Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Stimulasi Senam Otak (Brain Gym) pada Anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD): Studi Kasus pada Anak ADHD T1 462012084 BAB IV

(1)

57

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Partisipan

4.1.1 Gambaran Keluarga Anak ADHD

Partisipan dalam penelitian ini tinggal di Desa Getasan, Kabupaten Semarang yang biasa dipanggil dengan sebutan nama N. Ia adalah putra tunggal yang lahir pada tanggal 02 Maret 2009. Ayah an.N (36 tahun) bekerja sebagai seorang security dan ibunya (31 tahun) seorang ibu rumah tangga. Ayah an.N kesehariannya bekerja sebagai security selama 7 jam dengan shift kerja yang berbeda-beda. Ayah dan ibu an.N terlahir dari keluarga yang tidak memiliki penyakit keturunan dan menular lainnya. Ayah dan ibu an.N juga sama-sama menamatkan pendidikan terakhirnya dijenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Penghasilan yang diperoleh ayah an.N setiap bulannya dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga, terkhusus untuk an.N. Seperti memenuhi kebutuhan pendidikan, sandang, pangan dan papan.


(2)

4.1.2 Gambaran Anak ADHD (an.N)

An.N lahir di Salatiga melalui proses persalinan normal. Ketika berumur kurang dari 1 tahun, an.N pernah beberapa kali jatuh dari tempat tidur karena ditinggal ibunya menyuci. Ketika berumur kira-kira 11 bulan, an.N demam tinggi hingga akhirnya kejang dan dibawa ke rumah sakit. An.N mendapat perawatan di rumah sakit selama 10 hari. Sejak saat itu an.N mulai mengonsumsi obat-obatan seperti Ikalep (obat anti kejang) sampai saat ini. Riwayat kejang an.N sudah mencapai angka lebih dari lima kali sejak an.N berumur 11 bulan sampai yang terakhir di tahun 2015.

Gejala Hiperaktif pada an.N baru dirasakan orang tua saat duduk di bangku sekolah TK (kira-kira umur 4 tahun). Ketika di sekolah, ibu an.N merasa ada kelainan pada anaknya. Sikap anak yang tidak bisa tenang, usil pada temannya sendiri dan sulit berkonsentrasi, menjadi hal-hal yang mendorong orang tua untuk memeriksakan anaknya ke Dokter Spesialis Saraf. Dari hasil pemeriksaan tersebut, anak.N didiagnosis Hiperaktif oleh dokter. Sejak saat itu pula an.N mulai mengonsumsi obat


(3)

Prohiper yang mengandung Methylphenidate (obat antihiperaktif).

Saat ini an.N duduk di kelas satu sekolah dasar di Getasan. Selain sekolah di SD Getasan, orang tua an.N juga mengantarkannya ke sekolah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Salatiga. Ketika an.N pergi ke sekolah Getasan, orang tuanya selalu mendampingi selama proses belajar mengajar. Hal tersebut dilakukan karena anak tidak bisa tenang, sulit untuk berkonsentrasi dalam belajar (harus intensive dibimbing), konsentrasi yang mudah goyah (tidak bertahan lama) jika melihat hal baru, tidak sabar menunggu giliran di kelas dan kebiasaan anak yang tiba-tiba mencubit bahkan menendang teman kelasnya sendiri. Sedangkan jika an.N pergi ke sekolah anak berkebutuhan khusus yang ada di Salatiga, orang tua tidak mendampingi selama proses belajar mengajar.

Ketika orang tua mengetahui an. N hiperaktif, mereka mulai membatasi makan-makanan yang dikonsumsi anaknya. Informasi yang didapatkan mengenai pantangan makanan pada an.N diperoleh dari sekolah anak berkebutuhan khusus. Jenis makanan yang mengandung coklat, MSG/mecin dan makanan siap saji


(4)

harus dihindari. Orang tua mengetahui bahwa jenis makan-makanan tersebut dapat meningkatkan hiperaktifnya.

Orang tua an.N selalu mengantarkan an.N kontrol bulanan di salah satu Rumah Sakit Salatiga. Selain mengonsumsi obat Prohiper dan Icalep sebagai penanganan utama, orang tua juga melakukan beberapa penanganan lain. Seperti membawa anak terapi pijat saraf yang ada di Ambarawa setiap awal bulan. Kemudian membawa an.N ke sekolah anak berkebutuhan khusus juga menjadi salah satu penanganan menurut mereka.

4.2 Karakteristik Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini adalah seorang anak ADHD yang sudah terdeteksi berisiko tinggi ADHD menggunakan pengukuran Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktif (SPPAHI) yang skornya diatas batas Cut off Score, dimana 30 untuk orang tua dan 29 pada guru. Gejala anak yang tidak bisa duduk lama (hiperaktif), mudah terganggu oleh stimulus luar yang membuatnya untuk siap bergerak lari menuju stimulus tersebut, usil kepada orang lain (tiba-tiba mencubit dan menendang),


(5)

tidak sabar menunggu giliran dan menjawab tanpa memikirkan jawaban yang ia keluarkan.

Gejala ADHD pada an.N termasuk dalam tipe kombinasi. Hiperaktif pada tipe kombinasi tidak seperti hiperaktif di tipe Hiperaktif-Impulsif yang berantakan dan tidak bertanggungjawab. Kemudian, meskipun tipe kombinasi juga memiliki prestasi yang belum baik, namun pada tipe Kurang memerhatikan dan Mudah mengalami gangguan, memiliki prestasi yang lebih buruk (Martin, 2008). Selain itu, ADHD dengan tipe kombinasi juga termasuk yang paling kooperatif diantara kedua tipe lainnya karena masih mau mengikuti perintah, tidak seperti pada tipe Hiperaktif-Impulsif (kacau) dan tipe Kurang memerhatikan dan Mengalami Gangguan (apatis).

4.3 Hasil Penelitian

4.3.1 Setting Penelitian

Setting atau pengaturan yang dibuat untuk pelaksanaan senam otak pada anak ADHD harus diatur secara tepat guna memperlancar jalannya pelaksanaan stimulasi. Seperti yang diungkapkan oleh pelatih berikut ini :


(6)

“Supaya berhasil ngajarin senam otak sama anak ADHD itu yah lingkungannya harus nyaman biar anaknya enggak lari kesana kemari”. (P3, B22)

Tempat atau lingkungan yang dipilih dan digunakan oleh pelatih dalam melaksanakan senam otak pada an.N yaitu didalam ruangan. Jika pelaksanaan senam otak pada anak tersebut dilakukan di luar rumah, maka dapat memungkinkan adanya stimulus/rangsangan lain diluar rumah yang dapat mengganggu konsentrasinya saat melakukan senam otak. Kemudian kebiasaan anak yang selalu siap bergerak lari menuju ke pusat yang menarik perhatiannya juga mendukung dilakukannya senam otak pada anak ADHD di dalam ruangan.

Selain memperhatikan lingkungan pelaksanaan stimulasi, hal lain yang harus diperhatikan adalah sarana yang mendukung pelaksanaan stimulasi senam otak. Sarana disini berarti alat yang mendukung jalannya stimulasi senam otak pada anak ADHD.

“Memberikan apa yang dibutuhkan anak ADHD supaya anak itu fokusnya di tempat kita saja”. (P3, B22)

“Oh jelas kak, selama ini sarananya sangat mendukung. Misalnya deketin barang yang anak itu mau pas melakukan senam. Jadinya kan perhatian anak itu gak kemana-mana lagi kak”. (P3, B28)


(7)

Sarana yang digunakan pelatih untuk mempertahankan perhatian anak berada dekat dengan pelatih yaitu menggunakan laptop yang berisi musik dan video-video kesukaan anak ADHD. Selain itu, pelatih juga menggunakan musik kesukaan an.N saat pelaksanaan stimulasi senam.

Menjadi pelatih senam otak untuk anak ADHD tidaklah mudah karena dapat mempengaruhi jalannya pelaksanaan stimulasi. Pelatih harus memiliki trik-trik khusus untuk mempertahankan perhatian anak agar mau mengikuti senam otak.

Trik-triknya itu sih yang penting pelatihnya harus pintar menarik perhatian anak itu dan juga harus sabar”. (P3, B30)

Selama delapan kali pertemuan senam otak pada anak ADHD, pelatih selalu berusaha untuk menarik perhatian anak untuk mengikuti senam otak meskipun terkadang anak benar-benar tidak mau untuk mengikuti senam otak.


(8)

4.3.2 Gambaran Senam Otak Pada Anak ADHD Berdasarkan Lembar Observasi I-VIII

4.3.2.1 Tahap Persiapan

Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan pelatih untuk mempersiapkan seperti alat dan bahan dan kontrak waktu guna melancarkan jalannya stimulasi senam otak pada anak ADHD. Waktu yang digunakan pelatih saat memberikan stimulasi senam otak yaitu kurang lebih 30 menit. Kemudian mempersiapkan alat dan bahan seperti menyediakan air dan kursi. Sebelum melakukan senam otak, anak selalu dianjurkan untuk minum air secukupnya dan kursi yang disediakan berguna jika anak tidak mau melakukan senam otak dalam kondisi berdiri. Pada tahap ini juga selain pelatih mempersiapkan alat dan bahan orang tua juga harus memastikan bahwa anak dalam kondisi yang sehat dan mampu mengikuti senam otak.

4.3.2.2 Tahap Orientasi

Tahap orientasi merupakan tahap yang digunakan pelatih dan juga peneliti untuk melakukan pendekatan pada anak ADHD. Tahap ini telah dilakukan di setiap pertemuannya sebelum masuk pada Tahap Kerja, Inti,


(9)

dan Terminasi. Jika pada pertemuan pertama dilakukan “memperkenalkan diri dan menanyakan nama”, namun pada pertemuan kedua hingga ke delapan pelatih tidak melakukannya lagi. Pelatih hanya mengingatkan kembali namanya pada an.N.

Respon anak pada pelatih di tahap orientasi ini selalu menunjukkan ketertarikan dalam setiap percakapannya. Meskipun an.N beberapa kali bergerak lari keluar rumah secara tiba-tiba saat berinteraksi, namun ketika an.N masuk ke rumah maka interaksi akan berjalan kembali. Biasanya an.N memulai pembicaraan seperti menanyakan “kamu tinggalnya dimana”.

4.3.2.3 Tahap Kerja

Tahap kerja adalah tahap dimana pelatih akan memulai gerakan wajib yang harus dilakukan sebelum masuk pada gerakan inti senam otak. Pada tahap ini pelatih telah melakukan tahap E (energetis) yaitu proses dimana anak harus minum air secukupnya. Energetis pada tahap ini dilakukan selama proses orientasi berjalan. Selanjutnya pelatih memberikan gerakan C (Clear), P (Positif) dan A (Aktif) secara berurutan seperti pada gambar berikut ini.


(10)

Gambar 4.1 Pelatih dan an.N sedang melakukan gerakan Clear (Pijat Saklar Otak)

Gambar 4.2 Pelatih dan an.N sedang melakukan gerakan Positif.

Gambar 4.3 Pelatih dan an.N sedang melakukan Aktif (gerakan silang).


(11)

Pada tahap ini, anak selalu mengikuti gerakan seperti yang dilakukan oleh pelatih. Seperti pada gerakan C (Clear) atau memijat saklar otak dimana gerakan tersebut dilakukan sambil mata melirik ke kiri dan ke kanan. Namun, pada bagian ketika anak harus melakukan gerakan sambil mata melirik ke kanan dan ke kiri, Ia belum bisa menirukan hal tersebut. Selanjutnya pada gerakan P (Positif) yaitu gerakan mengaitkan jari-jari tangan dan meletakkannya pada dada kemudian menutup mata serta bernafas secara relaks. Selama delapan kali pertemuan terkadang anak tidak mau menutup mata meskipun sudah diberi perintah oleh pelatih beberapa kali. Pada gerakan A (Aktif) atau gerakan silang, anak belum bisa banyak menirukan gerakan ini, seperti anak belum bisa memegang lutut kanan dari depan menggunakan tangan kiri begitu juga sebaliknya. Kemudian anak tidak bisa melakukan gerakan silang memegang tumit kiri dari belakang menggunakan tangan kanan begitu juga sebaliknya.

4.3.2.4 Tahap Inti (Gerakan Brain Gym)

Pada tahap ini pelatih akan memberikan 8 gerakan inti stimulasi senam otak. Delapan gerakan ini dipilih


(12)

peneliti berdasarkan manfaat dan temuan masalah dilapangan serta gerakan-gerakan tersebut tentunya dapat dilakukan oleh an.N.

Dibawah ini adalah gambar beberapa gerakan inti yang diberikan pelatih yang diikuti oleh anak N.

Gambar 4.4 Pelatih dan an.N sedang melakukan gerakan inti. The Elephant The Active Arms

The Energyc Yawn

Lazy Eight’s The Thinking Cap


(13)

Gambar 4.5 Grafik gerakan Inti yang berhasil dilakukan an.N selama delapan kali pertemuan

Berdasarkan gambar diatas, pada pertemuan pertama, an.N sama sekali tidak melakukan gerakan inti. Hal tersebut dikarenakan anak mulai bosan dan hiperaktif (tiba-tiba bergerak menuju yang menjadi perhatiannya). Meskipun pelatih sudah berusaha untuk mencoba mengarahkan anak untuk melakukan senam otak, namun anak menolak dan memilih melakukan kegiatan yang an.N sukai.

Pada pertemuan II anak sudah mau melakukan gerakan inti sebanyak 2 gerakan (The Elephant dan Lazy Jumlah Gerakan


(14)

Eight’s). Sedangkan pada pertemuan III anak dapat melakukan sebanyak 5 gerakan yaitu The Elephant, Lazy Eight’s, The Thinking Cap, Space Buttons dan Ballance Buttons. Pelatih tidak bisa melanjutkan gerakan-gerakan selanjutnya ketika anak sudah mulai bosan dan hiperaktif. Pada saat melakukan gerakan inti, An.N tiba-tiba keluar rumah dan menuju hal yang menarik perhatiannya yaitu memegang motor yang ada dihalaman rumah. Ketika anak diajak bicara dan dibujuk untuk melakukan senam otak, anak sudah mulai tidak menghiraukan ajakan pelatih untuk senam otak.

Pada pertemuan IV pemberian senam otak pada an.N mulai menggunakan musik yang disukai. Musik tersebut membuat anak dapat bertahan sedikit lebih lama untuk mengikuti pelatih dalam melakukan gerakan inti pada senam otak. Seperti pada penelitian Nancy Jackson (2003) bahwa terapi musik memiliki pengaruh pada anak dengan gangguan ADHD. Dengan adanya musik anak melakukan gerakan sambil bernyanyi. Di pertemuan IV ini perhatian anak pada pelatih bertahan lebih lama sehingga mampu mengikuti senam otak sebanyak 6 gerakan (The Elephant, The Thinking Cap, Space Buttons, Ballance Buttons, The Gravitational Glider dan


(15)

The Energyc Yawn) meskipun tidak dilakukan secara berurutan. Hal tersebut disebabkan karena ketika an.N bosan, Ia memusatkan perhatiannya pada laptop yang menjadi sumber musik. Saat proses dimana pelatih berusaha membujuk an.N untuk melanjutkan gerakan selanjutnya, maka disitulah yang membuat pelatih tidak melakukan gerakan secara berurutan.

Pada pertemuan V pelatih memberikan 5 gerakan inti yaitu gerakan The Thinking Cap, Space Buttons, Ballance Buttons, The active arms dan The Energyc Yawn. Sedangkan pada pertemuan VII pelatih melakukan 6 gerakan yaitu The Elephant, The Lazy Eight’s, Thinking Cap, Space Buttons, Ballance Buttons, dan The Gravitational Glider. Pada pertemuan V, gerakan inti tidak dilakukan secara berurutan karena sama halnya seperti pada pertemuan IV. Sedangkan pada pertemuan VII, gerakan dilakukan secara berurutan. Namun, ada beberapa gerakan yang tidak diberikan oleh pelatih seperti gerakan The Active Arms dan Energic Yawn (lembar observasi V dan VII).

Pada pertemuan VI dan VIII, pelatih dapat memberikan semua gerakan (The Elephant, Lazy Eight’s,


(16)

The Thinking Cap, Space Buttons, Ballance Buttons, Active arms, The Gravitational Glider dan The Energyc Yawn) pada an.N. Pada pertemuan VI pelatih memberikan senam otak pada anak ADHD tidak berurutan disebabkan karena anak yang mulai bosan dan memerhatikan laptop (sumber musik) serta hiperaktifnya. Sedangkan pada pertemuan VIII, pelatih memberikan gerakan inti sebanyak 8 gerakan secara berurutan.

4.3.2.5 Tahap Terminasi

Tahap terminasi merupakan proses dimana pelatih mengevaluasi terkait memberikan pujian an.N dalam keberhasilannya dalam melakukan senam otak. Kemudian pelatih menanyakan perasaan an.N setelah mengikuti senam otak. Hal tersebut dilakukan pelatih agar menumbuhkan rasa nyaman dan percaya an.N pada pelatih di pertemuan-pertemuan selanjutnya. Serta pelatih juga harus membuat kontrak pertemuan selanjutnya pada anak dan orang tua.

4.3.3 Respon anak ADHD Saat Diberikan Stimulasi Senam Otak

Indikator untuk melihat respon anak saat diberikan stimulasi senam otak dalam penelitian ini ada dua, yaitu


(17)

lembar observasi pelaksanaan senam otak (pertemuan I-VIII) dan wawancara pelatih. Berdasarkan lembar observasi pertemuan I-VIII bahwa setiap pertemuan anak mau melaksanakan senam otak secara bertahap. Anak yang pada pertemuan pertama tidak mau melakukan gerakan inti karena sudah merasa bosan dan perhatiannya yang mudah teralihkan hingga membuatnya lari menuju perhatian tersebut. Namun, pada pertemuan terakhir (observasi VIII) anak sudah mau melakukan senam otak secara bertahap dan dapat melakukan hampir keseluruhan gerakan inti pada senam otak.

Tidak jauh berbeda dengan hasil observasi I-VIII, hasil wawancara pada pelatih, menunjukkan bahwa anak setiap pertemuannya semakin mau diajak senam. Berikut ungkapan yang dikatakan pelatih.

Pas pertama kali ngajarin senam otak, anaknya malu-malu gitu, soalnya kan kita belum dekat gitu. Tapi lama-lama anak itu semakin mau diajak senam kak. Tapi kadang-kadang anaknya mau gak mau gitu kak. Gimana yah,,, semuanya tergantung anakna juga lah pokoknya”. (P3, B36)

Berdasarkan hasil observasi peneliti dan wawancara pada pelatih, meskipun an.N perhatiannya mudah teralihkan oleh stimulus lain dan sulit untuk fokus.


(18)

Namun, setiap pertemuannya an.N semakin mau diajak untuk mengikuti pelaksanaan stimulasi senam otak.

4.3.4 Pengaruh Senam Otak Pada Anak ADHD (An.N)

Untuk mengetahui pengaruh signifikan senam otak pada an.N, didalam penelitian ini menggunakan tiga indikator, yaitu observasi peneliti (Lembar Observasi), skor Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktif (SPPAHI) dan wawancara pada orang tua (Ayah/Ibu).

Berdasarkan lembar observasi yang dilakukan peneliti dari pertemuan I-VIII (lihat grafik Gambar 4.4) menunjukkan bahwa setiap minggunya an.N semakin mau diajak untuk melakukan stimulasi senam otak. Observasi ini juga didukung oleh hasil wawancara pada pelatih (P3, B36). Selain itu, anak yang semakin mau untuk mengikuti senam otak, maka perhatian anak juga mengalami peningkatan.

Jika dilihat dari hasil pengisian lembar Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktif (SPPAHI), skor sebelum diberikannya stimulasi senam otak pada an.N berjumlah 104 > 30 (30 adalah batas Cut off Score orang tua). Setelah diberikannya stimulasi senam otak pada an.N, skor tersebut berubah menjadi 90 > 30. Perubahan


(19)

skor tersebut juga terjadi pada pengisian SPPAHI pada guru an.N. Skor sebelum dilakukannya stimulasi senam otak pada an.N adalah 91 > 29 (29 adalah batas Cut off Score Guru). Setelah diberikan stimulasi senam otak skornya berubah menjadi 77 > 29.

Berdasarkan hasil wawancara pada pelatih mengenai respon anak setelah diberikan senam otak, Ia merasa bahwa senam otak sangat efektif jika dilakukan rutin setiap hari pada anak ADHD.

“Yahh,, menurut saya senam otak itu efektif dilakukan sama anak ADHD, soalnyakan senam otak itu bisa mengurangi perilaku hiperaktifnya. Pertamanya aja kak anaknya itu susah diajak senam, tapi lama-lama dia mau juga kan. Misalnya dilakukan terus menerus juga bisa menambah fokusnya”. (P3, B42)

Menurut pelatih, senam otak bisa mengurangi hiperaktif dan menambah fokus pada anak ADHD. Namun, menjadi pelatih senam otak pada anak ADHD membutuhkan trik-trik khusus seperti harus sabar dan mampu menarik perhatiannya karena, yang menjadi kendala utama memberikan senam otak pada anak ADHD khususnya tipe kombinasi adalah anak yang selalu siap bergerak lari menuju fokus perhatiannya.


(20)

Jika hasil observasi, wawancara pada pelatih dan hasil skor SPPAHI yang mengalami penurunan menunjukkan secara signifikan pengaruh senam otak pada anak ADHD. Hal tersebut berbeda dengan hasil wawancara pada orang tua (Ibu).

Peneliti : Kalau menurut ibu, gimana perubahan sama adek N sekarang bu setelah diajarin senam otak ? (P1, B101)

Ibu : “Kayaknya masih sama saja mba, yah masih gitu-gitu aja mba. Hiperaktifnya,, terus konsentrasinya yang rendah. Tapi mungkin karena gak rutin itu kali yah mba”. (P2, B102)

Berdasarkan percakapan diatas, Ibu an.N merasa belum ada perubahan yang tampak pada anaknya setelah diberikan senam otak. Namun ibu merasa ada kemungkinan perubahan jika senam otak dilakukan secara rutin pada anaknya.

4.4 Pembahasan

4.4.1 Lingkungan, Sarana yang Mendukung dan Pelatih Mempengaruhi Pelaksanaan Stimulasi Senam Otak

Dalam penelitian ini ditemukan beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan stimulasi senam otak pada anak ADHD. (1) Lingkungan menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pelaksanaan stimulasi senam


(21)

otak. Nursalam (2002) menyatakan bahwa lingkungan menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi motivasi seseorang dalam melakukan segala sesuatu. Lingkungan yang nyaman dan jauh dari keramaian akan sangat mendukung jalannya pelaksanaan stimulasi senam otak. (2) Sarana yang Mendukung, seperti menggunakan laptop yang berisi video kesukaan anak ADHD berguna agar anak tetap berada dekat disekitar pelatih. Kemudian penggunaan musik selama pelaksanaan stimulasi juga sangat mendukung jalannya pelaksanaan stimulasi. (3) Pelatih, memahami kondisi anak sebelum memulai pelaksanaan stimulasi senam otak. Mulai dari kondisi kesehatan fisik bahkan psikologis anak. Selain memiliki peran sebagai pemberi stimulan, peneliti juga memiliki sifat yang sabar dan mampu menarik perhatian atau minat anak untuk mengikuti senam otak. Maka dari itu pelatih sangat berpengaruh dalam pelaksanaan stimulasi senam otak pada anak ADHD. Baker dkk tahun 2014 mengatakan bahwa seorang pelatih sangat berpengaruh dalam mendorong kecemasan emosional yang dialami oleh atlet. Memberikan perhatian (respect) dan menciptakan lingkungan yang nyaman pada atlet dapat mengurangi


(22)

kecemasan yang dirasakan. Kemudian Massey (2001) juga mengatakan bahwa menjadi seorang pelatih atlet anak-anak harus mengetahui keadaan atletnya.

4.4.2 Respon Anak yang Semakin Mau Mengikuti Stimulasi Senam Otak

Respon adalah setiap tingkah laku berupa tanggapan atau balasan terhadap rangsangan atau stimulus (Sarlito, 1995). Respon yang muncul pada an.N saat pelaksanaan stimulasi senam otak menunjukkan bahwa anak semakin mau mengikuti senam otak. Hal tersebut berdasarkan dari hasil lembar observasi pelaksanaan senam otak pada anak ADHD (pertemuan I-VIII) dan wawancara pada pelatih. Respon tersebut juga didukung oleh penelitian Harini D (2010) bahwa perilaku yang paling tampak selama proses penelitian adalah anak ADHD makin hari makin mau diajak senam otak, bahkan mengajak untuk melakukan senam otak.

4.4.3 Pengaruh Stimulasi Senam Otak pada Anak ADHD SPPAHI (Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktif) digunakan untuk mendeteksi anak ADHD yang harus diamati pada dua atau lebih setting yang berbeda, misalnya di rumah, di sekolah, dan pada situasi lainnya.


(23)

Dikatakan beresiko tinggi ADHD apabila skor SPPAHI yang diisi oleh orang tua dan guru melebihi batas Cut off Score (Saputro, 2007). Berdasarkan hasil skor (SPPAHI) yang diisi oleh orang tua dan guru setelah diberikan stimulasi senam otak terdapat penurunan jumlah skor dengan penurunan masing-masing 14 skor. Hasil skor SPPAHI yang diisi oleh orang tua dan guru menunjukkan bahwa skor SPPAHI oleh orang tua lebih tinggi dibanding guru sekolah. Hal tersebut disebabkan orang tua lebih mengerti keseharian anak walaupun perbedaan hasil skornya tidak terpaut jauh. Jadi, berdasarkan penurunan jumlah skor SPPAHI yang signifikan, berarti ada pengaruh stimulasi senam otak pada anak ADHD.

Respon anak yang semakin mau mengikuti senam otak di setiap pertemuannya (Lembar Observasi I-VIII) menunjukkan adanya peningkatan perhatian pada anak. Hal tersebut didukung oleh penelitian Tammasse J (2009), bahwa dengan gerakan-gerakan yang menghasilkan stimulus (brain gym) dapat meningkatkan kemampuan kognitif (konsentrasi, perhatian, kecepatan, persepsi, memori, dan kreativitas), meningkatkan keseimbangan atau harmonisasi, mengontrol emosi dan


(24)

logika, serta menjaga kelenturan dan keseimbangan tubuh.

Berdasarkan hasil wawancara pada orang tua (Ibu) an.N, pengaruh stimulasi senam otak belum tampak adanya perubahan yang signifikan. Hal tersebut dikarenakan orang tua yang tinggal bersama anaknya dan bertemu setiap hari. Sehingga Ibu an.N merasa belum tampak adanya perubahan. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Harini D (2010) yang menunjukkan bahwa adanya pengaruh senam otak terhadap perilaku anak ADHD ditandai dengan aktivitas terkontrol, dan penurunan perilaku impulsif.


(1)

skor tersebut juga terjadi pada pengisian SPPAHI pada guru an.N. Skor sebelum dilakukannya stimulasi senam otak pada an.N adalah 91 > 29 (29 adalah batas Cut off Score Guru). Setelah diberikan stimulasi senam otak skornya berubah menjadi 77 > 29.

Berdasarkan hasil wawancara pada pelatih mengenai respon anak setelah diberikan senam otak, Ia merasa bahwa senam otak sangat efektif jika dilakukan rutin setiap hari pada anak ADHD.

“Yahh,, menurut saya senam otak itu efektif dilakukan sama anak ADHD, soalnyakan senam otak itu bisa mengurangi perilaku hiperaktifnya. Pertamanya aja kak anaknya itu susah diajak senam, tapi lama-lama dia mau juga kan. Misalnya dilakukan terus menerus juga bisa menambah fokusnya”. (P3, B42)

Menurut pelatih, senam otak bisa mengurangi hiperaktif dan menambah fokus pada anak ADHD. Namun, menjadi pelatih senam otak pada anak ADHD membutuhkan trik-trik khusus seperti harus sabar dan mampu menarik perhatiannya karena, yang menjadi kendala utama memberikan senam otak pada anak ADHD khususnya tipe kombinasi adalah anak yang selalu siap bergerak lari menuju fokus perhatiannya.


(2)

Jika hasil observasi, wawancara pada pelatih dan hasil skor SPPAHI yang mengalami penurunan menunjukkan secara signifikan pengaruh senam otak pada anak ADHD. Hal tersebut berbeda dengan hasil wawancara pada orang tua (Ibu).

Peneliti : Kalau menurut ibu, gimana perubahan sama adek N sekarang bu setelah diajarin senam otak ? (P1, B101)

Ibu : “Kayaknya masih sama saja mba, yah masih gitu-gitu aja mba. Hiperaktifnya,, terus konsentrasinya yang rendah. Tapi mungkin karena gak rutin itu kali yah mba”. (P2, B102)

Berdasarkan percakapan diatas, Ibu an.N merasa belum ada perubahan yang tampak pada anaknya setelah diberikan senam otak. Namun ibu merasa ada kemungkinan perubahan jika senam otak dilakukan secara rutin pada anaknya.

4.4 Pembahasan

4.4.1 Lingkungan, Sarana yang Mendukung dan Pelatih Mempengaruhi Pelaksanaan Stimulasi Senam Otak

Dalam penelitian ini ditemukan beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan stimulasi senam otak pada anak ADHD. (1) Lingkungan menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pelaksanaan stimulasi senam


(3)

otak. Nursalam (2002) menyatakan bahwa lingkungan menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi motivasi seseorang dalam melakukan segala sesuatu. Lingkungan yang nyaman dan jauh dari keramaian akan sangat mendukung jalannya pelaksanaan stimulasi senam otak. (2) Sarana yang Mendukung, seperti menggunakan laptop yang berisi video kesukaan anak ADHD berguna agar anak tetap berada dekat disekitar pelatih. Kemudian penggunaan musik selama pelaksanaan stimulasi juga sangat mendukung jalannya pelaksanaan stimulasi. (3) Pelatih, memahami kondisi anak sebelum memulai pelaksanaan stimulasi senam otak. Mulai dari kondisi kesehatan fisik bahkan psikologis anak. Selain memiliki peran sebagai pemberi stimulan, peneliti juga memiliki sifat yang sabar dan mampu menarik perhatian atau minat anak untuk mengikuti senam otak. Maka dari itu pelatih sangat berpengaruh dalam pelaksanaan stimulasi senam otak pada anak ADHD. Baker dkk tahun 2014 mengatakan bahwa seorang pelatih sangat berpengaruh dalam mendorong kecemasan emosional yang dialami oleh atlet. Memberikan perhatian (respect) dan menciptakan lingkungan yang nyaman pada atlet dapat mengurangi


(4)

kecemasan yang dirasakan. Kemudian Massey (2001) juga mengatakan bahwa menjadi seorang pelatih atlet anak-anak harus mengetahui keadaan atletnya.

4.4.2 Respon Anak yang Semakin Mau Mengikuti Stimulasi Senam Otak

Respon adalah setiap tingkah laku berupa tanggapan atau balasan terhadap rangsangan atau stimulus (Sarlito, 1995). Respon yang muncul pada an.N saat pelaksanaan stimulasi senam otak menunjukkan bahwa anak semakin mau mengikuti senam otak. Hal tersebut berdasarkan dari hasil lembar observasi pelaksanaan senam otak pada anak ADHD (pertemuan I-VIII) dan wawancara pada pelatih. Respon tersebut juga didukung oleh penelitian Harini D (2010) bahwa perilaku yang paling tampak selama proses penelitian adalah anak ADHD makin hari makin mau diajak senam otak, bahkan mengajak untuk melakukan senam otak.

4.4.3 Pengaruh Stimulasi Senam Otak pada Anak ADHD

SPPAHI (Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktif) digunakan untuk mendeteksi anak ADHD yang harus diamati pada dua atau lebih setting yang berbeda, misalnya di rumah, di sekolah, dan pada situasi lainnya.


(5)

Dikatakan beresiko tinggi ADHD apabila skor SPPAHI yang diisi oleh orang tua dan guru melebihi batas Cut off Score (Saputro, 2007). Berdasarkan hasil skor (SPPAHI) yang diisi oleh orang tua dan guru setelah diberikan stimulasi senam otak terdapat penurunan jumlah skor dengan penurunan masing-masing 14 skor. Hasil skor SPPAHI yang diisi oleh orang tua dan guru menunjukkan bahwa skor SPPAHI oleh orang tua lebih tinggi dibanding guru sekolah. Hal tersebut disebabkan orang tua lebih mengerti keseharian anak walaupun perbedaan hasil skornya tidak terpaut jauh. Jadi, berdasarkan penurunan jumlah skor SPPAHI yang signifikan, berarti ada pengaruh stimulasi senam otak pada anak ADHD.

Respon anak yang semakin mau mengikuti senam otak di setiap pertemuannya (Lembar Observasi I-VIII) menunjukkan adanya peningkatan perhatian pada anak. Hal tersebut didukung oleh penelitian Tammasse J (2009), bahwa dengan gerakan-gerakan yang menghasilkan stimulus (brain gym) dapat meningkatkan kemampuan kognitif (konsentrasi, perhatian, kecepatan, persepsi, memori, dan kreativitas), meningkatkan keseimbangan atau harmonisasi, mengontrol emosi dan


(6)

logika, serta menjaga kelenturan dan keseimbangan tubuh.

Berdasarkan hasil wawancara pada orang tua (Ibu) an.N, pengaruh stimulasi senam otak belum tampak adanya perubahan yang signifikan. Hal tersebut dikarenakan orang tua yang tinggal bersama anaknya dan bertemu setiap hari. Sehingga Ibu an.N merasa belum tampak adanya perubahan. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Harini D (2010) yang menunjukkan bahwa adanya pengaruh senam otak terhadap perilaku anak ADHD ditandai dengan aktivitas terkontrol, dan penurunan perilaku impulsif.


Dokumen yang terkait

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25