Pemeriksaan Boraks Pada Bakso Bakar Keliling Dengan Uji Kualitatif

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Tambahan Pangan (BTP)
Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang biasanya tidak
digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas
makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk pembuatan, pengolahan, penyiapan,
perlakuan, pengepakan, pengemasan dan juga pada penyimpanan (Cahyadi,
2006).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No 722/Menkess/Per/IX/88 BTP
adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan, punya atau tidak
punya nilai gizi yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan pada pembuatan,
pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau
pengangkutan makanan, untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu
komponen atau mempengaruhi suatu sifat khas pada makanan tersebut. Bahan
tambahan pangan (BTP) adalah bahan-bahan yang ditambahkan dengan sengaja
kedalam suatu makanan yaitu dalam jumlah sedikit untuk memperbaiki warna,
bentuk, cita rasa, tekstur atau memperpanjang masa simpan (Murdiati dan
Amaliah, 2013).
Banyak berita buruk tentang bahan tambahan pangan yang membuat para

konsumen menjadi was-was untuk menggunakannya, padahal tidak setiap bahan
tambahan pangan itu berbahaya. Bahaya dari bahan tambahan pangan akan
muncul jika pada penggunaannya tidak tepat, namun jika mengetahuinya lebih

Universitas Sumatera Utara

jauh lagi tentang bahan tambahan pangan, maka manfaatnya juga tidak kalah
banyak. Namun pada beberapa pihak ada yang mulai senang dengan
menggunakan bahan tambahan pangan yang bukan digunakan untuk pangan.
Seperti yang sedang mencuat saat ini yaitu salah satunya pada boraks. Boraks ini
bukanlah bahan tambahan pangan, melainkan bahan kimia berbahaya yang secara
sengaja ditambahkan pada pangan dengan tujuan untuk mengawetkan bahan
pangan. Bahaya yang dapat ditimbulkan tidak langsung terasa namun akan
muncul dalam beberapa tahun kemudian (Murdiati dan Amaliah, 2013).
Seiring dengan perkembangan zaman, bahan tambahan pangan yang
dipakai semakin beragam, bahkan tidak hanya yang alami, bahan tambahan
pangan buatan juga mulai menyebar luas penggunaannya. Bila diamati, jajanan
anak-anak merupakan makanan yang paling banyak mengandung bahan tambahan
pangan karena anak-anak akan lebih mengutamakan rasa, bentuk, dan warna pada
makanan daripada kandungan gizi yang harus dikonsumsinya. Penggunaan bahan

tambahan pangan terkadang tidak sesuai dengan peraturan batas penggunaannya.
Hal ini tentu dapat berakibat buruk pada anak-anak (Murdiati dan Amaliah, 2013).
Banyak produsen yang menambahkan bahan tambahan nonpangan karena
mereka lebih mengutamakan sisi praktis dan ekonomis bahkan juga mengandung
unsur penipuan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang melimpah
meskipun harus mengorbankan kesehatan para konsumennya (Murdiati dan
Amaliah, 2013).
Menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 beberapa bahan
tambahan pangan yang dilarang dalam makanan yaitu natrium tetraborat (boraks),

Universitas Sumatera Utara

formalin (formaldehyd), kloramfenikol, kalium klorat, dietilpirokarbonat, asam
salisilat dan garamnya (Cahyadi, 2006).
2.1.1 Manfaat Bahan Tambahan Pangan
Bahan tambahan pangan

mempunyai manfaat diantaranya untuk

mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan

atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan.
Untuk membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah, dan enak di mulut,
memberikan warna dan aroma yang lebih menarik, meningkatkan kualitas pangan
dan menghemat biaya (Murdiati dan Amaliah, 2013).
Penggunaan bahan tambahan pangan ini bertujuan untuk memperpanjang
umur simpan atau mengawetkan pangan, meningkatkan kualitas pangan baik dari
segi nilai gizi maupun sifat organoleptik, membantu pengolahan dan membentuk
makanan menjadi lebih baik, renyah, dan lebih enak dimulut. Tujuan lainnya
adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya
simpannya,

membuat

bahan

pangan

lebih

mudah


dihidangkan,

serta

mempermudah preparasi bahan pangan. Namun pada praktiknya dilapangan
penggunaan bahan tambahan pangan disalahartikan, guna menyembunyikan
penggunaan

bahan

yang

salah

atau

tidak

memenuhi


persyaratan,

menyembunyikan cara kerja bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk
makanan dan menyembunyikan kerusakan makanan. Hal tersebut harus
diwaspadai oleh para konsumen. Bagi para produsen hal ini mungkin dapat
menguntungkan bagi usahanya namun tanpa mereka sadari atau tidak, hal ini
sangat membahayakan kesehatan konsumen baik dalam dekat maupun jangka
panjang (Murdiati dan Amaliah, 2013).

Universitas Sumatera Utara

2.2 Bahan Pengawet
Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah
atau menghambat proses fermentasi, pengasaman atau penguraian lain terhadap
makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan tambahan pangan ini
biasanya ditambahkan ke dalam makanan yang mudah rusak atau makanan yang
disukai sebagai media tumbuhnya bakteriatau jamur misalnya pada produk
daging, buah-buahan dan lain-lain. Definisi lain dari bahan pengawet adalah
senyawa atau bahan yang mempu menghambat, menahan atau menghentikan dan

memberikan perlindungan terhadap bahan makanan dari proses pembusukan
(Cahyadi, 2009).
Menurut Afrianti (2010) Bahan pengawet makanan adalah bahan
tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi,
pengasaman atau penguraian dan kerusakan-kerusakanyang lainnya terhadap
pangan yang dapat disebabkan oleh mikroorganisme. Kerusakan tersebut dapat
disebabkan oleh fungi, bakteri dan mikroba lainnya.
Pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau
menghambat terjadinya fermentasi, pengasaman atau penguraian lain pada
makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. (Mulyono dan Wijaya,
2010).
Tanpa penggunaan bahan tambahan pangan khususnya pada bahan
pengawet maka bahan tambahan pangan yang tersedia di pasar-pasar atau
swalayan-swalayan yang akan menjadi kurang menarik dan tidak dapat dinikmati
secara layak serta tidak awet. Bahan pengawet yang ditambahkan umumnya sama
dengan bahan pengawet yang sebenarnya sudah terdapat dalam bahan pangan,

Universitas Sumatera Utara

tetapi jumlahnya sangat kecil sehingga kemampuan mengawetkannya sangat

rendah (Cahyadi, 2009).
2.2.1 Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet
Bahan pengawet merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang
paling tua penggunaannya. Pada permulaan peradaban manusia, asap telah
digunakan untuk mengawetkan daging, ikan. Demikian pula pengawetan dengan
menggunakan garam, asam dan gula yang telah dikenal sejak lama. Kemudian
dikenal dengan penggunaan bahan pengawet, untuk mempertahankan pangan dari
gangguan mikroba sehingga pangan tetap awet seperti semula. Penggunaan
pengawet dalam pangan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu bahan
pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan pangan tertentu, tapi tidak efektif
untuk mengawetkan pangan lainnya karena mempunyai sifat yang berbeda-beda
sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya. Namun, pada
saat ini masih banyak ditemukan penggunaan bahan-bahan pengawet yang
dilarang untuk digunakan dalam pangan dan berbahaya bagi kesehatan (Cahyadi,
2009).
Menurut Cahyadi (2009) tujuan penambahan bahan pengawet pada pangan
adalah sebagai berikut:
1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang
bersifat patogen maupun yang tidak patogen.
2. Memperpanjang umur simpan pangan.

3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa dan bau bahan pangan
yang diawetkan.
4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.

Universitas Sumatera Utara

5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah
atau yang tidak memenuhi persyaratan.
6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

2.3 Boraks
Boraks mempunyai rumus molekul yaitu Na2B4O7. 10H2O yang setara
tidak kurang 99,0% dan tidak lebih dari 105% Na2B4O7. 10H2O. Boraks tidak
berwarna atau serbuk hablur berwarna putih, tidak berbau, rasa asin. Larutan
boraks larut dalam air mendidih dan dalam gliserin, tidak larut dalam etanol
(Depkes RI, 1979).
Boraks mempunyai nama kimia natrium tetraborat. Umumnya boraks
berbentuk balok pada kristal, tepung berwarna putih kekuningan. Bila dilarutkan,
boraks akan terurai natrium hidroksida serta asam borat. Boraks sudah digunakan
orang sebagai zat pembersih, zat pengawet makanan. Boraks juga diugunakan

sebagai bahan pengawet kayu dan bahan antiseptik pada kosmetik (Rosmauli,
dkk., 2014)
Boraks adalah senyawa berbentuk kristal putih, tidak berbau dan stabil
pada suhu ruangan. Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama natrium
tertraborat (Na2B4O7. 10H2O). Jika larut dalam air akan menjadi hidroksida dan
asam borat (H3BO3). Boraks atau asam boraks biasanya digunakan untuk bahan
pembuat deterjen dan antiseptik. Mengkonsumsi makanan yang mengandung
boraks tidak berakibat buruk secara langsung, tetapi boraks akan menumpuk
sedikit demi sedikit karena diserap dalam tubuh (Tubagus, dkk., 2013).

Universitas Sumatera Utara

Efek boraks yang diberikan pada makanan dapat memperbaiki struktur dan
tekstur makanan. Seperti contohnya bila boraks diberikan pada bakso dan lontong
akan membuat bakso atau lontong tersebut menjadi sangat kenyal dan tahan lama,
sedangkan pada kerupuk yang mengandung boraks jika digoreng akan
mengembang dan empuk serta memiliki tekstur yang bagus dan renyah. Makanan
yang telah diberi boraks dengan yang tidak atau masih alami, sulit untuk
dibedakan jika hanya dengan panca indera, namun harus dilakukan uji khusus
untuk pemeriksaan boraks (Widayat, 2011).

Menurut Budiyanto (2002) pengaruh racun boraks terhadap tubuh yaitu
sebagai berikut:
a. Gejala serangan pertama berlangsung lambat anatar beberapa jam setelah
kontak/menelan dalam dosis toksis dan seminggu setelah menelan dalam
dosis subtoksis atau ringan.
b. Sakit perut, muntah dan mencret.
c. Sakit kepala, gelisah.
d. Sesak nafas dan muka pucat
e. Hilangnya cairan dalam tubuh atau dehidrasi ditandai dengan kulit kering.
f. Tidak nafsu makan, mencret ringan dan sakit kepala.
2.3.1 Karakteristik Boraks
Boraks adalah senyawa kimia turunan logam berat boron (B), boraks
merupakan anti septik dan pembunuh kuman. Bahan ini banyak digunakan
sebagai bahan anti jamur, pengawet kayu dan penggunaan

antiseptik pada

kosmetik (Widayat, 2011).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1 Struktur kimia boraks (Widayat, 2011).
Boraks umumnya digunakan untuk pembuatan gelas, sebagai pengawet
kayu dan pembasmi kecoa. Boraks banyak disalahgunakansebagai campuran
untuk pembuatan bakso, kerupuk, dan lain-lain. Boraks biasanya bersifat iritan
dan racun bagi sel-sel tubuh, ginjal dan hati. Jika tertelan akan menimbulkan
kerusakan pada usus, otak atau ginjal (Syah, dkk., 2005).
2.3.3 Fungsi Boraks
Boraks yang sering disebut juga dengan asam borat atau natrium tetraborat
yang sebenarnya merupakan pembersih, fungsida dan insektisida yang bersifat
toksik atau beracun untuk manusia. Boraks bisa didapatkan dalam bentuk padat
atau cair (natrium hidroksida atau asam borat). Baik boraks maupun asam borat
memiliki sifat antiseptik dan biasa digunakan oleh industri farmasi sebagai
ramuan obat, misalnya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut dan
pencuci mata. Selain itu boraks juga dapat digunakan sebagai bahan pembuatan
gelas, bahan pembersih atau bahan pelicin, pengawet kayu dan antiseptik kayu
(Widayat, 2011).
2.3.4 Penyalahgunaan Boraks
Dalam industri makanan, boraks banyak yang disalahgunakan seperti
dalam pembuatan makanan seperti bakaso, mie basah, siomay, lontong, ketupat
dan lain-lain. Penggunanaan borakas oleh pedagang atau produsen yang curang.

Universitas Sumatera Utara

Boraks dapat membuat bahan menjadi lebih kenyal dan memperbaiki penampilan.
Makanan yang menagndung boraks dapat diketahui dari cirinya yaitu bakso yang
berboraks teksturnya sangat kental, warna bakso tidak kecoklatan seperti
penggunaan daging, tetapi lebih cenderung lebih berwarna keputihan. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan No 722/Menkes/Per/IX/1988 melarang penggunaan
boraks sebagai bahan tambahan makanan, karena bersifat toksin dan termasuk
golongan senyawa yang disebut bahan berbahaya dan beracun (Rosmauli, dkk.,
2014).

2.4 Asam Borat
Asam borat (H3BO3) disebut juga sebagai nama borax. Di Jawa Barat
dikenal juga dengan nama “bleng”, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dikenal
dengan nama “pijer”. Digunakan atau ditambahkan ke dalam pangan/bahan
pangan sebagai pengenyal ataupun sebagai pengawet (Cahyadi, 2006).
Komposisi dan bentuk asam borat mengandung tidak kurang dari 99,5%
H3BO3. Berbentuk hablur, serbuk hablur putih atau sisik mengkilap tidak
berwarna, kasar, tidak berbau, rasa agak asam dan pahit kemudian manis.
Kelarutan larut dalam 20 bagian air, dalam 3 bagian air mendidih, dalam 16
bagian etanol 95% pekat dan dalam 5 bagian gliserol (Depkes RI, 1979).
Asam Borat atau boraks merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak
diizinkan digunakan sebagai campuran bahan makanan. Boraks adalah senyawa
berbentuk kristal putih, tidak berbau, stbail pada suhu dan tekanan normal. Dalam
air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat (Syah, dkk.,
2005).

Universitas Sumatera Utara

2.5Bakso
Bakso merupakan produk dari daging sapi, ayam, ikan maupun udang.
Bakso dibuat dari daging giling dengan bahan tambahan utama garam dapur
(NaCl), tepung tapioka dan bumbu berbentuk bulat seperti kelereng per butir,
banyak orang menyukai bakso mulai dari anak-anak sampai orang dewasa, bakso
juga biasa digunakan dalam campuran beragam masakan lainnya, seperti nasi
goreng, mie goreng, capcay, dan aneka sop (Tubagus, dkk., 2013).
Pada pembuatan bakso, pertama daging dihaluskan, dicampur dengan
tepung pati, kemudian dibentuk bulat dengan tangan hingga membentuk seperti
kelereng atau lebih besar dan masukkan ke dalam air panas jika ingin dikonsumsi.
Untuk membuat adonan bakso, dipotong-potong kecil daging, kemudian cincang
halus dengan menggunakan pisau tajam atau di blender. Setelah itu, daging
dicampur dengan es batu atau air es (10-15% berat daging) dan garam serta
bumbu lainnya sampai menjadi adonan yang kalis dan plastis sehingga mudah
dibentuk. Sedikit demi sedikit ditambahkan tepung kanji agar adonan lebih
mengikat. Penambahan tepung kanji cukup 15-20% berat daging (Widayat, 2011).
Pembentukan adonan menjadi bola-bola bakso dapat dilakukan dengan
menggunakan tangan atau dengan mesin pencetak bola bakso. Jika memakai
tangan, adonan diambil dengan sendok makan lalu diputar dengan tangan
sehingga terbentuk bola bakso. Bagi yang telah mahir, untuk membuat bola bakso
cukup mengambil segenggam adonan lalu diremas-remas dan ditekan ke arah ibu
jari. Adonan yang keluar dari ibu jari dan telunjuk membentuk bulatan lalu
diambil dengan sendok kemudian direbus dalam air mendidih selama ± 3 menit
kemudian diangkat dan ditiriskan (Widayat, 2011).

Universitas Sumatera Utara