PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TRANSLITERASI DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KEAKSARAAN: Studi Eksperimen Pada Majelis Taklim Pondok Pesantren Hamada Kampung Cirompek Kelurahan Mekarmanik Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung.

(1)

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TRANSLITERASI

DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

KEAKSARAAN

(Studi Eksperimen Pada Majelis Taklim Pondok Pesantren Hamada Kampung Cirompek Kelurahan Mekarmanik Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung).

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Konsentrasi Program PLS

Oleh Novi Widiastuti

1103472

JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

SEKOLAH PASCA SARJANA


(2)

Novi Widiastuti, 2013


(3)

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TRANSLITERASI

DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

KEAKSARAAN

(Studi Eksperimen Pada Majelis Taklim Pondok Pesantren Hamada Kampung Cirompek Kelurahan Mekarmanik Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung).

Oleh Novi Widiastuti S.Pd UPI Bandung, 2011

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Jurusan Pendidikan Luar Sekolah

© Novi Widiastuti 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

September 2013


(4)

Novi Widiastuti, 2013

dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.

HALAMAN PENGESAHAN

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING

Dosen Pembimbing I

Prof. Dr. H. Achmad Hufad, M. Ed. NIP. 195501011981011001

Dosen Pembimbing II

Dr Iip Saripah, M. Pd. NIP. 197012101998022 001

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah

Dr. Jajat S Ardiwinata, M.Pd NIP. 195908261986031003


(5)

ABSTRACT

Novi Widiastuti (2013), Application of the Trans-literacy Teaching and Learning Method to Increase the Learning Outcome of the Literacy Participants. (An Experiment Study at Majelis Taklim of Pondok Pasentren Hamada in Cirompek- Cimenyan Regence in the Village of Mekarmanik in Bandung District).

This research was conducted using trans-literacy teaching method in teaching literacy to participants of Pondok Pasentren Hamada. The main objective was to establish an innovative trans-literacy teaching method and also to understand: (1) how to implement a trans-literacy teaching method in teaching literacy in a Pasentren; and (2) the difference before and after the method was implemented. The literature review of the research comprised: learning theory, literacy and trans-literacy, and literacy education. The research was conducted using a quantitative approach with a pre-experiment one group pre-test post-test. The data was got through pre-test and post-test, interview and observation of 10 learners who were the respondents of the research. The findings of the research: (1) the innovative trans-literacy learning method was named “Transria Hamada” conducted in 12 phases as the determined phases; (2) t-test was conducted using t test related sample obtaining t count 26.23, t table 2.101, revealing that t count>t table. So, Ho is rejected. The conclusion is that there is a significant difference between the learning outcome before and after the trial was conducted. The post-literacy program was implemented through majelis taklim by working on the

learning materials until the learners’ reading, writing and counting competences

improved.


(6)

Novi Widiastuti, 2013

ABSTRAK

Novi Widiastuti (2013), Penerapan Metode Pembelajaran Transliterasi dalam

Meningkatkan Hasil Belajar Keaksaraan. (Studi Eksperimen pada Majelis Taklim Pondok Pesantren Hamada Kampung Cirompek Kecamatan Cimenyan Kelurahan Mekarmanik Kabupaten Bandung).

Penelitian ini dilakukan dengan menerapkan metode pembelajaran transliterasi dalam pembelajaran keaksaraan pada masyarakat di lingkungan pondok pesantren Hamada. Tujuan utamanya adalah melahirkan metode pembelajaran transliterasi yang inovatif, dan untuk mengetahui: (1) Penerapan metode pembelajaran transliterasi dalam pembelajaran keaksaraan di Pondok Pesantren Hamada; (2) Perbedaan hasil belajar sebelum diberi perlakuan dengan setelah diberi perlakukan;

Kajian pustaka penelitian ini adalah teori belajar, literasi dan transliterasi, dan pendidikan keaksaraan. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode pra eksperimen one group pre test post test. Metode pengumpulan data melalui pretest dan

posttest pada 10 warga belajar yang menjadi responden.

Hasil penelitian (1) metode pembelajaran transliterasi yang inovatif diberi nama Transria Hamada diterapkan melalui12 tahapan yang telah ditentukan; (2) uji t menggunakan t test sample related diperoleh t hitung 26,23, t tabel 2,101. t hitung>t tabel maka H0

ditolak. Simpulannya adalah terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar sebelum diberi perlakuan dengan setelah diberi perlakukan.

Kesimpulannya bahwa metode pembelajaran transliterasi berpengaruh terhadap hasil belajar keaksaraan pada warga belajar di lingkungan pondok pesantren Hamada. Program pembinaan pasca pembelajaran keaksaraan dilakukan melalui kegiatan majelis taklim dengan menyelipkan materi-materi keaksaraan sehingga kemampuan baca tulis hitung warga belajar mulai terlatih dan terpelihara, bahkan mengalami peningkatan.


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Penelitian ... 1

B.Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 6

C.Tujuan Penelitian ... 7

D.Manfaat Penelitian ... 8

E.Struktur Organisasi Tesis ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 10

A.Hakekat Belajar ... 10

1. Definisi Belajar ... 10

2. Teori Belajar ... 13

3. Prinsip-Prinsip Pembelajaran ... 16

4. Jenis-Jenis Belajar ... 24

5. Strategi Pembelajaran ... 26

6. Metode Pembelajaran ... 27

B. Hakekat Literasi dan Transliterasi ... 41

1. Pengertian Literasi ... 41

2. Pengajaran Literasi ... 42

3. Pengertian Transliterasi ... 43

4. Pedoman Transliterasi ... 45


(8)

Novi Widiastuti, 2013

1. Buta Aksara ... 48

2. Konsep Pendidikan Keaksaraan ... 48

3. Tujuan Pendidikan Keaksaraan ... 49

4. Karakteristik Pendidikan Keaksaraan ... 49

5. Identifikasi Kebutuhan Pembelajaran Keaksaraan ... 50

6. Materi Pembelajaran Pendidikan Keaksaraan ... 52

7. Strategi Pembelajaran Keaksaraan ... 52

8. Jenis-Jenis Metode Pembelajaran Keaksaraan ... 55

9. Pola Pembelajaran Keaksaraan ... 60

D. Kerangka Pemikiran ... 63

E. Paradigma Variabel Penelitian ... 70

F. Hipotesis Penelitian ... 70

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 71

A.Lokasi dan Subjek Penelitian ... 71

B. Metode Penelitian ... 71

C. Definisi Operasional ... 75

1. Transliterasi Sebagai Metode Pembelajaran ... 75

2. Hasil Belajar ... 75

3. Pembelajaran Keaksaraan ... 76

4. Warga Belajar ... 76

D. Instrumen Penelitian ... 76

E. Proses Pengembangan Instrumen ... 77

F. Pengujian Hipotesis ... 79

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 81

A.Profil lembaga ... 81

1. Sejarah Lembaga ... 81

2.Visi-Misi ... 82

3. Struktur Organisasai ... 82

4. Kegiatan ... 82


(9)

6. Kemitraan ... 85

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 85

1. Penerapan Metode Pembelajaran Transliterasi (Transria Hamada) ... 85

2. Hasil Belajar Sebelum dan Setelah Diberi Perlakuan (pretest dan posttest) ... 92

3. Pengujian Hipotesis ... 94

C. Pembahasan ... 96

1. Metode Pembelajaran Transliterasi ... 96

2. Perbedaan Hasil Belajar Sebelum dan Setelah Diberi Perlakuan ... 100

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 103

A.Simpulan ... 103

B. Rekomendasi ... 105


(10)

Novi Widiastuti, 2013

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

2.1 Kondisi belajar yang disukai dan tidak disukai oleh orang dewasa ... 23

2.2 Pedoman Transliterasi Nasional ... 46

2.3.Pedoman Transliterasi Hamada ... 47

2.4.Standar Kompetensi Keaksaraan (SKK) Tingkat dasar ... 54

2.5 Standar Kompetensi Keaksaraan Metode Transria Hamada ... 55

3.1 Validitas Pretest – PostTest ... 79

3.2 Reliabilitas Pre test – Post Test ... 79

3.3 Rumus t test ... 80

4.1.Tabel Penolong Uji t ... 95


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Model Bahasa dalamKonteks Sosial ... 42

2.2 Contoh Metode PPB ... 56

2.3 Contoh Metode SAS ... 57

2.4 Contoh Metode Metode Suku Kata ... 58

2.5 Contoh Metode Abjad ... 59

2.6 Contoh Metode Iqra ... 60

2.7 Kerangka Berpikir ... 63

2.8 Paradigma Variabel Penelitian ... 70

3.1 One Group Pretest Posttest Design ... 71

4.1 Usia Warga Belajar ... 83

4.2 Tingkatan Kemampuan Membaca Huruf Hijaiyah ... 83

4.3 Pengalaman Belajar Keaksaraan Warga Belajar ... 84

4.4. Contoh Lirik Lagu Rukun Islam ... 86

4.5. Contoh Lirik Lagu Rukun Iman ... 87

4.6. Contoh Lirik Lagu dalam huruf Hijaiyah ... 87

4.7 Contoh Kartu Huruf ... 88

4.8 Contoh Eja Kata dan Huruf ... 88

4.9 Contoh Otak Atik Huruf dan Suku Kata ... 89

4.10 Contoh Kalimat Baru ... 89

4.11 Aspek Membaca ... 92

4.12 Aspek Menulis ... 93

4.13 Aspek Berhitung ... 93


(12)

Novi Widiastuti, 2013

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Surat Keterangan Pembimbing Tesis ... 111

2 Surat Keterangan Penelitian ... 112

3 Kisi-Kisi Penelitian ... 113

4 Soal Pretest dan Posttest ... 114

5 Skor Validitas Instrumen pretest dan posttest ... 126

6 Data Responden ... 127

7 Jadwal Pembelajaran ... 128

8 Materi Pembelajaran ... 129

9 Hasil Pretest ... 159

10 Hasil Posttest ... 171

11 Skor Pretest Posttest dan Gain ... 183


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian

Pembangunan nasional dirumuskan ke dalam tiga tugas utama yang perlu

dilakukan oleh sebuah negara (Edi Suharto, 2005:5) yaitu “pertumbuhan ekonomi (Economic Growth), perawatan masyarakat (Community Care), dan pengembangan manusia (Human Development)”. Sejalan dengan hal tersebut,

menurut Menko Kesra Agung Laksono, “Human Development Index (HDI) Indonesia pada 14 Maret 2013 dilaporkan naik tiga peringkat dari tahun 2012 yaitu urutan ke 124 dari 178 negara menjadi urutan ke 121 dari 185 negara” (www.satunews.com)

Terdapat beberapa indikator dalam pengukuran HDI yaitu pendidikan, kesehatan, dan daya beli masyarakat. Kondisi ini menuntut Indonesia untuk berkembang lebih pesat meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang sehat, berakhlak mulia dan sejahtera.

Pendidikan merupakan salah satu strategi dalam mewujudkan pembangunan nasional. Pendidikan yang paling mendasar adalah pendidikan keaksaraan. Melek aksara merupakan modal awal dalam memperoleh informasi di dunia ini. Agama

Islam pun mengajarkan “Iqra” yang artinya adalah “baca”. Melek aksara bukan

hanya sekedar mampu membaca tulis dan hitung, sebagaimana disebutkan dalam sebuah artikel yang berjudul A new tool for assessing and monitoring literacy (http://hdr.undp.org/en/media/HDR2003_lamp.pdf) yaitu:

Measuring literacy is not just a matter of saying who can read and who cannot. Many different levels of literacy skills are needed, from writing one’s name to understanding instructions on a medicine bottle to learning from books. With literacy at the top of the development agenda, good data are needed to help design and target appropriate actions, whether at the national or local level.

Pada tahun 2012 menurut data Kementerian Pendidikan Nasional, angka buta huruf di Indonesia mencapai 8,5 juta jiwa, dan 5,1 juta diantaranya adalah


(14)

2

Novi Widiastuti, 2013

perempuan. Jumlah ini menurun dari tahun 2004 lalu yaitu dengan angka 15 juta penduduk buta huruf. Keberhasilan tersebut membuat Indonesia mendapatkan penghargaan UNESCO‟s Literacy Prizes for 2012 bersama Bhutan, Rwanda dan Kolumbia. Namun walaupun demikian, angka tersebut masuk dalam kategori angka buta aksara terbesar di dunia. http://www.voaindonesia.com.

Angka buta aksara di Jawa Barat pada tahun 2012 untuk usia 15 tahun ke atas mencapai 1.072.160 orang atau 3,52% dari jumlah penduduk Jawa Barat usia tersebut sebanyak 30.459.084 jiwa. http://pusdalisbang.jabarprov.go.id

Kabupaten Bandung ikut gencar dalam menargetkan penghapusan buta aksara pada tahun 2012 sebagaimana tertulis dalam Bandung Ekspress.com bahwa

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bandung menargetkan menghapus buta aksara sebanyak 10 ribu pada tahun ini. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bandung pada 2010, tercatat masih ada 35.443 warga buta aksara.

Bebas buta aksara ini bukan berarti semua warga sudah cerdas dan mampu membaca secara aktif, karena tidak menutup kemungkinan bahwa ada yang buta aksara kembali akibat kurangnya pembinaan pasca pembelajaran keaksaraan yang pernah diikuti baik secara formal di sekolah maupun non formal di masyarakat. Hal ini yang dialami oleh warga Kampung Cirompek yang buta aksara kembali dikarenakan kemampuan membaca, menulis dan berhitung yang pernah dimilikinya tidak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan identifikasi awal kepada ibu-ibu pengajian diperoleh data bahwa 10 orang dari 36 jemaah adalah buta aksara kembali karena semuanya pernah mengikuti pendidikan SD,tetapi hasil pretest membuktikan bahwa rata-rata dari 10 orang tersebut hanya bisa mengerjakan 31,71% dari keseluruhan tes. Berdasarkan data pretest, maka warga belajar sebanyak 10 orang dikategorikan buta aksara dasar sebagaimana disebutkan bahwa indikator keaksaraan tingkat dasar menurut Acuan Penyelenggaraan Program Pendidikan Keaksaraan, Dikmas (2006)

1) Buta huruf murni, kelompok ini dapat dikategorikan pada masyarakat yang tidak beruntung, karena sama sekali mereka tidak pernah menerima layanan pendidikan sekolah;


(15)

3

2) Penduduk yang pernah menikmati pendidikan sekolah, namun drop out yang disebabkan oleh berbagai alasan seperti lemah kemampuan ekonominya atau tidak puas dengan layanan pendidikan.

3) Kelompok masyarakat yang sebenarnya telah bisa membaca, namun kemampuan menulisnya masih lemah, hal ini disebabkan minimnya latihan dan atau kemampuan membaca dan menulis yang telah dimilikinya itu tidak biasa dipergunakan kembali;

4) Kelompok masyarakat yang lebih mengenal huruf dan juga bilangan, namun tidak bisa merangkainya. Hal ini disebabkan oleh minimnya latihan dan tidak ada rangsangan untuk mau dan mampu membelajarkan diri; 5) Penduduk yang telah mengenal huruf, namun apabila dihadapkan pada

huruf-huruf ganda seperti ng, ny, dan kh mengalami kesulitan untuk membacanya.

Kondisi ini mendorong peneliti untuk mencari metode pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran membaca, menulis, dan berhitung pada masyarakat anggota majelis taklim yang pada dasarnya sudah mampu membaca huruf hijaiyah. Beberapa penelitian yang menjadi rujukan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ii Wahyudin (2012) bahwa transliterasi sebagai model merupakan sebuah inovasi belajar dalam program keaksaraan pada masyarakat yang agamis. Transliterasi mengalihbahasakan huruf-huruf hijaiyah pada huruf latin.

Pendapat tersebut diperkuat oleh pakar linguistik yaitu Prof. Dr. Shihabudin, M.Pd yang kini menjabat sebagai Ketua Prodi Linguistik, menurutnya

„transliterasi sebagaisuatu cara untuk memperkenalkan suatu bahasa”.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) transliterasi adalah

“penyalinan dengan penggantian huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain”.

Penggantian abjad dalam penelitian ini dikhususkan dari huruf hijaiyah ke huruf latin.

Beberapa catatan yang dikemukakan oleh Wahyudin (2012:11) mengenai penggunaan transliterasi adalah sebagai berikut :

(1)transliterasi dalam pembelajaran keaksaraan ini biasanya digunakan pada komunitas muslim tradisional atau di lingkungan pondok pesantren; (2) transliterasi hanya efektif digunakan dalam proses pembelajaran keaksaraan apabila warga belajarnya sudah memiliki pengetahuan dan kompetensi membaca Al-Qur‟an atau paling tidak sudah mengenal huruf hijaiyah beserta harkat-harkatnya.


(16)

4

Novi Widiastuti, 2013

Pembelajaran keaksaraan yang menggunakan transliterasi pernah diterapkan pada masyarakat NU di Karawang sebagai success story pada artikel dengan judul Illiteracy Eradication Model Integrated in Competitive Funding Program – Human Development Index in West Java Province (CFP-HDI) (Case: Creative Innovation of Karawang Regency)

Pembelajarannya menggunakan tahapan sebagai berikut : 1. Membuka pertemuan dengan membaca do‟a.

2. Menjelaskan manfaat berdo‟a.

3. Menjelaskan dan menguraikan jenis-jenis dan waktu shalat wajib (fardlu). 4. Menulis di papan tulis dengan huruf Arab.

5. Meminta peserta didik untuk membacanya. 6. Menulis tiap kata tersebut kedalam huruf latin.

7. Memperkenalkan huruf-huruf latin seperti: s, h, l, t, b, dz, r, m, g, h. 8. Membaca huruf latin, kemudiaan diikuti oleh peserta didik.

Tahapan pembelajaran di atas terlihat monoton, sehingga kemungkinan warga belajar cepat merasa jenuh mengikuti pembelajaran. Pembelajaran yang menggunakan transliterasi juga dilakukan oleh Andriyana Dwi Astuti pada tahun 2008 dengan melahirkan metode pembelajaran baru yang dinamakan transkeho (transliterasi, kata, eja, hafal, dan otak-atik). Metode ini tidak mengenalkan huruf-huruf terlebih dahulu, melainkan memadukan antara transliterasi dengan keho nya, Mengalihkan tulisan angka dan huruf arab ke latin kemudian dieja, setelah itu dihafal, dan selanjutnya di otak-atik yang dapat menghasilkan kata baru dan kalimat baru.

Berdasarkan pada pengalaman-pengalaman di atas, maka peneliti mencoba untuk menambahkan beberapa hal pada penerapan pembelajaran transliterasi yang sebelumnya dengan harapan memberikan kontribusi positif dalam penyempurnaan pembelajaran keaksaraan. Pembelajaran transliterasi yang akan diujicobakan dalam penelitian ini adalah “Transria Hamada” diambil dari Tranliterasi Ceria yang diciptakan di Pondok Pesantren Hamada.

Transria ini diadopsi dari transkeho dengan menambahkan kegiatan bernyanyi dan kartu huruf untuk menciptakan suasana belajar yang lebih menyenangkan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan membaca


(17)

5

menulis dan berhitung dalam huruf latin. Seseorang akan belajar apabila memiliki dorongan yang kuat untuk belajar. Dorongan untuk belajar disebut sebagai motivasi belajar. Mc Donald (Sardiman, 2001 : 71) menyatakan bahwa „motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya

perasaan dan didahului dengan tanggapan adanya tujuan‟. Seseorang akan

mengarah pada tujuan apabila memiliki motivasi untuk melakukan hal tersebut. Pembelajaran yang baik seharusnya mampu meningkatkan motivasi belajar warga belajarnya. Sebagaimana disebutkan oleh Sardiman (2001:75) bahwa motivasi belajar dapat ditingkatkan melalui beberapa cara yaitu :

1. menyediakan sarana dan prasarana belajar 2. menciptakan kondisi belajar yang kondusif

3. menciptakan hubungan yang baik antara tutor dan warga belajar

4. merancang materi dan metode dan teknik belajar yang menarik dan menyenangkan

5. menggunakan alat pendidikan seperti penghargaan dan ganjaran (reward and punishment).

Ketika warga belajar sudah termotivasi untuk belajar, maka akan berdampak pada hasil belajar. Menurut (N. Sudjana, 1998 : 39) bahwa :

Hasil belajar dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri warga belajar itu dan faktor yang datang dari luar diri warga belajar atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari warga belajar terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan warga belajar besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Seperti yang dikemukakan oleh Clark (1981) bahwa hasil belajar seseorang 70% dipengaruhi oleh kemampuan dirinya dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Disamping faktor kemampuan yang dimiliki oleh orang tersebut, juga ada faktor lain seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis.

Pernyataan di atas menarik para peneliti untuk melihat seberapa jauh kontribusi/ sumbangan yang diberikan oleh faktor tersebut terhadap hasil belajar. Faktor dari dalam diri sudah pasti akan memberikan pengaruh yang signifikan karena pada dasarnya belajar adalah usaha sadar yang dilakukan seseorang dalam upaya perubahan tingkah laku. Menurut N. Sudjana (1998:40), “faktor dari luar yang dapat menentukan hasil belajar adalah “kualitas pengajaran”. Pernyataan


(18)

6

Novi Widiastuti, 2013

Sudjana ini diperkuat oleh Bloom (1976) “tiga variabel utama dalam teori belajar

adalah karakteristik individu, kualitas pengajaran, dan hasil belajar siswa”.

Kualitas pengajaran dikemas melalui teknik, strategi, metode, pendekatan dan model pembelajaran yang mampu memberikan pengaruh terhadap hasil belajar. Abdulhak (2000:8) bahwa “orang yang memiliki motivasi tinggi memperoleh hasil belajar yang jauh berbeda dengan orang yang tidak memiliki

motivasi.” Jika seseorang memiliki dorongan yang kuat untuk belajar, akan mengikuti pembelajaran dengan senang hati tanpa paksaan.

Abdulhak (2000:9) juga menyebutkan bahwa :

Penelitian yang dilakukan pada tahun 1973 oleh Walberg dan Uguroglu menganalisis 232 korelasi tentang motivasi belajar dalam kegiatan akademik, dan hasil analisisnya menjelaskan bahwa korelasi motivasi belajar dengan prestasi warga belajar sangat signifikan.

Pembelajaran dengan metode transliterasi yang dirancang dengan menarik ini diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar. Oleh karena itu peneliti mengangkat judul Penerapan Metode Pembelajaran Transliterasi dalam

Meningkatkan Hasil Belajar Keaksaraan (Studi Eksperimen pada Majelis

Taklim Pondok Pesantren Hamada Kampung Cirompek Kelurahan Mekarmanik Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung).

B.Identifikasi dan Perumusan Masalah

1. Letak geografis yang tidak strategis dalam mengakses pendidikan formal menyebabkan terbelakangnya pendidikan masyarakat. Berdasarkan data yang diperoleh dari ketua RW 5 yaitu 70% SD (32% drop out dan 38% lulusan SD), 10% lulusan SMP, 2% lulusan SMA, dan 18% tidak sekolah.

2. Maraknya kasus aliran sesat kini sudah merebak pada masyarakat dengan tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang rendah. Karena pemahaman yang kurang mengenai agama dan serta kemampuan membaca yang rendah mengakibatkan tidak sedikit masyarakat tertipu dan hampir terjerumus oleh ajakan para penganut aliran sesat.

3. Masyarakat yang mengikuti kegiatan keagamaan di pesantren sebanyak 10 orang adalah buta aksara latin kembali walaupun tidak buta aksara hijaiyah.


(19)

7

Data ini diperoleh dari hasil identifikasi bahwa dari lima orang diketahui pernah mengikuti pembelajaran keaksaraan, tetapi tidak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, dan sisanya hanya mengikuti sebagian dari pembelajaran sehingga tidak tuntas.

4. Pembinaan pasca pembelajaran keaksaraan belum dilaksanakan secara maksimal dan kesibukan masyarakat juga menjadi penghambat dalam pembelajaran. Selain itu dorongan dalam diri masyarakat pun masih rendah sehingga kemampuan membaca tulis dan hitung tidak terlatih.

5. Transliterasi belum pernah diterapkan pada masyarakat kampung Cirompek. Namun dari hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti menunjukkan bahwa transliterasi ini efektif untuk diterapkan pada masyarakat yang agamis dan memiliki kemampuan baca huruf hijaiyah namun buta aksara latin.

6. Majelis taklim menjadi wadah pembinaan yang dapat dikombinasikan dengan pembelajaran keaksaraan sehingga kemampuan baca tulis hitung dapat terus dilatih.

Berdasarkan hasil identifikasi di atas, maka peneliti membatasi masalah penelitian yaitu penerapan transliterasi sebagai metode pembelajaran mampu meningkatkan hasil belajar berupa kemampuan membaca, menulis dan berhitung dalam angka dan huruf latin.

Perumusan masalah tersebut disusun dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan metode pembelajaran transliterasi dalam pembelajaran keaksaraan di Pondok Pesantren Hamada?

2. Bagaimana perbedaan hasil belajar sebelum diberi perlakuan dengan setelah diberi perlakukan?

C.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan utama penelitian ini adalah melahirkan inovasi metode pembelajaran transliterasi. Penelitian ini mengujicobakan metode tersebut dan


(20)

8

Novi Widiastuti, 2013

1. Penerapan metode pembelajaran transliterasi dalam pembelajaran keaksaraan di Pondok Pesantren Hamada;

2. Perbedaan hasil belajar sebelum diberi perlakuan dengan setelah diberi perlakukan.


(21)

9

D.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat baik pada tataran teoritik maupun praktik. Adapun beberapa harapan kebermanfaatan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Mengembangkan keilmuan mengenai inovasi metode pembelajaran dalam mendukung program penuntasan buta aksara.

b. Mengembangkan dan mengaplikasikan metode pembelajaran transliterasi dalam program keaksaraan di lingkungan pesantren;

2. Manfaat praktis

a. Melahirkan inovasi pembelajaran transliterasi yang mampu meningkatkan hasil belajar.

b. Meningkatkan pengetahuan para praktisi, dan akademisi pendidikan luar sekolah mengenai program keaksaraan fungsional berbasis pesantren;

c. Memberikan masukan pada pemerintah mengenai metode pembelajaran program keaksaraan bagi masyarakat di lingkungan pesantren yang buta aksara.

d. Mencerdaskan bangsa dengan membantu masyarakat melek aksara dan tidak kembali buta aksara melalui pembinaan yang dilakukan oleh pesantren.

E. Struktur Organisasi Tesis

BAB I : Pendahuluan, yang didalamnya membahas latar belakang

masalah, identifikasi masalah dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi tesis.

BAB II : Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran, dan Hipotesis yang

berisi mengenai konsep/teori/dalil/hukum dan turunannya dalam bidang yang dikaji, penelitian terdahulu yang relevan dengan bidang yang diteliti termasuk prosedur, subjek dan temuannya, posisi teoretik peneliti yang berkenaan dengan


(22)

10

Novi Widiastuti, 2013

BAB III : Metode Penelitian yang berisi penjabaran mengenai : lokasi

dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, dan metode pengumpulan data.

BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan terdiri dari pengolahan dan

analisis data untuk menghasilkan temuan, serta pembahasan dan analisis temuan.


(23)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian dilakukan di lokasi yang memiliki karakteristik responden yang sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian ini ingin menguji penerapan metode pembelajaran transliterasi dalam program keaksaraan pada masyarakat yang buta huruf latin namun melek aksara arab atau aksara Al-Qur’an. Pesantren Hamada yang dipilih menjadi lokasi penelitian, karena memang memiliki sasaran didik yang sesuai dengan tujuan penelitian ini. Pesantren ini terletak di Kampung Cirompek Kecamatan Cimenyan Kelurahan Mekarmanik Kabupaten Bandung atau sekitar 6 km dari jalan raya A.H. Nasution.

Subyek penelitian sebagaimana disebutkan oleh Arikunto (2002: 102) : Subjek penelitian adalah benda, hal, atau orang dan tempat dimana data yang dipermasalahkan melekat. Responden penelitian adalah orang yang dapat merespon, memberikan informasi tentang data penelitian. Sedangkan sumber data adalah benda, hal, atau orang dan tempat dimana peneliti mengamati, membaca, atau bertanya tentang data.

Sumber data penelitian ini adalah warga belajar yang mengikuti program pengajian rutin sebanyak 36 orang di pesantren Hamada. Menurut hasil identifikasi, terdapat 10 diantaranya adalah buta aksara latin kembali. Pemilihan warga belajar sebanyak 10 orang ini dilakukan dengan penelitian pendahuluan kepada seluruh anggota majelis taklim, kemudian diperkuat dengan pernyataan pengelola pesantren. Untuk membuktikan hal tersebut, maka dilakukan pretest untuk 10 orang tersebut.

B.Metode Penelitian

Metode pembelajaran transliterasi bukan hal baru dalam dunia pendidikan, namun belum banyak yang menerapkan metode ini dalam pembelajaran keaksaraan. Jika ini adalah sebuah inovasi dalam pembelajaran, maka diperbolehkan untuk diujicobakan dengan lokasi dan sasaran yang berbeda. Oleh


(24)

72

Novi Widiastuti, 2013

karena itu metode penelitian yang dianggap tepat adalah melalui metode pra eksperimen dengan One-Group Pretest-Posttest Design dengan pendekatan kuantitatif.

Gambar 3.1.

One- Group Pretest Posttest Design

Keterangan :

O1 : Nilai pretest (hasil belajar sebelum diberi perlakuan)

X : Metode Pembelajaran Transliterasi (perlakuan) O2 : Nilai posttest (hasil belajar setelah diberi perlakuan)

Sugiyono (2012:74) bahwa “Pra experimental designs dikatakan bukan merupakan eksperimen sungguhan karena masih terdapat variabel luar yang ikut

berpengaruh terhadap variabel dependen”. Namun metode ini tidak memperhitungkan faktor lain yang berpengaruh.

1. Desain Penelitian

Desain penelitian ini dimulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Perencanaan

Berdasarkan diskusi dengan pengelola pondok pesantren terkait mengenai pembelajaran keaksaraan, maka kami sepakat untuk memberikan pembelajaran selama tiga minggu. Adapun beberapa pertimbangan yang diajukan oleh pengelola adalah kekhawatiran yang akan timbul pasca pembelajaran. Kekhawatiran tersebut adalah kejenuhan untuk belajar. Oleh karena itu, untuk menjaga konsistensi belajar, maka pembelajaran dilakukan selama tiga minggu. Oleh karena itu kompetensi capaian pembelajaran merujuk pada penelitian Susan Yulianti pada tahun 2009. Pada tahap ini peneliti bersama dengan pengelola pondok pesantren melakukan beberapa kegiatan yaitu :

1) Identifikasi kemampuan sasaran


(25)

73

Identifikasi sasaran dilakukan melalui wawancara terlebih dahulu dengan pengelola mengenai warga belajar yang buta aksara latin. Kemudian untuk memastikan hasil wawancara tersebut, maka dilakukan pretest. Pretest dilakukan sebagai pijakan awal untuk memulai pembelajaran. Pada akhirnya akan terlihat perkembangan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung warga belajar dari sebelum dengan setelah diberi perlakuan yaitu pembelajaran keaksaraan dengan metode Transria Hamada.

2) Pembentukan kelompok

Setelah diketahui bahwa terdapat 10 warga belajar yang buta aksara dasar, maka kegiatan selanjutnya adalah pembentukan kelompok belajar. Pada tahap ini. tutor memberikan beberapa pengarahan mengenai program yang diberikan. Hal ini dilakukan untuk memberikan pemahaman awal mengenai pentingnya seorang manusia memiliki kemampuan membaca, menulis, dan berhitung. Setelah menyamakan persepsi, maka warga belajar diharapkan tidak akan merasa orang paling bodoh karena berada pada kelompok yang memiliki kemampuan yang sama. Ini akan mengurangi rasa tidak percaya diri pada diri warga belajar.

3) Kontrak belajar

Pendidikan orang dewasa berpusat pada warga belajar. Oleh karena itu, perlu melibatkan dan menghargai pendapat warga belajar melalui kegiatan menyusun kontrak belajar yang berlaku selama pembelajaran. Adapun yang menjadi bahan diskusi pada penyusunan kontrak belajar adalah mengenai waktu belajar dan lamanya belajar. Waktu belajar dilakukan pukul 15.30 – 17.30 Wib selama tiga minggu atau 21 hari.

4) Menentukan tema belajar

Tema belajar ditentukan tutor bersama warga belajar. Pembelajaran berpijak pada hal-hal yang pernah dipelajari oleh warga belajar. Hal ini untuk mempermudah warga belajar dalam menerima hal baru. Sebagaimana disebutkan pada bab sebelumnya bahwa orang dewasa memiliki pengalaman belajar. Pengalaman belajar tersebut perlu dihargai. Tema-tema yang dipilih adalah materi


(26)

74

Novi Widiastuti, 2013 b. Pelaksanaan

Setelah merencanakan waktu belajar, lamanya belajar, serta tema belajar, maka diasumsikan bahwa warga belajar sudah siap untuk melakukan pembelajaran. Pembelajaran dilakukan melalui tahapan-tahapan Transria Hamada secara garis besar sebagai berikut :

1) Tutor mengenalkan huruf arab dengan huruf latin (Pedoman transliterasi Hamada);

2) Tutor mengajak warga belajar bernyanyi mengenai tema yang sudah ditentukan misalnya tema rukun iman;

3) Tutor menuliskan lirik lagu tersebut dalam huruf arab. Jika terdapat huruf-huruf yang tidak dapat ditransliterasikan, maka ditulis dalam huruf-huruf latin; 4) Melalui kartu huruf dengan sisi pertama huruf hijaiyah, dan sisi yang lainnya

adalah huruf latinnya, tutor mengajak warga belajar bermain dengan mengambil kartu huruf dalam huruf hijaiyah sesuai dengan kata-kata yang sudah ditulis di papan tulis;

5) Kartu huruf tersebut kemudian disusun sesuai dengan kata yang tertulis; 6) Tutor meminta warga belajar untuk membalik kartu tersebut dan menuliskan

kata yang sama tetapi dalam huruf latin yang sudah tertera pada balik kartu. 7) Kata-kata tersebut kemudian di eja menjadi suku kata, kemudian huruf. 8) Warga belajar mengahapal huruf-huruf tersebut.

9) Kata-kata yang telah dihafal, kemudian diotak-atik sehingga dapat bertambah kosa kata dari dasar kata yang diberikan tutor

10) Setiap warga belajar memiliki satu kata hasil otak-atik tersebut, lalu menempelnya di papan tulis;

11) setelah semua warga belajar menempel kartu tersebut, kemudian semua kata tersebut ditulis dalam buku masing-masing.

12) Tutor bersama warga belajar menyusun kalimat sederhana dari huruf arab ke huruf latin.


(27)

75

Evaluasi dilakukan untuk mengukur perkembangan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung warga belajar setalah diberikan perlakuan. Alat evaluasinya adalah posttest yang sama dengan pretest.


(28)

76

Novi Widiastuti, 2013

C.Definisi Operasional

1. Transliterasi sebagai metode pembelajaran

Transliterasi merupakan sebuah sarana yang diperlukan untuk menjembatani keadaan saling tidak mengerti antar bangsa yang disebabkan perbedaan bahasa dan tulisan.

Menurut Kridalaksana, transliterasi merupakan penggantian huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain dan terkadang sering lepas dari lafadz sebenarnya. Sedangkan menurut Daily, transliterasi sebagai mengganti suatu alfabet dengan alfabet lain (Zuvara, 2008:29).

Dalam pembelajaran bahasa menurut hasil wawancara dengan pakar linguistik Prof. Dr. Shihabuddin, M. Pd. (2013) menyatakan bahwa

Transliterasi adalah metode atau cara mengenalkan satu huruf ke huruf lain. Transliterasi ditempuh karena tidak ada kata padanannya, memiliki kata yang spesifik, seperti nama orang, nama jalan, dan lain sebagainya yang tidak dapat diterjemahkan. Oleh karena itu diperlukan transliterasi.

Transliterasi dalam penelitian ini sejalan dengan pernyataan di atas yaitu sebagai metode pembelajaran yang digunakan untuk mengenalkan huruf latin pada warga belajar keaksaraan yang pada dasarnya sudah mengenal huruf hijaiyah. Metode pembelajaran ini dilakukan dengan maksud untuk memanfaatkan kemampuan awal warga belajar sehingga diharapkan dapat mempermudah proses pembelajaran dalam mencapai tujuan belajar. Metode transliterasi yang diterapkan disini adalah metode Transria Hamada yang diadopsi dari beberapa penelitian terdahulu dengan menambah beberapa tahapan untuk menciptakan suasana belajar yang lebih menyenangkan.

2. Hasil Belajar

Menurut N. Sudjana (1998:39) merangkum definisi hasil belajar dari beberapa pakar sebagai berikut

Hasil belajar yang sering disebut dengan istilah scholastic achievement atau academic achievement adalah seluruh kecakapan dan hasil yang dicapai melalui proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan angka-angka atau nilai-nilai berdasarkan tes hasil belajar (Briggs, 1979). Menurut Gagne dan Driscoll (1988), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki warga belajar sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan warga belajar (learner’s performance). Gagne


(29)

77

dan Briggs (1979) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan internal (capability) yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang telah menjadi milik pribadi seseorang dan memungkinkan seseorang itu melakukan sesuatu.

Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan membaca,tulis dan hitung dalam huruf latin.

3. Pembelajaran Keaksaraan

Menurut Acuan Penyelenggaraan Program Pendidikan Keaksaraan (2006) Pembelajaran keaksaraan adalah program layanan pendidikan luar sekolah untuk mengembangkan kemampuan seseorang dalam menguasai dan menggunakan keterampilan baca-tulis-hitung, kemampuan mengamati dan menganalisa, yang berorientasi pada kehidupan sehari-hari dengan memanfaatkan potensi yang ada di lingkungan sekitarnya.

Pembelajaran keaksaraan disini dilakukan selama tiga minggu atau 21 hari. Lamanya belajar adalah 2 jam atau 120 menit. Oleh karena itu, standar pencapaiannya pun merujuk pada penelitian Susan Yulianti pada tahun 2009 yang mengujicobakan pembelajaran keaksaraan dengan pola 21 hari.

4. Warga Belajar

Dalam Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003

Bab I Pasal 1 Ayat 4 menyebutkan bahwa “warga belajar atau peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

Warga belajar yang menjadi subjek penelitian atau responden diambil dari anggota majelis taklim yang berjumlah 36 secara keseluruhan. Namun diperoleh 10 orang yang dinyatakan buta huruf latin kembali dikarenakan faktor kurangnya latihan. Dari 10 orang populasi tersebut, maka diambil seluruhnya untuk dijadikan sampel penelitian. Jika sampel adalah seluruh populasi, maka dikatakan sampel total.

D.Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian untuk mengukur variabel hasil belajar melalui pretest dan postest. Sebelum menyusun instrumen penelitian, maka untuk mempermudah,


(30)

78

Novi Widiastuti, 2013

merupakan acuan penyusunan instrumen yang disusun secara sistematis sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Kisi-Kisi penelitian disajikan terlampir.

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui cara yang sesuai dengan variabel yang diteliti yaitu melalui tes (pretest dan postest). Tes ini diberikan untuk mengukur kemampuan baca tulis hitung warga belajar. Tes dilakukan sebelum program yaitu pretest, dan setelah program dilaksanakan yaitu posttest. Peningkatan hasil belajar perlu dilihat dari sebelum diberi perlakuan dan setelah diberi perlakuan.

E.Proses Pengembangan Instrumen

a. Uji Validitas Instrumen

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto, 2002:144). Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Apabila alat ukurnya tidak valid dan reliabel, maka akan diperoleh data hasil penelitian yang bias atau diragukan kebenarannya.

Mengingat pengumpulan data ini dilakukan melalui tes, maka faktor kesungguhan responden dalam menjawab pertanyaan merupakan suatu hal yang sangat penting. Penerapan tes ini bertujuan untuk mengetahui taraf kesesuaian antara yang diamati oleh peneliti sesuai dengan apa yang sesungguhnya sesuai dengan kenyataan. Maka, tes yang dijadikan sebagai alat pengumpul data tersebut harus mampu mengukur data penelitian atau mengukur apa yang diukurnya.

Validitas terdiri dari dua yaitu validitas konstruk dan validitas isi. Validitas konstruk dilakukan oleh pakar dalam bidang pengukuran. Sedangkan validitas isi dilakukan melalui uji coba angket. Pedoman wawancara dan tabel pengamatan motivasi belajar hanya dilakukan validitas konstruk, karena tidak dapat diujicobakan. Uji coba tes dilakukan pada masyarakat yang sudah melek aksara sebanyak 20 orang.


(31)

79

Menguji tingkat validitas instrumen penelitian digunakan Korelasi Product Moment yang dikemukakan oleh Pearson dengan rumus dua yaitu menggunakan angka kasar sebagai berikut:

(rumus 3.1) Keterangan:

rXY = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y.

Σ X = Jumlah skor dari tiap item dan seluruh responden

Σ Y = Jumlah skor total seluruh item dan seluruh responden N = Banyaknya sampel (Arikunto, 2002:146)

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kevalidan suatu instrumen. Instrumen yang baik mempunyai validitas yang tinggi, sebaliknya instrumen yang kurang baik memiliki validitas yang rendah. Uji validitas dikenakan pada setiap item pertanyaan. Hasil koefisien korelasi tersebut kemudian dikonsultasikan ke dalam tabel t Product Moment dengan taraf signifikasi α = 0,5 atau pada taraf kepercayaan 95 %.

Untuk menguji signifikan item-item pada instrumen penelitian, dihitung dengan rumus t-student, yaitu sebagai berikut:

(rumus 3.2) Keterangan:

r = Koefisien Korelasi n = Jumlah Responden

t = Harga Hitung (Sugiyono, 2012:150)

Dari perhitungan harga t hitung selanjutnya dibandingkan dengan harga t tabel dengan ketentuan bila harga t hitung lebih besar dari t tabel maka butir item dianggap valid, dan bila harga t hitung lebih kecil dari t tabel maka butir item dinyatakan tidak valid.

2 1 2 r n r t   

  

 

2 2

2

 

2

Y Y N X X N Y X XY N rXY           


(32)

80

Novi Widiastuti, 2013

Tabel 3.1.

Validitas Pretest- posttest (r tabel = 0,44)

No. Item r. Hitung Keterangan No. Item r. Hitung Keterangan

1 0,61 Valid 14 0,61 Valid

2 0,54 Valid 15 0,56 Valid

3 0,59 Valid 16 0,61 Valid

4 0,49 Valid 17 0,48 Valid

5 0,54 Valid 18 0,57 Valid

6 0,54 Valid 19 0,46 Valid

7 0,56 Valid 20 0,57 Valid

8 0,51 Valid 21 0,57 Valid

9 0,56 Valid 22 0,48 Valid

10 0,49 Valid 23 0,50 Valid

11 0,51 Valid 24 0,46 Valid

12 0,61 Valid 25 0,51 Valid

13 0,61 Valid

b. Uji Reliabilitas Instrumen

Pengujian reliabilitas instrumen ini untuk mengukur tingkat kemantapan instrumen yang telah diujicobakan. Instrumen yang reliabel akan sama hasilnya apabila di teskan pada kelompok yang sama walaupun dalam waktu yang berbeda. Pada pengukuran gejala sosial selalu diperhitungkan kesalahan pengukuran (Measurement Error) makin kecil kesalahan pengukuran, makin reliabel alat pengukur dan sebaliknya. Pengukuran reliabilitas menggunakan rumus Alfa Cronbach dengan SPSS 17 :

Tabel 3.2.

Reliabilitas instrumen pretest dan posttest

Cronbach's Alpha N of Items

.843 25

Diketahui r hitung sebesar 0,843 sedangkan r tabel dengan N 20 yaitu sebesar 0,444 sehingga instrumen dikatakan reliabel karena r hitung > r tabel.


(33)

81

Berdasarkan hipotesis penelitian, maka pengujian dilakukan melalui uji beda. Bila sampel berkorelasi/berpasangan, misalnya membandingkan sebelum dan sesudah perlakuan, atau membandingkan kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen, maka digunakan t test sample related (rumus 3.3) Sebagaimana dipaparkan pada persyaratan sebelumnya dan menurut Sugiyono (2012:197) “Bila sampel berkorelasi/berpasangan misalnya membandingkan sebelum dan sesudah perlakuan atau membandingkan kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen, makan digunakan t-test sample related”.

Tabel 3.3. Rumus t - test

(rumus 3.3 t test sample related)

Selanjutnya t hitung tersebut dibandingkan dengan t tabel. Dalam hal ini berlaku ketentuan bahwa, bila t hitung lebih kecil atau sama dengan t tabel, maka H0 diterima. Sebaliknya jika t hitung lebih besar dari t tabel, maka H1 diterima

yaitu hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar sebelum diberi perlakuan dengan setelah diberi perlakukan.


(34)

103 Novi Widiastuti, 2013

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.Simpulan

1. Metode Pembelajaran Transliterasi

Metode pembelajaran transliterasi yang digunakan melalui tahapan berikut : 1) Tutor mengenalkan huruf arab dengan huruf latin (Pedoman transliterasi

Hamada);

2) Tutor mengajak warga belajar bernyanyi mengenai tema yang sudah ditentukan;

3) Tutor menuliskan lirik lagu tersebut dalam huruf arab. Jika terdapat huruf-huruf yang tidak dapat ditransliterasikan, maka ditulis dalam huruf-huruf latin; 4) Melalui kartu huruf dengan sisi pertama huruf hijaiyah, dan sisi yang lainnya

adalah huruf latinnya, tutor mengajak warga belajar bermain dengan mengambil kartu huruf dalam huruf hijaiyah sesuai dengan kata-kata yang sudah ditulis di papan tulis;

5) Kartu huruf tersebut kemudian disusun sesuai dengan kata yang tertulis; 6) Tutor meminta warga belajar untuk membalik kartu tersebut dan menuliskan

kata yang sama tetapi dalam huruf latin yang sudah tertera pada balik kartu. 7) Kata-kata tersebut kemudian di eja menjadi suku kata, kemudian huruf. 8) Warga belajar mengahapal huruf-huruf tersebut.

9) Kata-kata yang telah dihafal, kemudian diotak-atik sehingga dapat bertambah kosa kata dari dasar kata yang diberikan tutor

10) Setiap warga belajar memiliki satu kata hasil otak-atik tersebut, lalu menempelnya di papan tulis;

11) setelah semua warga belajar menempel kartu tersebut, kemudian semua kata tersebut ditulis dalam buku masing-masing.

12) Tutor bersama warga belajar menyusun kalimat sederhana dari huruf arab ke huruf latin.


(35)

104

Transria Hamada ini dipilih sebagai metode pembelajaran keaksaraan dikarenakan beberapa alasan sebagai berikut :

a. Warga belajar sudah mengenal huruf hijaiyah, dan trasnliterasi memang diterapkan bagi masyarakat dengan karakteristik tersebut;

b. Warga belajar buta aksara kembali karena kurangnya latihan, sehingga diperlukan metode yang menyenangkan agar menumbuhkan motivasi belajar. c. Dalam satu tema, warga belajar mendapatkan banyak kosa kata baru dengan

mengotak atik suku kata dan huruf yang sudah ada.

Karakteristik tutor yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Tutor adalah orang dari kelompok tersebut, artinya bukan orang di luar masyarakat tersebut;

2) Pendidikan tutor adalah sarjana pendidikan Islam.

3) Tutor mampu menguasai kelas dikarenakan sudah mengenal warga belajarnya. 4) Tutor bersifat humoris, sifat ini diperlukan untuk menciptakan suasana santai,

kekeluargaan dan menyenangkan.

Materi belajar dipilih dari materi yang dekat dengan kehidupan warga belajar, dan sudah tidak asing di telinga mereka. Materi belajar disampaikan dengan menggunakan bantuan media belajar yang menarik.

2. Perbedaan Hasil Belajar Sebelum dan Setelah Diberi Perlakuan

Kemampuan awal warga belajar melalui pretest yaitu rata-rata kemampuan membaca warga belajar adalah 38,00 atau sekitar 38,78% sedangkan setelah diberikan perlakuan, rata-rata kemampuan membaca warga belajar meningkat hingga 88,9 atau 90,71% dari kemampuan total membaca yang harus dimiliki yaitu skor 98. Begitu pula dengan rata-rata kemampuan menulis warga belajar adalah 19 atau sekitar 15,57 % sedangkan rata-rata kemampuan menulis setelah diberi perlakuan adalah 109,7 atau sekitar 89,92 % dari kemampuan total menulis yang harus dimiliki yaitu skor 122.Sedangkan rata-rata kemampuan berhitung warga belajar sebelum diberi perlakuan adalah 37,8 atau 47,85 % sedangkan rata-rata kemampuan responden setelah diberi perlakuan adalah 72 atau sekitar 91,14


(36)

105

Novi Widiastuti, 2013

Kemampuan awal responden dari seluruh aspek rata-rata 94,8 atau 31,71% Sedangkan kemampuan setelah diberi perlakuan rata-rata 270 atau 90,5% dari keseluruhan standar capaian kompetensi melek aksara Hamada.

Pengujian hipotesis di atas menggunakan t test sample related. diperoleh t hitung 26,23 sedangkan t tabel untuk dk = 18 adalah 2,101. Terlihat bahwa t hitung> t tabel. Maka H0 ditolak dan H1 Hipotesis penelitian diterima.

Simpulannya adalah terdapat perbedaan yang signifikan antara antara hasil belajar sebelum diberi perlakuan dengan setelah diberi perlakukan.

Metode pembelajaran transliterasi ini memberikan pengaruh yang positif terhadap hasil belajar. Meskipun terdapat faktor lain yang tidak diperhatikan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti merekomendasikan beberapa hal demi kesempurnaan penelitian ini.

B.Rekomendasi

Rekomendasi ingin disampaikan kepada :

1. Warga belajar

a. Pembelajaran bukan hanya pada saat program berlangsung, namun harus menjadi kebutuhan yang jika tidak dipenuhi akan merasa kurang sehingga harus segera dipenuhi.

b. Warga bealajr harus mampu memanfaatkan kemampuan yang telah diperoleh dalam kehidupan sehari-hari agar kemampuan tersebut tidak hilang begitu saja. c. Belajar bukan hanya di madrasah, tetapi dimanapun adalah tempat belajar.

2. Tutor

a. Tutor melanjutkan pembelajaran keaksaraan pada majelis taklim setiap hari sabtu untuk memelihara kemampuan yang diperoleh pada saat pembelajaran keaksaraan.

b. Tutor memberikan motivasi dan penghargaan agar warga belajar memiliki kepercayaan diri yang kuat untuk terus belajar.

c. Tutor diharapkan mampu mengemas metode pembelajaran tranliterasi ini lebih menarik.


(37)

106

Metode pembelajaran transliterasi ini bukan metode pembelajaran yang terbaik, bahkan masih jauh dari kesempurnaan. Namun peneliti berharap metode pembelajaran ini dapat terus disempurnakan. Para ilmuwan lah yang dinilai mumpuni melakukan hal tersebut. Semoga akan bermunculan metode-metode pembelajaran keaksaraan yang semakin menarik dan mampu meningkatkan motivasi belajar. Metode pembelajaran ini perlu diujicobakan kembali dengan adanya kelompok kontrol sebagai pembanding dan memperhatikan faktor-faktor lain yang akan memberikan pengaruh terhadap hasil belajar.

4. Praktisi

Para praktisi keaksaraan diharap mampu mengembangkan dan menyusun metode pembelajaran keaksaraan yang diterapkan di lingkungannya masing-masing. Karena para praktisi sangat memungkinkan untuk memodifikasi pembelajaran sesuai dengan kondisi warga belajar. Hal yang lebih penting adalah para praktisi diharapkan dapat mempublikasikannya pada para praktisi lain untuk bisa terus menjadi rujukan dalam pengembangan metode pembelajaran keaksaraan. Semakin banyak berbagai pengalaman mengenai pembelajaran keaksaraan, maka akan memperkaya keilmuwan.


(38)

107 Novi Widiastuti, 2013

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdulhak, I. (2000). Strategi Membangun Motivasi dalam Pembelajaran Orang Dewasa. Bandung:Andira.

Arif, Z. (1986). Andradogi. Bandung:Angkasa.

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Atmaja, B.S. (1986). Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: Karunika.

Bloom, B.S. (1976). Human Characteristics and School Leraning. New York: McGrow Hill Book Co.

Dahar, R.W. (2011). Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Erlangga. Dalyono. (2005). Psikologi Pendididkan. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah, S.B. (2000). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Dimyati, M .(2010). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta. Hatimah, I. (2000). Strategi dan Metode Pembelajaran. Bandung: Andira. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2008). Jakarta: Gramedia Pustaka.

Kusnadi. (2005). Pendidikan Keaksaraan. Folisofi, Strategi, Implementasi. Jakarta: Direktorat Pendidikan Masyarakat.

Marno dan Idris. (2012). Strategi dan Metode Pengajaran. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.

Nasution, M.A. (2010). Didaktik Asas-Asas Mengajar. Bandung : Bumi Aksara. Rogers, J. (2007). Adult Learning. Polands: London.

Rohani, A. (2010). Pengelolaan Pengajaran Sebuah Pengantar Menuju Guru Profesional. Jakarta : Rineka Cipta.

Rohani, A dan Ahmadi A. (2007). Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Sardiman. (2001). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

_________(2008). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Grafindo Persada.


(39)

108

Sudjana, D. (2000). Pendidikan Luar Sekolah, Wawasan, Sejarah, Perkembangan, Falsafah, Teori Pendukung, Azas. Bandung : Falah Production.

______________(2005). Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Falah Production

Sudjana, N. (1998). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algesindo.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kalitatif, Dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suharto. E. (2005). Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat (Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial). Bandung:Aditama.

Suprijono, A. (2009). Cooperatif Leraning (Teori Aplikasi PAIKEM). Surabaya: PT. Pustaka Belajar.

Supriyadi, D. (2005). Membangun Bangsa melalui Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Suryadibrata, S. (1990). Psikologi Pendidikan. Rajawali Press:Jakarta).

Suwatno dan Priansa, D (2011). Manajemen SDM dalam Organisasi Publik dan Bisnis. Bandung:Alfabeta.

Syah, M. (1999). Psikologi. PT Logos Wacana Ilmu : Jakarta).

Uno, B. Hamzah (2008). Teori motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.

_______________ (2010). Model Pembelajaran (menciptakan proses belajar dan mengajar yang efektif dan kreatif). Jakarta : Bumi Aksara.

Literatur Negara

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Acuan Penyelenggaraan Program Pendidikan Keaksaraan. Direktorat Pendidikan Luar Sekolah. Direktorat Pendidikan Masyarakat.

Direktorat Pendidikan Masyarkat. (2013) “Succeess Story. Illiteracy Eradication

Model Integrated in Competitive Funding Program – Human Development Index in West Java Province (CFP-HDI) (Case: Creative Innovation of Karawang Regency, Transliteration Training Model in Illiteracy Eradication by Muslimat NU (Case: East Java)”.

Tim Pengembang BP.PLS P regional I Medan. (2006). Buku Saku Tutor Keaksaraan.


(40)

109

Novi Widiastuti, 2013

Aritonang, K. (2008). Minat dan Motivasi dalam Meningkatkan Hasil Belajar. Jurnal Pendidikan Penabur. 7 (10). 11-21.

Hamdu, G. dan Agustina, L. (2011). Pengaruh Motivasi Belajar Siswa terhadap Prestasi Belajar IPA di Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian Pendidikan. 12 (1). 90-95.

Puslitbang Lektur Agama (1986).”Transliterasi Arab Latin” Dialog. 2 (20) 63-67.

Karya Akademik

Wahyudin, I. (2012). Model Pembelajaran Literasi Sebagai Inovasi dalam Meningkatkan Kompetensi Warga Belajar Program Keaksaraan Fungsional. Disertasi Prodi PLS UPI. Bandung. tidak diterbitkan.

Yulianti, S. (2009). Akselerasi Pembelajaran Keaksaraan Fungsional Tingkat Dasar. Skripsi Jurusan PLS UPI. Bandung. tidak diterbitkan.

Zuvara, R.A. (2008). Aplikasi Transliterasi dan Transkripsi Isim „Alam Bahasa Arab Modern dalam Situs BBC ARABIC. Skripsi. Program Studi Bahasa Arab, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.Tidak diterbitkan.

Internet

Agung Laksono.(2013). Maret 2013, HDI Indonesia Naik Tiga Peringkat. [online] tersedia: (www.satunews.com/read/20034/2013/03/20/maret-2013-hdi-indonesia-naik-tiga-peringkat--html). (22 Juli 2013)

Astuti, A.D (2008). Transkeho Sebagai Pembelajaran Keaksaraan Fungsional. [online]. tersedia : http://imadiklus.com (2 Maret 2013).

Bandung Ekspress. (2013). Masih Banyak yang Buta Huruf. [online] tersedia: www.bandungekspress.com. (22 Juli 2013).

Fathurrohman. (2007). Memahami cara memilih metode pembelajaran yang tepat.

[online]. tersedia :

http://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/09/18/memahami-cara-memilih-metode-pembelajaran-yan- tepat/. (5 Mei 2013).

Purwanto, R. (2011). Peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa pada Kompetensi sistem koordinasi melalui metode Pembelajaran teaching game team terhadap siswa kelas XI IPA SMA Smart Ekselensia Indonesia tahun ajaran 2010-201. [online]. tersedia : http://www.smartekselensia.net/wp- content/uploads/2012/08/Peningkatan-Motivasi-dan-Hasil-Belajar-Siswa-dengan-Teaching-Game-Team.pdf. (15 April 2013).

Pusat Data dan Analisis Pembangunan Jawa Barat (Pusdalisbang). (2012). Satu Data Pembangunan Jawa Barat. [online] : tersedia :http://pusdalisbang.jabarprov.go.id/pusdalisbang/index.php?option=com_c


(41)

110

ontent&view=article&id=311:sejuta-warga-jawa-barat-buta-aksara&catid=28:berita. (15 April 2013).

Sudrajat, A. (2008). Teori-Teori Motivasi.[online]: tersedia

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/06/teori-teori-motivasi/) UNDP. (2003). A New Tool For Assessing and Monitoring Literacy. tersedia

[Online]: (http://hdr.undp.org/en/media/HDR2003_lamp.pdf). (19 Maret 2013).

Voice of America. (2013). UNESCO Beri Indonesia Penghargaan Terkait

Program Buta Aksara. [online]. Tersedia:

http://www.Voaindonesia.Com/Content/Unesco-Beri-IndonesiaPenghargaan-Terkait-Program-Buta-Aksara/1494826.Html. (15


(1)

Novi Widiastuti, 2013

Kemampuan awal responden dari seluruh aspek rata-rata 94,8 atau 31,71% Sedangkan kemampuan setelah diberi perlakuan rata-rata 270 atau 90,5% dari keseluruhan standar capaian kompetensi melek aksara Hamada.

Pengujian hipotesis di atas menggunakan t test sample related. diperoleh t hitung 26,23 sedangkan t tabel untuk dk = 18 adalah 2,101. Terlihat bahwa t hitung> t tabel. Maka H0 ditolak dan H1 Hipotesis penelitian diterima. Simpulannya adalah terdapat perbedaan yang signifikan antara antara hasil belajar sebelum diberi perlakuan dengan setelah diberi perlakukan.

Metode pembelajaran transliterasi ini memberikan pengaruh yang positif terhadap hasil belajar. Meskipun terdapat faktor lain yang tidak diperhatikan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti merekomendasikan beberapa hal demi kesempurnaan penelitian ini.

B.Rekomendasi

Rekomendasi ingin disampaikan kepada : 1. Warga belajar

a. Pembelajaran bukan hanya pada saat program berlangsung, namun harus menjadi kebutuhan yang jika tidak dipenuhi akan merasa kurang sehingga harus segera dipenuhi.

b. Warga bealajr harus mampu memanfaatkan kemampuan yang telah diperoleh dalam kehidupan sehari-hari agar kemampuan tersebut tidak hilang begitu saja. c. Belajar bukan hanya di madrasah, tetapi dimanapun adalah tempat belajar. 2. Tutor

a. Tutor melanjutkan pembelajaran keaksaraan pada majelis taklim setiap hari sabtu untuk memelihara kemampuan yang diperoleh pada saat pembelajaran keaksaraan.

b. Tutor memberikan motivasi dan penghargaan agar warga belajar memiliki kepercayaan diri yang kuat untuk terus belajar.

c. Tutor diharapkan mampu mengemas metode pembelajaran tranliterasi ini lebih menarik.


(2)

106

Metode pembelajaran transliterasi ini bukan metode pembelajaran yang terbaik, bahkan masih jauh dari kesempurnaan. Namun peneliti berharap metode pembelajaran ini dapat terus disempurnakan. Para ilmuwan lah yang dinilai mumpuni melakukan hal tersebut. Semoga akan bermunculan metode-metode pembelajaran keaksaraan yang semakin menarik dan mampu meningkatkan motivasi belajar. Metode pembelajaran ini perlu diujicobakan kembali dengan adanya kelompok kontrol sebagai pembanding dan memperhatikan faktor-faktor lain yang akan memberikan pengaruh terhadap hasil belajar.

4. Praktisi

Para praktisi keaksaraan diharap mampu mengembangkan dan menyusun metode pembelajaran keaksaraan yang diterapkan di lingkungannya masing-masing. Karena para praktisi sangat memungkinkan untuk memodifikasi pembelajaran sesuai dengan kondisi warga belajar. Hal yang lebih penting adalah para praktisi diharapkan dapat mempublikasikannya pada para praktisi lain untuk bisa terus menjadi rujukan dalam pengembangan metode pembelajaran keaksaraan. Semakin banyak berbagai pengalaman mengenai pembelajaran keaksaraan, maka akan memperkaya keilmuwan.


(3)

107

Novi Widiastuti, 2013

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdulhak, I. (2000). Strategi Membangun Motivasi dalam Pembelajaran Orang

Dewasa. Bandung:Andira.

Arif, Z. (1986). Andradogi. Bandung:Angkasa.

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Atmaja, B.S. (1986). Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: Karunika.

Bloom, B.S. (1976). Human Characteristics and School Leraning. New York: McGrow Hill Book Co.

Dahar, R.W. (2011). Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Erlangga. Dalyono. (2005). Psikologi Pendididkan. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah, S.B. (2000). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Dimyati, M .(2010). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta. Hatimah, I. (2000). Strategi dan Metode Pembelajaran. Bandung: Andira. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2008). Jakarta: Gramedia Pustaka.

Kusnadi. (2005). Pendidikan Keaksaraan. Folisofi, Strategi, Implementasi. Jakarta: Direktorat Pendidikan Masyarakat.

Marno dan Idris. (2012). Strategi dan Metode Pengajaran. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.

Nasution, M.A. (2010). Didaktik Asas-Asas Mengajar. Bandung : Bumi Aksara. Rogers, J. (2007). Adult Learning. Polands: London.

Rohani, A. (2010). Pengelolaan Pengajaran Sebuah Pengantar Menuju Guru

Profesional. Jakarta : Rineka Cipta.

Rohani, A dan Ahmadi A. (2007). Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Sardiman. (2001). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

_________(2008). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Grafindo Persada.


(4)

108

Sudjana, D. (2000). Pendidikan Luar Sekolah, Wawasan, Sejarah, Perkembangan, Falsafah, Teori Pendukung, Azas. Bandung : Falah

Production.

______________(2005). Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Falah Production

Sudjana, N. (1998). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algesindo.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kalitatif, Dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suharto. E. (2005). Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat (Kajian

Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial).

Bandung:Aditama.

Suprijono, A. (2009). Cooperatif Leraning (Teori Aplikasi PAIKEM). Surabaya: PT. Pustaka Belajar.

Supriyadi, D. (2005). Membangun Bangsa melalui Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Suryadibrata, S. (1990). Psikologi Pendidikan. Rajawali Press:Jakarta).

Suwatno dan Priansa, D (2011). Manajemen SDM dalam Organisasi Publik dan

Bisnis. Bandung:Alfabeta.

Syah, M. (1999). Psikologi. PT Logos Wacana Ilmu : Jakarta).

Uno, B. Hamzah (2008). Teori motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.

_______________ (2010). Model Pembelajaran (menciptakan proses belajar dan

mengajar yang efektif dan kreatif). Jakarta : Bumi Aksara.

Literatur Negara

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Acuan Penyelenggaraan Program

Pendidikan Keaksaraan. Direktorat Pendidikan Luar Sekolah. Direktorat

Pendidikan Masyarakat.

Direktorat Pendidikan Masyarkat. (2013) “Succeess Story. Illiteracy Eradication

Model Integrated in Competitive Funding Program – Human Development Index in West Java Province (CFP-HDI) (Case: Creative Innovation of Karawang Regency, Transliteration Training Model in Illiteracy Eradication by Muslimat NU (Case: East Java)”.

Tim Pengembang BP.PLS P regional I Medan. (2006). Buku Saku Tutor


(5)

Novi Widiastuti, 2013

Aritonang, K. (2008). Minat dan Motivasi dalam Meningkatkan Hasil Belajar. Jurnal Pendidikan Penabur. 7 (10). 11-21.

Hamdu, G. dan Agustina, L. (2011). Pengaruh Motivasi Belajar Siswa terhadap Prestasi Belajar IPA di Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian Pendidikan. 12 (1). 90-95.

Puslitbang Lektur Agama (1986).”Transliterasi Arab Latin” Dialog. 2 (20) 63-67. Karya Akademik

Wahyudin, I. (2012). Model Pembelajaran Literasi Sebagai Inovasi dalam

Meningkatkan Kompetensi Warga Belajar Program Keaksaraan Fungsional. Disertasi Prodi PLS UPI. Bandung. tidak diterbitkan.

Yulianti, S. (2009). Akselerasi Pembelajaran Keaksaraan Fungsional Tingkat

Dasar. Skripsi Jurusan PLS UPI. Bandung. tidak diterbitkan.

Zuvara, R.A. (2008). Aplikasi Transliterasi dan Transkripsi Isim „Alam Bahasa Arab Modern dalam Situs BBC ARABIC. Skripsi. Program Studi Bahasa

Arab, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.Tidak diterbitkan.

Internet

Agung Laksono.(2013). Maret 2013, HDI Indonesia Naik Tiga Peringkat. [online] tersedia: (www.satunews.com/read/20034/2013/03/20/maret-2013-hdi-indonesia-naik-tiga-peringkat--html). (22 Juli 2013)

Astuti, A.D (2008). Transkeho Sebagai Pembelajaran Keaksaraan Fungsional. [online]. tersedia : http://imadiklus.com (2 Maret 2013).

Bandung Ekspress. (2013). Masih Banyak yang Buta Huruf. [online] tersedia: www.bandungekspress.com. (22 Juli 2013).

Fathurrohman. (2007). Memahami cara memilih metode pembelajaran yang tepat.

[online]. tersedia :

http://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/09/18/memahami-cara-memilih-metode-pembelajaran-yan- tepat/. (5 Mei 2013).

Purwanto, R. (2011). Peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa pada Kompetensi sistem koordinasi melalui metode Pembelajaran teaching game

team terhadap siswa kelas XI IPA SMA Smart Ekselensia Indonesia tahun

ajaran 2010-201. [online]. tersedia : http://www.smartekselensia.net/wp- content/uploads/2012/08/Peningkatan-Motivasi-dan-Hasil-Belajar-Siswa-dengan-Teaching-Game-Team.pdf. (15 April 2013).

Pusat Data dan Analisis Pembangunan Jawa Barat (Pusdalisbang). (2012). Satu

Data Pembangunan Jawa Barat. [online] : tersedia


(6)

110

ontent&view=article&id=311:sejuta-warga-jawa-barat-buta-aksara&catid=28:berita. (15 April 2013).

Sudrajat, A. (2008). Teori-Teori Motivasi.[online]: tersedia http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/06/teori-teori-motivasi/) UNDP. (2003). A New Tool For Assessing and Monitoring Literacy. tersedia

[Online]: (http://hdr.undp.org/en/media/HDR2003_lamp.pdf). (19 Maret 2013).

Voice of America. (2013). UNESCO Beri Indonesia Penghargaan Terkait

Program Buta Aksara. [online]. Tersedia:

http://www.Voaindonesia.Com/Content/Unesco-Beri-IndonesiaPenghargaan-Terkait-Program-Buta-Aksara/1494826.Html. (15