengertian diatas, maka penelitian ini berupaya untuk menghasilkan suatu model basic inductive melalui media presentasi yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir siswa, yang didasarkan pada kondisi sekolah.

Adapun langkah-langkah penelitian dan pengembangan yang dilakukan pada penelitian ini mengacu pada pendapat Gall, Gall, dan Borg, (2003 : 772) sebagai berikut:

1) Penelitian dan pengumpulan data (research and information collecting). Pada langkah ini dilakukan pengukuran kebutuhan, studi literatur, penelitian dalam skala kecil, analisa data, persiapan laporan dan pertimbangan-pertimbangan dari segi nilai.

2) Perencanaan (planning). Pada tahap ini menyusun rencana penelitian, meliputi kemampuan-kemampuan yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian, rumusan tujuan yang hendak dicapai dengan penelitian tersebut, desain atau langkah-langkah penelitian, kemungkinan pengujian dalam lingkup terbatas.


(28)

3) Pengembangan draf produk (develop preliminary form of product) Pengembangan bahan pembelajaran, proses pembelajaran dan instrumen evaluasi. Pengembangan produk awal dilakukan dengan menyusun model pembelajaran basic inductive melalui media presentasi pada mata pelajaran sejarah.

4) Uji coba pendahuluan (preliminary field testing). Uji coba pendahuluan melibatkan sekolah dan subjek dalam jumlah terbatas, yang dilaksanakan di SMAN 2 KS Cilegon.. Selama uji coba diadakan pengamatan, wawancara dan pengedaran angket.

5) Merevisi hasil uji coba (main product revision). Pada tahap ini tujuannya adalah memperbaiki atau menyempurnakan hasil uji pendahuluan.

6) Uji coba lapangan (main field testing). Pada langkah ini dilakukan uji coba yang lebih luas dengan melibatkan sekolah dan subjek dengan jumlah yang lebih banyak. Uji coba lapangan ini dilaksanakan dalam dua sekolah, yaitu di SMAN 2 KS Cilegon dan Bina Bangsa yang mewakili low class, middle class dan high class Cilegon pada 5 sampai 15 sekolah dengan 30 sampai dengan 100 orang subjek uji coba. Data kuantitatif berupa pre test dan post test dikumpulkan dan hasilnya di evaluasi sesuai dengan tujuan. Jika memungkinkan, dibandingkan dengan kelompok pembanding.

7) Penyempurnaan produk hasil uji coba lapangan (operasional product revision) dilakukan berdasarkan hasil uji coba utama dan perbaikan hasil uji coba model yang lebih luas.


(29)

8) Uji coba lapangan (operasional field testing). Dilaksanakan pada sekolah dan subjek penelitian yang lebih banyak lagi. Pengujian dilakukan melalui angket, wawancara, dan observasi dan analisis hasilnya.

9) Penyempurnaan produk akhir (final product revision). Penyempurnaan didasarkan pada model operasional dan uji coba model yang lebih luas.

10) Diseminasi dan implementasi (Dissemination and implementation). Pada langkah akhir ini dilakukan monitoring penyebaran dan pengontrolan kualitas produk atau model.

Langkah-langkah penelitian dan pengembangan di atas, dalam penelitian ini selanjutnya disederhanakan berdasarkan kepentingan dan relevansi penelitian ini. Kesepuluh langkah yang disampaikan oleh Gall dan Borg (1979; 2003) dimodifikasi ke dalam tiga tahapan oleh Sukmadinata (2005:182-190) menjadi tiga langkah seperti sebagai berikut :

1. Tahap Studi Awal (Pendahuluan)

Tahap studi pendahuluan dilakukan dengan menerapkan pendekatan deskriptif kualitatif

2. Tahap Studi Pengembangan desain Model

Tahap pengembangan desain model dengan menerapkan pendekatan deskriptif, dilanjutkan dengan penerapan ujicoba terbatas desain model dengan menerapkan metode eksperimen (single one shot case study). Setelah ada perbaikan dari uji terbatas, maka dilanjutkan dengan uji yang lebih luas dengan metode eksperimen (one group pretest-postest)


(30)

3. Tahap Evaluasi validasi Model dengan metode eksperimen quasi (pretest-postest with control group design)

Langkah pertama dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk penelitian pra survey. Langkah selanjutnya, berupa pengembangan model pembelajaran basic inductive. Melalui tahap uji coba dan revisi, yang menggunakan pendekatan kolaboratif dengan guru, maka akan diperoleh suatu produk berupa model pembelajaran basic inductive melalui media presentasi dalam mata pelajaran sejarah. Pengembangan pada tahapan ini dilakukan dalam bentuk penelitian tindakan kelas (action research). Tahapan terakhir adalah pengujian model. Pengujian model bertujuan untuk memperoleh suatu model basic inductive melalui media presentasi yang didiseminasikan.

Secara visual langkah-langkah penelitian pengembangan yang akan dilakukan mengacu pada pendapat Sukmadinata (2007:189) adalah sebagai berikut:

Bagan 3.1 Langkah-Langkah Research and Development

Studi Pendahuluan Pengembangan Pengujian

Studi Pustaka

Survai Lapangan

Penyusun-An Draft Produk

Uji Coba Terbatas

Uji Coba Lebih Luas

Pre test

Perlakuan


(31)

Mengacu pada langkah-langkah penelitian dan pengembangan yang dimodifikasi oleh Sukmadinata (2007), maka penulis menggambarkan penelitian dan pengembangan model basic inductive melalui media presentasi sebagai berikut:

Gambar 1. Alur Tahapan Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Model Pembelajaran basic inductive melalui media presentasi

Uji coba terbatas

1. STUDI PENDAHULUAN

STUDI LITERATUR

Studi lapangan tentang pembelajaran sejarah di kelas IPS (penelitian pra survay)

Deskripsi dan analisis temuan (model faktual)

2. STUDI PENGEMBANGAN MODEL

Temuan draft desain model pembelajaran basic inductive Penyusunan perangkat model pembelajaran basic inductive melalui media Uji coba terbatas Evaluasi dan perbaikan Uji Coba lebih luas Evaluasi dan

penyempurnaan Hipotetik Model

3. STUDI PENGUJIAN MODEL

•Pre test

•Implementasi model •Pre test


(32)

1. Studi Pendahuluan

Studi pendahuluan dilakukan baik melalui kepustakaan maupun penelitian lapangan. Kajian literatur kepustakaan dilakukan dengan cara mengkaji teori-teori, konsep-konsep dan hasil-hasil penelitian yang relevan untuk mendukung studi pendahuluan. Literatur yang dikaji berhubungan dengan kajian tentang berpikir induktif, media presentasi, teori belajar kontruktivisme dan keterampilan berpikir. Pra survey juga dilaksanakan untuk mengumpulkan data berkenaan dengan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran (Sukmadinata, 2007:184). Hasil penelitian berupa pemaparan bersifat deskriptif. Tujuan utama studi ini adalah mengumpulkan informasi berkaitan dengan variabel.

Dalam studi pendahuluan kajian literatur belum cukup untuk dapat merancang dan mengembangkan suatu produk model pembelajaran basic inductive yang mampu meningkatkan keterampilan berpikir siswa. Oleh sebab itu diperlukan data atau informasi yang akurat, yang merefleksikan situasi yang terjadi atau yang ada dilapangan. Mengacu pada dasar-dasar teori hasil studi kepustakaan, maka peneliti dapat mengetahui bagaimana proses pembelajaran sejarah yang biasa dilakukan. Adapun aspek-aspek yang diteliti dalam penelitian pra survey, diantaranya adalah 1) rancangan dan implementasi pembelajaran sejarah yang biasa dilakukan oleh guru, 2) kegiatan belajar siswa, 3) kondisi dan pemanfaatan sarana pembelajaran, fasilitas dan lingkungan. Aspek-aspek penelitian tersebut kemudian disusun menjadi laporan hasil prasurvai.

Hasil prasurvai ini dijadikan sebagai dasar untuk mengembangkan model pembelajaran basic inductive dalam pembelajaran sejarah di SMA, yang sesuai


(33)

dengan keadaan setempat. Selain itu, hasil penelitian prasurvai ini juga digunakan untuk pemilihan dan penetapan lokasi penelitian pengembangan model basic inductive. Setelah itu, maka peneliti dapat menyusun draf awal produk yang dikembangkan, yaitu model basic inductive melalui media presentasi untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa.

2. Tahap Pengembangan Model

Berdasarkan hasil penelitian pra survey data-data aktual mengenai proses pembelajaran sejarah kemudian dikaji, untuk dikomparasikan dengan hasil-hasil kajian teoritis yang relevan. Selama pelaksanaan uji coba ini dilakukan observasi untuk memperoleh data sebagai bahan dasar evaluasi, perbaikan dan refleksi diri antara peneliti dan kolaborator, untuk selanjutnya dibuat rencana pengembangan model yang dianggap valid, akurat dan mampu mengatasi permasalahan pada situasi sosial dimana model akan dikembangkan. Pada tahap ini dilakukan uji coba dan revisi sebanyak yang dibutuhkan sehingga terbentuk final design model pembelajaran basic inductive yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir siswa.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian tindakan (action research). Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif dan partisipatif. Penelitian ini merupakan suatu bentuk penelitian reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu, agar dapat memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran di kelas secara professional. Dengan kata lain, penelitian ini mengacu pada kegiatan berturut-turut seperti yang disampaikan Hopkins (1993), Wiriatmadja (2002) yaitu perencanaan (plan), tindakan (act), pengamatan


(34)

(observe) dan refleksi (reflect). Secara sederhana penelitian ini menggunakan uji coba (terbatas) dan revisi dalam bentuk siklus.

Mengacu pada langkah-langkah tersebut maka langkah-langkah penelitian yang akan disusun dan dilakukan dalam penelitian ini adalah perancangan draf model basic inductive yang dikembangkan, implementasi model basic inductive, evaluasi model basic inductive dan penyempurnaan.

3. Tahap Pengujian Model

Pada tahap ketiga ini dilakukan pengujian terhadap keefektifan dari model basic inductive yang sudah disempurnakan pada tahap sebelumnya melalui uji coba luas. Pada tahap ini peneliti ingin mendapatkan gambaran apakah model yang telah dikembangkan telah sesuai untuk diimplementasikan pada siswa SMA guna meningkatkan keterampilan berpikir siswa. Hal-hal yang diamati padaa tahap ini adalah kekuatan/kelebihan yang dimiliki model basic inductive, serta hasil penerapan model basic inductive untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa pada mata pelajaran sejarah. Pengujian ini dilakukan pada semester dua tahun ajaran 2009/2010. Pada akhirnya model penelitian ini diharapkan dapat diimplementasikan oleh guru pada siswa SMA yang mengikuti pembelajaran sejarah.

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di tiga Sekolah Menengah Atas di Kota Cilegon. Sebagai sampel studi pendahuluan diambil empat sekolah yang mewakili kualifikasi sekolah kategori baik, sekolah kategori sedang dan sekolah kategori


(35)

kurang. Satu sekolah dengan kriteria sedang (SMA 2 KS Cilegon) adalah tempat dilaksanakan uji coba terbatas dan tiga sekolah tempat dilakukannya uji coba luas, yang mewakili kriteria baik dan kriteria kurang. Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS. Penetapan sampling dilakukan dalam penelitian pra survey, proses pengembangan model dalam uji terbatas dan uji validasi pada uji coba luas. Dalam penelitian pra survey, yang dijadikan sebagai subjek penelitian adalah guru sejarah di kelas XI SMA di empat sekolah dan siswa SMA kelas XI IPS di empat sekolah yang sama. Tujuan penetapan subjek penelitian ini yaitu untuk mendapatkan gambaran proses pembelajaran sejarah yang telah dilaksanakan selama ini. Penetapan sampel dilakukan secara random (acak) untuk memilih subjek penelitian pengembangan model basic inductive melalui media presentasi.

SMA 2 KS Cilegon dijadikan sebagai lokasi untuk uji coba terbatas pengembangan model basic inductive melalui media presentasi hal ini didasarkan pada kemungkinan dapat dilakukannya uji coba pengembangan. Faktor lainnya adalah telah adanya kerjasama yang baik dan kemauan dari pihak sekolah, atau guru untuk melaksanakan pengembangan pembelajaran model basic inductive melalui media presentasi untuk meningkatkan keterampilan berpikir pada mata pelajaran sejarah.

Penetapan sampel pada uji coba luas ini dilakukan berdasarkan pembagian kriteria, yakni sekolah yang dianggap baik, sedang dan kurang (yang digunakan dalam penelitian ini adalah sekolah dengan klasifikasi baik dan sedang). Kriteria/ kualifikasi sekolah ini dapat dilihat berdasarkan a) opini masyarakat (keinginan


(36)

orang tua memilih sekolah berdasarkan dengan status ekonomi dan pendidikan orang tua), b) kemampuan sekolah untuk menghasilkan output berupa kuantitas lulusan siswa dalam ujian UAN, dan c) ketersediaan sarana dan prasarana di sekolah. Adapun penetapan kriteria dalam sampling ini berdasarkan pada opini masyarakat dan juga ketersedian sarana dan prasarana di sekolah. Penetapan sampel terhadap sekolah yang dipilih dapat dilihat melalui tabel sebagai berikut:

Tabel 3.1 Sampel Sekolah untuk Penelitian Uji Coba Terbatas dan Uji Coba Luas

C. Teknik Pengumpulan dan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat berupa data kualitatif dan kuantutatif. Untuk data yang bersifat kualitatif, teknik pengumpulan data yang digunakan dalama penelitian ini mengacu pada cara pengumpulan data yang bersifat interaktif-sirkuler dan non-interaktif sirkuler (Goetz dan Lacomte dalam Murni, 2006150). Metode interaktif sirkuler digunakan untuk mengumpulkan data wawancara dan observasi, sedangkan non-interaktif sirkuler digunakan untuk mengumpulkan data dokumentasi. Teknik tersebut dilakukan secara

berulang-No Kelompok Nama Sekolah Kualifikasi Siswa

1 Uji Coba Terbatas SMAN 2 KS Cilegon Sedang 100

2 Uji Coba Luas

SMAN 1 Cilegon

SMA Al-Khairiyah 2 Cilegon SMA Bina Bangsa Cilegon

Baik Sedang Kurang

82 30 26


(37)

ulang sesuai dengan pertanyaan peneliti yang mencul saat itu. Untuk mendapatkan data dan berbagai informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini penulis menggunakan berbagai cara, diantaranya :

Observasi

Pedoman observasi digunakan untuk memperoleh data tentang pelaksanaan pembelajaran di kelas yang meliputi aktivitas guru dan aktivitas siswa dalam pembelajaran. Observasi dilakukan mulai pada tahap penelitian pendahuluan, uji coba pengembangan hingga pengujian model. Observasi diarahkan untuk mendapatakan data kemampuan dan performance guru / siswa, aktivitas dan kemampuan berfikir siswa, keterampilan searching, pemanfaatan sumber dan situs (web) sejarah yangdigunakan hingga evaluasi pembelajaran yang dilakukan. Pelaksanaan observasi ini dilakukan secara kolaboratif dengan guru.

Wawancara

Kegiatan wawancara dilakukan pada guru dan siswa (subjek penelitian), baik sebelum (tahap penelitian pendahuluan dan tahap pengembangan model) atau sesudah pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran sejarah yang dirancang. Dengan kata lain, wawancara dilakukan selama proses penelitian berlangsung seperti halnya kegiatan observasi. Kegiatan ini dilakukan agar data yang diperoleh dengan observasi dan angket menjadi lebih lengkap sehingga dapat digunakan untuk merancang model yang lebih baik. Data ini bersifat lebih luas dan dalam, mengingat data ini digali oleh peneliti sampai peneliti merasa cukup. Selama kegiatan pengumpulan data yang bersifat kualitatif ini digunakan alat pengumpul data berupa tape recorder / handycam, kamera dan catatan lapangan.


(38)

Angket

Untuk data yang bersifat kuantitatif, alat pengumpul data yang digunakan adalah angket. Sejumlah pernyataan atau pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 1993:24). Jenis angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup dan terbuka. Angket pertama diberikan pada responden guru dan siswa pada tahapan studi pendahuluan dan angket kedua diberikan pada tahap pengembangan dan pengujian model. Angket pertama ini digunakan untuk mendukung hasil observasi awal (orientasi) dengan tujuan untuk mendapatkan data bagaiaman proses pembelajaran sejarah sebelum dilakukan penelitian dan pengembangan. Angket kedua diberikan pada tahap pengembangan dan pengujian model.

Instrumen Hasil Belajar

Alat pengumpul data pada penelitian ini juga menggunakan tes. Tes yang digunakan adalah tes uraian. Dalam pengembangannya, tes ini disusun oleh peneliti bersama para guru mata pelajaran sejarah dengan menekankan pada proses keterampilan berfikir dengan mengadaptasi dari standar berfikir kesejarahan (historical thinking skills) yang disusun oleh National Standards for History (1994).

Studi Dokumentasi Kegiatan di Kelas

Dilakukan untuk memperoleh data berupa keterangan atau informasi yang diperoleh melalui data tertulis baik yang bersifat akademis maupun yang bersifat administratif. Dalam studi dokumentasi ini dapat dipelajari data yang berkaitan


(39)

data/informasi profil, kelengkapan mengajar (silabus, RPP) dan hasil belajar siswa yang menjadi sampel.

D. Uji Coba Instrumen

Untuk memperoleh data yang akurat, sebelum instrumen penelitian dipakai untuk mengumpulkan data, maka perlu mendapat pertimbangan, penilaian kelayakan instrumen penelitian tersebut guna mendapatkan alat ukur yang valid dan reliabel, khususnya untuk angket dan tes.

E.Teknik Analisis Data

Seperti telah di uraikan sebelumnya bahwa penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Dalam tahap tahap analisa data ini, peneliti melakukan kegiatan mengumpulkan data yang masih mentah. Untuk kemudian diolah menggunakan software komputer SPSS versi 16.0. Data yang baik adalah data yang valid, validitas merupakan salah satu syarat penting dalam pelaksanaan seluruh jenis penelitian termasuk dalam penelitian dan pengembangan. Analisa data dilakukan pada tiap tahap penelitian dan pengembangan mulai dari tahap studi pendahuluan, tahap pengembangan, dan tahap pengujian model. Semua pengerjaan analisis ata dilakukan dengan bantuan computer program SPSS versi 16.0. Hasil penghitungan atau print out SPSS di sajikan pada lampiran tesis yang akan datang. Analisis data dilakukan berdasarkan data yang didapatkan dari hasil instrumen pada saat pra survey, uji coba terbatas dan uji coba luas pengembangan model basic inductive.


(40)

Hasil Pra Survey

Dalam memperoleh informasi dan profil proses pembelajaran sejarah yang dilakukan di SMA selama ini, maka data yang telah didapat dari hasil studi dokumenter, wawancara dan angket, kemudian dianalisis. Maksudnya adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai pengembangan perencanaan dan implementasi pembelajaran sejarah di SMA, yang menyangkut perencanaan mengajar guru, aktivitas siswa dalam pembelajaran sejarah, pemanfaatan sarana, media/ sumber belajar dan lingkungan. Setelah itu, maka ditentukan model pengembangan basic inductive seperti apa yang dapat dikembangkan merujuk pada hasil data yang diperoleh dari hasil pra survey.

Hasil Pengembangan Model Uji Coba Terbatas

Pada penelitian pengembangan model pembelajaran basic inductive, dilakukan analisis data secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil observasi kelas (guru dan siswa), dilakukan analisis data kualitatif pada pengembangan model basic inductive. Untuk mengetahui ketercapaian peningkatan keterampilan berpikir, maka diadakan analisis secara kualitatif berdasarkan observasi, dengan melihat beberapa kriteria tertentu. Dalam tahap pengembangan model pada uji coba terbatas, analisis data dilakukan secara kuantitatif. Analisis data kuantitatif ini digunakan terhadap hasil belajar yang dicapai siswa, yaitu dengan cara membandingkan rata-rata pada masing-masing hasil uji coba. Tahap Penelitian Uji Coba Luas

Pada tahap uji coba yang lebih luas, maka diadakan analisis data kualitatif dengan membandingkan hasil observasi kelas dan analisis kuantitatif melalui statistik uji t.


(41)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.Simpulan

Berdasarkan temuan hasil penelitian sebagaimana yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, selanjutnya dikemukakan beberapa simpulan sebagai akhir dari penelitian ini. Mengacu pada penelitian studi pendahuluan pada pembelajaran sejarah yang berlangsung selama ini sebagian besar guru melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode konvensional, para guru tidak berusaha untuk menggunakan model pembelajaran yang lain dan terkesan seadanya. Proses pembelajaran yang berlangsung pada akhirnya lebih didominasi oleh guru (teacher centered), hal ini disebabkan keengganan guru untuk menerapakan berbagai metode dan model pembelajaran karena dinilai menyulitkan. Pada akhirnya guru beranggapan bahwa metode ceramah dianggap paling tepat oleh guru, karena tanpa memerlukan usaha yang bayak baik dari guru maupun siswa. Kajian-kajian teori hanya didapat dari buku paket milik siswa dan LKS. Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran dilakukan hanya sebatas pada tanya jawab saja. Guru tidak banyak memanfaatkan media dalam proses pembelajaran, meskipun ada beberapa sekolah yang memiliki media pembelajaran yang cukup lengkap namun belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh guru. Dalam menghadapi berbagai inovasi dalam pembelajaran, sikap guru sebenarnya sangat terbuka dan sangat antusias menerimanya, guru berusaha untuk menerapkan inovasi pembelajaran dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Sebagian besar siswa menjadi menyenangi mata pelajaran sejarah, namun bukan


(42)

berarti sejarah adalah pelajaran yang mudah, sebagian besar siswa menganggap bahwa sejarah hanyalah pelajaran hapalan. Metode yang diinginkan siswa tidak hanya ceramah saja tetapi siswa menginginkan metode yang lebih banyak membuat mereka aktif belajar baik secara individu atau kelompok.

Penelitian yang dilakukan telah mengembangkan sebuah model pembelajaran yang dipandang dapat meningkatkan keterampilan berfikir siswa maupun kemampuan komunikasi siswa, yaitu model pembelajaran basic inductive. Desain model yang dikembangkan terdiri dari : 1) tema atau topik diambil dari silabus (kurikulum); 2) tujuan pembelajaran yang terdiri dari kompetensi dasar berkenaan dengan topik yang dibahas, diambil dari silabus dan indikator yang merupakan penjabaran dari kompetensi dasar dan terukur; 3) materi pembelajaran, berisi substansi mata pelajaran yang akan diajarkan terdiri dari gambaran umum bahan pelajaran dan merupakan rincian topik yang diajarkan; 4) model pembelajaran, merupakan gambaran model pembelajaran secara umum yang terdiri dari langkah-langkah atau prosedur pembelajaran dengan berbagai variasi metode yang disesuaikan dengan materi pelajaran. Metode yang digunakan adalah metode yang harus mengaktifkan seluruh siswa dalam proses pembelajaran; 5) media dan sumber pembelajaran, media yang digunakan adalah media yang tersedia di sekolah, sedangkan sumber pembelajaran berupa buku-buku yang dapat dijadikan acuan baik yang tersedia di sekolah/perpustakaan maupun buku yang dimiliki siswa dan guru; 6) evaluasi pembelajaran, merupakan tes hasil belajar siswa yang dilaksanakan pada awal pembelajaran siklus pertama (pretest) dan pada setiap akhir pembelajaran di


(43)

semua siklus (postest). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, model pembelajaran yang dikembangkan telah terbukti secara empiris dapat meningkatkan keterampilan befikir siswa. Hal ini dapat terjadi karena adanya perbaikan yang dilakukan oleh guru pada implementasi disetiap siklus uji coba, adanya motivasi dari guru untuk melakukan perubahan dalam pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran basic inductive, sehingga model ini berhasil dilaksanakan. Dalam uji coba terbatas dan uji coba secara luas yang masing-masing dilakukan empat siklus, ditemukan adanya perbedaan yang cukup berarti antara hasil tes awal dengan hasil tes akhir. Nilai rata-rata tes akhir setelah menggunakan model pembelajaran basic inductive yang dikembangkan mengalami peningkatan yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan nilai rata-rata hasil tes awal, yaitu sebelum dilakukannya model pembelajaran yang dikembangkan. Kesimpulan tersebut didukung oleh hasil analisa statistik terhadap keseluruhan nilai kemampuan penalaran dan komunikasi siswa selama uji coba, baik uji coba terbatas maupun uji coba secara luas, yaitu diperoleh t hitung > t tabel pada setiap pengujian.

B.Rekomendasi

Berdasarkan hasil pengembangan model pembelajaran basic inductive yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir siswa, maka dikemukakan rekomendasi kepada beberapa pihak yang terkait sebagai berikut:

1. Untuk guru mata pelajaran sejarah

Secara empiris, model pembelajaran basic inductive yang dikembangkan telah mampu meningkatkan keterampilan berpikir siswa, sehingga disarankan


(44)

agar model yang telah dihasilkan ini menjadi salah satu alternatif bagi para guru dalam implementasi pembelajaran sejarah.

2. Untuk kepala sekolah

Peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah selalu terkait dengan kebijakan kepala sekolah, oleh karena itu sebagai pengambil kebijakan sekolah, kepala sekolah harus memberikan dukungan terhadap berbagai usaha yang dilakukan oleh guru dalam memperbaiki proses pembelajara, terutama dalam melakukan inovasi pembelajaran. Dukungan kepala sekolah dapat dilakukan dengan menciptakan iklim psikologis yang kondusif bagi peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah, karena dengan iklim yang kondusif, akan tercipta kegairahan dalam usaha meningkatkan kualitas pembelajaran.

3. Untuk Dinas Pendidikan

Sebagai institusi yang menaungi sekolah, hendaknya Dinas Pendidikan senantiasa proaktif melakukan upaya-upaya pembinaan terhadap peningkatan kualitas guru. Pendidikan yang berkualitas hanya dapat dihasilkan oleh guru yang berkualitas pula. Kualitas pembelajaran disekolah sangat ditentukan oleh kemampuan guru untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif melalui berbagai metode mengajar dan model pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan.

4. Untuk peneliti selanjutnya

Penelitian ini tentu masih belum sempurna, sehingga perlu dilaksanakan penelitian serupa untuk kompetensi dasar, jenjang pendidikan, mata pelajaran yang berbeda atau hasil belajar lain yang ingin dicapai melalui model pembelajaran basic inductive.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Beckner, W & Cornet , J D. (1972). The Secondary School Curriculum : New York Intext Educational Publishers

Brown, James Wilson (1977). AV Instruction Technology, Media, and Methods fifth edition.. New York : McGraw Hill Inc

Cholifah, Maria. (2008). Sudah Patutkah Kita Menjadikan E-Learning Sebagai Alternatif Sumber Belajar Siswa?. [OnLine]. Tersedia: http://mariacholifah.blogspot.com/.html [Juli 2008]

De Potter, Bobbi (2005). Quantum Teaching: Mempraktikan Quantum Learning Di Ruang-Ruang Kelas. Terjemahan. Bandung: Kaifa

Dunkin, Michael J. (Ed) (1987). The International Encyclopedia of Teaching and Teacher Education. England: Pengamoon Press, Headington Hill Hall Everett M. Rogers (1993). Diffusions of Innovations. New York: The Free Press A

Division Of Macmillan Publishing Co Inc.

Gagne, Robert M., et all (1992). Principles Of Instructional Design. Orlando USA: Harcourt Brace Jovanovich Publisher

Gerhard, M. (1971). Effective Teaching Strategies with The Behavioral Outcomes Approach. USA: Parker Publishing Company

Hakiim, Lukmanul (2008). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima

Hamalik, Oemar (2000). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi aksara Hamalik, Oemar (2000). Model-Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PPs

UPI

Hamid, Dedi. (2003). Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003. Jakarta: Asokadikta Durat Bahagía

Hasan, Said Hamid. (2008). Evaluasi Kurikulum. Bandung : Remaja Rosdakarya Hasan, Said Hamid. (1996). Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta: Depdikbud Dirjern


(46)

Hasan, Said Hamid. (2008). Evaluasi Pengembangan KTSP : Suatu Kajian Konseptual. Makalah pada Seminar Internasional dan Lokakarya Pengembangan Model Evaluasi KTSP. Bandung. (20 November 2008) Hasan, Said Hamid. (2008). Kurikulum dan Tujuan Pendidikan. [OnLine].

Tersedia: http://pk.sps.upi.edu.artikel.html [14 Desember 2008] Ibrahim (1988). Inovasi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud Dikti LPTK

Indah, W. (2008). Kelebihan dan Kelemahan dari E-learning. [OnLine]. Tersedia: http://wwwe-learningtp0406.blogspot.com/.html [14 Mei 2008]

Januszewski, A & Molenda, M. (Tanpa Tahun). Educational Technology, A Definition with Commentary. New York: Lawrence Erlbaum Associates Jackson,Philip W. (Ed) (1992) Handbook of Research on Curriculum,

MacMillan Publishing Company, New York

Joyce Bruce, Weil Marsha (2000). Models of Teaching Sixth edition. Allyn&Bacon, Boston.

Kamarga, Hansiswany. (1996). Konsep IPS dalam Kurikulum Sekolah Dasar dan Implementasinya di Sekolah (Studi Kesesuaian Implementasi Kurikulum IPS dengan Pendapat Pengembang Kurikulum dan Persepsi Guru tentang Konsep IPS dan Kurikulum IPS. Tesis Magister .FPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan

Kamarga, Hanny. (2002). Belajar Sejarah Melalui e-learning. Jakarta: PT. Intimedia

Kamarga, Hanny. (2000) Model Pembelajaran Pengemas Awal (advance organizer) Dalam Implementasi Kurikulum Sejarah di Sekolah Dasar yang Menggunakan Pendekatan Kronologis dalam Rangka mengembangkan Aspek Berfikir Kesejarahan. Disertasi Doktor SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan

Kemp, Jerrold E (1989). Planning, Producing, and Using Instructional Media sixth edition. New York: Harper & Row Publisher

Mahfuddin, Aziz. (2008). Profesonalisme Jabatan Guru Di Era Global. Bandung: Diktat Kuliah Landasan Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum

Mahfuddin, Aziz. (2008). Konsep Kurikulum dan Pembelajaran berbasis Kompetensi. Bandung: Diktat Materi Matrikulasi


(47)

Murni. (2006). Pembelajaran Holistik dalam Pengembangan Keterampilan Berfikir Kesejarahan (Suatu Penelitian dan Pengembangan Terhadap Peningkatan Kemampuan Berfikir Kesejarahan pada Mahasiswa Pendidikan Sejarah di Kota Palembang. Disertasi Doktor SPS UPI Bandung : tidak diterbitkan.

National Center Standard for History in the Schools (1994). National Standard for History, Exploring The America Experience. Los Angeles: University of California

Oliva, Peter F. (1992). Developing The Curriculum, Third Edition. New York: Harper Collin Publisher

Quinland, J.R. (2003). Object Oriented Induction. [OnLine]. Tersedia: http://www.iiia.csic.es/Peroject/FedlearnOO-Induction.html [11 Januari 2009]

Riolinda, (2003). Inductive Thinking Model. [OnLine]. Tersedia: http://cohort.educ.csus.edu/riolinda/ewomen/inductive [25 Mei 2010] Ruhimat, Toto. (2006). Pengembangan Model Pembelajaran untuk

Mengoptimalkan Keterampilan Berfikir dan Kemampuan Sosial Siswa Sesuai Potensi Individu (Studi pada matapelajaran IPS di SMP). Disertasi Doktor SPS UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Rusman (2008). Manajemen Kurikulum, Seri Manajemen Sekolah Bermutu. Bandung: Mulia Mandiri Press SPS UPI

Sanjaya, Wina (2008). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana

Sanjaya, Wina.(2006). Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana

Sanjaya, Wina.(2002). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: San Grafika Schubert, W.H. (1986). Curriculum: Perspective, Paradigm, and Possibility. New

York: Macmillan

Seixas P. 1999. [OnLine]. Tersedia:

http://tc.unl.edu/uhistory/research/seixas.html [1 Maret 2003]

Suhardjono,dkk. (2007). Teknologi Pendidikan: Kawasan dan Penerapannya. Jakarta: DEPDIKNAS PUSTEKKOM


(48)

Supriatna, Nana. (2001). Pengajaran Sejarah yang Konstruktivistik : Sebuah Gagasan dan Pengalaman. Dalam Historia : Jurnal pendidikan Sejarah. No.3 Vol. II. Bandung Jurusan Pendidikan Sejarah UPI.

Sukmadinata, Nana S. (2008). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: Rosdakarya

Sukmadinata, Nana S. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Kesuma karya

Sukmadinata, Nana S (2004). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosdakarya

Sukmadinata, Nana S.(2004). Penelitian Dalam Pendidikan, Kurikulum Dan Pembelajaran. Bandung: PPS UPI

Tim Pengembang MKDP (2006). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UPI

Tinio, Victoria L. (2002) ICT in Education. New York : UNDP On Line at http:// www.apdip.net/publications/iespprimers/eprimer-edu.pdf

Sjamsudin, Helius. (2001). “Sejarah Pendidikan: Cinderella dalam Pengajaran dan Historiografi Indonesia?”. Jurnal Pendidikan Sejarah, Historia. No.4, Vol.II. Bandung : Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI Bandung.

Soekartawi. (2008). E-learning. [OnLine]. Tersedia:

http://smanbaturraden.blogspot.com/.html [Agustus 2008]

Surya, Mohd. (1989). Pengaruh Faktor non Intelektual terhadap Gejala Berprestasi. Disertasi. PPS IKIP Bandung : tidak diterbitkan.

Wikipedia. The Free Encyclopedia. Historical Thingking 1. [OnLine]. Tersedia: http://en.wikipedia.org/wiki/ historical_thinking/ [20 Juni 2006]

Wiriaatmaja, Rochiati. (2002). Pendidikan Sejarah di Indonesia. Perspektif Lokal, Nasional dan Global. Bandung : Historia Utama Press.

Wiyanarti, Erlina. (2000). Mengemas Masa Lampau ke dalam Kelas: Sebuah Model Garis Waktu dalam Pembelajaran Sejarah. Jurnal Pendidikan Sejarah, Historia. No.2, Vol.I. Bandung : Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI Bandung.

Wright, June & Benzie, David (1994). Exploring A New Partnership: Children, Teachers and Technology. New York : Elsevier


(49)

Woolever, Roberta dan Scoot, Kathryn (1988). Active Learning in Social Studies. London: Scoot Foresman and Company

Teori Belajar Kognitif


(1)

230 agar model yang telah dihasilkan ini menjadi salah satu alternatif bagi para guru dalam implementasi pembelajaran sejarah.

2. Untuk kepala sekolah

Peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah selalu terkait dengan kebijakan kepala sekolah, oleh karena itu sebagai pengambil kebijakan sekolah, kepala sekolah harus memberikan dukungan terhadap berbagai usaha yang dilakukan oleh guru dalam memperbaiki proses pembelajara, terutama dalam melakukan inovasi pembelajaran. Dukungan kepala sekolah dapat dilakukan dengan menciptakan iklim psikologis yang kondusif bagi peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah, karena dengan iklim yang kondusif, akan tercipta kegairahan dalam usaha meningkatkan kualitas pembelajaran.

3. Untuk Dinas Pendidikan

Sebagai institusi yang menaungi sekolah, hendaknya Dinas Pendidikan senantiasa proaktif melakukan upaya-upaya pembinaan terhadap peningkatan kualitas guru. Pendidikan yang berkualitas hanya dapat dihasilkan oleh guru yang berkualitas pula. Kualitas pembelajaran disekolah sangat ditentukan oleh kemampuan guru untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif melalui berbagai metode mengajar dan model pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan.

4. Untuk peneliti selanjutnya

Penelitian ini tentu masih belum sempurna, sehingga perlu dilaksanakan penelitian serupa untuk kompetensi dasar, jenjang pendidikan, mata pelajaran yang berbeda atau hasil belajar lain yang ingin dicapai melalui model pembelajaran basic inductive.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Beckner, W & Cornet , J D. (1972). The Secondary School Curriculum : New York Intext Educational Publishers

Brown, James Wilson (1977). AV Instruction Technology, Media, and Methods fifth edition.. New York : McGraw Hill Inc

Cholifah, Maria. (2008). Sudah Patutkah Kita Menjadikan E-Learning Sebagai Alternatif Sumber Belajar Siswa?. [OnLine]. Tersedia: http://mariacholifah.blogspot.com/.html [Juli 2008]

De Potter, Bobbi (2005). Quantum Teaching: Mempraktikan Quantum Learning Di Ruang-Ruang Kelas. Terjemahan. Bandung: Kaifa

Dunkin, Michael J. (Ed) (1987). The International Encyclopedia of Teaching and Teacher Education. England: Pengamoon Press, Headington Hill Hall Everett M. Rogers (1993). Diffusions of Innovations. New York: The Free Press A

Division Of Macmillan Publishing Co Inc.

Gagne, Robert M., et all (1992). Principles Of Instructional Design. Orlando USA: Harcourt Brace Jovanovich Publisher

Gerhard, M. (1971). Effective Teaching Strategies with The Behavioral Outcomes Approach. USA: Parker Publishing Company

Hakiim, Lukmanul (2008). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima

Hamalik, Oemar (2000). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi aksara Hamalik, Oemar (2000). Model-Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PPs

UPI

Hamid, Dedi. (2003). Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003. Jakarta: Asokadikta Durat Bahagía

Hasan, Said Hamid. (2008). Evaluasi Kurikulum. Bandung : Remaja Rosdakarya

Hasan, Said Hamid. (1996). Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta: Depdikbud Dirjern Dikti Proyek Pendidikan Tenaga Akademik


(3)

Hasan, Said Hamid. (2008). Evaluasi Pengembangan KTSP : Suatu Kajian Konseptual. Makalah pada Seminar Internasional dan Lokakarya Pengembangan Model Evaluasi KTSP. Bandung. (20 November 2008) Hasan, Said Hamid. (2008). Kurikulum dan Tujuan Pendidikan. [OnLine].

Tersedia: http://pk.sps.upi.edu.artikel.html [14 Desember 2008] Ibrahim (1988). Inovasi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud Dikti LPTK

Indah, W. (2008). Kelebihan dan Kelemahan dari E-learning. [OnLine]. Tersedia: http://wwwe-learningtp0406.blogspot.com/.html [14 Mei 2008]

Januszewski, A & Molenda, M. (Tanpa Tahun). Educational Technology, A Definition with Commentary. New York: Lawrence Erlbaum Associates Jackson,Philip W. (Ed) (1992) Handbook of Research on Curriculum,

MacMillan Publishing Company, New York

Joyce Bruce, Weil Marsha (2000). Models of Teaching Sixth edition. Allyn&Bacon, Boston.

Kamarga, Hansiswany. (1996). Konsep IPS dalam Kurikulum Sekolah Dasar dan Implementasinya di Sekolah (Studi Kesesuaian Implementasi Kurikulum IPS dengan Pendapat Pengembang Kurikulum dan Persepsi Guru tentang Konsep IPS dan Kurikulum IPS. Tesis Magister .FPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan

Kamarga, Hanny. (2002). Belajar Sejarah Melalui e-learning. Jakarta: PT. Intimedia

Kamarga, Hanny. (2000) Model Pembelajaran Pengemas Awal (advance organizer) Dalam Implementasi Kurikulum Sejarah di Sekolah Dasar yang Menggunakan Pendekatan Kronologis dalam Rangka mengembangkan Aspek Berfikir Kesejarahan. Disertasi Doktor SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan

Kemp, Jerrold E (1989). Planning, Producing, and Using Instructional Media sixth edition. New York: Harper & Row Publisher

Mahfuddin, Aziz. (2008). Profesonalisme Jabatan Guru Di Era Global. Bandung: Diktat Kuliah Landasan Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum

Mahfuddin, Aziz. (2008). Konsep Kurikulum dan Pembelajaran berbasis Kompetensi. Bandung: Diktat Materi Matrikulasi


(4)

Murni. (2006). Pembelajaran Holistik dalam Pengembangan Keterampilan Berfikir Kesejarahan (Suatu Penelitian dan Pengembangan Terhadap Peningkatan Kemampuan Berfikir Kesejarahan pada Mahasiswa Pendidikan Sejarah di Kota Palembang. Disertasi Doktor SPS UPI Bandung : tidak diterbitkan.

National Center Standard for History in the Schools (1994). National Standard for History, Exploring The America Experience. Los Angeles: University of California

Oliva, Peter F. (1992). Developing The Curriculum, Third Edition. New York: Harper Collin Publisher

Quinland, J.R. (2003). Object Oriented Induction. [OnLine]. Tersedia: http://www.iiia.csic.es/Peroject/FedlearnOO-Induction.html [11 Januari 2009]

Riolinda, (2003). Inductive Thinking Model. [OnLine]. Tersedia: http://cohort.educ.csus.edu/riolinda/ewomen/inductive [25 Mei 2010] Ruhimat, Toto. (2006). Pengembangan Model Pembelajaran untuk

Mengoptimalkan Keterampilan Berfikir dan Kemampuan Sosial Siswa Sesuai Potensi Individu (Studi pada matapelajaran IPS di SMP). Disertasi Doktor SPS UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Rusman (2008). Manajemen Kurikulum, Seri Manajemen Sekolah Bermutu. Bandung: Mulia Mandiri Press SPS UPI

Sanjaya, Wina (2008). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana

Sanjaya, Wina.(2006). Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana

Sanjaya, Wina.(2002). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: San Grafika Schubert, W.H. (1986). Curriculum: Perspective, Paradigm, and Possibility. New

York: Macmillan

Seixas P. 1999. [OnLine]. Tersedia:

http://tc.unl.edu/uhistory/research/seixas.html [1 Maret 2003]

Suhardjono,dkk. (2007). Teknologi Pendidikan: Kawasan dan Penerapannya. Jakarta: DEPDIKNAS PUSTEKKOM


(5)

Supriatna, Nana. (2001). Pengajaran Sejarah yang Konstruktivistik : Sebuah Gagasan dan Pengalaman. Dalam Historia : Jurnal pendidikan Sejarah. No.3 Vol. II. Bandung Jurusan Pendidikan Sejarah UPI.

Sukmadinata, Nana S. (2008). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: Rosdakarya

Sukmadinata, Nana S. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Kesuma karya

Sukmadinata, Nana S (2004). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosdakarya

Sukmadinata, Nana S.(2004). Penelitian Dalam Pendidikan, Kurikulum Dan Pembelajaran. Bandung: PPS UPI

Tim Pengembang MKDP (2006). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UPI

Tinio, Victoria L. (2002) ICT in Education. New York : UNDP On Line at http:// www.apdip.net/publications/iespprimers/eprimer-edu.pdf

Sjamsudin, Helius. (2001). “Sejarah Pendidikan: Cinderella dalam Pengajaran dan Historiografi Indonesia?”. Jurnal Pendidikan Sejarah, Historia. No.4, Vol.II. Bandung : Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI Bandung.

Soekartawi. (2008). E-learning. [OnLine]. Tersedia:

http://smanbaturraden.blogspot.com/.html [Agustus 2008]

Surya, Mohd. (1989). Pengaruh Faktor non Intelektual terhadap Gejala Berprestasi. Disertasi. PPS IKIP Bandung : tidak diterbitkan.

Wikipedia. The Free Encyclopedia. Historical Thingking 1. [OnLine]. Tersedia: http://en.wikipedia.org/wiki/ historical_thinking/ [20 Juni 2006]

Wiriaatmaja, Rochiati. (2002). Pendidikan Sejarah di Indonesia. Perspektif Lokal, Nasional dan Global. Bandung : Historia Utama Press.

Wiyanarti, Erlina. (2000). Mengemas Masa Lampau ke dalam Kelas: Sebuah Model Garis Waktu dalam Pembelajaran Sejarah. Jurnal Pendidikan Sejarah, Historia. No.2, Vol.I. Bandung : Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI Bandung.

Wright, June & Benzie, David (1994). Exploring A New Partnership: Children, Teachers and Technology. New York : Elsevier


(6)

Woolever, Roberta dan Scoot, Kathryn (1988). Active Learning in Social Studies. London: Scoot Foresman and Company

Teori Belajar Kognitif