Uji Kualitatif Boraks dalam Bakso yang Dijual di Pasar Tradisional X Kota Bandung.

(1)

iv

ABSTRAK

UJI KUALITATIF BORAKS DALAM BAKSO YANG DIJUAL

DI PASAR TRADISIONAL X KOTA BANDUNG

Muhamad Rinaldhi, 2013. Pembimbing I : Fen Tih, dr., M.Kes. Pembimbing II : Dani, dr., M.Kes.

Penyalahgunaan boraks didalam bakso yang dilakukan oleh pedagang bakso masih ditemui di beberapa tempat di Indonesia. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia No 722/Menkes/IX/1988, boraks salah satu bahan yang dilarang sebagai bahan tambahan pada produk pangan karena memiliki efek toksisitas akut dan toksisitas kronis yang berbahaya bagi kesehatan manusia. YLKI menemukan 52,38% boraks dalam bakso yang dijual oleh pedagang di Jakarta Selatan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan boraks dalam produk bakso di Pasar Tradisonal X.

Design penelitian yang digunakan adalah survey deskriptif dengan menggunakan metode whole sampling. Populasi yang digunakan adalah seluruh pedagang bakso yang ada di Pasar Tradisional X. Analisis boraks dalam sampel dengan metode uji nyala menggunakan asam sulfat pekat dan methanol.

Hasil penelitian didapatkan 2 penjual dari 12 pedagang bakso di Pasar Tradisional X positif menggunakan boraks pada produk baksonya.

Kesimpulan penelitian didapatkan penggunaan boraks pada produk bakso yang dijual di Pasar Tradisional X. Pemerintah harus memberikan perhatian pada seluruh pasar di Indonesia, khususnya pasar tradisional dan memberikan edukasi pada seluruh konsumen berkaitan dengan makanan yang menggunakan bahan tambahan yang dilarang.


(2)

v ABSTRACT

QUALITATIVE TEST OF BORAX IN MEATBALLS SOLD AT TRADITIONAL MARKET X BANDUNG

Muhamad Rinaldhi, 2013

Main Advisor : Fen Tih, dr., M.Kes. Counselor : Dani, dr., M.Kes.

The misuse of borax in meatballs by meatball seller can still be found in some places in Indonesia. Based on the regulation No 722/Menkes/IX/1988 of the Health Ministry of Indonesia, borax is included in the forbidden list of additives substance in food, because it has an acute and chronic toxicity which can be dangerous for human health. YLKI found 52,38% meatballs sold in South Jakarta contains borax.

The objective of this research is to find out the use of borax in meatball products in Traditional Market X.

The research design is a descriptive survey with a whole sampling method. The population used is the entire meatball seller in Traditional Market X. Analysis was performed by flame reaction with concentrated sulfuric acid and methanol.

The research result is 2 out of 12 meatball seller in Traditional Market X are using borax in their product.

The conclusion, there was borax added in meatball product sold in Traditional Market X. The government must give attention to meatball products sold in markets, especially traditional market in Indonesia and give education to consumers about additives which are prohibited to use in food products.


(3)

viii DAFTAR ISI

JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.4.1 Manfaat Akademis ... 3

1.4.2 Manfaat Praktis ... 4

1.5 Landasan Teori ... 4

1.6 Metodologi Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pangan dan Nutrisi ... 6

2.1.1 Pengertian Pangan ... 6


(4)

ix

2.2 Bahan Tambahan Makanan ... 7

2.2.1 Pengertian Bahan Tambahan Makanan ... 7

2.2.2 Persyaratan Bahan Tambahan Makanan ... 7

2.2.3 Penggunaan Bahan Tambahan Makanan (BTM) di Indonesia ... 8

2.2.4 Macam-Macam Bahan Tambahan Makanan ... 10

2.2.5 Bahan Tambahan Makanan yang Dilarang di Indonesia ... 13

2.2.6 Mekanisme Pengawetan dengan Bahan Tambahan Makanan ... 14

2.2.6.1 Antioksida ... 14

2.2.6.2 Asam- Asam Organik ... 17

2.2.6.3 Kelompok Oksida ... 17

2.2.6.4 Kelompok Bahan Lainnya ... 18

2.3 Bakso ... 18

2.3.1 Proses Pembuatan Bakso ... 19

2.3.2 Bahan Tambahan dalam Bakso ... 21

2.4 Tinjauan Mengenai Boraks ... 22

2.4.1 Morfologi Boraks ... 22

2.4.2 Sumber dan Sintesis Boraks ... 23

2.4.3 Metabolisme Boraks ... 23

2.4.4 Efek Boraks terhadap Tubuh Manusia ... 24

2.4.5 Penyalahgunaan Boraks Sebagai Bahan Tambahan Makanan ... 25

2.4.6 Karakteristik Bakso yang Menggunakan Boraks ... 26

2.5 Jenis-Jenis Metode Analisis ... 26

2.5.1 Metode Uji Nyala ... 26

2.5.2 Metode Kurkumin ... 27

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian ... 29

3.1.1 Alat Penelitian ... 29

3.1.2 Bahan Penelitian ... 29

3.2 Subjek Penelitian ... 29


(5)

x

3.4 Metode Penelitian... 30

3.4.1 Desain Penelitian ... 30

3.4.2 Besar Sampel Penelitian ... 30

3.5 Definisi Operasional ... 30

3.6 Prosedur Penelitian ... 31

3.6.1 Cara Kerja dan Analisis Kualitatif Senyawa Boron dengan Metode Uji Nyala ... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 32

4.2 Pembahasan ... 33

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 35

5.2 Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36

LAMPIRAN ... 37


(6)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Senyawa Boraks Dengan Metode Uji


(7)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Alur Pembuatan Bakso ... 20 Gambar 4.1 Hasil Metode Uji Nyala ... 33


(8)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Gambar Alat dan Bahan ... 37 Lampiran 2 Undang-Undang Mengenai Bahan Tambahan


(9)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia pasti membutuhkan makanan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Berbagai jenis makanan dikonsumsi agar mampu memenuhi kebutuhan tubuh akan karbohidrat, protein, dan lemak. Salah satu makanan yang cukup dikenal di masyarakat Indonesia diantaranya bakso. Bakso merupakan salah satu makanan yang digemari oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia, baik anak-anak hingga orang dewasa. Bakso memiliki kandungan protein karena bahan baku utamanya berasal dari daging. Disamping itu, terdapat pula bahan baku tambahan yaitu tepung pati, garam, penyedap, dan pengawet (Effendi, 2012).

Bakso menggunakan bahan baku tambahan dengan tujuan meningkatkan kualitas bakso. Hal ini diperbolehkan selama tidak membahayakan kesehatan, telah lulus uji toksikologi, serta dibatasi penggunaannya. Contohnya, penggunaan tepung pati pada bakso yang dimaksudkan untuk menekan biaya produksi penggunaan MSG yang biasanya berkisar 1-2,5% dari berat daging dengan tujuan memberi rasa pada produk dan penambahan benzoat yang berguna sebagai pengawet dalam bakso. Penambahan benzoat dalam bakso dibatasi oleh pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia berkisar 0,1% dari berat produk makanan tetapi pemakaian benzoat sebagai bahan pengawet pada bakso dinilai beberapa pedagang terlalu mahal. Berdasarkan pendapat tersebut, pedagang biasanya mencari bahan pengawet pada bakso yang harganya relatif lebih murah dibandingkan benzoat (Effendi, 2012).

Salah satu bahan pengawet yang sering digunakan untuk bahan baku tambahan pada bakso adalah boraks. Boraks berupa serbuk putih sering digunakan oleh pengolah bakso dengan maksud menghasilkan produk yang kering (kasat dan tidak lengket). Produk bakso yang memakai boraks memiliki karakteristik yang khas dan dapat bertahan sekitar 3 hari hingga 1 minggu. Harganya yang relatif murah dibandingkan benzoat menyebabkan beberapa pedagang memilihnya


(10)

2

sebagai bahan tambahan makanan yang berguna untuk mengawetkan makanan. Berdasarkan peraturan kesehatan, boraks termasuk salah satu bahan kimia yang dilarang penggunaannya dalam produk pangan karena memiliki efek yang berbahaya bagi tubuh (Effendi, 2012).

Boraks umumnya digunakan sebagai bahan untuk membunuh serangga,

pembuatan gelas, dan pengawet pada kayu. Hal ini, dapat berdampak pada kesehatan tubuh manusia. Boraks dalam makanan yang dikonsumsi biasanya tidak langsung berdampak buruk pada kesehatan. Penyerapan boraks dapat melalui pencernaan dalam bentuk serbuk pada olahan makanan, paru dalam bentuk gas pada produk insektisida, bahkan melalui kulit dalam bentuk cairan pada produk industri. Setelah proses penyerapan biasanya akan terjadi kenaikan kadar konsentrasi dan ion boraks dalam cairan serebrospinal dan darah. Kadar tertinggi akan ditemukan di otak, hati, dan jaringan lemak. Boraks akhirnya akan di ekskresi oleh ginjal yang memakan waktu kira-kira 1 minggu, sehingga jika dikonsumsi dalam jumlah sekitar 0,9 gram dan jangka waktu lebih dari 1 minggu dapat menyebabkan penimbunan boraks di organ-organ dalam tubuh yang menimbulkan gejala-gejala gangguan kesehatan (Mujamil, 1997).

Konsumsi boraks dapat menyebabkan gangguan sistem syaraf yang ditandai dengan : cephalgia, tremor, konvulsi ; gangguan pencernaan yang ditandai dengan : diare, nausea, vomitus ; gangguan reproduksi pada pria yang mempengaruhi jumlah dan motilitas sperma. Pada ibu hamil konsumsi boraks dapat menyebabkan peningkatan frekunesi kematian prenatal, menurunkan berat badan lahir pada bayi, dan menimbulkan birth defect. Pada anak-anak sendiri dapat mempengaruhi pertumbuhan serta dapat menyebabkan retardasi mental (Effendi,2012 ; Cox,2004).

Karena boraks memiliki efek berbahaya bagi tubuh manusia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia melarang boraks dipakai sebagai bahan tambahan pada makanan yang diatur dalam Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 (Effendi, 2012).

Contoh kasus pemakaian boraks sebagai bahan tambahan makanan terdapat pada pasar di daerah Depok. Kepolisian dan tim Pengawas Obat dan Makanan


(11)

3

kota Depok menemukan bahan berbahaya pada makanan yang dijual di Pasar Depok Jaya. Bahan berbahaya yang ditemukan tim gabungan bakso yang memiliki kandungan boraks (Hidayat, 2011).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh YLKI ditemukan 52,38% boraks dalam bakso yang dijual di Jakarta Selatan. Penelitian Diah Ponco pada tahun 2002, ditemukan 42,60% dari 30 sampel bakso yang diambil dari pasar di daerah Bekasi (Mujianto, Purba, Widada, & Martini, 2005). Penelitian yang dilakukan berkaitan dengan bakso yang mengandung boraks khususnya di daerah kota Bandung masih sedikit jumlahnya.

Berdasarkan fenomena yang telah dipaparkan maka penelitian ini akan difokuskan pada analisis boraks pada bakso yang dijual di Pasar Tradisional X.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, identifikasi masalah penelitian ini adalah apakah baso yang dijual di Pasar Tradisional X mengandung bahan pengawet boraks.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya bahan pengawet boraks yang digunakan sebagai bahan baku tambahan pada bakso.

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah 1.4.1 Manfaat Akademis

Menambah data penelitian dalam penggunaan boraks sebagai bahan pengawet makanan yang dilarang pada bakso.


(12)

4

1.4.2 Manfaat Praktis

Menambah informasi untuk masyarakat berkaitan dengan bahan pengawet boraks yang dilarang sebagai bahan tambahan pada makanan.

1.5 Landasan Teori

Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman atau peruraian yang disebabkan oleh mikroba. Tetapi tidak jarang produsen pangan menggunakannya pada makanan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur (Effendi, 2012).

Termasuk penggunaan boraks sebagai bahan tambahan pada bakso. Boraks merupakan suatu kristal lunak yang mengandung unsur boron, berwarna dan mudah larut dalam air. Boraks dalam air berubah menjadi natrium hidoksida dan

asam borat.

Boraks digunakan karena mampu memperbaiki tekstur makanan sehingga menghasilkan rupa yang bagus, misalnya bakso yang digigit akan terasa lebih kenyal (Effendi, 2012).

Konsumsi boraks dapat menyebabkan keracunan akut dan kronis. Tanda-tanda gangguan keracunan akut diantaranya : Pertama, bila tertelan dapat menyebabkan gejala nausea, vomitus, diare. Kedua, bila terkena mata dapat menyebabkan

lakrimasi dan edema palpebra. Ketiga, bila terhirup dapat menyebabkan dyspnoea, batuk, dan hemoptisis. Keempat, bila terkena kulit dapat menyebabkan eritema dan pruritus. Keracunan kronis akibat boraks dapat memberikan gejala: anorexia hingga cachexia, alopecia, gagal ginjal, gagal hati, gagal pernafasan,

gangguan reproduksi pada pria,gangguan susunan syaraf pusat hingga menyebabkan koma (Harper, B; Gervais, J A; Buhl, K; Stone, D, 2012).


(13)

5

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan metode deskriptif. Penentuan kandungan boraks dalam bakso diuji secara kualitatif dengan metode uji nyala yang sensitif terhadap boraks pada kadar 0,01 gram. Data yang diambil adalah adanya boraks pada sampel bakso yang diambil dari Pasar Tradisional X di Kota Bandung.


(14)

35 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari 12 sampel bakso yang diperoleh dari pasar tradisional X terdapat 2 sampel yang positif mengandung boraks.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan Panulis antara lain :

1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan boraks dalam bakso di pasar tradisional lain dalam skala yang lebih luas sebagai upaya kontrol terhadap penyalahgunaan boraks sebagai tambahan makanan.

2. Perlu diadakan penelitian untuk menemukan bahan tambahan makanan pengawet yang aman dan terjangkau harganya.

3. Edukasi masyarakat untuk mengenali perbedaan makanan yang menggunakan boraks dan tidak menggunakan boraks.

4. Perlu diadakan penelitian produk pangan lain yang mungkin menggunakan boraks sebagai bahan pengawet makanan.

5. Perlu dikembangkan metode yang aman,mudah, dan murah untuk mengidentifikasi boraks dalam makanan.


(15)

36

DAFTAR PUSTAKA

Belcher, R., Nutten, A.J., 1986. Quantitative Inorganic Analysis A Laboratory Manual. Butterworth : The University of Virginia

Boltz, D.F., Gufta L.K.H. 1971.Spectrophotometric study of the determination of boron by the carminic acid method. Microchimica Acta.Vol 62. Detroit. p.415-428.

Cox, C. 2004. Boric Acid and Borates. Journal Of Pesticide Reform. Vol 24. Oregon. P.10-15.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Definisi Pangan. Peraturan Pemerintah

No 28 Tahun 2004. Jakarta. http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/regulasi/pp/PP-No.-28-Th-2004.pdf . Diunduh 5 Oktober 2004

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1168/Menkes/Per/X/1999. Jakarta.

http://jdih.pom.go.id/produk/peraturan%20menteri/Permenkes%20ttg%20BTP.pdf . Diunduh

12 September 1999

Effendi, S. 2012. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Edisi 2. Bandung : Alfabeta. Hal.123-159.

Harper, B.,Gervais J.A., Buhl K., Stone D. 2012. Boric Acid Technical Fact Sheet. Oregon : National Pesticide Information Center. p. 1-14.

Hidayat, A.R. 2011. Polisi Sita Boraks di Pasar Tradisional.

http://entertainment.kompas.com/read/2011/08/23/15281276/Polisi.Sita.Boraks.di.Pasar.Trad isional . Diunduh 23 Agustus 2011

Horwitz, W. 1983 . Official Method Of Analysis Of the Association Of Official Analytycal

Chemist. 11th edition.Washington : Association of Official Analytical Chemists.

Mujamil, J. S. 1997. Deteksi dan Evaluasi Keberadaan Boraks pada Beberapa Jenis Makanan di Kotamadya Palembang. Cermin Dunia Kedokteran . Vol 120. Hal.17-20

Mujianto, B., Purba, A. V., Widada, N. S., & Martini, R. 2005. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Boraks.

http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/BPK/article/view/218/0 . Diunduh 4 Desember 2005

Spicer, G. 1988. Compound of Curcumin and Boric Acid. United States : J.Chem.Soc. p.343 Svehla, G. 1979. VOGEL,.Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Terjemahan Ir. L. Setiono. Jakarta : PT.Kalman Media Pustaka.


(16)

(1)

3

kota Depok menemukan bahan berbahaya pada makanan yang dijual di Pasar Depok Jaya. Bahan berbahaya yang ditemukan tim gabungan bakso yang memiliki kandungan boraks (Hidayat, 2011).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh YLKI ditemukan 52,38% boraks dalam bakso yang dijual di Jakarta Selatan. Penelitian Diah Ponco pada tahun 2002, ditemukan 42,60% dari 30 sampel bakso yang diambil dari pasar di daerah Bekasi (Mujianto, Purba, Widada, & Martini, 2005). Penelitian yang dilakukan berkaitan dengan bakso yang mengandung boraks khususnya di daerah kota Bandung masih sedikit jumlahnya.

Berdasarkan fenomena yang telah dipaparkan maka penelitian ini akan difokuskan pada analisis boraks pada bakso yang dijual di Pasar Tradisional X.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, identifikasi masalah penelitian ini adalah apakah baso yang dijual di Pasar Tradisional X mengandung bahan pengawet boraks.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya bahan pengawet boraks yang digunakan sebagai bahan baku tambahan pada bakso.

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah 1.4.1 Manfaat Akademis

Menambah data penelitian dalam penggunaan boraks sebagai bahan pengawet makanan yang dilarang pada bakso.


(2)

4

1.4.2 Manfaat Praktis

Menambah informasi untuk masyarakat berkaitan dengan bahan pengawet boraks yang dilarang sebagai bahan tambahan pada makanan.

1.5 Landasan Teori

Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman atau peruraian yang disebabkan oleh mikroba. Tetapi tidak jarang produsen pangan menggunakannya pada makanan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur (Effendi, 2012).

Termasuk penggunaan boraks sebagai bahan tambahan pada bakso. Boraks merupakan suatu kristal lunak yang mengandung unsur boron, berwarna dan mudah larut dalam air. Boraks dalam air berubah menjadi natrium hidoksida dan asam borat.

Boraks digunakan karena mampu memperbaiki tekstur makanan sehingga menghasilkan rupa yang bagus, misalnya bakso yang digigit akan terasa lebih kenyal (Effendi, 2012).

Konsumsi boraks dapat menyebabkan keracunan akut dan kronis. Tanda-tanda gangguan keracunan akut diantaranya : Pertama, bila tertelan dapat menyebabkan gejala nausea, vomitus, diare. Kedua, bila terkena mata dapat menyebabkan lakrimasi dan edema palpebra. Ketiga, bila terhirup dapat menyebabkan dyspnoea, batuk, dan hemoptisis. Keempat, bila terkena kulit dapat menyebabkan eritema dan pruritus. Keracunan kronis akibat boraks dapat memberikan gejala: anorexia hingga cachexia, alopecia, gagal ginjal, gagal hati, gagal pernafasan, gangguan reproduksi pada pria,gangguan susunan syaraf pusat hingga menyebabkan koma (Harper, B; Gervais, J A; Buhl, K; Stone, D, 2012).


(3)

5

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan metode deskriptif. Penentuan kandungan boraks dalam bakso diuji secara kualitatif dengan metode uji nyala yang sensitif terhadap boraks pada kadar 0,01 gram. Data yang diambil adalah adanya boraks pada sampel bakso yang diambil dari Pasar Tradisional X di Kota Bandung.


(4)

35 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari 12 sampel bakso yang diperoleh dari pasar tradisional X terdapat 2 sampel yang positif mengandung boraks.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan Panulis antara lain :

1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan boraks dalam bakso di pasar tradisional lain dalam skala yang lebih luas sebagai upaya kontrol terhadap penyalahgunaan boraks sebagai tambahan makanan.

2. Perlu diadakan penelitian untuk menemukan bahan tambahan makanan pengawet yang aman dan terjangkau harganya.

3. Edukasi masyarakat untuk mengenali perbedaan makanan yang menggunakan boraks dan tidak menggunakan boraks.

4. Perlu diadakan penelitian produk pangan lain yang mungkin menggunakan boraks sebagai bahan pengawet makanan.

5. Perlu dikembangkan metode yang aman,mudah, dan murah untuk mengidentifikasi boraks dalam makanan.


(5)

36

DAFTAR PUSTAKA

Belcher, R., Nutten, A.J., 1986. Quantitative Inorganic Analysis A Laboratory Manual. Butterworth : The University of Virginia

Boltz, D.F., Gufta L.K.H. 1971.Spectrophotometric study of the determination of boron by the carminic acid method. Microchimica Acta.Vol 62. Detroit. p.415-428.

Cox, C. 2004. Boric Acid and Borates. Journal Of Pesticide Reform. Vol 24. Oregon. P.10-15.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Definisi Pangan. Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2004. Jakarta.

http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/regulasi/pp/PP-No.-28-Th-2004.pdf . Diunduh 5 Oktober 2004

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1168/Menkes/Per/X/1999. Jakarta.

http://jdih.pom.go.id/produk/peraturan%20menteri/Permenkes%20ttg%20BTP.pdf . Diunduh

12 September 1999

Effendi, S. 2012. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Edisi 2. Bandung : Alfabeta. Hal.123-159.

Harper, B.,Gervais J.A., Buhl K., Stone D. 2012. Boric Acid Technical Fact Sheet. Oregon : National Pesticide Information Center. p. 1-14.

Hidayat, A.R. 2011. Polisi Sita Boraks di Pasar Tradisional.

http://entertainment.kompas.com/read/2011/08/23/15281276/Polisi.Sita.Boraks.di.Pasar.Trad

isional . Diunduh 23 Agustus 2011

Horwitz, W. 1983 . Official Method Of Analysis Of the Association Of Official Analytycal Chemist. 11th edition.Washington : Association of Official Analytical Chemists.

Mujamil, J. S. 1997. Deteksi dan Evaluasi Keberadaan Boraks pada Beberapa Jenis Makanan di Kotamadya Palembang. Cermin Dunia Kedokteran . Vol 120. Hal.17-20

Mujianto, B., Purba, A. V., Widada, N. S., & Martini, R. 2005. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Boraks.

http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/BPK/article/view/218/0 . Diunduh 4 Desember

2005

Spicer, G. 1988. Compound of Curcumin and Boric Acid. United States : J.Chem.Soc. p.343

Svehla, G. 1979. VOGEL,.Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Terjemahan Ir. L. Setiono. Jakarta : PT.Kalman Media Pustaka.


(6)