PENGARUH TRUST IN BRAND DAN SWITCHING COST TERHADAP BRAND LOYALTY PADA PRODUK KARTU SELULER IM3 DI KOTA.

(1)

SURABAYA

S K R I P S I

Oleh : HANGGORO 05112010350 / FE / EM

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

SURABAYA

S K R I P S I

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Untuk Menyusun Skripsi S-1 Program Studi Manajemen

Oleh : HANGGORO 05112010350 / FE / EM

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(3)

melimpahkan karunianya-Nya, sehingga penulisan skripsi dengan judul “PENGARUH TRUST IN BRAND DAN SWITCHING COST TERHADAP BRAND LOYALTY PADA PRODUK KARTU SELULER IM3 DI KOTA SURABAYA”, dapat penulis selesaikan dengan baik dan dengan kesungguhan hati.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan bisa terselesaikan dengan baik tanpa adanya bantuan dari beberapa pihak, maka akan sulit sekali bagi penulis untuk dapat menyusun skripsi ini. Pada kesempatan yang baik ini, perkenankan penulis dengan segenap kerendahan dan ketulusan hati untuk menyampikan ucapan terimakasih kepada seluruh pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung kelancaran penyusunan skripsi ini.

Penulis dengan rasa hormat yang mendalam mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP., selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin N, MM., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.


(4)

ii

4. Bapak Dr. Prasetyo Hadi, SE., MM., selaku Dosen Pembimbing yang telah mengarahkan, meluangkan waktu dan memberikan bimbingan guna membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

5. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah mendidik penulis selama menjadi mahasiswa.

6. Ucapan terima kasih kepada Keluargaku, Bapak dan Ibu serta ketiga kakakku yang senantiasa memberikan do’a dan dukungan baik moral maupun materiil dengan tulus ikhlas.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam melakukan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa isi dan cara penyajian skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran sangat penulis harpkan guna meningkatkan mutu dari penulisan skripsi ini. Penulis juga berharap, penulisan skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi acuan bagi peneliti lain yang tertarik untuk mendalaminya di masa yang akan datang.

Surabaya, Juli 2010


(5)

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTRAKSI ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ... 8

2.2. Landasan Teori ... 9

2.2.1. Pemasaran ... 9

2.2.1.1. Konsep Pemasaran ... 12

2.2.1.2. Strategi Pemasaran ... 13

2.2.2. Produk ... 14

2.2.2.1. Pengertian Produk ... 14

2.2.2.2. Kualitas Produk ... 15

2.2.2.3. Product Planning ... 16


(6)

2.2.3.1. Pengertian Merek ... 19

2.2.3.2. Tujuan Merek ... 22

2.2.3.3. Penggolongan Merek ... 23

2.2.3.4. Syarat Memilih Merek ... 24

2.2.4. Trust In a Brand (Kepercayaan Terhadap Merek) ... 25

2.2.4.1. Brand Characteristic (Karakteristik Merek) .... 26

2.2.4.2. Karakteristik Perusahaan (Company Caracteristic) . 27 2.2.4.3. Cosumer Brand Characterstic (Karakteristik Konsumen) ... 38

2.2.5. Switching Cost ... 39

2.2.6. Tipe-Tipe Konsumen ... 41

2.2.6.1. Perilaku Konsumen ... 42

2.2.7. Loyalitas Merek ... 43

2.2.8. Pengaruh Trust in a Brand Terhadap Brand Loyalty ... 46

2.2.9. Pengaruh Switching Cost Terhadap Brand Loyalty ... 49

2.3. Kerangka Pikir ... 51

2.4. Hipotesis ... 52

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 53

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 57

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 58

3.3.1. Jenis Data ... 58


(7)

3.5. Teknik Analisis Data ... 60

BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 66

4.1.1. Sejarah Singkat PT. INDOSAT Tbk ... 66

4.1.2. Visi dan Misi PT. INDOSAT ... 68

4.1.2.1. Visi ... 68

4.1.2.2. Misi ... 68

4.1.3. Gambaran Umum Subyek Penelitian ... 69

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 72

4.2.1. Deskripsi Trust in a Brand (X1) ... 72

4.2.2. Deskripsi Switching Cost (X2) ... 75

4.2.3. Deskripsi Brand Loyalty (Y) ... 76

4.3. Deskripsi Hasil Teknik Analisis Data ... 77

4.3.1. Asumsi Model ... 77

4.3.1.1. Uji Normalitas Sebaran dan Linieritas ... 77

4.3.1.2. Evaluasi atas Outlier ... 78

4.3.1.3. Deteksi Multicollinierity dan Singularity ... 79

4.3.1.4. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 80

4.3.2. Pengujian Model Dengan One-Step Approach ... 84

4.3.3. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal ... 85

4.4. Pembahasan ... 86


(8)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 91 5.2. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

Tabel 3.1 Goodness of Fit Indices ... 65

Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 69

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 70

Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 70

Tabel 4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 71

Tabel 4.5. Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Variabel Brand Characteristic (X1.1) ... 72

Tabel 4.6. Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Variabel Company Characteristic (X1.2) ... 73

Tabel 4.7. Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Variabel Consumer Brand Characteristic (X1.3) ... 74

Tabel 4.8. Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Variabel Switching Cost (X2) ... 75

Tabel 4.9. Hasil Jawaban Responden untuk Pertanyaan Variabel Brand Loyalty (Y) ... 76

Tabel 4.10. Hasil Pengujian Normalitas ... 77

Tabel 4.11. Hasil Pengujian Outlier Multivariate ... 79

Tabel 4.12. Faktor Loading dan Konstruk dengan Confirmatory Factor Analysis ... 80

Tabel 4.13. Pengujian Reliability Consistency Internal ... 81

Tabel 4.14. Construct Reliability & Variance Extrated ... 83


(10)

(11)

Characteristic ... 61 Gambar 4.1. Model Pengukuran Kausalitas One Step Approach-Base Model 84


(12)

x

Lampiran 2 Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Trust in a Brand (X1),

Switching Cost (X2) dan Brand Loyalty (Y)

Lampiran 3 Hasil Pengujian Normalitas Lampiran 4 Hasil Pengujian Outlier

Lampiran 5 Hasil Pengujian Validitas Standardize Faktor Loading dan Construct dengan confirmatory factor analysis

Lampiran 6 Hasil Pengujian Reliability Consistency Internal

Lampiran 7 Hasil Pengujan Construct Reliability dan Variance Extraced Lampiran 8 Hasil Pengujian Kausalitas


(13)

Hanggoro

Abstraksi

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini berdampak pada persaingan dunia usaha yang semakin meningkat. Persoalan merek menjadi salah satu persoalan yang harus dipantau secara terus-menerus oleh setiap perusahaan. Merek bisa memiliki nilai tinggi karena ada brand building activity yang bukan sekedar berdasarkan komunikasi, tetapi merupakan segala macam usaha lain untuk memperkuat merek tersebut. Dalam upaya meningkatkan loyalitas merek, pihak perusahaan harus senantiasa meningkatkan dan mempertahankan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan. trust in brand dan switching cost sebagai salah satu variabel yang berpengaruh harus tetap dapat dikendalikan secara langsung oleh perusahaan.Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah trust in brand dan switching cost berpengaruh terhadap brand loyalty pada produk kartu seluler IM3 di kota Surabaya.

Sampel penelitian ini adalah orang yang pernah menggunakan kartu seluler IM3 selama 1 tahun terakhir yang berjumlah 110. Teknik analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan adalah Structural Equation Modeling (SEM).

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa berdasakan hipotesis pertama yang menyatakan Trust in brand berpengaruh positif terhadap brand loyalty pada produk kartu seluler IM3 di kota Surabaya dapat terbukti kebenarannya, dan hipotesis kedua yang menyatakan Switching cost berpengaruh terhadap brand loyalty pada produk kartu seluler IM3 di kota Surabaya dapat terbukti kebenarannya.

Keywords: brand characteristic, company characteristic, consumer brand characteristic, switching cost, brand loyalty.


(14)

1.1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini berdampak pada persaingan dunia usaha yang semakin meningkat, baik pada perusahaan yang bergerak di bidang industri, perdagangan akan dapat dipenuhi apabila perusahaan bias menciptakan dan mempertahankan pelanggan (Tjiptono, 1997:19). Untuk mencapai tujuan tersebut maka perusahaan memerlukan berbagai usaha agar tujuan yang telah direncanakan dapat tercapai.

Persoalan merek menjadi salah satu persoalan yang harus dipantau secara terus-menerus oleh setiap perusahaan. Merek-merek yang kuat, teruji, dan bernilai tinggi terbukti tidak hnaya sukses mengalahkan hitungan-hitungan rasional, tetapi juga canggih mengolah sisi-sisi emosional konsumen. Merek bisa memiliki nilai tinggi karena ada brand building activity yang bukan sekedar berdasarkan komunikasi, tetapi merupakan segala macam usaha lain untuk memperkuat merek tersebut.

Brand disebut juga dengan pelabelan, brand memiliki kekuatan untuk membantu penjualan. Demikian pula bahwa brand dihubungkan dengan sebuah kepercayaan konsumen terhadap suatu produk atau jasa yang dipercaya tidak saja untuk memenuhi kebutuhan mereka, namun dapat memberikan kepuasan yang lebih baik dan jaminan. Brand banyak membantu


(15)

perusahaan besar menguasai pasar, konsumen justru lebih hafal nama brand dari pada merek barang itu sendiri. (Soemanagara, 2006:98)

Dari komunikasi, merek bisa menjanjikan sesuatu, bahkan lebih dari janji, merek juga mensinyalkan sesuatu (brand signaling). Merek akan mempunyai reputasi jika ia memiliki kualitas dan karisma. Agar memiliki karisma, merek harus mempunyai aura, harus konsisten, kualitasnya harus dijaga dari waktu ke waktu, selain tentunya juga harus mempunyai kredibilitas. (Riana, 2008:185)

Upaya-upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk melakukan penetrasi pasar dan reinforce product atau jasa salah satunya dilakukan dengan cara branding. Istilah ini cukup popular dikalangan marketing karena memberikan efek yang besar terhadap peningkatan penjualan. Branding adalah sebuah usaha untuk memperkuat posisi produk dalam benak kosnumen yang dilakukan dengan cara menambah equity dari nama sekumpulan produk. (Soemanagara, 2006:98)

Persaingan berbagai merek membuat perusahaan lebih berhati-hati dalam merancang startegi pemasaranya. Salah cara agar dapat merebut pangsa pasar adalah dengan memperoleh pelanggan sebanyak-banyaknya. Perusahaan akan berhasil memperoleh pelanggan dalam jumlah yang banyak apabila dinilai dapat memberikan kepuasan bagi pelanggan. Terciptanya kepuasasn pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya hubungan antara perusahaan dan konsumen manjadi harmonis, memberikan


(16)

dasar yang baik bagi pembelian ulang, membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan perusahaan dan terciptanya loyalitas pelanggan (Tjiptono, 1997:24).

Jenis produk yang dihasilkan suatu merek juga mempengaruhi loyalitas merek. Pada barang-barang konsumsi sehari-hari (consumer goods) seperti makanan, minuman, sabun, pembersih dan lain sebagainya, konsumen memiliki keterlibatan yang rendah dalam proses pembeliannya. Umumnya para konsumen tidak secara luas mencari informasi tentang merek, mengevaluasi karakteristik tentang merek, dan memutuskan merek apakah yang akan dibeli (Kotler, 2004). Untuk kategori consumer goods tersebut, dalam proses pembeliannya melalui tahapan trial (coba-coba) yang dipengaruhi oleh iklan yang beredar. Setelah melakukan pembelian dan mengalami kepuasan, bila dibandingkan dengan merek lain, maka pembelian produk tersebut akan dilakukan secara berulang. Pembelian berulang ini akan mengarahkan pada loyalitas merek (Schiffman dan Kanuk, 2004). Umumnya pada barang-barang yang tahan lama (durable goods), pembeli lebih mudah berkomitmen untuk loyal terhadap merek karena adanya pertimbangan dan evaluasi yang dilakukan sebelum pembelian (Schiffman dan Kanuk,2004).

Indonesia mempunyai dua jaringan telepon seluler yaitu GSM dan CDMA. Di Indonesia juga mempunyai dua jenis tipe kartu seluler yaitu para bayar dan pasca bayar. Hal ini melatarbelakangi perusahaan telekomunikasi untuk bersaing dalam memproduksi kartu seluler GSM dan CDMA baik yang pra bayar dan pasca bayar. Dengan banyaknya pilihan dan


(17)

kelebihan-kelebihan produk kartu seluler GSM dan CDMA baik yang pra bayar dan pasca bayar yang ditawarkan masing-masing operator, maka seorang pengguna akan selektif dalam memilih kartu seluler GSM dan CDMA yang dirasakan cocok dengan kebutuhannya. Tetapi tidak menutup kemungkinan juga pengguna tersebut akan beralih pada merk lain yang dirasakan memiliki kelebihan lain yang tidak dimiliki pada merk sebelumnya.

Akhir-akhir beberapa kartu seluler banyak menawarkan berbagai keunggulan melalui iklan. Pertarungan tarif jasa telepon seluler terjadi seiring dengan perubahan paradigma industri jasa telekomunikasi dimana pada masa lalu struktur tarif berdasarkan fungsi jarak, semakin jauh jaraknya semakin mahal biayanya, sehingga terjadi struktur tarif telepon lokal, dan interlokal, namun saat ini disamping jarak berubah menjadi struktur tarif layanan akan bergantung pada fungsi dari keperluan bandwidth, semakin lebar bandwidth yang digunakan semakin mahal harganya. Kaitannya tentu perubahan konten komunikasi menuju multimedia dengan kebutuhan akan kualitas dan penyediaan layanan yang sangat bervariasi tergantung kapasitas infrastruktur jaringan telekomunikasi yang digunakan. Dalam persaingan setiap penyelenggara tentu berupaya melakukan terobosan untuk meningkatkan daya saing dan minat pelanggan. Dalam meningkatkan daya saingnya, jangkauan layanan seluler operator yang terus diperluas dengan kapasitas dan mutu yang dituntut terus ditingkatkan sesuai dengan standar yang diakui dunia.

Untuk lebih jelasnya berikut ditampilkan data mengenai jumlah pelanggan kartu seluler:


(18)

Tabel 1.1.

Data Pelanggan Kartu Seluler Tahun 2008 s/d 2009 Kartu Seluler Periode Jumlah Pelanggan

Simpati 2008 65,3 juta

2009 67,2 juta

IM3 2008 32,4 juta

2009 28,9 juta

Axis 2008 3 juta

2009 6 juta

XL 2008 26 juta

2009 25 juta

Sumber: www. Google

Data perpindahan pelanggan sebagai berikut :

Kartu Seluler Tahun Jumlah pelanggan yang berpindah ke kartu seluler IM3

SIMPATI 2008 25.00%

2009 35.00%

AXIS 2008 15.00%

2009 25.00%

XL 2008 55.00%

2009 65.00%

Berdasarkan data tersebut maka dapat diketahui bahwa jumlah pelanggan kartu seluler IM3 dan XL dari tahun 2008 hingga tahun 2009 mengalami penurunan, tapi tidak demikian dengan kartu Simpati dan Axis yang mengalami peningkatan. Peningkatan dan penurunan jumlah pengguna ini dimungkinkan karena adanya perang tarif yang membuat para pelanggan cenderung untuk berpindah ke kartu seluler lain atau bahkan menambah jumlah kartu seluler yang dimiliki sehingga tidak hanya satu jumlah kartu


(19)

seluler yang dimiliki. Suatu merek memberikan serangkaian janji yang di dalamnya menyangkut kepercayaan, konsistensi, dan harapan. Dengan demikian, merek sangat penting, baik bagi konsumen maupun produsen. Bagi konsumen, merek bermanfaat untuk mempermudah proses keputusan pembelian dan merupakan jaminan akan kualitas. Sebaliknya, bagi produsen, merek dapat membantu upaya-upaya untuk membangun loyalitas dan hubungan berkelanjutan dengan konsumen. (Riana, 2008:187).

Dalam upaya meningkatkan loyalitas merek, pihak perusahaan harus senantiasa meningkatkan dan mempertahankan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan. trust in brand dan switching cost sebagai salah satu variabel yang berpengaruh harus tetap dapat dikendalikan secara langsung oleh perusahaan. (Riana, 2008:184)

Mengetahui akan pentingya loyalitas pelanggan, maka menarik peneliti untuk melakkukan penelitian tentang faktor-faktor yang menentukan loyalitas terhadap merek kartu seluler, maka judul penelitian ini adalah PENGARUH TRUST IN BRAND DAN SWITCHING COST TERHADAP BRAND LOYALTY PADA PRODUK KARTU SELULER IM3 DI KOTA SURABAYA.

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuaraikan diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah trust in brand berpengaruh terhadap brand loyalty pada produk produk kartu seluler IM3 di kota Surabaya?


(20)

2. Apakah switching cost berpengaruh terhadap brand loyalty pada produk produk kartu seluler IM3 di kota Surabaya?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Untuk menganalisis apakah trust in brand berpengaruh terhadap brand loyalty pada produk kartu seluler IM3 di kota Surabaya.

2. Untuk menganalisis apakah switching cost berpengaruh terhadap brand loyalty pada produk kartu seluler IM3 di kota Surabaya.

1.4.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Untuk Peneliti

Dengan mengadakan peneletian seacar langsung serta dihadapkan pada kenyataan yang ada, maka didapatkan pengetahuan mengenai pemecahan permasalahan yang sesungguhnya.

2. Untuk Universitas

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Unversitas sebagai darma bakti terhadap perguruan tinggi Universitas pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur pada umunya dan Fakultas Ekonomi pada khususnya.


(21)

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh:

A. Gede Riana (Vol.13, No.2, 2008)

1. Judul: Pengaruh Trust Brand Terhadap Brand Loyalty Pada Konsumen Air Minum Aqua Di Kota Denpasar.

2. Perumusan Masalah:

a) Apakah variabel brand charactersitic, company characteristic dan consumer brand characteristic secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap brand loyalty pada konsuen air minum Aqua ? b) Apakah variabel brand charactersitic, company characteristic dan

consumer brand characteristic secara parsial berpengaruh signifikan terhadap brand loyalty pada konsuen air minum Aqua serta variabel mana yang berpengaruh dominan?

3. Hasil Penelitian:

a) Secara bersama-sama variabel brand charactersitic, company characteristic dan consumer brand characteristic mempengaruhi brand loyalty.


(22)

b) Secara parsial variabel brand charactersitic, company characteristic dan consumer brand characteristic berpengaruh signifikan terhadap brand loyalty.

B. Wijayanti (2008)

1. Judul : Startegi Meningkatkan Loyalitas Melalui Kepuasan Pelanggan (Studi Kasus: Produk Kartu Seluler PraBayar Mentari-Indosat Wilayah Semarang)

2. Perumusan Masalah :

Bagaimana pengaruh faktor – faktor yang mempengaruhi loyalitas ? 3. Hasil Penelitian :

Semua variabel service quality, product quality, switching cost, customer satisfaction terbukti berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan.

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Pemasaran

Pemasaran adalah proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang dibutuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.

Definisi manajerial, pemasaran yang sering digambarkan sebagai “Seni menjual produk”. Peter Drucker, ahli teori manajemen mengatakan sebagai berikut (Sunarto, 2003:7). “Orang dapat mengasumsikan bahwa akan selalu


(23)

ada kebutuhan akan penjualan. Akan tetapi, tujuan pemasaran bukan untuk memperluas penjualan. Tujuan pemasaran adalah untuk mengetahui dan memahami pelanggan sedemikian rupa sehingga produk atau jasa itu cocok dengan pelanggan dan selanjutnya menjadi dirinya sendiri. Idealnya, pemasaran hendaknya menghasilkan seorang pelanggan yang siap untuk membeli. Semua yang dibutuhkan selanjutnya adalah menyediakan produk atau jasa itu”.

Pemasaran berurusan dengan pengidentifikasian dan pemenuhan kebutuhan manusia. Salah satu definisi paling singkat tentang pemasaran adalah memenuhi kebutuhan dengan cara yang menguntungkan. (Sunarto, 2003:2)

Menurut Swastha (2000:10) Pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.

Secara terperinci, definisi tersebut dapat dipisah-pisahkan ke dalam beberapa urutan berikut ini (Swastha, 2000:10):

1. Suatu sistem: suatu sistem kegiatan usaha.

2. Dibuat untuk: merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribuskan.

3. Sesuatu yang bernilai: barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan. 4. Untuk kepentingan: pasar, berupa kosnumen rumah tangga yang ada dan


(24)

Adapun unsur-unsur penting yang terkandung di dalam definisi ini adalah (Swastha, 2000:10):

1. Definisi sistem dan definisi yang bersifat menejemen.

2. Sistem bisnis yang ada harus berorientasi pada pasat atau konsumen. Kebutuhan pembeli harus dipahami dan dilayani dengan efektif.

3. Definsi tersebut menyarankan bahwa pemasaran merupakan suatu usaha yang dinamis (proses keseluruhan yang terintegrasi), tidak sekedar menunjukkan pengelolaan lembaga dan fungsi-fungsi saja. Pemasaran bukanlah satu kegiatan, ataupun sejumlah kegiatan:tetapi merupakan hasil interaksi dari banyak kegiatan.

4. Program pemasaran bermula dari suatu ide tentang produk dan tidak berakhir sampai kebutuhan langganan terlayani, yang kadang-kadang terjadi sesudah penjualan dilakukan.

5. Definisi tersebut menyatakan secara tidak langsung bahwa untuk mencapai sukses, pemasaran harus dapat mengoptimalkan penjualan yang menguntungkan dalam jangka panjang. Jadi, pembeli harus dilayani dengan memuaskan agar bersedia membeli kemabali pada perusahaan bersangkutan.

Jadi, pemasaran merupakan suatu yang berusaha untuk menciptakan hubungan pertukaran. Tetapi, pemasaran bukanlah merupakan suatu cara yang sederhana sekedar untuk menghasilkan penjualan saja. dalam hal ini, pertukaran hanyalah merupakan satu tahap dalam proses pemasaran.


(25)

Sebenarnya, pemasaran itu dilakukan baik sebelum maupun sesudah pertukaran. (Swastha, 2000:11).

Manajemen pemasaran adalah kegiatan menganalisa, merencanakan, mengimplementasi, dan mengawasi segala kegiatan (program) guna mencapai tingkat pemasaran sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Kegiatan utamanya terletak pada merancang penawaran yang dilakukan perusahaan agar dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan pasar dengan menggunakan politik harga, cara-cara komunikasi, cara distribusi, menyajikan informasi, memotivasi dan melayani pasar. (Alma, 2002:86)

2.1.1.1. Konsep Pemasaran

Setiap fungsi manajemen memberikan kontribusi tertentu pada saat penyusuanan konsep pemasaran yang berbeda. Pemasaran merupakan fungsi ywng memiliki kontak paling besar dengan lingkungan eksternal, padahal perusahaan hanya memiliki kendali yang terbatas terhadap lingkungan eksternal. Oleh karena itu pemasar memainkan peranan dalam pengembangan strategi konsep pemasaran.

Dalam peranan strateginya, pemasaran mencakup setiap usaha untuk mencapai kesesuaian antara perusahaan dengan lingkungannya dalam rangka mencari pemecahan atas masalah penentuan dua pertimbangan pokok. Pertama, bisnis apa yang digeluti perusahaan pada saat ini dan jenis bisnis apa yang dapat dimasuki di masa mendatang. Kedua, bagaimana bisnis yang telah dipilih tersebut dapat dijalankan dengan sukses dalam lingkungan yang kompetitif atas dasar perspestif produk, harga, promosi, dan distribusi (bauran


(26)

pemasaran)untuk mrlayani pasar pasaran. Ada banyak implikasi dari aspek rasional dan emosioanal konsumen bagi konsep pemasaran (Tjiptono 2000 :126)

Di dalam pemasaran yang diibaratkan sebagai suatu medan tempur bagi para produsen, dan para pedagang, maka perlu ditetapkan konsep, bagaimana cara memenangkan peperangan tersebut

2.1.1.2.Strategi Pemasaran

Startegi pemasaran merupakan alat fundamental yang direncanakan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan program pemasaran yang dipergunakan untuk melayani pasar sasaran.

Strategi pemasaran memberi arah dalam kaitannya dengan variabel-variabel seperti segmentasi pasar, identifikasi pasar sasaran, positioning, elemen bauran pemasaran. Strategi pemasaram merupakan cara yang akan ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai kinerjanya dengan memusatkan perhatian pada konsumen, pesaing dan tujuan perusahaan.

Alma (2000:157) menyatakan bahwa strategi perusahaan adalah pola keputusan yang menentukan dan mengukapkan sasaran, masksud kebijaksanaan utama dan merencanakan untuk pencapapaian tujuan serta merinci jangkauan bisnis yang dikejar oleh perusahaan. .

Penentuan strategi dapat dilakkan dengan membuat tiga macam keputusan yaitu : konsumen mana yang akan dituju, kepuasan seperti apa yang


(27)

diinginkan konsumen tersebut dan marketing mix (bauran pemasaran) seperti apa yang akan dipakai untuk memberikan kepuasan kepada konsumen tersebut

2.2.2. Produk

2.2.2.1.Pengertian Produk

Produk ialah barang dan jasa yang ditawarkan di pasar untuk dikonsumsi oleh konsumen. Pengelolahan produk termasuk di dlaamnya perencanaan dan pengembangan produk dan atau jasa yang baik untuk dapat dipasarkan oleh perusahaan. (Wardana, 2004:5)

Menurut Alma (2002:98), produk adalah seperangkat atribut baik berwujud maupun tidak berwujud, termasuk didalamnya masalah warna harga, nama baik pabrik, nama baik toko yang menjual, dan pelayanan pabrik serta pelayanan pengecer, yang diterima oleh pembeli guna memuaskan keinginannya.

Jadi produk itu bukan hanya berbentuk sesuatu yang berwujud saja seperti makanan, pakaian, dan sebagainya, akan tetapi juga sesuatu yang tidak berwujud seperti pelayanan jasa. Semua diperuntukkan bagi pemuaskan kebutuhan dan keinginan dari kosnumen. Konsumen tidak hanya membeli produk sekedar memuaskan kebutuhan, akan tetapi juga bertujuan memuaskan keinginan.

Dalam menerapkan taktik bauran pemasaran, pemasar perlu memerhatikan tujuan produk sebagai berikut (Tandjung, 2004:76):

a. Produkct features adalah karakteristik fisik yang berbeda dari sebuah produk


(28)

b. Product benefit adalah fitur produk yang berguna bagi konsumen

c. Product design adalah fungsi produk yang berguna sesuai kebutuhan, keinginan, dan harapan konsumen

d. Product quality adalah kinerja produk sesuai dengan spesifikasi produk serta sesuai dengan kebutuhan, keinginan dan harapan konsumen.

Dengan memperhatikan keempat tujuan produk tersebut, pemasar diharapkan dapat memebrikan suatu value (nilai) kepada konsumen. Perusahaan tidak hanya mengandalkan fitur yang unik saja melainkan mampu menghasilkan produk yang berguna serta desain dan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan, keinginan dan harapan konsumen.

Dengan memiliki produk-produk yang berkualitas diharapkan pemasar dapat mengembangkan tujuan bauran produk (product mix objectives) yaitu dengan melakukan: capitalize on strenghts yaitu menggunakan kekuatan produk yang sudah ada sebagai umpan untuk mengembangkan produk lain. Selain tujuan bauran pemasaran produk, pemasar perlu melakukan perluasan lini (line extension) dengan tujuan: counter the competition, yaitu mencegah pesaing masuk. (Tandjung, 2004:77).

2.2.2.2.Kualitas Produk

Pandangan tradisional tentang kualitas hanya berkaitan dengan atribut-atribut fisik suatu produk seperti : tahan lama, handal dan lain-lain. Semua ini tidak ada artinya bila atribut-atribut tersebut tidak dapat memuaskan kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan.


(29)

Pandangan baru tentang kualitas yaitu produk dengan fitur, kinerja, ketahanan yang sesuai dengan kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan. Dengan kata lain, kualitas produk adalah tingkatan dimana sebuah produk sesuai dengan harapan dan spesifikasi yang diinginkan oleh pelanggan. Perlu diperhatikan bahwa tidak semua pelanggan menyukai kualitas terbaik dan layanan untuk setiap pembelian. Pada banyak kasus, harga masih dianggap lebih penting (Tandjung, 2004:81).

2.2.2.3. Product Planning

Apa yang dimaksud dengan product planning seperti yang disebut oleh Canon and Wichert dalam bukunya Marketing Text and Cases: Product planning adalah semua kegiatan yang dilakuukan oleh pabrikan atau produsen dalam menentukan dan mengembangkan produknya, memperbaiki produk lama, memperbanyak kegunaan dari produk yang sudah ada dan mengurangi biaya produksi dan biaya pembungkus. Menurut Kotler ada 8 tahap proses pengembangan produk yaitu (Alma, 2000:100):

1. Penciptaan Ide

Penciptaan ide ini muncul dari berbagai personil dan berbagai cara. Misalnya perusahaan dapat membentuk suatu tim ahli mendesain model baru, atau pengusaha mencari informasi dari orang-orang dalam atau dari kelompok gugus kendali mutu, ataupun dari hasil survey dari luar perusahaan, juga informasi yang diperoleh melalui para konsumen. Atau ide ini dapat berasal dari intuisi yang muncul seketika, kemudian dianalisis dan dikembangkan.


(30)

2. Penyaringan Ide

Ide sudah terkumpul, masih merupakan suatu brain stroming (sumbang saran) biasanya belum matang, dan ini perlu disaring, mana yang mungkin dikembangkan dan mana yang tidak. Dalam menyaring ide ini perlu daya prediksi yang lebih tinggi. Sebab adakalanya ada ide yang dibuang, malahan memiliki prospek yang sangat menguntungkan di kemudian hari. 3. Pengembangan dan Pengujian Konsep

Setelah ide disaring dilakukan pengembangan dan eksperimen. Kemudian model produk baru di perlihatkan kepada konsumen, sambil diadakan survey pendapat konsumen terhadap produk baru tersebut, serta kemungkinan-kemungkinan konsumen akan membeli dan menyenanginya. 4. Pengembangan Strategi Pemasaran

Dalam hal ini perusahaan mulai merencanakan strategi pemasaran produk baru dengan memilih segmentasi pasar tertentu, beserta teknik promosi yang digunakan.

5. Analisis usaha, dilakukan dengan memperkiorakan jumlah penjualan, harga penjualan dibandingkan dengan biaya pembelian bahan baku, biaya produksi dan perkiraan laba.

6. Pengembangan Produk

Dalam hal ini gagasan produk yang masih dalam rencana dikirim ke bagian produksi untuk dibuat, diberi merek, dan diberi kemasan yang menarik.


(31)

7. Market Testing

Produk baru dipasarkan ke daerah segmen yang telah direncanakan. Di sini akan diperoleh informasi yang snagat berharga tentang keadaan barang, penyalur, permintaan potensial dan sebagainnya.

8. Komersialisasi

Setelah perencanaan matang, dilaksanakan, dan diuji, maka akhirnya dibuat produksi besar-besaran yang membutuhkan modal investasi cukup besar. Mulailah dilansir produk baru di pasar, yang akan menjalani proses kehidupan sebagai suatu produk baru, sampai kepada tahap proses adopsi oleh pihak kosnumen, dapat menimbulkan kepuasan bagi konsumen, dan mendatangkan keuntungan dibagi produsen.

2.2.2.4.Siklus Kehidupan Produk

Siklus kehidupan produk ini terdiri dari atas 5 tingkatan, yaitu (Alma, 2000:103):

1. Tahap introduksi (introduction) 2. Tahap pengembangan (growth) 3. Tahap kematangan (maturity) 4. Thapa menuru (decline)

5. Tahap ditinggalkan (abandonment)

Jangka waktu tiap tahap ini berbeda-beda pada setiap macam barang, dapat diukur dengan meingnguan, ataupun bulanan, tahunan atau puluhan tahun.


(32)

Pada permulaan produk diperkenalkan ke pasar, penjualan masih rendah karen pasar belum mengenal barang tersebut. Di sini perlu dilancarkan promosi. Kemudian setelah konsumen kenal maka akan banyak orang memblei, pasaran makin luar, omzet meningkat cepat sekali (grwoth). Dalam keadaan ini, pengusaha harus menyebarluaskan barang-barangnya, dan mengisi semua toko yang mungkin dapat menjual maturity. Konsumen mulai merasa bosan, dan menunggu produk baru design, dan merubah desain pembungkus, atau memperbaiki mutu produk menjadi produk yang lebih super, lebih putih, lebih bermutu, agar konsumen tidak jenuh. Juga dilakukan strategi membuat produk ukuran besar, agar kuantitas yang terjual cukup besar. Jika strategi ini berhasil maka akan timbul masa penurunan, omzet penjualan mulai menurun. Suatu tindakan penyelamatan, mengurangi jumlah produksi, mengurangi biaya, penghematan dalam segala bidang, perlu segera diambil, untuk menyelamatkan perusahaan dari kengakrutan. Akhirnya jika semua tidak dapat diatasi maka produk tersebut akan ditinggalkan oleh kosnumen dan produknya hilang dari pasaran. (Alma, 2000:104)

2.2.3. Merek

2.2.3.1.Pengertian Merek

Di dalam Undang-Undang Merek (UU No.19 Tahun 1992) dinyatakan pada Bab I (Ketentuan Umum), Pasal 1 ayat 1 sampai 5 bahwa (Alma, 2000:105):

1. Merk adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang


(33)

memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atas jasa.

2. Merek Dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.

3. Merek Jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang untuk beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.

4. Merek Kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleg beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya.

5. Lisensi adalah izin yang diberikan pemiliki merek terdaftar kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakan merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang atau jasa yang didaftarkan.

Sebenarnya maksud perusahaan memberikan merek pada mulanyahanyalah sebagai identitas. Dengan merek tersebut perusahaan mengharapkan agar konsumen mempunyai kesan positif pada barangnya.

Menurut American Marketing Association, merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau


(34)

kelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. (Riana, 2008:186)

Menurut Aaker (1991) dalam Riana (2008:186), merek adalah “A distinguising name and / or symbol (such as logo, trade mark, or package design) intented to identify to goods or services of either one seller of a group of seller, and to differentiate those goods or services from those of competitors”. Suatu merek pada gilirannya memberi tanda pada konsumen mengenai sumber produk tersebut. Di samping itu, merek melindungi, baik konsumen maupun produsen dari para kompetitor yang berusaha memberikan produk-produk yang tampak identik.

Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan keistimewaan, manfaat, dan jasa tertentu memberikan jaminan mutu. Akan tetapi, merek lebih dari sekedar simbol. Merek dapat memiliki enam level pengertian yaitu sebagai berikut (Riana, 2008:186):

1. Atribut: merek mengingatkan pada atribut tertentu.

2. Manfaat: bagi konsumen, kadang sebuah merek tidak sekedar menyatakan atribut, tetapi manfaat. Mereka membeli produk tidak membeli atribut, tetapi membeli manfaat. Atribut yang dimiliki oleh suatu produk dapat diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan atau emosional.

3. Nilai: merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. 4. Budaya: merek juga mewakili budaya tertentu.


(35)

6. Pemakai: merek mewudjukan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut.

Pada intinya merek adalah penggunaan nama, logo, trade mark, serta slogan untuk membedakan perusahaan-perusahaan d an individu-individu satu sama lain dalam hal apa yang mereka tawarkan.penggunaan konsisten suatu merek, simbol, atau logo membuat merek tersebut segera dapat dikenali oleh konsumen sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengannya tetap diingat. Dengan demikian, suatu merek dapat mengandung tiga hal, yaitu sebagai berikut:

1. Menjelaskan apa yang dijual perusahaan

2. Menjelaskna apa yang dijalaknkan oleh perusahaan 3. Menjelaskan profil perusahaan itu sendiri.

2.2.3.2.Tujuan Merek

Pemberian merek pada suatu produk mempunyai tujuan adalah (Alma, 2000:106):

a. Jaminan bagi konsumen

Pengusaha menjamin bahwa barang yang dibeli sungguh berasal dari perusahaannya. Ini adalah untuk menyakinkan pihak konsumen membeli suatu dari merek dan pengusahaan yang dikehendaki, yang cocok denagn selerahnya, keinginannya dan juga kemampuannya


(36)

Dengan adanya merek ini perusahaan menjamin bahwa mutu barang yang dikeluarkannya berkualitas baik sehingga dalam barang tersebut selain daripada merek juga disebutkan peringatan

c. Pengingat

Pengusaha memberikan nama pada merek barangnya supaya mudah diingat dan disebut sehingga konsumen dapat menyebutkan mereknya saja

2.2.3.3.Penggolongan Merek

Pada pokoknya, merek dapat digolongkan menurut empat cara, yaitu (Swastha, 2000:135):

1. Pemilikan

Berdasarkan pemiliknya, merek dibagi menjadi dua macam, yaitu: a. Merek produsen (merek yang dimiliki oleh produsen).

b. Merek distributor (merek yagn dimiliki oleh penyalur). 2. Luas daerah geografis

Berdasarkan luas daerah geografis di mana merek digunakan, merek dibagi menjadi dua macam, yaitu:

a. Merek nasional (merek barang yang dipasarkan secara nasional atau internasional).

b. Merek regional (merek barang yang penjualannya hanya di daerah tertentu, misalnya se jawa, atau satu propinsi saja).

3. Tingkat pentingnya barang yang memakai merek Dalam hal ini, merek dibedakan ke dalam:


(37)

a. Merek primer, yaitu merek untuk barang-barang yang berkualitas tinggi, biasanya diutamakan dalam periklanan.

b. Merek sekunder, yaitu merek yang digunakan untuk maksud tertentu atau untuk menjual barang yang berkualitas rendah.

4. Banyaknya barang yang menggunakan merek

Menurut banyaknya barang yang menggunakan merek, merek dapat digolongkan ke dlaam dua macam:

a. Merek individual, yaitu merek yang digunakan hanya pada satu macam barang saja.

b. Merek kelompok, yaitu merek yang digunakan pada beberapa macam barang.

2.2.3.4.Syarat Memilih Merek

Bagaimanapun kecilnya merek yang telah kita pilih mempunyai pengaruh terhadap kelancaran penjualan sehingga untuk setiap perusahan hendaknya dapat menetapkan merek atau cap yang dapat menimbulkan kesan yang positif. Untuk itu maka syarat-syarat tersebut di bawah ini perlu diperhatikan (Alma, 2000:107):

a. Mudah diingat

Memilih merek sebaiknya mudah diingat, baik kata-katanya maupun gambarnya atau kombinasinya sebab dengan demikian langganan atau calon langganan mudah mengingatnya.


(38)

Dalam memberikan merek harus dapat diusahakan yang dapat menimbulkan kesan positif terhadap barang atau jasa yang dihasilkan bukan kesan yang negatif.

c. Tepat untuk promosi

Selain kedua syarat di atas, maka untuk merek tersebut sebaiknya dipilih yang bagaimana dipakai promosi sangat baik Merek yang mudah diingat dan dapat menimbulkan kesan yang positif sudah barang tentu akan baik bilamana dipakai untuk promosi.

2.2.4. Trus In a Brand (Kepercayaan Terhadap Merek)

Pemahaman yang lengkap tentang loyalitas merek tidak dapat diperoleh tanpa penjelasan mengenai kepercayaan tehradap merek (trust in a brand) dan bagaimana hubungannya dnegan loyalitas merek. Dalam pemasaran industri, para peneliti telah menemukan bahwa kepercayaan terhadap sales dan suplier merupakan sumber dari loyalitas. (Riana, 2006:187)

Menurut Lau dan Lee (1999) dalam Riana (2008:187), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kepercayaan terhadap merek. Ketiga faktor ini berhubungan dnegan tiga entitas yang tercakup dalam hubungan antara merek dan kosnumen. Adapun ketiga faktor tersebut adalah merek itu sendiri, perusahaan pembuat merek, dan konsumen. Selanjutnya Lau dan Lee memproposisikan bahwa kepercayaan terhadap merek akan menimbulkan loyalitas merek.


(39)

Sudah menjadi kebiasaan pengusaha pabrik untuk menjual barang-barang yang dihasilkan oleh pabriknya dibubuhi tanda lukisan dan/atau perkataan untuk membedakannya dari barang-barang sejenis hasti pabrik lain. Tanda itu disebut “merek”.

Dengan merek tersebut perusahaan mengharapkan agar konsumen mempunyai kesan positif pada barangnya. Pemberian merek terhadap hasil produksi ini harus disesuaikan dengan keadaan produk atau perusahaan yang bersangkutan. (Alma, 2002:106)

Berdasarkan definisi klasik dari Jacob & Kyner (1973) dalam Tjiptono (2000:109), merek memiliki karakteristik:

1. Bersifat bias (non-random)

2. Merupakan respon behavioral (berupa pembelian) 3. Diekspresikan sepanjang waktu

4. Diekspresikan oleh unit pengambilan keputusan

5. Unit pengambilan keputusan mengekspresikan loyalitas merek berkenaan dengan satu atau lebih alternatif merek dalam serangkaian merek

6. Merek merupakan fungsi dari proses-proses psikologis (pengambilan keputusan, evaluatif)

Merek, sangat penting dalam situasi persaingan yang tidak terkendali. Pelangan paling mudah untuk mengenali merek dibandingkan atribut-atribut lain yang melekat pada suatu produk. Merek yang sukses dipersepsi oleh pelanggan akan memberikan nilai superior. (Tandjung, 2004:57)


(40)

Indikator Brand characteristic yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang dikembangkan oleh Riana (2008:197):

a. Merek dengan reputasi tinggi b. Tidak mengganggu kesehatan c. Pengetahuan publik tentang merek d. Berita positif tentang merek

e. Pengetahuan konsumen tentang merek f. Merek yang konsisten dengan kualitasnya g. Berbeda dengan merek yang lain

h. Efektivitas produk dan dibandingkan dengan merek lain

2.2.4.2.Karakteristik Perusahaan (Company Characteritic)

Menurut kamus Bahasa Indonesia karakteristik adalah ciri-ciri khusus atau mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu. (Kamisa, 1997:281). Karakteristik perusahaan adalah ciri-ciri khusus yang ada pada suatu perusahaan.

A. Bentuk Perusahaan

Beberapa bentuk perusahaan dari segi yuridis yang ditemukan di Indonesia adalah (Asri dan Suprihanto, 1986:10):


(41)

1. Perusahaan Perseorangan

Secara singkat dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan perusahaan perseorangan adalah perusahaan yang dikelola dan diawasi oleh seseorang. Di satu pihak ia memperoleh semua keuntungan perusahaan dan di lain pihak ia memperoleh semua keuntungan perusahaan dan di lain pihak ia juga menanggung semua risiko yang timbul dalam kegiatan perusahaan.

2. Firma

Firma adalah suatu bentuk perkumpulan usaha yang didirikan oleh beberapa orang dengan menggunakan nama bersama. Dengan kata lain, satu nama digunakan bersama. Di dalam Firma semua anggota mempunyai tanggung jawab sepenuhnya baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama terhadap hutang-hutang perusahaan pada pihak lain. Bila terjadi kerugian maka akan ditanggung bersama.

3. Perseroan Komanditer (CV)

Seperti halnya Firma, Perseroan Komonditer ini juga merupakan perluasan bentuk badan usaha perseorangan. Tegasnya, Perseroan Komonditer adalah suatu persekutuan yang didirikan oleh beberapa orang (sekutu) yang menyerahkan dan memeprcayakan uangnya untuk dipakai dalam persekutuan.

4. Perseorang Terbatas

Pengertian dasar dari Perseroan Terbatas adalah suatu badan yang mempunyai kekayanaan, hak, serta kewajiban sendiri, terpisah dari


(42)

yang mendirikan, terpisah pula dari yang memiliki. Berbeda denan beberapa bentuk badan usaha yang lain, Perseroan Terbatas mempunyai kelansgungan hidup yang panjang karena perseroan ini akan tetap berjalan meskipun pendiri atau pemiliknya meninggal dunia.

5. Perusahaan Negara

Yang dimaksud dengan Perusahaan Negara adalah semua perusahaan dalam bentuk apa pun dan bergerak dalam bidang usaha apa pun yang modalnya secara keseluruhan merupakan kekayaan negara, kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan undang-undang.

6. Koperasi

Koperasi adalah suatu bentuk badan usaha yang bergerak di bidnag ekonomi, bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Keanggotaan koperasi bersifat murni, pribadi, dan tidak dapat dialihkan.

B. Manajemen Perusahaan

Setiap perusahaan didirikan untuk suatu tujuan yang ingin dicapai, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Tujuan yang dicapai dilihat dari berbagai sudut. Keuntungan misalnya, dinilai dengan membandingkan tingkat pengembalian terhadap nilai investasi yang digunakan untuk memperoleh pengembalian tersebut. Tujuan yang berupa penyediaan lapangan kerja (pada perusahaan-perusahaan yang lebih


(43)

bersifat sosial) diukur dengan jumlah tenaga kerja yang diserap seleuruhnya. (Asri dan suprihanto, 1986:27)

Tujuan tersebut dapat dicapai bila perusahaan mengelola secara optimal segala sumber-sumber yang dimilikinya. Dalam ilmu manajemen dikenal beberapa sumber yang dikelola oleh perusahaan yakni: manusia, dana, bahan baku, mesin-mesin (tenaga) dan teknologi. Kelima faktor inilah yang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi tercapainya tujuan yang dicanangkan perusahaan. Dalam ilmu manajemen dikenal berbagai fungsi manajemen, yang ditemukan dan dikembangkan oleh banyak ahli di bidang ini. Beberapa di antara fungsi-fungsi tersebut yakni: perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pengawasan.(Asri dan Suprihanto, 1986:27)

1. Perencanaan

Pada fungsi perencanaan seorang manajer melakuukan berbagai bentuk kegiatan perencanaan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Sejak mulai perusahaan didirikan, ia sudah harus merencanakan banyak hal secara terpadu, seperti:

a. Produk apa yang akan dijual, yang sesuai dengan kehendak atau keinginan konsumen. Menghasilkan produk yang tidak sesuai dengan keinginan konsumen akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan itu sendiri.


(44)

b. Berapa jumlah setiap produk yang akan diproduksi. Hal ini perlu perencanaan yang matang agar jumlah tersebut tidak terlalu berlebihan dan tidak pula kekurangan.

c. Berapa jumlah dana yang diperlukan baik untuk modal kerja maupun modal tetap juga perlu perencanaan yang hati-hati. Modal kerja yang akan dipenuhi dengan kredit misalnya perlu diperhitungkan dengan berbagai cara terlebih dahulu, agar jumlah yang dipinjam benar-benar sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. d. Karyawan yang akan diperkerjakan pada perusahaan, manajer pun

perlu membuat perencanaan yang baik. Karyawan akan bekerja pada berbagai bagian yang ada di dalam perusahaan, pada berbagai tingkatan yang ada pada masing-masing bagian. Akibat salah satu perencanaan yang diperlukan mencakup masalah persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap karyawan.

2. Pengorganisasian

Pengorganisasian merupakan suatu fungsi manajemen yang dipandang sebagai alat yang dipakai oleh orang-orangatau anggota organisasiuntuk mencapai tujuan bersama secara efektif. Dalam fungsi ini orang-orang atau anggota organisasi tersebut dipersatukan melalui pekerjaan masing-masing yang pekerjaan-pekerjaan tersebut saling berhubungan satu sama lainnya. (Asri dan suprihanto, 1986:34)

Organizing berasal dari kata organism, yaitu pemebntukan suatu susunanyang terdiri dari bagain-bagian yang terintegrasikan


(45)

sedemikian rupa oleh hubungan-hubungan tertentu antar bagian tersebut. Dalam suatu organisasi bagian-bagian tersebut adalah ornag atau anggota-anggotanya yang satu sama lain mempunyai hubungan yaitu melakukan pekerjaan masing-masing demi tercapainya tujuan bersama.

Perorganisasian dengan demikian merupakan suatu hal yang pentng dalam toeri organisasi, sehingga perlu untuk ditelaah secara terperinci. Fungsi ini dapat dilakukan dengan tiga pendekatan yaitu: pendekatan pekerjaan, pendekatan individu dan pendekatan tempat kerja. (Asri dan suprihanto, 1986:34)

Pendekatan pekerjaan, adalah pengorganisasian yang dilakukan dengan terlebih dahulu merinci pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh anggota organisasi secara keseluruhan, kemudian mengelompokkan dan menggolong-golongkannya menjadi beberapa satuan aktivitas organisasi. Dengan berdasarkan satuan-satuan aktivitas dalam masing-masing kelompok itulah dilakukan pengorganisasian. Pendekatan inividu adalah suatu cara pengorganisasian yang berdasarkan pada keadaan yang ada pada masing-masing angngota seperti: kecakapan, pengalaman, kemampuan dan sebagainya. Tugas yang diberikan kepada setiap anggota organisasi didasarkan pada kecakapan masing-masing sehingga pengorganisasiannya lebih mudah untuk dilaksanakan. Sedangkan pendekatan tempat kerja adalah pengorganisasian dengan lebih berpegang pada tempat dan fasilitas


(46)

pekerjaan yang terdiri dari alat-alat fisik maupun lingkungan kerja. (Asri dan suprihanto, 1986:34)

Dengan dilakukannya pengorganisasian yang baik, dapat dipentik berbagai keuntungan atau manfaat baik bagi orang-orang atau anggota organisasi maupun bagi organisasi secara keseluruhan. Manfaat tersebut antara lain:

a. Dapat lebih mempertegas hubungan antar anggota satu dengan yang lain, baik dalam tingkatan yang sama maupun yang bebeda. b. Dengan adanya struktur organisasi (sebagai pedoman pelaksanaan

pengorganisasian) yang baik, setiap anggota dapat mengetahui kepada siapa ia harus bertnggung jawab.

c. Dengan adanya pengorganisasian, setiap anggota organisasi dapat mengetahui apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab masing-masing sesuai dengan posisinya dalam struktur organisasi.

d. Dengan adanya pengorganisasian yang baik maka dapat dilaksanakan pendelegasian wewenang dalam organisasi secara tegas, sehingga setiap anggota organisasi mempunyai kesempatan yang sama untuk berkembang.

e. Dengan adanya pengorganisasian yang baik akan tercipta pola hubungan yang baik antar anggota organisasi, sehingga memungkinkan terciptanya tujuan bersama secara lebih mudah.


(47)

3. Pengarahan

Segala sesuatu yang telah direncanakan dan diorganisasikan tidak mungkin berjalan apabila tidak diarahkan dan diberitahu tentang apa yang harus mereka kerjakan. Pengarahan merupakan usaha yang berkaitan dengan segala sesuatu agar seluruh anggota organisasi atau lembaga dapat bekerja sama untuk mencapai tujuannya.

Fungsi pengarahan tampaknya bisa dilaksanakan oleh setiap orang dengan mudah. Tetapi apabila kita melihat dua kelompok dalam organsasi berperan yaitu atasan (yang mengarahkan) dan bawahan (yang diarahkan), maka fungsi tersebut sukar dilakasanakan.

Orang yang mengarahan (atasan) menghendaki agar bawahan bersedia untuk melaksanakan pekerjaan sebaik mungkin. Sebaliknya bawahan yang mempunyai keinginan atau kebutuhan individu, diharapkan bersedia melaksanakan yang diperintahkan atasan. Untuk itu masing-masing pihak mengharapkan kepuasan tertentu sesuai dengan tujuan, keinginan atau kebutuhannya.

Agar suatu pengarahan dapat berhasil, perlu kiranya seorang atasan mengetahui aspek-aspek pengarahan, yaitu:

1. Kepemimpinan

Adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas anggota yang berkaitan dengan tugasnya. Dari pengertian tersebut dapat ditunjukkan tiga unsur yaitu menyangkut pengaruh pimpinan, bawahan, pembagian kekuasaan atau power.


(48)

2. Motivasi

Adalah segala sesuatu yang mengerahkan dan mendorong seseorang berperilaku tertentu atau pali8ng tidak berkeinginan untuk berperilaku tertentu. Pimpinan akan berhasil apabila ”power”nya mampu mengarahkan bawahan. Hal ini memang benar apabila seorang karyawan yang memiliki kemampuan bekerja tetapi tidak memiliki kemauan (motivasi) untuk bekerja sama, maka yang timbul adalah kesulitan mengajak atau menyuruh untuk bekerja dengan baik.

4. Fungsi Pengkoordinasian

Organisasi mempunyai anggota-anggota yang masing-masing mempunyai tujuan individu yang berbeda-beda satu sama lain. Di lain pihak, organisasi disusun untuk mencapai satu tujuan bersama. Karena itu, perlu adanya suatu usaha untuk menyatukan tujuan-tujuan individu tersebut sehingga dapat dilakukan kegiatan-kegiatan yang selaras demi tercapainya tujuan bersama tersebut. Usaha untuk menyelaraskan seluruh kegiatan anggota organisasi demi tercapainya tujuan bersama merupakan salah satu fungsi manajemen yang disebut koordinasi.

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari dilaksanakannya fungsi koordinasi:

a. Menciptakan keseimbangan tugas maupun hak antara setiap bagian dalam organisasi maupun antara sikap setiap anggota dalam bagian-bagian tersebut.


(49)

b. Mengingatkan setiap anggota bahwa mereka bekerja untuk tujuan bersama, sehingga tujuan-tujuan individu yang bertentangan dengan tujuan bersama tersbut dapat dihilangkan.

c. Menciptakan efisiensi yang tinggi. Pekerjaan-pekerjaan yang terkoordinasi akan menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari pada pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan tanpa koordinasi.

d. Menciptakan suasana kerja yang rukun, damai dan menyenangkan. Para anggota saling menghargai satu sama lain, karena mereka sadar bahwa mereka bekerja bersama untuk kepentingan bersama.

Jelas bahwa seorang pimpinan atau manajer dituntut kemampuannya untuk mengkoordinasi, bukan sekedar mengepalai. Kemampuan mengkoordinasi akan memudahkannya mengajak para bawahan (dan bukan memerintah) bekerja menuju satu tujuan. Tentu saja, seorang manajer dalam menjalankan fungsi ini harus dibantu oleh beberapa sarana utama, yakni: jenjang manajemen, peraturan-peraturan, prosedur, dan tujuan yang tegas.

Jenjang manajemen akan membantu menegakkan wibawa sang manajer sebagai atasan yang pantas untuk menjadi koordinator. Suatu kenyataan yang tampak adalah bahwa sangat sulit bagi seseorang untuk mengkoordinasi ornag lain yang sederajad dengannya. Selain itu peraturan-peraturan dan prosedur yang tegas juga akan menjadi sarana yang menunjang fungsi koordinasi ini. Peraturan yang tidak jelas, prosedur yang simpang siur, hanya akan membingungkan anggota


(50)

organisasi sehingga mereka bekerja sendiri. Kemudian, tentu saja tujuan organisasi perlu ditegaskan dahulu. Karyawan akan bekerja dengan gairah, bila mereka sadar betul, apa yang akan, mereka capai di masa depan. Sebaliknya bila mereka masih sangsi tentang diharapkan mereka akan mudah dikooedinasi oleh atasan mereka sekalipun.

5. Pengawasan

Pada dasarnya pengawasan merupakan tindak lanjut (follow up) dari keempat fungsi terdahulu. Pengawasan adalah proses mencakup beberapa hal, yakni:

a. penentuan ”apa” yang akan dicapai atau dituju oleh organisasi. b. Penentuan ”apa” yang harus dipegang sebagai pedoman: yakni

standar.

c. Penelaahan ”apa” yang sedang dilakukan saat ini adan penganalisisan-nya lebih lanjut.

d. Penentuan (tindakan) ”apa” yang harus diambil sebagai langkah perbaikan bila ternyata kegiatan tersebut menyimpang dari rencana yang telah dibakukan dalam standar.

Pengawasan merupakan kegiatan lanjutan. Karena itu pengawasan selalu berpendoman pada tujuan yang dituangkan ke dalam perencanaan pengorganisasian, pengarahan, dan pengkoordinasian. Dengan kata lain, pengawasan baru dilakukan apabila katiga fungsi di atas sudah dijalankan. Tanpa suatu rencana yang jelas misalnya, maka tidak ada suatu pedoman atau pegangan yang pasti dalam melakukan pengawasan.


(51)

C. Ukuran Perusahaan

Menurut Machfoedz (1994) dalam Suwito dan Herawati (2005:138), Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam 3 kategori yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium-size) dan perusahaan kecil (small firm). Penentuan ukuran perusahaan ini didasarkan kepada total asset perusahaan.

Moses (1987) dalam Suwito dan Herawati (2005:138), menemukan bukti bahwa perusahaan-perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar pula untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil karena perusahaan-perusahaan yang lebih besar menjadi subyek pemeriksaan (pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah dan masyarakat umum/general public).

Indikator Company Caracteristic dalam penelitian ini dikembangkan oleh Riana (2008:197):

a. Kepercayaan terhadap perusahaan

b. Perusahaan tidak akan menipu pelanggan c. Perhatian perusahaan terhadap pelanggan

d. Keyakinan pelanggan terhadap produk perusahaan

2.2.4.3.Consumer Brand Characteritic (Karakteristik Konsumen)

Consumer brand Characteristic merupakan dua kelompok yang saling mempengaruhi. Oleh sebab itu, karakteristik konsumen – merek dapat mempengaruhi kepercayaan terhadap merek. Karakteristik ini meliputi


(52)

kemiripan antara konsep emosional konsumen dengan kepribadian merek, kesukaan terhadap merek dan pengalaman terhadap merek.

Konsep diri merupakan totalitas pemikiran dan perasaan individu dengan acuan dirinya sebagai objek sehingga sering kali dalam konsteks pemasaran dianalogkan merek sama dengan orang. Suatu merek dapat memiliki kesan atau kepribadian. Kepribadian merek adalah asosiasi yang terkait dengan merek yang diingat oleh konsumen dan konsumen dapat menerimanya. Konsumen seringkali berinteraksi dengan merek seolah-olah merek tersebut adalah manusia. Dengan demikian, kesamaan antara konsep diri konsumen dengan kepribadian merek sangat berkaitan dengan kepercayaan konsumen terhadap merek tersebut. (Riana, 2008:188)

Indikator Consumer Brand Characteritic dalam penelitian ini yang telah dikembangkan oleh Riana (2008:197):

a. Ada kesamaan merek dengan emosi pelanggan b. merupakan merek tertentu

c. Merek yang sesuai dengan kepribadian pelanggan

2.2.5. Switching Cost

Porter (1998) dalam Aydin dan Ozer (2004) dalam Wijayanti (2008) mendefinisikan switching cost sebagai biaya yang akan dihadapi oleh pelanggan ketika berpindah dari supplier satu ke supplier lain. Dengan pengukuran secara objektif, switching cost juga menyinggung waktu dan beban psikologis yang harus didapatkan untuk menghadapi ketidakpastian dengan supplier atau provider yang baru (Bloemer et al, 1998). Switching cost


(53)

bisa dilihat sebagai biaya yang menghalangi pelanggan dari kebutuhan akan merek pesaing.

Aydin dan Ozer (2004) dalam Wijayanti (2008) menyatakan Switching cost adalah penjumlahan dari biaya ekonomis, psikologis dan fisik. Biaya ekonomis atau financial switching cost adalah sunk cost yang kelihatan ketika pelanggan mengubah mereknya, sebagai contoh yaitu biaya menutup provider lama dan membuka account untuk provider baru. Switching cost berawal dari proses pengambilan keputusan membeli dari pelanggan dan implementasi dari keputusannya tersebut. Dimana proses pembelian berisi tahap sebagai berikut: 1. Need recognition

2. Information search 3. Evaluation of alternatives 4. Purchase decision

5. Post purchase behaviour

Sesuai teori Post-purchase Cognitive Dissonance Theory (Aydin dan Ozer, 2005) menyatakan bahwa pelanggan yang mengumpulkan informasi untuk mengurangi kegelisahan mengenai kesalahan keputusan pembelian, akan menyusun kembali pengalaman pembelian masa lalu. Dalam proses ini jika pelanggan berpindah, perbandingan akan dibuat antara merek yang akan digunakan dan merk lama. Untuk menurunkan cognitif dissonance, pelanggan cenderung lebih suka menggunakan merk yang telah digunakan dan telah puas sebelumnya.


(54)

Analisa Opportunity Cost menyarankan bahwa kepuasan pelanggan memiliki pengaruh positif pada biaya perpindahan. Semakin tinggi kepuasan pelanggan semakin memperbesar opportunity cost, karena pelanggan akan merasa enggan untuk mencoba ke penyedia jasa lain.

2.2.6. Tipe – Tipe Konsumen

Dalam hubungannya dengan perilaku konsumen, Faisal mengkategorikan konsumen dalam beberapa tipe, yaitu (Mangkunegara, 2002:55):

1. Pembeli pria

Tipe ini mudah tepengaruh oleh bujukan, sering tertipu, punya perasaan kurang enak jika memasuki toko tanpa membeli sesuatu, kurang begitu berminat untuk berbelanja, dan mudah dipengaruhi oleh nasihat yang baik, argumentasi yang objektif.

2. Pembeli Wanita

Konsumen tipe ini memiliki ciri-ciri: tidak mudah terbawa bujukan, lebih tertarik pada warna dan bentuk bukan pada kegunaannya, lebih banyak tertarik pada mode, mementingkan status sosial, menyenangi hal-hal yang romantis daripada yang objektif dan senang berbelanja.

3. Pembeli Remaja

Pembeli remaja memiliki sifat mudah terpengaruh oleh rayuan penjual, tidak berpikir hemat, dan kurang realistis, romantis, dan mudah terbujuk (implusif)

4. Pembeli lanjut Usia

Umumnya kelompok ini memiliki pola berpikir sesuai dengan pengalaman hidupnya. Sering kali menampakkan tingkah laku seolah-olah mereka


(55)

adalah yang terpendak; penjual sering dianggap sebagai anak kecil yang tidak mengetahui apapun, dan lainnya.

2.2.6.1.Perilaku Konsumen

Menurut James F. Engel et al. (1968) berpendapat bahwa: Perilaku konsumen didefinsikan sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-tindakan tersebut (Mangkunegara, 2002:3).

Menurut David L. Loundon dan Labert J. Della Bitta (1984), mengemukakan bahwa: Perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan dan aktivitas individu secara fisik yang dilibatkan dalam proses mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau dapat memeprgunakan barang-barang dan jasa (Mangkunegara, 2002:3).

Sedangkan menurut Gerald Zaltman dab Melanie Wallendorf (1979), menjelaskan bahwa: Perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan, proses, dan hubungan sosial yang dilakukan individu, kelompok, dan organisasi dalam mendapatkan, menggunakan suatu produk atau lainnya sebagai suatu akibat dari pengalamannya dengan produk, pelayanan dan sumber-sumber lainnya (Mangkunegara, 2002:4).

Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan


(56)

keputusan dalam mendapatkan, menggunakan barang-barang atau jasa ekonomis yang dapat dipengaruhi lingkungan (Mangkunegara, 2002:4).

Menurut Kotler (1996) dalam Tjiptono (1997:19), perilaku konsumen merupakan tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh, menggunakan dan menemukan produk dan jasa, termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan-tindakan tersebut.

2.2.7. Loyalitas Merek

Loyalitas merek (brand loyalty) merupakan suatu konsep yang sangat penting dalam strategi pemasaran. Keberadaan konsumen yang loyal pada merek sangat diperlukan agar perusahaan dapat bertahan hidup. Loyalitas dapat diartikan sebagai suatu komitmen yang mendalam untuk melakukan pembelian ulang produk atau jasa yang menjadi preferensinya secara konsisten pada masa yang akan datang dengan cara membeli ulang merek yang sama meskipun ada pengaruh situasional dan usaha pemasaran yang dapat menimbulkan perilaku peralihan. (Riana, 2008:187)

Aaker (1996) dalam Riana (2008:187), mendefinisikan brand loyalty sebagai “A measure of the attachment that a costumer has a brand”. Loyalitas merek menunjukkan adanya suatu ikatan antara pelanggan dengan merek tertentu dan ini sering kali ditandai dengan adanya pembelian ulang dari pelangan. Mowen (2002) dalam Riana (2008:187), mengemukakan bahwa loyalitas dapat didasarkan pada perilaku pembelian aktual produk yang dikaitkan dengan proporsi pembelian.


(57)

Kesetiaan merek pada pelanggan adalah inti ekuitas merek. Jika seseorang pelanggan masih mempersoalkan harga, kenyamanan, dan lain-lain, maka sesungguhnya merek tersebut belum memiliki ekuitas yang cukup tinggi. Ada beberapa tingkatan kesetiaan terhadap merek: yang paling mendasar yaitu pembeli yang beranggapan bahwa semua merek sama. Jadi, merek hanyha memiliki pesan yang kecil dalam keputusan pembelian. Mereka itu sering disebut switchers / price buyer atau orang yang tidak setia terhadap merek (no brand loyalty). Tingkat kedua, mereka yang merasa puas dengan produk yang telah mereka beli atau tidak dikecewakan penjual. Mereka sering disebut satisfied / habitual buyer. Mereka masih mungkin pindah ke pesaing, tetapi harus disertai tawaran yang lebih baik. Kalau tidak ada yang lebih menguntungkan, mereka akan tetap setia terhadap penjual yang lama. Tingkat ketiga, yaitu pembeli yang puas terhadap suatu produk dan disertai biaya untuk pindah (switching cost) yang cukup tinggi. Mereka sering disebut dengan switching- cost loyal. Pada tingkat keempat, pembeli sudah sangat menyukai terhadap merek tertentu. Pilihan terhadap merek tersebut mungkin karena suatu simbol yang membanggakan, pengalaman menggunakan merek tersebut atau persepsi yang cukup tinggi terhadap kualitas merek tersebut. Oleh karena itu, mereka biasanya tidak dapat menjelaskan mengapa memilih merek tersebut. Ini disebabkan karena faktor emosional. Mereka sangat bangga menggunakan merek tersebut dan merekomendasikan kepada orang lain untuk menggunakan merek tersebut. (Tandjung, 2004:67)

Brand Loyalty menciptakan nilai terhadap produk/jasa dalam empat cara sebagai berikut (Tandjung, 2004:68):


(58)

1. Mengurangi Biaya-Biaya Pemasaran

Kesetiaan pelanggan terhadap merek tertentu akan mengurangi biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan pelanggan baru. Di samping itu, akan merupakan kendala bagi pesaing untuk merebut pelanggan yang sudah ada.

2. Pengungkit Perdagangan / Trade Leverage

Kesetiaan terhadap merek akan mendorong pelanggan untuk membeli produk dengan ukuran yang baru, variasi baru atau produk-produk lain karena perluasan merek.

3. Menarik Pelanggan Baru

Pembelian suatu merek produk tertentu mengandung risiko yang cukup tinggi. Misalnya, peralatan elektronik. Oleh karena itu, diperlukan referensi d ari pelanggan yang setia terhadap merek tertentu.

4. Waktu untuk Menanggapi Ancaman Persaingan

Bila pesaing mengeluarkan produk unggulan, maka pelanggan yang setia terhadap merek tertentu masih mau menunggu sampai perusahaan tersebut mengeluarkan produk yang sama.

Indikator loyalitas merek yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang dikembangkan oleh Riana (2008:197):

a. Selalu ingin membeli merek tertentu

b. Tidak melakukan pembelian bila tidak tersedia c. Mencari di tempat-tempat yang tersedia

d. Merekomendasikan kepada konsumen yang lain e. Bersedia membayar lebih tinggi


(59)

2.2.8. Pengaruh Trust In a Brand Terhadap Brand Loyalty

Merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau kelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. (Riana, 2008:186)

Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan keistimewaan, manfaat, dan jasa tertentu memberikan jaminan mutu.

Merek, sangat penting dalam situasi persaingan yang tidak terkendali. Pelangan paling mudah untuk mengenali merek dibandingkan atribut-atribut lain yang melekat pada suatu produk. Merek yang sukses dipersepsi oleh pelanggan akan memberikan nilai superior. (Tandjung, 2004:57)

Perilaku pembelian ulang kerapkali dihubungkan dengan loyalitas merek. Loyalitas merek mencerminkan komitmen psikologis terhadap merek tertentu, maka perilaku pembelian ulang semata-mata menyangkut pembelian merek tertentu yang sama secara berulang kali. Pelanggan yang setia terhadap merek tertentu cenderung “terikat” pada merek tersebut dan akan membeli produk yang sama lagi sekalipun tersedia banyak alternatif lainnya. (Tjiptono, 2000:108)

Menurut Lau dan Lee (1999) dalam Riana (2008:187), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kepercayaan terhadap merek. Ketiga faktor ini berhubungan dengan tiga entitas yang tercakup dalam hubungan antara merek


(60)

dan konsumen. Adapaun ketiga faktor tersebut adalah merek itu sendiri, perusahaan pembuat merek, dan konsumen.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Riana (2008:195) mengemukakan bahwa karakteristik merek berpengaruh secara positif terhadap loyalitas merek. Karakteristik perusahaan yang ada di balik merek akan berpengaruh secara positif terhadap loyalitas merek. Karakteritik perusahaan merupakan dasar awal pemahaman konsumen terhadap suatu produk. Karakteristik konsumen-merek berpengaruh secara positif terhadap loyalitas merek, karakteristik konsumen-merek merupakan totalitas pemikiran dan perasaan individu denga acuan dirinya sebagai objek sehingga sering kali berinteraksi dengan merek seolah-oleh merek tersebut adalah manusia sehingga kesamaan antara konsep diri konsumen dengan merek dapat membangun kepercayaan terhadap merek. (Riana, 2008:193)

Selanjutnya Lau dan Lee memproposisikan bahwa kepercayaan terhadap merek akan menimbulkan loyalitas merek. Hubungan ketiga faktor tersebut denan merek dapat digambarkan sebagai berikut:

Brand caharacteristic mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan pengambilan keputusan konsumen untuk mempercayai suatu merek. Hal ini disebabkan oleh konsumen melakukan penilaian sebelum membeli. Karakteristik merek yang berkaitan dengan kepercayaan merek meliputi dapat diramalkan, mempunyai reputasi, dan kompeten. (Riana, 2008:188)


(61)

Company characteristic yang ada di balik suatu merek juga dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan konsumen terhadap merek tersebut. Pengetahuan konsumen tentang perusahaan yang ada di balik merek suatu produk merupakan dasar awal pemahaman konsumen terhadap merek suatu produk. Karakteristik ini meliputi reputasi suatu perusahaan, motivasi perusahaan yang diinginkan dan inetgritas suatu perusahaan.

Consumer brand Characteristic merupakan dua kelompok yang saling mempengaruhi. Oleh sebab itu, karakteristik konsumen – merek dapat mempengaruhi kepercayaan terhadap merek. Karakteristik ini meliputi kemiripan antara konsep emosional konsumen dengan kepribadian merek, kesukaan terhadap merek dan pengalaman terhadap merek.

Konsep diri merupakan totalitas pemikiran dan perasaan individu dengan acuan dirinya sebagai objek sehingga sering kali dalam konsteks pemasaran dianalogkan merek sama dengan orang. Suatu merek dapat memiliki kesan atau kepribadian. Kepribadian merek adalah asosiasi yang terkait dengan merek yang diingat oleh konsumen dan konsumen dapat menerimanya. Konsumen seringkali berinteraksi dengan merek seolah-olah merek tersebut adalah manusia. Dengan demikian, kesamaan antara konsep diri konsumen dengan kepribadian merek sangat berkaitan dengan kepercayaan konsumen terhadap merek tersebut. (Riana, 2008:188)

Kesukaan terhadap merek menunjukkan kesukaan yang dimiliki oleh suatu kelompok terhadap kelompok lain karena kesamaan visi dan daya tarik. Untuk mengawali hubungan suatu kelompok harus disukai atau mendapat


(62)

simpati dari kelompok yang lain. Bagi konsumen, untuk membuka hubungan dengan suatu merek, maka konsumen harus menyukai dahuku merek tersebut.

Menurut Schnaars (1991) dalam Tjiptono (1997:24), pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan para konsumen yang merasa puas. Terciptanya kepuasan konsumen dapat memberikan beberapa manfaat, di antaranya hubungan antara perusahaan dan konsumen menjadi harmonis, memberikan dasar baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas konsumen, dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang meguntungkan bagi perusahaan.

Perusahaan yang mempunyai basis pelanggan yang mempunyai loyalitas merek yang tinggi dapat mengurangi biaya pemasaran perusahaan karena biaya untuk mempertahankan pleanggan jauh lebih murah dibandingkan dengan mendapatkan pelanggan baru. Loyalitas merek yang tinggi dapat meningkatkan perdagangan, dan dapat menarik minat pelanggan baru karena mereka memiliki keyakinan bahwa membeli produk bermerek minimal dapat mengurangi risiko. Keuntungan lain yang didapat dari loyalitas merek adalah perusahaan dapat lebih cepat untuk merespon gerakan pesaing. (Riana, 2008:187).

2.2.9. Pengaruh Switching Cost Terhadap Brand Loyalty

Switching Cost merupakan suatu biaya yang dihadapi pembeli ketika melakukan perpindahan dari supplier satu ke yang lain. Variabel ini diukur melalui 5 indikator yaitu, monetary cost, uncertainty cost, evaluation costs, learning cost, dan set up cost. Switching cost merupakan faktor yang


(63)

mempengaruhi sensivitas pelanggan terhadap harga, sehingga berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan (Aydin dan Ozer, 2004) dalam Wijayanti (2008).

Switching cost merupakan faktor yang secara langsung mempengaruhi sensivitas konsumen pada tingkat harga dan sehingga mempengaruhi loyalitas konsumen (Bloemer et al 1998, Burnham et al, 2003) dalam Wijayanti (2008).

Switching cost mendorong konsumen untuk merekomendasikan pada konsumen lain (Lam, 2004). Perubahan teknologi dan strategi diferensiasi dari perusahaan menyebabkan switching cost menjadi faktor penting bagi loyalitas konsumen (Aydin dan Ozer, 2005). Bloemer et al (1998) dalam industri yang dikategorikan memiliki switching cost yang rendah konsumennya akan kurang loyal dibanding industri jasa dengan switching cost yang tinggi.

Fornell (1992) dalam Wijayanti (2008) hubungan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas tergantung pada faktor seperti peraturan pasar, switching cost, brand equity dan keberadaaan program loyalitas. Hauser et al (1994) dalam Wijayanti (2008) juga menyatakan bahwa pelanggan menjadi kurang sensitif terhadap kepuasan karena switching cost meningkat.

Hasil penelitian Lee (2001) dalam Wijayanti (2008) menyatakan bahwa industri pesawat dan bank memiliki switching cost yang tinggi dan supermarket tidak. Pengaruh switching cost pada hubungan kepuasan dan loyalitas tergantung pula pada struktur pasar. Jika pasar bersifat monopoli, pengaruh switching cost kecil. Karena pelanggan yang tidak puas tidak akan berpindah karena tidak ada alternatif. Switching cost menjadi penting jika terdapat beberapa provider. Switching cost memainkan peran yang penting dengan membuatnya berharga tinggi untuk pindah ke merek lain, sehingga Switching cost meningkat, maka loyalitas pelanggan akan meningkat pula.


(64)

2.3. Kerangka Konseptual


(65)

2.4. Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah penelitian maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Diduga trust in brand berpengaruh positif terhadap brand loyalty pada produk kartu seluler IM3 di kota Surabaya.

2. Diduga switching cost berpengaruh positif terhadap brand loyalty pada produk kartu seluler IM3 di kota Surabaya.


(66)

3.1.Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional menurut Nazir (1999:152) adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini akan menggunakan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dari penelitian ini adalah Trust in a brand (X1) dan Switching Cost (X2) diduga

berpengaruh terhadap varabel terikat yaitu Brand Loyalty (Y) Definisi variabel-variabel tersebut adalah :

A. Trust in a Brand (X1), adalah kepercayaan konsumen atau pelanggan

terhadap suatu merek barang. 1. Brand Characteristic (X1.1)

Adalah karakteristik merek yang berkaitan dengan kepercayaan konsumen terhadap suatu merek. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah (Riana, 2008:197):

a. Merek dengan reputasi tinggi (X1.1.1)

Merupakan reputasi yang dicapai oleh subuah merek produk perusahaan yang dinilai tinggi


(67)

b. Sangat menguntungkan (X1.1.2)

Merupakan tingkat keuntungan yang dimiliki oleh merek tersebut c. Berita positif tentang merek (X1.1.3)

Merupakan informasi yang bersifat positif (baik) yang beredar di masyarakat tentang merek

d. Pengetahuan konsumen tentang merek (X1.1.4)

Merupakan pengetahuan konsumen terhadap merek tersebut e. Merek yang konsisten dengan kualitasnya (X1.1.5)

Merupakan ketetapan merek dengan kaulitasnya dari awal 2. Company Characteristic (X1.2)

Merupakan dasar awal pemahaman konsumen terhadap suatu produk perusahaan. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah (Riana, 2008:197):

a. Kepercayaan terhadap perusahaan (X1.2.1)

Merupakan tingkat kepercayaan konsumen terhadap perusahaan b. Perhatian perusahaan terhadap pelanggan (X1.2.2)

Merupakan tingkat perhatian perusahaan kepada para pelanggannya c. Keyakinan pelanggan terhadap produk perusahaan (X1.2.3)

Merupakan keyakinan yang dmiliki oleh pelanggan terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan


(68)

3. Consumer Brand Characteristic (X1.3)

Merupakan totalitas pemikiran dan perasaan individu dengan acuan dirinya sebagai objek. indikator dalam penelitian ini adalah (Riana, 2008:197):

a. Ada kesamaan merek dengan emosi pelanggan (X1.3.1)

Merupakan kesamaan antara merek tersebut dengan pilihan konsumen b. Merupakan merek favorit (X1.3.2)

Merupakan pilihan konsumen dimana pilihannya jatuh pada merek favorit yang sesuai dengan kebutuhannya

c. Merek yang sesuai dengan kepribadian pelanggan (X1.3.3)

Merupakan tingkat kesesuaian antara merek dengan kepribadian yang dmiliki oleh pelanggan

B. Switching Cost (X2), adalah suatu biaya yang dihadapi pembeli ketika

melakukan perpindahan dari supplier satu ke yang lain. 1. Ketidakpastian Biaya (X2.1)

Merupakan biaya yang selalu berubah-ubah atas suatu barang yang didasarkan pada biaya produksi.

2. Biaya Baru (X2.2)

Merupakan harga yang baru ditetapkan oleh perusahaan dilihat dari jumlah biaya yang dikeluarkan pada saat proses produksi.


(69)

3. Set Up Biaya (X2.3)

Merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk memproduksi kembali pada suatu produk barang yang sama dengan sebelumnya.

C. Brand Loyalty (Y)

Merupakan komitmen internal dalam diri konsumen untuk membeli dan membeli ulang suatu merek. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Riana, 2008:197):

a. Tidak melakukan pembelian bila tidak tersedia (Y1)

Merupakan kesetiaan konsumen terhadap merek tertentu dan apabila tidak tersedia konsumen lebih memilih untuk tidak membeli merek lain

b. Mencari di tempat-tempat yang tersedia (Y2)

Merupakan usaha konsumen untuk mendapatkan merek yang diinginkan

c. Merekomendasikan kepada konsumen yang lain (Y3)

Merupakan pemberian informasi oleh konsumen kepada konsumen lainnya untuk memilih merek tersebut

d. Bersedia membayar lebih tinggi (Y4)

Merupakan kemampuan konsumen untuk membayar lebih tinggi dari yang biasanya untuk mendpaatkan merek pilihannya


(70)

Skala pengukuran yang dipergunakan untuk 3 variabel tersebut adalah skala semantic diferensial. Skala ini disusun dalam suatu garis kontinu dengan jawaban sangat positifnya terletak di sebelah kanan, jawaban sangat negatifnya terletak di sebelah kiri, atau sebaliknya. Skala data yang digunakan adalah skala interval 1 sampai 7, digambarkan sebagai berikut :

1 7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

3.2.Populasi dan Sampel Penelitian 3.2.1. Populasi

Populasi adalah jumlah penduduk (Bungin, 2008:99). Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen yang pernah menggunakan kartu seluler IM3.

3.2.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2003:56). Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan sampling purposive yaitu teknik penentuan sampel dengan menggunakan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2003:61) yaitu :

1. Orang yang pernah menggunakan kartu seluler IM3 selama 1 tahun terakhir.


(1)

NO.

KUISIONER

Responden Yth.

Sehubungan dengan pembuatan skripsi yang berjudul “Pengaruh Trust In A Brand Dan Switching Cost Terhadap Brand Loyalty Pada Produk Kartu Seluler IM3 di Kota Surabaya”, kami sebagai mahasiswa fakultas ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” mohon kesediaan Bapak/Ibu, Saudara/i untuk mengisi daftar pertanyaan dibawah ini. Atas kesediaanya mengisi kuisioner ini, kami ucapkan terima kasih.

1. Identitas responden :

1. Nama : ……….

2. Usia : ……….

3. Jenis Kelamin : ……….

4. Pekerjaan : ……….

5. Pendidikan Terakhir : ...

Untuk semua responden

 Isilah pertanyaan dibawah yang menggambarkan derajad kepentingan sesuai yang anda rasakan, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut berkisar antara 1 sampai 7 (boleh desimal), dimana semakin besar angka yang dipilih berarti semakin setuju dengan pertanyaan tersebut, sebaliknya semakin kecil angka yang dipilih berarti semakin tidak setuju. Sekali lagi tidak ada jawaban yang salah atau benar.


(2)

TRUST IN A BRAND

a. Brand Characteristic, yang meliputi :

1. Anda memilih kartu seluler IM3 karena merek yang dimiliki oleh kartu seluler IM3 tersebut sudah terkenal di masyarakat.

1 7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

2. Dalam memilih kartu seluler anda memilih kartu seluler IM3 karena menurut anda sangat menguntungkan.

1 7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

3. Anda memilih kartu seluler IM3 berdasarkan informasi yang anda peroleh tentang merek tersebut.

1 7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

4. Anda mengetahui bahwa kartu seluler IM3 menurut anda memiliki merek yang terkenal.

1 7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

5. Anda selalu menggunakan kartu seluler IM3.


(3)

b. Company Characteristic, yang meliputi :

6. Anda percaya terhadap perusahaan yang memproduksi kartu seluler IM3 yang anda pilih.

1 7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

7. Perusahaan kartu seluler IM3 pilihan anda memberi perhatian lebih terhadap para pelanggannya.

1 7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

8. Anda yakin terhadap produk kartu seluler IM3 yang anda pilih.

1 7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

c. Consumer Brand Characteristic, yang meliputi :

9. Anda memilih kartu seluler IM3 karena ada kesamaan merek dengan pilihan anda.

1 7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

10. Produk kartu seluler IM3 yang anda pilih tersebut merupakan merek favorit anda.


(4)

11. Anda memilih kartu seluler IM3 karena sesuai dengan kriteria pilihan anda.

1 7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

SWITCHING COST

1. Anda akan tetap memilih kartu seluler IM3 meskipun harganya sering kali berubah dari harga sebelumnya sebelumnya.

1 7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

2. Anda akan memilih kartu seluler IM3 meskipun harganya yang dikeluarkan oleh perusahaan meningkat dari pada harga sebelumnya.

1 7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

3. Anda akan tetap memilih kartu seluler IM3 meskipun harganya lebih mahal karena sesuai dengan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan sewaktu produksi.

1 7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

BRAND LOYALTY

1. Anda tidak akan membeli kartu seluler merek lainnya jika tidak tersedia kartu seluler IM3.


(5)

2. Dalam membeli kartu seluler IM3 anda mencari di tempat-tempat yang tersedia kartu seluler sesuai yang anda inginkan.

1 7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

3. Anda merekomendasikan kepada orang lain tentang kartu seluler IM3 yang anda konsumsi.

1 7

Sangat Tidak Setuju

Sangat Setuju

4. Anda bersedia membayar lebih tinggi untuk memperoleh kartu seluler IM3 yang anda inginkan.

1 7

Sangat Tidak Setuju


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Alma, Buchari, 2000, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, Cetakan Keempat, Penerbit Alfabeta, Bandung

Basu Swastha, 2000, Azas-Azas Markeing, Edisi KeTiga, Penerbit Liberty, Yogyakarta

Griffin, Jill, 1995, Customer Loyalty: How to earn it, How to keep it, USA: A Division OfSimon and Schukers Inc.

Knapp, Duanne E. 2002. The Brand Mindset (edisi Bahasa Indonesia). Yogyakarta: Penerbit Andi.

Kottler, Philip; Swee Hoon Ang; Siew Meng Leong dan Chin Thiong Tan. 2000. Manajemen Pemasaran Pesrpektif Asia, buku I. (Alih bahasa Fandy Tjiptono). Cetjan Kedua. Yogyakarta : Penerbit Andi

Kotler, Phillip. 2002. Manajemen Pemasaran Jilid II (edisi Bahasa Indonesia). Jakarta: PT Prenhalindo Indonesia.

Olson, Peter, 1993, Consumer Behavior and Marketing Strategy, Richard D. Irwan Inc, Boston,Third Edition

Schiffman, Leon G. & Kanuk, Leslie L. 2004. Consumer Behavior (eight edition). New Jersey: Prentice Hall.

Simamora, Bilson. 2002. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Simamora, Bilson. 2002. Aura Merek (7Langkah Membangun Merek yang Kuat). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Sunarto, 2003, Manajemen Pemasaran, Penerbit BPFE-UST. Yogyakarta

Tandjung, Jenu Widjaja, 2004, Marketing Management: Pendekatan Pada Nilai-Nilai Pelanggan, Penerbit Bayumedia Publishing, Malang

Tjiptono, Fandy, 2002. Strategi Pemasaran. Edisi Kedua. Yogyakarta :Penerbit Andi

Wardana, Wisnu, 2005, Pengaruh Promotional Mix Terhadap Peningkatan Jumlah Nasabah Bank: Studi Kasus PD. BKK Kecamatan


Dokumen yang terkait

Pengaruh Customer Retention, Switching Cost, dan Trust in Brand terhadap Customer Retention Produk Kartu Seluler Prabayar simPATI pada Mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Sumatera Utara

4 68 90

Pengaruh Trust In a Brand Terhadap Brand Loyalty Pada Konsumen Susu UHT Merek Ultramilk Di Wilayah Kelurahan Titi Rantai Medan

3 24 101

Pengaruh Trust in a Brand Terhadap Brand Loyalty Pada Konsumen Air Minum Aqua di Daerah Medan Baru.

1 28 83

Pengaruh Trust In a Brand Terhadap Brand Loyalty Produk Air Minum Aqua Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi UMSU Medan

0 46 79

Pengaruh Customer Retention, Switching Cost, dan Trust in Brand terhadap Customer Retention Produk Kartu Seluler Prabayar simPATI pada Mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Sumatera Utara

1 68 90

PENGARUH TRUST IN A BRAND TERHADAP BRAND LOYALTY PADA KONSUMEN SABUN LIFEBUOY DI KOTA SURAKARTA Pengaruh Trust In A Brand Terhadap Brand Loyalty Pada Konsumen Sabun Lifebuoy Di Kota Surakarta.

0 0 12

Pengaruh Brand Image dan Brand Trust terhadap Brand Loyalty pada Pengguna Produk Apple (iPhone).

0 0 16

PENGARUH CUSTOMER SATISFACTION, SWITCHING COST, DAN TRUST IN BRAND TERHADAP CUSTOMER LOYALTY KARTU SELULER XL DI KECAMATAN GABUS PATI

0 1 12

PENGARUH TRUST IN BRAND DAN SWITCHING COST TERHADAP BRAND LOYALTY PADA PRODUK KARTU SELULER IM3 DI KOTA SURABAYA SKRIPSI

0 0 20

ANALISIS PENGARUH KUALITAS PRODUK, SWITCHING COST, TRUST IN BRAND, DAN IKATAN EMOSIONAL TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN KARTU TELKOMSEL DI KOTA PALEMBANG

0 0 14