DAMPAK PERANG UHUD TERHADAP PERKEMBANGAN ISLAM DI JAZIRAH ARAB TAHUN 625 M – 630 M

DAMPAK PERANG UHUD TERHADAP PERKEMBANGAN ISLAM DI JAZIRAH ARAB TAHUN 625 M – 630 M SKRIPSI

Oleh: Fitria Kusumawati

NIM: K 4405019

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

DAMPAK PERANG UHUD TERHADAP PERKEMBANGAN ISLAM DI JAZIRAH ARAB TAHUN 625 M – 630 M

Oleh : Fitria Kusumawati

NIM: K 4405019

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Saiful Bachri, M.Pd Drs. A. Arif Musadad, M.Pd NIP. 19520603 198503 1 001

NIP. 19670507 199203 1 002

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari : Tanggal :

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Djono, M.Pd ..................... Sekretaris

: Drs. Tri Yuniyanto, M.Hum ....…………… Anggota I

: Dra. Saiful Bachri, M.Pd ..................... Anggota II

: Drs. A. Arif Musadad, M.Pd ........................

Disahkan oleh Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd. NIP. 19600727 198702 1 001

ABSTRAK

Fitiria Kusumawati. K4405019. DAMPAK PERANG UHUD TERHADAP PERKEMBANGAN ISLAM DI JAZIRAH ARAB TAHUN 625 M-630 M .

Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret, Oktober 2009.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan: (1) Latar belakang terjadinya perang Uhud, (2) Dampak perang Uhud terhadap perkembangan ajaran agama Islam di Jazirah Arab, (3) Pengaruh perang Uhud dalam perkembangan bidang militer tentara Muslim, (4) Sikap Quraisy Makkah terhadap Islam Madinah seusai perang Uhud.

Penelitian ini menggunakan metode historis. Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer yang berupa Al Qur’an dan sumber data sekunder yang berupa buku-buku yang berkaitan dengan tema penelitian yaitu sejarah Islam. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis historis, yaitu analisa yang mengutamakan ketajaman dalam mengolah suatu data sejarah. Prosedur penelitian dengan melalui empat tahap kegiatan yaitu: heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) Perang Uhud diawali oleh adanya keinginan kaum Quraisy untuk melakukan balas dendam terhadap Nabi Muhammad SAW beserta kaum Muslimin di Madinah atas kekalahan yang dialami oleh kaum Quraisy pada saat perang Badar, (2) Kekalahan yang dialami kaum Muslimin dalam perang Uhud telah memberikan pelajaran yang berharga bagi kaum Muslimin bahwa setiap perintah dan perkataan Nabi Muhammad SAW merupakan suatu kebenaran yang harus dipatuhi, (3) Perang Uhud telah membawa pengaruh yang besar dalam bidang kemiliteran tentara Muslimin. Setelah mengalami kekalahan dalam perang Uhud, strategi-strategi perang yang baru mulai diterapkan dalam menghadapi kaum Quraisy. Salah satu strategi perang yang sangat terbukti mampu mengalahkan musuh adalah strategi perang parit yang merupakan inisiatif dari salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yaitu Salman Al-Farisi, (4) Perkembangan Islam yang semakin meningkat setelah perang Uhud membuat kaum Quraisy yang dahulunya menentang Islam, berbalik arah menyatakan untuk memeluk Islam. Akan tetapi, masih ada golongan orang- orang musyrikin yang sampai sekarang golongan ini menentang Islam. Mereka berusaha untuk menghancurkan orang-orang Islam dengan berbagai cara. Kaum Quraisy sampai sekarang masih tinggal di wilayah Jazirah Arab dan mereka ditakdirkan untuk menjadi golongan yang menentang Islam.

ABSTRACT

Fitria Kusumawati. K4405019. THE EFFECT OF UHUD WAR ON THE ISLAM DEVELOPMENT IN ARAB PENINSULA DURING 625–630 AC. Thesis, Surakarta: Faculty of Education and Teacher Training. Sebelas Maret University, October 2009.

The aim of this research is describing: (1) the background of the historic of Uhud war, (2) the effect of Uhud war on the Islam doctrine development in Arab Peninsula, (3) the effect of Uhud war on the Moslem soldiers’ military development, (4) Quraysh Mecca’s attitude on Medina Moslem after Uhud war.

The research uses historical method. The data resource used in the research is primary data resource, such as Al-Quran, and secondary data resource, such as books related to the research theme, Islam history. The technique of collecting data uses literature study. The technique of data analysis uses historical analysis technique, analysis that majoring incisive style in processing of a historic data. The research procedure through four steps activities: heuristic, criticism, interpretation, and historiography.

Based on the result of research, it can be concluded that: (1) Uhud war was initiated with the Quraysh willingness to take a revenge on the Prophet Muhammad SAW as well as the Moslem in Medina for their defeat in Badar war, (2) The defeat the Moslem encountered in Uhud war had given a valuable lesson for the Moslem that every instruction and statement from the Prophet Muhammad SAW is the truth that should be complied with, (3) The Uhud war had brought about big effect on the military sector of Moslem soldiers. Having defeated in Uhud war, the new fighting strategies began to apply in facing the Quraysh. One of fighting strategies proven can defeat the enemy is the ditch strategy constituting the new initiative from one of Prophet Muhammad SAW’s best friends that is Salman Al-Farisi, (4) The Islam development proceeding progressively after Uhud war made the Quraysh previously resisted Islam, embraced Islam. However, there are some groups of unbelievers who still against Islam until now. They try to beat Muslims in any way. Quraysh clan still live in Arab Peninsula until now and they are fated to be a group who against Islam.

MOTTO

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Q.S Al Insyirah: 6)

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka

mengubah keadaan diri mereka sendiri (Q. S Ar-Ra’d: 11)

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan kepada:

1. Ibu dan Bapak tercinta

2. Adikku tersayang

3. Mas Luntoro

4. Teman-teman Pendidikan Sejarah 2005

5. Almamater

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan

Hambatan dan rintangan yang penulis hadapi dalam penyelesaian penulisan skripsi ini telah hilang berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah menyetujui permohonan skripsi ini.

3. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah yang telah memberikan pengarahan dan ijin atas penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Saiful Bachri, M.Pd selaku dosen pembimbing I yang telah

memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Drs. A. Arif Musadad, M.Pd selaku dosen Pembimbing II yang telah

memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas amal baik kepada semua pihak yang telah membantu di dalam menyelesaikan skripsi ini dengan mendapatkan pahala yang setimpal.

Penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan Ilmu Pengetahuan pada umumnya.

Surakarta, Oktober 2009

Penulis

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Arab pada waktu lahirnya Islam......................................

97 Lampiran 2. Peta kota Madinah Al-Munawwarah. .....................................

98 Lampiran 3. Ghazwah Uhud . ....................................................................

99 Lampiran 4. Daftar nama tentara Muslim yang gugur dalam perang Uhud .

100 Lampiran 5. Peristiwa Penting Dalam Kehidupan Nabi Rasul Saw.............

103 Lampiran 6. Surat permohonan ijin menyusun skripsi. ...............................

107 Lampiran 7. Surat keputusan Dekan FKIP tentang ijin penyusunan skripsi... 108

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam lahir di Makkah, karena di Makkah itulah pertama kali Nabi Muhammad SAW menerima wahyu dari Allah SWT. Akan tetapi, agama Islam mengalami perkembangan yang pesat di Madinah (A. Syalabi, 1983: 116). Makkah adalah lembah yang sangat tandus. Kondisi geografis negeri ini berpengaruh besar dalam membentuk sikap dan watak masyarakatnya. Pada umumnya penduduk Makkah bertemperamen buruk dan tidak mampu berpikir secara mendalam. Sementara itu, Madinah merupakan wilayah pertanian yang subur yang menghasilkan produk pertanian yang melimpah. Suhu tropisnya tidak sepanas di Makkah. Masyarakat Madinah berhati lembut, penuh pertimbangan dan cerdas dalam berpikir sehingga seruan Islam lebih mudah diterima pada latar belakang masyarakat seperti Madinah daripada masyarakat yang berlatar belakang seperti Makkah. Selain itu, Islam memperoleh landasan yang lebih cocok di Madinah daripada di Makkah pada masa penyebarannya yang pertama. Hal ini merupakan salah satu faktor yang mempercepat dilakukannya hijrah oleh Nabi Muhammad SAW. Hijrah, yang mengakhiri periode Makkah dan merupakan awal periode Madinah, merupakan suatu hal penting dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW. Tahun-tahun penghinaan, penganiayaan, dan kegagalan telah berakhir, dan tahun-tahun keberhasilan telah dimulai. Nabi Muhammad SAW telah dihina dan dilecehkan oleh kaummnya di Makkah, sedangkan di Madinah Nabi Muhammad SAW diterima sebagai seorang pemimpin yang sangat dihormati.

Kelas pendeta dan aristokrasi Quraisy merupakan salah satu penghalang bagi kemajuan Islam di Makkah. Mereka menganggap bahwa keberhasilan Islam merupakan malapetaka dan kehancuran bagi mereka. Oleh karena itu, mereka menentang Islam dengan sangat gigih sejak masa lahirnya. Di Madinah tidak terdapat kelompok pendeta seperti di Makkah, tidak pula terdapat suatu suku aristokrasi agama seperti Quraisy. Oleh karena itu, menyampaikan Islam di

Madinah lebih mudah dan lebih berhasil dibandingkan di Makkah. Di Madinah, kekuasaan serta kedudukan Nabi Muhammad SAW semakin besar dan Islam memperoleh landasan yang kuat dari hari ke hari. Nabi Muhammad SAW dengan bebas dapat menyampaikan dakwahnya diantara masyarakat yang sesat, dan pada akhirnya mereka mengikuti ajaran beliau.

Kedatangan Nabi Muhammad SAW ke Madinah disambut baik oleh segenap kalangan masyarakat Madinah (Yatsrib) yang kemudian mengubah nama kota ini menjadi “Madinatun Nabi”, artinya kota Nabi (K. Ali dan Andang Affandi, 1995: 46). Hal pertama yang dilakukan Nabi Muhammad SAW di Madinah ialah membangun sebuah masjid. Dalam membangun masjid tersebut, Nabi Muhammad SAW bekerja sebagaimana para pekerja lainnya. Masjid yang didirikan oleh Nabi Muhammad SAW berfungsi sebagai wadah kesatuan sosial muslim. Di masjid inilah Nabi Muhammad SAW beserta para pengikut dan sahabatnya melakukan shalat berjamaah, beribadah dan mengajarkan ajaran- ajaran Islam kepada para sahabatnya serta menyelesaikan perkara-perkara yang terjadi. Masjid yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW mempunyai peranan penting dan besar artinya untuk mempersatukan kaum Muslimin dan mempertahankan jiwa mereka dalam satu kesatuan.

Setelah memantapkan diri di Madinah, Nabi Muhammad SAW membawa keluarganya ke sana. Pada waktu kedatangan Nabi Muhammad SAW, Madinah didiami oleh beberapa kelompok masyarakat yang berbeda. Para pengikut setia Nabi Muhammad SAW yang telah meninggalkan kampung halaman mereka dan telah mengikuti Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah dikenal dengan gelar Muhajirin atau para “Pengungsi”. Pengabdian para Muhajirin terhadap Nabi Muhammad SAW sangat besar. Mereka bersedia berhijrah dan memutuskan ikatan persahabatan serta kekeluargaan dengan kaum Quraisy. Selain itu, para Muhajirin berani untuk menghadapi segala penderitaan dan cobaan dalam usaha menegakkan Islam.

Orang Madinah yang baru masuk Islam yang telah membantu Nabi Muhammad SAW baik dalam suka maupun duka menerima gelar Anshar atau para “Penolong”. Dengan tangan terbuka mereka menerima Nabi Muhammad

SAW di tengah-tengah mereka dan sesuai dengan perjanjian di Aqabah, mereka akan tetap berada di samping beliau baik dalam suka maupu duka. Kaum Anshar terlibat aktif dalam semua peperangan, dan pada beberapa kesempatan mereka memberi dana keuangan bagi tujuan Islam. Mereka menyediakan rumah dan makanan bagi para pengungsi atau para Muhajirin. Persaudaraan diantara kaum Anshar dan Muhajirin begitu akrab sehingga mereka dapat saling mewariskan harta kekayaan bila mereka meninggal.

Pada permulaan kedatangan Nabi Muhammad SAW, para penyembah berhala Madinah tidak berani untuk menjalankan aktivitas sesat mereka. Hal ini tampak jelas bahwa seluruh kelompok masyarakat, baik yang beriman maupun yang tidak beriman, siap untuk melindungi Nabi Muhammad SAW. Perkembangan Islam yang semakin pesat di Madinah telah mengakibatkan para penyembah berhala iri terhadap kedudukan Nabi Muhammad SAW. Abdullah ibnu Ubay merupakan seorang tokoh Yahudi Madinah yang menaruh benci dan iri hati atas supremasi politik Nabi Muhammad SAW. Abdullah ibnu Ubay terkenal licik dan mempunyai sejumlah pengikut yang terdiri dari orang-orang munafik yang berusaha menentang Nabi Muhammad SAW secara sembunyi-sembunyi. Abdullah ibnu Ubay ingin sekali memperoleh kekuasaan kedaulatan di Madinah. Segalanya sudah dipersiapkan untuk memperoleh kendali kekuasaan, tetapi kedatangan Nabi Muhammad SAW merupakan rintangan bagi semua rencananya.

Selain para penyembah berhala, ada juga kelompok yang tidak senang pada peranan Nabi Muhammad SAW yang meluas. Akan tetapi, antusiasme yang besar dari masyarakat Madinah terhadap ajaran Islam memaksa kelompok ini mengakui Islam secara nominal. Kelompok ini menentang Nabi Muhammad SAW secara rahasia. Oleh karena itu, mereka disebut kaum munafikun. Kelompok masyarakat ini lebih berbahaya daripada musuh yang terang-terangan.

Penganut agama Yahudi di Madinah mempunyai pendirian dan sikap yang berbeda-beda. Mereka bersama dengan masyarakat Madinah lainnya turut menyambut kedatangan Nabi Muhammad SAW di Madinah. Pada mulanya, Nabi Muhammad SAW mengakui otoritas ketuhanan agama mereka, bahkan telah menyandarkan tuntutannya pada bukti dari kitab suci mereka. Kaum Yahudi Penganut agama Yahudi di Madinah mempunyai pendirian dan sikap yang berbeda-beda. Mereka bersama dengan masyarakat Madinah lainnya turut menyambut kedatangan Nabi Muhammad SAW di Madinah. Pada mulanya, Nabi Muhammad SAW mengakui otoritas ketuhanan agama mereka, bahkan telah menyandarkan tuntutannya pada bukti dari kitab suci mereka. Kaum Yahudi

Setelah datang di Madinah, Nabi Muhammad SAW mencurahkan perhatiannya pada organisasi kenegaraan. Dalam perkembangannya, Nabi Muhammad SAW menjadi penguasa yang mutlak di Madinah. Selama enam bulan pertama di Madinah, beliau dibiarkan tidak diganggu. Akan tetapi, kekuasaan Nabi Muhammad SAW yang terus bertambah menimbulkan kecemburuan dan permusuhan kaum Quraisy yang cenderung ingin membinasakan Nabi Muhammad SAW beserta para pengikutnya. Kemarahan kaum Quraisy menimpa pula orang Madinah yang memberi perlindungan kepada Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya di kota Madinah. Kaum Quraisy menyatakan umat Islam sebagai pemberontak dan mereka menginginkan untuk menghukum Nabi Muhammad SAW beserta pengikutnya.

Meskipun orang Madinah menerima misi Nabi Muhammad SAW, tapi keragu-raguan dan kecemburuan telah menguasai hati banyak orang. Mereka tidak menerima dengan ikhlas kekuasaan Nabi Muhammad SAW di Madinah dan mereka berusaha untuk mengusir Nabi Muhammad SAW dari negeri mereka. Orang Musyrik Madinah yang sebelumnya memihak Nabi Muhammad SAW, sekarang mereka bersekutu dengan Quraisy di bawah pimpinan Abdullah ibnu Ubay yang sejak awal berharap menjadi penguasa negeri Madinah tetapi terhalang oleh kedatangan Nabi Muhammad SAW. Kerjasama orang Musyrik Madinah yang munafik itu mulai menambah kekuatan musuh. Kaum Yahudi secara rahasia mulai berkomplot dengan kaum Quraisy untuk mengurangi kekuasaan Nabi Muhammad SAW yang terus menanjak. Di samping itu, kaum Quraisy sering melakukan penjarahan di luar kota Madinah.

Nabi Muhammad SAW mengirim suatu kelompok yang terdiri atas sembilan orang anggota di bawah pimpinan Abdullah ibnu Jashy untuk mengintai gerak-gerik musuh. Kelompok itu dengan tiba-tiba menyerang kafilah Quraisy di Nakhlah, dekat Makkah, dan dalam pertempuran kecil itu mereka membunuh

Amar bin Hazrami, seorang pemimpin Quraisy. Peristiwa Nakhlah itu menyebabkan permusuhan semakin berkobar di antara kedua belah pihak. Pada waktu itu, desas-desus menyebar luas bahwa Abu Sufyan diserang umat Islam ketika ia kembali dari Syria. Karena itu, kaum Quraisy di bawah pimpinan Abu Jahal mengirim satu pasukan besar untuk menyerang Madinah. Ketika Nabi Muhammad SAW diberitahu tentang hal ini, beliau memanggil suatu dewan perang dan kemudian memutuskan untuk menyerang kafilah Abu Sufyan dalam perjalanan pulang dari Syria. Karena itu, pertempuran antara kaum Quraisy dan pengikut Nabi Muhammad SAW tidak bisa dihindarkan lagi. Peristiwa ini merupakan penyebab terjadinya suatu peperangan yang sangat besar antara pihak Nabi Muhammad SAW dengan kaum Quraisy, yang terkenal dengan perang Badar yang terjadi pada hari Jumat pagi, tanggal 17 Ramadhan 2 Hijriah atau tanggal 13 Maret 624 Masehi (K. Ali dan Andang Affandi, 1995: 52).

Perang Badar pada dasarnya merupakan konflik antara kekuatan cahaya dan kegelapan, antara kebenaran dan kepalsuan, cahaya atas kegelapan. Kemenangan pasukan Islam pada peperangan Badar atas kekuatan yang jumlahnya jauh lebih besar memberi harapan baru bagi umat Islam dan mendorong mereka untuk keberhasilan di masa depan. Dalam perang Badar ini, kekuatan Quraisy dihancurkan dan harga diri mereka dihinakan. Sementara itu, pengaruh Nabi Muhammad SAW dan kekuatan Islam semakin besar dan bahkan sampai ke luar Madinah. Perang Badar juga memberikan pengaruh yang besar terhadap orang Yahudi, begitu pula terhadap suku bangsa Badui yang berdekatan yang menyadari bahwa telah muncul di Arabia satu kekuatan yang tidak terkalahkan. Sebelumnya orang Yahudi sangat meremehkan umat Islam. Akan tetapi, sekarang mereka mulai merasakan kekuatan umat Islam. Untuk sementara waktu, orang tidak berani berlaku sombong terhadap Nabi Muhammad SAW. Perang Badar membantu umat Islam mengkonsolidasi kekuatan Islam di Madinah, dan memungkinkan mereka mampu menghadapi orang jahat dari kota itu dengan berani.

Setelah kemenangan Badar, Islam memperoleh kedudukan yang kuat di Madinah. Kebangkitan Madinah merupakan satu hal yang tidak menggembirakan Setelah kemenangan Badar, Islam memperoleh kedudukan yang kuat di Madinah. Kebangkitan Madinah merupakan satu hal yang tidak menggembirakan

Kekalahan yang diderita oleh kaum Quraisy di peperangan Badar merupakan suatu pukulan yang hebat bagi mereka. Kaum Quraisy senantiasa teringat atas kehancuran mereka dan derita kekalahan pada perang Badar yang sangat memalukan mereka. Pemuka-pemuka mereka seperti Abu Jahal, Utbah, mati terbunuh dalam perang tersebut. Kekalahan mereka dalam perang Badar telah memunculkan rasa dendam yang besar terhadap kaum Muslimin. Dalam waktu yang singkat mereka berhasil menyusun kekuatan di Makkah. Abu Sufyan bersumpah bahwa ia tidak akan menyentuh perempuan sebelum kekalahan mereka terbalas. Selanjutnya pasukan kaum Quraisy menyiagakan diri dengan perlengkapan perang bahkan mereka mengundang suku-suku Badui bersekutu melawan musuh mereka yakni pasukan Muslim Madinah. Selain itu, kaum Quraisy bertekad untuk tidak membelanjakan semua harta kekayaan kafilah perniagaan agar nantinya dapat digunakan untuk membelanjai atau membiayai peperangan yang akan dilancarkan terhadap kaum Muslimin.

Kaum Quraisy sangat khawatir kalau kekalahannya pada perang Badar akan terulang lagi. Untuk melancarkan perang berikutnya mereka mengadakan persediaan yang besar. Dikumpulkanlah oleh Abu Sufyan 3000 pemanggul senjata terdiri dari orang-orang Quraisy, Arab Tihamah, Kinanah, Bani al Harits, Bani al Haun dan Bani al Mushtaliq. Keluarga (istri-istri) dari orang-orang besar Quraisy pun dibawa Abu Sufyan ke medan perang supaya mereka dapat menghalangi laki- laki yang melarikan diri dari medan perang. Membawa kaum wanita dengan maksud demikian, telah menjadi adat kebiasaan bagi bangsa Arab.

Setelah Nabi Muhammad SAW mengetahui kesiapan balatentara Quraisy, maka bermusyawarahlah beliau dengan para sahabat untuk membicarakan tindakan apa yang harus diambil. Pemuda-pemuda Islam dan Setelah Nabi Muhammad SAW mengetahui kesiapan balatentara Quraisy, maka bermusyawarahlah beliau dengan para sahabat untuk membicarakan tindakan apa yang harus diambil. Pemuda-pemuda Islam dan

Rasulullah sendiri cenderung kepada pendapat yang kedua, tetapi pendapat yang pertama banyak mendapat dukungan dari kaum Muslimin. Oleh karena itu keluarlah Rasulullah bersama 1000 orang pemanggul senjata yang terdiri dari kaum Muslimin untuk menghadapi musuh yang menyerang. Baru saja beliau berangkat timbullah keretakan dalam barisan kaum Muslimin. Seorang munafik bernama Abdullah ibnu Ubay mengundurkan diri dan kembali ke Madinah membawa sekelompok kaum munafik yang terdiri ± 300 tentara. Alasan Abdullah ibnu Ubay atas pengkhianatan yang dilakukannya ialah karena Nabi Muhammad SAW tidak menerima usulnya, melainkan hanya menerima usul pemuda-pemuda yang mengusulkan agar musuh dihadapi di luar kota.

Laskar tentara yang masih setia kepada Nabi Muhammad SAW terus berangkat bersama beliau. Akhirnya Nabi Muhammad SAW beserta laskar Muslimin sampai ke Bukit Uhud. Setelah itu Nabi mulai mengatur posisi atau penempatan laskar-laskar tersebut. Ada 50 orang laskar pemanah di bawah pimpinan Abdullah ibnu Jabir diletakkan oleh Nabi pada suatu tempat untuk menutup jalan laskar berkuda Quraisy karena menurut taktik perang, laskar kaum Quraisy dapat memutar jalannya masuk dari tempat itu untuk memukul kaum muslimin dari belakang (A. Syalabi, 1983: 175).

Dalam pertempuran tahap pertama, pasukan Muslimin memperoleh kemenangan demi kemenangan. Ketika pertempuran hampir selesai, para pemanah Muslimin meninggalkan pos mereka, meskipun sebelumnya mereka mendapat peringatan keras dari komandan mereka. Mereka berbuat demikian untuk mengambil bagian dalam penjarahan harta rampasan perang, karena mereka menganggap perang telah usai. Akibatnya, barisan pasukan Muslimin menjadi tidak teratur lagi. Khalid bin Walid sebagai pemimpin tentara Quraisy yang Dalam pertempuran tahap pertama, pasukan Muslimin memperoleh kemenangan demi kemenangan. Ketika pertempuran hampir selesai, para pemanah Muslimin meninggalkan pos mereka, meskipun sebelumnya mereka mendapat peringatan keras dari komandan mereka. Mereka berbuat demikian untuk mengambil bagian dalam penjarahan harta rampasan perang, karena mereka menganggap perang telah usai. Akibatnya, barisan pasukan Muslimin menjadi tidak teratur lagi. Khalid bin Walid sebagai pemimpin tentara Quraisy yang

sebagian besar anggota pasukan Muslim menunggunya. Pasukannya sangat gembira karena mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW masih hidup (K. Ali dan Andang Affandi, 1995: 60).

Akibat perang Uhud ini, 70 tentara Muslim gugur dalam pertempuran itu dan dari pihak musuh terdapat 23 orang yang terbunuh. Hindun binti Utbah, istri Abu Sufyan menyobek perut Hamzah bin Abdul Muthalib kemudian mengeluarkan hatinya dan mengunyahnya untuk memuaskan rasa balas dendamnya atas kematian ayahnya yang terbunuh oleh Hamzah dalam perang Badar.

Kecakapan dan taktik militer Khalid bin Walid, hembusan angin yang kencang, pasukan Muslim yang kurang disiplin, dan kelalaian para serdadu Muslim terhadap tugas, merupakan faktor utama kekalahan kaum Muslim dalam perang Uhud. Khalid bin Walid, seorang pemimpin Quraisy, menyerbu pasukan Islam pada saat yang tepat, yaitu saat mereka meninggalkan tempat strategis yang paling penting bagi perang. Selain itu, pasukan Muslim tidak bisa membedakan antara kawan dan lawan karena hembusan angin yang kencang.

Peperangan Uhud ini adalah suatu peperangan yang amat besar akibatnya. Kaum Quraisy tahu betul bahwa kemenangan mereka sangat gemilang. Oleh karena itu, mereka hendak melanjutkan kemenangan itu sehingga dapat menumpas kaum Muslimin sampai tidak tersisa. Suku-suku bangsa Arab yang lain memandang bahwa nilai dan gengsi kaum Muslimin telah merosot akibat kekalahan pada peperangan Uhud itu. Orang-orang Yahudi dengan terang-terang Peperangan Uhud ini adalah suatu peperangan yang amat besar akibatnya. Kaum Quraisy tahu betul bahwa kemenangan mereka sangat gemilang. Oleh karena itu, mereka hendak melanjutkan kemenangan itu sehingga dapat menumpas kaum Muslimin sampai tidak tersisa. Suku-suku bangsa Arab yang lain memandang bahwa nilai dan gengsi kaum Muslimin telah merosot akibat kekalahan pada peperangan Uhud itu. Orang-orang Yahudi dengan terang-terang

Meskipun umat Islam dikalahkan dalam perang Uhud, namun mereka dapat memperoleh kembali kedudukan semula, bahkan memperbaikinya pada bulan-bulan berikutnya. Kaum Quraisy tidak dapat membanggakan diri dengan kekuatan umat Islam Madinah yang terus bertambah. Mereka mengetahui bahwa kekuatan umat Islam yang terus bertambah merupakan ancaman bagi kedudukan sosial, agama, dan juga kemajuan perdagangan mereka. Setelah perang Uhud berakhir, golongan Yahudi yakni Bani Nadzir diusir dari Madinah oleh kaum Muslim Madinah karena pengkhianatan dan kejahatan mereka, dan sejak itu mereka menghasut orang Quraisy dan Badui untuk melawan orang Islam.

Perang Uhud telah memberikan suatu pelajaran yang sangat berharga bagi masyarakat Islam khususnya dan masyarakat di Jazirah Arab pada umumnya bahwa perintah seorang Rasulullah harus ditaati karena apa yang disabdakan oleh Rasulullah merupakan suatu petunjuk kebenaran. Selain itu, perang Uhud juga telah membawa suatu perubahan-perubahan yang lain, misalnya perubahan dalam strategi militer. Kekalahan pasukan Muslimin dalam perang Uhud tidak menjadikan pasukan Muslimin lemah tetapi memberikan suatu motivasi untuk menyusun strategi-strategi baru dalam bidang kemiliteran untuk memerangi musuh-musuh Islam.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk mengadakan suatu penelitian dengan judul “Dampak Perang Uhud Terhadap Perkembangan Islam di Jazirah Arab Tahun 625 M – 630 M”. Kurun waktu yang diambil berkisar antara tahun 625 sampai 630 M. Pembatasan ini berdasarkan pada terjadinya perang Uhud yakni tahun 625 M. Tahun 630 M merupakan tahun kemenangan dan perkembangan agama Islam, yang ditandai dengan adanya peristiwa Fathu Makkah.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, penulis dapat merumuskan permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut:

1. Bagaimanakah latar belakang terjadinya perang Uhud?

2. Bagaimanakah dampak perang Uhud terhadap perkembangan ajaran agama Islam di Jazirah Arab?

3. Bagaimanakah pengaruh perang Uhud dalam perkembangan bidang militer tentara Muslim?

4. Bagaimanakah sikap Quraisy Makkah terhadap Islam Madinah seusai perang Uhud?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya perang Uhud.

2. Untuk mengetahui perkembangan ajaran agama Islam di Jazirah Arab setelah perang Uhud.

3. Untuk mengetahui pengaruh perang Uhud dalam perkembangan bidang militer tentara Muslim.

4. Untuk mengetahui sikap Quraisy Makkah terhadap Islam Madinah seusai perang Uhud.

D. Manfaat Penelitian

Dalam mengadakan penelitian penulis berharap dapat memberikan suatu kemanfaatan bagi dunia pendidikan. Adapun manfaat dari penelitian ini penulis golongkan menjadi dua yaitu:

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah wawasan dan pengetahuan yang bermanfaat dalam rangka pengembangan ilmu sejarah yang berkaitan dengan Jazirah Arab terutama sejarah Islam.

b. Sebagai salah satu sumber bagi penelitian-penelitian selanjutnya, serta diharapkan dapat memberikan kemanfaatan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

2. Manfaat Praktis

a. Memenuhi salah satu syarat guna meraih gelar Sarjana Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Dapat menambah khasanah pustaka baik program Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan maupun Universitas Sebelas Maret khususnya mengenai dampak perang Uhud terhadap perkembangan Islam di Jazirah Arab.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

1. Konflik

a. Pengertian Konflik Kata konflik berasal dari kata Latin confligere yang berarti “saling memukul”. Dalam pengertian sosiologis, konflik dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial yang terdiri dari dua orang atau kelompok yang berusaha menyingkirkan pihak lain dengan jalan menghacurkanya atau membuatnya tidak berdaya. Jenis bentrokan yang paling sering terjadi di dalam kehidupan manusia ialah perang dengan menggunakan senjata yang ditandai dengan dua atau lebih dari suku bangsa yang saling bertempur dengan maksud mengahancurkan pihak lawan (D. Hendropuspito OC, 1989: 247).

Menurut Kartini Kartono (1988: 173), definisi konflik berasal dari kata confligere, conflictum , yang artinya semua bentuk benturan, tabrakan, ketidaksesuaian, ketidakserasian, pertentangan, perkelahian, oposisi dan interaksi- interaksi yang antagonistis atau bertentangan. Sedangkan menurut Clinton F. Fink yang dikutip oleh Kartini Kartono (1988: 173), definisi konflik adalah:

1) Relasi-relasi psikologis yang antagonistis, berkaitan dengan tujuan- tujuan yang tidak bisa disesuaikan, interest-interest eksklusif yang tidak bisa dipertemukan, sikap-sikap emosional yang bermusuhan, dan struktur nilai yang berbeda.

2) Interaksi yang antagonis, mencakup: tingkah laku lahiriah yang tampak jelas mulai dari bentuk perlawanan yang halus, terkontrol, tersembunyi, tidak langsung sampai pada bentuk perlawanan terbuka, kekerasan, perjuangan tidak terkontrol, benturan latent, pemogokan, huru-hara, makar, gerilya perang dan lain-lain.

Menurut Maswadi Rauf (2001: 2), konflik adalah gejala sosial yang selalu terdapat di dalam setiap masyarakat dalam setiap kurun waktu tertentu. Konflik merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan Menurut Maswadi Rauf (2001: 2), konflik adalah gejala sosial yang selalu terdapat di dalam setiap masyarakat dalam setiap kurun waktu tertentu. Konflik merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

Konflik juga dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk pertentangan atau perbedaan pendapat antara paling tidak dua orang atau kelompok. Konflik seperti ini dapat dinamakan konflik lisan atau konflik non-fisik. Apabila konflik tersebut tidak dapat diselesaikan, maka dapat berubah menjadi konflik fisik, yaitu suatu konflik yang melibatkan benda-benda fisik dalam menyelesaikan perbedaan pendapat diantara dua orang atau kelompok.

Menurut kamus Webster’s Third New International Dictionary of the English Language yang dikutip oleh Dean G. Pruitt dan Jeffery Z. Rubin (2004: 9), istilah “conflict” berarti suatu “perkelahian, peperangan, atau perjuangan”, yaitu suatu bentuk konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Konflik merupakan persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest), atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan, artinya sulit untuk menemukan suatu titik temu dalam menyelaraskan aspirasi pihak yang sedang berkonflik.

Berdasarkan beberapa definisi tentang konflik, Margaret M. Poloma (2003: 107) menyatakan bahwa: Konflik merupakan bentuk interaksi bahwa tempat, waktu serta

intensitas dan lain sebagainya tunduk pada perubahan sebagaimana dengan isi segitiga yang berubah. Konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menetapkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya.

Konflik atau pertentangan masyarakat mempunyai hubungan yang erat dengan proses integrasi. Hal ini disebabkan karena proses integrasi dapat mengarah kepada terbentuknya suatu proses disorganisasi dan disintegrasi di dalam masyarakat tertentu. Semakin tinggi konflik atau pertentangan intra kelompok (intra-group conflict), maka akan semakin kecil derajat atau tingkat integrasi kelompok. Dalam kehidupan bermasyarakat, solidaritas yang terjadi di dalam kelompok (in-group solidarity) dan pertentangan dengan kelompok luar

(out group conflict) juga mempunyai hubungan yang saling mempengaruhi. Semakin besar permusuhan terhadap kelompok luar, maka semakin besar pula adanya proses integrasi di dalam suatu solidaritas kelompok untuk membentuk kekuatan dalam mengahadapi pihak lawan atau musuh (phil. Astrid S. Susanto, 1999: 103).

Konflik atau pertentangan yang terdapat di dalam masyarakat mengenal beberapa fase, yaitu fase disorganisasi dan fase disintegrasi. Suatu kelompok sosial yang selalu dipengaruhi oleh beberapa faktor sosial, maka pertentangan akan berkisar pada penyesuaian diri atau penolakan dari faktor-faktor sosial tersebut. Sebagian besar konflik muncul dalam posisi yang saling bertentangan dalam berbagai masalah yang dihadapi oleh kelompok yang berkonflik. Masing- masing kelompok yang terlibat dalam konflik mempunyai tujuan tertentu, misalnya mempertahankankan atau memperluas wilayah maupun demi kepentingan keamanan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa konflik merupakan suatu bentuk pertentangan, pertikaian dan perbedaan pendapat antara dua orang atau kelompok yang terjadi karena adanya perbedaan kepentingan sehingga mengakibatkan pihak yang satu berusaha untuk menyingkirkan pihak yang lain dengan berbagai cara.

Konflik yang terjadi di dalam perang Uhud pada dasarnya merupakan konflik antara Nabi Muhammad SAW beserta pengikutnya dengan kaum Musyrikin Makkah atau kaum Quraisy. Konflik tersebut dilatarbelakangi oleh kekalahan yang dialami oleh kaum Quraisy dalam peristiwa perang Badar. Kaum Quraisy menderita kerugian yang besar atas kekalahan mereka dalam perang Badar sehingga memicu keinginan untuk melakukan balas dendam terhadap kaum Muslimin.

b. Ciri-ciri Konflik Menurut Ted Robert Gurr yang dikutip oleh Maswadi Rauf (2001: 7) menyebutkan paling tidak ada empat ciri konflik, yaitu:

1) Ada dua atau lebih pihak yang terlibat, yakni melibatkan orang atau pihak lain yang berjumlah minimal satu sehingga ada pihak lain yang menjadi saingan.

2) Adanya keterlibatan dalam tindakan-tindakan yang saling memusuhi, yakni bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam konflik secara terang- terangan menunjukkan sikap yang berlawanan dengan yang lain sehingga menimbulkan reaksi pertentangan dan permusuhan dari pihak lain.

3) Adanya penggunaan tindakan-tindakan kekerasan yang bertujuan untuk menghancurkan, melukai, dan mengahalangi lawannya. Pada ciri ini didasarkan atas pandangan bahwa konflik selalu bersifat konflik fisik.

4) Konflik merupakan sebuah tingkah laku yang nyata dan dapat diamati. Konflik haruslah berwujud tindakan (behavior) yang berbentuk tindakan-tindakan konkret. Oleh karena itu, pertentangan antara dua orang yang hanya ada dalam pikiran masing-masing tidak dapat disebut konflik.

c. Jenis-jenis Konflik Menurut Maswadi Rauf (2001: 6), dilihat dari pihak-pihak yang terlibat dalam konflik maka konflik dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Konflik individual, yakni konflik yang terjadi antara dua orang yang tidak melibatkan kelompok masing-masing. Faktor penyebab konflik ini adalah masalah pribadi sehingga yang terlibat dalam konflik hanyalah orang-orang yang bersangkutan saja.

2) Konflik kelompok, yakni konflik yang terjadi antara dua kelompok atau lebih. Konflik pribadi dapat dengan mudah berubah menjadi konflik kelompok karena adanya kecenderungan yang besar dari individu-individu yang berkonflik untuk melibatkan kelompoknya masing-masing.

Menurut Coser yang dikutip oleh Margaret M. Poloma (2003: 107), konflik dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

1) Konflik realistis, adalah konflik yang berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan-tuntutan khusus yang terdapat di dalam hubungan masyarakat dan kekecewaan tersebut ditujukan pada obyek yang dianggap mengecewakan.

2) Konflik yang tidak realistis, adalah konflik yang bukan berasal dari persaingan antara kedua belah pihak tetapi dari kebutuhan untuk meredakan masalah, paling tidak dari salah satu pihak.

Konflik yang terjadi di dalam perang Uhud dapat digolongkan ke dalam jenis konflik kelompok yaitu konflik yang terjadi antara kaum Quraisy dengan kaum Muslimin. Selain itu, konflik yang terjadi antara kaum Quraisy dan kaum Muslimin juga dapat digolongkan ke dalam konflik realistis yaitu konflik tersebut bersumber dari kekecewaan yang dialami oleh kaum Quraisy akibat kekalahan kaum Quraisy dalam perang Badar.

d. Penyebab Terjadinya Konflik Salah satu penyebab terjadinya konflik adalah hal-hal yang terjadi pada tingkat individual (Maurice Duverger, 2003: 175-176). Duverger juga menyinggung rasa frustasi sebagai penyebab terjadinya konflik. Orang frustasi lebih mudah terlibat dalam konflik dengan pihak lain yang dianggap sebagai penyebab frustasi tersebut.

Konflik juga bisa disebabkan karena adanya persaingan atau kompetisi yang terjadi dalam suatu kelompok masyarakat. Akan tetapi, tidak sepenuhnya konflik muncul karena adanya persaingan diantara kelompok. Konflik bisa disebabkan karena adanya perbedaan pendirian antara kelompok termasuk tujuan yang hendak dicapai.

Kecenderungan manusia untuk menguasai orang lain juga merupakan penyebab terjadinya konflik. Hal ini berarti kecenderungan manusia untuk berkuasa menjadi salah satu penyebab konflik. Manusia selalu menginginkan orang lain menganut apa yang dianutnya karena ia berpendapat bahwa apa yang Kecenderungan manusia untuk menguasai orang lain juga merupakan penyebab terjadinya konflik. Hal ini berarti kecenderungan manusia untuk berkuasa menjadi salah satu penyebab konflik. Manusia selalu menginginkan orang lain menganut apa yang dianutnya karena ia berpendapat bahwa apa yang

Menurut Soerjono Soekanto (1986: 76-78), terdapat dua hal yang menjadi sumber terjadinya konflik yaitu:

1) Adanya orang-orang yang menduduki posisi-posisi tertinggi, sehingga kepentingan mereka berbeda dengan golongan yang menduduki posisi yang lebih rendah.

2) Ada golongan-golongan tertentu yang lebih disukai daripada golongan-golongan lain dalam kelompok tersebut. Berkaitan dengan perang Uhud maka penyebab konflik perang Uhud adalah karena keinginan untuk melakukan balas dendam dari pihak Quraisy Makkah terhadap Muslim Madinah akibat kekalahan yang dialami oleh pihak Quraisy pada saat perang Badar. Semenjak kekalahan Quraisy dalam perang Badar, pihak Quraisy semakin membenci kaum Muslimin dan berusaha untuk menghancurkan kaum Muslimin khususnya Nabi Muhammad SAW beserta pengikutnya.

e. Akibat Konflik Terlepas dari teori konflik yang menganggap konflik bernilai positif, sejarah dan kenyataan sehari-hari membuktikan bahwa konflik fisik selalu mendatangkan akibat negatif. Bentrokan antara individu dengan individu, kerabat dengan kerabat, suku dengan suku, bangsa dengan bangsa, golongan agama yang satu dengan agama yang lain, umumnya mendatangkan penderitaan bagi kedua belah pihak yang terlibat, seperti korban jiwa, material dan spiritual serta berkobarnya kebencian dan balas dendam.

Akibat lain ialah terputusnya kerjasama antara kedua belah pihak yang terlibat konflik. Masa antara pecahnya konflik dan terbentuknya kerjasama kembali disebut masa permusuhan. Dalam masa ini usaha kooperatif tidak dapat dilakukan. Hal ini mengakibatkan proses kemajuan masyarakat mengalami Akibat lain ialah terputusnya kerjasama antara kedua belah pihak yang terlibat konflik. Masa antara pecahnya konflik dan terbentuknya kerjasama kembali disebut masa permusuhan. Dalam masa ini usaha kooperatif tidak dapat dilakukan. Hal ini mengakibatkan proses kemajuan masyarakat mengalami

Konflik yang terjadi dalam perang Uhud telah memunculkan berbagai akibat yang merugikan bagi pasukan Muslimin. Kekalahan yang dialami oleh pasukan Muslimin dalam perang Uhud tidak hanya menyebabkan kerugian secara materiil. Akan tetapi, juga berdampak pada melemahnya semangat pasukan Muslimin. Meskipun pasukan Muslimin mengalami cobaan yang besar akibat kekalahan dalam perang Uhud, namun pasukan Muslimin tidak pantang menyerah. Setelah perang Uhud berakhir, pasukan Muslimin menghimpun kekuatan militer dan menciptakan strategi perang yang baru dalam menghadapi pihak musuh. Usaha pasukan Muslimin untuk membalas kekalahan dalam perang Uhud tidak sia-sia. Hal tersebut terbukti dengan kemenangan yang diperoleh pasukan Muslimin saat menghadapi pihak Quraisy dalam perang Ahzab dengan menggunakan strategi perang parit.

f. Cara Penyelesaian Konflik Menurut D. Hendropuspito OC (1989: 250-251), ada 5 cara penyelesaian konflik yang lazim dipakai, yaitu:

1) Konsiliasi atau perdamaian (conciliatio), yaitu suatu cara untuk mempertemukan pihak-pihak yang berselisih guna mencapai persetujuan bersama untuk berdamai. Dalam proses ini, pihak-pihak yang berkepentingan dapat meminta bantuan pihak ketiga. Namun dalam hal lain, pihak ketiga tidak bertugas secara menyeluruh dan tuntas. Ia hanya memberikan pertimbangan-pertimbangan yang dianggapnya baik kepada kedua belah pihak yang berselisih untuk menghentikan persengketaan.

2) Mediasi (mediatio), yaitu suatu cara menyelesaikan pertikaian dengan menggunakan seorang perantara (mediator). Dalam hal ini, fungsi seorang mediator hampir sama dengan seorang konsiliator. Seorang mediator juga tidak mempunyai wewenang untuk 2) Mediasi (mediatio), yaitu suatu cara menyelesaikan pertikaian dengan menggunakan seorang perantara (mediator). Dalam hal ini, fungsi seorang mediator hampir sama dengan seorang konsiliator. Seorang mediator juga tidak mempunyai wewenang untuk

3) Arbitrasi (arbitrium), yaitu suatu cara penyelesaian konflik melalui pengadilan dengan seorang hakim (arbiter) sebagai pengambil keputusan. Abitrasi berbeda dengan konsiliasi dan mediasi. Seorang arbiter memberi keputusan yang mengikat kedua pihak yang bersengketa, artinya keputusan seorang hakim harus ditaati.

4) Paksaan (coersion), yaitu suatu cara penyelesaian konflik atau pertikaian dengan menggunakan paksaan fisik atau psikologis. Bila paksaan psikologis tidak berhasil, dipakailah paksaan fisik. Pihak yang biasa menggunakan paksaan adalah pihak yang kuat, pihak yang merasa yakin menang, bahkan sanggup menghancurkan musuh. Pihak inilah yang menentukan syarat-syarat untuk menyerah dan berdamai yang harus diterima pihak yang lemah.

5) Detente, yaitu suatu cara penyelesaian konflik dengan mengurangi hubungan ketegangan antara dua pihak yang bertikai. Cara ini hanya merupakan persiapan untuk mengadakan pendekatan dalam rangka pembicaraan tentang langkah-langkah mencapai perdamaian. Dalam hal ini, belum ada penyelesaian secara definitif dan belum ada pihak yang dinyatakan kalah atau menang.

Menurut Maswadi Rauf (2001: 10-12), ada dua cara penyelesaian konflik, yaitu:

1) Cara persuasif (persuasive), yaitu suatu cara penyelesaian konflik dengan menggunakan perundingan dan musyawarah untuk mencari titik temu antara pihak-pihak yang berkonflik. Cara penyelesaian konflik secara persuasif menghasilkan penyelesaian konflik secara tuntas, artinya tidak ada lagi perbedaan antara pihak-pihak yang sebelumnya berkonflik karena titik temu telah dihasilkan atas keinginan sendiri.

2) Penyelesaian secara koersif (coersive), yaitu suatu cara penyelesaian konflik dengan menggunakan kekerasan fisik atau ancaman kekerasan fisik untuk menghilangkan perbedaan pendapat antara pihak-pihak yang terlibat konflik. Cara koersif menghasilkan penyelesaian konflik dengan kualitas yang rendah karena konflik sebenarnya belum selesai secara tuntas. Titik temu atau mufakat terbentuk secara terpaksa sehingga pihak yang lebih lemah menyetujui pendapat yang lebih kuat tidak atas dasar kesadaran dan keinginan sendiri.

Konflik yang terjadi dalam perang Uhud diselesaikan secara koersif, yaitu penyelesaian konflik dengan menggunakan kekerasan fisik atau ancaman kekerasan fisik untuk menghilangkan perbedaan pendapat antara pihak-pihak yang terlibat konflik. Hal tersebut terbukti dengan adanya sejumlah perlawanan- perlawanan yang berasal dari kaum Muslimin maupun kaum Quraisy. Kedua kelompok tersebut saling beradu kekuatan dengan kepentingan yang berbeda- beda. Kaum Quraisy memiliki ambisi yang besar untuk menghancurkan Nabi Muhammad SAW beserta pengikutnya yang telah mengalahkan mereka dalam perang Badar. Selain itu, kaum Quraisy juga memiliki keinginan yang kuat untuk memperluas daerah kekuasaan mereka sampai wilayah Madinah. Sementara itu, kaum Muslimin memiliki tujuan untuk menegakkan kebenaran di atas kebathilan dengan berusaha menyebarkan agama Islam yang merupakan wahyu dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW.

2. Agama Islam

a. Pengertian Agama Islam Agama bukan berasal dari bahasa Arab, sebab dalam bahasa Arab tidak dikenal istilah “Ga”. Dalam bahasa Arab dikenal istilah “Addin” artinya kepatuhan, kekuasaan atau kecenderungan. Menurut bahasa Sansekerta, agama berasal dari gabungan kata “a” artinya tidak dan “gama” artinya kacau sehingga kalau digabungkan maka agama artinya tidak kacau. Agama juga merupakan a. Pengertian Agama Islam Agama bukan berasal dari bahasa Arab, sebab dalam bahasa Arab tidak dikenal istilah “Ga”. Dalam bahasa Arab dikenal istilah “Addin” artinya kepatuhan, kekuasaan atau kecenderungan. Menurut bahasa Sansekerta, agama berasal dari gabungan kata “a” artinya tidak dan “gama” artinya kacau sehingga kalau digabungkan maka agama artinya tidak kacau. Agama juga merupakan

Secara umum, agama dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan antar manusia dan hubungan manusia dengan lingkungannya (U. Maman Kh, 2006: 93).