Isolasi Carotenoid dari Wortel

ISOLASI CAROTENOID DARI WORTEL MENGGUNAKAN METODE
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

LAPORAN
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Isolasi Pigmen dan Senyawa Aktif
yang dibina oleh Rollando, M.Sc., Apt.

Disusun oleh :
Andreas Lucky

611410001

Elisabeth Grasia

611410005

Edbert Ivander

611510007

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS MA CHUNG
November 2017

A. PROSEDUR KERJA
Prosedur Kerja Isolasi carotenoid dari wortel dengan metode Kromatografi Lapis Tipis

Siapkan wortel secukupnya

Cuci bersih menggunakan air mengalir

Potong hingga jadi berukuran kecil

Haluskan dengan menggunakan blender

Timbang berat wortel yang telah dihaluskan

Siapkan PE dengan jumlah yang setara dengan berat
wortel


Campurkan wortel dan PE, diaduk sampai tercampur

Ambil filtrat dengan cara disaring

Tambahkan etil asetat ke dalam filtrat dengan
perbandingan 1:1

Masukkan filtrat, kemudian etil asetat ke dalam corong
pisah

Kocok

Letakkan corong di statis, diamkan beberapa saat

Setelah terbentuk kedua lapisan, ambil lapisan yang
bawah dengan membuka kran di bawah corong

Pindahkan ke dalam cawan porselen

Uapkan pada suhu 60ºC


Siapkan fase gerak kloroform : methanol dengan
perbandingan 2:1

Setelah filtrat kering, tambahkan PE secukupnya

Totolkan filtrat ke plat KLT

Letakkan plat KLT ke dalam chamber yang sudah berisi
fase gerak

Tunggu hingga terelusi sampai tanda batas

Keringkan plat KLT

Lihat hasil elusi menggunakan sinar UV dengan panjang
gelombang 366 nm

B. PEMBAHASAN
1. Ekstraksi Carotenoid dari Wortel

Pada praktikum kali ini, dilakukan isolasi carotenoid dari wortel
menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis. Sediakan wortel secukupnya,
lalu dibersihkan dengan menggunakan air mengalir untuk menghilangkan
kotoran yang menempel. Setelah itu, wortel dipotong hingga jadi partikelpartikel kecil dan dihaluskan lagi dengan menggunakan blender. Timbang berat
wortel yang telah dihaluskan dan didapatkan berat wortel 140 gr. Kemudian
ambillah pelarut petroleum eter sejumlah nilai berat wortel yaitu 140 ml.
Campurkan wortel dan pelarut petroleum eter serta diaduk hingga tercampur
sempurna. Ambil filtratnya dengan cara menyaring campuran antara wortel dan
petroleum eter. Filtrat yang didapatkan harus jernih / bening (jika belum jernih,
maka dilakukan penyaringan ulang).
Filtrat yang didapatkan diukur volumenya dan ditambahkan etil asetat
dengan perbandingan 1:1. Penambahan etil asetat bertujuan sebagai pelarut
utama dari carotenoid karena memiliki kepolaran yang sama sehingga akan
menghasilkan ekstrak carotenoid (Kimia et al., 2016). Masukkan filtrat dan etil
asetat ke dalam corong pisah dengan filtrat terlebih dahulu dimasukkan
kemudian dilanjutkan dengan pelarut etil asetat. Dikocok secara kuat dan buka
penutup sesekali untuk mengeluarkan gas yang berada dalam campuran.
Diamkan beberapa saat di statis, maka akan terbentuk dua lapisan yaitu lapisan
atas (etil asetat) dan lapisan bawah (petroleum eter). Lapisan bawah diambil dan
dipindahkan ke dalam cawan porselen. Setelah itu, diuapkan untuk memisahkan

pelarut petroleum eter dari hasil ekstrak carotenoid.
Proses penguapan dilakukan pada suhu 60ºC karena semakin tinggi suhu
maka semakin cepat proses penguapan (‘Cassia siamea’, 2013). Hasil ekstrak
tersebut merupakan Carotenoid.

2. Isolasi Carotenoid menggunakan Kromatografi Lapis Tipis
Siapkan plat KLT yang telah dipanaskan pada suhu 100ºC. Buatlah garis dan
tanda batas untuk penotolan ekstrak carotenoid. Pemanasan plat KLT bertujuan
untuk mengoptimasi plat KLT sebelum digunakan sehingga dapat menghasilkan
aktivitas yang diinginkan (Farmasi and Dharma, 2015). Fase gerak yang
digunakan berupa kloroform dan methanol dengan perbandingan 2:1 dalam
volume 10 mL. Pemilihan fase gerak untuk KLT harus memenuhi persyaratan
seperti memiliki kemurnian tinggi, viskositas rendah, tidak merusak fase diam,
tidak bereaksi dengan senyawa yang akan diisolasi, dan harus sesuai dengan
metode deteksi (‘Cassia siamea’, 2013). Kloroform merupakan pelarut non-polar
sedangkan methanol merupakan pelarut polar.
Fase gerak dimasukkan ke dalam chamber tepat 10 ml. Jika filtrat kering,
tambahkan petroleum eter secukupnya. Lalu, plat KLT ditotolkan ekstrak
carotenoid dengan menggunakan pipa kapiler. Penotolan tidak boleh terlalu tebal
ataupun terlalu besar sehingga hasil elusi yang didapatkan maksimal. Setelah

ditotolkan, plat KLT dimasukkan ke dalam chamber yang telah diisi dengan fase
gerak. Diamkan hingga elusi mencapai tanda batas yang telah ditentukan. Pada
saat proses elusi, rangkaian kromatografi harus tertutup rapat. Hal ini bertujuan
agar tekanan di dalam chamber tetap terjaga dan agar fase gerak tidak menguap,
karena jika menguap dapat mempengaruhi komposisi dari senyawa kimia yang
ada didalamnya. Setelah mencapai tanda, plat KLT dikeluarkan dari dalam
chamber dan dibiarkan kering. Hasil elusi plat KLT adalah sebagai berikut.

Plat KLT

Kemudian dilakukan deteksi KLT dengan spektrofotometri UV pada
panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Pada panjang gelombang 254 nm
menunjukkan senyawa yang memiliki kromofor sedikit sedangkan pada panjang
gelombang 366 nm menunjukkan senyawa yang memilki kromofor banyak
(‘Cassia siamea’, 2013). Pada praktikum ini hanya dilakukan deteksi KLT pada
panjang gelombang 366 nm.
Hasil dari praktikum Isolasi Carotenoid menggunakan metode Kromatografi
Lapis Tipis pada panjang gelombang 366 nm adalah sebagai berikut.

Spektrofotometri UV pada λ = 366 nm


Nilai Rf didapatkan sebagai berikut.
Rf =

,8
= 0,8
8

Berdasarkan literatur, nilai Rf yang baik harusnya berkisar antara rentang
0,2-0,8 (Farmasi and Dharma, 2015). Pada percobaan ini didapatkan nilai Rf
sebesar 0,85 yang melebihi dari nilai pada literatur. Hal ini dikarenakan
perbandingan antara fase gerak yang belum sesuai sehingga menyebabkan elusi
naik melewati ambang batas.
Pada deteksi KLT menggunakan spektrofotometri UV, didapatkan bahwa
carotenoid terdeteksi pada panjang gelombang 366 nm. Hal itu disebabkan karena
carotenoid mengandung kromofor dan auksokrom yang merupakan syarat utama
untuk suatu sampel dapat dibaca oleh spektrofotometri UV. Penampakan noda pada
sinar 366 nm disebabkan karena adanya interaksi antara sinar UV dengan gugus

kromofor yang terikat oleh auksokrom yang terdapat pada noda tersebut. Gugus

kromofor adalah gugus atom yang dapat menyerap radiasi elektromagnetik (sinar
UV) dan mempunyai ikatan rangkap tak jenuh (terkonjugasi). Sedangkan gugus
terkonjugasi adalah struktur molekul dengan ikatan rangkap tak jenuh lebih dari
satu yang berada berselang-seling dengan ikatan tunggal. Flouresensi warna yang
tampak tersebut merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen
tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi
tinggi. Perbedaan energi emisi yang dipancarkan pada saat kembali ke energi dasar
inilah yang menyebabkan perbedaan flouresensi warna yang dihasilkan oleh tiap
noda.
Gugus ausokrom adalah gugus yang dapat meningkatkan intensitas pita
absorbsi kromofor jika kerikatan dengan gugus kromofor akibat pemutusan ikatan
rangkap, menyebabkan pergeseran panjang gelombang ke daerah ultraviolet dekat
(190-380). Digunakan UV 366 karena UV 366 ini dianggap mewakili panjang (280380). Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap.
Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya interaksi
antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada
noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang
dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat
energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan
semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366
terlihat gelap karena silika gel yang digunakan berfluororesensi pada sinar UV 366

nm.
Apabila senyawa tersebut positif mengandung carotenoid, maka akan
terlihat bercak berpendar berwarna merah pada panjang gelombang 366 nm
(Khoiruddin, 2012). Hasil praktikum menunjukkan bahwa sampel yang diuji positif
mengandung carotenoid karena pada plat KLT terlihat bercak berwarna merah
ketika dilihat menggunakan spektrofotometri UV pada panjang gelombang 366 nm.

DAFTAR PUSTAKA

‘Cassia siamea’ (2013), pp. 1–28.
Farmasi, F. and Dharma, U. S. (2015) ‘Isolasi dan Identifikasi Senyawa Aktif
Penangkap Radikal Bebas DPPH, UV Protection, dan Antibakteri Ekstrak Bunga
Kenanga’, p. 35.
Khoiruddin (2012) ‘Ekstrak Beta Karoten Wortel ( Daucus Carota ) sebagai Dye
Sensitizer pada DSSC’.
Kimia, J., Sains, F., Teknologi, D. A. N., Negeri, U. I., Malik, M. and Malang, I.
(2016) ‘ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID FRAKSI PETROLEUM ETER
HASIL HIDROLISIS EKSTRAK METANOL ALGA MERAH ( Eucheuma
spinosum ) MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI KOLOM CARA KERING
DAN BASAH ETER HASIL HIDROLISIS EKSTRAK METANOL ALGA

MERAH ( Eucheuma spinosum )’.
Khairul, Rian. 2014. Identifikasi Golongan Komponen Kimia dengan Metode
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dari Tumbuhan Daun Jambu Biji (Psidium
guajava) [ONLINE] (http://riankhairuls.blogspot.co.id/2014/10/laporan-klt.html),
diakses 29 Oktober 2017.

LAMPIRAN