EFEKTIVITAS KONSELING RASIONAL EMOTIF BEHAVIORAL DALAM MENINGKATKAN SELF-REGULATED LEARNING SISWA.

(1)

SELF-REGULATED LEARNING SISWA

(

Studi Eksperimen Kuasi terhadap Siswa Kelas XI SMK Negeri 12 Kota Bandung Tahun Ajaran 2014/2015

)

TESIS

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan dalam Bidang Bimbingan dan Konseling

Oleh

Yuningdartie

NIM 1200880

PROGRAM STUDI

BIMBINGAN DAN KONSELING

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2014


(2)

EFEKTIVITAS KONSELING RASIONAL EMOTIF

BEHAVIORAL DALAM MENINGKATKAN

SELF-REGULATED LEARNING

SISWA

(Studi Eksperimen Kuasi terhadap Siswa

Kelas XI SMK Negeri 12 Kota Bandung

Tahun Ajaran 2014/2015)

Oleh Yuningdartie S.Pd IKIP Bandung, 1998

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) dalam Bidang Bimbingan dan Konseling

© Yuningdartie 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Desember 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

YUNINGDARTIE

EFEKTIVITAS KONSELING RASIONAL EMOTIF BEHAVIORAL DALAM MENINGKATKAN SELF-REGULATED LEARNING SISWA

disetujui dan disahkan oleh pembimbing: Pembimbing I

Dr. Agus Taufiq, M.Pd NIP. 19580816 198503 1 004

Pembimbing II

Dr. M. Solehuddin, M.A., M.Pd NIP. 19620208 198601 1 002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Pascasarjana

Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. Nandang Rusmana, M.Pd NIP. 19600501 198603 1 004


(4)

(5)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

Yuningdartie. 2014. Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa (Studi Eksperimen Kuasi terhadap Siswa Kelas XI SMK Negeri 12 Kota Bandung Tahun Ajaran 2014/2015). Tesis. Dibimbing oleh: Dr. Agus Taufiq, M.Pd. (Pembimbing 1); dan Dr. M. Solehuddin, M.A., M.Pd. (Pembimbing 2). Program Studi Bimbingan dan Konseling, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kesulitan belajar dan rendahnya prestasi belajar rata-rata siswa SMK Negeri 12 Bandung akibat siswa belum memiliki kemampuan pengaturan diri dalam belajar. Untuk memiliki pengaturan diri dalam belajar, siswa membutuhkan Self-Regulated Learning. Penelitian ini bertujuan menguji efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral dalam meningkatkan Self-Regulated Learning siswa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif-kualitatif (mixed methods) dan desain penelitian eksperimen kuasi menggunakan Nonequivalent (Pre-Test and Post-Test) Control-Group Design. Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 12 Bandung dengan subjek penelitian siswa kelas XI yang dipilih secara purposif. Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen angket Self-Regulated Learning. Penelitian dilaksanakan melalui empat langkah: studi pendahuluan, penyusunan program intervensi, validasi rasional program intervensi, dan uji efektivitas program intervensi. Hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa rata-rata Self-Regulated Learning siswa kelas XI SMK Negeri 12 Bandung berada pada kategori sedang artinya siswa sering menggunakan keterampilan Self-Regulated Learning. Hasil uji efektivitas program intervensi menunjukkan bahwa program intervensi Konseling Rasional Emotif Behavioral teruji efektif dalam meningkatkan Self-Regulated Learning siswa. Penelitian direkomendasikan bagi guru Bimbingan dan Konseling/Konselor Sekolah untuk dapat memanfaatkan dan menerapkan program Konseling Rasional Emotif Behavioral dalam meningkatkan Self-Regulated Learning siswa, serta bagi peneliti selanjutnya untuk dapat memanfaatkan hasil penelitian di masa mendatang terkait pemanfaatan Konseling Rasional Emotif Behavioral dan peningkatan Self-Regulated Learning.


(6)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

Yuningdartie. 2014. Effectiveness of Rational Emotive Behavioral Counseling in Improving Student Self-Regulated Learning (A Quasi-Experimental Study of Grade XI Students of SMK Negeri 12 Bandung in 2014/2015 Academic Year). Thesis. Supervised by: Dr. Agus Taufiq, M.Pd. (Supervisor 1); and Dr. M. Solehuddin, M.A., M.Pd. (Supervisor 2). Guidance and Counseling Study Program, Graduate School of Indonesian University of Education, Bandung.

This study is motivated by learning difficulties and low average learning achievement of students of SMK Negeri 12 Bandung due to students not yet have the ability to self-regulation in learning. To have self-regulation in learning, students need a Self-Regulated Learning. This study is aimed at testing the effectiveness of Rational Emotive Behavioral Counseling in improving students' Self-Regulated Learning. This study uses quantitative-qualitative approach (mixed methods) and quasi-experimental research design using Nonequivalent (Pre-Test and Post-Test) Control-Group Design. This study was conducted in SMK Negeri 12 Bandung with a grade XI student research subjects were selected purposively. The study instrument used was a questionnaire instrument Self-Regulated Learning. The study was conducted through four steps: preliminary studies, preparation of intervention programs, rational validation of intervention programs, and test the effectiveness of intervention programs. The results of preliminary studies indicate that the average Self-Regulated Learning grade XI student of SMK Negeri 12 Bandung in middle category means that students often use the skills of Self-Regulated Learning. The result test of effectiveness of intervention programs show that the Rational Emotive Behavioral Counseling intervention programs proven effective in improving students' Self-Regulated Learning. The study recommended for Guidance and Counseling teachers/School Counselors to utilize and implement Rational Emotive Behavioral Counseling program in improving the Self-Regulated Learning students, as well as for further researcher to be able to use the results studies for future related to the use of Rational Emotive Behavioral Counseling and improvement Self-Regulated Learning.


(7)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Identifikasi Masalah Penelitian ... 11

1.3 Rumusan Masalah Penelitian ... 15

1.4 Tujuan Penelitian ... 15

1.5 Manfaat Penelitian. ... 16

BAB II MENINGKATKAN SELF-REGULATED LEARNING SISWA MELALUI INTERVENSI KONSELING RASIONAL EMOTIF BEHAVIORAL 2.1 Konsep Dasar Self-Regulated Learning ... 17

2.2 Perkembangan Self-Regulated Learning Pada Remaja ... 38

2.3 Konseling Rasional Emotif Behavioral (KREB) Sebagai Salah Satu Upaya dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning (SRL) Siswa ... 45

2.4 Penelitian yang Relevan. ... 85

2.5 Asumsi. ... 87

2.6 Hipotesis Penelitian. ... 88

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode dan Desain Penelitian ... 89

3.2 Populasi dan Sampel ... 90

3.3 Definisi Operasional ... 92

3.4 Instrumen Penelitian ... 95

3.5 Pengembangan dan Validasi Program Intervensi ... 98

3.6 Prosedur Penelitian ... 99


(8)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Hasil Penelitian ... 110

4.2 Hasil Penelitian Studi Pendahuluan ... 110

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 128

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan ... 141

5.2 Implikasi ... 142

5.3 Rekomendasi ... 143

DAFTAR PUSTAKA. ... 147


(9)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pada dasarnya pendidikan merupakan upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam sistem pendidikan di Indonesia yang berdasarkan Pancasila, tujuan pendidikan terarah pada nilai-nilai yang berkembang dari budaya luhur bangsa Indonesia. Hal ini terungkap dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 2 dan Pasal 3, yaitu sebagai berikut.

Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi Manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.

Keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan tersebut tidak terlepas dari pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah. Sekolah merupakan salah satu unsur pelaksana yang dominan dalam keseluruhan organisasi pendidikan, disamping keluarga dan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh sifatnya yang formal sehingga memungkinkan pelaksanaan pendidikan yang terarah, terkontrol dan teratur. Kegiatan belajar mengajar di sekolah meliputi seluruh aktivitas dengan membahas seperangkat materi pelajaran agar siswa mempunyai kecakapan dan pengetahuan yang bermanfaat dalam kehidupannya. Dalam upaya mendapatkan pengetahuan oleh siswa di sekolah, sudah tentunya tidak akan terlepas dari berbagai permasalahan kesulitan dalam belajarnya.

Kesulitan belajar dan rendahnya prestasi belajar merupakan faktor yang menjadi sorotan dunia pendidikan. Ada sejumlah faktor yang dapat memengaruhi


(10)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

prestasi belajar siswa. Faktor tersebut adalah faktor internal yang meliputi keadaan jasmani (kesehatan, cacat tubuh, kelelahan) dan keadaan psikologis (inteligensi, perhatian, bakat, minat, kesiapan); serta faktor eksternal seperti keadaan keluarga (cara orang tua mendidik, suasana rumah, keadaan ekonomi), lingkungan sekolah (metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dan siswa, hubungan siswa dengan siswa), dan keadaan masyarakat (teman bergaul, kehidupan bermasyarakat, mass media). Secara sistematik faktor-faktor tersebut saling berinteraksi dan pada gilirannya berpengaruh terhadap keberhasilan belajar. Berdasarkan konsep pembelajaran tuntas (mastery learning) dengan menggunakan Penilaian Acuan Patokan (PAP), seseorang dikatakan telah berhasil dalam belajar apabila telah menguasai standar minimal ketuntasan yang telah ditentukan sebelumnya atau sekarang dikenal dengan nama Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Sebaliknya, jika penguasaan ketuntasan di bawah KKM maka siswa tersebut dikatakan mengalami kegagalan dalam belajar. Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah siswa gagal atau berhasil mencapai KKM adalah dengan cara menganalisis prestasi belajar dalam bentuk nilai hasil belajar yang tercantum dalam buku laporan pendidikan.

Keberhasilan siswa dalam mencapai nilai di atas KKM salah satunya ditentukan oleh kemampuan siswa dalam belajar mandiri yaitu keterampilan mengatur kegiatan belajar dan mengontrol perilaku belajar, juga dapat menggunakan strategi belajar efektif dengan cara mengetahui tujuan, arah, strategi serta sumber-sumber yang mendukung untuk belajar. Hal ini sesuai dengan penelitian Sedanayasa dalam Widiyastuti (2012) yang menemukan adanya penguasaan keterampilan belajar siswa di sekolah menengah atas umumnya masih rendah.

Untuk mencapai keterampilan belajar, siswa membutuhkan Self-Regulated Learning (SRL) dalam belajar. Self-Regulated Learning (SRL) dibutuhkan siswa agar mereka mampu mengatur dan mengarahkan dirinya sendiri, mampu menyesuaikan dan mengendalikan diri, terutama bila menghadapi tugas-tugas yang sulit.


(11)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Schunk (1998) mengemukakan bahwa siswa dikatakan melakukan self- regulation dalam belajar bila mereka secara sistematis mengatur perilaku dan kognisinya dengan memperhatikan aturan yang dibuat sendiri, mengontrol berjalannya suatu proses belajar dan mengintegrasikan pengetahuan, melatih untuk mengingat informasi yang diperoleh, serta mengembangkan dan mempertahankan nilai-nilai positif belajarnya.

Di samping itu, SRL menekankan pentingnya inisiatif karena SRL merupakan belajar yang terjadi atas dasar inisiatif. Siswa yang memiliki inisiatif menunjukkan kemampuan untuk menggunakan pemikiran, perasaan, strategi dan tingkah lakunya yang ditunjukkan untuk mencapai tujuan. (Zimmerman, 2002).

Self-Regulated Learning (SRL) adalah kemampuan siswa mengatur diri dalam belajar. Menurut Winne (Santrock, 2007) SRL adalah kemampuan untuk memunculkan dan memonitor sendiri pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan ini berupa tujuan akademik (meningkatkan pemahaman dalam membaca, menjadi penulis yang baik, belajar perkalian, mengajukan pertanyaan yang relevan), maupun tujuan sosio-emosional (mengontrol kemarahan, belajar akrab dengan teman sebaya).

Self-Regulated Learning (SRL) memiliki karakteristik bertujuan memperluas pengetahuan dan menjaga motivasi, menyadari keadaan emosi mereka dan memiliki strategi untuk mengelola emosinya, secara periodik memonitor kemajuan ke arah tujuannya, menyesuaikan atau memperbaiki strategi berdasarkan kemajuan yang mereka buat, dan mengevaluasi halangan yang mungkin muncul dan melakukan adaptasi yang diperlukan.

Self-Regulated Learning (SRL) adalah proses aktif dan konstruktif siswa dalam menetapkan tujuan untuk proses belajarnya dan berusaha untuk memonitor, meregulasi, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan perilaku, yang kemudian semuanya diarahkan dan didorong oleh tujuan dan mengutamakan konteks lingkungan. Siswa yang mempunyai SRL tinggi adalah siswa yang secara metakognitif, motivasional, dan behavioral merupakan peserta aktif dalam proses belajar. Di sini terlihat bahwa betapa efektifnya belajar jika siswa memiliki keterampilan SRL. Oleh karena itu, dalam proses belajar siswa diharapkan


(12)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

memiliki SRL yang tinggi. Apabila siswa memiliki SRL yang rendah akan mengakibatkan kesulitan dalam menerima materi pelajaran sehingga hasil belajar mereka menjadi tidak optimal. Selain itu, hal tersebut juga dapat berdampak pada ketidaklulusan, karena apabila sampai kelas XII tidak ada perubahan dalam belajar mereka, maka siswa akan sulit mencapai standar kelulusan dari pemerintah yang setiap tahunnya naik.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wangid (2006) menyatakan bahwa masih banyak siswa yang tidak mempunyai motivasi dan kemandirian dalam belajar. Disamping itu, Pujiatin (2004) menemukan bahwa sebagian besar siswa tidak mengetahui cara atau strategi belajar efektif. Hasil penelitian Widiyastuti (2012) menyatakan bahwa terdapat 35,43% siswa berada pada tingkat SRL sangat rendah. Artinya siswa tidak memiliki keyakinan diri dan motivasi intrinsik dalam belajar, tidak menggunakan strategi belajar efektif, dan tidak mengevaluasi keberhasilan dan kegagalan dalam mencapai tujuan belajar.

Penelitian Zimmerman & Martinez-Pons (1990) menunjukkan bahwa dalam pertumbuhan dan perkembangan self-efficacy akademik ditemukan pertambahan kombinasi penggunaan 14 strategi SRL siswa mulai usia 5 tahun, 8 tahun, dan 11 tahun. Artinya bahwa self-efficacy akademik siswa usia 11 tahun akan melebihi self-efficacy akademik usia 8 tahun, dan self-efficacy akademik usia 5 tahun. Di samping itu juga siswa berbakat dalam belajar menunjukkan perkembangan yang cepat dalam kemampuan efikasi verbal dan matematika jika dibandingkan dengan siswa tidak berbakat, karena siswa berbakat menunjukkan kemampuan intelektual yang tinggi dan menggambarkan motivasi diri yang tinggi.

Penelitian Flavell, dkk. 1970; Stipek & Tannat, 1984, yang diringkas oleh Paris and Newman (Zimmerman, 1990) menjelaskan perkembangan dan perubahan pada anak-anak yang memiliki kemampuan mengatur pembelajarannya. Sebelum usia 7 tahun, anak-anak terlihat sangat optimis dengan kemampuannya untuk belajar. Anak-anak memulai sekolah dengan pemahaman yang kurang jelas mengenai hal-hal yang meliputi tugas-tugas akademik dan pengetahuan mengenai strategi belajar yang tidak lengkap, semuanya berjalan berdasarkan intuisi anak.


(13)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Penelitian Skinner, Chapman, & Baltes, 1988 (Zimmerman, 1990) menunjukkan bahwa anak-anak jarang memikirkan pencapaian prestasi dan mereka percaya bahwa kerja keras sudah cukup untuk menjamin sukses. Hal ini juga menjelaskan bahwa anak-anak yang menginjak usia remaja memiliki persepsi akademik yang lebih akurat dan sedikit demi sedikit mulai menyadari bahwa kesuksesan tidak dapat dicapai hanya dengan mengandalkan usaha sendiri.

Penelitian Lopez, dkk. (2013) mengidentifikasi strategi belajar siswa yang berasal dari etnis beragam dalam mempelajari kimia organik serta hubungan strategi belajar dengan hasil belajar. Temuan menunjukkan bahwa menciptakan lingkungan yang memungkinkan siswa untuk berpartisipasi dalam berbagai strategi SRL berpotensi dapat meningkatkan kinerja konseptual dan akademik siswa dalam mempelajari kimia organik.

Penelitian Pintrich, dkk. (1990) menguji hubungan motivasi, komponen SRL, dan prestasi akademik kelas untuk kelas 7 dari kelas sains dan bahasa. Hasil penelitian memberikan bukti-bukti empiris yang berlaku untuk pentingnya mempertimbangkan motivasi dan komponen SRL dalam model prestasi akademik kelas. Artinya bahwa terdapat keterkaitan antara perbedaan individu dalam orientasi motivasi dan keterlibatan kognitif dan regulasi diri dalam pengaturan kelas.

Widiyastuti (2012) melakukan penelitian Research & Development untuk menguji efektivitas program bimbingan belajar melalui strategi metakognitif untuk meningkatkan Self-Regulated Learning siswa SMA Negeri 1 Nagreg. Hasilnya program bimbingan belajar melalui strategi metakognitif menunjukkan secara umum adanya peningkatan Self-Regulated Learning siswa SMA Negeri 1 Nagreg.

Rendahnya SRL siswa bukanlah suatu hal yang layak dibiarkan. Siswa perlu difasilitasi ataupun diberi kesempatan untuk mengembangkan SRL dalam diri mereka agar mereka memiliki keyakinan diri dan motivasi intrinsik dalam belajar, mampu menggunakan strategi belajar efektif, dan mampu mengevaluasi keberhasilan dan kegagalan dalam mencapai tujuan belajar. Pada akhirnya, siswa dapat menerima materi pelajaran dengan baik dan hasil belajar mereka menjadi


(14)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

optimal serta berdampak pada ketercapaian standar kompetensi kelulusan dari pemerintah.

Hal ini sejalan dengan tuntutan terhadap sejumlah kemampuan yang harus dimiliki siswa yang termuat dalam standar kompetensi kelulusan dari pemerintah sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, dimana siswa lulusan SMK hendaknya:

(1) berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkembangan remaja;

(2) mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri serta memperbaiki kekurangannya;

(3) menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan, dan pekerjaannya;

(4) berpartisipasi dalam penegakan aturan-aturan sosial;

(5) menghargai keberagaman agama, bangsa, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup global;

(6) membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif;

(7) menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam pengambilan keputusan;

(8) menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri;

(9) menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang terbaik;

(10) menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah kompleks;

(11) menunjukkan kemampuan menganalisis gejala alam dan sosial; (12) memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab. (13) berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

secara demokratis dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia; (14) mengekspresikan diri melalui kegiatan seni dan budaya;


(15)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(16) menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok;

(17) menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani, serta kebersihan lingkungan;

(18) berkomunikasi lisan dan tulisan secara efektif dan santun;

(19) memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat;

(20) menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain;

(21) menunjukkan keterampilan membaca dan menulis naskah secara sistematis dan estetis

(22) menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam bahasa Indonesia dan Inggris;

(23) menguasai kompetensi program keahlian dan kewirausahaan baik untuk memenuhi tuntutan dunia kerja maupun untuk mengikuti pendidikan tinggi sesuai dengan kejuruannya;

Dalam penelitian ini yang diteliti adalah Self-Regulated Learning (pengaturan diri dalam belajar) siswa yang memiliki tingkat kecenderungan tinggi, sedang, rendah dan rendah sekali. Hal tersebut menjadi fokus penelitian, karena sesuai dengan hasil observasi awal dan survei kepada siswa kelas XI di SMK Negeri 12 Bandung sebagai hasil studi pendahuluan, secara garis besar dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang bersifat kompleks terkait dalam proses pembelajaran, yaitu: kesulitan belajar, rendahnya pengaturan diri dalam belajar, dan siswa dengan prestasi belajar yang rendah. Hal ini terbukti dengan adanya prestasi siswa dalam bidang akademis yang pada umumnya tergolong rendah, jika dilihat dari ketercapaian nilai diatas KKM.

Dalam konteks tugas sebagai guru BK di SMK Negeri 12 Bandung, selama penulis berinteraksi dengan siswa ditemukan sejumlah masalah yang berkaitan dengan prestasi belajar yang rendah, salah satunya diperkirakan berhubungan dengan motivasi belajar yang rendah yang berasal dari dalam diri siswa dan ditunjukkan dengan rendahnya persentase siswa yang mengerjakan tugas dengan


(16)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

usaha optimal dan tepat waktu. Di samping itu, adanya kemauan siswa yang rendah dalam meminta remedial (perbaikan) kepada guru mata pelajaran, dimana siswa tersebut nilainya belum memenuhi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Hal ini tidak hanya terjadi pada siswa kelas X dan XI saja, bahkan siswa kelas XII pun masih ditemukan beberapa siswa yang masih memiliki nilai tidak tuntas (di bawah KKM) selama di kelas X dan XI, siswa tidak memiliki jadwal belajar yang rutin setiap hari, siswa membolos sekolah, tidak pernah belajar di rumah, belajar ketika ada ulangan saja, dan menerapkan metode belajar ‘sks’ (sistem kebut semalam).

Jika dicermati, semua perilaku di atas memiliki akar yang sama, yaitu kurangnya pengaturan diri siswa dalam belajar, yang disebut Self-Regulated Learning (SRL).

Pengaturan diri dalam belajar perlu dimiliki oleh setiap orang dalam berbagai aktivitas belajar yang dilakukan. Alasannya yaitu dengan adanya pengaturan diri dalam belajar akan mengubah pandangan bahwa yang menentukan keberhasilan seseorang bukan lagi potensi diri dan faktor lingkungan saja, akan tetapi kesanggupan individu untuk merancang sendiri strategi meningkatkan potensi dan mengelola lingkungan yang kondusif juga sangat penting. Jadi dengan pengaturan diri dalam belajar mengarahkan individu untuk memiliki kesadaran yang tinggi akan potensi yang dimiliki, kemudian tahu bagaimana cara menggunakan potensi tersebut untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan.

Berkaitan dengan adanya pengaturan diri dalam belajar (Self-Regulated Learning) siswa, maka berdasarkan prinsip bimbingan dan konseling adalah untuk semua siswa. Di samping itu, layanan konseling diharapkan tidak hanya berfungsi pada upaya kuratif (penyembuhan) saja, melainkan juga berfungsi sebagai preventif (pencegahan) kepada semua siswa agar memiliki SRL sehingga terjadi peningkatan dalam prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, pemberian layanan konseling dalam penelitian ini diperuntukkan bagi siswa yang memiliki tingkat kecenderungan SRL tinggi, sedang, rendah dan rendah sekali.


(17)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Menurut Rusmana (2009: 109), kedudukan Bimbingan dan Konseling dalam pendidikan di sekolah adalah membantu perkembangan yang optimal dari setiap siswa melalui bidang pembinaan yang meliputi: (1) ranah akademik-siswa mampu belajar untuk belajar (Learning to Learn), (2) ranah karier/vokasional-siswa mampu belajar untuk menghasilkan (Learning to Earn), dan (3) ranah pribadi/sosial-siswa mampu belajar untuk hidup (Learning to Live).

Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan khusus yang terkait dengan upaya bantuan yang dapat dilakukan oleh guru Bimbingan dan Konseling dalam ranah akademik adalah membantu siswa memilih pengalaman yang cocok untuk mereka yang dapat menjadikan mereka terampil menaklukan sebagian besar situasi pembelajaran yang dihadapi, termasuk di dalamnya keterampilan pengambilan keputusan, penuntasan masalah, berpikir kritis, membuat timbangan logis, perancangan tujuan, kemelekan terhadap teknologi, keterampilan melakukan transisi, keterampilan interpersonal dan kecakapan untuk melakukan pengorganisasian dan pengelolaan informasi.

Menurut Surya (2003), terdapat beberapa teori dan pendekatan konseling yang berorientasi kognitif dan afektif yang dapat menopang layanan bimbingan dan konseling. Teori dan pendekatan konseling yang berorientasi kognitif, seperti Trait and Factor, Rational Emotive Therapy (RET), dan Behavioral. Teori dan pendekatan konseling yang berosientasi afektif, seperti Psychoanalisis, Individual Psychology, Transactional Analysis, Client Centered, dan Existential.

Dari sekian banyak teori dan pendekatan konseling yang ada, salah satu teori atau pendekatan yang dianggap sesuai untuk meningkatkan SRL siswa adalah Rational Emotive Behavioural Counselling (Konseling Rasional Emotif Behavioral) yang berasal dari konsep Rational Emotive Behavior Therapy yang dikembangkan pertama kali oleh seorang psikolog bernama Albert Ellis.

Konseling Rasional Emotif Behavioral untuk bahasan selanjutnya disebut dengan akronim KREB adalah suatu pendekatan untuk membantu memecahkan masalah-masalah yang dikarenakan oleh pola pikir yang bermasalah (Ellis, 1986). Pendekatan ini dapat dilakukan untuk membantu siswa yang mengalami SRL rendah, karena SRL yang rendah bermula dari pola pikir yang salah,


(18)

keragu-Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

raguan yang muncul karena sesuatu hal yang ada pada pikiran siswa tersebut. Pola pikir yang salah disini adalah pola pikir negatif yang muncul pada diri individu, yang memunculkan persepsi yang akan merubah sikap atau tingkah laku seseorang, sebagai contoh seseorang selalu merasa tidak yakin akan kemampuannya sendiri padahal belum pernah mencoba untuk menyalurkan kemampuannya tersebut, sehingga hal tersebut yang nantinya akan membentuk seseorang menjadi orang yang memiliki pengaturan diri dalam belajar yang rendah karena selalu ragu akan kemampuannya.

Tujuan utama KREB ini adalah memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan siswa yang irrasional dan tidak logis menjadi logis agar siswa dapat mengembangkan diri dan meningkatkan pengaturan diri dalam belajar, serta menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri, seperti : rasa takut, rasa bersalah, cemas, dan was-was.

Pendekatan KREB memiliki keunggulan dibandingkan dengan konseling yang menggunakan pendekatan lain. Pendekatan KREB merupakan pendekatan yang bersifat didaktik. Konselor merupakan pendidik yang harus melakukan transfer pengetahuan dan keterampilan mengenai KREB kepada klien. Karakteristik ini sesuai dengan bimbingan dan konseling di Indonesia yang memang berada pada wilayah pendidikan. Bahkan, pendidikan Indonesia yang menempatkan guru (termasuk juga guru BK/konselor) dalam posisi yang tidak dapat setara secara obsolut dengan siswa (di mana beberapa pendekatan konseling menempatkan konselor dan klien dalam posisi yang setara) dapat menjadi nilai tersendiri bagi pendekatan KREB. Keunggulan yang lain adalah pendekatan KREB bertujuan agar klien pada akhirnya menjadi terapis untuk dirinya sendiri. Itulah alasannya mengapa konselor mengajarkan pengetahuan dan keterampilan mengenai KREB kepada klien. Tujuan KREB ini sangat sejalan dengan konseling yang dicita-citakan yang menginginkan agar proses konseling dapat memandirikan siswa (Tim Penyusun, 2007). Keunggulan lain adalah KREB dapat pula dilakukan secara individual, dan lebih efektif lagi jika dilakukan secara kelompok.


(19)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Melihat keunggulan KREB tersebut, maka diharapkan siswa dapat memiliki dan meningkatkan SRL, sehingga prestasi belajar pun meningkat. Oleh karena itu penelitian tentang konseling melalui KREB untuk meningkatkan SRL siswa menjadi signifikan dilihat dari segi kepentingan dan kebutuhan saat ini.

Berdasarkan uraian di atas, maka dipandang perlu untuk meneliti efektivitas KREB dalam meningkatkan SRL siswa, sehingga dari hasil penelitian ini diharapkan siswa memiliki dan meningkatkan SRL, yang dilakukan melalui berbagai upaya preventif dan kuratif, sehingga mereka mampu mengembangkan kemampuan metakognitif, motivasional, dan behavioral dalam proses belajar demi tercapainya peningkatan prestasi belajar siswa.

1.2 Identifikasi Masalah Penelitian

Self-Regulated Learning (SRL) adalah kemampuan untuk memunculkan dan memonitor sendiri pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai suatu tujuan, (Winne dalam Santrock, 2007). Tujuan ini berupa tujuan akademik (meningkatkan pemahaman dalam membaca, menjadi penulis yang baik, belajar perkalian, mengajukan pertanyaan yang relevan), atau tujuan sosioemosional (mengontrol kemarahan, belajar akrab dengan teman sebaya).

Zimmerman, dkk. (Santrock, 2007) menyimpulkan bahwa ada tiga aspek dalam SRL, yaitu metakognisi, motivasi, dan perilaku. Metakognisi adalah kemampuan individu dalam merencanakan, mengorganisasikan atau mengatur, menginstruksikan diri, memonitor dan melakukan evaluasi dalam aktivitas belajar. Motivasi merupakan fungsi dari kebutuhan dasar untuk mengontrol dan berkaitan dengan perasaan kompetensi yang dimiliki setiap individu. Perilaku merupakan upaya individu untuk mengatur diri, menyeleksi, dan memanfaatkan lingkungan maupun menciptakan lingkungan yang mendukung aktivitas belajar. Dengan demikian pengaturan diri dalam belajar merupakan kemampuan seseorang untuk mengelola secara efektif kegiatan belajarnya, yang melibatkan beberapa aspek penting dalam belajar yaitu dari segi motivasi, strategi belajar, dan pemantauan lingkungan belajarnya.


(20)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

SMK Negeri 12 Bandung merupakan sekolah menengah kejuruan dengan spesialisasi bidang keahlian teknologi penerbangan. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi pada studi pendahuluan, terungkap sejumlah masalah yang berkaitan dengan prestasi belajar yang rendah, salah satunya diperkirakan berhubungan dengan motivasi belajar yang rendah yang berasal dari dalam diri siswa dan ditunjukkan dengan rendahnya persentase siswa yang mengerjakan tugas dengan usaha optimal dan tepat waktu. Di samping itu, adanya kemauan siswa yang rendah dalam meminta remedial (perbaikan) kepada guru mata pelajaran, di mana siswa tersebut nilainya belum memenuhi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Hal ini tidak hanya terjadi pada siswa kelas X dan XI saja, bahkan pada siswa kelas XII pun ditemukan beberapa siswa yang masih memiliki nilai tidak tuntas (di bawah KKM) selama di kelas X dan XI, di samping itu siswa tidak memiliki jadwal belajar di rumah, mudah menyerah dalam menyelesaikan tugas yang sulit, tidak teliti mengerjakan soal, siswa membolos sekolah, tidak pernah belajar di rumah, belajar ketika ada ulangan saja, menerapkan metode

belajar ‘sks’ (sistem kebut semalam), merasa biasa saja bila nilai ulangan atau nilai raport menurun, dan siswa membolos sekolah jika tidak mengerjakan tugas.

Permasalahan tersebut bukanlah suatu hal yang layak dibiarkan begitu saja. Siswa perlu difasilitasi ataupun diberi kesempatan untuk mengembangkan SRL dalam diri mereka agar mereka memiliki keyakinan diri dan motivasi intrinsik dalam belajar, mampu menggunakan strategi belajar efektif, dan mampu mengevaluasi keberhasilan dan kegagalan dalam mencapai tujuan belajar. Pada akhirnya, siswa dapat menerima materi pelajaran dengan baik dan hasil belajar mereka menjadi optimal serta berdampak pada ketercapaian standar kompetensi kelulusan dari pemerintah.

Pihak sekolah yang berwenang (guru mata pelajaran dan konselor sekolah) sudah berupaya untuk memberikan bantuan meningkatkan SRL yang dialami oleh siswa dengan bimbingan klasikal dan terintegrasi dalam proses pembelajaran terlihat kurang efektif sehingga belum mencapai hasil maksimal, yang dapat dilihat dari masih banyaknya siswa dengan SRL yang rendah dan prestasi belajar yang rendah pula.


(21)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Di samping itu, untuk dapat memberikan layanan bermutu dan tepat sasaran, guru BK atau konselor dituntut untuk memiliki profesionalisme, pengetahuan, dan keterampilan yang memadai berkaitan dengan teori dan pendekatan konseling.

Penggunaan pendekatan konseling yang sudah teruji tentunya akan sangat membantu guru BK atau konselor dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling, khususnya untuk menangani berbagai permasalahan akademik dan non-akademik siswa, yaitu salah satunya penggunaan program intervensi konseling untuk meningkatkan SRL siswa.

Layanan konseling dalam program bimbingan dan konseling memiliki peran penting untuk membantu siswa mengatasi berbagai masalah yang dialaminya. Kegiatan konseling memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksplorasi hingga memunculkan pemahaman atas masalah yang dialaminya.

Pemberian bantuan melalui konseling membutuhkan suatu pendekatan yang jelas dan telah teruji secara empirik. Pendekatan ini penting karena akan menjadi acuan konselor dalam menyelenggarakan proses konseling. Dalam konteks ini, guru BK harus memiliki kemampuan memilih pendekatan yang paling tepat dan sesuai dengan karakteristik masalah siswa.

Perkembangan pendekatan dalam konseling pada saat ini terjadi sangat pesat. Bahkan dua pendekatan besar, yaitu cognitive dan behaviour yang berdiri sendiri sekarang mulai diintegrasikan. Pendekatan Rational Emotive Behavioural Counselling (Konseling Rasional Emotif Behavioral) yang berasal dari konsep Rational Emotive Behavior Therapy yang dikembangkan pertama kali oleh seorang psikolog bernama Albert Ellis merupakan salah satu pendekatan yang mengintegrasikan aspek kognitif, afeksi, serta behavioural. Integrasi ketiga aspek penting yang terkait dengan masalah SRL siswa membuat pendekatan tersebut dapat mendekati masalah secara menyeluruh dan memberikan dampak positif yang signifikan.

Berbagai studi yang dilakukan para ahli di Amerika telah membuktikan bahwa REBT efektif dalam membantu mengatasi masalah individu. Banks & Zionts (2009) mencatat beberapa ahli yang telah membuktikan bahwa KREB efektif, seperti Ellis, Wilde, Knaus, La Conte, Shaw & Dunn, Snap & Farrel,


(22)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Vernon, dan juga Zionts. Sejalan dengan hal itu, studi lain yang dilakukan oleh Albert Ellis sendiri sebagai penggagas pendekatan ini menunjukkan keberhasilan dalam mengatasi masalah-masalah yang dialami oleh kliennya.

Keberhasilan KREB di Amerika Serikat bisa memberikan inspirasi pada penyelenggaraan konseling di Indonesia. Meskipun kita tidak boleh tergesa-gesa mengambil kesimpulan bahwa pendekatan KREB juga efektif digunakan pada setting persekolahan di Indonesia mengingat Penelitian Pedderson dalam Yustinus (2010) yang menyatakan bahwa faktor budaya mempengaruhi keberhasilan konseling.

Dari sekian banyak teori dan pendekatan konseling yang ada, salah satu pendekatan konseling yang dipandang tepat untuk meningkatkan SRL siswa khususnya siswa SMK adalah Konseling Rasional Emotif Behavioral (KREB). Alasan penggunaan KREB sebagai alternatif untuk meningkatkan SRL siswa adalah: (1) teori rasional emotif behavioral merupakan teori yang sudah cukup jelas akar sejarah maupun filosofisnya (Dryden & Neenan, 2004); (2) KREB memiliki konsep-konsep dasar yang sesuai diaplikasikan dalam upaya peningkatan SRL siswa, diantaranya: (a) manusia adalah makhluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar, (b) manusia memulai kehidupan dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang akan membentuk kepribadian, (c) tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya, (d) tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan melalui hukum-hukum belajar (pembiasaan klasik, pembiasaan operan, dan peniruan), (e) tingkah laku tertentu pada individu dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidakpuasan yang diperolehnya, dan (f) manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentuk tingkah laku (Dryden & Neenan, 2004).

Self-Regulated Learning (SRL) yang diteliti dalam penelitian ini terbatas pada SRL siswa. Dari sekian banyak teknik penanggulangan yang ada maka dalam penelitian ini memfokuskan pada pemberian model KREB kepada siswa


(23)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang memiliki tingkatan kecenderungan SRL tinggi, sedang, rendah, dan rendah sekali. Diharapkan dapat terlihat KREB ini efektif dalam meningkatkan SRL siswa baik yang memiliki tingkatan kecenderungan SRL tinggi, sedang, rendah, maupun rendah sekali.

Konseling Rasional Emotif Behavioral (KREB) memiliki konsep-konsep pokok yang sesuai diaplikasikan dalam upaya peningkatan SRL siswa, mencakup proses mengkonfrontasi keyakinan irrasional menjadi keyakinan yang rasional dan lebih logis sehingga membawa pada munculnya perilaku atau perasaan baru yang lebih tepat pada akhir proses konseling.

Untuk dapat memformulasikan suatu rumusan program intervensi KREB yang tepat, maka program intervensi KREB yang akan dirumuskan harus disesuaikan dengan data atau profil permasalahan yang sesuai dengan kenyataan di lapangan (dalam hal ini data mengenai tingkat kecenderungan SRL siswa) di sekolah yang menjadi tempat penelitian.

Permasalahan umum tersebut berimplikasi terhadap permasalahan lainnya yang juga perlu dikaji dalam penelitian ini, yaitu: (1) perlunya identifikasi terhadap gambaran (tingkat kecenderungan) SRL siswa sebagai data acuan bagi perumusan program intervensi KREB untuk meningkatkan SRL siswa, dan (2) perlunya pengujian secara empirik terhadap efektivitas rumusan program intervensi KREB untuk meningkatkan SRL siswa.

1.3 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan hasil identifikasi masalah penelitian di atas, maka rumusan masalah penelitian ini secara umum adalah: “Apakah Konseling Rasional Emotif Behavioral efektif dalam meningkatkan Self-Regulated Learning siswa? “

Secara rinci pertanyaan penelitian dideskripsikan sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran Self-Regulated Learning siswa kelas XI SMK Negeri 12 Bandung?


(24)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Apakah Self-Regulated Learning siswa kelas XI SMK Negeri 12 Bandung pada kelompok eksperimen setelah mendapatkan perlakuan lebih tinggi secara signifikan daripada kelompok kontrol?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian secara umum adalah untuk menguji efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral dalam meningkatkan Self-Regulated Learning siswa.

Tujuan penelitian secara khusus adalah untuk melakukan kajian empiris tentang hal-hal berikut:

1. Gambaran Self-Regulated Learning siswa SMK.

2. Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral dalam meningkatkan Self Regulated siswa SMK.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat secara teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian ini adalah untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang memperkaya khasanah teori tentang Self-Regulated Learning dan melengkapi berbagai bentuk intervensi konseling untuk meningkatkan Self-Regulated Learning siswa, khususnya dapat menambah wawasan keilmuan dan memperkaya teori-teori pendidikan, terutama dalam pemanfaatan Konseling Rational Emotif Behavioral dalam meningkatkan Self-Regulated Learning siswa.

2. Manfaat secara praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi guru bimbingan dan konseling atau konselor sekolah, yaitu dapat memanfaatkan konseling rational emotif behavioral sebagai salah satu alternatif bantuan yang dapat digunakan untuk membantu meningkatkan Self-Regulated Learning siswa, dan memanfaatkan hasil studi untuk menambah pengetahuan dan


(25)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

keterampilan terkait dengan berbagai teori dan pendekatan konseling, serta memahami dinamika siswa untuk mengembangkan materi layanan responsif untuk siswa berkaitan dengan Self-Regulated Learning dan untuk menyusun Rencana Pelaksanaan Layanan (RPL)

3. Manfaat bagi Peneliti Lebih Lanjut

Bagi peneliti lebih lanjut, hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai data acuan dan informasi bagi penelitian di masa mendatang terkait pemanfaatan Konseling Rasional Emotif Behavioral dan peningkatan Self-Regulated Learning.


(26)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode dan Desain Penelitian

Penelitian mengenai efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral dalam meningkatkan Self-Regulated Learning pada siswa kelas XI SMK Negeri 12 Kota Bandung ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan model mixed methods design (Creswell, 2008). Dalam penelitian ini dipilih mixed methods design karena pendekatan kualitatif dan kuantitatif digunakan secara terpadu dan saling mendukung.

Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengkaji tentang gambaran tingkat SRL siswa dan menguji keefektifan program intervensi KREB untuk meningkatkan SRL siswa. Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengetahui validitas rasional program intervensi KREB untuk meningkatkan SRL siswa. Pendekatan kualitatif juga digunakan sebagai penunjang data kuantitatif, dimana data kuantitatif diperoleh melalui instrumen skala SRL siswa dan data kualitatif diperoleh melalui hasil obsevasi kegiatan konseling.

Adapun rancangan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan model mixed methods design dalam penelitian eksperimen kuasi dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut:

Eksperimen Kuasi Intervensi

Proses-pengumpulan dan analisis data kualitatif (sebelum, selama, setelah perlakuan)

Gambar 3.1

Rancangan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif dengan Model

Pengumpulan Data Kuantitatif

Pre-Test

Pengumpulan Data Kuantitatif


(27)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Mixed Methods Design dalam Penelitian Eksperimen Kuasi

Desain penelitian eksperimen kuasi menggunakan Nonequivalent (Pre-Test and Post-Test) Control-Group Design (pretest-posttest dua kelompok). Penggunaan desain ini dimaksudkan untuk menganalisis data hasil uji efektivitas KREB dalam meningkatkan SRL siswa.

Desain Nonequivalent (Pre-Test and Post-Test) Control-Group Design (pretest-posttest dua kelompok) merupakan desain penelitian yang dilakukan pada dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dimana dalam rancangan ini, kelompok eksperimen (A) dan kelompok kontrol (B) diseleksi tanpa prosedur penempatan acak (without random assignment), artinya tidak semua anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi subyek penelitian. Pada kedua kelompok tersebut, sama-sama dilakukan pre-test dan post-test. Hanya kelompok eksperimen (A) saja yang diberi treatment (perlakuan) berupa serangkaian program intervensi KREB untuk meningkatkan SRL siswa, sedangkan kelompok kontrol (B) selaku kelompok pembanding tidak diberikan treatment (perlakuan) yang serupa, dengan gambaran penelitian sebagai berikut:

Kelompok A o1 X o2

Kelompok B o3 o4

(Creswell, 2009: 241) Keterangan:

Kelompok A : Kelompok eksperimen Kelompok B : Kelompok kontrol

X : Treatment (perlakuan/pemberian intervensi)

o1 : Pre-test kelompok eksperimen

o2 : Post-tes kelompok eksperimen

o3 : Pre-test kelompok kontrol


(28)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3.2 Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 12 Kota Bandung yang berada di Jalan Pajajaran No. 92 Kota Bandung Provinsi Jawa Barat. Pada tahun pelajaran 2014/2015 di sekolah ini terdapat 14 kelas untuk kelas X, 11 kelas untuk kelas XI dan 14 kelas untuk kelas XII.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMK Negeri 12 Bandung tahun pelajaran 2013/2014 dengan jumlah keseluruhan 327 siswa, sebagaimana dijelaskan dalam Tabel 3.1 sebagai berikut:

Tabel 3.1

Jumlah Anggota Populasi

No. Kelas Jumlah

1. XI PPU 1 (Pemesinan Pesawat Udara 1) 32

2. XI PPU 2 (Pemesinan Pesawat Udara 2) 32

3. XI KBPU 1 (Konstruksi Badan Pesawat Udara 1) 26

4. XI KBPU 2 (Konstruksi Badan Pesawat Udara 2) 26

5. XI KRPU 1(Konstruksi Rangka Pesawat Udara 1) 30

6. XI KRPU 2 (Konstruksi Rangka Pesawat Udara 2) 30

7. XI KPU 1 (Kelistrikan Pesawat Udara 1) 29

8. XI KPU 2 (Kelistrikan Pesawat Udara 2) 28

9. XI EPU 1 (Elektronika Pesawat Udara 1) 30

10. XI AP 1 (Air frame and Power plane 1) 32

11. XI AP 2 (Air frame and Power plane 2) 32

Jumlah keseluruhan 327

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral dalam meningkatkan Self-Regulated Learning siswa kelas XI SMK Negeri 12 Bandung, maka jumlah populasi yang diambil untuk dilakukan survei dalam penelitian ini adalah sebanyak 11 kelas (327 siswa). Dalam mengambil sampel, teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik


(29)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

non-probabilitas sampling melalui Purposive sampling dimana sampel diambil dengan maksud dan tujuan tertentu atau sekelompok orang diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa mereka memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitian. Setelah diperoleh sampel yang memenuhi kriteria SRL, yaitu siswa kelas XI SMKN 12 Bandung yang memiliki tingkat kecenderungan SRL tinggi, sedang, dan rendah, maka diperoleh sampel yaitu kelompok A (kelas XI PPU2) dan kelompok B (kelas XI EPU1) dimana kedua kelompok sampel tersebut kemudian dibagi ke dalam dua kelompok penelitian yaitu kelompok A sebagai kelompok eksperimen dan kelompok B sebagai kelompok kontrol, yang masing-masing beranggotakan 12 orang siswa. Pertimbangan menentukan jumlah ini adalah berdasarkan hasil gambaran SRL siswa yang memiliki tingkat kecenderungan SRL tinggi, sedang, dan rendah. Pertimbangan lain menentukan jumlah ini adalah berdasarkan perspektif bimbingan kelompok, bahwa jumlah anggota kelompok yang efektif adalah berjumlah 8-15 orang.

3.3 Definisi Operasional

3.3.1 Konseling Rasional Emotif Behavioral (KREB)

Konseling Rasional Emotif Behavioral untuk meningkatkan Self-Regulated Learning siswa disusun dalam bentuk program intervensi. Secara operasional, program intervensi Konseling Rasional Emotif Behavioral untuk meningkatkan Self-Regulated Learning siswa dalam penelitian ini merupakan serangkaian kegiatan pemberian bantuan dari konselor (peneliti) kepada konseli (siswa kelas XI SMK Negeri 12 Kota Bandung) yang teridentifikasi memiliki tingkat kecenderungan Self-Regulated Learning tinggi, sedang, dan rendah, berupa program intervensi yang diberikan kepada konseli selama 10 sesi untuk pemberian intervensi KREB. Program intervensi KREB dilaksanakan tiga kali dalam seminggu dengan durasi selama 60 menit setiap sesi pertemuan, yang dilakukan melalui setting kelompok serta melibatkan penggunaan teknik dari pendekatan Konseling Rasional Emotif Behavioral, mencakup teknik kognitif, teknik emotif-evokatif, teknik imagery (pencitraan), dan teknik behavioral. Semua teknik


(30)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tersebut menekankan pada upaya penghapusan keyakinan irrasional konseli terhadap kondisi yang tidak menyenangkan atau situasi negatif yang pernah dialami konseli sebagai bagian utama dalam tahapan Konseling Rasional Emotif Behavioral, yaitu tahap awal, tahap pertengahan, dan tahap akhir dalam proses konseling yang bertujuan untuk meningkatkan Self-Regulated Learning siswa.

Adapun data dalam tahap pengembangan dan validasi rasional program intervensi dianalisis secara deskriptif-naratif. Hal ini dilakukan berdasarkan pengembangan materi program intervensi pada masing-masing sesi mengacu pada tujuan setiap sesi. Dalam mengembangkan program intervensi yang sifatnya operasional, terdapat beberapa langkah yang perlu ditempuh, yaitu:

1. Menyusun kisi-kisi program intervensi konseling

2. Melakukan studi pustaka terhadap literatur seputar Self-Regulated Learning, upaya peningkatan Self-Regulated Learning, dan Konseling Rasional Emotif Behavioral untuk memperkaya materi, metode dan teknik intervensi yang akan disampaikan dalam setiap sesi intervensi konseling. Materi intervensi diperoleh dari berbagai artikel di majalah, surat kabar, buku psikologi populer, dan situs internet.

3. Menyusun rumusan program intervensi, satuan layanan konseling, dan jurnal kegiatan untuk menunjang pelaksanaan intervensi dan Konseling Rasional Emotif Behavioral dalam meningkatkan Self-Regulated Learning siswa. 4. Validasi rasional program intervensi dilakukan oleh pakar/ahli dan praktisi

bimbingan dan konseling terhadap keseluruhan dimensi struktur dan substansi program intervensi. Dimensi struktur program intervensi meliputi judul, penggunaan istilah, sistematika keterbacaan, kelengkapan, dan kesesuaian antar substansi program. Dimensi substansi program intervensi meliputi: (a) Komponen struktural, berisi rumusan tentang rasional, asumsi dasar, dan tujuan; (b) Komponen program, berisi rumusan tentang pengantar, deskripsi singkat KREB, karakteristik hubungan, norma kelompok, anggota kelompok, peran peneliti (konselor) dan anggota kelompok (konseli), layanan konseling, serta prakondisi dan keterbatasan layanan; (c) Implementasi program, berisi rumusan tentang sasaran program intervensi, tahapan implementasi program


(31)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

intervensi, garis besar isi rancangan kegiatan program intervensi, serta evaluasi dan indikator keberhasilan program intervensi; dan (d) Kompetensi Konselor, berisi rumusan tentang kompetensi dan peran konselor KREB. 5. Revisi atau perbaikan program intervensi berdasarkan hasil validasi rasional

program intervensi berupa saran dan masukan dari pakar/ahli dan praktisi bimbingan dan konseling

3.3.2 Self-Regulated Learning (SRL)

Self-Regulated Learning merupakan proses sistematis yang menggunakan pikiran, perasaan, dan tindakan seseorang untuk mencapai suatu tujuan yang sangat penting untuk proses pembelajaran (Bandura, 1986; Zimmerman, 2000; dalam Thummaphan, 2013, hlm. 3).

Zimmerman (1990) menyatakan bahwa Self-Regulated Learning merupakan konsep mengenai bagaimana seorang siswa menjadi pengatur bagi belajarnya sendiri. Zimmerman mendefinisikan Self-Regulated Learning sebagai suatu proses dimana seorang siswa mengaktifkan dan mendorong kognisi (cognition), perilaku (behaviours) dan perasaannya (affect) secara sistematis dan berorientasi pada pencapaian tujuan belajar.

Self-Regulated Learning dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa SMK Negeri 12 Kota Bandung tahun ajaran 2014/2015 untuk mengatur diri dalam belajar yang ditandai dengan karakteristik: (1) dapat menetapkan tujuan belajar dan membuat perencanaan strategis untuk mencapai tujuan belajar serta memiliki keyakinan dan motivasi diri tentang belajar; (2) dapat mengendalikan diri untuk menggunakan strategi belajar dan mengamati peristiwa belajar; dan (3) dapat merefleksi dan mengevaluasi kemajuan diri dalam belajar sesuai tujuan belajar yang telah ditetapkan.

Adapun fase untuk memiliki kemampuan Self-Regulated Learning menurut Zimmerman, (2002, hlm. 67), yaitu:

1. Forethought Phase (Fase Perencanaan), meliputi kemampuan siswa untuk menetapkan tujuan belajar dan membuat perencanaan strategis untuk mencapai tujuan belajar serta memiliki keyakinan dan motivasi diri tentang belajar.


(32)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Performance Phase (Fase Pelaksanaan), meliputi kemampuan siswa mengendalikan diri untuk menggunakan strategi belajar dan mengamati peristiwa belajar.

3. Self Reflection Phase (Fase Refleksi Diri), meliputi kemampuan siswa untuk merefleksi dan mengevaluasi kemajuan diri dalam belajar sesuai tujuan belajar yang telah ditetapkan.

3.4 Instrumen Penelitian

3.4.1 Instrumen Penelitian Self-Regulated Learning

Instrumen Self-Regulated Learning merupakan alat untuk mengungkap tingkat Self-Regulated Learning siswa sebelum dan sesudah mengikuti program intervensi Konseling Rasional Emotif Behavioral.

Untuk variabel Self-Regulated Learning, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah teknik penelitian tidak langsung dengan menggunakan angket. Pengungkapan data Self-Regulated Learning siswa menggunakan angket yang disusun sesuai dengan rujukan definisi operasional variabel. Instrumen pengumpulan data menggunakan model rating-scales summated ratings (Likert), yaitu sebuah alat pengumpul data yang berbentuk daftar cocok dengan alternatif jawaban berupa sesuatu yang berjenjang.

Menurut Arikunto (2006), instrumen penelitian disajikan dalam angket tertutup berbentuk daftar cek, yaitu angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden tinggal memberikan tanda check ( ) pada kolom jawaban yang sesuai.

3.4.2 Kisi-kisi Instrumen

Berdasarkan definisi operasional variabel penelitian yang telah dikemukakan, maka kisi-kisi instrumen Self-Regulated Learning untuk menjaring tingkat kecenderungan Self-Regulated Learning siswa, menggunakan instrumen yang merupakan instrumen pada penelitian Widiyastuti (2012) yang meneliti satu variabel yang sama, yaitu tentang Self-Regulated Learning.


(33)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Adapun kisi-kisi instrumen skala Self-Regulated Learning disajikan dalam Tabel 3.2 sebagai berikut:

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen Self-Regulated Learning Siswa

Variabel Fase Indikator

No Pernyataan

(+) (-)

Self-Regulated Learning

Forethought Phase (Fase Perencanaan)

1. Mengidentifikasi keyakinan akan kemampuan diri dalam belajar

1 1

2. Mengidentifikasi nilai-nilai motivasi intrinsik dalam belajar

2,5 3,4 4

3. Menetapkan tujuan belajar 7 6,8 3

4. Membuat perencanaan

strategi dalam belajar

9,10,11 3

Performance Phase (Fase Pelaksanaan)

5. Memfokuskan perhatian pada saat belajar

13 12 2

6. Memberikan penguatan dan instruksi kepada diri sendiri untuk konsisten dalam belajar

14 1

7. Menggunakan strategi

efektif dalam belajar atau menyelesaikan tugas

15 1

8. Memeriksa kembali strategi belajar yang sudah dan belum dilaksanakan

16 17 2

9. Melaksanakan ide-ide

inovatif dan kreatif dalam meningkatkan prestasi belajar


(34)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Self Reflection Phase (Fase Refleksi Diri)

10. Melakukan analisis sebab akibat berkaitan dengan keberhasilan belajar

23 21,22 3

11. Melakukan analisis sebab akibat berkaitan dengan kegagalan belajar

25,26 24 3

12. Menganalisis tingkat kepuasan diri dalam belajar

27,28 29 3

Jumlah total butir pernyataan (item) 16 13 29

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian 1. Validitas Butir Pernyataan (Item)

Instrumen Self-Regulated Learning (SRL) yang digunakan merupakan instrumen pada penelitian Widiyastuti (2012) yang meneliti satu variabel yang sama, yaitu tentang Self-Regulated Learning. Instrumen SRL berbentuk skala Likert yang terdiri dari tiga bagian (29 item/pernyataan). Bagian pertama mengukur tentang Forethought Phase (Fase Perencanaan), meliputi: (1) mengidentifikasi keyakinan akan kemampuan diri dalam belajar; (2) mengidentifikasi nilai-nilai motivasi intrinsik dalam belajar; (3) menetapkan tujuan belajar; dan (4) membuat perencanaan strategi dalam belajar. Bagian kedua mengukur tentang Performance Phase (Fase Pelaksanaan), meliputi: (1) memfokuskan perhatian pada saat belajar; (2) memberikan penguatan dan instruksi kepada diri sendiri untuk konsisten dalam belajar; (3) menggunakan strategi efektif dalam belajar atau menyelesaikan tugas; (4) memeriksa kembali strategi belajar yang sudah dan belum dilaksanakan; dan (5) melaksanakan ide-ide inovatif dan kreatif dalam meningkatkan prestasi belajar. Bagian ketiga mengukur tentang Self Reflection Phase (Fase Refleksi Diri), meliputi: (1) melakukan analisis sebab akibat berkaitan dengan keberhasilan belajar; (2) melakukan analisis sebab akibat berkaitan dengan kegagalan belajar; dan (3) menganalisis tingkat kepuasan diri dalam belajar.


(35)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Instrumen Self-Regulated Learning (SRL) yang digunakan tersebut dinyatakan valid dengan tingkat korelasi ≥ 0,3 (Widiyastuti, 2012). Menurut Masrun (Sugiyono, 2007, hlm. 188-189) menyatakan bahwa item yang dipilih (valid) adalah yang memiliki tingkat korelasi ≥ 0,3. Jadi semakin tinggi validitas suatu alat ukur, maka alat ukur tersebut semakin mengenai sasarannya atau semakin menunjukkan apa yang seharusnya diukur.

2. Reliabilitas Instrumen

Instrumen Self-Regulated Learning (SRL) yang digunakan memiliki angka reliabilitas sebesar 0,88. Nilai tersebut menunjukkan bahwa instrumen yang digunakan berada pada koefisien reliabilitas tinggi, karena angka reliabilitasnya berada di atas rentang nilai 0,70–0,90 (Widiyastuti, 2012), sehingga instrumen SRL ini layak digunakan untuk penelitian. Menurut Guilford (Furqon, 1999) mengatakan bahwa harga reliabilitas berkisar antara -1 sampai dengan +1, dan harga reliabilitas yang diperoleh berada di antara rentangan tersebut. Dimana semakin tinggi harga reliabilitas maka semakin kecil kesalahan yang terjadi, dan semakin kecil harga reliabilitas maka semakin tinggi kesalahan yang terjadi.

3.5 Pengembangan dan Validasi Program Intervensi

Setelah gambaran teoretis dan empiris mengenai KREB dan SRL diperoleh, maka kegiatan berikutnya adalah pengembangan dan validasi program intervensi KREB.

Pengembangan program intervensi KREB dilakukan dengan merumuskan tahapan KREB yang diintegrasikan ke dalam keseluruhan sesi intervensi mulai dari tahap awal, tahap pertengahan, dan tahap akhir. Teknik KREB yang paling tepat dipilih untuk digunakan pada masing-masing sesi intervensi konseling serta untuk digunakan dalam penugasan (homework). Dalam pengembangan program intervensi juga dirumuskanan rancangan kegiatan dan Rencana Pelaksanaan Layanan Konseling untuk menunjang pelaksanaan intervensi KREB untuk meningkatkan SRL siswa.


(36)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Adapun substansi program intervensi KREB yang dikembangkan terdiri dari empat bagian, yaitu: (a) Komponen struktural, berisi rumusan tentang rasional, asumsi dasar, dan tujuan; (b) Komponen program, berisi rumusan tentang pengantar, deskripsi singkat KREB, karakteristik hubungan, norma kelompok, anggota kelompok, peran peneliti (konselor) dan anggota kelompok (konseli), layanan konseling, serta prakondisi dan keterbatasan layanan; (c) Implementasi program, berisi rumusan tentang sasaran program intervensi, tahapan implementasi program intervensi, garis besar isi rancangan kegiatan program intervensi, serta evaluasi dan indikator keberhasilan program intervensi; dan (d) Kompetensi Konselor, berisi rumusan tentang kompetensi dan peran konselor KREB.

Validasi rasional program intervensi KREB merupakan uji kelayakan program intervensi untuk mengetahui ketepatan program intervensi KREB untuk meningkatkan SRL siswa. Validasi rasional program intervensi KREB dilakukan oleh pakar/ahli dan praktisi bimbingan dan konseling terhadap keseluruhan dimensi struktur dan substansi program intervensi. Dimensi struktur program intervensi meliputi judul, penggunaan istilah, sistematika keterbacaan, kelengkapan, dan kesesuaian antar substansi program. Dimensi substansi program intervensi meliputi: (a) Komponen struktural, berisi rumusan tentang rasional, asumsi dasar, dan tujuan; (b) Komponen program, berisi rumusan tentang pengantar, deskripsi singkat KREB, karakteristik hubungan, norma kelompok, anggota kelompok, peran peneliti (konselor) dan anggota kelompok (konseli), layanan konseling, serta prakondisi dan keterbatasan layanan; (c) Implementasi program, berisi rumusan tentang sasaran program intervensi, tahapan implementasi program intervensi, garis besar isi rancangan kegiatan program intervensi, serta evaluasi dan indikator keberhasilan program intervensi; dan (d) Kompetensi Konselor, berisi rumusan tentang kompetensi dan peran konselor KREB.

Revisi atau perbaikan program intervensi berdasarkan hasil validasi rasional program intervensi berupa saran dan masukan dari pakar/ahli dan praktisi bimbingan dan konseling.


(37)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3.6 Prosedur Penelitian

Secara operasional, prosedur penelitian dibagi ke dalam empat tahap, yaitu: studi pendahuluan, penyusunan program intervensi, validasi rasional program intervensi, dan uji efektivitas program intervensi.

3.6.1 Tahap 1: Studi Pendahuluan

Studi pendahuluan dilakukan untuk memperoleh informasi awal sebagai dasar untuk merancang program intervensi konseling. Seluruh informasi yang diperoleh digunakan untuk merancang program intervensi KREB untuk meningkatkan SRL siswa.

Studi pendahuluan terdiri dari dua kegiatan, yaitu:

1. Studi pustaka, yaitu menelaah konsep Self-Regulated Learning, konsep Konseling Rasional Emotif Behavioral, dan hasil penelitian terdahulu mengenai Self-Regulated Learning melalui sumber informasi seperti buku teks, jurnal, artikel, dan hasil penelitian yang relevan.

2. Telaah empiris, yaitu untuk memperoleh gambaran tentang Self-Regulated Learning siswa melalui instrumen angket penelitian Self-Regulated Learning yang diberikan kepada siswa kelas XI SMK Negeri 12 Bandung yang menjadi subjek survai penelitian yang berasal dari enam jurusan yang berjumlah 327 orang siswa.

3.6.2 Tahap 2: Pengembangan Program Intervensi

Setelah gambaran teoretis dan empiris mengenai KREB dan SRL diperoleh, maka kegiatan berikutnya adalah pengembangan program intervensi KREB. Pengembangan program intervensi KREB dilakukan dengan merumuskan tahapan KREB yang diintegrasikan ke dalam keseluruhan sesi intervensi mulai dari tahap awal, tahap pertengahan, dan tahap akhir. Teknik KREB yang paling tepat dipilih untuk digunakan pada masing-masing sesi intervensi konseling serta untuk digunakan dalam penugasan (homework). Dalam pengembangan program intervensi juga dirumuskan rancangan kegiatan konseling, RPL (Rencana


(1)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dan (7) m

enggunakan humor dan “menggojlok” sebagai jalan

mengkonfrontasikan berpikir secara irrasional.

f.

Dapat memanfaatkan hasil studi untuk menambah pengetahuan dan

keterampilan terkait dengan berbagai teori dan pendekatan konseling,

serta memahami dinamika siswa untuk mengembangkan materi layanan

responsif untuk siswa berkaitan dengan Self-Regulated Learning.

2.

Bagi Peneliti Selanjutnya, yaitu:

a.

Sumber data yang dijadikan sampel dalam penelitian ini terbatas kepada

siswa sehingga akan lebih representatif apabila sumber data yang

dijadikan sampel tidak hanya siswa melainkan guru Bimbingan dan

Konseling atau konselor sekolah sebagai pihak pemberi perlakuan

b.

Dapat mengeksplorasi topik Self-Regulated Learning siswa lebih

mendalam dengan melakukan beberapa penyempurnaan disain penelitian

untuk mengetahui berapa lama dampak perlakuan intervensi Konseling

Rasional Emotif Behavioral dalam meningkatkan Self-Regulated

Learning siswa melalui eksperimen.

c.

Program Konseling Rasional Emotif Behavioral dalam meningkatkan

Self-Regulated Learning siswa dapat dijadikan sebagai bahan rujukan

untuk menghasilkan produk penelitian di masa mendatang yang berkaitan

dengan Konseling Rasional Emotif Behavioral maupun bentuk intervensi

yang tepat dalam meningkatkan Self-Regulated Learning siswa.

d.

Hendaknya peneliti selanjutnya lebih kreatif dalam memilih intervensi

pembanding yang dianggap setara sebagai perlakuan untuk kelompok

kontrol mengingat banyak sekali berbagai macam pendekatan konseling

lainnya yang relevan dengan upaya peningkatan Self-Regulated Learning

yang didasarkan pada teori dan teknik konseling yang ada.

e.

Penggunaan metodologi penelitian dalam penelitian ini juga dapat

dijadikan dasar untuk menyempurnakan berbagai keterbatasan penelitian

yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga diharapkan peneliti


(2)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

selanjutnya dapat merancang penelitian yang lebih mendalam dalam hal

metodologi, misalnya dalam mengkaji indikator fase-fase Self-Regulated

Learning secara lebih spesifik dengan menggunakan metode yang

sifatnya lebih individual, misalnya melalui Single Subject Research, atau

metode penelitian Time Series untuk mengetahui berapa lama dampak

pemberian intervensi Konseling Rasional Emotif Behavioral dalam

meningkatkan Self-Regulated Learning siswa melalui eksperimen.

f.

Hendaknya peneliti menguji cobakan program intervensi kepada siswa

selama lebih dari 10 sesi yang dilaksanakan satu kali dalam seminggu

dengan durasi selama 45 menit setiap sesi pertemuan dan dilaksanakan

dalam proses pembelajaran di kelas, bukan di luar proses pembelajaran

atau setelah proses pembelajaran selesai.

g.

Penelitian yang dilakukan ini hanya pada satu sekolah. Supaya hasil

penelitian lebih sempurna, sebaiknya dilakukan penelitian mengenai

masalah yang sama terhadap beberapa sekolah sehingga anggota sampel

penelitiannya dapat lebih beragam.


(3)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, P.A. (2006). Psychology in Learning and Instruction. Upper Saddle River.

N.J: Merrill/Prentice Hall.

Ali, Mohammad & Asrori, Mohammad. (2011). Psikologi Remaja: Perkembangan

Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.

Amabile, T. M. (1985). Motivation and Creativity: Effects of Motivational

Orientation on Creative Writer. Journal of Personality and Social Psychology.

8 (2), hlm. 393-399.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Bandura, A. (1986). Social Foundation of Thought and Action: A Social Cognitive

Theory. Engglewod Cliffs New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Banks, Tachele & Paul Zionts. (2009). Teaching A Cognitive Behavioral Strategy to

Manage Emotions: Rational Emotive Behavior Therapy in an Educational

Setting. Journal of Intervention in School and Clinic. 44 (5), hlm. 307

313.

Boekaerts, M., Pintrich, P., & Zeidner, M. (2000). Handbook of Self-Regulation.

California: Academic Press.

Carver, C. S. & Scheier, M.F. (1998). On the Self

Regulation of Behavior. New York:

Cambridge University Press.

Creswell, J.W. (2008). Educational Research: Planning, Conducting and Evaluating

Quantitative and Qualitative Research. 3

rd

ed. Apple Saddle River, NJ : Pearson

Merril Prentice Hall.

Creswell, J.W. (2009). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed

Methods Approaches. Thousand Oaks, CA : SAGE Publication.

Darminto, E. (2007). Teori-teori Konseling. Surabaya: Unesa University Press.

Dryden, Windy & Neenan, Michael. (2004). Rational Emotive Behaviour Counselling

in Action. 3

rd

ed. London: Sage Publication.

Elliot, S.N., Kratochwill, T.R., Littlefield, J., & Travers, J.F. (1999). Educational

Psychology: Effective Teaching Effective Learning. New York: McGraw-Hill


(4)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Ellis, Albert. (1986). Pengantar Teori Konseling. (Alih bahasa: Sukardi, Dewa

Ketut). Jakarta: Ghalia Indonesia.

Furqon. (1999). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Gunarsa, Singgih D. (1991). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta:

Gunung Mulia.

Harris, K. R. & Graham, S. (1999). Programmatic Intervention Research: Illustration

from the Evolution of Self-Regulated Strategy Development. Journal of

Learning Disability Quarterly. 22 (4), hlm. 251-262.

Hurlock, E.B. (1997). Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan. (Alih bahasa: Istiwidayanti, Soedjarwo, Sijabat, R.M.).

Jakarta: Erlangga.

Hurlock, E.B. (2000). Perkembangan Anak. Jilid 1. (Alih bahasa: Tjandrasa, M.M.,

Zarkasih, M.). Jakarta: Erlangga.

Latipun. (2011). Psikologi Konseling. Cetakan 3. Malang: UMM Press.

Lopez, et al. (2013). Self-Regulated Learning Study Strategies and Academic

Performance in Undergraduated Organic Chemistry: An Investigation

Examining Ethnically Diverse Students. Journal of Research in Science

Teaching. 50 (6), hlm. 660-676.

Martinez-Pons, M. (2002). A Social Cognitive View of Parental Influence on Student

Academic Self-Regulation. Journal of Theory into Practice, 61, hlm. 126-131.

Monks, F.J., Knoers, A.M.P. (1992). Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam

Berbagai Bagiannya. Cetakan 8. (Alih Bahasa: Haditono, S.R). Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Nelson-Jones, R. (2011). Theory and Practice of Counseling and Therapy. 4

th

ed.

(Alih bahasa: Helly Prajitno, Sri Mulyantini). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Palmer, Stephen. (2010). Introduction to Counselling and Psychotherapy. (Alih

bahasa: Haris H. Setiadjid). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Papalia, D. E., Old, S. W., & Feldman, R. D. (2008). Human Development (Psikologi

Perkembangan) bagian V-IX. (Alih bahasa: Anwar, A.K.). Jakarta: Prenada

Media Group.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar

Kompetensi Lulusan.


(5)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pintrich, et al. (1990). Motivational and Self-Regulated Learning Components of

Classroom Academic Performance. Journal of Educational Psychology. 82

(1), hlm. 33-40.

Pressley, M. (1995). More About the Development of Self Regulation Complex,

Long Term, and Throughly Social. Journal of Educational Psychologist. 30,

hlm. 207-212.

Pujiatin, Sri, R.R. (2004). Perkembangan Self-Regulated Learning yang Diperoleh

Melalui Pemahaman Bacaan dan Membuat Ringkasan pada Anak SMA.

(Tesis). Program Pascasarjana, Universitas Indonesia, Jakarta.

Rusmana, N. (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah (Metode,

Teknik dan Aplikasi). Bandung: Rizqi Press.

Santrock, J.W. (2007). Educational Psychology. 2

nd

ed. Canada: McGraw-Hill

Ryerson Limited.

Santrock. J.W. (2007). Psikologi Pendidikan. Edisi kedua. (Alih bahasa: Tri

Wibowo). Jakarta: Prenada Media Group.

Schunk, DH & Zimmerman. BJ. (1998). Self Regulated and Performance: Issues and

Educational Application. Hillsdale, NJ.: Lawrence L-Erlbaum Association, Inc.

Smith, P.A. (2001). Understanding Self-Regulated Learning and its Implications for

Acoounting Educators and Researchers. Journal of Issues in Accounting

Education. 16 (4), hlm. 663-667.

Steinberg, L. (2002). Adolescence. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatf, Kualitatif

dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sunarto & Hartono, Agung. (2008). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka

Cipta.

Surya, M. (2003). Teori-teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Tim Penyusun. (2007). Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling

dalam Jalur Pendidikan Formal. Direktorat Jendral Peningkatan Mutu

Pendidikan dan Tenaga Kependidikan.

Thummaphan, et al. (2013). The Effect of Using a Program Applying Self-Regulation


(6)

Yuningdartie, 2014

Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Underachieving Primary Students. International Journal of Behavioral Science.

8 (1), hlm.1-16.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2014). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah UPI,

Bandung: UPI Press.

Wangid, M.N. (2006). Kemampuan Self-Regulated Learning Pada Siswa SLTPN 1

Bantul Yogyakarta. (Disertasi). Malang. Program Pascasajana, Universitas

Negeri Malang.

Widiyastuti, H. (2012). Program Bimbingan Belajar Melalui Strategi Metakognitif

Untuk Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa SMA Negeri 1 Nagreg.

(Tesis). Bandung. Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.

Winne, P.H. (1995). Inherent Details in Self-Regulated Learning. Journal of

Educational Psychologist. 30, hlm. 173-188.

Woolfolk, Anita. (2008). Educational Psychology. Active Learning Edition. 10

th

ed.

Boston: Allyn & Bacon.

Yustinus. (2011). Konseling Lintas Budaya. Makalah Disampaikan pada Seminar

Nasional di Universitas Pendidikan Indonesia pada tanggal 6 Juli 2011.

Zimmerman, B.J. (1989). A Social Cognitive View of Self-Regulated Academic

Learning. Journal of Educational Psychology. 81 (3), hlm. 2-23.

Zimmerman, B.J. (1990). Self-Regulated Learning and Academic Achievement: An

Overview. Journal of Educational Psychology. 25 (1), hlm 3-17.

Zimmerman, B.J., Martinez-Pons, Manuel. (1990). Student Differences in

Self-Regulated Learning:Relating Grade, Sex, and Giftedness to Self-Efficacy and

Strategy Use. Journal of Educational Psychology. 82 (1), hlm 51-59.

Zimmerman, B.J. (2002). Achieving Self -Regulation: The Trial and Triumph

of Adolescence. In Pajares, F., & Urdan, T. ( 2002). Adolescence and

E ducation. 2, hlm 122-142. Academic Motivation of Adolescence. Greenwich:

Information Age Publishing.

Zimmerman, B.J. (2002). Becoming a Self-Regulated Learner: An Overview Theory

into Practice. Journal of Educational Psychology. 41 (2), hlm 64-70.