INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS: Studi Kasus di Madrasah Tsanawiyah Negeri Subang.

(1)

INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

(Studi Kasus di Madrasah Tsanawiyah Negeri Subang)

TESIS

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Umum dan Nilai

oleh

Nunung Yuliantini NIM 1201242

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN UMUM DAN NILAI SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2015


(2)

Nunung Yuliantini, 2015

INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

(Studi Kasus di Madrasah Tsanawiyah Negeri Subang)

Nunung Yuliantini, NIM 1201242

Tesis ini diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar magister Pendidikan Umum dan Nilai di Sekolah Pascasarjana

Universitas Pendidikan Indonesia

© Nunung Yuliantini 2015 Universitas Pendidikan Indonesia


(3)

NUNUNG YULIANTINI

INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

(Studi Kasus di Madrasah Tsanawiyah Negeri Subang)

disetujui dan disahkan oleh pembimbing:

Pembimbing I

Dr. Edi Suresman, M.Pd NIP 196011241988031001

Pembimbing II

Dr. Kokom Komalasari, M.Pd NIP 197210012001122001

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Umum dan Nilai

Dr. H. Kama Abdul Hakam, M.Pd NIP 195512151980021001


(4)

Nunung Yuliantini, 2015

INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

Internalisasi Sikap Positif melalui Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Inggris (Studi Kasus di MTs.N Subang)

Oleh: Nunung Yuliantini (1201242). ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fakta di lapangan yang menunjukkan bahwa pada umumnya para siswa masih belum fokus dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Selain itu, masih terdapat guru yang menggunakan sistem pembelajaran konvensional. Oleh sebab itu, penelitian ini berupaya untuk menginternalisasikan sikap positif kepada siswa, dengan melibatkan guru melalui pendekatan kontekstual dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Inggris, pada kelas VII siswa MTs.N Subang. Adapun masalah pokok yang menjadi kajian penelitian ini adalah“Bagaimanakah cara menginternalisasikan sikap positif kepada siswa melalui pendekatan kontekstual dalam pembelajaran bahasa inggris”? Rincian masalah tersebut dirumuskan dalam susunan pertanyaan penelitian secara khusus sebagai berikut: (1). Bagaimanakah Proses Internalisasi sikap positif melalui pendekatan kontekstual dalam pembelajaran Bahasa Inggris? (2). Bagaimanakah gambaran sikap positif siswa dalam pembelajaran Bahasa Inggris di MTs.N Subang? (3). Bagaimana kendala dan upaya untuk menginternalisasikan sikap positif melalui pendekatan kontekstual dalam pembelajaran Bahasa Inggris? Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, dan menggunakan metode studi kasus yaitu untuk mengetahui dan memecahkan suatu masalah yang sedang terjadi di tempat penelitian. Selanjutnya tehnik untuk menganalisa data, mereduksi data dan mendisplay data menggunakan teori model Miles dan Huberman. Hasil penelitian adalah sebagai berikut: (1). Sikap positif merupakan sikap yang harus dimiliki siswa dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Inggris agar lebih fokus dengan aktif, kreatif, mandiri, sehingga mencapai kompetensi yang diharapkan. (2). Melalui pendekatan kontekstual yang dilakukan guru, diharapkan siswa mampu menemukan materi dan mengonstruksi pengetahuannya, berpikir kritis dan bekerjasama dalam memecahkan masalah pembelajaran sehingga mampu menerapkannya dalam kehidupan. (3). Kendala yang dihadapi siswa diantaranya masih terdapat siswa yang malas, kurang disiplin, tidak mengerjakan tugas, keterbatasan sarana dan prasarana. Upaya yang dilakukan guru, yaitu menyiapkan perangkat pembelajaran, penerapan tujuh komponen kontekstual, memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada di lingkungan sekitar serta praktek ke lapangan. Simpulan: Proses internalisasi sikap positif dapat diterapkan melalui tujuh komponen pendekatan kontekstual. Gambaran sikap positif siswa perlahan-lahan berubah menjadi aktif, kreatif, mandiri sesuai kompetensi yang diharapkan sehingga prestasi siswa terdapat peningkatan. Adapun Kendala dalam menginternalisasikan sikap positif, yaitu masih kurangnya kesesuaian dengan tujuh komponen kontekstual. Upaya yang dilakukan guru, yaitu dengan menerapkan tujuh kumponen kontekstual, tersedianya sarana dan prasarana belajar serta praktek dalam lingkungan.

Kata kunci: Internalisasi sikap positif, pembelajaran Bahasa Inggris, pendekatan kontekstual.


(5)

by Nunung Yuliantini (1201242). ABSTRACT

The background of the research is on the fact that show the generally the students lack of focus on classroom teaching and learning. Therefor, a lot of teacher are still using conventional teaching method. Thus, the researcher try to internalizing positive attitude through contextual approach, in VII grade students MTs.N Subang. The main problem of this research is “how to internalize positive attitude through contextual approach to students in English classroom?” So, to make it into detail the specific research questions are formulated as the followings: (1) How are the internalization of positive attitudes through contextual approach in English classroom?; (2). How are students’ positive attitudes in English classroom in MTs.N Subang?; (3) What are the challenges and efforts to internalize positive attitude through contextual approach in English classroom? The method that use on this research is qualitative method, employed case study to find out and solve the problem occurred in the research site. Next data analysis technic, data reduction, data display using Miles and Huberman theory model. The result of this research are as follows: (1) Positive attitudes are essential for students to engage in English classroom so they will be more focus on learning and they become more active, creative, independent and become the best students; (2) through contextual learning teacher done, hope the students are able to find learning materials and constructing their knowledge, have critical thinking, and cooperative in solving the learning problems so they are able to applied it in the real life; (3). The constraint in learning english classroom that the student still lazies, not discipline, not doing tasks and less facility. The teacher effort, consist of preparing learning equipment, applied seventh component contextual, using in environment facility and student apprentice. Conclusion: positive attitudes process can be internalized through seventh component contextual. The illustration of the student positive attitudes slowly turn to be more active, creative, independent hope be uniformity competent to students improve. The constraint in internalizing positive attitudes, is lack of uniformity with seventh component contextual. So teacher effort, is applied seventh component contextual, given school facility and practice in the environment.


(6)

Nunung Yuliantini, 2015


(7)

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR BAGAN ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar belakang Penelitian ... 1

B.

Identifikasi Masalah penelitian ... 11

C.

Rumusan Masalah Penelitian ... 12

D.

Tujuan penelitian ... 12

E.

Manfaat Penelitian ... 13

F.

Struktur Organisasi Tesis ... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Internalisasi dan sikap positif ... 15

B. Pembelajaran Bahasa Inggris ... 23

C. Pendekatan Kontekstual ... 24

D. Hakikat pendidikan umum ... 40

E. Internalisasi sikap positif dalam pembelajaran Bahasa Inggris Melalui pendekatan kontekstual ... 45

F. Studi Penelitian yang Relevan ... 49

G. Kerangka berfikir ... 50

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 52


(8)

Nunung Yuliantini, 2015

INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

|

C. Metode Penelitian ... 53

D. Definisi Operasional ... 54

E. Instrumen penelitian ... 57

F. Teknik pengumpulan data ... 58

G. Langkah-langkah penelitian ... 60

H. Analisis data ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 63

1. Sejarah Singkat dan Profil MTs.N Subang ... 63

2. Visi dan Misi ... 64

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 65

1. Proses Internalisasi sikap positif dalam pembelajaran Bahasa Inggris melalui pendekatan kontekstual ... 66

2. Gambaran kondisi Nyata sikap positif yang dimiliki siswa dalam mengikuti pembelajaran bahasa Inggris di MTs.N Subang ... 76

3. Kendala yang ditemukan untuk menginternalisasikan Sikap Positif melalui pendekatan kontekstual dalam pembelajaran bahasa Inggris ... 81

4. Upaya Untuk menginternalisasikan sikap Positif melalui pendekatan kontekstual dalam pembelajaran Bahasa Inggris ... 84

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 86

1. Sikap positif yang dimiliki siswa dan guru dalam pembelajaran Bahasa Inggris ... 87

2. Internalisasi sikap positif melalui pendekatan kontekstual ... 89

3. Kendala dan Upaya dalam internalisasi sikap positif melalui pendekatan kontekstual ... 96

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 103


(9)

B. Saran ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 109

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 114


(10)

Nunung Yuliantini, 2015

INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

|

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Emosi yang dimunculkan oleh property Atribusi ... 22

2.2 Perbedaan pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran konvensional ... 32

2.3 Perbedaan Pembelajaran Dengan Pendekatan Kontekstual Dan Pembelajaran Dengan Pendekatan Tradisional ... 34

2.4 Perbedaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual dan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan tradisonal ... 36

2.5 Indikator sikap positif dan pendekatan contekstual ... 48

3.1 Indikator dan Teknik Pengumpulan data Penelitian ... 59

3.2 Ringkasan Analisis Data ... 62

4.1 Pendapat tentang sikap positif dan pembelajaran kontekstual ... 66

4.2 Situasi Pembelajaran Bahasa Inggris ... 78

4.3 Kegiatan Sikap positif yang dimiliki siswa dan guru ... 80

4.4 Kendala Menginternalisasikan Sikap Positif ... 81

4.5 Kendala internalisasi tujuh Komponen Kontekstual ... 82

4.6 Upaya Menginternalisasikan Sikap Positif melalui tujuh komponen kontekstual ... 85


(11)

Bagan Halaman 2.1. Kerangka berpikir penelitian ... 51 3.1. Desain Penelitian ... 53


(12)

Nunung Yuliantini, 2015

INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

|

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Instrumen Wawancara, observasi dengan Peserta Didik dan

Pendidik. ... 115

2. Kisi-Kisi Instrumen ... 120

3. Perangkat Kegiatan Belajar Mengajar ... 123

4. Tabel Studi Dokumentasi ... 168

5. SK Pengangkatan Pembimbing ... 174

6. Surat Izin melakukan Studi Lapangan/Observasi ... 176

7. Surat Keterangan telah melakukan Penelitian ... 177

8. Daftar Nilai Siswa Kelas VII.B MTs.N Subang ... 178

9. Dokumentasi Penelitian ... 181

10. Jadwal Pelajaran, Profile Kepala Sekolah dan Personalia Guru MTs.N Subang ... 190


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan memegang peranan yang sangat vital dan esensial dalam merubah dan mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-Undang tentang Sisdiknas no. 20 tahun 2003 pasal 3). Tujuan yang diisyaratkan dalam Sisdiknas tersebut dapat terwujud dengan melakukan proses pembelajaran secara efektif dan efisien. Melalui belajar, potensi siswa akan berkembang secara utuh, yang ditandai dengan dimilikinya berbagai kecerdasan secara komprehensif, baik kecerdasan spiritual, emosional, sosial, intelektual maupun kecerdasan kinestetika (Madjid, 2012:67). Melalui belajar pula manusia bisa berkembang lebih jauh daripada makhluk-makhluk lainnya, sehinggga Ia dapat terbebas dari kemandegan fungsinya sebagai khalifah Tuhan di muka bumi. Sebagai khalifah Tuhan di bumi, manusia mengemban amanah, atau tanggung jawab (responsibility) untuk berinisiatif dan berpartisipasi aktif dalam menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang nyaman dan sejahtera, dan berupaya mencegah (preventif) terjadinya pelecehan nilai-nilai kemanusiaan dan perusakan lingkungan hidup (regional-global) (Yusuf dan Nurihsan, 2011:210).

Pendidikan dalam tataran praktis yang diwujudkan dalam bentuk pembelajaran di sekolah harus dapat menyentuh aspek-aspek riil kehidupan siswa. Selama ini sebagian besar lulusan pendidikan di Indonesia masih belum mampu bersaing dalam menjawab tantangan hidup. Terbukti tamatan SLTP dan SLTA banyak yang merasa tidak siap terjun di lingkungannya, lulusan tersebut rata-rata menjadi karyawan pabrik dan buruh kerja serabutan. Salah satu faktor penyebabnya adalah karena kegiatan belajar mengajar (KBM) masih menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis isi (content-oriented) artinya kecenderungan KBM lebih pada


(14)

2

Nunung Yuliantini, 2015

INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

nilai kognitif (hafalan) dan terkadang melupakan aspek afektif (sikap) dan psikomotorik (keterampilan). Fakta yang terjadi pada lingkungan pendidikan dalam kegiatan belajar mengajar diantaranya adalah bahwa sebagian siswa belum berperilaku baik dan berkarakter dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas, sehingga masih jauh dari harapan guru bahwa siswa harus dapat memahami, menyimak dan menerima pelajaran, ternyata sebagian siswa masih belum memiliki dan membudayakan sikap positif sewaktu belajar. Maka melalui internalisasi sikap positif kepada siswa dan berpedoman pada kurikulum 2013 dapat membentuk kepribadian siswa yang baik dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Inggris.

Faktor lain diantaranya adalah terkadang guru masih kurang menguasai model dan strategi pembelajaran dalam menyampaikan materi pelajaran di kelas. Sehingga menimbulkan terjadinya kejenuhan dan kemalasan pada siswa yang menjadikan mereka tidak semangat belajar, akibatnya kurang menguasai kosa kata Bahasa Inggris dan yang lainnya, faktor lain diantaranya masih kurang lengkapnya sarana dan prasarana belajar untuk praktek, terkadang guru masih kurang mengaitkan materi dengan kehidupan nyata, komunikasi yang monoton disebabkan latar belakang pendidikan guru yang tidak linear sehingga missmatch, belum terkordinirnya pembagian tugas belajar pada siswa sehingga belum terciptanya suasana tenang pada waktu belajar dan lain-lain. Sikap positif dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Inggris yaitu dengan mengaktualisasikan dirinya secara utuh baik jasmani maupun ruhani selama pembelajaran di kelas diantaranya dengan berperilaku sopan kepada guru dengan menyimak, memahami, memperhatikan materi pelajaran yang disampaikan guru secara santun, patuh, disiplin serta melaksanakan tugas yang diberikan guru dan bekerjasama dengan teman secara aktif, kreatif dan tertib dalam belajar sehingga menjadi siswa yang berprestasi dibawah bimbingan guru yang profesional.

Dalam proses pembelajaran yang berlangsung masih adanya pandangan yang keliru (tetapi selalu dipraktikkan) yang mengatakan bahwa belajar adalah mengisi otak siswa dengan ilmu saja (transfIer of knowledge). Pembelajaran dianggap


(15)

berhasil apabila siswa sudah mampu menghapal seperangkat konsep, kaidah, atau menguasai materi pelajaran dengan baik dan dapat menjawab dengan benar soal-soal yang diberikan dalam ujian, pembelajaran hanya mengedepankan aspek pemikiran (kognisi) daripada rasa (afeksi) dan tingkah laku (psikomotorik). Pembelajaran yang terjadi selama ini belum berusaha mengontekstualisasikan dan mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pembelajaran yang selama ini mereka terima hanyalah penonjolan tingkat hafalan dari sekian rentetan topik atau pokok bahasan, tetapi tidak di ikuti dengan pemahaman atau pengertian yang mendalam, yang bisa diterapkan ketika mereka berhadapan dengan situasi baru dalam kehidupannya (Muslich, 2011:40).

Untuk mengantisipasi kelemahan ini, guru dan insan pendidikan diharapkan dapat memaknai pendekatan kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) untuk menjawab tantangan sekaligus kelemahan yang terjadi dalam proses pembelajaran yang selama ini terjadi. Pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan suatu pendekatan pendidikan yang melakukan lebih dari sekedar menuntun para siswa dalam menggabungkan subjek-subjek akademik dengan konteks keadaan mereka sendiri dengan melibatkan para siswa dalam mencari

makna “konteks” itu sendiri (Johnson, 2011:65-66). Lebih dari itu, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual menyajikan sebuah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari (Depdiknas, 2002:34). Senada dengan itu Komalasari menyebutkan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar dan mengajar yang membantu guru untuk mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang di milikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara dan pekerja (Komalasari, 2013:6). Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual


(16)

4

Nunung Yuliantini, 2015

INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

mengisyaratkan guru untuk bisa memotivasi dan memfasilitasi siswa dalam upayanya untuk mengaplikasikan materi pembelajaran dengan kehidupan nyata mereka sehari-hari secara menyeluruh, tidak hanya terbatas pada kecerdasan kognitif semata, tetapi meliputi kecerdasan afektif dan psikomotor siswa, kecerdasan tidak lagi menunjuk pada satu ranah saja, karena pendidikan harus diarahkan kepada pengembangan kecerdasan yang menyeluruh (multiple quotient), manusia bukan lagi dipandang sebagai unsur yang terpisah-pisah (unsuriah) tetapi merupakan sosok pribadi yang integrated, utuh dan kaffah (Sauri, 2006:44). Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual mendorong siswa memahami dan menggali makna serta manfaat dari setiap kali proses pembelajaran dilakukan, sehingga akan memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar lebih kreatif, inovatif, dan bermakna.

Untuk merubah paradigma ini, guru dan insan pendidikan diharapkan dapat memaknai pendekatan kontekstual (CTL) untuk menjawab tantangan dan hambatan sekaligus kelemahan yang terjadi, maka guru harus bisa mengarahkan dan memotivasi siswa agar bisa mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan kenyataan dan kebutuhan siswa, serta guru harus mampu memotivasi siswa agar bisa mendorongnya untuk mengonstruksi pengetahuan yang dimilikinya dengan praktik pada kehidupan mereka, baik dilingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara, guru dalam proses pembelajaran bertindak sebagai motivator, evaluator, fasilitator dan sebagai sutradara dalam proses pembelajaran tersebut.

Di bawah ini dijelaskan secara singkat perbedaan dari dua model pembelajaran yaitu antara model pembelajaran konvensional dan Model pembelajaran kontekstual dapat dilihat dari konteks tertentu:

1. CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan menggali sendiri materi pelajaran. Sedangkan dalam pembelajaran konvensional siswa ditempatkan sebagai objek yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif.

2. Dalam pembelajaran CTL, siswa belajar melalui kegiatan kelompok, seperti kerja kelompok, berdiskusi saling menerima dan memberi, sedangkan dalam


(17)

pembelajaran konvensional siswa lebih banyak belajar secara individual dengan menerima mencatat dan menghapal materi pelajaran.

3. Dalam CTL, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara riil, sedangkan dalam pembelajaran konvensional, pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak.

4. Dalam CTL, kemampuan didasarkan atas pengalaman, sedangkan dalam pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan.

5. Tujuan Akhir dari proses pembelajaran melalui CTL adalah kepuasan diri, sedangkan dalam pembelajaran konvensional, tujuan akhir nilai atau angka.

6. Dalam CTL, tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri, misalnya individu-individu tidak melakukan perilaku tertentu karena ia menyadari bahwa perilaku itu merugikan dan tidak bermanfaat, sedangkan dalam pembelajaran konvensional, tindakan atau perilaku individu didasarkan oleh faktor dari luar dirinya, misalnya individu tidak melakukan sesuatu disebabkan takut hukuman atau sekadar untuk memperoleh angka atau nilai dari guru.

7. Dalam CTL, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu setiap siswa bisa terjadi perbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya. Dalam pembelajaran konvensional hal ini tidak mungkin terjadi. Kebenaran yang dimiliki bersifat absolute dan final, oleh karena pengetahuan dikonstruksi oleh orang lain. 8. Dalam pembelajaran CTL, siswa bertanggung jawab dalam memonitor dan

mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing; sedangkan dalam pembelajaran konvensional guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran. 9. Dalam pembelajaran CTL, pembelajaran bisa terjadi dimana saja dalam konteks

dan settings yang berbeda sesuai dengan kebutuhan, sedangkan dalam pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran biasanya hanya di ukur dari test.


(18)

6

Nunung Yuliantini, 2015

INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

Pembelajaran kontekstual mengharapkan disaat seorang siswa menerima permasalahan yang belum diketahui cara penyelesaiannya, ia akan berusaha mencari hal-hal yang mirip dengan apa yang ia ketahui sebelumnya, atau ia akan memodifikasi fakta yang ada dalam permasalahan tersebut agar sesuai dengan pengetahuan yang ia miliki. Sampai akhirnya ia bisa menemukan sendiri solusi dari permasalahan yang disajikan. Sesuatu yang ditemukan sendiri dengan coba-coba, hasilnya akan berakar lama pada diri anak, kalaupun suatu saat lupa, ia bisa berusaha mengingatkannya dengan cara mengingat kembali langkah-langkah yang pernah dilakukan untuk menemukan hal tersebut.

Perlu di ketahui bahwa dalam satu kelas memiliki kemampuan yang beragam. Guru harus bisa memikirkan kemampuan siswa secara klasikal dalam menyelesaikan permasalahan yang disajikan. Bila permasalahan dianggap mudah cara penyelesaiannya, guru bisa menugaskan siswa bekerja secara kelompok.

Siswa yang terbagi dalam beberapa kelompok bisa melakukan diskusi kelompok kecil atau kelompok besar. Kelompok inilah yang menentukan sendiri cara bekerja, mendiskusikan tugasnya dan menyimpulkan hasil pekerjaannya, guru tidak harus diam, tapi harus membimbing, dan apabila perlu harus membantu merumuskan kesimpulan. Dengan bekerja perorangan maupun kelompok diharapkan siswa mencari alternatif jawaban. Keaktifan siswa dalam memecahkan masalah dengan strategi sendiri akan menimbulkan proses kreatifitas yang akan berlangsung terus menerus dan merupakan bagian dari kegiatan sehari-hari yang berlangsung seumur hidup. Proses kemampuan berpikir berguna untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah (problem solving) dan mengembangkan ekspresi kreatif (creative expression).

CTL merupakan suatu proses pembelajaran yang menanamkan kemandirian. Proses pembelajaran CTL sangat dikenal sebagai pembelajaran mandiri. Pembelajaran mandiri memberikan kebebasan kepada siswa untuk menemukan bagaimana kehidupan akademik sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Proses menemukan ini butuh waktu, tetapi hasilnya sesuai dengan waktu yang dihabiskan


(19)

dalam proses menemukan.

Pemahaman tentang Pembelajaran kontekstual sangat terkait dengan

pengertian “mandiri” itu sendiri (Johnson, 2002:152) “guru yang memiliki tipe mandiri, mampu diri sendiri, memerintah diri sendiri, mengambil putusan sendiri dan

bertanggung jawab”. Brooks & Brooks (1993:103) juga mengatakan bahwa

pembelajaran mandiri membangkitkan antusiasme yang sama pada anak-anak dari Taman kanak-kanak hingga Universitas, bebas menggambarkan gagasan, minat, dan bakat mereka. Siswa yang mendapatkan pembelajaran mandiri dari segala usia semangat mengajukan pertanyaan, penyelidikan, dan melakukan berbagai percobaan.

Menurut Johnson (2002:43-165) kemandirian belajar merupakan salah satu komponen pembelajaran kontekstual. Adapun karakteristik siswa yang menunjukan kemandirian dalam pembelajaran kontekstual, adalah sebagai berikut:

a. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaning full connection), adalah membuat hubungan antara subyek dengan pengalaman yang bermakna dan makna ini akan memberi alasan apa yang dipelajari. Menghubungkan antara pembelajaran dengan kehidupan nyata siswa sehingga hasilnya akan bermakna (berarti). Ini akan membuat siswa merasakan bahwa belajar penting untuk masa depannya (Johnson, 43:44).

b. Melakukan pekerjaan atau kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work), adalah dapat melakukan pekerjaan atau tugas yang sesuai.

c. Belajar yang diatur sendiri (self regulated learning), adalah membangun minat individual siswa untuk bekerja ataupun kelompok dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna dengan mengaitkan antara materi bahan ajar dan konteks kehidupan sehari-hari (Johnson, 2002;82-84).

d. Bekerjasama (collaborating), adalah proses pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kelompok, membantu siswa untuk mengerti bagaimana berkomunikasi atau berinteraksi dengan yang lain dan dampak apa yang ditimbulkannya.

e. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking), siswa diwajibkan untuk memanfaatkan berpikir kritis dan kreatifnya dalam pengumpulan, analisis dan


(20)

8

Nunung Yuliantini, 2015

INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

sintesis data, memahami suatu isu atau fakta, dan pemecahan masalah. (Johnson, 2002:100-101).

f. Memelihara atau meminta pribadi (nurturing the individual), adalah menjaga atau mempertahankan kemajuan individu. Hal ini menyangkut pembelajaran yang dapat memotivasi, mendukung, menyemangati, dan memunculkan gairah belajar siswa (Johnson, 2002:127-128).

g. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards), adalah menyiapkan siswa mandiri, produktif dan cepat merespon atau mengikuti perkembangan teknologi dan jaman. Dengan demikian dibutuhkan penguasaan pengetahuan dan keterampilan sebagai wujud jaminan untuk menjadi orang yang bertanggung jawab, pengambil keputusan yang bijaksana dan karyawan yang memuaskan (Johnson, 2002:149-150).

h. Penilaian yang sesungguhnya (authentic assessment), ditujukan pada motivasi siswa untuk menjadi unggul di era teknologi, penilaian sesungguhnya ini berpusat pada tujuan, melibatkan keterampilan tangan, penerapan, dan kerja sama serta pemikiran tingkat tinggi yang berulang-ulang. Penilaian itu bertujuan agar para siswa dapat menunjukan penguasaan dan keahlian yang sesungguhnya dan kedalaman berpikir dari pengertian, pemahaman, akal budi, kebijaksanaan, dan kesepakatan (Johnson, 2002:165).

Berdasarkan hal-hal yang telah diungkapkan di atas tentang pembelajaran mandiri, maka penerapan CTL perlu dilaksanakan oleh setiap guru agar terhindar dari kegiatan pembelajaran yang menjenuhkan dan tentunya dapat meningkatkan pemahaman dan kesadaran serta akan menumbuhkan motivasi belajar siswa. Upaya sekelompok guru dan calon guru di Indonesia, untuk terus menerus mengupayakan pendidikan yang paling baik untuk para siswa terutama untuk anak yang kreatif dan berbakat diarahkan pada pelayanan pendidikan melalui kesempatan belajar pada lembaga pendidikan pengembangan yang disediakan pemerintah. Strategi pelayanan pendidikan memiliki konsekuensi sumber daya pendidikan (dana, tenaga dan sarana), memberikan perlakuan dan layanan pendidikan yang sama kepada semua siswa.


(21)

Model Strategi pelayanan pendidikan alternatif dalam manajemen pendidikan perlu dikembangkan untuk menghasilkan siswa yang unggul, melalui pemberian perhatian perlakuan dan pelayanan guru dan berdasarkan minat, bakat dan kreativitas kemampuan siswa. Mereka berbeda tingkat kecakapan, kecerdasan, minat, bakat dan kreativitasnya, tetapi masih kurangnya mengoptimalisasikan pengembangan potensi siswa secara tepat. (Hamzah, 2009:30).

pendidikan merupakan upaya pembinaan karakter seseorang, pendidikan merupakan usaha untuk membangun pribadi–pribadi yang bernilai dan berkarakter. pendidikan pada hakikatnya berupaya membebaskan dan menyiapkan generasi masa depan untuk mampu bertahan hidup (survive) dan berhasil menghadapi tantangan-tantangan zaman (Triatna, 2011:6).

Dalam pendidikan umum atau guruan nilai termasuk dalam hal ini pendidikan karakter di sekolah yang bertujuan untuk melatih siswa dalam hal perbuatan, ucapan, pikiran, agar selalu melakukan kebaikan dan mencegah kesalahan yang dapat menghasilkan penderitaan bagi diri sendiri. Tujuan pendidikan karakter pada dasarnya merupakan upaya untuk membentuk nilai-nilai sosial budaya bangsa Indonesia pada guru yang bersumber dari nilai-nilai luhur kearifan lokal yang masih dijunjung tinggi oleh masyarakat, nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai masyarakat global yang dinamis yang bersesuaian dengan nilai-nilai lokal dan nilai-nilai Pancasila (Sukadi dalam Budimansyah, 2012:92).

Rentang berfikir kreatif membantu para guru mendeteksi keterampilan, kekuatan, dan kelemahan siswa. Evaluasi terhadap alat ukur atau menilai kreativitas pertama–tama harus beranjak dari reliabilitas test. Seseorang dinilai kreatif atau tidak kreatif tergantung dari siapa yang menskornya. Siswa berbakat memiliki kelebihan ciri–ciri sebagai berikut: 1) Memiliki rasa ingin tahu yang besar. 2) Sering mengajukan pertanyaan yang berbobot. 3) Memberikan banyak gagasan dan usul terhadap suatu masalah. 4) Mampu menyatakan pendapat secara spontan dan tidak malu–malu. 5) Mempunyai/menghargai rasa keindahan. 6) Mempunyai pendapat sendiri dan dapat mengungkapkannya tidak mudah terpengaruh orang lain. 7)


(22)

10

Nunung Yuliantini, 2015

INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

Memiliki rasa humor tinggi. 8) Mempunyai daya imajinasi yang kuat. 9) Mampu mengajukan pemikiran, gagasan, pemecahan masalah yang berbeda dari orang lain. 10) Dapat bekerja sendiri dan 11) Senang mencoba hal–hal baru.

Sejumlah siswa yang tergolong baik terlihat mengalami kemajuan kreativitas. Mereka mau mengemukakan pendapat atau ide. Mereka mampu mewujudkan ide tersebut didepan teman–temannya. Sejumlah siswa yang tergolong cukup aktif mengemukakan pendapat ide cenderung butuh stimulus guru yang berkesinambungan. Guru harus benar–benar aksis dalam membina siswanya agar pembelajaran berhasil.

Menurut Saodih (Mulyasa, 2008:13) guru dalam pembelajaran memerlukan teknik pembelajaran yang tepat dalam memberikan setiap materi yang hendak diberikannya. Khususnya mengenai teks yang di dalamnya mengandung nilai-nilai dan pengembangan sikap positif untuk perlu dipahami dan memiliki karakteristik yang luas yang perlu dicermati secara seksama sesuai dengan kompetensi luaran yang diharapkan pada teks tersebut yang perlu digali oleh guru dalam memberikan pengembangan diri sikap positif kepada siswa.

Perlu adanya pelatihan untuk mendesain kurikulum dalam mengembangkan Model-model strategi pembelajaran pada siswa. Peran guru yang profesional sangat membantu siswa dalam upaya mengoptimalkan kegiatan berpikir kreatif siswasampai mencapai hasil yang maksimal. Dalam undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional pasal 39 Ayat (2) menyebutkan guru merupakan Tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses belajar, menilai hasil pembelajaran melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Peneliti bermaksud mengadakan penelitian di Madrasah Tsanawiyah Negeri Subang dalam upaya untuk menginternalisasikan sikap positif kepada siswa dengan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran Bahasa Inggris. Hal ini sangatlah penting karena demi suksesnya pembelajaran di kelas agar tujuan pendidikan nasional tercapai. Kenyataannya masih banyak diantara guru yang belum dapat menyampaikan


(23)

pelajarannya secara efektif dan efisien waktu karena keterbatasan wawasan guru dalam bidang pengetahuan serta kurangnya pengetahuan tentang model-model dan strategi dalam mengajar kepada siswa, juga masih kurangnya perhatian siswa terhadap guru yang menyampaikan materi, dikarenakan siswa tersebut tidak mempunyai sikap positif dalam menerima materi pelajaran yang disampaikan guru.

Penelitian ini diharapkan supaya antara siswa dan guru dapat menginternalisasikan sikap positif dalam mata pelajaran Bahasa Inggris melalui pendekatan kontekstual sehingga antara siswa dengan siswa lainnya akan lebih semangat dan fokus mengerjakan tugas bersama guru yang membimbing dan mengarahkan, kemudian siswa pun berhubungan langsung dengan objek yang hendak dipelajari tanpa menggunakan perantara alhasil terjadinya keterlibatan pembelajaran yang aktif yang menjadi kesatuan antara materi, media pembelajaran, siswa yang aktif berkreatifitas sehingga mencapai prestasi dengan bimbingan guru yang profesional.

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Penelitian ini diadakan dengan latar belakang bahwa pada dasarnya masih terdapat kesulitan dalam belajar Bahasa Inggris siswa pada Madrasah Tsanawiyah Negeri Subang sebab pembelajaran yang dilaksanakan terkadang masih menggunakan pendekatan konvensional, sedangkan pendekatan kontekstual merupakan metode pembelajaran baru yang menuntut keaktifan siswa dan guru untuk menemukan sendiri kandungan materi pelajaran dan pengalaman yang juga dihubungkan langsung dengan kejadian sehari-hari pada lingkungan nya, sehingga dapat diketahui sejauh mana pelaksanaan proses efektifitas internalisasi sikap positif dalam pembelajaran Bahasa Inggris melalui pendekatan kontekstual tersebut. Maka dapat dipahami bahwa: Pertama, dalam proses kegiatan pembelajaran siswa dituntut memiliki sikap positif agar siswa tersebut dapat fokus yaitu mengaktualisasikan dirinya secara utuh baik fisik maupun mentalnya sehingga dapat berperan aktif dan kreatif dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Inggris di kelas, sehingga menjadi


(24)

12

Nunung Yuliantini, 2015

INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

siswa yang berprestasi dengan bimbingan guru yang profesional. Kedua, pembelajaran kontekstual merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang bertujuan membekali siswa keterampilan belajar mandiri dan bermakna sehingga siswa dapat menemukan sendiri materi serta menghubungkannya langsung dengan kehidupan sehari-hari

C. Rumusan Masalah Penelitian

Adapun Masalah penelitian secara umum ini dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah cara menginternalisasikan sikap positif kepada siswa melalui pendekatan kontekstual dalam pembelajaran Bahasa Inggris ?

Susunan masalah penelitian secara khusus sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Proses Internalisasi sikap positif melalui pendekatan kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Inggris ?

2. Bagaimanakah gambaran sikap positif siswa dalam pembelajaran BahasaInggris di MTs.N Subang ?

3. Bagaimana kendala dan upaya untuk menginternalisasikan sikap positif melalui pendekatan Kontekstual dalam pembelajaran Bahasa Inggris?

D. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan proses internalisasi sikap positif melalui pendekatan kontekstual dalam pembelajaran Bahasa Inggris pada MTs.N Subang. Secara khusus tujuannya adalah untuk mengetahui:

1. Proses Internalisasi sikap positif melalui pendekatan kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Inggris.

2. Gambaran sikap positif siswa dalam pembelajaran Bahasa Inggris di MTs.N Subang.

3. Kendala dan upaya menginternalisasikan sikap positif melalui pendekatan Kontekstual dalam pembelajaran Bahasa Inggris.


(25)

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak bagi berbagai pihak diantaranya:

Manfaat secara Teoretis

1. Memberikan Informasi dan kontribusi terhadap guru dan siswa dalam hal menginternalisasikan sikap positif yaitu dengan pendekatan kontekstual pada mata pelajaran Bahasa Inggris.

2. Memberikan sumbangan pemikiran dengan pendekatan CTL pada keberlangsungan pembelajaran Bahasa Inggris, karena berdasarkan data observasi yang terjadi di tempat penelitian bahwa guru masih menggunakan pembelajaran yang bersifat konvensional sehingga menimbulkan efek jenuh dan monoton kepada siswa.

3. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap pengembangan pelaksanaan pembelajaran pada pendidikan umum.

Manfaat secara Praktis

1. Memberikan wawasan kepada praktisi pendidikan dalam mengamplikasikan pendekatan kontekstual yang menyajikan konsep belajar dengan cara mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong mereka membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari (Depdiknas, 2002:34). 2. Membantu praktisi guruan dengan penemuan hal baru dalam hal model dan strategi

pembelajaran sehingga dapat memotivasi siswa dalam upayanya untuk mengaplikasikan materi pembelajaran dengan kehidupan nyata mereka sehari-hari secara menyeluruh, tidak hanya terbatas pada kecerdasan kognitif saja akan tetapi meliputi kecerdasan afektif dan psikomotor.

3. Membudayakan sikap positif, disiplin, mandiri dan tanggung jawab dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Inggris secara aktif dan kreatif dengan bimbingan guru yang profesional sehinga menjadi siswa yang berprestasi.


(26)

14

Nunung Yuliantini, 2015

INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

F. Struktur Organisasi Tesis

Dalam bagian ini akan diungkapkan secara berurutan keseluruhan isi tesis, sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, yang mencakup: Latar Belakang Penelitian. Identifikasi Masalah Penelitian. Rumusan Masalah Penelitian. Tujuan Penelitan. Manfaat Penelitian. Dan Sturktur Organisasi Tesis. Bab II Kajian Pustaka meliputi: Pengertian Internalisasi dan Sikap Positif. Pembelajaran Bahasa Inggris. Pendekatan Kontekstual. Hakikat Pendidikan Umum. Internalisasi Sikap Positif dalam Pembelajaran Bahasa Inggris melalui Pendekatan Kontekstual. Penelitian terdahulu yang Relevan, dan Kerangka Berfikir. Bab III Metodologi Penelitian meliputi: Pendekatan Penelitian. Desain Penelitian. Metode penelitian. Definisi Operasional. Instrumen penelitian. Teknik Penelitian. Langkah-langkah penelitian. Dan Analisis data. Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian, mencakup: Deskripsi Lokasi Penelitian. Deskripsi Hasil Penelitian. Pembahasan Hasil Penelitian. Bab V Simpulan dan Saran.


(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Tsanawiyah Negeri Subang Jawa Barat. Adapun peneliti memilih tempat penelitian di MTs.N Subang ini karena sekolah ini merupakan sekolah strategis yang menjadi pusat dari semua Madrasah Tsanawiyah yang ada di kota Subang. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII.B dengan mengambil tiga orang siswa dan tiga orang guru sebagai xample, kemudian sebagai perwakilan akhirnya diambil seorang siswa dan seorang guru Bahasa Inggris dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM).

B. Desain Penelitian

Problematika di MTs.N Subang dalam kegiatan belajar mengajar diantaranya adalah bahwa sebagian siswa belum berperilaku baik dan berkarakter dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas, sebagian guru masih kurang menguasai berbagai model dan metode pembelajaran sehingga motivasi siswa dalam mengikuti belajar kurang maksimal.

Penelitian tentang Internalisasi sikap positif melalui pendekatan kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Inggris di MTs.N Subang, menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun definisi dari pendekatan penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat post positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah experiment) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan xample sumber data dilakukan secara purposive dan snowball.

Adapun alasan peneliti memilih pendekatan kualitatif ini adalah bermaksud mendapatkan pemahaman secara lebih mendalam tentang proses dan hasil dari internalisasi sikap positif melalui pendekatan kontekstual dalam pembelajaran Bahasa Inggris, yakni suatu proses yang mencoba untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kompleksitas yang ada dalam interaksi manusia dan secara khusus untuk memperoleh jawaban atau informasi


(28)

53

Nunung Yuliantini, 2015

INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

|

mendalam tentang interaksi sosial. Hal ini berarti peneliti mengamati interaksi manusia yang secara khusus diamati dalam pembelajaran Bahasa Inggris barulah peneliti memperoleh jawaban atau informasi dari kompleksitas yang telah diamati.

B

Bagan 3.1 Desain Penelitian

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian Studi Kasus. Studi kasus adalah salah satu metode penelitian ilmu-ilmu sosial.Studi kasus lebih dikehendaki untuk melacak peristiwa-peristiwa yang bersangkutan tak dapat dimanipulasi. Dua sumber bukti yang biasanya digunakan adalah Observasi dan Wawancara.

Robert K.Yin (Soendari, 2007) mengatakan bahwa dalam penelitian studi kasus, bukti atau data dalam penelitian bisa berasal dari enam sumber yaitu dokumen, rekaman arsip, wawancara, pengamatan langsung, observasi partisipan

Studi pustaka program test -Teori -Kajian penelitian kasus -Planning -Tujuan -procedure - Tulis - Lisan - Skala sikap

survei Desain Sasaran

- Studi lapangan - Sasaran - Hasil

observasi

- Workshop / MGMP - Model pembelajaran - Strategi pembelajaran - privat A. Siswa B. Guru produk

A.Siswa dan guru Workshop/MGMP B.Model pembelajaran C.Strategi pembelajaran D.privat yang berkarakter dan berprestasi


(29)

dan perangkat fisik. Kemudian untuk pengambilan informan menggunakan teknik purposive sampling. Dalam penelitian ini peneliti membatasi sumber bukti menjadi empat sumber bukti yaitu; dokumen, rekaman arsip, wawancara dan pengamatan langsung. Sementara untuk instrumen yang digunakan dalam pengamatan komponen karena masalah yang dikaji dan apa yang diteliti berkaitan dengan kegiatan dan perilaku manusia tersebut adalah dengan membuat check list atau daftar cek.

Adapun peneliti menggunakan Metode studi kasus ini adalah dengan alasan bahwa untuk mengetahui dan memecahkan suatu masalah bahwa siswa masih kurang memiliki sikap positif, yang terjadi di MTs.N Subang melalui instrument-instrument yang akan diberikan kepada semua subjek yang diteliti, sehingga mendapatkan solusi sesuai harapan peneliti dan berguna untuk kepentingan pendidikan.

D. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini terdapat beberapa konsep dan istilah yang harus diperjelas dan dipertegas mengenai makna yang digunakan, sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda dan memiliki interpretasi yang beragam. Maka, dirumuskan definisi operasional dari tiap istilah yang digunakan, definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Internalisasi

Internalisasi adalah proses pemasukan nilai pada seseorang dalam menanamkan perilaku yang baik yang akan membentuk pola pikirannya dalam kehidupan (Soekamto, 1981:25). Proses utama untuk menguatkan dan menanamkan perilaku adalah keterampilan individual, sejarah penguatan masa lalu dan karakteristik warisan yang dioptimalkan dengan variasi (perilaku) dan seleksi berdasarkan konsekuensi (Gredler, 2011:122).

Internalisasi merupakan proses panjang individu sejak dilahirkan sampai Ia hampir meninggal, dimana dia belajar menanamkan dalam kepribadiannya segala perasaan, hasrat, nafsu, serta emosi yang diperlukan sepanjang hidupnya.


(30)

55

Nunung Yuliantini, 2015

INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

|

Proses internalisasi melakukan interpretasi (pemahaman) dari pesan yang diterima terutama menyangkut makna yang dilihat dan didengarnya (Setiadi dan Kolip, 2011:165). Tiap individu dilahirkan ke dalam suatu struktur sosial yang objektif di mana ia menjumpai orang-orang yang berpengaruh dan yang bertugas mensosialisasikannya (Berger dan Luckmann, 2013, 179). Secara epistimologi internalisasi berasal dari kata intern atau kata internal yang berarti bagian dalam atau di dalam. Sedangkan internalisasi berarti penghayatan (Peter dalam Tongo,

2011:1). Dalam kaidah bahasa Indonesia akhiran “isasi” mempunyai definisi proses. Sehingga internalisasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses, lebih lanjut internalisasi dapat didefinisikan sebagai penghayatan, pendalaman, penguasaan secara mendalam yang berlangsung melalui binaan, bimbingan dan sebagainya (KBBI, 1989:336). Dalam hal ini internalisasi dapat diartikan sebagai suatu proses usaha untuk menjadikan sesuatu berada di dalam (Setiawan, 2011:151).

Proses yang dimana individu memperoleh suatu sikap, keyakinan atau tingkah laku dari sumber-sumber di luar dirinya yang menyebabkan adanya transformasi yang terus menerus pada sebuah organisasi, tujuan dan nilai pribadi. Internalisasi tersebut merupakan suatu proses menanamkan nilai-nilai normatif melalui pembelajaran untuk terinternalisasi ke dalam pikiran atau kepribadian, perbuatan nilai-nilai, patokan-patokan ide atau praktek-praktek dari orang-orang lain sehingga menjadi bagian dari diri sendiri.

Adapun langkah-langkah/indikator dari Internalisasi diantaranya: proses pembelajaran, proses pembudayaan, proses pembiasaan dan proses peneladanan sehingga membentuk suatu kepribadian seseorang dalam kehidupannya.

2. Sikap Positif

Menurut Chapman (2007) Sikap positif adalah perwujudan nyata dari suasana jiwa, yang terutama memperhatikan hal-hal yang positif yakni suasana jiwa yang lebih mengutamakan kegiatan kreatif daripada kegiatan yang menjerumuskan kegembiraan daripada kesedihan, harapan dari pada keadaan jiwa melalui usaha-usaha yang sadar dan bila sesuatu terjadi pada sendirinya supaya tidak membelokkan


(31)

kearah sikap yang negatif jika pun membelok kearah itu maka kembali lagi kearah sikap yang positif.

Sikap positif adalah perwujudan nyata dari suatu pikiran terutama memperhatikan hal-hal yang baik. Sikap positif adalah suasana jiwa yang mengutamakan kegiatan kreatif dari pada kegiatan yang menjemukan, kegembiraan dari pada kesedihan, Optimisme dari pada pesimisme. Sikap positif adalah keadaan jiwa seseorang yang dipertahankan melalui usaha-usaha yang sadar bila sesuatu terjadi pada dirinya supaya tidak membelokkan fokus mental seseorang pada negatif. Dengan kata lain bahwa berperilaku baik adalah sikap tingkah laku seseorang yang tidak melanggar atas norma dan agama yang berlaku. Jadi yang dimaksud dengan internalisasi sikap positif adalah penghayatan melalui proses penanaman perilaku yang baik sehingga akan membentuk nila-nilai sikap positif yang akan membentuk pola pikir sebagai perwujudan yang nyata dalam kehidupan.

Sikap positif merupakan kecenderungan tindakan untuk mendekati, menyenangi, dan mengharapkan objek tertentu. Secara ringkas, sikap positif dapat diartikan dengan perilaku baik yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma kehidupan yang berlaku dalam masyarakat.

Adapun langkah-langkah/Indikator dari sikap positif diantaranya: membiasakan untuk selalu berpikiran positif, berkepribadian baik tidak menyimpang dari aturan agama maupun norma masyarakat, aktif dan kreatif, peduli terhadap lingkungan sekitar dll.

3. Pendekatan Kontekstual

CTL (Contekstual teaching and learning) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh pada materi yang dipelajari dan dihubungkan dengan kehidupan nyata sehingga dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka (Sanjaya, 2006:256). Pendekatan kontekstual adalah pendekatan kontrukstivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal tetapi mengonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya (Masnur,


(32)

57

Nunung Yuliantini, 2015

INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

|

2007:41). Menurut Tim Penulis Depdiknas (2003:5) adalah sebagai berikut: Pembelajaran konstektual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection) dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).

Pendekatan kontekstual merupakan sebuah proses pendidikan yang bertujuan untuk menolong siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan nyata mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya mereka. pendekatan pembelajaran kontekstual menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan mereka, sehingga mendorong siswa untuk menerapkannya dalam kehidupan nyata yang diarahkan untuk dapat menyentuh secara menyeluruh kecerdasan siswa, baik itu kecerdasan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, serta dalam keseluruhan tahapan proses pembelajaran.

Adapun langkah-langkah/karakteristik dari pendekatan kontekstual diantaranya: siswa menemukan materi sendiri, siswa belajar aktif, kreatif dan mandiri, siswa dapat mnghubungkannya langsung antara materi pembelajaran dengan kehidupan mereka.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian dilakukan untuk mendapatkan hasil yang ingin digali oleh peneliti dengan hasil yang lebih baik dalam artian hasilnya lebih cermat, lengkap, dan sistematis, sehingga memudahkan peneliti dalam mengolah dan mereduksi temuan-temuan di lapangan. Dalam penelitian ini peneliti sendiri yang menjadi instrumen penelitian. Peneliti sebagai instrument penelitian dikarenakan


(33)

peneliti sendiri yang dapat berhubungan langsung dengan responden atau objek lainnya, dan penelitilah yang mampu memahami kaitan kenyataan-kenyataan di lapangan.

Peneliti sebagai instrumen penelitian atau human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya. Oleh karena itu, peneliti sendiri yang berperan serta secara aktif dalam kegiatan yang akan dilakukan dalam usahanya untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Penelitian ini menggunakan beberapa instrumen. Untuk sampai kepada masalah yang ingin digali lebih jauh, maka peneliti menggunakan instrumen dengan observasi partisipatif, wawancara mendalam, studi dokumentasi dan angket.

F. Teknik Pengumpulan data

Untuk menunjang metode penelitian kualitatif dalam penelitian ini, maka diperlukan suatu teknik pengumpulan data yang diharapkan dapat mengungkap beberapa masalah dari data dan fakta yang terkumpul. Adapun Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah :

a. Observasi

Menurut Supardi dalam Arikunto (2008:127) observasi adalah kegiatan pengamatan (pengambilan data) untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran. Observasi sebagai salah satu teknik untuk mengamati secara langsung dengan teliti, cermat dan hati-hati terhadap fenomena dalam pembelajaran di kelas. Data yang dikumpulkan melalui tehnik ini adalah data pengamatan tentang sikap belajar anak yang selama ini terjadi di kelas dan cara guru menyampaikan materi pelajarannya.

b. Wawancara

Wawancara adalah merupakan pertemuan antara dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara merupakan alat mengecek ulang atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya dan


(34)

59

Nunung Yuliantini, 2015

INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

|

juga merupakan teknik komunikasi langsung antara peneliti dan sampel. Data yang dikumpulkan melalui wawancara ini adalah seputar pertanyaan tentang hambatan dan kendala Materi bahan pelajaran diantaranya tentang minat/tidak minatnya terhadap mata pelajaran Bahasa Inggris, model dan strategi apa yang disampaikan guru dalam menyampaikan pembelajaran, perolehan hasil evaluasi belajar siswa, bahan pelajaran dll.

c. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah suatu metode untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, agenda, dan sebagainya (Arikunto 2002:206). Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data sekolah dan nama siswa, photo rekaman proses tindakan penelitian berupa RPP, silabus, daftar hadir siswa, daftar nilai siswa,bahasa kamus-kamus Bahasa Inggris dan hasil kreativitas siswa. Data yang dikumpulkan melalui dokumentasi ini adalah pengumpulan data-data penting yang berhubungan dengan subjek yang diteliti.

Tabel 3.1

Indikator dan Teknik Pengumpulan data penelitian

No Variabel Indikator Alat pengumpul data

1 Sikap positif 1. Positive thinking 2. Kreatif

3. Berperilaku baik

4. Peduli terhadap lingkungan

1. Wawancara 2. Skala sikap 3. Observasi 2 Pendekatan

Konstektual 7 Asas CTL

1. Constructivism 2. Inquiry

3. Questionong

4. Learning Community 5. Modelling

6. Reflection

7. Authentic Assesment

1. Wawancara 2. Skala sikap 3. Observasi


(35)

G. Langkah – langkah penelitian

Penelitian ini diharapkan supaya antara siswa dan guru dapat menginternalisasikan sikap positif dalam proses KBM mata pelajaran Bahasa Inggris melalui strategi pembelajaran kontekstual sehingga antara siswa dengan siswa lainnya akan lebih semangat dan fokus mengerjakan tugas bersama guru dibimbing dan diarahkan, kemudian siswa pun berhubungan langsung dengan objek yang hendak dipelajari tanpa menggunakan perantara alhasil terjadinya keterlibatan pembelajaran yang aktif yang menjadi kesatuan antara materi, media pembelajaran, siswa yang aktif berkreatifitas mencapai prestasi dengan bimbingan guru yang lebih profesional.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Pemilihan kasus: dalam pemilihan kasus hendaknya dilakukan secara bertujuan

(purposive) dan bukan secara rambang. Kasus dapat dipilih oleh peneliti dengan menjadikan objek orang, lingkungan, program, proses, dan masvarakat atau unit sosial. Ukuran dan kompleksitas objek studi kasus haruslah masuk akal, sehingga dapat diselesaikan dengan batas waktu dan sumber-sumber yang tersedia;

2. Pengumpulan data: terdapat beberapa teknik dalarn pengumpulan data, tetapi yang lebih dipakai dalam penelitian kasus adalah observasi, wawancara, dan analisis dokumentasi. Peneliti sebagai instrumen penelitian, dapat menyesuaikan cara pengumpulan data dengan masalah dan lingkungan penelitian, serta dapat mengumpulkan data yang berbeda secara serentak; 3. Analisis data: setelah data terkumpul peneliti dapat mulai mengagregasi,

mengorganisasi, dan mengklasifikasi data menjadi unit-unit yang dapat dikelola. Agregasi merupakan proses mengabstraksi hal-hal khusus menjadi hal-hal umum guna menemukan pola umum data. Data dapat diorganisasi secara kronologis, kategori atau dimasukkan ke dalam tipologi. Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu pengumpulan data dan setelah semua data terkumpul atau setelah selesai di lapangan;

4. Perbaikan (refinement): meskipun semua data telah terkumpul, dalam pendekatan studi kasus hendaknya dilakukan penyempurnaan atau penguatan


(36)

61

Nunung Yuliantini, 2015

INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

|

(reinforcement) data baru terhadap kategori yang telah ditemukan. Pengumpulan data baru mengharuskan peneliti untuk kembali ke lapangan dan barangkali harus membuat kategori baru, data baru tidak bisa dikelompokkan ke dalam kategori yang sudah ada;

5. Laporan hendaknya ditulis secara komunikatif, rnudah dibaca, dan mendeskripsikan suatu gejala atau kesatuan sosial secara jelas, sehingga rnernudahkan pembaca untuk mernahami seluruh informasi penting. Laporan diharapkan dapat membawa pembaca ke dalam situasi kasus kehidupan seseorang atau kelompok.

H. Analisis Data

Analisis data merupakan satu langkah penting untuk memperoleh temuan-temuan hasil riset. Dalam kegiatan riset, data mentah akan memberi arti bila dianalisis, ditafsirkan dan dibahas sehingga pelaku riset dapat memperoleh makna dari setiap temuan yang diperoleh berdasarkan data yang dapat dikumpulkan itu. (Ali 2011: 415). Peneliti menggunakan teori Miles dan Huberman bahwa analisis data kualitatif dilakukan dalam 3 (tiga) aktifitas (komponen) yaitu:

1. Reduksi Data.

Reduksi data adalah proses memilih, menyederhanakan, memfokuskan, mengabstraksi dan mengubah data dasar ke dalam catatan lapangan.

2. Penyajian Data.

Penyajian data merupakan suatu cara merangkai data suatu organisasi yang memudahkan untuk pembuatan kesimpulan/tindakan yang diusulkan.

3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi.

Verifikasi data adalah penjelasan tentang makna data dalam suatu konfigurasi yang secara jelas menunjukan alur kausalnya, sehingga dapat diajukan proporsisi–proporsisi yang terkait dengannya. (Hamzah, 2009:242). analisis data bersifat induktif, realitatif, dan hasil penelitian yang kualitatif lebih menekankan pada makna generalisasi.


(37)

Tabel 3.2

Ringkasan Analisis Data

NO Pertanyaan

Penelitian Jenis data

Sumber data Teknik Pengumpulan data Rancangan analisi data 1 Bagaimanakah

proses Internalisasi sikap positif melalui pendekatan kontekstual dalam pembelajaran Bahasa Inggris? Data nilai afektif siswa dalam pembelajaran Bahasa Inggris (kualitatif) Data primer, Data sekunder

Observasi Analisis deskriptif (reduksi, penyajian data, dan verifikasi)

2 Bagaimanakah gambaran sikap positif siswa dalam pembelajaran Bahasa Inggris di MTs.N Subang? Data keaktifan siswa di kelas, data nilai kompetensi dasar harian (kualitatif) Data primer, data sekunder Observasi, Wawancara, dan Daftar tilik Analisis deskriptif (reduksi, penyajian data, dan verifikasi)

3. Bagaimana kendala dan upaya untuk menginternalisasikan sikap positif melalui Pendekatan Kontekstual dalam pembelajaran Bahasa Inggris? Data nilai afektif, kognitif, psikomotor siswa Data keadaan guru dengan siswa (kualitatif) Data primer, data sekunder Observasi, Wawancara, dan Daftar tilik Analisis deskriptif (reduksi, penyajian data, dan verifikasi)


(38)

63

Nunung Yuliantini, 2015

INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS


(39)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil Penelitian dengan Tema Internalisasi Sikap positif melalui pendekatan kontekstual dalam pembelajaran Bahasa Inggris (Studi kasus pada siswa kelas VII.B di MTs.N Subang), maka dapat diambil Simpulan dan Saran sebagai berikut:

A. Simpulan

1. Simpulan Umum

Realita di MTs.N Subang pada umumnya menunjukkan siswa belum berperilaku baik dan berkarakter dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas, sebagian guru masih kurang menguasai berbagai model dan metode pembelajaran, sehingga motivasi belajar siswa masih belum maksimal. Pembelajaran yang dilaksanakan terkadang masih menggunakan pendekatan konvensional, sedangkan pendekatan kontekstual merupakan metode pembelajaran yang menuntut keaktifan siswa dan guru yang dapat menemukan sendiri kandungan materi pelajaran dan pengalaman yang juga dihubungkan langsung dengan kejadian sehari-hari pada lingkungan kehidupannya, oleh karena itu perlu pengetahuan sikap positif.

Internalisasi sikap positif adalah penghayatan melalui proses penanaman perilaku yang baik sehingga akan membentuk nilai-nilai sikap positif yang akan membentuk pola pikir sebagai perwujudan yang nyata dalam kehidupan. Sikap positif dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Inggris yaitu dengan mengaktualisasikan dirinya secara utuh baik jasmani maupun ruhani selama pembelajaran di kelas diantaranya dengan berperilaku sopan kepada guru melalui menyimak, memahami, memperhatikan materi pelajaran yang disampaikan guru secara santun, patuh, disiplin serta melaksanakan tugas yang diberikan guru dan bekerjasama dengan teman secara aktif, kreatif dan tertib dalam belajar sehingga menjadi siswa berprestasi dibawah bimbingan guru yang profesional.


(40)

104

Nunung Yuliantini, 2015

INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

|

Internalisasi sikap positif melalui konsep dasar pembelajaran kontekstual (CTL) dalam pembelajaran Bahasa Inggris merupakan penghayatan melalui poses penanaman perilaku yang baik sehingga akan membentuk nilai-nilai sikap positif yang akan membentuk pola pikir sebagai perwujudan yang nyata dalam kehidupan, akan tetapi CTL bukan suatu perubah melainkan siswa itu sendiri yang harus merubah cara belajarnya. Maka dengan demikian dapat ditarik kesimpulan secara umum bahwa sikap positif dapat diinternalisasikan melalui tujuh komponen pendekatan kontekstual oleh guru dengan tujuan dapat meningkatkan semangat belajar siswa, sehingga dapat merubah cara belajarnya supaya berhasil ilmu dan berprestasi.

2. Simpulan Khusus

Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian ini, maka peneliti dapat menarik kesimpulan kedalam 3 (tiga) hasil penelitian utama, sebagai berikut: a. Proses Internalisasi sikap positif melalui pendekatan kontekstual dalam

pembelajaran Bahasa Inggris.

Dalam menginternalisasikan Sikap positif melalui Tujuh komponen pembelajaran kontekstual, diantaranya adalah:

1). Membangun (contructivism)

Siswa dalam mengikuti pembelajaran akan terdorong untuk mengkonstruksi atau membangun pengetahuannya. Guru memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk membangun pengetahuan yang sesuai dengan materi yang disampaikannya.

2). Menemukan (inquiry)

Siswa harus didorong untuk menemukan masalah dalam materi pembelajaran sehingga dapat menemukan proses pemecahan atau solusi dari masalah pembelajaran tersebut. Guru memotivasi siswa saat melaksanakan diskusi kelompok maupun diskusi terbuka antar kelompok, membimbing dan mengarahkannya, memberikan gambaran terdahulu tentang berpikir analisis dan kritis.

3). Bertanya (Questioning)


(41)

apa yang menjadi penasaran sebagai bahan perbandingan pengetahuannya. Guru memberikan pertanyaan secara terbuka dan menyeluruh kepada siswa lalu memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan baik dari guru maupun dari temannya.

4). Kelompok Belajar (Learning Community)

Siswa harus memiliki komitment dalam berbagi ide/gagasan, mendengarkan ide/gagasan dari yang lain, mendengarkan dengan seksama dan bekerjasama dengan kelompok lainnya. Peran guru membentuk kelompok kecil ataupun besar disesuaikan dengan kemampuan siswanya.

5). Pemodelan (modelling)

Siswa diharapkan bisa melakukan dengan baik hal-hal yang dicontohkan guru atau pun si pemodel dalam memperagakan dan mendemonstrasikan sesuatu model. Guru memberikan contoh yang baik kepada siswa supaya ditiru.

6). Mengingat kembali (Reflection)

Siswa berpikir ulang tentang apa yang telah dipelajari dan disampaikan guru. Guru mendorong siswa untuk melakukan refleksi secara mandiri mengenai pembelajarannya.

7). Penilaian sebenarnya (Authentic assessment)

Siswa memperoleh penilaian sebenarnya yang di peroleh pada akhir suatu kegiatan. dalam pembelajaran, guru memberikan penilaian harus mengukur kemampuan dan keterampilan siswa.

b. Gambaran sikap positif siswa dan guru dalam pembelajaran Bahasa Inggris. 1). Sikap positif yang dimiliki siswa

Siswa memiliki budi pekerti yang baik, mempunyai semangat belajar yang tinggi dengan fokus pada pelajaran, tertib dan serius dalam belajar, menyiapkan alat belajar, menghormati guru, mematuhi, dan melaksanakan perintah guru, mandiri, percaya diri dan rajin dalam mengerjakan tugas dalam belajar, bersikap aktif, kreatif, bertanggung jawab dalam belajar, bekerjasama dengan teman, optimis berprestasi dalam keberhasilan belajar, tenang dalam menghadapi


(42)

106

Nunung Yuliantini, 2015

INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

|

kesulitan belajar, membuat suasana belajar yang aman, dapat dipercaya teman dan guru, pandai bersyukur, nyaman dalam situasi dan kondisi pembelajaran, dan lain-lain.

2). Sikap positif yang dimiliki guru

Guru dapat membawa diri ke dunia mengajar dalam suasana hati yang riang, ramah, semangat dan tetap disegani siswa. Selalu menyiapkan bahan ajar yaitu RPP dan Silabus, semaksimal mungkin mentransferkan ilmunya sehingga siswa menjadi aktif, kreatif, mandiri, bertanggung jawab dan bekerjasama dengan temannya dalam mengerjakan tugas, optimis dengan keberhasilan mengajar yang diberikan kepada siswa, memberikan berbagai metode/model pembelajaran supaya siswa tidak jenuh dalam belajar, bertindak objektif dalam penilaian, memberikan motivasi supaya berprestasi dalam belajar, membantu siswa yang kesulitan dalam belajar, membiasakan sikap disiplin dengan memberikan reward, tidak bersifat amarah memberikan hukuman yang bijak, pandai bersyukur, menjadi pigure/model yang baik bagi siswa, serta dapat bekerjasama yang sportif dengan siswa.

c. Kendala untuk menginternalisasikan sikap positif melalui pendekatan kontekstual:

1) Siswa masih kurang membiasakan bersikap positif sehingga dalam mengikuti pembelajaran merasa kurang fokus dan kurang paham terutama pada bagian materi: speech, dialogue, letter, time, translate, practise conversation, tenses. 2) Adapun faktor penyebabnya adalah karena masih ada sebagian siswa yang

kurang menyenangi mata pelajaran Bahasa Inggris dikarenakan berbeda cara menulis, cara membaca, dan harus menghapal kosa kata, faktor lainnya penyampaian materi oleh guru yang terkadang monoton sehingga kurang menarik perhatian siswa, merasa malas dalam mengerjakan tugas, belum mengerti dengan bahasan pembelajaran, tidak mempunyai inisiatif sehingga cara belajarnya pasif, tidak berani mencoba tentang sesuatu pembelajaran yang baru.


(43)

4) Diantara ke Tujuh komponen kontekstual yang paling susah menurut siswa adalah pada bagian contructivism, inquairy dan questioning.

d. Upaya untuk menginternalisasikan sikap positif melalui pendekatan kontekstual.

1) Menentukan topik pembelajaran, dengan menyiapkan perangkat pembelajaran seperti: RPP, Silabus, LKS, Media Pembelajaran, dan Sumber belajar. Selanjutnya menentukan kelas, menentukan waktu pelaksanaan mengajar serta menyiapkan instrumen pengumpulan data siswa.

2) Pembuatan RPP dengan penerapan Tujuh Asas komponen kontekstual yaitu: Kontruktivisme, Inquiry, Questioning, Learning Community, Modelling, Reflection, dan Authentic Assesment.

3) Penyediaan sarana dan prasarana belajar yang memadai dan memanfaatkan sarana dan prasarana belajar yang ada pada lingkungan sekitar.

4) Praktek langsung ke lapangan dengan cara mengamati media nyata seperti pergi ke tempat pariwisata untuk praktek berbicara dengan tourist asing, pergi ke pasar metode berbelanja, praktek berkebun, pergi ke sarana olah raga, berkunjung ke tempat transfortasi, ke perpustakaan, membuat jadual kegiatan sehari-hari/daily activity, dan penugasan pekerjaan rumah.

B. Saran

Berdasarkan hasil analisis temuan, pembahasan, dan kesimpulan dalam penelitian ini, maka peneliti dapat menyarankan hal-hal sebagai berikut kepada: 1. Siswa

Bagi siswa diharapkan dapat memiliki sikap positif dalam mengikuti pembelajaran sehingga dapat fokus dalam menerima materi pelajaran, dapat mengubah cara belajar dengan menemukan materi pelajaran melalui mencari sumber belajar selain dari guru, misalnya dari teman, media massa, masyarakat, lembaga pemerintah dan lembaga non pemerintah, sehingga mendapatkan ilmu yang maksimal serta dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.


(44)

108

Nunung Yuliantini, 2015

INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

|

2. Guru

Bagi para guru diharapkan dapat menggunakan metode pendekatan kontekstual ini kedalam setiap mata pelajaran secara berkesinambungan sehingga bisa membantu lancarnya proses kegiatan belajar mengajar di kelas, meningkatkan kompetensi dan profesionalisme dalam mengajar, dengan cara belajar mandiri, mengikuti pendidikan dan pelatihan, memberdayakan dan mengoptimalkan secara kreatif berbagai media dan sumber belajar yang ada pada lingkungan sekitar serta menciptakan iklim belajar yang kondusif.

3. Sekolah

Bagi pihak sekolah perlu adanya sosialisasi berbagai model/metode pembelajaran yang diberikan kepada para guru, tersedianya sarana dan prasarana belajar yang memadai dapat meningkatkan kualitas guruan, adanya program pembiasaan nilai bagi siswa dan guru untuk mendukung pembentukan kompetensi perkembangan karakter.

4. Orang tua

Orang tua siswa hendaknya mendukung program sekolah, ikut serta dalam pemantauan belajar putra-putrinya serta terlibat dan bertanggung jawab terhadap peningkatan hasil belajar siswa dan bekerjasama dengan komite sekolah.

5. Peneliti selanjutnya

Keterbatasan hasil penelitian ini semoga dapat menjadi bahan kajian bagi peneliti selanjutnya dengan kajian pembinaan dan model yang berbeda sehingga akan sangat berguna bagi praktisi pendidikan.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Alberty, H.B. & Alberty, E.J. (1965).Recognizing the highschool Curriculum third edition. New York : The Macmillan Company.

Akbar, S. (2000).Prinsip – prinsip dan vector percepatan proses Internalisasi nilai kewirausahaan (studi pada pendidikan visi pondok pesantren Daarut Tauhid Bandung), disertasi.Bandung :Universitas Pendidikan Indonesia.

Ali, M. (2011).Strategi penelitian pendidikan. Jakarta :RinekaCipta.

Alwasilah, C. (2011).Pokoknya Action Research. Bandung: PT Kiblat Buku Utama. _______ (2000). Pokoknya Kualitatif, Bandung: PT Dunia pustaka jaya.

Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta :RinekaCipta.

Aqib.( 2013).Politik Islam Hindia Belanda . Jakarta : LP3ES.

Bandura, A. (1969). Principles of Behavior Modification, California: Stanford university.

Berns, R.G & Erickson, P.M (2001) Contextual teaching and learning : preparing students for the new economy. [online]. Available at :www.nccte.com [September 12,2013].

Berger & Luckmann, (2013). Tafsir Sosial atas kenyataan Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan. Jakarta: LP3ES.

Brooks, J.G. & Brooks, M.G. (1993) .In search of Understanding : the cas for constructivist classrooms. Alexandria, VA : association for supervision and curriculum development.

Budimansyah, D. (2012). Perancangan Pembelajaran Berbasis Karakter Seri Pembinaan Profesionalisme Guru. Bandung :WidyaAksara Press.

Casper, G.G et al.( 1971).Values Education.Washington Dc : National Council for the Social Studies.

Chaplin. (2006). Dictionary of Psichologi (Terj.KartiniKartono). Jakarta : Raja GrafindoPersada


(46)

110

Nunung Yuliantini, 2015

INTERNALISASI SIKAP POSITIF MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS

Chapman, E. N.(2007). Sikap kekayaan anda yang paling berharga.Jakarta : Binarupa Aksara.

Cipta, S. (2010). Mempertimbangkan Hukuman pada Anak.Jogyakarta: Konisius. Deden, (2008) .Program pendidikan bagi semua orang [Online]. Available at:

http://dedencorner.blogspot.com[December 15, 2013] Deden, (2012). PendidikanUmum [Online]. Available at:

http://dedencorner.blogspot.com/ [14 April 2013]

Depdiknas, (2003) .Pendekatan kontekstual (contextual learning and teaching (CTL).Jakarta :Ditjen Dikdasmen Depdiknas.

Elfiki, (2009).Terapi berfikir Positif. Jakarta :Penerbit Zaman.

Faisal, A & Zulfanah. (2008). Menyiapkan Anak jadi juara. Jakarta: Kompas Gramedia.

Gredler, (2011). Learning and Instruction :Teori dan Aplikasi. Jakarta :Kencana Prenada Media Group.

Hamruni, (2012).Strategi Pembelajaran. Jakarta: Insan Madani.

Hamzah, (2009).Teori Motivasi dan pengukurannya. Jakarta:Bumi Aksara.

Johnson, E.B. (2011). Contextual Teaching and Learning: menjadikan kegiatan belajar-mengajar mengasyikan dan bermakna. Bandung: Mizan Media Utama.

KBBI.(1989). Kamus besar Bahasa Indonesia Edisi Pertama. Jakarta :Ditjen Dikdasmen Depdiknas.

Koentjaraningrat .(2011). Ilmu antropologi dan masalah akulturasi. Medan:Ilmu Pengetahuan

Komalasari,k. (2011 ). Pembelajaran Kontekstual. Bandung: Konsep dan Aplikasi: Refika Aditama.

Lickona, T.(2012). Education for character mendidik untuk membentuk karakter. Jakarta :Bumi Aksara.


(1)

108

2. Guru

Bagi para guru diharapkan dapat menggunakan metode pendekatan kontekstual ini kedalam setiap mata pelajaran secara berkesinambungan sehingga bisa membantu lancarnya proses kegiatan belajar mengajar di kelas, meningkatkan kompetensi dan profesionalisme dalam mengajar, dengan cara belajar mandiri, mengikuti pendidikan dan pelatihan, memberdayakan dan mengoptimalkan secara kreatif berbagai media dan sumber belajar yang ada pada lingkungan sekitar serta menciptakan iklim belajar yang kondusif.

3. Sekolah

Bagi pihak sekolah perlu adanya sosialisasi berbagai model/metode pembelajaran yang diberikan kepada para guru, tersedianya sarana dan prasarana belajar yang memadai dapat meningkatkan kualitas guruan, adanya program pembiasaan nilai bagi siswa dan guru untuk mendukung pembentukan kompetensi perkembangan karakter.

4. Orang tua

Orang tua siswa hendaknya mendukung program sekolah, ikut serta dalam pemantauan belajar putra-putrinya serta terlibat dan bertanggung jawab terhadap peningkatan hasil belajar siswa dan bekerjasama dengan komite sekolah.

5. Peneliti selanjutnya

Keterbatasan hasil penelitian ini semoga dapat menjadi bahan kajian bagi peneliti selanjutnya dengan kajian pembinaan dan model yang berbeda sehingga akan sangat berguna bagi praktisi pendidikan.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Alberty, H.B. & Alberty, E.J. (1965).Recognizing the highschool Curriculum third edition. New York : The Macmillan Company.

Akbar, S. (2000).Prinsip – prinsip dan vector percepatan proses Internalisasi nilai kewirausahaan (studi pada pendidikan visi pondok pesantren Daarut Tauhid Bandung), disertasi.Bandung :Universitas Pendidikan Indonesia.

Ali, M. (2011).Strategi penelitian pendidikan. Jakarta :RinekaCipta.

Alwasilah, C. (2011).Pokoknya Action Research. Bandung: PT Kiblat Buku Utama. _______ (2000). Pokoknya Kualitatif, Bandung: PT Dunia pustaka jaya.

Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta :RinekaCipta.

Aqib.( 2013).Politik Islam Hindia Belanda . Jakarta : LP3ES.

Bandura, A. (1969). Principles of Behavior Modification, California: Stanford university.

Berns, R.G & Erickson, P.M (2001) Contextual teaching and learning : preparing students for the new economy. [online]. Available at :www.nccte.com [September 12,2013].

Berger & Luckmann, (2013). Tafsir Sosial atas kenyataan Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan. Jakarta: LP3ES.

Brooks, J.G. & Brooks, M.G. (1993) .In search of Understanding : the cas for constructivist classrooms. Alexandria, VA : association for supervision and curriculum development.

Budimansyah, D. (2012). Perancangan Pembelajaran Berbasis Karakter Seri Pembinaan Profesionalisme Guru. Bandung :WidyaAksara Press.

Casper, G.G et al.( 1971).Values Education.Washington Dc : National Council for the Social Studies.

Chaplin. (2006). Dictionary of Psichologi (Terj.KartiniKartono). Jakarta : Raja GrafindoPersada


(3)

110

Chapman, E. N.(2007). Sikap kekayaan anda yang paling berharga.Jakarta : Binarupa Aksara.

Cipta, S. (2010). Mempertimbangkan Hukuman pada Anak.Jogyakarta: Konisius. Deden, (2008) .Program pendidikan bagi semua orang [Online]. Available at:

http://dedencorner.blogspot.com[December 15, 2013] Deden, (2012). PendidikanUmum [Online]. Available at:

http://dedencorner.blogspot.com/ [14 April 2013]

Depdiknas, (2003) .Pendekatan kontekstual (contextual learning and teaching (CTL).Jakarta :Ditjen Dikdasmen Depdiknas.

Elfiki, (2009).Terapi berfikir Positif. Jakarta :Penerbit Zaman.

Faisal, A & Zulfanah. (2008). Menyiapkan Anak jadi juara. Jakarta: Kompas Gramedia.

Gredler, (2011). Learning and Instruction :Teori dan Aplikasi. Jakarta :Kencana Prenada Media Group.

Hamruni, (2012).Strategi Pembelajaran. Jakarta: Insan Madani.

Hamzah, (2009).Teori Motivasi dan pengukurannya. Jakarta:Bumi Aksara.

Johnson, E.B. (2011). Contextual Teaching and Learning: menjadikan kegiatan belajar-mengajar mengasyikan dan bermakna. Bandung: Mizan Media Utama.

KBBI.(1989). Kamus besar Bahasa Indonesia Edisi Pertama. Jakarta :Ditjen Dikdasmen Depdiknas.

Koentjaraningrat .(2011). Ilmu antropologi dan masalah akulturasi. Medan:Ilmu Pengetahuan

Komalasari,k. (2011 ). Pembelajaran Kontekstual. Bandung: Konsep dan Aplikasi: Refika Aditama.

Lickona, T.(2012). Education for character mendidik untuk membentuk karakter. Jakarta :Bumi Aksara.


(4)

Lickona, T. (1996:25) ‘Eleven principles of effective character education’, journal of moral education.

_______.(2012). Character Matters persoalan karakter Bagaimana Membantu Anak Mengembangkan Penilaian yang Baik, Integritas, dan Kebajikan Penting Lainnya. Jakarta: BumiAksara.

_______. (2012). Mendidik Untuk Membentuk Karakter: Bagaimana Sekolah Dapat Mengajarkan Sikap Hormat dan Tanggungjawab, Terjamahannya Juma Abdu Wamaungo. Jakarta: BumiAksara.

Maftuh,B.(2009).Bunga Rampai Pendidikan Umum dan Pendidikan Nilai. Bandung: CV Yasindo Multi.

Majid, A. (2011). Menalar Nilai Edukasi Puasa. Bandung: CV. Maulana Media Grafika.

Mulyasa.(2008) .Implementasi kurikulum 2004 panduan pembelajaran KBK. Bandung:Remaja Rosdakarya.

Muslich, M. (2011). KTSP pembelajaran berbasis kontekstual panduanbagi guru, Kepala sekolah, danpengawas sekolah. Jakarta :Bumiaksara.

Miarso, (2004). Menyemai benih teknologi pendidikan. Jakarta: kencana.

Muhaimin, dkk.(1996). Strategi Belajar Mengajar. Surabaya: Citra Media Karya. Nugroto, R. (2008). Kebijakan Pendidikan yang Unggul. Jogyakarta: PustakaPelajar NN, (2013).Pendekatan Kontekstual [Online]. Available at:

http://www.smpn7ciamis.co.cc/ctl%20ARTIKEL.html. [15 September 2013] Parera M.F. (2013). Tafsir social atas kenyataan. Jakarta: LP 3 S

Sudjana, N & Rivai. (1989).Teknologi Pengajaran. Bandung: Sinar Baru. Syah, M.(2004). Psikologi Pendidikan. Bandung: RemajaRosdakarya.

Sudrajat, A. (2008) . konsep ruang lingkup dan sasaran pendidikan umum [Online] . Available at : http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/11/08/konsep-ruang-lingkup-dan-sasaran-pendidikan-umum/ [December 15, 2013]


(5)

112

Sam M. C. & T.Sam.(2005). Kebijakan Pendidikan Otonomi Daerah. Jakarta: PT Raja Persada.

Sanjaya, W. (2006). StrategiPembelajaran. Jakarta: KencanaPrenada Media. Sauri, S. (2012). Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam. Bandung: Rizqi. _______(2006). Membangun komunikasi dalam Keluarga (Kajian nilai Religi,

Sosial, dan Edukatif).Bandung:PTGenesindo.

_______.(2006). Pendidikan Berbahasa Santun. Bandung:PTGenesindo. Schunk, (2012). Teori – Teori Pembelajaran. Jakarta :pustakapelajar. Setiadi & Kolip, (2011).Pengantar sosiologi. Jakarta: kencana.

Setiawan, (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatifdan R&D. Bandung: Alfabeta. Simon, S.B, Howe, L.W, & Kirschenbaum, B. (1972).Values Clarification.

New york : Hart Publishing Company

Slavin, R.(2011). Psikologi pendidikan teori dan praktik.Jakarta :Indeks.

Sugiono. (2011). Metode-metode Penelitian Pendidikan Pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Press.

Susanto.(2013). Management for everyone 2.

Soetarno. (1994). Pengembangan model Pembelajaran Inovatif.

Titus, S.Harold.(1959). Living Issues In Philosophy. NewYork: American Book Company.

Triatna,C. & Permana, P. (2011). Pendidikan Karakter. (Kajian Teori dan Praktik di

Sekolah). Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tongo, MK (2011). Pengertiani nternalisasi nilai .[Online]. Available at :http://id.shvoong.com/social-sciences/education. [27september2013]

Uno, H & Masri, J. (2009). Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran. Jakarta: Bum iAksara.


(6)

Winkel, (2009). Psikologi Pengajaran.Yogyakarta: Media Abadi.

Yamin, (2012). Desain Pembelajaran.Yogyakarta : Pustakapelajar.

Yin, R.K. (2002).Studi kasus Desain & Metode. Jakarta: Pt Raja Grafindopersada. Yusuf & Nurihsan, (2011). Psikologi perkembangan anak dan remaja.

Bandung : PT Remaja Rosda Karya.

Zahorik, J. A (1995). Contructivist teaching (fast back 390). Blomington Indiana phi - delta kappa educational.