Tinjauan Sosial–Kelompok Masyarakat Adat Furai di Desa Bawamatalu‘o Kecamatan Fanayama Kabupaten Nias Selatan

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sosial–Ekonomi

2.1.1 Pengertian Sosial–Ekonomi

Pengertian sosial ekonomi jarang dibahas secara bersamaan. Pengertian sosial dan pengertian ekonomi sering dibahas secara terpisah. Pengertian sosial dalam ilmu sosial menunjuk pada objeknya yaitu masyarakat. Sedangkan pada departemen sosial menunjukkan pada kegiatan yang ditunjukkan untuk mengatasi persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dalam bidang kesejahteraan yang ruang lingkup pekerjaan dan kesejahteraan sosial.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sosial berarti segala sesuatu yang

berkenaan dengan masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1996:958).

Sedangkan dalam konsep sosiologi, manusia sering disebut sebagai makhluk sosial yang artinya manusia tidak dapat hidup wajar tanpa adanya bantuan orang lain disekitarnya. Sehingga kata sosial sering diartikan sebagai hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat.

Sementara istilah ekonomi sendiri berasal dari kata Yunani yaitu “oikos” yang

berarti keluarga atau rumah tangga dan “nomos” yaitu peraturan, aturan, hukum.

Maka secara garis besar ekonomi diartikan sebagai aturan rumah tangga atau manajemen rumah tangga.


(2)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekonomi berarti ilmu yang mengenai asas-asas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (seperti

keuangan, perindustrian dan perdagangan) (Kamus Besar Bahasa Indonesia,

1996:251).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sosial ekonomi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat, antara lain sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Pemenuhan kebutuhan tersebut berkaitan dengan penghasilan. Hal ini disesuaikan dengan penelitian yang akan dilakukan.

Untuk melihat kedudukan sosial–ekonomi adalah pekerjaan, penghasilan, dan

pendidikan. Berdasarkan ini masyarakat tersebut dapat digolongkan kedalam

kedudukan sosial ekonomi rendah, sedang, dan tinggi (Koentjaraningrat, 2009:35).

2.1.2 Pembangunan Sosial dan Ekonomi

Pembangunan sosial adalah suatu proses perubahan sosial yang terencana yang didesain untuk mengangkat kesejahteraan penduduk secara menyeluruh, dengan

menggabungkannya dengan proses pembangunan ekonomi yang dinamis (Midgley,

2005:37).

Lebih lanjut Midgley (2005:38-41) mengajukan ada delapan aspek yang perlu

diperhatikan, diantara lain :

1. Proses pembangunan sosial sangat terkait dengan pembangunan ekonomi.

Aspek ini yang membuat pembangunan sosial berbeda ketika dibandingkan dengan pendekatan lain dalam mengangkat kesejahteraan orang banyak.


(3)

Pembangunan sosial mencoba untuk mengaplikasikan kebijakan-kebijakan dan program-program sosial untuk mengangkat kesejahteraan sosial, pembangunan sosial melakukannya dengan konteks proses pembangunan.

2. Pembangunan sosial mempunyai fokus berbagai macam disiplin ilmu

(interdisipliner) berdasarkan berbagai ilmu sosial yang berbeda. Pembangunan sosial secara khusus terinspirasi dari politik dan ekonomi. Pembangunan sosial juga menyentuh nilai, kepercayaan dan ideologi secara eksplisit. Dengan isu- isu ideologis, pembagunan sosial diharapkan dapat lebih baik menciptakan intervensi dalam menganalisa dan mengahadapi masalah sosial dalam mengangkat kesejahteraan masyarakat.

3. Konsep pembangunan sosial lebih menekankan pada proses. Pembangunan

sosial sebagai konsep dinamis memiliki ide-ide tentang pertumbuhan dan perubahan yang bersifat eksplisit dimana istilah pembangunan itu sendiri lebih berkonotasi pada semangat akan perubahan yang positif. Secara literal, pembangunan adalah satu proses pertumbuhan, perubahan, evolusi dan pergerakan. Pembangunan sosial memiliki tiga aspek, pertama, kondisi sosial awal yang akan diubah dengan pembangunan sosial, kedua, proses perubahan itu sendiri, ketiga, keadaan akhir ketika tujuan-tujuan pembangunan sosial telah tercapai.

4. Proses perubahan yang progresif. Perubahan yang dilakukan berusaha untuk

perbaikan bagi seluruh manusia. Ide-ide akan perbaikan dan peningkatan sosial sangat dibutuhkan dalam pembangunan sosial.


(4)

5. Proses pembangunan sosial bersifat intervensi. Peningkatan perubahan dalam kesejahteraan sosial terjadi karena adanya usaha-usaha yang terencana yang dilakukan oleh para pelaku perubahan, bukan terjadi secara natural karena bekerjanya sistem ekonomi pasar atau dengan dorongan historis. Proses

pembangunan sosial lebih tertuju pada manusia yang dapat

mengimplementasikan rencana dan strategi yang spesifik untuk mencapai tujuan pembangunan sosial.

6. Tujuan pembangunan sosial didukung dengan beberapa macam strategi, baik

secara langsung maupun tidak langsung, akan menghubungkan intervensi sosial dengan usaha pembangunan ekonomi. Keduanya didasari oleh keyakinan dan ideologi yang berbeda tetapi hal ini dapat diharmonisasikan meskipun masih ditemui kesulitan untuk merangkum semuanya dalam sebuah sintesa.

7. Pembangunan sosial lebih terkait dengan rakyat secara menyeluruh serta ruang

lingkupnya lebih bersifat inklusif atau universal. Pembangunan sosial fokus makronya menargetkan perhatian pada komunitas, daerah dan masyarakat. Pembangunan sosial lebih tertuju pada mereka yang terlantar karena pertumbuhan ekonomi atau tidak diikutsertakan dalam pembangunan (orang miskin dalam kota, penduduk desa yang miskin, etnis minoritas dan wanita). Pembangunan sosial fokusnya bersifat pembagian daerah seperti dalam kota, masyarakat pedesaan, perkotaan, daerah-daerah atau negara.


(5)

8. Tujuan pembangunan sosial adalah mengangkat kesejahteraan sosial.

Kesejahteraan sosial disini berkonotasi pada suatu kondisi sosial di mana masalah-masalah sosial diatur, kebutuhan sosial dipenuhi dan terciptanya

kesempatan sosial (Midgley, 2005:21). Bukan sekedar kegiatan amal ataupun

bantuan publik yang diberikan oleh pemerintah (Midgley, 2005:19).

Dari penjelasan tersebut di atas, terlihat bahwa pembangunan sosial menurut

Midgley (2005:34) adalah pendekatan pembangunan yang secara eksplisit berusaha

mengintegrasikan proses ekonomi dan sosial sebagai kesatuan dari proses pembangunan yang dinamis, membentuk dua sisi dari satu mata uang yang sama. Pembangunan sosial tidak akan terjadi tanpa adanya pembangunan ekonomi, begitu pula sebaliknya pembangunan ekonomi tidaklah berarti tanpa diiringi dengan peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat secara menyeluruh.

Orientasi pembangunan ekonomi perlu diikuti oleh pembangunan sosial, yang diartikan sebagai suatu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan secara menyeluruh. Paling tidak hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan sosial tersebut adalah (a)


(6)

Meminjam asumsi Todaro (Todaro, 1989:92), ada tiga sasaran yang seyogyanya dicapai dalam pembangunan sosial, yaitu :

a. Meningkatkan ketersediaan dan memperluas distribusi barang-barang

kebutuhan pokok.

b. Meningkatkan taraf hidup, yaitu selain meningkatkan pendapatan, memperluas

kesempatan kerja, pendidikan yang lebih baik, dan juga perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya dan kemanusiaan, yang keseluruhannya akan memperbaiki bukan hanya kesejahteraan material tetapi juga menghasilkan rasa percaya diri sebagai individu ataupun sebagai suatu bangsa.

c. Memperluas pilihan ekonomi dan sosial yang tersedia bagi setiap orang dan

setiap bangsa dengan membebaskan mereka dari perbudakan dan ketergantungan bukan hanya dalam hubungan dengan orang dan negara lain tetapi juga terhadap kebodohan dan kesengsaraan manusia.

2.1.3 Indikator Sosial–Ekonomi

Keluarga dan kelompok masyarakat dapat digolongkan memiliki sosial- ekonomi rendah, sedang, dan tinggi (Koentjaraningrat, 2009:35). Berdasarkan hal tersebut kita dapat mengklasifikasikan keadaan sosial ekonominya yang dapat dijabarkan sesuai dengan indikator sebagai berikut :

a. Pendapatan

Pendapatan akan mempengaruhi status sosial seseorang, terutama akan ditemui dalam masyarakat yang matrealis dan tradisonal yang menghargai


(7)

kamus ekonomi adalah uang yang diterima oleh seseorang dalam bentuk gaji, upah sewa, bunga, laba, dan lainnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) merinci pendapatan dalam beberapa kategori sebagai berikut :

1. Pendapatan berupa uang ialah segala penghasilan berupa uang yang

sifatnya reguler dan biasanya diterima sebagai balasan atau kontrak prestasi.

2. Pendapatan yang berupa barang adalah pembayaran upah dan gaji yang

berbentuk beras, pengobatan, transportasi, perumahan, dankreasi. Berkaitan dengan hal tersebut mendefenisikan pendapatan sebagai seluruh penerimaan baik berupa uang ataupun barang baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri, dengan cara menilai sejumlah atas harga yang berlaku saat ini.

b. Perumahan

Rumah adalah tempat untuk melepaskan lelah, tempat bergaul, dan membina rasa kekeluargaan diantara anggota keluarga, tempat berlindung keluarga, dan menyimpan barang berharga, dan rumah juga dikatakan sebagai lambung sosial. Rumah ialah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya yang dipakai sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan

keluarga (Undang–undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992).

Menurut American Public Health Association (APHA) rumah dikatakan

sehat apabila : (1) Memenuhi kebutuhan fisik dasar seperti temperatur lebih

rendah dari udara yang di luar rumah, penerangan yang memadai, ventilasi


(8)

melindungi penghuninya dari berbagai penyakit menular yaitu memiliki penyediaan air bersih, sarana pembuangan sampah, dan saluran pembuangan

air limbah yang saniter dan memenuhi syarat kesehatan, dan (4) melindungi

penghuni dari kemungkinan terjadinya kecelakaan dan bahaya kebakaran, seperti fondasi rumah yang kokoh, tangga yang tidak curam, bahaya kebakaran karena arus pendek listrik, keracunan, bahkan dari ancaman kecelakaan lalu lintas.

c. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi perannya di masa yang

akan datang. Dalam (Undang–undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor

20 Tahun 2013) pendidikan didefenisikan sebagai usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Menurut Ki Hajar Dewantara yang tidak lain merupakan ‗bapak

pendidikan nasional‘ mengemukakan pengertian dari pendidikan ialah tuntutan

di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sabagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.


(9)

d. Kesehatan

Menurut World Health Organization (WHO), ada empat komponen

penting yang merupakan satu kesatuan dalam definisi sehat yaitu :

1. Sehat Jasmani.

Sehat jasmani merupakan komponen penting dalam arti sehat seutuhnya, berupa sosok manusia yang berpenampilan kulit bersih, mata bersinar, rambut tersisir rapi, berpakaian rapi, berotot, tidak gemuk, nafas tidak bau, selera makan baik, tidur nyenyak, gesit dan seluruh fungsi fisiologi tubuh berjalan normal.

2. Sehat Mental.

Sehat Mental dan sehat jasmani selalu dihubungkan satu sama lain dalam

pepatah kuno ―Jiwa yang sehat terdapat di dalam tubuh yang sehat (Men

Sana In Corpore Sano)‖.

Atribut seorang insan yang memiliki mental yang sehat adalah selalu merasa puas dengan apa yang ada pada dirinya, tidak ada tanda-tanda konflik kejiwaan, dapat bergaul dengan baik, dapat menerima kritik serta tidak mudah tersinggung atau marah, dapat mengontrol diri, tidak mudah emosi, dapat menyelesaikan masalah secara cerdik dan bijaksana.

3. Kesejahteraan Sosial.

Batasan kesejahteraan sosial yang ada di setiap tempat atau negara sulit diukur dan sangat tergantung pada kultur, kebudayaan dan tingkat kemakmuran masyarakat setempat.


(10)

Dalam arti yang lebih hakiki, kesejahteraan sosial adalah suasana kehidupan berupa perasaan aman damai dan sejahtera, cukup pangan, sandang dan papan. Dalam kehidupan masyarakat yang sejahtera, masyarakat hidup tertib dan selalu menghargai kepentingan orang lain serta masyarakat umum.

4. Sehat Spiritual.

Spiritual merupakan komponen tambahan dan memiliki arti penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Setiap individu perlu mendapat pendidikan formal maupun informal, kesempatan untuk berlibur, mendengar alunan lagu dan musik, siraman rohani seperti ceramah agama dan lainnya agar terjadi keseimbangan jiwa yang dinamis dan tidak monoton.

Keempat komponen ini dikenal sebagai sehat positif atau disebut sebagai

positive health‖ karena lebih realistis dibandingkan dengan definisi WHO

yang hanya bersifat idealistik semata-mata.

e. Pangan dan Sandang

Pangan ialah sumber makanan bagi manusia dan merupakan kebutuhan pokok manusia. Sedang sandang adalah pakaian manusia. Pakaian menjadi kebutuhan primer, dan meskipun manusia dapat hidup tanpa pakaian, tetapi dikarenakan manusia merupakan makhluk sosial yang hidup dalam masyarakat sehingga pakaian adalah hal yang penting dalam kesehariannya.

(https://helpmeups.files.wordpress.com/2012/07/modul-dewa89s-

bookletjuli2006/Beberapa-Indikator-Penting-Sosial-Ekonomi-Indonesia/, diakses 23 Maret 2015 pukul 02:07 WIB)


(11)

2.2 Kemiskinan

2.2.1 Definisi Kemiskinan

Definisi tentang kemiskinan telah mengalami perluasan, seiring dengan semakin kompleksnya faktor penyebab, indikator maupun permasalahan lain yang melingkupinya. Kemiskinan tidak lagi hanya dianggap sebagai dimensi ekonomi melainkan telah meluas hingga kedimensi sosial, kesehatan, pendidikan dan politik. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kemiskinan adalah ketidakmampuan memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makan

maupun non–makan.

Pada dasarnya definisi kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu:

a. Kemiskinan Absolut

Kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga orang tersebut memiliki taraf kehidupan yang rendah, dianggap tidak layak serta tidak sesuai dengan harkat dan martabat sebagai manusia. Lebih dari itu kondisi kehidupan seseorang atau sekelompok orang itu sedemikian rupa sehingga secara fisik mengakibatkan seseorang atau sekelompok orang itu tidak mampu melakukan aktivitas yang wajar.

b. Kemiskinan Relatif

Kemiskinan dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh lebih rendah dibanding masyarakat sekitarnya (lingkungannya). Semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan


(12)

miskin, sehingga kemiskinan relatif erat hubungannya dengan masalah

distribusi pendapatan (Siagian, 2012:47-49).

Untuk memahami masalah kemiskinan, maka perlu memandang kemiskinan itu dari dua aspek, yakni kemiskinan sebagai suatu kondisi dan kemiskinan sebagai suatu proses. Sebagai suatu kondisi, kemiskinan adalah suatu fakta dimana seseorang atau sekelompok orang hidup di bawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak sebagai manusia disebabkan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara sebagai suatu proses, kemiskinan merupakan proses menurunnya daya dukung terhadap hidup seseorang atau sekelompok orang sehingga pada gilirannya ia atau kelompok tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak pula mampu mencapai taraf kehidupan yang dianggap layak

sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia (Siagian, 2012:2-3).

2.2.2. Model Pengukuran dan Indikator Kemiskinan

Terdapat beberapa model penghitungan kemiskinan, yaitu model tingkat konsumsi, model kesejahteraan keluarga dan model pembangunan manusia.

1) Model Tingkat Komsumsi.

Menggunakan tingkat konsumsi ekuivalen beras per kapita sebagai indikator kemiskinan. Beliau membedakan tingkat ekuivalen konsumsi beras di daerah pedesaan dan perkotaan. Untuk daerah pedesaan apabila seseorang hanya mengkonsumsi ekuivalen beras kurang dari 240 kg per orang pertahun, maka yang bersangkutan digolongkan sangat miskin. Sedangkan untuk daerah perkotaan ditentukan sebesar ekuivalen 360 kg beras per orang pertahun. Badan Pusat Statistik (BPS) menghitung angka kemiskinan lewat tingkat


(13)

konsumsi pendududuk atas kebutuhan dasar. Dari sisi makanan, BPS menggunakan indikator yang direkomendasikan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi tahun 1998, yaitu 2.100 kalori per orang per hari, sedangkan dari sisi

kebutuhan non–makanan tidak hanya terbatas pada sandang dan papan

melainkan termasuk pendidikan dan kesehatan. BPS pertama kali melaporkan penghitungan jumlah dan persentase penduduk miskin pada tahun 1984. Pada saat itu penghitungan jumlah dan persentase penduduk miskin mencakup periode 1976-1981 dengan menggunakan model konsumsi Susenas (Survei

Sosial Ekonomi Nasional).

(http://www.academia.edu/8222267/MODEL_PENGUKURAN_DAN_INDIK ATOR_KEMISKINAN, diakses 20 Maret 2015 pukul 22:30 WIB)

2) Model Kejahteraan Keluarga.

Indikator Keluarga Sejahtera pada dasarnya berangkat dari pokok pikiran yang terkandung didalam undang-undang no. 10 Tahun 1992 disertai asumsi bahwa kesejahteraan merupakan variabel komposit yang terdiri dari berbagai indikator yang spesifik dan operasional. Karena indikator yang yang dipilih akan digunakan oleh kader di desa, yang pada umumnya tingkat pendidikannya relatif rendah, untuk mengukur derajat kesejahteraan para anggotanya dan sekaligus sebagai pegangan untuk melakukan melakukan intervensi, maka indikator tersebut selain harus memiliki validitas yang tinggi, juga dirancang sedemikian rupa, sehingga cukup sederhana dan secara operasional dapat di pahami dan dilakukan oleh masyarakat di desa.


(14)

Atas dasar pemikiran tersebut, maka indikator dan kriteria keluarga sejahtera yang ditetapkan adalah sebagai berikut :

1. Keluarga Miskin

Keluarga Pra Sejahtera alasan ekonomi dan KS – I karena alasan

ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi :

- Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging/ikan/telor.

- Setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru.

- Luas lantai rumah paling kurang 8 M2 untuk tiap penghuni.

2. Keluarga Pra Sejahtera

Keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih dari 5

kebutuhan dasarnya (basic needs) Sebagai keluarga Sejahtera I, seperti

kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, papan, sandang dan kesehatan.

3. Keluarga Sejahtera Tahap I

Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, yaitu :

- Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing–masing anggota

keluarga.

- Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 (dua) kali sehari atau lebih.

- Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian.


(15)

- Bagian yang terluas dari lantai rumah bukan dari tanah.

- Bila anak sakit atau pasangan usia subur ingin ber KB dibawa ke sarana/petugas kesehatan.

4. Keluarga Sejahtera Tahap II

Keluarga yang disamping telah dapat memenuhi kriteria keluarga sejahtera I, harus pula memenuhi syarat sosial psykologis 6 sampai 14, yaitu :

- Anggota Keluarga melaksanakan ibadah secara teratur.

- Paling kurang, sekali seminggu keluarga menyediakan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk.

- Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru per tahun.

- Luas lantai rumah paling kurang delapan meter persegi tiap penghuni rumah.

- Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam keadaan sehat. - Paling kurang 1 (satu) orang anggota keluarga yang berumur 15 tahun

keatas mempunyai penghasilan tetap.

- Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa membaca tulisan latin.

- Seluruh anak berusia 5-15 tahun bersekolah pada saat ini.

- Bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga yang masih pasangan usia subur memakai kontrasepsi (kecuali sedang hamil).


(16)

5. Keluarga Sejahtera Tahap III

Keluarga yang memenuhi syarat 1 sampai 14 dan dapat pula memenuhi syarat 15 sampai 21, syarat pengembangan keluarga yaitu :

- Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama.

- Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk tabungan keluarga untuk tabungan keluarga.

- Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan itu dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar anggota keluarga.

- Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. - Mengadakan rekreasi bersama diluar rumah paling kurang 1 kali/6 bulan. - Dapat memperoleh berita dari surat kabar/TV/majalah.

- Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi yang sesuai dengan kondisi daerah setempat.

6. Keluarga Sejahtera Tahap III Plus

Keluarga yang dapat memenuhi kriteria 1 sampai 21 dan dapat pula memenuhi kriteria 22 dan 23 kriteria pengembangan keluarganya, yaitu : - Secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela memberikan

sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materiil. - Kepala Keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus

perkumpulan/yayasan/institusi masyarakat.

(http://www.bkkbn-jatim.go.id/bkkbn-jatim/html/indikasi.htm, diakses 26 Juli 2015 pukul 04:25 WIB)


(17)

3) Model Pembangunan Manusia.

Pengukuran angka kemiskinan dilakukan dengan melihat beberapa aspek sebagai sebagai berikut :

- Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Mengukur pencapaian suatu wilayah dalam tiga dimensi pembangunan manusia yang paling esensial-lama hidup, tingkat pengetahuan, dan standar hidup yang layak. Indeks tersebut dihitung dengan angka harapan hidup, angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, dan pengeluaran perkapita.

- Indeks Kemiskinan Manusia (IKM)

Mengukur dimensi yang berlawanan arah dari IPM, yaitu seberapa besar

penduduk yang kurang beruntung, tertinggal (deprived people), karena tidak

mempunyai akses untuk mencapai standar kehidupan yang layak. Indeks tersebut dihitung menggunakan prosentase penduduk yang tidak mencapai usia 40 tahun, prosentase penduduk buta huruf, prosentase balita dengan status gizi kurang, prosentase balita dengan status gizi kurang, prosentase penduduk tidak punya akses pada pelayanan kesehatan dasar, sanitasi air bersih. Semakin besar penduduk suatu wilayah pada situasi ini dipresentasikan oleh IKM yang semakin tinggi.

- Indeks Kehidupan Fakir Miskin

Mengukur kesenjangan pencapaian, yaitu berapa upaya, dalam prosentase, yang masih harus dilakukan/dicapai untuk membawa kondisi kehidupan fakir miskin di suatu wilayah menuju standar kehidupan minimum yang layak.


(18)

Dimensi yang diukur mencakup (1) situasi kelaparan atau sangat kurang kalori, (2) Kualitas hidup fakir miskin, (3) Akses fakir miskin pada pelayanan sosial dasar dan pembangunan.

Untuk mengetahui jumlah angka kemiskinan mengunakan lima versi indikator kemiskinan, sebagai berikut :

- Bank Dunia, kemiskinan diukur secara ekonomi berdasarkan penghasilan

yang diperoleh orang miskin adalah mereka yang berpendapatan maksimal UU$ 2 per hari.

- Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),

mendefinisikan kemiskinan dengan 5 indikator (1) Tidak dapat menjalankan ibadah menurut agamanya, (2) Seluruh keluarga tidak mampu makan dua kali sehari, (3) Seluruh anggota keluarga tidak mempunyai pakaian berbeda untuk di rumah, bekerja, sekolah dan berpergian, (4) Bagian terluas rumahnya terdiri atas tanah, (5) tidak mampu membawa keluarga jika sakit ke sarana kesehatan.

- Dinas Kesehatan, menambahkan kriteria tingkat akses pelayanan kesehatan

pemerintah, ada anggota keluarga yang putus sekolah atau tidak, frekuensi makan makanan pokok per hari kurang dari dua kali dan kepala keluarga mengalami pemutusan hubungan kerja atau tidak.

- Badan Pusat Statistik (BPS), mendefinisikan miskin berdasarkan tingkat

konsumsi makanan kurang dari 2.100 kalori/kapita/per hari dan kebutuhan minimal non makanan (sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan). Disamping itu secara ekonomi BPS menetapkan penghasilan Rp. 175.324,- per bulan sebagai batas miskin perkotaan dan Rp. 131.256,- di pedesaan.


(19)

(http://www.academia.edu/8222267/MODEL_PENGUKURAN_DAN_INDIK ATOR_KEMISKINAN, diakses 20 Maret 2015 pukul 22:30 WIB)

2.2.3. Penyebab Kemiskinan

Kemiskinan banyak dihubungkan dengan :

1. Penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat

dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin.

2. Penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan

keluarga.

3. Penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan

kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar.

4. Penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain,

termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi.

5. Penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan

hasil dari struktur sosial.

Kemiskinan tidak hanya menyangkut tentang pendapatan tetapi juga menyangkut tentang aspek kehidupan lainnya. Kemiskinan di berbagai hal ini disebut

dengan kemiskinan plural. (https://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan, diakses 24


(20)

Todaro (2006) memperlihatkan jalinan antara kemiskinan dan keterbelakangan

dengan beberapa aspek ekonomi dan aspek non–ekonomi. Tiga komponen utama

sebagai penyebab keterbelakangan dan kemiskinan masyarakat, faktor tersebut adalah rendahnya taraf hidup, rendahnya rasa percaya diri dan terbebas kebebasan ketiga aspek tersebut memiliki hubungan timbal balik. Rendahnya taraf hidup disebabkan oleh rendahnya tingkat pendapatan, rendahnya pendapatan disebabkan oleh rendahnya tingkat produktivitas tenaga kerja, rendahnya produktivitas tenaga kerja disebabkan oleh tingginya pertumbuhan tenaga kerja, tingginya angka

pengangguran dan rendahnya investasi perkapita.

Untuk kasus Indonesia diperkirakan ada empat faktor penyebab kemiskinan. Faktor tersebut adalah rendahnya taraf pendidikan, rendahnya taraf kesehatan, terbatasnya lapangan kerja dan kondisi keterisolasian. (https://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan, diakses 24 Maret 2015 pukul 01:20)

Asnawi (1994) menyatakan suatu keluarga menjadi miskin disebabkan oleh tiga faktor, yaitu faktor sumber daya manusia, faktor sumber daya alam, faktor teknologi. Sumber daya manusia ditentukan oleh tingkat pendidikan, dependensi ratio, nilai sikap, partisipasi, keterampilan pekerjaan, dan semuanya itu tergantung kepada sosial budaya masyarakat itu sendiri, kalau sosial budaya masyarakatnya masih terbelakang maka rendahlah mutu sumber daya manusianya. Sebaliknya kalau sosial budaya modern sesuai dengan tuntutan pembangunan maka tinggilah mutu sumber daya manusia tersebut.


(21)

2.3 Teori Kesejahteraan Sosial

Menurut defenisinya kesejahteraan sosial dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kesejahteraan sosial sebagai suatu keadaan, kesejahteraan sosial sebagai suatu kegiatan atau pelayanan, dan kesejahteraan sosial sebagai ilmu. Kesejahteraan sosial adalah termasuk sebagai suatu proses atau usaha terencana yang dilakukan oleh perorangan, lembaga-lembaga sosial, masyarakat maupun badan-badan pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan melalui pemberian pelayanan sosial dan

tunjangan sosial (Suharto, 2005:3).

Mengenai konsep kesejahteraan sosial, perlu didapat pemahaman. Oleh karena itu, beberapa defenisi tentang kesejahteraan sosial dapat dikemukakan sebagai berikut :

a. Secara umum (Edi Suharto), kesejahteraan sosial yaitu suatu keadaan

terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, dan perawatan kesehatan.

b. Kesejahteraan sosial menurut Undang–undang Nomor 11 Tahun 2009 adalah

kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat

melaksanakan fungsi sosialnya. Martin Wolins mengatakan bahwa ―social

welfare is a device for maintaining or strengthening the existing social

structure of an industrial society‖. Artinya, kesejahteraan sosial adalah suatu

usaha untuk memelihara atau memperkuat struktur sosial yang ada dalam masyarakat industri.


(22)

c. Menurut PBB (Perserikatan Bangsa–bangsa), kesejahetaran sosial adalah suatu kegiatan yang terorganisasi dalam tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara individu-individu dengan lingkungan sosial mereka.

d. Arthur Dunham, mengemukakan kesejahteraan sosial sebagai suatu bidang usaha manusia, dimana di dalamnya terdapat berbagai macam badan atau usaha sosial yang tujuannya meningkatkan kesejahteraan dari segia sosial pada bidang-bidang kehidupan keluarga dan anak, kesehatan, penyesuaian sosial, waktu senggang, standar-standar kehidupan dan hubungan-hubungan sosial.

2.4 Konsep Masyarakat Adat

2.4.1 Tinjauan Tentang Masyarakat

Masyarakat dalam istilah bahasa Inggris adalah society yang berasal dari kata

Latin socius yang berarti (kawan). Istilah masyarakat berasal dari kata bahasa Arab

syaraka yang berarti (ikut serta dan berpartisipasi).

Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, dalam istilah ilmiah adalah saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana melalui warga-warganya dapat saling berinteraksi. Definisi lain, masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Kontinuitas merupakan kesatuan masyarakat yang memiliki keempat ciri

yaitu : 1) Interaksi antar warga—warganya, 2) Adat istiadat, 3) Kontinuitas waktu, 4)

Rasa identitas kuat yang mengikat semua warga (Koentjaraningrat, 2009:


(23)

Semua warga masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama, hidup bersama dapat diartikan sama dengan hidup dalam suatu tatanan pergaulan dan keadaan ini akan tercipta apabila manusia melakukan hubungan, Mac lver dan Page

(dalam Soekanto, 2009:22), memaparkan bahwa masyarakat adalah suatu sistem

dari kebiasaan, tata cara, dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok, penggolongan, dan pengawasan tingkah laku serta kebiasaan-kebiasaan manusia. Masyarakat merupakan suatu bentuk kehidupan bersama untuk jangka waktu yang cukup lama sehingga menghasilkan suatu adat istiadat.

Menurut Ralph Linton (dalam Soekanto, 2009:22) masyarakat merupakan

setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama, sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan

dengan jelas, sedangkan masyarakat menurut Selo Soemardjan (dalam Soekanto,

2009:23) adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan

dan mereka mempunyai kesamaan wilayah, identitas, mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan.

Menurut Emile Durkheim (dalam Taneko, 1984:11) bahwa masyarakat merupakan suatu kenyataan yang obyektif secara mandiri, bebas dari individu- individu yang merupakan anggota-anggotanya. Masyarakat sebagai sekumpulan manusia didalamnya ada beberapa unsur yang mencakup.


(24)

Adapun unsur-unsur tersebut adalah :

1. Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama;

2. Bercampur untuk waktu yang cukup lama;

3. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan;

4. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama.

Menurut Emile Durkheim (dalam Muhni, 1994:29-31) keseluruhan ilmu pengetahuan tentang masyarakat harus didasari pada prinsip-prinsip fundamental yaitu realitas sosial dan kenyataan sosial. Kenyataan sosial diartikan sebagai gejala kekuatan sosial didalam bermasyarakat.

Masyarakat sebagai wadah yang paling sempurna bagi kehidupan bersama antar manusia. Hukum adat memandang masyarakat sebagai suatu jenis hidup bersama dimana manusia memandang sesamanya manusia sebagai tujuan bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan karena setiap anggota

kelompok merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya (Soekanto, 2009: 22).

Beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan masyarakat memiliki arti ikut

serta atau berpartisipasi, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut society.

Bisa dikatakan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia yang berinteraksi dalam suatu hubungan sosial. Mereka mempunyai kesamaan budaya, wilayah, dan identitas, mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan.


(25)

2.4.2 Tinjauan Tentang Adat Istiadat

Adat istiadat adalah segala dalil dan ajaran mengenai bagaimana orang

bertingkah-laku dalam masyarakat. Rumusannya sangat abstrak, karena itu memerlukan usaha untuk memahami dan merincinya lebih lanjut. Adat dalam pengertian ini berfungsi sebagai dasar pembanguan hukum adat positif yang lain. Adat istiadat yang lebih nyata yang menjadi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari (Ali, 1999:196).

Istilah adat istiadat seringkali diganti dengan adat kebiasaan, namun pada dasarnya artinya tetap sama, jika mendengar kata adat istiadat biasanya aktivitas individu dalam suatu masyarakat dan aktivitas selalu berulang dalam jangka waktu tertentu. Adat istiadat dalam ilmu hukum ada perbedaan antara adat istiadat dan hukum adat. Suatu adat istiadat yang hidup (menjadi tradisi) dalam masyarakat dapat berubah dan diakui sebagai peraturan hukum (hukum adat) (Taneko, 1987:12). Pandangan bahwa agama memberi pengaruh dalam proses terwujudnya hukum adat, pada dasarnya bertentangan dengan konsepsi yang diberikan oleh Van den Berg yang

dengan teori reception in complex menurut pandangan adat istiadat suatu tradisi dan

kebiasaan nenek moyang kita yang sampai sekarang masih dipertahankan untuk mengenang nenek moyang kita juga sebagai keanekaragaman budaya.


(26)

Adat istiadat suatu masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan. Biasanya diikuti atau diwujudkan oleh banyak orang. Dapat disimpulkan bahwa adat istiadat adalah aktivitas prilaku-prilaku, tindakan-tindakan individu satu terhadap yang lain yang kemudian menimbulkan reaksi, sehingga menghasilkan suatu interaksi sosial. Perilaku dan tindakan manusia pada dasarnya adalah gerak tumbuh manusia.

2.5 Kerangka Pemikiran

Di Indonesia tingkat kehidupan sosial–ekonomi masyarakat memang masih

belum merata. Permasalahan disintegrasi sosial sangat jelas terlihat. Hal pelik ini

terlebih menyasar masyarakat yang secara geografis berada di daerah–daerah terisolir

dan pulau terluar. Daerah pedesaan merupakan profil dari cerminan kemiskinan yang melanda Indonesia hingga kini. Semangat otonomi daerah berupa slogan percepatan dan pemerataan pembangunan, eksekusinya belum terealisasi dengan baik.

Kelompok Masyarakat Adat Furai yang berada di desa budaya Desa

Bawamatalu‘o di Kepulauan Nias menjadi salah satu contoh gambaran tersebut.

Pasca mendapat identitas baru berupa predikat sebagai desa budaya oleh UNESCO pada tahun 2009 lalu, masyarakat desa ini masih belum mendapati kehidupannya didatangi oleh kesejahteraan. Negara dalam hal ini melalui pemerintah daerah

setempat belum mampu menghadirkan kesejahteraan sosial–ekonomi dalam tatanan

kehidupan kelompok Masyarakat Adat Furai yang memiliki potensi sektor

pariwisata sebagai desa budaya. Dimana para wisatawan dalam maupun luar negeri selalu ramai mendatangi desa ini sebagai salah satu destinasi wajib bila berpergian ke Pulau Nias.


(27)

Kehidupan kelompok Masyarakat Adat Furai di Desa Budaya Bawamatalu‘o sendiri dari segi pendapatan tergolong rendah dan belum cukup untuk menutupi

kebutuhan hidup sehari–hari. Dalam kelompok masyarakat adat di Desa

Bawamatalu‘o ini terlihat pula ketimpangan sosial dalam kehidupan perekonomian

masyarakatnya. Mayoritas masuk kategori masyarakat miskin dan ada segelintir masyarakat lainnya yang kehidupan ekonominya tergolong layak/lebih dari berkecukupan. Hal ini ikut dipengaruhi oleh profesi/pekerjaan masyarakat yang


(28)

Untuk memperjelas alur pemikiran dalam penelitian ini, berikut disajikan bagan alur pikirnya :

KELOMPOK MASYARAKAT ADAT FURAI

DI DESA BAWAMATALU‘O KECAMATAN

FANAYAMA KABUPATEN NIAS SELATAN

SOSIAL–EKONOMI

Indikator Sosial–Ekonomi :

1. Pendapatan 4. Kesehatan

2. Perumahan 5. Pangan

3. Pendidikan 6. Sandang

SUMBER PENDAPATAN POTENSIAL MASYARAKAT : SUMBER DAYA PARIWISATA DESA BUDAYA DAN

PEKERJAAN INFORMAL

KONDISI SOSIAL–

EKONOMI MASYARAKAT


(29)

2.6 Definisi Konsep

Untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep–konsep yang dijadikan

obyek penelitian, maka seorang penelti harus menegaskan dan membatasi makna–

makna konsep yang diteliti. Proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu penelitian disebut dengan defenisi konsep. Secara sederhana defenisi disini diartikan sebagai batasan arti. Defenisi konsep adalah pengertian yang

terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011:138).

Konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang berkaitan dengan berbagai peristiwa, obyek, kondisi, situasi, dan hal lain yang sejenis. Konsep

diciptakan dengan mengelompokkan obyek-obyek atau peristiwa–peristiwa yang

mempunyai ciri-ciri yang sama. Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan sejumlah pengertian yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat

megaburkan tujuan penelitian (Silalahi, 2009:23).

Adapun yang menjadi batasan konsep dalam penelitian ini, antara lain :

a. Tinjauan adalah melihat atau meninjau mengenai sesuatu hal dan kemudian

mendeskripsikan hasil peninjauan tersebut dengan sebuah pendapat mengenai apa yang sedang berlangsung atau fenomena apa yang terlihat.


(30)

b. Kondisi sosial–ekonomi ialah memberikan penilaian berdasarkan pada indikator-indikator yang mempengaruhi sosial-ekonomi itu sendiri. Selanjutnya

terdapat dua hal yang secara langsung mempengaruhi kehidupan sosial–

ekonomi sekaligus yang menjadi kegiatan sosial–ekonomi masyarakat di Desa

Bawamatalu‘o, yaitu wisata desa budaya dan pekerjaan sektor informal.

c. Kelompok masyarakat adat dalam penelitian ini ialah kelompok Masyarakat

Adat Fura‘ yang berdomisili di Desa Budaya Bawamatalu‘o Kecamatan


(1)

2.4.2 Tinjauan Tentang Adat Istiadat

Adat istiadat adalah segala dalil dan ajaran mengenai bagaimana orang bertingkah-laku dalam masyarakat. Rumusannya sangat abstrak, karena itu memerlukan usaha untuk memahami dan merincinya lebih lanjut. Adat dalam pengertian ini berfungsi sebagai dasar pembanguan hukum adat positif yang lain. Adat istiadat yang lebih nyata yang menjadi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari (Ali, 1999:196).

Istilah adat istiadat seringkali diganti dengan adat kebiasaan, namun pada dasarnya artinya tetap sama, jika mendengar kata adat istiadat biasanya aktivitas individu dalam suatu masyarakat dan aktivitas selalu berulang dalam jangka waktu tertentu. Adat istiadat dalam ilmu hukum ada perbedaan antara adat istiadat dan hukum adat. Suatu adat istiadat yang hidup (menjadi tradisi) dalam masyarakat dapat berubah dan diakui sebagai peraturan hukum (hukum adat) (Taneko, 1987:12). Pandangan bahwa agama memberi pengaruh dalam proses terwujudnya hukum adat, pada dasarnya bertentangan dengan konsepsi yang diberikan oleh Van den Berg yang dengan teori reception in complex menurut pandangan adat istiadat suatu tradisi dan kebiasaan nenek moyang kita yang sampai sekarang masih dipertahankan untuk mengenang nenek moyang kita juga sebagai keanekaragaman budaya.


(2)

40

Adat istiadat suatu masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari agama dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan. Biasanya diikuti atau diwujudkan oleh banyak orang. Dapat disimpulkan bahwa adat istiadat adalah aktivitas prilaku-prilaku, tindakan-tindakan individu satu terhadap yang lain yang kemudian menimbulkan reaksi, sehingga menghasilkan suatu interaksi sosial. Perilaku dan tindakan manusia pada dasarnya adalah gerak tumbuh manusia.

2.5 Kerangka Pemikiran

Di Indonesia tingkat kehidupan sosial–ekonomi masyarakat memang masih belum merata. Permasalahan disintegrasi sosial sangat jelas terlihat. Hal pelik ini terlebih menyasar masyarakat yang secara geografis berada di daerah–daerah terisolir dan pulau terluar. Daerah pedesaan merupakan profil dari cerminan kemiskinan yang melanda Indonesia hingga kini. Semangat otonomi daerah berupa slogan percepatan dan pemerataan pembangunan, eksekusinya belum terealisasi dengan baik.

Kelompok Masyarakat Adat Furai yang berada di desa budaya Desa Bawamatalu‘o di Kepulauan Nias menjadi salah satu contoh gambaran tersebut. Pasca mendapat identitas baru berupa predikat sebagai desa budaya oleh UNESCO pada tahun 2009 lalu, masyarakat desa ini masih belum mendapati kehidupannya didatangi oleh kesejahteraan. Negara dalam hal ini melalui pemerintah daerah setempat belum mampu menghadirkan kesejahteraan sosial–ekonomi dalam tatanan kehidupan kelompok Masyarakat Adat Furai yang memiliki potensi sektor pariwisata sebagai desa budaya. Dimana para wisatawan dalam maupun luar negeri selalu ramai mendatangi desa ini sebagai salah satu destinasi wajib bila berpergian ke Pulau Nias.


(3)

Kehidupan kelompok Masyarakat Adat Furai di Desa Budaya Bawamatalu‘o sendiri dari segi pendapatan tergolong rendah dan belum cukup untuk menutupi kebutuhan hidup sehari–hari. Dalam kelompok masyarakat adat di Desa Bawamatalu‘o ini terlihat pula ketimpangan sosial dalam kehidupan perekonomian masyarakatnya. Mayoritas masuk kategori masyarakat miskin dan ada segelintir masyarakat lainnya yang kehidupan ekonominya tergolong layak/lebih dari berkecukupan. Hal ini ikut dipengaruhi oleh profesi/pekerjaan masyarakat yang didominasi oleh pekerjaan sektor informal, kerja serabutan dan pengangguran.


(4)

42

Untuk memperjelas alur pemikiran dalam penelitian ini, berikut disajikan bagan alur pikirnya :

KELOMPOK MASYARAKAT ADAT FURAI DI DESA BAWAMATALU‘O KECAMATAN FANAYAMA KABUPATEN NIAS SELATAN

SOSIAL–EKONOMI Indikator Sosial–Ekonomi :

1. Pendapatan 4. Kesehatan 2. Perumahan 5. Pangan 3. Pendidikan 6. Sandang

SUMBER PENDAPATAN POTENSIAL MASYARAKAT : SUMBER DAYA PARIWISATA DESA BUDAYA DAN

PEKERJAAN INFORMAL

KONDISI SOSIAL– EKONOMI MASYARAKAT

Bagan 2.1 Bagan Alur Pemikiran.


(5)

2.6 Definisi Konsep

Untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep–konsep yang dijadikan obyek penelitian, maka seorang penelti harus menegaskan dan membatasi makna– makna konsep yang diteliti. Proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu penelitian disebut dengan defenisi konsep. Secara sederhana defenisi disini diartikan sebagai batasan arti. Defenisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011:138).

Konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang berkaitan dengan berbagai peristiwa, obyek, kondisi, situasi, dan hal lain yang sejenis. Konsep diciptakan dengan mengelompokkan obyek-obyek atau peristiwa–peristiwa yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan sejumlah pengertian yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat megaburkan tujuan penelitian (Silalahi, 2009:23).

Adapun yang menjadi batasan konsep dalam penelitian ini, antara lain :

a. Tinjauan adalah melihat atau meninjau mengenai sesuatu hal dan kemudian mendeskripsikan hasil peninjauan tersebut dengan sebuah pendapat mengenai apa yang sedang berlangsung atau fenomena apa yang terlihat.


(6)

44

b. Kondisi sosial–ekonomi ialah memberikan penilaian berdasarkan pada indikator-indikator yang mempengaruhi sosial-ekonomi itu sendiri. Selanjutnya terdapat dua hal yang secara langsung mempengaruhi kehidupan sosial– ekonomi sekaligus yang menjadi kegiatan sosial–ekonomi masyarakat di Desa Bawamatalu‘o, yaitu wisata desa budaya dan pekerjaan sektor informal.

c. Kelompok masyarakat adat dalam penelitian ini ialah kelompok Masyarakat Adat Fura‘ yang berdomisili di Desa Budaya Bawamatalu‘o Kecamatan Fanayama Kabupaten Nias Selatan di Kepulauan Nias.