Uji Daya Terima dan Nilai Gizi Biskuit Campuran Selai Ubi Jalar dan BelimbingWuluh

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia kaya akan sumber daya alam yang melimpah dan salah satunya
ditandai dengan banyaknya ketersediaanya pangan lokal asli yang ketersediannya
sangat melimpah salah satunya pangan dari jenis umbi-umbian. Banyaknya
pangan tersebut memunculkan penganekaragaman pangan lokal sebagai salah satu
upaya dalam menunjang ketahanan pangan, salah satu jenis pangan tersebut
adalah ubi jalar. Keanekaragaman tersebut yang mempengaruhi munculnya
keanekaragaman makanan yang ada di Indonesia. Umumnya kebanyakan dari
masyarakat mengkonsumsi makanan hanya sekedar untuk rasa kenyang ataupun
kesenangan, dan tidak memperdulikan apakah makanan itu bergizi atau tidak.
Menurut Juanda dan Cahyono (2009), upaya dalam mendukung kreatifitas
pangan lokal dengan menggunakan bahan baku asli yang berasal dari Indonesia
memiliki nilai jual yang lebih, seperti singkong, jagung, talas, ubi jalar dan
lainnya. Pada daerah pedesaan yang menengah bawah, ubi jalar dapat dijadikan
bahan pangan alternatif untuk menggantikan beras dan jagung. Ubi jalar
merupakan merupakan pangan lokal yang kaya akan zat gizi dan ketersediaannya
yang cukup menjanjikan produksinya dari tahun ke tahun.
Potensi dan manfaat ubi jalar sebagai bahan pangan alternatif sangatlah
besar, terutama bagi upaya peningkatan gizi manusia, dan ketahanan pangan.

Menurut Anonim (2013), Indonesia merupakan negara produsen ubi jalar terbesar
keempat di dunia setelah China, Uganda, dan Nigeria. Berdasarkan data Renstra
Kementrian Pertanian tahun 2015 produksi ubi jalar di Indonesia sekitar

1
Universitas Sumatera Utara

2

2.650.000 ton dan di Sumatera Utara sekitar 84.780 ton dan jenis ubi jalar yang
banyak ditemukan di kota Medan khususnya di pasar tradisonalnya dan umumnya
masyarakat mengenalnya dengan jenis ubi Jepang/Korea (biasanya untuk
penderita diabetes dikarenakan kadar gula ubi putih yang lebih sedikit
dibandingkan jenis lainnya), ubi tewan (ubi orange), dan ubi biru (ubi ungu).
Selain itu juga dari sisi produksinya dipasar kota Medan relatif banyak dijumpai
dan jumlahnya yang banyak serta harganya yang relatif sama untuk ketiga jenis
ubi jalar tersebut. Menurut Setyawan (2015) yang mengutip pendapat dari artikel
yang diterbitkan North Carolina Sweet Potato Commision, dari 58 jenis sayuran
yang diteliti ditemukan fakta bahwa ubi jalar merupakan makanan yang terbaik di
daftar tersebut.

Ubi jalar di Indonesia belum dianggap sebagai komoditas penting,
sementara di negara-negara maju ubi jalar justru merupakan komoditas yang
penting dan mahal dibandingkan dengan komoditas lainnya. Ubi jalar atau ketela
rambat atau Sweet Potatoes (Ipomea batatas L.) merupakan sumber karbohidrat
non beras tertinggi keempat setelah padi, jagung, dan ubi kayu serta mampu
meningkatkan ketersediaan pangan dan diversifikasi pangan di masyarakat.
Menurut Yandianto (2003), ubi jalar memiliki ketahanan yang lebih baik jika
dibandingkan dengan ubi kayu bila keadaan ubi jalarnya telah panen. Menurut
Juanda dan Cahyono (2009) yang mengutip pendapat Widowati (1994) dan
Direktorat Gizi (1967), kandungan ubi jalar terdapat air, kalori, protein, kalsium,
fosfor, vitamin A yang tinggi, vitamin C, karbohidrat. Kandungan vitamin A pada
ubi jalar sangat tinggi dan setara dengan yang terdapat pada wortel (ubi jalar
orange) , karetenoid ubi jalar dapat meningkatkan kandungan retinol (vitamin A)

Universitas Sumatera Utara

3

di dalam tubuh karena terjadi konversi beta-karoten yang sangat bak untuk
kesehatan. Menurut Juanda dan Cahyono (2009), pengembangan olahan ubi jalar

dalam bentuk makanan di Indonesia seperti di tingkat rumah tangga antara lain
ubi rebus, ubi goreng, kolak, ubi bakar, getuk dan lain-lain. Sedangkan untuk
pengembangan makanan ubi jalar dalam bentuk olahan makanan siap santap
seperti kremes, keripik, kue, roti, saos, selai, sari buah, manisan, asinan ataupun
aneka minuman seperti sirup.
Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) adalah buah yang banyak tersebar di
Indonesia sebagai tanaman pekarangan rumah yang belum dibudidayakan dan
dikembangkan pemanfaatannya. Buah belimbing wuluh memiliki kandungan
asam yang tinggi dan kadar air buah yang tinggi menyebabkan buah jarang
dikonsumsi layaknya buah segar dan daya simpan relatif singkat. Pemanfaatan
dan pengembangan buah belimbing wuluh di Indonesia belum dilakukan secara
optimal, karena nilai jual buah yang masih rendah dan tidak diimbangi dengan
potensi yang dimiliki buah belimbing wuluh. Menurut Savitri (2016), rasa asam
pada buah belimbing wuluh berasal dari asam sitrat dan asam oksalat. Selain
mengandung senyawa asam tersebut, belimbing wuluh juga mengandung senyawa
saponin, tannin, glukosida, hingga kalsium, dan vitamin C yang tinggi.
Menurut Savitri (2016), pengolahan belimbing wuluh saat ini oleh
masyarakat banyak dijadikan sebagai obat seperti obat batuk, sariawan,
menghilangkan bekas jerawat dan sebagainya. Sedangkan Menurut Lingga
(1999), kombinasi pengolahan buah belimbing wuluh pada masyarakat Indonesia

dalam bentuk makanan masih rendah dikarenakan buah belimbing wuluh
mempunyai rasa yang sangat masam, sehingga orang enggan memakan langsung

Universitas Sumatera Utara

4

atau diperas airnya dan pengolahan belimbing wuluh dalam bentuk makanan
sebagai manisan, penyedap makanan.
Berkaitan dengan adanya pemanfaatan ubi jalar dan belimbing wuluh
dalam bentuk makanan bisa menjadi salah satu solusi menangani masalah
kesehatan masyarakat dikarenakan zat gizi yang terdapat dalam ubi jalar dan
belimbing wuluh seperti kalsium yang sangat diperlukan tubuh.

Kalsium

merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh, sekitar 99% total
kalsium ditemukan dalam jaringan keras yaitu tulang dan gigi. Masa remaja
merupakan masa yang baik untuk memaksimalkan kapadatan tulang karena pada
masa ini terjadi lebih banyak pembentukan massa tulang daripada resorpsi

(Nicklas 2003 dalam Mulyani 2009) dan penyimpanan kalsium juga empat kali
lebih banyak pada masa remaja daripada masa anak-anak dan dewasa (Brown
2005 dalam Mulyani 2009).
Pada masa remaja penyerapan kalsium dari makanan mencapai 75% lalu
menurun hingga 20-40% begitu menginjak usia dewasa. Oleh karena itu, sangat
penting untuk mengoptimalkan konsumsi kalsium pada masa remaja. Sumber
kalsium terbaik terdapat dalam makanan dan bahan-bahan makanan yang
bersumber kalsium harus dikonsumsi setiap hari untuk mencukupi kebutuhan
kalsium harian salah satunya bahan makanan yang terdapat kalsiumnya adalah ubi
jalar dan belimbing wuluh. Meskipun demikian para remaja umumnya kurang
asupan kalsium.
Selai sudah ada sejak lama dikenal masyarakat sebagai makanan yang
cukup baik dalam penambahan atau pelengkap makanan. Selai disukai banyak
orang karena rasanya yang manis dan dapat dikonsumsi oleh semua golongan

Universitas Sumatera Utara

5

umur, sehingga pembuatan selai ini mempunyai prospek yang baik untuk

dikembangkan. Dalam pembuatan selai umumnya menggunakan asam sitrat
sebagai tambahan dalam pembuatan selai yang baik. Asam sitrat tersebut berguna
untuk pengawet alami untuk mencegah terjadinya pertumbuhan bakteri di dalam
selai. Asam yang menjadi salah satu syarat dalam pembuatan selai selain gula
sebagai pengwet alaminya dan pemberi rasa manis pada selai. Terdapat beberapa
jenis buah-buahan mengandung asam, salah

satunya

buah yang banyak

mengandung asam yang tinggi adalah belimbing wuluh.
Berdasarkan hasil penelitian Fatonah (2002), mengenai optimasi produksi
selai dengan bahan baku ubi jalar cilembu dengan komposisi perbandingan
umbinya sekitar 17,7%, 19,2%, 20,7%, 22,2%, dan 23,7%, dan terbukti bahwa
selai dengan komposisi 20,7% yang paling disukai panelis. Hasil penelitian
tersebut juga menjelaskan alasan ubi jalar cocok dijadikan menjadi olahan selai,
selain itu juga produksi yang melimpah dan pemanfaatannya yang belum optimal
di Indonesia.


Maka dari itu dengan melihat potensi yang ada dan dapat

dikembangkan maka dari itu peneliti tertarik membuat olahan makanan seperti
campuran selai ubi jalar dengan belimbing wuluh sebagai pengganti asam
sitratnya.
Selanjutnya pada penelitian yang akan dilakukan peneliti saat ini adalah
dengan membuat campuran selai ubi jalar dan belimbing wuluh dengan dua
perlakuan yakni 50%:50%, 60%:40%. Penetapan dengan perbandingan tersebut
dilakukan karena peneliti telah melakukan penelitian pendahuluan, apabila
presentase terlalu besar akan menghasilkan tekstur yang sangat padat dan tidak
seperti selai pada umumnya, sedangkan apabila presentase terlalu kecil akan

Universitas Sumatera Utara

6

menghasilkan rasa selai yang sangat asam dan aroma yang tidak sesuai, maka dari
itu peneliti menetapkan dua perbandingan tersebut dengan alasan tersebut.
Dengan demikian peneliti


melakukan penelitian eksperimennya yang

berjudul “Uji Daya Terima dan Nilai Gizi Campuran Selai Ubi Jalar dan
Belimbing Wuluh”.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas yang menjadi rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah Bagaimana uji daya terima dan nilai gizi campuran
selai ubi jalar dan belimbing wuluh.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui daya terima dan nilai gizi campuran selai ubi jalar dan
belimbing wuluh.
1.3.2

Tujuan Khusus

1. Mengetahui perbedaan daya terima masyarakat terhadap penggunaan
ubi jalar (putih, orange, dan ungu) dengan penambahan belimbing

wuluh dalam pembuatan selai

dilihat dari indikator warna, rasa,

aroma, tekstur.
2. Mengetahui kandungan gizi selai yang dibuat dari ubi jalar (putih,
kuning, dan ungu) dengan belimbing wuluh meliputi kalsium, fosfor,
dan karbohidrat.

Universitas Sumatera Utara

7

1.4 Manfaat Penelitian
1. Menambah olahan makanan yang lebih berguna dan bernilai gizi
lebih.
2. Sebagai salah satu cara mengoptimalkan pemanfaatan bahan pangan
lokal dalam bentuk olahan makanan.
3. Sebagai upaya dalam mengembangkan olahan selai dari campuran ubi
jalar dan belimbing wuluh.


Universitas Sumatera Utara