“FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK”.

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN : “Veteran” JAWA TIMUR

Oleh :

ERNI PURNAMA SARI NPM : 0541010091

YAYASAN KEJUANGAN PANGLIMA BESAR SUDIRMAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “ JATIM

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK SURABAYA


(2)

Disusun Oleh:

ERNI PURNAMA SARI

NPM : 0541010091

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Drs. Hartono Hidayat, MSi Nip.030 115 320

Mengetahui, DEKAN

Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si NIP. 195507181983022001


(3)

Disusun Oleh:

ERNI PURNAMA SARI

NPM : 0541010091

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji

Skripsi jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Pada tanggal 24 februari 2011

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Tim Penguji:

1.

Drs. Hartono Hidayat, MSi Drs. Hartono Hidayat, MSi

Nip.030 115 320 Nip.030 115 320

2.

Dr. Slamet Srijono, MSi

Nip.130 286 546

3.

Dra. Diana Hertati, MSi

NIP.19660 1031 98903 2001

Mengetahui,

DEKAN


(4)

GRESIK

Nama Mahasiswa : Erni Purnama Sari

NPM. : 0541010091

Jurusan : Ilmu Administrasi Publik

Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Telah Direvisi dan Disahkan pada tanggal : ...

Menyetujui

PENGUJI I

Drs. Hartono Hidayat, MSi Nip.030 115 320

PENGUJI II

Dr. Slamet Srijono, MSi Nip.130 286 546

PENGUJI III

Dra. Diana Hertati, MSi NIP. 19660 1031 98903 2001


(5)

serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul :

“FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN

PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesainya penulisan Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, khususnya Drs. Hartono sebagai dosen pembimbing yang penuh ketulusan dan kesabaran. Sehubungan dengan hal itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu memberikan saran dan motivasi hingga terselesainya penulisan Skripsi ini. Kepada yang terhormat :

1. Ibu Dra. Hj. Suparwati, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 2. Bpk. Dr. Lukman Arif, Msi selaku Ketua Program Studi Administrasi Negara

Universitas Pembangunan Nasional

3. Ibu Dra. Diana Hertati, Msi selaku Sekretaris Program Studi Administrasi Negara Universitas Pembangunan Nasional

4. Seluruh Dosen Universitas Pembangunan Nasional.

5. Semua pihak Pemda Kab Gresik dan Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah yang membantu penulis dalam menyusun laporan Skripsi ini

6. Kedua orang tua ( Bapak H. Nur Moh Syamil dan Hj. Yasmonah ) yang selalu memberikan do’anya kepada penulis.


(6)

Surabaya, Pebruari 2011


(7)

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

LAMPIRAN……… ix

ABSTRAKSI... x

BAB I : PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang………... 1

1.2 Rumusahan Masalah ... 7

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

BAB II : KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu………...… 10

2.2 Landasan Teori……….……….... 14

2.2.1 Otonomi Daerah………..………… 14


(8)

2.4 Hipotesis ... 48

BAB III : METODE PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional Variabel……… 50

3.2 Populasi dan sampel………...… 51

3.3Teknik Pengumpulan Data………. 51

3.4Teknik Analisa Data……….……... 52

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran umum obyek penelitian dan penyajian data………55

4.2 Analisis Hasil Penelitian……….. 68

4.3 Pembahasan……….. 76

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan………. 79

5.2 Saran……… 80

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

Tabel 4.1 : Jumlah penduduk kabupaten Gresik tahun 2009……… 58 Tabel 4.2 : Tingkat Kepadatan penduduk Kabupaten Gresik tahun 2009……… 58 Tabel 4.3 : Mata Pencaharian penduduk Kabupaten Gresik tahun 2009………... 59 Tabel 4.4 : Kondisi Perekonomian Kabupaten Gresik tahun 2009……… 60 Tabel 4.5 : Industri Kabupaten Gresik tahun 2009 ……….………….. 60 Tabel 4.6 : Rekapitulasi PAD Kabupaten Gresik Tahun Anggaran 2000 – 2009.. 61 Tabel 4.7 : Rekapitulasi Pajak Daerah dan PAD Kab Gresik Tahun Anggaran

2000-2009……… 63 Tabel 4.8 : Rekapitulasi Retribusi Daerah dan PAD Kab Gresik Tahun Anggaran

2000 – 2009………. 65 Tabel 4.9 : Rekapitulasi hasil pengelolaa kekayaan daerah yang dipisahkan

Kabupaten Gresik Tahun Anggaran 2000 – 2009……….. 66 Tabel 4.10 : Rekapitulasi Lain – lain PAD yang sah Tahun 2000- 2009 ……….. 67 Tabel 4.11 : Rekapitulasi Analisis Regresi Linier Sederhana pajak……….. 68 Tabel 4.12 : Rekapitulasi Analisis Regresi Linier Sederhana ……… 69 Tabel 4.13 : Rekapitulasi Analisis Regresi Linier Sederhana hasil pengelolaan

kekayaan daerah yang dipisahkan ………. ……….. . 70 Tabel 4.14 : Rekapitulasi Analisis Regresi Linier Sederhana lain- lain PAD yang


(10)

Gambar 2 : Kurva t variabel pajak .………. ... 73 Gambar 3 : Kurva t Variabel Retribusi……… 74 Gambar 4 : Kurva t Variabel Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan……… 75 Gambar 5 : Kurva t Variabel lain- lain PAD yang sah……… 75


(11)

Pemerintah Kabupaten Gresik Tahun 2000 – 2009……… Lampiran 2 : Tabel Hasil Penghitungan Regresi Linier Sederhana

1. Regresi pajak daerah……… 2. Regresi retribusi daerah………... 3. Regresi hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan…. 4. Regresi lain-lain PAD yang sah……….. Lampiran 3 : Perkembangan PAD tahun 2000 – 2009………..


(12)

PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK”.

Penelitian ini didasarkan pada fenomena besarnya tingkat penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Gresik yang tiap tahunnya selalu meningkat. Bahkan PAD Gresik, menempati tiga besar di Jatim bersama Surabaya dan Sidoarjo. Besarnya tingkat Pendapatan Asli Daerah di Pemerintah Daerah Kabupaten Gresik untuk setiap tahun anggaran menyebabkan adanya penyesuaian alokasi yang menyangkut target dan realisasi untuk tahun anggaran berikutnya. Hal tersebut juga berkonsekuensi terhadap faktor- faktor yang mempengaruhi penerimaan PAD yang terdiri dari : pajak, retribusi, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah.

Dengan pola kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah, maka Gresik akan mencapai keberhasilan dalam melaksanakan berbagai upaya pembangunan lainnya yang akan membawa Kabupaten Gresik pada kemajuan dan membawa masyarakat Gresik pada keadaan yang sejahtera. Sedangkan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah berapa besar pengaruh masing- masing faktor sumber PAD {pajak (X1), retribusi (X2), hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (X3), dan lain-lain PAD yang sah (X4)} terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik. Dengan demikian tujuan dalam penelitian ini adalah Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh masing- masing faktor sumber PAD ( pajak, retribusi, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah ) terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik.

Dalam analisis data untuk mengetahui besarnya pengaruh masing- masing faktor sumber PAD ( pajak, retribusi, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah ) terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik dengan menggunakan teknik regresi linier sederhana. Sedangkan untuk uji hipotesis digunakan uji t. Dari hasil analisis regresi dan hasil uji t menunjukkan bahwa masing – masing faktor sumber PAD yang terdiri dari pajak, retribusi, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah mempunyai pengaruh yang signifikan. Sedangkan besarnya pengaruh masing- masing variabel adalah pajak 95,4%, retribusi 54,1%, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 86%, dan lain-lain PAD yang sah 58,7%. Artinya pajak daerah mempunyai koefisien determinasi yang paling besar pengaruhnya terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik. Atas dasar pertimbangan tersebut maka dapat disarankan : Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa pajak daerah, mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik, maka sebaiknya Pemda Kabupaten Gresik meningkatkannya sehingga devisa daerah dapat bertambah demi kesejahteraan masyarakat Gresik. Untuk retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah


(13)

1.1. Latar Belakang

Sebagai negara berkembang, Indonesia terus berupaya melakukan pembangunan disegala sektor, baik pembangunan yang berupa fisik maupun mental, hal tersebut ditujukan guna meningkatkan taraf hidup rakyat sekaligus mendukung tercapainya suatu tujuan nasional. Pembangunan nasional mempunyai tujuan umum untuk meningkatkan dan mewujudkan kesejahteraan rakyat maupun kemakmuran yang adil dan merata.

Secara umum pembangunan diartikan sebagai suatu proses terencana dari situasi nasional ke situasi nasional yang lebih baik, dalam hal ini pembangunan merupakan suatu konsep yang dinamis sebab selalu berubah sesuai dengan kondisi kerangka sistem sosial yang menyertainya. Pelaksanaan pembangunan diupayakan berjalan seimbang, selaras dan saling menunjang antara satu bidang dengan bidang lainnya, sehingga tidak terjadi kesenjangan antara semua bidang ( Lincolin, 1997 : 10 ).

Sejak diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah pada bulan Januari 2001 menyebabkan daerah-daerah tingkat II yang ada di Indonesia harus membiayai pembangunan daerahnya masing-masing tanpa menunggu subsidi dari pemerintah pusat, karena adanya peralihan sistem dari sentralisasi menjadi desentralisasi. Pembangunan didaerah terutama ditujukan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat dengan


(14)

memberikan kesempatan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai daerah otonom, daerah mempunyai wewenang dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat dan pertanggungjawaban kepada masyarakat.

Pemerintah bertekad untuk melaksanakan kebijakan otonomi daerah baik dalam aspek administrasi pemerintahan maupun dalam aspek pengelolaan program pembangunan lembaga-lembaga pemerintahan dan pelaku-pelaku pembangunan didaerah. Sesuai dengan prinsip otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab, penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan secara bertahap akan lebih banyak dilimpahkan kepada pemerintah daerah.

Mengenai Pemerintah Daerah diatur dalam UUD 1945 yaitu dalam Bab VI yang terdiri dari Pasal 18 , Pasal 18A dan Pasal 18B, dimana dalam pasal 18 ayat (2) menyebutkan “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”.

Dengan demikian pemerintah daerah dapat menjalankan pemerintahannya sendiri dan menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang ditetapkan undang-undang menjadi urusan pemerintah pusat. Selain itu juga pemerintah daerah dapat menetapkan peraturan daerah dan peraturan lainnya guna mendukung pelaksanaan otonomi daerah.


(15)

Pelaksanaan otonomi daerah diharapkan dapat mendorong peningkatan partisipasi dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan, serta mendorong pemerataan pembangunan diseluruh daerah dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang tersedia di masing-masing daerah. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk memungkinkan daerah yang bersangkutan mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.

Penyelenggaran otonomi daerah didasarkan pada otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Peran otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab ini diharapkan mampu untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerahnya. Pemerintah daerah dituntut lebih aktif dalam mengelola dana yang dikuasai secara efektif dan efisien.

Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan self-supporting dalam bidang keuangan. Dengan perkataan lain, faktor keuangan merupakan faktor esensial dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. ( Josef Riwu Kaho,1997 : 123 ).

Berbagai sumber penerimaan pemerintah terus digali dan diupayakan guna menunjang pembangunan. Dengan adanya sumber penerimaan, pemerintah daerah dapat menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan melaksanakan pembangunan berdasarkan prioritas serta tujuan yang akan dicapai.


(16)

Dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, didalamnya menyebutkan bahwa sumber-sumber pendapatan daerah terdiri dari:

1. Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) terdiri dari: a. Pajak daerah

b. Retribusi daerah

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan d. Lain-lain PAD yang sah

2. Dana perimbangan, yang terdiri dari: a. Dana bagi hasil

b. Dana alokasi umum c. Dana alokasi khusus 3. Pinjaman daerah

4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah

Salah satu sumber penerimaan daerah adalah berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), dimana Pendapatan Asli Daerah merupakan bagian dari sumber pendapatan daerah yang secara bebas dapat digunakan oleh masing-masing daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah.

Pertumbuhan komponen Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan lain lain PAD yang sah akan menjadi faktor yang penting dalam mendorong pertumbuhan PAD. Sedangkan untuk Dana Perimbangan, komponen Bagi Hasil Pajak serta


(17)

komponen Bagi Hasil Pajak dan Bantuan Keuangan Provinsi adalah 2 unsur yang cukup penting dalam mendorong pertumbuhan Dana Perimbangan yang akan diperoleh nantinya.

Pendapatan daerah dalam struktur APBD masih merupakan elemen yang cukup penting peranannya baik untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan maupun pemberian pelayanan kepada publik. Apabila dikaitkan dengan pembiayaan, maka pendapatan daerah masih merupakan alternatif pilihan utama dalam mendukung program dan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik di Kabupaten Gresik.

Berikut adalah perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Gresik tahun anggaran 2000 – 2009 ( secara global, adapun rincian ada di lampiran 1) :

Tabel 1.1

Perkembangan PAD Kabupaten Gresik Tahun Anggaran 2000 - 2009

Sumber : Kantor Dinas pendapatan, pengelolaan keuangan daerah kab. Gresik

No Tahun Target PAD Realisasi PAD

1 2000 10.562.114.403,50 15.933.834.270,57 2 2001 25.920.352.000,00 27.599.586.984,27 3 2002 35.784.476.000,00 40.745.979.995,36 4 2003 40.385.160.000,00 46.282.025.900,49 5 2004 71.148.106.000,00 77.110.638.933,99 6 2005 81.815.016.600,00 87.961.119.316,82 7 2006 86.596.007.236,46 101.612.882.106,89 8 2007 115.762.898.716,00 117.461.704.186,47 9 2008 128.022.893.572,00 138.756.983.539,80 10 2009 157.633.849.936,00 168.302.821.579,56


(18)

Dari tabel 1.1 diperoleh data bahwa perkembangan PAD Kabupaten Gresik dalam sepuluh tahun terakhir ini (2000 – 2009) selalu mengalami peningkatan bahkan melebihi dari target yang telah ditetapkan. Adapun perolehan PAD terendah terlihat di tahun 2000 dengan angka realisasi Rp15.933.834.270,57 dari target Rp10.562.114.403,50. Sedangkan perolehan tertinggi terlihat pada tahun 2009 sebesar Rp168.302.821.579,56 dari target Rp157.633.849.936,00.

Sebagaimana diketahui, tahun 2009 Bupati Gresik Robbach Ma'sum menerima "hadiah" sebesar Rp 24,9 miliar dari Menkeu Sri Mulyani atas prestasinya mengelola APBD dengan baik. Kabupaten Gresik merupakan salah satu dari 54 daerah provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia yang berprestasi dalam mengelolah keuangan. Bahkan PAD Gresik, menempati tiga besar di Jatim bersama Surabaya dan Sidoarjo. Itu diungkapkan Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah (DPPAD) Yetty Sri Suparyati. (Dispenda Kab Gresik,2010).

Besarnya tingkat Pendapatan Asli Daerah di Pemerintah Daerah Kabupaten Gresik untuk setiap tahun anggaran menyebabkan adanya penyesuaian alokasi yang menyangkut komponen – komponen PAD yang terdiri dari : pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah.

Dengan pola kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah, maka Gresik akan mencapai keberhasilan dalam melaksanakan berbagai upaya pembangunan lainnya akan membawa


(19)

Kabupaten Gresik pada kemajuan dan membawa masyarakat Gresik pada keadaan yang sejahtera.

Penelitian yang dilakukan ini mengambil lokasi di Pemerintahan Daerah Kabupaten Gresik. Alasan memilih Kabupaten Gresik sebagai daerah penelitian adalah dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Gresik merupakan salah satu Kabupaten yang mempunyai potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang lebih kompleks dan mempunyai laju pembangunan yang lebih menonjol.,

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas mengenai kemampuan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah dengan melihat tingkat pendapatan asli daerahnya melalui sumber-sumber penerimaan daerah, maka penelitian ini mengambil judul: “FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalahnya adalah:

1. Seberapa besar pengaruh pajak (X1) terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik?

2. Seberapa besar pengaruh retribusi (X2) terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik?

3. Seberapa besar pengaruh hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (X3) terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik?


(20)

4. Seberapa besar pengaruh lain-lain PAD yang sah (X4) terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pajak (X1) terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik.

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh retribusi (X2) terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik.

3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (X3) terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik.

4. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh lain-lain PAD yang sah (X4) terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik.

1.3.2. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis

Untuk menerapkan teori-teori yang didapat dari bangku kuliah kedalam permasalahan yang sebenarnya terjadi di lapangan. 2. Bagi Instansi

Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam mengambil keputusan untuk menyusun kebijakan pengelolaan keuangan daerah untuk pembangunan dan dalam


(21)

pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata serta bertanggung jawab.

3. Bagi Pihak lain

Sebagai bahan informasi pendukung bagi para pembaca atau peneliti lainnya tentang keuangan daerah khususnya PAD di Kabupaten Gresik.


(22)

2.1 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini, juga dikaji beberapa penelitian terdahulu yang ada hubungannya dengan penelitian. Hasil dari pengkajian ini akan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan terhadap penelitian yang sedang dilakukan. Beberapa kajian dari penelitian terdahulu diantaranya adalah:

1. Mohammad Riduansyah, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok. “kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah (PAD) pemerintah daerah kota Bogor “. Fokus permasalahan, seberapa besar kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap perolehan PAD Pemerintah Kota Bogor dalam kurun waktu Tahun Anggaran (TA) 1993/1994 – 2000.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap perolehan PAD Pemerintah Kota Bogor dalam kurun waktu Tahun Anggaran (TA) 1993/1994 – 2000 cukup signifikan dengan rata-rata kontribusi sebesar 27,78% per tahun. Kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total perolehan penerimaan Pemda Bogor tercermin dalam APBD-nya, dikaitkan dengan kemampuannya untuk melaksanakan otonomi daerah terlihat cukup baik. Komponen pajak daerah dalam kurun waktu TA 1993/1994 – 2000 rata-rata pertahunnya memberikan kontribusi sebesar


(23)

7,81% pertahun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 22,89% pertahunnya. Sedangkan pendapatan yang berasal dari komponen retribusi daerah, pada kurun waktu yang sama, memberikan kontribusi rata-rata per tahunnya sebesar 15,61% dengan rata-rata pertumbuhan pertahunnya sebesar 5,08% per tahun. Untuk meningkatkan kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total penerimaan PAD dan sekaligus memperbesar kontribusinya terhadap APBD Pemda Kota Bogor perlu dilakukan beberapa langkah di antaranya perlu dilakukan peningkatan intensifikasi pemungutan jenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerah, kemudian dilakukan ekstensifikasi dengan jalan memberlakukan jenis pajak dan retribusi baru sesuai dengan kondisi dan potensi yang ada.

2. Damrismiyati, Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta 2003. “Peranan Retribusi Pasar Terhadap Pendapatan Asli Daerah, studi kasus Kabupaten Klaten periode tahun anggaran 1991 sampai dengan tahun 2002”. Fokus permasalahan, seberapa besar tingkat pencapaian target retribusi pasar terhadap pendapatan asli daerah, seberapa besar tingkat efisiensi retribusi pasar terhadap pendapatan asli daerah dan seberapa besar nilai koefisien elastisitas retribusi pasar terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Klaten periode tahun anggaran 1991 sampai dengan tahun 2002

Dari analisis yang dilakukan diperoleh hasil bahwa dalam kurun waktu 12 tahun, yaitu dari tahun 1991 – 2002 peranan yang diberikan retribusi pasar


(24)

terhadap PAD nilai rata-ratanya sebesar 11,92 % per tahun. Hal ini menandakan bahwa sumbangan yang diberikan cukup besar, tetapi dilihat dari persentase peranan dari tahun ke tahun cenderung mengalami penurunan, meskipun begitu retribusi pasar merupakan salah satu retribusi yang menjanjikan sebagai pemasukan PAD Kabupaten Klaten.

Untuk tingkat pencapaian target tahun 1991 – 2002, target yang ditetapkan dapat selalu tercapai kecuali pada tahun 1995 dan tahun 1999. Nilai tingkat pencapaian targetnya kebanyakan diatas 100 %. Nilai rata-rata tingkat pencapaian target sendiri adalah sebesar 104,61%. Hal ini berarti pengelola pasar telah melaksanakan pemungutan retribusi secara efektif, sehingga target yang ditetapkan pada awal tahun anggaran tercapai.

Kemudian efisiensi selama tahun anggaran 1991 – 2002 rata-rata menunjukkan tingkat efisiensinya tercapai. Dengan begitu menunjukkan bahwa kantor pengelolaan pasar telah melaksanakan pemungutan retribusi secara efisien. Sedangkan untuk elastisias retribusi pasar terhadap PAD selama tahun anggaran 1991-2002 nilai koefisien elastisitasnya rata-rata 1,62 %. Hal ini berarti pasar tersebut elastis karena retribusi pasar relative peka terhadap PAD atau mempunyai pengaruh terhadap perubahan PAD. 3. Mahrus Ali, Development Economic Study. ”Dampak Otonomi Daerah

Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Gresik”. Fokus permasalahan, bagaimana dampak perolehan Pendapatan Asli Daerah sebelum Otonomi Daerah di Kabupaten Gesik, pada tahun 1999 PAD kabupaten Gresik.


(25)

Diperoleh bahwa kemampuan Pendapatan Asli Daerah sebelum Otonomi Daerah di Kabupaten Gesik, pada tahun 1999 PAD kabupaten Gresik sebesar Rp.15,439,208,672.00 yang sebagian besar kontribusi Pajak daerah. Sedangkan pada tahun 2000 PAD Kabupaten gresik mengalami peningkatan sebesar Rp. 15.933.834.270,57 atau sebesar 3,20 persen pertahun. Kemampuan Pendapatan Asli Daerah sesudah otonomi Daerah di Kabupaten Gresik, pertumbuhan PAD 2002 sebesar 55,01 persen dan pada tahun selanjutnya yakni secara berturut-turut tahun 2003 sebesar 18.85 persen, tahun 2004 sebesar 22,36 persen, tahun 2005 sebesar 20,19 persen, tahun 2006 sebesar 15,51 persen dan tahun 2007 sebesar 15,61 persen. Ada perbedaan sebelum dan sesudah Otonomi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Gresik. Hal ini dapat diketahui dari hasil Nilai Sig (2-tailed) sebesar 0,041 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak sehingga dapat dikatakan bahwa ada perbedaan pendapatan asli daerah kabupaten Gresik sebelum ataupun sesudah otonomi daerah.

Dari berbagai penelitian terdahulu di atas ternyata fokus permasalahan, perspektif serta wilayah penelitian berbeda, persamaannya hanya pada variabel terikat yang diteliti, yaitu tentang PAD.

Penelitian Mohammad Riduansyah dan Mahrus Ali, mempunyai sedikit persamaan dengan penelitian yang sedang dikaji sekarang. Penelitian Mahrus Ali persamannya terletak pada lokasi penelitian yang dilakukan di Gresik, sedangkan penelitian Mohammad Riduansyah persamannya terletak pada


(26)

variabel bebas, yaitu pajak daerah dan retribusi daerah, hanya saja penelitian yang sekarang menambah 2 variabel lagi yaitu laba BUMD dan lain – lain PAD yang sah.

2.2 Landasan Teori

Landasan teori merupakan titik tolak untuk langkah penelitian selanjutnya agar pembahasan tidak menyimpang dari topik yang diteliti. Dalam hal ini akan dikemukakan teori-teori yang diambil dari literatur-literatur yang relevan yang digunakan untuk mendukung dalam penelitian ini.

2.2.1Otonomi Daerah

1. Pengertian Otonomi Daerah

Sejak masa pemerintahan sebelum reformasi, hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah hanya merupakan hubungan dalam kehidupan ketatanegaraan. Pola hubungan seperti ini pada perkembangannya mengalami ketimpangan karena kecenderungan pusat melakukan pemerasan terhadap kekayaan di daerah. Ketimpangan yang demikian menjadi pemicu sentiment daerah untuk menuntut keleluasaan mengatur dan mengurus daerahnya dalam kemasan otonomi daerah.

Menurut Sarundajang (2003:74) otonomi pada hakikatnya ditujukan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan, yaitu upaya yang lebih mendekati tujuan-tujuan penyelenggaraan


(27)

pemerintahan untuk mewujudkan cita-cita masyarakat yang lebih baik, dan suatu masyarakat yang lebih adil dan lebih makmur.

Pada dasarnya posisi kebijakan otonomi sebagai seluruh proyek pengembalian harga diri pemerintah dan masyarakat daerah diharapkan dapat menjadi solusi yang kreatif dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi di daerah. Dengan berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pemerintah dan masyarakat di daerah dipersilahkan mengurus rumah tangganya sendiri secara bertanggung jawab.

Menurut pasal 1 UU No. 32 Tahun 2004, yang dimaksud Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dalam sistem ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pengertian di atas menjelaskan bahwa kemampuan untuk mengurus rumah tangganya sendiri menjadi wewenang setiap daerah


(28)

seperti; membuat kebijakan daerah tentang pengelolaan keuangan daerah. Keuangan ini harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat, untuk itu pemerintah harus memberdayakan masyarakat sebagai pendukung pembangunan. Sebagai timbal baliknya masyarakatpun akan menuntut agar pemerintah dapat memberikan atau memenuhi apa yang mereka butuhkan artinya pemerintah harus memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan apa yang masyarakat berikan kepada pemerintah. Dengan dilaksanakannya otonomi daerah maka menjadi keinginan Pemerintah Daerah agar sentralisasi Pemerintah Pusat berubah menjadi desentralisasi.

Menurut Syaukuni, dkk (2002:173) peran Pemerintah Pusat dalam konteks desentralisasi ini adalah melakukan supervisi, memantau, mengawasi, dan mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah. Peran ini tidak ringan tetapi juga tidak membebani daerah secara berlebihan.

2. Prinsip Otonomi Daerah

Menurut UU No. 32 Tahun 2004 hal-hal yang ditempuh dalam rangka mengembalikan harkat dan martabat masyarakat di daerah, memberikan peluang pendidikan politik dalam rangka peningkatan kualitas demokrasi di daerah, peningkatan efisiensi pelayanan publik di daerah, peningkatan percepatan pembangunan daerah, dan ada akhirnya diharapkan pula penciptaan cara berpemerintahan yang baik (good govermance). Kesemuanya itu dapat terwujud dengan


(29)

memperhatikan beberapa prinsip dalam pelaksanaan otonomi daerah. Menurut Penjelasan Umum UU No. 32 Tahun 2004 prinsip-prinsip otonomi daerah adalah sebagai berikut.

a. Prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam arti daerah memberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah yang ditetapkan dalam undang-undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberikan pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat prinsip yang nyata dan bertanggung jawab. b. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk

menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya sudah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup, dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah.

c. Prinsip otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.

Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat


(30)

dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat, menjamin keserasian hubungan antara daerah dengan daerah yang lainnya, serta mampu menjamin hubungan yang serasi antar daerah dengan pemerintah demi tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara.

3. Asas Otonomi Daerah

Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggung jawab diselenggarakan berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 dalam berbagai urusan Pemerintah Daerah menurut asas-asas sebagai berikut:

a. Desentralisasi, adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada Daerah Otonom dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Urusan-urusan pemerintah daerah dalam asas ini diserahkan sepenuhnya kepada daerah baik yang menyangkut penentuan kebijaksanaan, perencanaan, pelaksanaan maupun yang menyangkut segi-segi pembiayaan. Demikian pula perangkat pelaksanaannya adalah perangkat daerah sendiri yaitu terutama dinas-dinas daerah.

b. Dekonsentrasi, adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah dan/atau Perangkat Pusat di Daerah. Urusan-urusan yang dilimpahkan oleh pemerintah kepada pejabat-pejabatnya di daerah menurut asas dekonsentrasi ini tetap menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat


(31)

baik mengenai perencanaan, pelaksanaan maupun pembiayaannya.

c. Tugas Pembantuan, adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah dan desa dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggung jawabkannya kepada yang menugaskan.

Dengan adanya asas-asas ini maka UU No.32 Tahun 2004 menganut prinsip demokrasi, partisipasi, pemerataan dan keadilan serta yang terpenting pengakuan terhadap keanekaragaman daerah sebagai dasar penyerahan kewenangan pada daerah. Jelas itu suatu hal yang telah berubah dari paradigma penyeragaman menjadi keanekaragaman.

Dalam konsep otonomi daerah menurut UU No. 32 Tahun 2004 prakarsa pemerintah daerah haruslah bertujuan untuk kepentingan masyarakat berdasarkan aspirasi masyarakat. Oleh sebab itu pemerintah daerah harus mendorong untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas dengan meningkatkan peranserta masyarakat. Hal ini jelas bagi kita bahwa tujuan pemberian otonomi daerah bukan semata-mata untuk mewujudkan pembangunan dan mengejar laju pertumbuhan tetapi lebih ditujukan kepada pemberdayaan masyarakat. Keberhasilan


(32)

pemberdayaan otonomi daerah dapat diukur dan dilihat dari tingkat kemandirian masyarakat daerah dan pengelolaan keuangan daerah tersebut. Untuk itu pembiayaan pembangunan daerah harus dapat menyejahterakan masyarakat daerah itu.

2.2.2Keuangan Daerah

Ketentuan mengenai keuangan daerah diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam Bab III Pasal 4 ayat (1), UU Nomor 33 Tahun 2004 ditegaskan bahwa “Penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.”.

Artinya dana APBD diperuntukkan bagi pelaksanaan tugas pemerintahan daerah, termasuk tugas dan wewenang penyelenggaraan pemerintah yang sudah dilimpahkan atau didesentralisasikan pusat ke daerah. Penambahan wewenang daerah jelas akan membutuhkan dana tambahan bagi daerah. Sebaliknya, pengurangan wewenang akan mengurangi anggaran untuk itu. Selama ini pelaksananan pemerintah didaerah sebagian besar dibiayai oleh pusat melalui bantuan pusat atau subsidi daerah otonom.

Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan self-supporting dalam bidang keuangan. Dengan perkataan lain, faktor keuangan merupakan faktor esensial dalam


(33)

mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Ini berarti, dalam penyelenggaraan urusan rumah tangganya, daerah membutuhkan dana atau uang. (Josef Riwu Kaho, 1997 : 123).

Keuangan adalah rangkaian kegiatan dan prosedur dalam mengelola keuangan (baik penerimaan maupun pembiayaan) secara tertib, sah, hemat, berdayaguna dan berhasilguna. Menurut Mamesah ada dua unsur penting mengenai keuangan daerah yaitu:

a. Semua hak dimaksudkan sebagai hak untuk memungut pajak daerah, retribusi daerah dan/atau penerimaan dan sumber-sumber lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku merupakan penerimaan daerah sehingga menambah kekayaan daerah

b. Kewajiban daerah dapat berupa kewajiban untuk membayar atau mengeluarakan uang sehubungan adanya tagihan kepada daerah dalam rangka pembiayaan rumah tangga daerah serta pelaksanaan tugas umum dan tugas pembangunan oleh daerah yang bersangkutan (Mamesah,1995:16).

Keuangan Daerah adalah segala unsur-unsur keuangan atau kekayaan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah secara keseluruhan. Lingkup yang dimaksud adalah sebagai berikut.

a. Kekayaan daerah yang secara langsung dikelola oleh pemerintah daerah sesuai dengan tingkat otonominya masing-masing serta berhubungan langsung dengan pelaksanaan tugas, wewenang dan


(34)

tanggung jawab baik dalam bidang pemerintahan maupun dalam bidang pembangunan.

Pengelolaan atas penerimaan daerah meliputi penganggaran atau penetapan target hendaknya dikaitkan dengan potensi-potensi nyata yang dapat direalisasikan sehingga dapat diterapkan sebagai model untuk segala pembiayaan. Demikian pula pengelolaan atas anggaran belanja itu sendiri hendaknya direncanakan dengan baik, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku, sehingga pada akhirnya dapat diterima pertanggungjawabannya. Sedangkan pertanggungjawaban itu sendiri harus mendapat persetujuan dari legislative dan dari pejabat yang berwenang untuk itu.

b. Kekayaan milik daerah yang dipisahkan, yaitu seluruh uang dan barang yang pengurusannya tidak dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, tetapi diselenggarakan oleh perusahaan daerah sesuai dengan undang-undang tentang pemerintahan daerah dan dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Daerah yang berlaku (Mamesah,1995:22).

2.2.3 Sumber – Sumber Penerimaan Daerah

Sejak diberlakukannya otonomi daerah, sumber - sumber pendapatan daerah ditetapkan dalam UU nomor 25 Tahun 1999 Pasal 4, 5, dan Pasal 6. Kemudian diubah dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan


(35)

Pemerintah Daerah, dimana didalamnya disebutkan sumber pendapatan daerah terdiri dari:

1. Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) terdiri dari: a. Pajak Daerah (X1)

Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh daerah menurut peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik (Mamesah.1995:98).

b. Retribusi Daerah (X2)

Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah untuk kepentingan umum, atau karena jasa yang diberikan oleh daerah baik langsung maupun tidak langsung (Riwu Kaho,2003:171).

c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (X3)

Kekayaan daerah yang secara langsung dikelola oleh pemerintah daerah sesuai dengan tingkat otonominya masing-masing serta berhubungan langsung dengan pelaksanaan tugas, wewenang dan tanggung jawab baik dalam bidang pemerintahan maupun dalam bidang pembangunan.

d. Lain – lain PAD yang sah (X4)

Lain – lain PAD yang sah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain – lain milik pemerintah daerah.


(36)

Dalam pasal 6 ayat 2 UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah yang dimaksud meliputi:

1. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan 2. Jasa giro

3. Pendapatan bunga

4. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

5. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.

2. Dana perimbangan

Dana perimbangan merupakan sumber Pendapatan Daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonom kepada daerah.

Dana Perimbangan merupakan kelompok sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi yang alokasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.

Pasal 10 Undang- undang Nomor 33 Tahun 2004, Dana perimbangan terdiri dari:


(37)

a. Dana bagi hasil b. Dana alokasi umum c. Dana alokasi khusus 3. Pinjaman daerah

Selama tiga dekade lebih pemerintahan orde baru, sumber utama pinjaman daerah berasal dari pinjaman dalam negeri. Jumlah pinjaman daerah selama ini rata-rata dibawah satu persen ( 1% ) dari APBD. Itu pun pinjaman yang dilakukan sebagian besar untuk mendukung kegiatan atau operasional perusahan daerah ( Badan Usaha Milik Daerah). Pemerintah daerah pada masa lalu tidak dibenarkan melakukan pinjaman luar negeri. Perihal pinjaman daerah telah diatur dalam Pasal 49 sampai Pasal 65 UU Nomor 33 Tahun 2004. ( Juli Panglima Saragih, 2003 : 73 ).

4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah

Pendapatan lain-lain yang sah merupakan pendapatan yang didapat berdasarkan undang-undang yang telah ditentukan.

Salah satu perbedaan yang sangat signifikan diantara UU Nomor 5 Tahun 1974 dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 mengenai sumber-sumber pendapatan daerah adalah, bahwa ketentuan lama menyebutkan adanya bantuan pusat kepada daerah baik propinsi dan daerah kabupaten maupun kotamadya melalui kebijakan dana instruksi Presiden (inpres) dan subsidi daerah otonom serta inpres desa tertinggal (IDT). Sedangkan ketentuan dalam undang-undang tentang otonomi daerah yang baru,


(38)

bantuan pusat dihapus dan digantikan dengan dana perimbangan yang intinya bahwa daerah otonom yang menerima dana perimbangan memiliki kewenangan penuh untuk mengelola dan menggunakannya.

Sedangkan sebelum dikeluarkannya undang-undang otonomi daerah tahun 1999, sumber keuangan daerah, baik propinsi, kabupaten, maupun kotamadya menurut UU Nomor 5 Tahun 1974 adalah sebagai berikut:

1. Penerimaan Asli Daerah ( PAD ) 2. Bagi hasil pajak dan non pajak

3. Bantuan Pusat ( APBN ) untuk daerah tingkat I dan tingkat II 4. Pinjaman daerah

5. Sisa lebih anggaran tahun lalu

6. Lain-lain penerimaan daerah yang sah.

2.2.4 Pendapatan Asli Daerah

Berkaitan dengan penelitian tentang PAD dan sebagaimana telah diuraikan diatas salah satu bentuk penerimaan daerah adalah dalam bentuk Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka berikut akan diuraikan tentang PAD beserta komponen yang berpengaruh.

Pada era otonomi daerah dimana sistem pemerintah masih berbentuk sentralisasi ternyata membawa dampak kurang baik pada pembangunan daerah. Hal ini terlihat dengan terhambatnya kebebasan daerah dalam mengembangkan segala potensi yang dimiliki oleh daerahnya dan dampak lainnya yang merugikan adalah tingginya tingkat


(39)

ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Hal ini disebabkan besarnya andil dan intervesi yang diberikan oleh pemerintah pusat terhadap jalannya pemerintahan di tiap daerah.

Dan kini setelah otonomi daerah, sistem pemerintahan tidak lagi berupa sentralisasi tapi telah berubah menjadi desentralisasi. Artinya dearah telah memiliki kewenangan untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki oleh daerah tersebut. Dalam pelaksanaanya daerah harus lebih mandiri dalam mengelola berbagai bentuk penerimaan dan pengeluarannya. Untuk dapat menjalankan pemerintahannya pemerintah daerah diharapkan dapat mengoptimalkan pendapatan asli daerah.

Menurut Undang – undang No 34 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah:

“ Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber–sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku “ ( Juli Panglima Saragih, 2003 : 73 ). Adapun sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari :

a) Pajak Daerah

1. Pengertian Pajak Daerah

Dalam Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang


(40)

digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan di daerah.

Menurut Davey (1988:39-40). Perpajakan daerah dapat diartikan sebagai:

a. pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dengan pengaturan dari daerah sendiri

b. pajak yang dipungut berdasarkan Peraturan Nasional tetapi penetapan tarifnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah

c. pajak yang ditetapkan dan/atau dipungut oleh Pemerintah Daerah

d. pajak yang dipungut dan di administrasikan oleh Pemerintah Pusat tetapi hasil pungutannya dibagi hasilkan dengan atau dibebani pungutan tambahan (opsen) oleh Pemerintah Daerah.

Mamesah mendefinisikan pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh daerah menurut peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik (Mamesah.1995:98).

Beberapa ahli lainnya mendefinisikan pajak sebagai berikut:

Menurut Adriani (2003:17), pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum


(41)

(undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Menurut Soemitro (2002:74), pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.

Sedangkan menurut Anderson & Sommerfeld (2003:54), pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.


(42)

2. Ciri – ciri pajak daerah

Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut:

a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang

Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan "pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang."

b. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (konraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.

c. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.

d. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan


(43)

dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundag-undangan.

e. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).

3. Penggolongan Pajak Daerah

Pajak daerah sebagai salah satu Pendapatan Asli Daerah diharapkan dapat menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan dan pembangunan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 2001, daerah Kabupaten atau Kota diberi kewenangan untuk menetapkan jenis pajak sebagai sumber keuangan.

Jenis-jenis pajak daerah tersebut adalah sebagai berikut: a. Pajak Kendaraan Bermotor

b. Pajak Kendaraan Diatas Air

c. Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air

d. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

e. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan


(44)

f. Pajak Hotel g. Pajak Restoran h. Pajak Hiburan i. Pajak Reklame

j. Pajak Penerangan Jalan

k. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C l. Pajak Parkir

m. Pajak Lain-Lain.

Jenis-jenis pajak di atas merupakan salah satu penambahan jumlah pendapatan asli daerah yang nantinya digunakan untuk pembayaran dan pembangunan daerah. Setiap jenis pajak dapat dipungut oleh pemerintah daerah kepada tiap pribadi atau badan tanpa adanya imbalan langsung yang seimbang.

4. Syarat pemungutan pajak

Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai maswalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:

a. Pemungutan pajak harus adil

Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak.


(45)

Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya.

Contohnya:

a) Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak b) Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang

memenuhi syarat sebagai wajib pajak

c) Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran

b. Pengaturan pajak harus berdasarkan UU

Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu: 1. Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang

berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya 2. Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak

diperlakukan secara umum

3. Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak

c. Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian

Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak


(46)

jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.

d. Pemungutan pajak harus efesien

Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.

e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak.


(47)

Contoh:

1. Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif

2. Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%

3. Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi)

Dari hasil pemungutan pajak tersebut maka menjadi kewenangan bagi daerah untuk mengelolanya karena hal tersebut merupakan keleluasaan pemerintah daerah, jadi dari perpajakan ini pemerintah daerah dapat menetapkan dan mengendalikan tarif pajak yang ada di daerahnya.

b) Retribusi Daerah

Retribusi daerah sebagaimana halnya pajak daerah merupakan salah satu Pendapatan Asli Daerah yang diharapakan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Daerah kabupaten / kota diberi peluang dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah ditetapkan, sepanjang


(48)

memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat.

1. Pengertian Retribusi Daerah

Menurut UU No. 66 Tahun 2001, Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

Panitia Nasrun, merumuskan pengertian Retribusi Daerah sebagai berikut:

Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah untuk kepentingan umum, atau karena jasa yang diberikan oleh daerah baik langsung maupun tidak langsung (Riwu Kaho,2003:171).

Semakin besar nilai retribusi daerah berarti semakin besar pula tingkat kontribusi retribusi terhadap PAD. Dimana bila kontribusi retribusi daerah semakin tinggi maka PAD akan meningkat dan sebaliknya. Apabila terjadi hal sebaliknya dimana kontribusi retribusi daerah turun maka perlu usaha-usaha untuk meningkatkan penerimaan daerah melalui retribusi daerah. ( J. Suprapto, 1994 : 267 ).

2. Tujuan Retribusi Daerah

Tujuan Retribusi daerah pada dasarnya memiliki persamaan pokok dengan tujuan pemungutan pajak yang dilakukan oleh


(49)

negara atau pemerintah daerah. Adapun tujuan pemungutan tersebut adalah:

a. Tujuan utama adalah untuk mengisi kas negara atau kas daerah guna memenuhi kebutuhan rutinnya.

b. Tujuan tambahan adalah untuk mengatur kemakmuran masyarakat melalui jasa yang diberikan secara langsung kepada masayarakat.

3. Sifat Retribusi Daerah

Retribusi daerah dalam pelaksanaannya mempunyai dua sifat, sifat tersebut adalah:

a. Retribusi yang sifatnya umum

Maksudnya bahwa pungutan tersebut mempunyai sifat berlaku secara umum bagi mereka yang ingin menikmati kegunaan dari suatu jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah. Misalnya bagi mereka yang masuk ke dalam pasar untuk berjualan, walaupun hanya sehari tetap dikenakan pungutan retribusi.

b. Retribusi yang pungutannya bertujuan

Maksudnya adalah retribusi yang dilihat dari segi pemakaiannya, pungutan tersebut bertujuan untuk memperoleh jasa, manfaat dan kegunaan dari fasilitas yang disediakan oleh pemerintah daerah. Misalnya kewajiban


(50)

retribusi yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan akte kelahiran.

4. Objek Retribusi Daerah

Dalam ketentuan Pasal 18 undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 ayat 1 (satu) diatur tentang Objek Retribusi. Bahwa Objek Retribusi adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah. Tidak semua yang diberikan pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis - jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial ekonomi layak dijadikan sebagai objek retribusi ( Liberti Pandiangan, 2002 : 417 ).

5. Penggolongan Retibusi Daerah

Untuk menetapkan kebijaksanaan umum tentang prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi, maka retribusi dibagi menjadi tiga golongan, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu. ( Kesit Bambang Prakoso, 2003 : 129 ).

a. Retribusi Jasa Umum

Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.


(51)

Subjek retribusi jasa umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. Subjek Retribusi jasa umum ini dapat merupakan wajib retribusi jasa umum.

Objek retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

Jenis-jenis dari retribusi jasa umum dapat disebutkan sebagai berikut, antara lain:

1. Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte

2. catatan sipil

3. Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat 4. Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum

5. Retribusi pelayanan pasar

6. Retribusi pengujian kendaraan bermotor 7. Retribusi pemisahan alat pemadam kebakaran 8. Retribusi penggantian biaya cetak peta

9. Retribusi pengujian kapal perikanan 10.Retribusi pelayanan kesehatan

11.Retribusi pelayanan persampahan / kebersihan 12.Retribusi air bersih.


(52)

b. Retribusi Jasa Usaha

Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah menganut prinsip komersil karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

Subjek retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan usaha yang menggunakan atau menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan. Subjek ini dapat merupakan wajib retribusi jasa usaha.

Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial. Pelayanan yang disediakan pemerintah daerah menganut prinsip komersial meliputi:

1. Pelayanan dengan menggunakan atau memanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal.

2. Pelayanan oleh pemerintah daerah sepanjang belum memadai disediakan oleh pihak swasta.

Adapun jenis-jenis dari retribusi jasa usaha dapat disebutkan sebagai berikut:

1. Retribusi pemakaian kekayaan daerah 2. Retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan 3. Retribusi tempat pelelangan


(53)

4. Retribusi terminal

5. Retribusi khusus tempat parkir

6. Retribusi tempat penginapan / pesanggarahan / villla 7. Retribusi penyedotan kakus

8. Retribusi rumah pemotongan hewan 9. Retribusi pelayanan pelabuhan kapal 10.Retribusi tempat rekreasi dan olah raga 11.Retribusi penyebrangan di atas air 12.Retribusi pengolahan limbah cair

13.Retribusi penjualan produksi usaha daerah. c. Retribusi Perizinan Tertentu

Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, sarana prasarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Subjek retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari pemerintah daerah. Subjek ini dapat merupakan wajib retribusi jasa perizinan tertentu.


(54)

Objek retribusi perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Adapun jenis-jenis dari retribusi perizinan tertentu dapat disebutkan sebagai berikut:

1. Retribusi izin mendirikan bangunan

2. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol 3. Retribusi izin gangguan

4. Retribusi izin trayek. 6. Tarif Retribusi Daerah

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa umum didasarkan pada kebijakasanaan daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan, dan didasarkan juga dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar. Dimana prinsip dan sasaran dalam penetapan


(55)

tarif diatur dalam Pasal 21 Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi perizinan tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya pemberian izin yang bersangkutan. Biaya penyelenggaraan izin ini meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan dilapangan, penengahan hukum, penata usahaan dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.

Tarif Retribusi ditinjau kembali secara berkala dengan memperhatikan prinsip dan sasaran penetapan tarif. Daerah memiliki kewenangan untuk meninjau kembali tarif secara berkala dan berjangka waktu, hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan perekonomian daerah dari objek retribusi yang bersangkutan. Hal ini diatur dalam Pasal 23 Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000.

7. Tata Cara Pemungutan dan Sanksi Retribusi Daerah

Pasal 26 Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 berbunyi “Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan”. Artinya, seluruh proses kegiatan pemungutan retribusi tidak diserahakan pada pihak ke tiga. Namun bukan berarti bahwa Pemerintah Daerah tidak boleh bekerja sama dengan pihak ketiga. Dengan sangat selektif dalam proses pemungutan retribusi, Pemerintah Daerah dapat mengajak bekerja sama badan-badan tertentu yang


(56)

karena prodesionalismenya layak dipercaya untuk melaksanakan sebagian tugas pemungutan jenis retribusi secara efisien.

Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan, antara lain berupa karcis masuk, kupon, kartu langganan. Diatur dalam Pasal 27 ayat 1 (satu) Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000.

Kemudian dalam Pasal 27 ayat 2 (dua) Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 berbunyi :

“Bila wajib retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % setiap bulan dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan surat tagihan retribusi daerah.”

d) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan

Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan ini terdiri dari bagian laba atas penyertaan modal pada BUMD dan bagian laba atas penyertaan modal pada BUMN.

Perusahaan milik daerah adalah badan usaha yang dimiliki oleh pemerintah daerah dimana pembentukan, penggabungan, pelepasan kepemilikan, dan atau pembubarannya ditetapkan dengan Perda yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Sedangkan BUMN adalah badan usaha yang dimiliki oleh pemerintah.

Otonomi daerah memberikan konsekuensi yang cukup besar bagi peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam menopang


(57)

Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sesungguhnya usaha dan kegiatan ekonomi daerah yang bersumber dari BUMD telah berjalan sejak lama sebelum UU tentang otonomi daerah disahkan.

Dasar hukum pembentukan BUMD adalah berdasarkan UU No 5 tahun 1962 tetang perusahaan daerah. UU ini kemudian diperkuat oleh UU No 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah ( Nota Keuangan RAPBN, 1997/1998 ). Tujuan dibentuknya BUMD adalah untuk melaksanakan pembangunan daerah melalui pelayanan jasa kepada masyarakat, penyelenggara kemanfaatan umum, dan peningkatan penghasilan pemerintah daerah.

Undang-undang mengizinkan pemerintah daerah untuk mendirikan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). BUMD ini bersama sektor swasta atau Asosiasi Pengusaha Daerah diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi daerah sehingga dapat menunjang kemandirian daerah dalam pembangunan perekonomian daerah. e) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah

Dalam pasal 6 ayat 2 UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah yang dimaksud meliputi:

1. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan 2. Jasa giro


(58)

4. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

5. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.

2.3Kerangka Berpikir

Gambar 1 Alur Berpikir

R1

R2

R3

R4

Pola hubungan antar variable tersebut dapat diterangkan sebagai berikut: 1. Pajak (X1) mempengaruhi terhadap penerimaan PAD Kabupaten

Gresik.

2. Retribusi (X2) mempengaruhi terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik.

3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (X3) mempengaruhi terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik.

Pajak Daerah (X1)

Retribusi Daerah (X2)

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan (X3)

Lain- lain PAD yang sah (X4)


(59)

4. Lain-lain PAD yang sah (X4) mempengaruhi terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik.

Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan self-supporting dalam bidang keuangan. Dengan perkataan lain, faktor keuangan merupakan faktor esensial dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Ini berarti, dalam penyelenggaraan urusan rumah tangganya, daerah membutuhkan dana atau uang. (Josef Riwu Kaho, 1997 : 123).

Berbagai sumber penerimaan pemerintah terus digali dan diupayakan guna menunjang pembangunan. Dengan adanya sumber penerimaan, pemerintah daerah dapat menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan melaksanakan pembangunan berdasarkan prioritas serta tujuan yang akan dicapai.

Salah satu sumber penerimaan daerah adalah berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), dimana Pendapatan Asli Daerah merupakan bagian dari sumber pendapatan daerah yang secara bebas dapat digunakan oleh masing-masing daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah.

Berdasarkan pasal 4 UU no 22 tahun 1999, yang menyatakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari 4 yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang syah. Pertumbuhan komponen pajak daerah, retribusi daerah, hasil


(60)

pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang syah akan menjadi faktor yang penting dalam mendorong pertumbuhan PAD karena keempat komponen tersebut merupakan sumber yang memberikan kontribusi bagi PAD. Jadi perkembangan penerimaan PAD tergantung pada perolehan komponen tersebut.

Kemandirian keuangan yang dimiliki pemerintah daerah dapat meningkatkan kemampuan daerah untuk membiayai urusan rumah tangganya sendiri. Kemampuan tersebut berupa penggalian dan pemobilisasian sumber-sumber pendapatan daerah. Kabupaten Gresik merupakan salah satu kabupaten yang mempunyai potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang lebih kompleks dan mempunyai laju pembangunan yang lebih menonjol, selain itu juga realisasi PAD Kabupaten Gresik selalu melampui atau lebih besar dari anggaran PAD yang ada.

Dengan pola kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah, maka akan membawa Kabupaten Gresik pada kemajuan dan membawa masyarakat Gresik pada keadaan yang sejahtera.

2.4Hipotesis

Hipotesis ini merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang masih harus diuji kebenarannya. Jawaban sementara yang dapat ditetapkan yaitu adanya empat macam dugaan, antara lain:

1. Pajak daerah (X1), berpengaruh terhadap penerimaan PAD di Kabupaten Gresik (Y).


(61)

3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (X3) berpengaruh terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik.

4. Lain-lain PAD yang sah (X4) berpengaruh terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik.


(62)

BAB III

METODE PENELITIAN

Langkah awal yang diperlukan dalam setiap penelitian yaitu menentukan suatu metode yang relevan, dimana metode yang telah ditentukan akan dapat mempermudah dalam penelitian.

3.1 Definisi Operasional Variabel

Penelitian ini mengoperasionalkan 2 macam variabel yaitu: 1. Variabel Independen (variabel bebas), yang terdiri dari:

a. Pajak Daerah (X1)

Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh daerah menurut peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik (Mamesah.1995:98).

b. Retribusi Daerah (X2)

Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah untuk kepentingan umum, atau karena jasa yang diberikan oleh daerah baik langsung maupun tidak langsung (Riwu Kaho,2003:171). c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (X3)

Kekayaan daerah yang secara langsung dikelola oleh pemerintah daerah sesuai dengan tingkat otonominya masing-masing serta berhubungan langsung dengan pelaksanaan tugas, wewenang dan


(63)

tanggung jawab baik dalam bidang pemerintahan maupun dalam bidang pembangunan.

d. Lain – lain PAD yang sah (X4)

Lain – lain PAD yang sah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain – lain milik pemerintah daerah.

2. Variabel Dependen (variabel tergantung)

Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber–sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ( Juli Panglima Saragih, 2003 : 73 ).

3.2 Populasi dan sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek atau objek yang menjadi sasaran penelitian (Suprapto,2001: 239). Populasi dalam penelitian ini adalah sejak pemkab Gresik memperoleh PAD sampai sekarang.

Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. (Sugiyono, 2004:73). Sampel dalam penelitian ini adalah PAD dari tahun 2000 – 2009. Di tahun 2000 – 2008 data dihitung mulai bulan januari sampai desember, sedangkan pada tahun 2009 data dihitung mulai bulan januari sampai Nopember.

3.3Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian kuantitatif dengan pemaparan data melalui angka. Teknik yang digunakan dalam penelitian


(64)

ini adalah dokumentasi yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan mencatat data yang ada pada daerah penelitian ( Dinas pengelolaan dan pendapatan daerah kabupaten Gresik).

3.4Teknik Analisa Data

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari masing- masing variabel (X1,X2, X3, X4) terhadap variabel Y digunakan analisis regresi liniear sederhana.

1) Analisis Regresi Liniear Sederhana

Regresi liniear sederhana didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal satu variabel independen dengan satu variable dependen.

Persamaan umum regresi liniear sederhana adalah: Rumus : Y = a + bX

Dimana :

Y : Subyek dalam variabel dependent ( Penerimaan PAD ) a : Harga Y bila X=0 (harga konstanta)

b : Angka arah atau koefisien regresi

X : Subyek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu.

2) Uji T

Untuk mengetahui taraf signifikan dalam penelitian ini digunakan analisis uji t.

Rumus :


(65)

Dimana :

t = koefisien t hitung bi = bobot regresi

sbi = standar error dari variabel bebas

Dalam hal ini regresi yang diuji dengan taraf signifikan 95% atau α = 5% (0,05)

Untuk mengukur apakah variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap variabel terikatnya dilakukan dengan cara membandingkan t hitung dengan t tabel. Menghitung t tabel dengan cara:

t tabel ( α ; df = n-k-l ) Kriteria pengujian hipotesis:

H0: bi=0 tidak ada pengaruh yang nyata antara variabel bebas terhadap variabel terikat.

Ha: bi≠0 terdapat pengaruh yang nyata antara variabel bebas terhadap variabel terikat.

Jika t hitung > t tabel atau -t hitung < -t tabel

Maka H0 ditolak Ha diterima, artinya terdapat pengaruh yang nyata antara variabel X1,X2,X3,X4terhadap variabel Y

Jika t hitung < t tabel atau –t hitung > -t tabel

Maka H0 diterima Ha ditolak, artinya tidak terdapat pengaruh yang nyata antara variabel X1,X2,X3,X4 terhadap variabel Y.


(66)

Dalam penelitian ini proses penghitungannya menggunakan Program SPSS For Windows Versi 13 dengan alasan digit yang digunakan mencapai nilai milyaran rupiah.


(67)

4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian dan Penyajian Data

Penelitian ini dilakukan di Pemerintahan Daerah Kabupaten Gresik. Pada bab ini menjelaskan gambaran atau diskripsi secara umum atas subyek penelitian, dimana diskripsi dilakukan dengan merujuk pada fakta yang bersumber dari data yang bersifat umum sebagai wacana pemahaman secara makro yang berkaitan dengan penelitian. Sumber bahan tulisan diperoleh dari Pemda Kabupaten Gresik dan Dinas Pengelolaan dan Pendapatan Daerah Kabupaten Gresik.

4.1.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian 1) Geografi Kabupaten Gresik

Kabupaten Gresik mempunyai posisi yang strategis berada antara 7' LS - 8' LS dan 112' BT - 133' BT. Sebagian besar wilayahnya merupakan dataran rendah dengan ketinggian antara 0 - 12 meter diatas permukaan laut kecuali sebagian kecil di bagian uatara (Kecamatan Panceng) mempunyai ketinggian sampai 25 meter di atas permukaan laut.

Batas Wilayah Kabupaten Gresik Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Timur : Selat Madura dan Kota Surabaya


(68)

Sebelah Barat : Kabupaten Lamongan

Kabupaten Gresik mempunyai Luas wilayah : 1.194.07 km2 / 119.407 Ha, dengan jumlah kecamatan : 18 kecamatan dan jumlah desa/kelurahan : 356 desa / kelurahan. 16 kecamatan di daratan Pulau Jawa (dengan luas 997.80 km2 atau 99.780 Ha) dan dua kecamatan di pulau Bawean (dengan luas 196.27 km2 atau 19.627 Ha), serta

a. Kabupaten Gresik bagian Utara (meliputi wilayah Panceng, Ujung Pangkah, Sidayu, Bungah, Dukun, Manyar) adalah bagian dari daerah pegunungan Kapur Utara yang memiliki tanah relatif kurang subur. Disamping kabupaten Gresik daerah lain yang juga dapat dikatakan sebagai kawasan penyanggah Kota Surabaya adalah daerah hilir aliran Bengawan solo yang bermuara di Pantai Utara Kabupaten Gresik/ Kecamatan Ujung pangkah. Daerah hilir Bengawan Solo tersebut sangat potensial karena mampu menciptakan lahan yang cocok untuk pemukiman maupun usaha pertambakan. Potensi bahan-bahan galian di wilayah ini cukup potensial terutama dengan adanya beberapa jenis bahan galian golongan C.

b. Kabupaten Gresik bagian tengah (Meliputi wilayah Duduk Sampeyan, Balong Panggang, Benjeng, Cerme, Gresik, Kebomas) merupakan kawasan dengan tanah relatif subur. Di


(69)

Wilayah ini terdapat sungai-sungai kecil antara lain Kali Lamong, Kali Corong, Kali Manyar sehingga dibagian tengah wilayah ini merupakan daerah yang cocok untuk pertanian dan pertambakan.

c. Kabupaten Gresik bagian Selatan (meliputi Kedamean, Driyorejo dan Wringin Anom) adalah merupakan sebagian dataran rendah yang cukup subur, sebagian merupakan daerah bukit-bukit (Gunung Kandeng). Potensi bahan - bahan galian di wilayah ini cukup potenial terutama dengan adanya beberapa jenis bahan galian golongan C.

d. Kabupaten Gresik wilayah Kepulauan Bawean dan pulau kecil sekitarnya meliputi wilayah Sangkapura dan tambak berpusat di Sangkapura yang potensi bahan-bahan galian di wilayah ini cukup potensial terutama dengan adanya beberapa jenis bahan galian golongan C (Onix)

2) Demografi Kabupaten Gresik

Kabupaten Gresik mempunyai wilayah kepulauan yaitu pulau Bawean dan beberapa pulau kecil disekitarnya.Luas wilayah daratan gresik seluruhnya 1.192,25 Km terdiri dari 996,14 Km luas daratan ditambah sekitar 196,11 Km luas pulau Bawean.Sedangkan luas wilayah perairan adalah 5.773.80 Km2 yang sangat potensial dari subsektor perikanan laut. Sebagian besar tanah di wilayah Kabupaten gresik terdiri dari jenis aluvial,


(70)

Grumusol, mediteran Merah dan Listosol. Curah hujan di Kabupaten Gresik adalah relatif rendah yaitu rata-rata 2.000 mm per tahun sehingga hampir setiap tahun mengalami musim kering yang panjang.

3) Kependudukan

Sebagian besar (mayoritas) penduduk di Kabupaten Gresik beragama Islam yang cukup fanatik dan yang lain Kristen (protestan), Katholik, Hindu dan Budha.

Tabel 4.1

Jumlah penduduk kabupaten Gresik tahun 2009 No Jenis Kelamin Jumlah ( orang) Prosentase

(%)

1 laki-laki 548.155 49,72

2 Wanita 554.314 50,28

Jumlah 1.103.469 100

Sumber: kantor dinas pendapatan, pengelolaan keuangan daerah Gresik

Dari tabel diatas terlihat jumlah wanita lebih banyak dibandingkan dengan jumlah laki-laki dengan nilai prosentase 50,28%.

Tabel 4.2

Tingkat Kepadatan penduduk Kabupaten Gresik tahun 2009 No

Tingkat Kepadatan Kepadatan Penduduk Jumlah ( jiwa/km2)

1 terendah 330.14

2 sedang 2.527.71

3 terpadat 14.799.28

4 rata-rata 876.61

Sumber: kantor dinas pendapatan, pengelolaan keuangan daerah Gresik

Dari tabel diatas terlihat bahwa ditahun 2009 tingkat kepadatan penduduk terpadat mencapai14.799.28 jiwa/km2 dengan nilai rata-rata sebesar 876.61 jiwa/km.


(71)

Tabel 4.3

Mata Pencaharian penduduk Kabupaten Gresik tahun 2009 No Daerah

Pencaharian Mata Pencaharian

Jumlah (orang)

Prosentase (%) 1 Perkotaan pengrajin, buruh

industri, wiraswasta

103.219 9,36 2 Utara nelayan dan pertanian

tambak

312.023 28,30 3 Tengah petani tadah hujan 211.215 19,16 4 Selatan petani & buruh industri 476.012 43,18

Jumlah 1.102.469 100

Sumber: kantor dinas pendapatan, pengelolaan keuangan daerah Gresik

Dari tabel 4.3 terlihat bahwa mata pencaharian penduduk Kabupaten Gresik didaerah perkotaan lebih beragam, yaitu pengrajin, buruh industri, wiraswasta. Hal ini dikarenakan di perkotaan lebih maju jika dibandingkan daerah utara, tengah dan selatan. Namun prosentase dari jumlah penduduk di daerah selatan lebih tinggi dari daerah lain sebesar 43,18%.

4) Kondisi Perekonomian

Sebagian besar masyarakat Gresik memilih pertanian dan perikanan sebagai perekonomiannya. Dari hasil pertanian, padi sawah mampu menghasilkan perekonomian paling besar dibandingkan dengan yang lainnya dengan hasil perekonomian sebesar 193.807,07 ton dengan luas 34.397 ha. Sedangkan untuk hasil perikanan terbesar yaitu, perikanan budidaya dengan hasil 19.276,08 ton. Untuk leih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut:


(72)

Tabel 4.4

Kondisi Perekonomian Kabupaten Gresik tahun 2009

Sumber: kantor dinas pendapatan, pengelolaan keuangan daerah Gresik 5) Industri

Tabel 4.5

Industri Kabupaten Gresik tahun 2009

Sumber: kantor dinas pendapatan, pengelolaan keuangan daerah Gresik

Berdasarkan data Dinas pendapatan, pengelolaan keuangan daerah Gresik bahwa peningkatan rata-rata industri kecil lebih besar dibandingkan industri sedang atau besar.

No Jenis Perekonomian Hasil Produksi (ton) Luas (ha) 1 Hasil Pertanian

padi sawah tanaman jagung ubi kayu Ubi Jalar Kedele kacang tanah Kacang Hijau Sayur-Sayuran Buah-Buahan 193.807,07 38.002,92 16.459,50 1.350,00 1.104,30 2.803,10 807,50 13.632,30 3.009,80 34.397 10.615 1.001 90 1.247 1.976 914 1.602 308.187 2 Hasil Perikanan

di laut

di perairan umum budidaya 8.370,10 243 19.276,08 - - -

No Jenis Industri Jumlah unit Peningkatan rata-rata (pertahun)

1 Kecil 1000 18.03%


(1)

76

4.3 Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data mengindikasikan bahwa pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD dan lain-lain PAD memberikan kontribusi yang besar terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik.

Penerimaan PAD Kabupaten Gresik didukung oleh empat sektor sebagai sumber pendapatan asli daerah yaitu, pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, didalamnya menyebutkan bahwa salah satu sumber pendapatan daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD ) yang terdiri dari:

a. Pajak daerah b. Retribusi daerah

c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan d. Lain-lain PAD yang sah

Berdasarkan tabel 4.6 terlihat bahwa pajak daerah selalu mengalami peningkatan tiap tahunnya. Berbeda dengan pajak daerah yang perolehannya selalu meningkat tiap tahunnya, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain – lain PAD yang sah justru mengalami fluktuasi.

Kondisi fluktuasi yang terjadi pada penerimaan pajak daerah khususnya juga retribusi daerah sesuai definisi retribusi daerah yang ditulis oleh riwu Kaho (2003:171), yaitu pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau


(2)

karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah untuk kepentingan umum, atau jasa yang diberikan oleh daerah baik langsung maupun tidak langsung.

Flktuatif yang terjadi karena target hanya bias menggunakan pedoman penerimaan tahun lalu dan prosentase tambahan yang diperkirakan tetapi tidak dapat diketahui secara tepat jumlah obyek dan subyek retribusi daerah seperti halnya jumlah obyek dan subyek pajak.

Meskipun demikian, penerimaan PAD kabupaten Gresik selalu meningkat tiap tahunnya, artinya Pemda kabupaten Gresik sudah berhasil mengurus urusan rumah tangganya sendiri. Dengan penerimaan PAD yang selalu meningkat tiap tahunnya maka Pemerintah Daerah Kabupaten Gresik bisa membiayai pembangunan daerahnya untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat.

Hal ini sesuai dengan pendapat Josef Riwu Kaho (1997 : 123) bahwa salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan

self-supporting dalam bidang keuangan. Dengan perkataan lain, faktor keuangan

merupakan faktor esensial dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya.

Dalam pengujian pengaruh pajak terhadap penerimaan PAD menggunakan Uji t, dengan cara membandingkan nilai thitung dengan ttabel pada taraf α = 0,05 diperoleh Nilai ttabel pada taraf α = 0,05 dan derajat kebebasan


(3)

78

Hasil analisis diperoleh nilai thitung 12,906 maka thitung > ttabel berarti pajak daerah berpengaruh kuat, signifikan dan searah terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik.

Hasil analisis diperoleh nilai thitung 3,071 maka thitung > ttabel berarti pajak daerah berpengaruh kuat, signifikan dan searah terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik.

Hasil analisis diperoleh nilai thitung 7,022 maka thitung > ttabel berarti pajak daerah berpengaruh kuat, signifikan dan searah terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik.

Hasil analisis diperoleh nilai thitung 3,375 maka thitung > ttabel berarti pajak daerah berpengaruh kuat, signifikan dan searah terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik.

Berdasarkan hasil analisis dengan cara membandingkan masing-masing nilai koefisien determinasi variabel pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah adalah R1 = 95,4% R2 = 54,1% R3 = 86% R4 = 58,7%. Artinya dari keempat variabel tersebut, pajak daerah mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap penerimaan PAD.

Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa Pajak daerah (X1), Retribusi daerah (X2), Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (X3) dan Lain-lain PAD yang sah (X4) masing- masing berpengaruh terhadap penerimaan PAD di Kabupaten Gresik (Y) terbukti.


(4)

5.1 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian tentang penerimaan PAD Kabupaten Gresik tahun anggaran 2000-2009 diperoleh kesimpulan bahwa :

1. Besarnya pengaruh pajak daerah terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik adalah sebesar 95,4%. Dimana perolehan pajak daerah dari tahun 2000 sampai 2009 selalu mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan jumlah objek dan subjek pajak dapat diketahui secara tepat.

2. Besarnya pengaruh distribusi daerah terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik adalah sebesar 54,1%. Dimana penerimaan retribusi daerah mengalami fluktuasi pada tahun 2003 dan 2009.

3. Besarnya pengaruh hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik adalah sebesar 86%. Dimana perolehan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan mengalami fluktuasi pada tahun 2007.

4. Besarnya pengaruh lain-lain PAD yang sah terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik adalah sebesar 58,7%. Dimana perolehan lai-lain PAD yang sah mengalami fluktuasi pada tahun 2004.

5. Fluktuasi yang terjadi pada distribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah dikarenakan target


(5)

80

tambahan yang diperkirakan tetapi tidak dapat diketahui secara tepat jumlah obyek dan subyeknya.

6. Dari keempat sumber PAD (Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah) diketahui bahwa pajak daerah mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap penerimaan PAD Kabupaten Gresik dengan nilai prosentase 95,4%.

5.2SARAN – SARAN

1. Agar jumlah subyek dan obyek selalu up to date sesuai kondisi di lapangan perlu dilakukan pendataan secara rutin setiap akhir tahun untuk subyek dan obyek pajak baru serta perubahan obyek pajak

2. Sesuai definisi retribusi adalah pembayaran pemakaian karena memperoleh jasa pekerjaan, maka perlu ditingkatkan layanan jasa yang menghasilkan retribusi.

3. Perlu analisis lebih cermat untuk penerimaan dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan dilakukan proses manajemen aset secara tepat untuk menghindari terjadinya realiasasi yang jauh di bawah target.


(6)

Damrismiyati (2003), Peranan Retribusi Pasar Terhadap PAD Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran 1991-2002, Skripsi Sarjana (Tidak dipublikasikan), Fakultas Ekonomi, Universitas Pembangunan Nasional, Yogyakarta.

Devas, Nick et. al. 1989. (Peny.). Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Halim, Abdul (2001), Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

Kaho, Josef Riwu (1997), Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, PT.Grafindo Persada, Jakarta.

Mardiasmo, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Andi, Yogyakarta, 2002. Riduansyah, Mohammad, kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap

pendapatan asli daerah (pad) dan anggaran pendapatan dan belanja daerah (apbd) guna mendukung pelaksanaan otonomi daerah (studi kasus

pemerintah daerah kota bogor), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Indonesia, Depok.

Saragih, Juli Panglima (2003), Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Sarwono, Jonathan.Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS 13.Yogyakarta Sugiyono “ Metode Penelitian Bisnis “ Cv Alfabeta Bandung.

Wajong, J. (1975), Administrasi Keuangan Daerah, Cetakan ke IV, Ichtiar, Jakarta. Pemkab Gresik, Profil Daerah Kabupaten Gresik, dari http://www.pemkab Gresik.com Pemda Gresik (Berbagai Tahun), Laporan Realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten

Gresik.

Republik Indonesia, Undang-Undang Otonomi Daerah(Undang-Undang No 32 dan 33 Tahun 2004), Media Abadi, Yogyakarta, 2005.


Dokumen yang terkait

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KABUPATEN SRAGEN Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Sragen Tahun 1991-2013.

0 2 15

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KABUPATEN SRAGEN Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Sragen Tahun 1991-2013.

0 0 13

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KOTA Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kota Surakarta Tahun 1991-2012.

0 1 12

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH ( PAD ) DI KABUPATEN KLATEN Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) Di Kabupaten Klaten Tahun 1989 – 2011.

0 1 16

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH ( PAD ) DI KABUPATEN KLAEN Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) Di Kabupaten Klaten Tahun 1989 – 2011.

0 2 14

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN PATI Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah (Pad) Kabupaten Pati Tahun 1990 – 2012.

0 2 13

ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Boyolali tahun 1990 – 2009.

0 0 15

ANALISIS BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KABUPATEN GRESIK.

0 0 91

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK

0 0 21

ANALISIS BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KABUPATEN GRESIK

0 0 16