KEUNIKAN PADA KALIMAT BAHASA MELAYU PAPU

Suatu Kajian Sintaksis

diajukan untuk menempuh ujian sarjana Pada Program Studi Sastra Indonesia

Sanju Waladata 180110090035

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS PADJAJARAN JATINANGOR 2015

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Struktur Kalimat Bahasa Melayu Papua Dalam Film di Timur Matahari (2012)

Nama : Sanju Waladata NPM

Jatinangor, 12 Desember 2013

Disetujui,

Ketua Program Studi Koordinator Bidang Sastra Indonesia Unpad,

Kajian Linguistik,

Tatang Suparman, M. Hum Wahya, M. Hum NIP: 196606061998021001

NIP: 196108121989021001

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Keunikan Pada Kalimat Bahasa Melayu Papua dalam Film Di Timur Matahari”. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis.

Kajian sintaksis dingunakan untuk menganalisis struktur kalimat yang memuat pronomina posesiva, kata sudah, partikel toh, dan kah yang merupakan beberapa keunikan bahasa melayu Papua. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pronomina posesiva bahasa melayu Papua memiliki keunikan pada perubahan urutan kata dengan dijembatani kata punya, serta dapat mengalami pemendekan menjadi ‘pu’. Kata sudah pada bahasa melayu Papua dapat berperan sebagai

kategori fatis yang pada kalimat dapat dihilangkan, kata sudah yang berperan sebagai adverbia kala dapat mengalami pemendekan menjadi su. Frase itu sudah yang berbentuk kalimat merupakan kalimat interjektif. Partikel toh bahasa melayu Papua yang terletak di akhir kalimat merupakan penanda kalimat tanya yang menekankan jawabannya dan dapat dipadankan dengan kata kan ragam cakapan yang berasal dari kata bukan penanda kalimat tanya. Partikel kah di akhir kalimat merupakan penanda murni kalimat tanya, partikel kah di tengah kalimat dapat berperan sebagai penanda kalimat perintah atau kalimat berita serta dapat pula menjadi padanan kata apa sebagai penanda kalimat tanya.

ABSTRACT

This thesis entitled "The unique sentence of Melayu Papua Languge From Di Timur Matahari Movie". This research uses descriptive analytical method. A Syntax Assessment uses for analyzed sentence structure which is contained posesiva pronoun, a words ‘sudah’, ‘toh’, and ‘kah’ which is a several unique of melayu Papua language. The result of this research shows the posesiva pronoun had an unique at the changes of the word sequence with bridged by ‘punya’ word, and can get spelling reduction by using first syllab el ‘pu’. The word ‘sudah’ in the melayu Papua language can role as phatic category which can be eleminated from the sentence, ‘sudah’ word which role as adverbs of time can get spelling reduction by using first syllabel ‘su’. ‘itu sudah’ phrases if it shaped sentence is the interjektif sentence. The word ‘Toh’ in the melayu Papua language which is located at the end of sentence is the interrogative sentence which emphasize the answer and can matched with ‘kan’ conversation manner which come from ‘bukan’ word which signifies interrogative sentence. The word ‘kah’ at the end of sentence is the sign of interrogative sentence, the word ‘kah’ in the middle of sentence can be role as the sign of imperative sentence or declarative sentence and also can be matched w ith ‘apa’ word as the sign of interrogative sentence.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dilimpahkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini bejudul “Keunikan Bahasa Melayu Papua dalam Film Di Timur Matahari Suatu Kajian Sintaksis ”.

Skripsi ini disusun untuk dipertahankan dalam Sidang Sarjana pada Program Studi Strata Satu Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran. Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut yang telah membantu penyusunan skripsi ini, yaitu :

1. Rektor Universitas Padjadjaran, Prof. Dr. Ir. Ganjar Kurnia, DEA

2. Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran, Drs. Yuyu Yohana Risagarniwa, M.Ed., Ph.D.

3. Ketua Program Studi Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran, Dr. Wahya, M.Hum. Sekaligus sebagai dosen pembimbing utama dan sebagai contoh bagi penulis, bagaimana seharusnya menjadi seorang akademisi dengan melihat filosofi padi yang tertanam dalam kesehariannya.

4. Ibu Wagiati, M.Hum selaku dosen pendamping yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan masukan dan bimbingan kepada penulis.

5. Seluruh dosen Program Studi Sastra Indonesia yang telah membekali ilmu kepada penulis selama menuntut ilmu di Jurusan Sastra Indonesia.

6. Pak Andi selaku staf Program Studi Sastra Indonesia.

7. Seluruh staf pengajar dan staf pegawai di Fakultas Ilmu Budaya.

8. Keluarga besar gelanggang, khususnya angkatan 2005-2014 atas kekeluargaan sederhana yang penuh makna.

9. Keluarga besar BN yang secara alami membentuk cara berfikir kritis dan gerak yang tidak bisa dibatasi.

10. Keluarga Literature Optical Cinema sebagai wadah bekerjasama dalam berkarya.

11. Ekosistem jatinangor atas tempat dan suasana belajar yang nyaman, semoga tidak ada pembangunan yang tidak bijaksana di kota ini.

12. Semua pihak yang telah memberikan pelajaran serta pengalaman hidup bagi penulis yang terlalu banyak untuk dituliskan namanya satu-persatu. Selain pihak-pihak tersebut, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-

besarnya kepada keluarga penulis, khususnya kedua orangtua dan kedua saudara penulis atas segala yang telah mereka limpahkan pada penulis, jasa-jasa mereka terhadap penulis melebihi semuanya.

Skripsi ini adalah asli hasil karya penulis tanpa ada rekayasa di dalamnya. Semua hal yang berkenaan dengan skripsi ini merupakan tanggung jawab penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan yang berarti bagi kajian sintaksis serta kajian linguistik pada umumnya.

Jatinangor, Januari 2015

Penulis

DAFTAR SINGKATAN Adj : Adjektiva Adv : Adverbia BMP : Bahasa Melayu Papua

BI : Bahasa Indonesia

D : Diterangkan Fadv : Frase Adverbia FN

: Frase Nomina FNum : Frase Numeralia FPrn : Frase Pronomina Ft

: Kategori fatis FV : Frase Verba

K : Keterangan Konj. : Konjungsi M

: Menerangkan N

: Nomina Num : Numeralia O

: Objek P

: Predikat Pel

: Pelengkap PP

: Pronomina Posesiva Prn

: Pronomina Pt

: Partikel S

: Subjek

V : Verba

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa adalah fenomena sosial yang memiliki banyak aspek di dalamnya. Salah satu yang umum diketahui masyarakat adalah sebagai alat komunikasi. Adapun penggunaan bahasa itu sendiri menurut para pakar adalah “sistem lambang bunyi yang arbitrer dan digunakan oleh para anggota kelompok sosial

untuk bekerjasama, berkomunikasi, dan mengindentifikasi diri”. Di sisi lain, bahasa dapat dibagi menjadi beberapa sifat atau ciri. Sifat atau ciri bahasa tersebut, antara lain bahasa sebagai sebuah sistem, berwujud lambang dan bunyi, arbitrer atau mana suka, bermakna, konvesional, unik, universal, produktif, memiliki variasi, dan dinamis. Bahasa adalah suatu gejala psikologis, bahasa bergantung pada pemakainya dan lingkungan pemakainya. Bahasa berfungsi sebagai alat interakasi sosial, dan menjadi cerminan dari identitas penuturnya. Jika kita menempatkan pendapat mengenai bahasa di tengah-tengah antara gejala psikologis dan sistem yang logis, maka akan didapati bahwa bahasa adalah satu sistem fundamental logis yang merupakan proses dari stimulus respon.

Ilmu kebahasaan berkaitan erat dengan kebudayaan. Hal ini terjadi karena setiap kebudayaan dalam lingkup sosial terkecil (komunitas) hingga lingkup terbesarnya (universal) memiliki karakteristik bahasa yang berbeda. Keterkaitan ini dikenal sebagai istilah langue yang berarti suatu bahasa dalam lingkup regional tertentu seperti bahasa Jawa, bahasa Indonesia, atau bahasa Arab. Selain itu, terdapat istilah parole yang umumnya diartikan sebagai bahasa sehari-hari, parole memiliki keterkaitan dikotomi yakni, dalam berkomunikasi kita menggunakan Ilmu kebahasaan berkaitan erat dengan kebudayaan. Hal ini terjadi karena setiap kebudayaan dalam lingkup sosial terkecil (komunitas) hingga lingkup terbesarnya (universal) memiliki karakteristik bahasa yang berbeda. Keterkaitan ini dikenal sebagai istilah langue yang berarti suatu bahasa dalam lingkup regional tertentu seperti bahasa Jawa, bahasa Indonesia, atau bahasa Arab. Selain itu, terdapat istilah parole yang umumnya diartikan sebagai bahasa sehari-hari, parole memiliki keterkaitan dikotomi yakni, dalam berkomunikasi kita menggunakan

Bahasa Indonesia (BI) adalah bagian dari langue yang memiliki wilayah nasional negara Indonesia yang lahir saat pelaksanaan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Keberadaan bahasa daerah di Indonesia perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius dari pemerintah karena bahasa daerah menunjukkan keragaman sekaligus kekayaan bangsa yang tak ternilai. Di samping itu, bahasa daerah juga berperan dalam memperkaya ragam bahasa Indonesia. Bahasa-bahasa daerah yang terdapat di Indonesia merupakan lahan subur untuk penelitian berbagai aspek kebahasaan. Sejauh ini memang terdapat perbedaan pendapat di antara para ahli bahasa menyangkut jumlah bahasa daerah di Nusantara.

Menurut Slametmulyana, dalam Badudu (1993:13) Antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah telah terjadi kontak sosial dan budaya yang aktif. Jiwa bahasa Indonesia dan bahasa daerah telah bertemu. Kedua bahasa yang bersangkutan mulai saling memperhatikan, akhirnya saling mempengaruhi. Dari pernyataan Slametmulyana tersebut penulis menyimpulkan bahwa bahasa

Indonesia dan bahasa daerah saling mempengaruhi. Oleh karena itu, pemakaian bahasa Indonesia di setiap daerah dapat berbeda dan memiliki ciri khas bahasa Indonesianya sendiri.

Bahasa daerah juga memberikan sumbangan sebagai sumber dan pendukung pengembangan bahasa nasional. Menurut Kridalaksana (1991:2), dari sudut intern linguistik, bahasa Indonesia merupakan salah satu varian historis, varian sosial, dan varian regional dari bahasa Melayu. Keanekaragaman dalam pemakaian bahasa Indonesia terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, salah satunya bahasa Indonesia Papua, yang dikenal juga dengan istilah bahasa Melayu Papua (BMP). BMP merupakan bahasa Indonesia atau bahasa Melayu yang dipakai oleh masyarakat yang mendiami wilayah regional Papua. Kekhasan BMP ini dapat dikaji secara khusus melalui ilmu tentang kebahasaan, yaitu linguistik.

Secara populer orang sering menyatakan bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa, atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya (Chaer, 2007:1), atau lebih tepat lagi seperti yang dikatakan Martinet (dalam Chaer, 2007:2) bahwa linguistik merupakan telaah ilmiah mengenai bahasa manusia. Kata linguistik diturunkan dari bahasa Latin lingua yang berarti bahasa. Dalam Bahasa Indonesia kata linguistik bukan hanya berarti ilmu tentang bahasa, tetapi juga berarti bahasa itu sendiri, atau mengenai bahasa (Chaer 2007: 5).

Misalnya, dalam ungkapan keadaan linguistik di Indonesia berarti “ keadaan bahasa di Indonesia ”, dan frasa tataran linguistik berarti “tataran bahasa”.

Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa dari satuan terkecil (huruf/fon), Sampai satuan terbesar (wacana). Linguistik sendiri terbagi menjadi mikrolinguistik dan makrolinguistik. Mikrolinguistik merupakan cabang dari

linguistik secara umum yang terbagi atas ilmu murni kebahasaan, yang terdiri atas ; fonologi (kajian bahasa mengenai bunyi), morfologi (kajian bahasa mengenai kata), sintaksis (kajian bahasa mengenai makna), dan semantik (kajian bahasa mengenai makna). Makrolinguistik merupakan cabang linguistik umum yang berhubungan dengan bidang keilmuan lain yang terbagi atas; sosiolinguistik (kajian bahasa dalam konteks sosial), psikolinguistik (kajian bahasa dalam psikologi manusia), dialektologi (kajian bahasa menurut faktor geografis), neurolinguistik (kajian pembentukan bahasa dalam otak), dan bahkan karena pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini, banyak cabang ilmu makrolinguistik baru yang masih berada dalam tahap pengembangan, salah satunya mekanolinguistik. Penelitian ini sendiri terfokus pada salah satu cabang mikrolinguistik, yaitu sintaksis.

Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun, yang berarti ‘dengan’ dan tattein yang berarti ‘menempatkan’. Secara etimologis, sintaksis

berarti menempatkan bersama-sama kata-kata atau kelompok kata menjadi kalimat. Di samping uraian tersebut, banyak pakar memberikan definisi mengenai sintaksis, Ramlan (1996:21) mengatakan bahwa sintaksis adalah cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frasa. Di sisi lain, terdapat juga pengertian sintaksis yang dikemukakan oleh beberapa ahli, seperti yang diungkapkan oleh Verhaar dan Suparman (dalam Putrayasa, 2006:2), sintaksis sebagai cabang tata bahasa yang membahas hubungan antarkata dalam tuturan. (Parera, 2009:1) berpendapat bahwa yang termasuk dalam bidang sintaksis ialah pembicaraan mengenai unit bahasa yaitu kalimat, klausa, dan frasa. Bloch dan Trager, (dalam Putrayasa, 2006:2) mengatakan bahwa sintaksis adalah berarti menempatkan bersama-sama kata-kata atau kelompok kata menjadi kalimat. Di samping uraian tersebut, banyak pakar memberikan definisi mengenai sintaksis, Ramlan (1996:21) mengatakan bahwa sintaksis adalah cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frasa. Di sisi lain, terdapat juga pengertian sintaksis yang dikemukakan oleh beberapa ahli, seperti yang diungkapkan oleh Verhaar dan Suparman (dalam Putrayasa, 2006:2), sintaksis sebagai cabang tata bahasa yang membahas hubungan antarkata dalam tuturan. (Parera, 2009:1) berpendapat bahwa yang termasuk dalam bidang sintaksis ialah pembicaraan mengenai unit bahasa yaitu kalimat, klausa, dan frasa. Bloch dan Trager, (dalam Putrayasa, 2006:2) mengatakan bahwa sintaksis adalah

Kalimat merupakan salah satu kajian bidang sintaksis, tetapi dalam praktiknya kajian mengenai kalimat tidak bisa terlepas dari masalah frasa dan klausa. Frasa adalah satuan linguistik yang secara potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih yang tidak mempunyai ciri-ciri klausa. Ramlan (1996:151) mengatakan bahwa frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa. Ramlan (1996:89) dan Kridalaksana (1985:151) mengemukakan bahwa klausa adalah satuan gramatikal berupa gabungan kata, sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat. Ramlan (1996:27) mengatakan bahwa kalimat adalah satuan gramatikal yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik. Kalimat dapat dibagi atas kalimat tunggal dan kalimat majemuk, di mana masing- masing memiliki pola-pola teraturnya sendiri. Penelitian ini sendiri terfokus pada kajian mengenai keunikan BMP.

BI memiliki berbagai macam karakteristik yang terbagi dalam beberapa lingkup regional. Hal ini disebabkan oleh faktor geografis Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau yang dihuni oleh berbagai suku dengan bahasa daerah yang berbeda, salah satunya adalah BMP. Menurut Badudu (1993:13), Dari segi sintaksis ada juga pengaruh bahasa-bahasa daerah, terutama pengaruh bahasa Jawa dan Sunda, tetapi struktur bahasa yang demikian masih dianggap struktur BI memiliki berbagai macam karakteristik yang terbagi dalam beberapa lingkup regional. Hal ini disebabkan oleh faktor geografis Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau yang dihuni oleh berbagai suku dengan bahasa daerah yang berbeda, salah satunya adalah BMP. Menurut Badudu (1993:13), Dari segi sintaksis ada juga pengaruh bahasa-bahasa daerah, terutama pengaruh bahasa Jawa dan Sunda, tetapi struktur bahasa yang demikian masih dianggap struktur

Penutur bahasa daerah sering dihadapkan pada keadaan di mana bahasa Indonesia lebih diutamakan daripada bahasa ibu. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan sehari-hari masyarakat dalam berinteraksi sosial dalam situasi formal ataupun interaksi dengan penutur lokal yang berbeda bahasa ibu, termasuk di dalamnya dunia pendidikan yang diwajibkan oleh negara Indonesia sendiri sejak sekolah dasar.

Berbeda dengan dialek Papua yang menggunakan bahasa Papua atau bahasa asli daerah Papua, BMP adalah bahasa Indonesia biasa yang umumnya dipakai oleh masyarakat Papua dalam berinterakasi dalam lingkungan yang berbeda bahasa ibu, Papua sendiri memiliki ragam bahasa Ibu yang cukup banyak. Dalam laporan penyuluhan mengenai penilaian proses sosial dan ekologi yang dilakukan oleh Conservation International (CI) & Center for International Forestry Research (CIFOR) yang telah melakukan kolaborasi pada tahun 2012, ragam bahasa ibu di Papua memiliki banyak perbedaan, dapat dispekulasi ragam bahasa ibu masyarakat Papua terjadi antarsuku yang jumlahnya banyak. Alasan saya memilih BMP karena BMP merupakan bahasa Melayu yang unik dibandingkan dengan bahasa Melayu daerah lainnya, umumnya kekhasan bahasa Melayu daerah biasanya terjadi pada tataran bunyi (fonetik), sedangkan keunikan BMP tidak hanya terletak pada tataran bunyi saja, tetapi juga terdapat keunikan pada struktur kalimatnya.

Salah satu keunikan sintaksis yang ditemukan penulis pada struktur kalimat BMP terjadi pada pronomina posesiva BMP, seperti pada contoh kalimat dalam dialog film Denias (2007) berikut :

1. Kuskus suka dengan kau punya suara S P

Pel

2. saya punya tangan masih sakit ……. S

Dari dua contoh kalimat tersebut kita dapat melihat keunikan yang terjadi pada subjek dan pelengkap kalimat yang diperluas dari bentuknya pada bahasa Indonesia yang umum. Pada contoh pertama perluasan terjadi pada fungsi pelengkap, sedangkan pada contoh kedua perluasan terjadi pada fungsi subjek. Menurut Putrayasa (2006:5), subjek inti kalimat dapat diperluas dengan keterangan subjek. Keterangan subjek itu sendiri dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu atributif dan apositif. Jika kita perhatikan bentuk perluasan pada pengisi fungsi pelengkap dan subjek tersebut, jelas bahwa perluasan ini bukan merupakan perluasan dengan keterangan subjek seperti yang dipaparkan oleh Putrayasa.

BMP juga memiliki beberapa perbedaan yang mendasar dari bahasa Indonesia pada pemakaian kata sudah dalam kalimat. Dari peran kata dalam kalimat berdasarkan kategorinya, BMP memiliki perbedaan dengan bahasa Indonesia umum, hal ini dapat dilihat pada contoh kalimat berikut :

1. “Denias, pulang sudah, nanti papa saya cari saya”.

2. “Makan sudah, itu enak”.

Di Timur Matahari (2012), adalah film yang mengangkat kehidupan masyarakat adat di Papua. Film ini digarap oleh rumah produksi Alenia yang dipimpin oleh Ari Sihasale. Ari Sihasale sebelumnya telah memproduksi film Denias (2007) yang juga mengangkat kehidupan seorang anak Papua. Film Di Timur Matahari menceritakan tentang kehidupan sosial masyarakat Papua yang berkomukasi dengan BMP karena interaksi di dalamnya terjadi antarsuku yang berbeda yang mencangkup kehidupan pendidikan anak-anak Papua dan kehidupan pasar juga disesuaikan dengan kebutuhan penonton yang mengharuskan penggunaan BMP dalam film ini daripada bahasa ibu suatu suku. Penulis memilih naskah Film Di Timur Matahari untuk dianalisis karena dialog yang digunakan dalam film ini cukup banyak menggunakan BMP. Dalam penelitian ini penulis berusaha memaparkan pola keunikan sintaksis yang terjadi dalam BMP terhadap

BI.

1.2 Identifikasi Masalah

Keanekaragaman bahasa yang terdapat di Indonesia membutuhkan perhatian para pakar linguistik, khususnya di timur wilayah Indonesia, yaitu Papua. Bahasa Melayu Papua memiliki keunikan yang dapat dianalisis dengan kajian sintaksis, maka dari itu saya merumuskan beberapa masalah untuk dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimana analisis keunikan penggunaan pronomina posesiva pada kalimat BMP dalam film Di Timur Matahari?

2. Bagaimana analisis keunikan penggunaan kata sudah pada kalimat BMP dalam film Di Timur Matahari?

3. Bagaimana analisis keunikan penggunaan partikel toh dan kah pada BMP dalam film Di Timur Matahari?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan identifikasi masalah di atas, tujuan penelitian ini mendeskripsikan:

1. Keunikan penggunaan pronomina posesiva pada kalimat BMP dalam film Di Timur Matahari?

2. Keunikan penggunaan kata sudah pada kalimat BMP dalam film Di Timur Matahari?

3. Keunikan penggunaan partikel toh dan kah pada BMP dalam film Di Timur Matahari?

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna, baik secara teoretis maupun praktis. Kegunaan teoretis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sumbangan terhadap perkembangan ilmu bahasa, khususnya sintaksis. Sementara itu, kegunaan praktis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sumbangan yang berharga terhadap pemahaman kalimat BMP yang menjadi bagian dari suatu keanekaragaman budaya di Indonesia, serta turut mendokumenkan bahasa tersebut sebagai upaya pelestarian.

1.5 Metode dan Teknik Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis dengan observasi terhadap dialog dalam film Di Timur Matahari lalu mendeskripsikan analisis kalimat yang memuat pronomina posesiva, kata sudah, partikel toh, dan kah. Penulis bertujuan membuat gambaran secara sistematis terhadap data, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diteliti melalui landasan teori yang telah ditentukan.

Landasan teori yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis sintaksis. Dengan analisis sintaksis, diharapkan dapat diketahui fenomena yang berkaitan dengan prilaku sintaksis data yang diteliti.

Teknik pengumpulan data adalah teknik catat dari audio dialog yang terdapat dalam film Di Timur Matahari ke dalam bentuk teks. Data teks yang telah dikumpulkan, kemudian dianalisis berdasarkan keberadaan pronomina posesiva, kata sudah, lalu kata ‘toh’ dan ‘kah’ pada kalimat.

1.6 Sumber Data

Sumber data utama yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah kalimat Bahasa Melayu Papua, yang terdapat dalam dialog film Di Timur Matahari yang dirilis pada tahun 2012. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek penelitian, yaitu kalimat bahasa Melayu Papua yang terdapat dalam dialog film Di Timur Matahari dan dicatatkan secara manual dari audio film untuk dikaji.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Sintaksis

Ada beberapa ahli linguistik di Indonesia yang merumuskan pengertian sintaksis, di antaranya Ramlan, Chaer, dan Verhaar. Secara garis besar pandangan ketiga ahli terbut memiliki benang merah yang sama. Namun, jika kita membaca lebih dalam ada beberapa berbedaan.

Menurut Ramlan (1987:21), istilah sintaksis secara langsung diambil dari bahasa Belanda syntaxis. Dalam bahasa Inggris digunakan istilah syntax. Sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frasa. Berbeda dengan morfologi yang

membicarakan seluk-beluk kata dan morfem.

Menurut Chaer (2007:206), batas antara ilmu morfologi dan sintaksis seringkali menjadi kabur karena kedua bidang itu tidak bisa dilepaskan satu sama lain, oleh karena itu muncul morfosintaksis yang menyatukan keduanya dalam satu pembahasan. Meskipun demikian, orang secara umum membedakan kedua tataran itu dengan pengertian morfologi membicarakan struktur internal kata, sedangkan sintaksis membicarakan kata dalam hubungannya dengan kata lain.

Verhaar (1999:161) berpendapat sintaksis adalah tatabahasa yang membahas hubungan antar-kata dalam tuturan, tatabahasa terdiri atas morfologi dan sintaksis, morfologi menyangkut struktur gramatikal di dalam kata, dan sintaksis berurusan dengan tatabahasa di antara kata-kata dalam tuturan.

Dari referensi-refrensi tersebut, maka penulis menyimpulkan sintaksis adalah ilmu linguistik murni (mikro) yang mengkaji atau membedah secara dalam Dari referensi-refrensi tersebut, maka penulis menyimpulkan sintaksis adalah ilmu linguistik murni (mikro) yang mengkaji atau membedah secara dalam

Dari beberapa teori mengenai sitaksis yang dikembangkan oleh para ahli di atas, penulis memilih teori sintaksis yang dikembangkan oleh Chaer sebagai teori utama dalam melakukan penelitian ini. Hal ini disebabkan karena teori mengenai sitaksis yang dikembangkan oleh Chaer lebih relefan dan dimengerti oleh penulis, sedangkan teori Ramlan dan Putrayasa menjadi penopang teori sintaksis mengenai analisis kalimat yang kurang dalam dipaparkan oleh Chaer.

2.2 Alat sintaksis

Alat sintaksis merupakan landasan utama untuk melakukan analisis sintaksis. Chaer (2007:213) menerangkan tentang alat sintaksis yang menurutnya eksistensi struktur sintaksis terkecil ditopang oleh urutan kata, bentuk kata, dan intonasi; dalam hal ini bisa juga ditambah dengan konektor yang berupa konjungsi. Peranan ketiga alat sintaksis itu tidak sama di tiap-tiap bahasa yang ada. Ada bahasa yang lebih mementingkan urutan, ada yang lebih mementingkan bentuk, dan ada juga yang mementingkan intonasi. Selanjutnya akan dibahas mengenai ketiga alat sintaksis tersebut.

2.2.1 Urutan Kata

Urutan kata digunakan untuk menelaah susunan kata dalam konstruksi suatu kalimat. Menurut Chaer (2007:213), yang dimaksud dengan urutan kata ialah letak atau posisi kata yang satu dengan kata yang lain dalam suatu konstruksi sintaksis. Dalam bahasa indonesia urutan kata sangat penting, karena perbedaan urutan kata dapat menimbulkan perbedaan makna. Sebagai contoh konstruksi Monyet Yana memiliki makna yang berbeda dengan Yana Monet. Monyet Yana memiliki makna monyet kepunyaan Yana, sedangkan Yana Monyet memiliki makna Yana adalah monyet/seperti monyet. Meskipun perbedaan makna dapat terjadi apabila urutan kata diubah, tetapi dalam bahasa Indonesia perubahan urutan pada fungsi keterangan tidak mengubah makna. Misalnya pada kalimat: Yana digigit anjing tadi pagi dapat diubah urutannya tanpa mengubah makna menjadi: tadi pagi Yana digigit anjing, atau, Yana tadi pagi digigit anjing.

2.2.2 Bentuk Kata

Bentuk kata digunakan untuk menelaah wujud dari kata itu di dalam kalimat. Menurut Chaer (2007:215), bentuk kata adalah bentuk dari satuan kata dengan fungsinya dalam kalimat. Dalam bahasa Indonesia sendiri bentuk kata juga sangat penting, karena perubahan bentuk tersebut juga memengaruhi makna yang sudah ada, misalnya pada kalimat: Yana ditabrak motor Akan berbeda maknanya dengan:

Yana menabrak motor Pada kalimat Yana ditabrak motor maka yang melakukan perbuatan atau pelaku adalah si motor (orang yang mengendarai motor), sedangkan pada kalimat Yana menabrak motor yang menjadi pelaku adalah Yana, maka akan berbeda pula maknanya bila kalimat tersebut dirubah menjadi Yana tertabrak motor.

2.2.3 Intonasi

Intonasi digunakan untuk menelaah nada yang menjadi identitas jenis kalimat yang dianalisis. Menurut Chaer (2007:253) intonasi dapat berwujud tekanan, nada, dan tempo. Ketiga unsur suprasegmental itu dapat membedakan makna. Dalam bahasa Indonesia, intonasi tidak berlaku pada tataran fonologi dan morfologi, melainkan berlaku pada tataran sintaksis. Sebuah klausa yang sama dapat menjadi kalimat deklaratif atau kalimat interogatif hanya dengan mengubah intonasinya.

2.3 Satuan Sintaksis

Satuan sintaksis merupakan bagian dari kajian sintaksis yang menelaah satuan terkecil yang berupa kata, hingga satuan terbesar yang berbentuk kalimat. Menurut Chaer (2009:37) secara hierarkial dibedakan adanya lima macam satuan sintaksis, yaitu kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana. Kelimanya memiliki hubungan sebagai berikut, kata sebagai satuan terkecil membentuk frasa, frasa membentuk klausa, klausa membentuk kalimat, dan kalimat membentuk wacana sebagai satuan terbesar. Hanya saja pada pembedahan data dalam penelitian ini Satuan sintaksis merupakan bagian dari kajian sintaksis yang menelaah satuan terkecil yang berupa kata, hingga satuan terbesar yang berbentuk kalimat. Menurut Chaer (2009:37) secara hierarkial dibedakan adanya lima macam satuan sintaksis, yaitu kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana. Kelimanya memiliki hubungan sebagai berikut, kata sebagai satuan terkecil membentuk frasa, frasa membentuk klausa, klausa membentuk kalimat, dan kalimat membentuk wacana sebagai satuan terbesar. Hanya saja pada pembedahan data dalam penelitian ini

2.3.1 Kata

Kata merupakan satuan terkecil dari tataran sintaksis, di samping itu kata adalah satuan terbesar dalam tataran morfologi. Bentuk kata dapat berupa gabungan morfem dan dapat berupa morfem dasar.

Menurut Chaer (2009:37), sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, kata yang termasuk kelas terbuka (nomina, verba, dan adjektiva) dapat mengisi fungsi- fungsi sintaksis. Sedangkan kata-kata dari kelas tertutup (numeralia, preposisi, dan konjingsi) hanya menjadi bagian frasa yang menduduki fungsi sintaksis, yang agak berbeda adalah kata dari kelas tertutup yang termasuk adverbia. Beberapa adverbia dapat menduduki fungsi keterangan, dan selebihnya hanya menjadi bagian dalam frasa pengisi fungsi.

2.3.2 Frasa

Frasa berbentuk dua kata atau lebih yang secara semantis saling terkait dalam kontsruksi kalimat. Menurut Chaer (2007:217) frasa lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. Istilah frasa digunakan sebagai satuan sintaksis yang satu tingkat berada di bawah satuan klausa, atau satu tingkat berada di atas satuan kata.

Berdasarkan persamaan distribusi dengan golongan atau kategori kata, frasa dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu frasa nominal, frasa Berdasarkan persamaan distribusi dengan golongan atau kategori kata, frasa dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu frasa nominal, frasa

Putrayasa (2009:5) menerangkan, bahwa tanpa melihat jumlah frasa yang ada dalam sebuah kalimat, betapapun besarnya sebuah kalimat hanya bisa dibagi menjadi dua frasa utama. Untuk dapat memahami pengertian frasa utama, berikut ini diberikan beberapa contoh kalimat

1. Murid itu // mengambil kapur.

2. Ayahnya // seorang guru.

3. Kekayaannya // melimpah ruah. Kalimat-kalimat tersebut terdiri atas dua frasa yang dibatasi tanda //. Yang berada di depan tanda // diberi nama frasa I, dan yang di belakang tanda // diberi nama frasa II. Frasa I ialah frasa yang Diterangkan, sedangkan frasa II adalah frasa yang Menerangkan. Dimana dalam tata bahasa Indonesia kita mengenal pola D-M (Diterangkan-Menerangkan).

2.3.3 Klausa

Klausa merupakan kajian sintaksis yang berada di atas tingkatan frasa dan di bawah kalimat. Dalam berbagai teori linguistik terdapat perbedaan konsep mengenai klausa karena penggunaan teori analisis yang berbeda.

Menurut Chaer (2007:231), klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya di dalam konstruksi itu ada komponen berupa kata atau frasa yang memiliki fungsi sebagai subjek, predikat, objek, dan keterangan.

Intonasi merupakan pembeda antara klausa yang menyerupai kalimat, apabila terdapat klausa seperti Yana membaca, jika pada klausa tersebut mendapat intonasi sebagai penutup maka klausa itu sudah menjadi kalimat, sedangkan apabila tidak mendapat intonasi maka masih berupa klausa. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa klausa memang berpotensi untuk menjadi kalimat tunggal, karena didalamnya terdapat fungsi wajib sintaksis yaitu subjek dan predikat. Frasa juga berpotensi untuk menjadi sebuah kalimat, tetapi bedanya kalimat yang dikonstruksi dari sebuah frasa akan menjadi kalimat minor, sedangkan klausa dapat dikonstruksi menjadi kalimat mayor.

Jenis klausa dapat dibedakan atas strukturnya dan berdasarkan kategori segmental yang menjadi predikatnya. Berdasarkan strukturnya klausa dibagi menjadi klausa bebas dan klausa terikat. Berdasarkan kategori unsur segmental yang menjadi predikatnya, dapat dibedakan menjadi klausa verbal, klausa nominal, klausa ajektifa , klausa adverbial, dan klausa preposisional.

Yang terakhir adalah istilah klausa berpusat dan klausa tidak berpusat. Yang dimaksud dengan klausa berpusat adalah klausa yang subjeknya terikat dengan predikatnya. Sedangkan klausa tidak berpusat adalah klausa yang subjeknya dapat berdiri sendiri tanpa predikat.

2.3.4 Kalimat

Dalam ilmu sintaksis terdapat kajian mengenai kalimat, yang tingkatannya berada di atas satuan fonem, morfem, frasa, dan klausa. Menurut pendapat saya pengertian kalimat itu sendiri adalah rangkaian kata-kata yang tersusun secara sistematis dan memiliki makna yang logis.

Menurut Chaer (2007:240), kalimat adalah susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap. Di sini dalam kaitannya dengan satuan-satuan sintaksis yang lebih kecil (kata, frasa, dan klausa) kita akan mengikuti konsep, bahwa kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final.

Chaer (2009:187) membagi kalimat berdasarkan modusnya menjadi 4 jenis kalimat, yaitu kalimat deklaratif, kalimat imperatif, kalimat interogatif, dan kalimat interjektif. Kalimat deklaratif isinya menyampaikan pernyataan yang ditunjukan pada orang lain, kalimat deklaratif tidak memerlukan jawaban lisan maupun tindakan. Kalimat imperatif meminta lawan tutur melakukan tindakan. Kalimat interogatif mengharapkan adanya jawaban secara verbal. Kalimat interjektif untuk menyatakan emosi.

Selain itu Chaer (2009:163-186) membagi penyusunan kalimat berdasrkan kalimat sederhana dan kalimat luas. Kalimat sederhana dibagi menjadi kalimat verbal monotransitif, verbal bitransitif, verbal intransitif, kalimat nominal, kalimat ajektifal, kalimat preposisional, dan kalimat numeral. Kalimat luas dibagi menjadi kalimat luas dengan fungsi keterangan lebih dari satu, kalimat luas dengan memberi keterangan pada unsur fungsi, kalimat luas dengan keterangan aposisi, kalimat luas dengan klausa sisipan, kalimat luas rapatan fungsi, kalimat luas/majemuk setara, kalimat luas/majemuk bertingkat, dan kalimat luas/majemuk kompleks.

2.4 Fungsi Sintaksis

Abdul Chaer (2009:20) mengemukakan, bahwa yang dimaksud dengan fungsi sintaksis adalah semacam “kotak-kotak” atau”tempat-tempat” dalam

struktur sintaksis yang kedalamnya akan diisikan kategori-kategori tertentu (Verhaar 1987, dalam Chaer 2007:207). Kotak-kotak itu bernama subjek (S), predikat (P), objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (Ket). Selanjutnya akan dibahas mengenai tiga dari lima kotak-kotak dalam struktur sintaksis tersebut.

Menurut Kridalaksana, (dalam Putrayasa, 2007:64) tiap kata atau frasa dalam kalimat mempunyai fungsi yang mengaitkannya dengan kata atau frasa lain yang ada dalam kalimat tersebut. Fungsi di sini diberi pengertian hubungan saling kebergantungan antara unsur-unsur dari suatu perangkat sedemikian rupa sehingga perangkat itu merupakan keutuhan dan membentuk sebuah struktur. Fungsi itu bersifat sintaksis, artinya berkaitan dengan urutan kata atau frasa dalam kalimat. Fungsi sintaksis utama dalam bahasa adalah predikat, subjek, objek, pelengkap, dan keterangan. Kelima unsur tersebut tidak selalu bersama-sama dalam sebuah kalimat. Kadang kadang sebuah kalimat terdiri atas subjek dan predikat (S - P), subjek – predikat – objek (S - P - O), subjek - predikat - keterangan (S - P – K), subjek – predikat – pelengkap (S - P - Pel), subjek – predikat – objek – keterangan (S- P - O - K), atau subjek – predikat – pelengkap – keterangan (S – P – Pel – K).

2.5 Kategori Sintaksis

Seperti yang sudah di singgung pada pembahasan mengenai satuan sintaksis sebelumnya, bahwa pada tataran kata, frasa, klausa, dan kalimat dapat Seperti yang sudah di singgung pada pembahasan mengenai satuan sintaksis sebelumnya, bahwa pada tataran kata, frasa, klausa, dan kalimat dapat

2.5.1 Nomina

Kata benda (nomina) adalah nama seseorang, tempat, atau benda (Burton- Roberts, dalam Putrayasa, 2007:72). Kata benda adalah kategori yang secara sintaksis (1) tidak mempunyai potensi untuk bergabung dengan partikel tidak, (2) mempunyai potensi untuk didahului partikel dari (Kridalaksana, dalam Putrayasa, 2007:72). Kata benda mencangkup pronominal dan numeralia.

Kata benda dapat dilihat dari tiga segi, yakni segi semantis, sintaksis, dan bentuk. Dari segi semantis dapat dikatakan, bahwa kata benda adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Dari segi sintaksisnya, nomina memiliki tiga cirri, yaitu (1) dalam kalimat yang predikatnya verba, nomina cenderung menduduki fungsi subjek, objek, atau pelengkap; (2) nomina tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak, pengingkarnya adalah kata bukan; (3) umumnya, nomina dapat diikuti oleh ajektiva, baik secara langsung maupun dijembatani oleh kata yang. Dari segi perilaku sintaksisnya, nomina dapat dilihat berdasarkan posisi atau pemakaiannya pada tataran frasa. Dari segi bentuknya, nomina terdiri atas dua macam, yakni nomina yang berbentuk kata dasar dan nomina turunan. Penurunan nomina ini dilakukan dengan afiksasi, perulangan, atau pemajemukan.

2.5.2 Verba

Kata kerja (verba) adalah kategori yang menyatakan tindakan (Ramlan, dalam Putrayasa, 2007:76). Secara Sintaksis sebuah satuan gramatikal dapat diketahui berkategori verba dari prilakunya dalam satuan yang lebih besar. Secara umum verba dapat diidentifikasi dan dibedakan berdasarkan kelas kata yang lain, terutama adjektiva karena cirri-ciri berikut :

1. Verba memiliki fungsi utama sebagai predikat atau inti predikat dalam kalimat, walaupun dapat juga memiliki fungsi lain.

2. Verba mengandung makna inhern perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas.

3. Verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks ter- yang berarti paling.

4. Pada umumnya, verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan kesangatan.

2.5.3 Pronomina

Pronomina ialah kata-kata penunjuk, pernyataan, atau penanya tentang sebuah subtansi dan dengan demikian justru mengganti namanya (Ramlan, dalam Putrayasa, 2007:74). Pronomina adalah kata yang dipakai untuk mengacu pada nomina lain (Alwi, dalam Putrayasa, 2007:74). Kridalaksana (dalam Putrayasa 2007:74), menambahkan, bahwa pronomina adalah kategori yang berfungsi menggantikan nomina. Jika dilihat dari segi fungsinya, dapat dikatakan bahwa pronomina menduduki posisi yang umumnya diduduki oleh nomina, seperti subjek, objek, dan (dalam macam kalimat tertentu) juga predikat.

2.5.4 Adverbia

Menurut Chaer (2009:49), adverbia adalah kategori yang mendampingi nomina, verba, dan ajektifa dalam pembentukan frasa, atau dalam pembentukan sebuah klausa. Chaer (2009:49) membagi adverbia menjadi adverbia sangkalan, jumlah, pembatasan, penambahan, keseringan, kualitas, waktu, keselesaian, kepastian, keharusan, derajat, kesanggupan, harapan, keinginan, dan kesungguhan.

Dalam rumusan masalah nomer dua penelitian ini, kajiannya terfokus pada kata ‘sudah’ dalam kalimat yang umumnya termasuk pada kelas kata adverbia

kala. Menurut Chaer (2009:61) Adverbia kala adalah adverbia yang menyatakan waktu tindakan dilakukan. Adverbia sudah digunakan dengan aturan menyatakan tindakan atau kejadian yang telah lalu ataupun masih berlangsung.

2.5.5 Adjektiva

Menurut Alwi (dalam Putrayasa, 2007:80) adjektiva atau kata sifat ialah kata yang memberi keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat.

2.5.6 Numeralia

Numeralia atau kata bilangan adalah kelas kata yang berhubungan dengan angka dan jumlah. Biasanya kelas kata numeralia berupa angka, nilai uang, dan jumlah benda.

2.5.7 Kategori Fatis

Malinowski (dalam Faizah, 2012:61) menyatakan bahwa kategori fatis adalah ujaran yang dihasilkan dengan mempertukarkan kata-kata untuk mempererat satuan-satuan bahasa. Kategori fatis merupakan kata gramatikal ataupun kata fungsional dengan ciri-ciri tidak memiliki akar yang jelas, tidak memiliki otonomi semantis, dan tidak berupa kata fungsional (sutami, dalam faizah, 2012 :61).

Menurut Kridalaksana (2008:114), kategori fatis adalah kategori kata yangbertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan komunikasi antara pembicara dan kawan bicara.

BAB III ANALISIS DATA

Pada bab ini akan dianalisis beberapa keunikan yang terdapat pada kalimat bahasa melayu Papua. Keunikan tersebut terdapat pada bentuk pronomina posesiva dalam kalimat, kata sudah yang sering digunakan dalam kalimat oleh penutur BMP, serta partikel kah dan toh yang juga sering digunakan dalam kalimat oleh penutur BMP.

3.1 Analisis Keunikan Penggunaan Pronomina Posesiva pada Kalimat Bahasa Melayu Papua dalam Film Di Timur Matahari.

Pada subbab ini dijelaskan mengenai keunikan yang terdapat pada kategori pronomina posesiva BMP. Pronomina posesiva pada BMP berbentuk frasa. Frasa yang berketegori pronomina posesiva pada BMP tidak terikat dengan hukum D-M yang menjadi pola dasar inti frasa bahasa Indonesia. Pada frasa yang berkategori pronomina posesiva BMP berlaku hukum M-D. Selain itu, diantara dua unsur pemilik dan termilik dijembatani dengan kata punya. Kata punya dalam BMP juga memiliki keunikan, yaitu adanya pemotongan suku kata dengan mengambil suku kata pertama menjadi pu. Dari hasil klasifikasi data yang dilakukan, penulis menemukan 33 kalimat yang memuat pronomina posesiva, dengan rincian 18 kalimat deklaratif (8 kalimat dengan kata punya, 8 kalimat dengan kata pu), 13 kalimat interogatif (3 kalimat dengan kata punya, 7 kalimat dengan kata pu), 4 kalimat imperatif (4 kalimat dengan kata pu).

Kalimat-kalimat BMP yang telah dicatat secara tekstual dari dialog Film Di Timur Matahari akan dianalisis strukturnya pada subbab ini berdasarkan Kalimat-kalimat BMP yang telah dicatat secara tekstual dari dialog Film Di Timur Matahari akan dianalisis strukturnya pada subbab ini berdasarkan

3.1.1 Kalimat Deklaratif.

3.1.1.1 Kalimat Deklaratif yang Memuat Pronomina Posesiva dengan Kata Punya.

1) Betina lebih ramping, dia punya suara lebih halus. Pada data (1) terdapat kontruksi dia punya suara. Kontruksi tersebut

dibentuk oleh tiga unsur, yaitu pronomina dia, penanda posesif punya, dan nomina suara. Pronomina dia berfungsi sebagai pemilik, sedangkan nomina suara berfungsi sebagai termilik. Di antara pemilik dan termilik terdapat kata punya sebagai penghubung. Jika dipadankan kedalam BI, kosakata dia punya suara sepadan dengan kosakata suaranya.  Betina lebih ramping suaranya lebih halus

2) Dokter Fatimah saya punya teman. Pada data (2) terdapat kontruksi saya punya teman. Kontruksi tersebut dibentuk oleh tiga unsur, yaitu pronomina saya, penanda posesif punya, dan nomina teman. Pronomina saya berfungsi sebagai pemilik, sedangkan nomina teman berfungsi sebagai termilik. Di antara pemilik dan termilik terdapat kata punya sebagai penghubung. Jika dipadankan kedalam BI, kosakata saya punya teman sepadan dengan kosakata teman saya.

 Dokter Fatimah, teman saya.

3) Saya tidak tahu bahwa dia bawa dia punya anak. Pada data (3) terdapat kontruksi dia punya anak. Kontruksi tersebut

dibentuk oleh tiga unsur, yaitu pronomina dia, penanda posesif punya, dan nomina anak. Pronomina dia berfungsi sebagai pemilik, sedangkan nomina anak berfungsi sebagai termilik. Di antara pemilik dan termilik terdapat kata punya sebagai penghubung. Jika dipadankan kedalam BI, kosakata tersebut sepadan dengan kosakata anaknya.

 Saya tidak tahu bahwa dia bawa anaknya.

4) Ini saya punya istri Kak, Nina. Pada data (4) terdapat kontruksi saya punya istri. Kontruksi tersebut dibentuk oleh tiga unsur, yaitu pronomina saya, penanda posesif punya, dan nomina istri. Pronomina saya berfungsi sebagai pemilik, sedangkan nomina istri berfungsi sebagai termilik. Di antara pemilik dan termilik terdapat kata punya sebagai penghubung. Jika dipadankan kedalam BI, kosakata tersebut sepadan dengan kosakata istri saya.

 Ini istri saya Kak, Nina.

5) Ini adat seribuan tahun, sebelum kau punya nenek moyang ada! Pada data (5) terdapat kontruksi kau punya nenek moyang. Kontruksi tersebut dibentuk oleh tiga unsur, yaitu pronomina kau, penanda posesif punya, dan nomina nenek moyang. Pronomina kau berfungsi sebagai pemilik, sedangkan nomina nenek moyang berfungsi sebagai termilik. Di antara pemilik dan termilik 5) Ini adat seribuan tahun, sebelum kau punya nenek moyang ada! Pada data (5) terdapat kontruksi kau punya nenek moyang. Kontruksi tersebut dibentuk oleh tiga unsur, yaitu pronomina kau, penanda posesif punya, dan nomina nenek moyang. Pronomina kau berfungsi sebagai pemilik, sedangkan nomina nenek moyang berfungsi sebagai termilik. Di antara pemilik dan termilik

 Ini adat seribu tahun, sebelum nenek moyang kau ada!

6) Memang saya punya anak Papua cerdas semua. Pada data (6) terdapat kontruksi saya punya anak Papua. Kontruksi tersebut dibentuk oleh tiga unsur, yaitu pronomina saya, penanda posesif punya, dan nomina anak Papua. Pronomina saya berfungsi sebagai pemilik, sedangkan nomina teman berfungsi sebagai termilik. Di antara pemilik dan termilik terdapat kata punya sebagai penghubung. Jika dipadankan kedalam BI, kosakata tersebut sepadan dengan kosakata teman saya.

 Memang anak Papua saya cerdas semua.

7) Sedikitpun dia tidak pernah berdoa dia punya keselamatan, dia punya kesembuhan, cuma kau sama kakak Blas, kamu berdua punya keselamatan di sini.

Pada data (7) terdapat tiga kontruksi pronomina posesiva, yaitu dia punya keselamatan, dia punya kesembuhan, dan kamu berdua punya keselamatan. Kontruksi pronomina posesiva pertama dibentuk oleh tiga unsur, yaitu pronomina dia, penanda posesif punya, dan nomina keselamatan. Pronomina dia berfungsi sebagai pemilik, sedangkan nomina keselamatan berfungsi sebagai termilik. Di antara pemilik dan termilik terdapat kata punya sebagai penghubung. Jika dipadankan kedalam BI, kosakata tersebut sepadan dengan kosakata keselamatannya. Kontruksi pronomina posesiva kedua dibentuk oleh tiga unsur,

yaitu pronomina dia, penanda posesif punya, dan nomina kesembuhan. Pronomina dia berfungsi sebagai pemilik, sedangkan nomina kesembuhan berfungsi sebagai termilik. Di antara pemilik dan termilik terdapat kata punya sebagai penghubung. Jika dipadankan kedalam BI, kosakata tersebut sepadan dengan kosakata kesembuhannya. Kontruksi pronomina posesiva ketiga dibentuk oleh empat unsur, yaitu pronomina kamu, penanda jumlah berdua, penanda posesif punya, dan nomina keselamatan. Pronomina dia berfungsi sebagai pemilik, sedangkan nomina keselamatan berfungsi sebagai termilik. Di antara pemilik dan termilik terdapat kata punya sebagai penghubung. Jika dipadankan kedalam BI, kosakata tersebut sepadan dengan kosakata keselamatan kamu berdua.

 Sedikitpun dia tidak pernah berdoa keselamatannya, kesembuhannya, cuma kau sama kakak Blas, keselamatan kamu berdua di sini.

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP SIKAP TENTANG KORUPSI PADA MAHASISWA

11 131 124