Jilid-04 Depernas 24-Bab-59
BAB 59
2
SOAL PENDUDUK PADA UMUMNJA DAN
TRANSMIGRASI SERTA URBANISASI PADA
CHUSUSNJA BERHUBUNG DENGAN
P E M B A N G U N A N
§ 724. Pendahuluan
a.
b.
c.
d.
762
Arti djumlah penduduk dan pertambahan penduduk bagi pemba
ngunan ada dua matjam. Pertama, penduduk dan pertambahan
penduduk berarti suatu beban bagi perekonomian karena hasil pro
duksi nasional harus dibagibagi antara penduduk jang bertambah
djumlahnja. Dengan pertambahan penduduk sebanjak misalnja
1,7% setahun, maka Indonesia sekurang2nja 'harus menaikkan
produksinja dengan 1,7% untuk mempertahankan tingkat hidup
jang ada. Mempertahankan tingkatan produksi jang ada sadja
tidaklah tjukup. Apalagi kalau Indonesia mau menaikkan pendapat
an per djiiwanja, maka produksi nasional harus naik dengan lebih
dari 1,7% setahunnja.
Sebaliknja, faktor penduduk dapat dipandang sebagai suatu sumber
modal, berapa sumber tenaga kerdja, jang dapat dipergunakan
untuk usaha2 pembangunan. Terutama bagi negara2 terbelakang
seperti Indonesia, dimana selalu dialami kekurangan modal untuk
pembangunan, adanja djumlah penduduk jang banjak merupakan
modal jang potensiil, jang mentberikemungkinan2 jang besar.
Aspek pertama dari penduduk tersebut pengaruhnja akan terasa
setjara otomatis. Aspek jang kedua bergantung kepada usaha bagai
mana menggunakan tenaga kerdja itu untuk usaha 2 pembangunan.
Persoalan jang dihadapi Indonesia, terutama pulau Djawa, selama
ini ialah perlombaan antara pertambahan penduduk dan pertambah
an produksi. Dimana modal adalah langka (schaars) maka per
tambahan pendapatan dan produksi hanja bisa ditjapai dengan
membuka tanah baru. Sedjak tahun 1930 sampai pada perang dunia
kedua tingkat hidup dapat dipertahankan terutama dengan pembu
kaan tanah2 baru, jang berarti mempertahankan perbandingan pen
duduk dan tanah (labor/land ratio). Sedjak tahun 1940 tanah
dipulau Djawa hampir seluruhnja terpakai sehingga pertambahan
penduduk sesudah itu berakibat turunnja land/labor ratio, jang
berakibat turunnja produktivitet tenaga kerdja, dan berarti pengha
silan dan pendapatan per djiwa turun.
Pada azasnja pendapatan per djiwa dapat ditjapai dengan tiga
djalan :
(1) menaikkan land/labor ratio, jang berarti pemindahan penduduk
dari pulau Djawa kepulau2 lainnja : transmigrasi.
(2) menaikkan capital/labor ratio, jang berarti penanaman2 modal,
baik dilapangan pertanian maupun industri (industrialisasi).
(3) menaikkan skill tenaga kerdja, jang berarti menaikkan pro
duktivitet tenaga'kerdia dengan peralatan modal dan luas tanah
jang ada.
e.
Djalam jang mana diantara tiga djalan itu jang akan ditempuh atau
jang akan diutamakan, bergantung pada banjak faktor. Masing2
usaha tersebut mempunjai kesulitan2nja tersendiri.
Evaluasi lebih mendalam tentang persoalan2 jang dihadapi dalam
usaha2 itu sebaiknja diberikan dalam pembahasan2 chusus mengenai
transmigrasi, pengerahan tenaga rakjat, industrialisasi dan man
power training.
f.
Persoalan terbesar jang dihadapi dalam usaha Transmigrasi ialah
soal pembiajaan. Apabila kita mau memindahkan pertambahan
penduduk dari Djawa keluar Djawa, pertambahan penduduk.sebesar
4,5% berarti setiap tahun harus dipindahkan k.l. 900.000 djiwa,
karena penduduk Djawa adalah k.l. 60 djuta. Apabila untuk tiap
orang diperlukan biaja Rp. 5000, untuk memindahkannja, maka
setiap tahun diperlukan biaja Rp. 4,5 miljard. Disamping biaja
pemindahan harus pula diperhitungkan biaja pembukaan tanah,
tundjangan hidup untuk beberapa tahun pertama sebelum para
transmigrasi bisa berdiri sendiri didaerah jang baru dan sebagainja.
g.
Persoalan kedua ialah soal pengangkutan. Kapasitet kereta api
dan kapal jang tersedia hanja memungkinkan pemindahan sedjumlah
penduduk jang djauh dibawah apa jang diperlukan.
h.
Disamping persoalan2 itu masih banjak persoalan2 jang bersifat
sosial. Petani2 jang dipindahkan sangat terikat pada tradisi dan
norma2 kehidupan didesanja jang lama.
Apabila nilai dan ikatan2 sosial jang lama ini. hilang, maka segala
matjam persoalan sosial dan kulturil jang timbul, jang apabila tidak
dikendalikan akan membahajakan usaha2 transmigrasi sendiri.
Usaha pengerahan tenaga rakjat terutama menghadapi persoalan 2
tersebut diatas.
i.
Dilain fihak usaha transmigrasi tidaklah boleh berupa memindahkan
kesukarankesukaran dipulau Djawa keluar Djawa.
djika tjara hiklup dengan tjara iberproduksi tetap seperti sediakala,
maka transmigrasi tidak akan memberi pemetjahan dalam djangka
lama, karena kesukarankesukaran jang sama akan dialami lagi
didaerah jang baru dikemudian hari.
j. Hal ini berarti bahwa transmigrasi harus disertai idengan usaha2
industrialisasi; jang berarti bahwa bukanpenjebaran penduduk sadja
jang ditudju, tapi djuga perubahan struktur perekonomian.
k. Djalan kedua tersebut dalam sub d. diatas ialah menaikkan capital/
labor ratio, jang berarti penanaman modal. Pada azasnja ada dua
763
djurusan penanaman modal jang bisa ditempuh. Pertama penanam
an modal disektor pertanian.
Perbaikan irigasi, perluasan penggunaan pupuk dan lain , termasuk
dalam usaha ini. Dalam djangka pendek, apabila tudjuan pemba
ngunan pertamapertama ialah menaikkan produksi beras (pangan)
maka barangkali usaha ini adalah jang termudah dan termurah.
l.
Djurusan kedua dari penanaman modal ialah kearah sektor industri.
Dalam rangka program sandangpangan barangkali industrialisasi
baru akan dilaksanakan sesudah produksi beras dan tekstil sudah
mentjapai tingkatan jang tjukup. Tapi dalam djangka lama, mau
tak mau djalan industrialisasi harus ditempuh karena dilapangan
industrilah terletak harapan kenaikkan produksi jang sebesarbesar
nja dan untuk meletakkan dasardasar guna perekonomian jang
seimbang.
m. Persoalan ketiga, jaitu menaikkan skill pekerdja. pada umumnja,
untuk memperoleh produktivitet kerdja jang lebih tinggi dengan
modal peralatan dan luas tanah jang ada, memerlukan perhatian
jang chusus untuk kepentingan pembangunan di Indonesia, karena
tingkat skill pekerdja disini pada umumnja belumlah memuaskan.
n. Diatas ditindjau setjara summier azasazas pembangunan dilihat dari
sudutpenduduk. Pilihan usaha mana jang akan ditempuh, pertama
kali ditentukan oleh tudjuan jang akan ditjapai. Tapi pada azasnja
ketigatiga usaha harus didjalankan bersamasama untuk mentjapai
tudjuan itu.
Djika tudjuan adalah menaikkan produksi beras dalam djangka
pendek, maka penanamanpenanaman modal dalam pertanian ada
lah jang paling tepat.
Djika tudjuan adalah merubah struktur perekonomian dalam djangka
pandjang, maka transmigrasi harus .didjalankan, disertai dengan
industrialisasi dan usahausaha pendidikan.
§ 725. Transmigrasi
a.
Arti Transmigrasi dalam Pembangunan Indonesia.
Transmigrasi selalu mengambil tempat jang utama dalam rentjana
rentjana pembangunan di Indonesia. Pulau Djawa disatu f:hak
penduduknja terlalu padat sedangkan pulau 2 lainnja kekurangan
tenaga kerdja. Kelebihan penduduk disektor pertanian dipulau
Djawa hares dipindahkan kelapang lain, dan ketempat lain, jang
masih dapat didjadikan tanah pertanian.
Penduduk pulau Djawa tiap tahun bertambah dengan kirakira satu
djuta. Ini berarti bahwa setiap tahun hares ditjarikan pekerdjaan
bagi kira2 200.000 kepala keluarga baru. Sudah tentu oleh indus
trialisasi akan dihisap sebagian (besar) .dari tambahan tenaga ker
dja ini. Tetapi karena tanah Indonesia masih mempunjai kemung
kinankemungkinan perluasan pertanian jang sangat luasnja, maka
pembangunan kearah ini tidak boleh dilalaikan pula. Di kemudian
hari industri 2pun tidak hanja mau dibangunkan dipulau Djawa
764
sadja, tetapi ibeberapa daerah .lain, seperti Sumatra Selatan dan
Utara, daerah Sulawesi Selatan, dllnja, akan merupakan potensi 2
besar untuk berkembang mendjadi daerah2 industri. Semuanja ini
memerlukan penduduk dari pulau Djawa sebagai tenaga kerdja.
b.
Soa12 dan kesukaran2 dalam pelaksanaan transmigrasi.
Pembagian penduduk setjara geografis seperti jang sekarang ter
djadi ini memang setjara historis tidak terdjadi karena setjara
kebetulan sadja. Perkembangan ini memang terdjadi selaras dengan
kekuatan2 ekonomi. Hal ini tidak boleh dilupakan. Selama negara
kita adalah negara agraris, maka penjebaran penduduk djuga akan
mengikuti tanah2 jang subur dan iklim jang baik. Memang tanah
dan iklim dad pulau Djawa djauh lebih subur dan baik daripada
tanah2 di Kalimantan dan sebagian besar dari Sumatra. Sudah
barang tentu manusia dengan karjanja dapat memperbaiki keadaan
kesuburan sesuatu daerah, misalnja dengan mengadakan sistim
pengairan dan dengan menggunakan pupuk2, tetapi semuanja ini
memerlukan kapitalisasi jang serba banjak. Alam 'telah menganu
gerahkan kepada pulau Djawa, Bali dan Lombok, tanah jang sangat
suburnja dan iklim (terutama pembagian hudjan) jang sangat me
nguntungkan pula, dan oleb karena itu pulau2 Sunda Ketjil ini
penduduknja sangat tjepat bertambahnja.
Maka kalau kita sekarang mau memindahkan kelebihan penduduk
ini kepulau2 lain, usaha demikian tidak dapat dikerdjakan tanpa
usaha2 kapitalisasi dari tanahtanah baru itu, baik dengan memba
ngun sistim pengairan jang luas maupun dengan menggunakan
pupuk2 jang intensip. Sudah merupakan pengetahuan umum bahwa
di Sumatra Selatan panen pertama ditJbidang2 tanah transmigrasi
barn sangat menjenangkan, Bering melebihi basil tanah di Djawa ;
tetapi setelah panen kedua dan ketiga maka kesuburan ini turun
sangat, kalau penanamannja tidak disertai pengairan atau pemu
pukan jang tjukup.
Maka usaha transmigrasi, ja'ni usaha pemindahan penduduk dari
Djawa ke pulau2 lain, lekas sekali mentjapai batas 2 kemampuannja,
kalau tidak dilakukan berbarengan dengan usaha 2 pembangunan
daerah (baik pertanian maupun Iapang2 hidup lainnja) diberbagai
bagai pulau itu. Sampai sekarang usaha pembangunan daerah masih
kurang dilakukan dengan intensipnja; oleh karena itu kemampuan
menampung penduduk baru djuga masih sangat terbatasnja.
Soal pembangunan daerah akan memerlukan pembiajaan jang
sangat besarnja. Soal transmigrasi dengan sendiri memerlukan
pembelandjaan jang sangat besarnja pula, dan selama ini belum
dapat disediakan maka tidak ada gunanja untuk mengharapkan
bahwa kita dapat memindahkan sekian ratus ribu penduduk setiap
tahun. Angka2 basil pelaksanaan sampai sekarang hanja membuk
tikan kenjataan ini.
Didalam Rentjana Lima Tahun misalnja dalam 2½ tahun sedjak
1956 hinggga Djuni 1958 telah dikeluarkan pembiajaan sebesar
765
Rp. 143 djuta dan. dengan ini ihanja dapat dipindahkan 12.523
keluarga.
(Lihat laporan Biro Perantjang Negara mengenai peiaksanaan Ren
tjana ini ; halaman 424). Atas dasar sisanja sebanjak Rp. 240
djuta (daripada djumlah alokasi) dapat dikirakirakan djumlah
transmigrasi jang dapat dikirimkan dalam 2½ tahun jang berikut
nja, ja'ni kira2 22.000 keluarga. Njatalah bahwa hasil 2 ini, jang
pada saat ini merupakan batas kemampuan kita, hanja merupakan
beberapa tetes sadja dari keperluan kita. Taksiran jang achir ini
djuga hanja berlaku djika bagian terbesar dari pengiriman jang
akan datang itu ditudjukan ke Sumatra Selatan, dimana telah banjak
terdapat fasilitet2 Pemerintah berupa djalandjalan, djembatan 2 dan
lainlain.
Djika pengiriman dilakukan kedaerah2 jang belum dimilikit fasilitet
ini, maka ongkos2 tetap ini akan mendjadi besar hingga mempe
ngaruhi djumlah transmigran jang dikirim.
Dalam pada ini harus diingat pula nilai daripada uang kita jang
semakin merosot jang ikut mempengaruhi pengiriman transmigran.
Dilain fihak, semua propaganda dan penerangan mengenai trans
migrasi jang pernah dilakukan di Djawa, baik jang bersumber resmi
maupun jang tidak (misalnja oleh karena pemberitaan jang baik
dari kawan2 atau keluarga jang sudah pindah), pada saat ini sudah
banjak menghilangkan keraguraguan orang untuk pindah ke „Se
berang”.
Maka dimana2 dipulau Djawa terdapat pemintaan untuk dipindah
kan jang djauh melebi'hi kemampuan pemerintah untuk menjeleng
garakan.
Sudah beberapa lama pula sifat penerangan/propaganda pemerintah
tidak lagi bersifat andjuran untuk berpindah tetapi hanja bersifat
memberi keterangan kalau diminta mengenai berbagalbagai keper
luan dan tjara berpindah.
Oleh karena Pemerintah tidak dapat menampung lagi segala per
mintaan perpindahan ini maka banjak orang desa jang mampu
berichtiar untuk pergi ketanah „seberang” atas biaja sendiri. Mereka
ini, jang pergi atas pengetahuan pemerintah dan dengan sekedar
bantuan seperlunja, disebut transmigran spontan. Arus transmigrasi
spontan ini dewasa ini dihalangi oleh berbagaibagai rintangan
(bottlenecks), terutama kesukaran dalam fasilitet 2 pengangkutan,
chusus dari Djakarta ke Sumatra Selatan. Kapasitet kereta api dan
hubungan kapal masih terialu ketjil sehingga segala gedjala 2 anti
sosial, seperti pentjatutan2 kartjis dan berbagai2 penipuan, sangat
meradjalelanja. Semuanja ini menundjukkan bahwa permintaan
melebihi persediaan, dan pemerintah kurang mampu dalam menje
diakan fasilitet2 pengangkutan ini.
c.
Konsiderasi2 untuk politik transmigrasi;
Beberapa soal mengenai volume dan effisiensi transmigrasi ini harus
oleh para perentjana negara atau oleh jang menentukan politik
766
negara dalam persoalan ini. Pertama berapakah djumlah pembe
landjaan jang dapat disediakan oleh negara untuk keperluan ini?
Kedua, bagaimana menggunakan sumbersumber pembelandjaan ini
seeffisieneffisiennja ?
Seal menentukan djumlah sumber2 pembelandjaan ini adalah sangat.
peliknja. Dari pembitjaraan dimuka sudah djelas bahwa usaha
transmigrasi dalam keseluruhannja membutuhkan pembelandjaan
jang sangat besarnja. Tetapi begitu pula keperluan projekprojek
pembangunan nasional jang besar.
Maka achirachirnja tidak banjak pula jang dapat dialokir kepada
rentjana transmigrasi ini. Dalam menentukan besar atau luas suatu
projek kita djuga harus menghitung batas2 kemampuan kita, diber
bagai2 tempat atau bagian dari pelaksanaannja ; misalnja, batas 2
kemampuan kita ditentukan oleh kekurangan tenaga ahli, keku
rangan alatalat transpor, kekurangan deviezen, dan lainlainnja.
Tetapi, masih dalam batas2 kemampuan tehnis ini, djumlah sumber 2
pembelandjaan jang dapat dimobilisir untuk keperluan pemindahan
penduduk ini mungkin masih dapat diperbesar kalau politik umum
terhadap pembangunan kita diubah seperlunja. Sampai sekarang
segala pembangunan nasional masih terlalu direntjanakan dan di
biajai oleh Pusat. lni semuanja menimbulkan pembatasan 2 kemam
puan sendiri. Tadi kita simpulkan bahwa transmigrasi ini harus
dipandang sebagai konsekwensi, atau sebagai suatu keperluan
(requirement), dari pembangunan daerah. Maka sebetulnja soal
pembangunan inilah jang harus diberi perhatian pertama, dan bukan
soal pemindahan penduduk dari pulau Djawa. Sebab pangkal
fikiran jang mementingkan soal perpindahan penduduk dari Djawa
sering berakibat bahwa jang diandjurkan untuk pindah (dan jang
dibiajai oleh Pemerintah) adalah orang e jang miskin, jang kurang
sehat, jang kurang giat dan dinamis, pokoknja manusia 2 jang tak
begitu berguna didesa2 di Djawa. Hanja transmigran 2 spontanlah
merupakan manusia2 jang mampu dalam segala hal.
Kalau soal pembangunan daerah diutamakan, dan untuk ini inisiatip
dan tanggungdjawab dari daerah2 itu sendiri dihargai dan disti
mulir, maka berdasar atas otonomi daerah ini (jang diberi kemung
kinan pembelandjaan jang tjukup)';rentjana2 pembangunan daerah
mungkin mendapat momentum jang lebih besar. Kalau daerah sudah
mendapat otanomi dan tanggungdjawab terhadap pembangunannja
sendiri, maka mungkin pemerintah daerah itu sanggup untuk men
tjari sumbersumber keuangan jang lebih besar untuk membelandjai
pembangunan2 "overhead facilities" dalam daerah itu.
Peranan Pemerintah Pusat nanti lebih bersifat mengkoordinasikan.
Karena pemindahan penduduk ini merupakan suatu rentjana jang
luas, jang menjangkut berbagai2 daerah, jang menjangkut berba
gaibagai djawatan pemerintah pusat (misalnja djawatan 2 pengang
kutan), maka pembelandjaan dan aktivitet Pemerintah Pusat harus
ditudjukan kepada mengatur integrasi dan koordinasi masing 2 ba
gian dari rentjana pemindahan penduduk ini. Misalnja Pemerintah
Pusat dapat mentjurahkan perhatiannja jang chusus kepada usaha
pengurangan berbagai2 bottlenecks (rintangan2 karena kekurangan
767
kapasitet). Dewasa ini bottlenecks terutama ada pada transport, alat 2
besar jang memerlukan pembiajaan deviesen, kekurangan 2 ahli
tehnik, dan lainlainnja.
Pertanjaan bagaimana mendjamin effisiensi dari penggunaan pem
belandjaan pemerintah pusat sebetulnja sudah didjawab diatas ini,
ja'ni pemerintah pusat harus mentjurahkan perhatiannja untuk
menjelesaikan bottlenecks ini.
Pentjukupan tenaga ahli, baik dalam lapang tehnik maupun dalam
lapang administrasi dan organisasi, tetap memerlukan perhatian
pemerintah pusat. Dapat diselidiki apakah sesuatu projek bantuan
dart luar negeri dapat sekedar meringankan kebutuhan kita dibi
dang ini. Perentjanaan pembukaan dan pembangunan daerah masih
banjak memerlukan tenaga survey, ja'ni untuk survey geologis,
survey klimatologis dan hidrografis, survey geodetis, dan lain 2nja,
jang semuanja masih memerlukan banjak tenaga tehnik. Maka di
sinilah satu bagian dari rentjana pembangunan nasional membu
tuhkan hasi12 dari bagian lain. Effisiensi dari rentjana a transmigrasi
achirachirnja harus menunggu hasilnja dari rentjana pendidikan
nasional kita.
Selama semua bottlenecks dan kekurangan pembelandjaan ini belum
dapat diatasi maka adalah chajal untuk mengharapkan bahwa dalam
sepuluh tahun ini kita akan memindahkan sekian puluh djuta pen
duduk dari Djawa. Perhitungan logistik jang sederhana sadja sudah
akan menjangkal segala projeksi2 jang hersifat demikian ini.
Usaha transmigrasi tidak berarti bahwa sekian banjak manusia di
pindah dari satu tempat ketempat lain. Jang penting adalah bahwa
manusia2 itu dipindah dari suatu tempat jang tingkat pendapatannja
rata' rendah ketcmpat atau daerah jang tingkat pendapatannja
tinggi. Inilah hukum dad arus gerakan manusia jang disebut mi
grasi. Karena kesuburan asli dari tanahtanah diluar pulau Djawa
adalah kurang daripada di Djawa maka orang 2 desa dart Djawa ini
tidak akan pindah begitu sadja. Produktivitet tani diluar Djawa
harus diperbesar dengan menggunakan tjara a produksi jang me
ngandung lebih banjak modal, modal untuk saluran2 irigasi, modal
untuk menggunakan pupuk buatan, modal untuk membangunkan
alatalat transport jang seiba tjukup.
Tingkat pendapatan dari sesuatu daerah pertanian djuga dapat naik
kalau didalem atau disebelalt daerah itu ada suatu perpusatan
industri, sehingga pertanian dan industri itu dapat saling mengu
atkan kedudukannja. Maka kalau kita dapat bangunkan misalnja
daerah Sumatra Selatan selbagai suatu unit daerah pembangunan
dimana ada pusat industrinja dan ada daerah belakang pertaniannja
jang luas, maka nistjaja pelebaran ruang }tidal) ini akan menarik
banjak transmigran dari Djawa.
d.
Halhat konkrit jang perlu diusahakan.
1. Hakhak para transmigran atas tanah jang diusahakan diberi
djaminan jang lebih kuat dari fihak Pemerintali, dan luasnja
768
2.
3
4.
5.
6.
7.
tanah itu ditentukan lebih luas dari milik keluarga petani di
Djawa, agar djangan sampai menimbulkan "keuterboertjes".
Dalam mengatur hubungan diantara para transmigran dengan
penduduk asli setempat mengenai hake atas tanah jang akan/
telah diusahakan oleh para transmigran, hendaknja.diperhati
kan hak ulajat masjarakat, hukum adat, atas tanah jang ber
sangkutan dan perlunja diadakan pembitjaraan/persetudjuan
terlebih dahulu dengan penguasa adat setempat, dengan me
menuhi sjarat hukum adat jang berlaku, misalnja : upatjara
selamatan, dan lainlain.
Pemerintah membantu dan memberi dorongan untuk terlaksa
nanja assimilasi antara para transmigran dengan penduduk asli
setempat.
Perkebunan2 bibit/proefstation2 diadakan diluar Djawa dalam
diumlah jang tiukup, chususnja didaerahdaerah jang diren
tjanakan akan didjadikan daerah transmigrasi, supaja dengan
demikian berhasilnja usaha para transmigran didaerah itu akan .
lebih ferdjamin.
Jajasan2 transmigrasi dari fihak partikelir mendapat bantuan,
bimbingan dan pengawasan dari fihak Pemerintah.
Pendidikan achlak, disamping pendidikan umum, kepada para
transmigran diberikan sebaikbaiknja dengan penempatan para
petugas2 agama dan alien ulama dikalangan para transmigran.
Peresmian penentuan ibukota negara djuga harus dipandang dari
sudut transmigrasi (letak ibukota harus sentral).
§ 726. Urbanisasi a. Pengertian.
Urbanisasi adalah pertumbuhan darn kotakota didalam negeri jang
sedang mengalami perubahan strukturil2 karena mereka sedang
membangun. Pertumbuhan kota diukur dalam pertumbuhan djum
lah penduduknja. Sudah sedjak sebelum perang dunia 11, dan lebih2
lagi sesudah perang dunia II ini, berbagaibagai kota di Asia telah
tumbuh lebih tjepat daripada pertumbuhan .negeri pada umumnja.
Dengan kata2 lain, kota2 didalam negeri itu tumbuh lebih tjepat
daripada negeri2 itu sendiri. Di India misalnja, sedjak perang dunia II
ini kotakotanja tumbuh lebih daripada dua kali lebih tjepat dari
pada negerinja sebagai kesatuan. Indonesia dalam hal ini djuga
tidak ketinggalan. Kota2 besar di Indonesia banjak jang tumbuh
dengan ketjepatan kira2 5%; sedangkan penduduk negerinja tum
buh dengan ketjepatan kirakiia 2% setahun. .
769
Pada hakekatnja, urbanisasi sebagai suatu gedjala perpindahan
manusia dalam djumlah2 jang serba besar ,tidak banjak bedanja
daripada perpindahan2 manusia jang disebut imligrasi (atau jang
disebut transmigrasi di Indonesia). Dalam ichtiar mentjari perbaik
an kehidupan, manusia telah biasa mengembara, mentjari tempat
nafkah jang lain, disesuatu tempat atau sesuatu negara lain, jang
tampaknja ada kemungkinan2 jang lebih baik bagi pentjaharian
nafkahnja. Perpindahan2 ini disebut mobilitet horisontal dan sejara
ekonomis maka kemampuan mobilitet ini selalu merupakan suatu
keuntungan bagi snafu bangsa. Ada kalanja mobilitet ini kurang,
karena adanja berbagaihagai rintangan. Oleh kekurangan mobile
tet ini maka proses perataan pendapatan didalam masjarakat atau
negara itu djuga agak terhalang. Kalau sesuatu negara ekonominja
sedang tumbuh, maka terdjadilah berbagaibagai perubahan struk
tur. Salah suatu perubahan struktur adalah perubahar imbangan
geografis dalam struktur penempatan tenaga. Kalau djaman perta
nian imbangan geografis ini mengikuti perbedaan 2 kesuburan tanah
dan baiknja iklim, maka dalam zaman industrialisasi penjebaran
dari penempatan'tenaga ini lebih mengikuti "economics of location"
dari berbagaibagai industri ; misalnja banjak industri akan men
dekati sumber2 alamnja, banjak industri 2 lainnja akan herkelompok
didekat kata2 jang besar. Gedjala penjeharan industri jang baru
ini hares diikuti oleh migrasi kaum kerdjanja. Seandainja kita
membangun perekonomian industri dimana industri harus mengikuti
penjeharan geografis dari penduduknja jang lama (jang ditentukan
oleh keperluan2 pertanian) maka sistim perekonomian industri jang
demikian itu tidak akan effisien.
Biarpun mobilitet horisontal ini pada hakekatnja adalah baik untuk
perkembangan ekonomi, namun gerakan2 manusia ini sexing me
nimbulkan persoalan2nja sendiri. Sering kesedjahteraan dari kaum
pekerdja tidak terdjamin didalam lapang dan tempat kerdja jang
bare itu. Maka berbagaibagai soal kemasjarakatan timbul sekitar
gedjala urbanisasi ini, jang semuanja meminta perhatian dari dan
penjelesaian oleh pemimpin2 masjarakat itu.
b.
Sebabsebab dari Urbanisasi.
Urbanisasi di Asia mengandung dua matjam sebab, jakni sebab jang
merupakan kekuatan pendorong dan sebab jang merupakan penarik.
Di sedjarah urbanisasi di Eropah dan Amerika kekuatan penarik
adalah jang terutama. Disitu industria baru kebanjakan berkelom
pok pada kota2 besar atau pada distrik2 jang dekat pada sumber2
alam, seperti batubara dan bidji besi. Tenaga pekerdja mengalir dari
daerah2 pertanian karena tertarik oleh kemungkinan pendapat an
jang lebih besar. Sifat imigrasi demikian itu adalah permanen dan
betulbetul merupakan gedjala perubahan struktur (imbangan
kerdja).
Dinegerinegeri padat di Asia jang kebanjakan serba miskin itu la
pang penghidupan didesadesa dipedalaman lamakelamaan terasa
semakin sempit ; tingkat penghidupan semakin turun oleh karena
adanja „pengangguran jang tak kentara” (disguised unemployment).
770
Kadang2, seperti dibeberapa bagian di Indonesia ini, ada gangguan
keamanan didaerah pedesaan semuanja ini menimbulkan suatu ke
kuatan pendorong kepada orang2 desa untuk mengembara kekota2
untuk mengadu keuntungan disitu.
Sebagianbesar dari migrasi ini, setidaktidaknja dalam niatan per
mulaannja, masih bersifat tidak permanen. Artinja, orang, jang ting
gal kekota ini masih mengharapkan bahwa mereka kelak, atau
dikemudian hari, akan pulang kerumah halamannja. Desa masih
dipandangnja sebagai rumah pangkalnja.
Sifat migrasi dari penduduk desa kekotakota besar di Asia ini ber
beda2 satu sama lainnja. Motif2 dari gerakan penduduk serta hasil
hasilnja, berbeda diantara kota Djakarta, Bangkok, Calcuta, Delhi,
Dacca, dan lainlainnja sebab kepadatan penduduk, tingkat pen
dapatan, kebudajaan, dan lainlainnja, berbedabeda untuk daerah 2 dan
negerinegeri itu. Tetapi, hiarpun demikian gedjala 2 umum dari faktor
pendorong dan faktor penarik itu keduaduanja ada. Di India faktor 2
pendorong rupanja lebih kuat, di. Bangkok. faktor penarik lebih kuat,
dan di Indonesia kedua faktor ini kurang lebih sama kuatnja.
Tidak semuanja kota2 besar di Asia itu mempunjai industri jang
luas jang dapat memberi.pekerdjaan kepada ratusan ribu buruh.
Kebanjakan negeri2 ini belum mempunjai momentum industri jang
besar. Kota Djakarta dan Surabaja tidak merupakan perketjualian.
Tetapi toch tiap2 ttahun beriburibu keluarga masuk kekotakota
besar ini dari pedesaan. Pekerdjaan apa jang dapat diperolehnja ?
Sudah barang tentu industri ketjil atau industri ringan jang banjak
tumbuh dikotakota ini memerlukan banjak buruh, tetapi mungkin
sebagian besar dari penduduk baru mendapat pekerdjaan dalam
lapang2 kerdja jang termasuk lapang kerdja „tertiair”, jakni missal
nja sebagai bakul, dagang ketjil, dagang etjer, dalam usahausaha
pengangktttan (ingat pengendara betja), sebagai pelajan rumah
tangga, dan lainlainnja.
Lapang tertiair ini rupanja sangat elastis, dan mampu menempuh
tenaga kerdja dengan tidak terlalu banjak mengganggu effisiensi
tehnis dari usahanja. Kalau dalam sesuatu pabrik buruhnja terlalu
banjak maka sering orang2 ini hanja mengganggu satu sama lainnja
dan produksi dapat sangat terganggu pub. Tetapi sebuah toko
dapat mempekerdjakan sedjumlah pelajan jang sebe'tulnja agak
kelebihan dengan tiada banjak gangguan effisiensi. Hal demikian
malah sering dirasakan sebagai perbaikan pelajanan.
Gedjala demikian itu bahkan masih dapat dilihat di Tokyo dewasa
ini. Perkembangan Tokyo jang dewasa ini merupakan kota jang
tenbesar didunia dimungkinkan oleh karena lapang2 kerdja tertiair
ini dapat mengabsorbir banjak sekali kaum kerdja jang baru.
Orang kata lapang2 tertiair di kebanjakan kotakota di Asia adalah
"overemployed" (terlalu banjak tenaga kerdjanja). Sudah tentu
overemployment ini meninggikan tingkat ongkos dari lapang djasa 2
ini, tetapi setjara social hal ini harus dipandang sebagai suatu tjara
771
untuk membagi pendapatan nasional setjara lebih merata. Pe
nampungan kelebihan tenaga kerdja dalam lapang2 djasa dikotakota
ini djuga ada untungnja, jakni orang2 ini merasa dirinja produktip,
merasa berdjasa untuk masjarakat. Oleh karena karja mereka ini
maka terkumpullah suatu pengalaman kerdja jang nanti dapat di
pakai setjara lebih produktip, kalau betul' ada penambahan lapang
kerdja jang setjara sosial dipandang lebih effektif.
c.
Soal2 sosial dan ekonomi jang ditimbulkan oleh urbanisasi.
Setjara ekonomis maka suatu aglomerasi didalam suatu kota, jakni
jang menjebabkan gedjala urbanisasi, mengandung berbagaibagai
keuntungan. Suatu kota besar merupakan suatu "labor pool" jang
selalu dapat melajani pabrik2 dan perusahaan2 jang tumbuh atau
lahir baru. Didalam perpusatan tenaga kerdja demikian itu maka
pembentukan keahlian (skill formation) dapat berdjalan lebih lan
tjar, terutama oleh karena lebih mudahnja proses beladjar diantara
sesama kaum kerdja. Suatu perpusatan kota djuga menguntungkan
hidupnja perusahaan2, karena keperluan listerik, air, transport,
djasa2 dari bank2, insurance, dan lainlainnja, semuanja lebih mudah
diatur dalam suatu kota besar.
Tetapi, kalau kotanja mendjadi terlalu besar, maka beberapa fasi
litet tidak dapat segera mengikuti perkembangan permintaan, dan
timbullah rintangan' bottlenecks) jang nrenurunkan effisiensi dari
perpusatan usaha.ini. Misalnja djumlah perumahan tidak mentjuku
pi, djalan2 dikota mendjadi terlalu sempit, persedilaan air kurang.
Semuanja ini merupakan soalsoal jang mempunjai kepentingan
ekonomi, jang utama. Tetapi, selain persoalanpersoalan dibidang
ekonomi ini ada pula persoalanpersoalan jang timbal dibidang
sosilal. Kekurangan perumahan mengakibatkan mahalnja sewa
rumah dan timbulnja „slum areas” (gubuggubug liar), dimana
kaum pekerdja hidup djauh lebih kurang seihat dan sedjahtera di
bandingkan dengan tjara hidupnja didesa. Dikotakota. di Asia
jang tumbuhnja terlalu tjepat, keadaan kesehatan umum (health
dan hygiene) djuga sering menjedihkan.
Para migran kekota sering tidak membawa keluarganja seketika,
karena mereka ini mau menghemat ongkos perpindahannja atau
karena mereka ini mau menghemat ongkos perpindahannja atau
karena mereka ini berharap masih seringsering kembali kekampung
halamannja. Maka terdapatlah perpisahan keluarga jang mem
bawa kepintjangan2 sosial dan moril tersendiri, seperti prostitusi
dan pertjeraian jang sering. Pokoknja, kesehatan mental dari para
migran kekota ini merupakan suatu soal jang perlu diperhatikan.
Dibelakang semua kepintjangankepintjangan sosial ini sering
masih ada suatu kepintjangan sosial jang prinsipiil, jakni perbedaan
kelas jang agak tadjam antara kaum jang punja dan jang tidak
punja. Perbedaan sosial ini menjolok mata sekali dibeberapa kota
besar di Asia, dan dibandingkan dengan kotakota ini maka kota 2
besar kita masih mendingan keadaannja, Sudah selajaknja kaum
jang berada jang pegang kekuasaan dikota itu, dan segala fasilitet2
722
kekotaan (misalnja djalandjalani aspal, air leding, tisterik, dan lain
lainnja) terutama dibangunkan untuk kepentiugan kaum jang ber
ada itu. Pembangunan kampung dikotakota besar sering terlalai.
Kaum jang kurang berada biasanja tidak tjukup kuat setjara politis
untuk mendjamin bahwa pertumbuhan fasilitetfasilitet kota djuga
setjara langsung ditudjukan kepada mereka.
d.
Konsiderasi2 untuk politik slat.
Untuk menanipung kelebihan kaum"pekerdja jang tidak dapat men
tjari nafkah dilapang pertanian lagi itu, maka berbagai 2 industri
ketjil dapat dikembangkan dalam kotakota ketjil dan desa. lni akan
mengurangi migrasi kaum pekerdja kekotakota besar.
Djadi, desa dan kotakota ketjil diindustrialisir, dan bukan kotakota
besar sadja. Hal ini harus didjalankan dengan melistrikkan desa 2
(rural electrificatilon) dan dengan pembangunan sistim djalandjalan
jang baik jang mendjamin lantjarnja hubungan desa dan kota.
Dengan tjara „disperision of industrialihation” ini djumlah ongkos
jang harus dikeluarkan mungkin lebih besar daripada kalau semua
industrialkasi dilakukan hanja dikotakota besar sadja. Tetapi
masjarakat harus membajar ongkos extra ini untuk mendjamin ke
sedjahteraan buruhnja. Sebaliknja politik ini djuga tidak berarti
bahwa pertumbuhan kotakota besar sebagai perpusatanperpusatan
industri sama sekali ditinggalkan. Suatu djalan tengah adalah
untuk mengindustrialisir bukan suatu kota besar, tetapi suatu distrik
atau suatu daerah (jang disebut suatu metropolitan area). Misalnja
tidak semua industri ditempatkan di Djakarta, tetapi disebar dise
kitarnja, sampai Periok, Tanggerang, Djatinegara, Pasar Minggu,
Depok, dan lainlain kola ketjiil sekeliling Djakarta. Industri 2 besar
harus mendirikan perkampungannja sendiri untuk buruhnja. Dengan
industrialisasi suatu metropolitan area maka keuntungan 2 dari
suatu perpusatan industri masilh serba dapat ditjapai.
Djalan pertumbuhan demikian ini tidak akan datang sendiri, tetapi
pemerintah harus mengatur kearah demikian.
Tiap politik penempatan industri didalam batasbatas kota djuga
mengenal masalah „zoning”, jakni pemeriintah kota menentukan
bagianabagian mana disediakan untuk industri, bagian2 mana untuk
kediaman penduduk. „Zoning” ini maksudnja untuk meritjegah
gangguangangguan jang datang dari industri (asap, suara, lalu
lintas, dan lainlainnja) terhadap kesedjahteraan hidup penduduk
kota itu.
Selain politik industrialisasi jang bersifat dispersi ini, maka kepin
tjangan sosial dari suatu urbanisasi t dapat dikurangi oleh suatu
pemerintahan kota jang demokratis dan progresif, dan jang dapat
mendjamin sumbersumber keuangan untuk berbuat demikian.
Pemerintah kota ini harus sadar akan perbedaan sosial jang ada
antara kaum (kelas) jang berada dan jang tidak berada. Maka
773
golongan jang berada harus tjukup dikenakan padjak untuk dapat
melakukan pembangunan kampungkampung kota. Untuk mendja
min sumbersumber keuangan ini pemerintah kota tidak boleh
bersifat „sok sosial” terhadap soal tarip air, listrik, tarip padjak,
dan lainlainnja, jang sebetulnja hanja menguntungkan penduduk
kota jang sudah berada.
Sering penduduk dari golongan jang berada ini mendapat air
minum, listrik, dan lainlain sebagainja, berdasar taripa jang
mengandung subsidi. Maka dalam, pada jang kurang mampu telah
memiberi subsidi kepada kaum jang mampu.
Dalam hal ini patut ditjatat bahwa sifat struktur pemerintah kota
di Indonesia sering masih kurang disesuaikan dengan keperluan 2
kepemerintahan dari suatu kota besar jang industri dan dagangnja
sedang tumbuh dengan tjepatnja. Terutama kekuasaan otonominja,
sebagai sjarat bagi selfgovernment terlalu kurang ; terutama dasar
keuangannja terlalu sempit. Oleh karena itu kotakota besar ini
terlalu tergantung kepada anugerahanugerah dari Pemerintahan
Pusat,
Dibeberapa negeri di Asia telah ditjoba apakah idea dari "community
development" djuga dapat dipraktekkan dilingkungan kota. Artinja,
dengan gugur gunung, dan gotongrojong, berdasar atas sifat kehi
dupan warga kota jang lebih sosial, maka bagian dari) kotapun
(misalnja kampung2 di kota) dapat dibangun dengan tidak banjak
memerlukan belandja modal.
Kehidupan dikota memang setjara tradisionil bersifat individualistis,
kalau dibandingkan kehidupan didesa. Maka usahausaha untuk
lebih „mensosialkan” kehidupan dikota djuga amat sukarnja. Di
kotakota dinegara komunis sistem komune dirasakan belum dapat
dilaksanakan, karena (menurut orang komunis) dikotakota masih
terlalu banjak orang jang pandangan hidupnja bersifat individu
alistis dan berdjuistis.
e.
Usahausaha konkrit :
Disamping jang tersimpul dalam uraian tersebut diatas, perlu dike
mukakan beberapa usahausaha konkrit jang patut mendapat
perhatian dalam masalah urbanisasi.
Untuk mentjegah pemindahan terusmenerus jang akibat buruknja
samasama dimaklumi perlu diadakan tindakan2 diantaranja :
1
Desentralisasi industri
Pendirian pabrikpabrik/perusahaanperusahaan jang baru
supaja ditempatkan diluar kota, dan sedjalan dengan itu di
kembangkan elcktrifikasi.
Sedjauh elektrifikasi belum berhasil, penempatan pabrikpabrik/
perusahaanperusahaan jang menggantungkan tenaganja atas
daja listrik situ; ditempatkan dikotakota ketjil/kabupaten.
774
2.
3.
4.
5.
6.
Begitu djuga tempattempat pendidikan, latihanlatihan kerdja,
rumahrumah sakit, sekolahsekolah termasuk perguruan 2
tinggi; kantorkantor, lembagalembaga dan lain djika mungkin
supaja ditetapkan diluar kota agar dengan demikian kota tidak
selalu menondjol seakan2 Negara kita ini merupakan Negara
Kota, dimana desa hanja mendjadi embe1 2 belaka dan agar
dapat wengurangi faktorfaktor jang antara lain menjebabkan
urbanisasi.
Lalulintas perhubungan diantara kota dan desa supaja di
perbaiki.
Pemindahan penduduk baru kekota diawasi dan tidak terlalu
gegabah diterima.
Pembangunan desa dipertjepat dan
Pemulihan keamanan.
775
2
SOAL PENDUDUK PADA UMUMNJA DAN
TRANSMIGRASI SERTA URBANISASI PADA
CHUSUSNJA BERHUBUNG DENGAN
P E M B A N G U N A N
§ 724. Pendahuluan
a.
b.
c.
d.
762
Arti djumlah penduduk dan pertambahan penduduk bagi pemba
ngunan ada dua matjam. Pertama, penduduk dan pertambahan
penduduk berarti suatu beban bagi perekonomian karena hasil pro
duksi nasional harus dibagibagi antara penduduk jang bertambah
djumlahnja. Dengan pertambahan penduduk sebanjak misalnja
1,7% setahun, maka Indonesia sekurang2nja 'harus menaikkan
produksinja dengan 1,7% untuk mempertahankan tingkat hidup
jang ada. Mempertahankan tingkatan produksi jang ada sadja
tidaklah tjukup. Apalagi kalau Indonesia mau menaikkan pendapat
an per djiiwanja, maka produksi nasional harus naik dengan lebih
dari 1,7% setahunnja.
Sebaliknja, faktor penduduk dapat dipandang sebagai suatu sumber
modal, berapa sumber tenaga kerdja, jang dapat dipergunakan
untuk usaha2 pembangunan. Terutama bagi negara2 terbelakang
seperti Indonesia, dimana selalu dialami kekurangan modal untuk
pembangunan, adanja djumlah penduduk jang banjak merupakan
modal jang potensiil, jang mentberikemungkinan2 jang besar.
Aspek pertama dari penduduk tersebut pengaruhnja akan terasa
setjara otomatis. Aspek jang kedua bergantung kepada usaha bagai
mana menggunakan tenaga kerdja itu untuk usaha 2 pembangunan.
Persoalan jang dihadapi Indonesia, terutama pulau Djawa, selama
ini ialah perlombaan antara pertambahan penduduk dan pertambah
an produksi. Dimana modal adalah langka (schaars) maka per
tambahan pendapatan dan produksi hanja bisa ditjapai dengan
membuka tanah baru. Sedjak tahun 1930 sampai pada perang dunia
kedua tingkat hidup dapat dipertahankan terutama dengan pembu
kaan tanah2 baru, jang berarti mempertahankan perbandingan pen
duduk dan tanah (labor/land ratio). Sedjak tahun 1940 tanah
dipulau Djawa hampir seluruhnja terpakai sehingga pertambahan
penduduk sesudah itu berakibat turunnja land/labor ratio, jang
berakibat turunnja produktivitet tenaga kerdja, dan berarti pengha
silan dan pendapatan per djiwa turun.
Pada azasnja pendapatan per djiwa dapat ditjapai dengan tiga
djalan :
(1) menaikkan land/labor ratio, jang berarti pemindahan penduduk
dari pulau Djawa kepulau2 lainnja : transmigrasi.
(2) menaikkan capital/labor ratio, jang berarti penanaman2 modal,
baik dilapangan pertanian maupun industri (industrialisasi).
(3) menaikkan skill tenaga kerdja, jang berarti menaikkan pro
duktivitet tenaga'kerdia dengan peralatan modal dan luas tanah
jang ada.
e.
Djalam jang mana diantara tiga djalan itu jang akan ditempuh atau
jang akan diutamakan, bergantung pada banjak faktor. Masing2
usaha tersebut mempunjai kesulitan2nja tersendiri.
Evaluasi lebih mendalam tentang persoalan2 jang dihadapi dalam
usaha2 itu sebaiknja diberikan dalam pembahasan2 chusus mengenai
transmigrasi, pengerahan tenaga rakjat, industrialisasi dan man
power training.
f.
Persoalan terbesar jang dihadapi dalam usaha Transmigrasi ialah
soal pembiajaan. Apabila kita mau memindahkan pertambahan
penduduk dari Djawa keluar Djawa, pertambahan penduduk.sebesar
4,5% berarti setiap tahun harus dipindahkan k.l. 900.000 djiwa,
karena penduduk Djawa adalah k.l. 60 djuta. Apabila untuk tiap
orang diperlukan biaja Rp. 5000, untuk memindahkannja, maka
setiap tahun diperlukan biaja Rp. 4,5 miljard. Disamping biaja
pemindahan harus pula diperhitungkan biaja pembukaan tanah,
tundjangan hidup untuk beberapa tahun pertama sebelum para
transmigrasi bisa berdiri sendiri didaerah jang baru dan sebagainja.
g.
Persoalan kedua ialah soal pengangkutan. Kapasitet kereta api
dan kapal jang tersedia hanja memungkinkan pemindahan sedjumlah
penduduk jang djauh dibawah apa jang diperlukan.
h.
Disamping persoalan2 itu masih banjak persoalan2 jang bersifat
sosial. Petani2 jang dipindahkan sangat terikat pada tradisi dan
norma2 kehidupan didesanja jang lama.
Apabila nilai dan ikatan2 sosial jang lama ini. hilang, maka segala
matjam persoalan sosial dan kulturil jang timbul, jang apabila tidak
dikendalikan akan membahajakan usaha2 transmigrasi sendiri.
Usaha pengerahan tenaga rakjat terutama menghadapi persoalan 2
tersebut diatas.
i.
Dilain fihak usaha transmigrasi tidaklah boleh berupa memindahkan
kesukarankesukaran dipulau Djawa keluar Djawa.
djika tjara hiklup dengan tjara iberproduksi tetap seperti sediakala,
maka transmigrasi tidak akan memberi pemetjahan dalam djangka
lama, karena kesukarankesukaran jang sama akan dialami lagi
didaerah jang baru dikemudian hari.
j. Hal ini berarti bahwa transmigrasi harus disertai idengan usaha2
industrialisasi; jang berarti bahwa bukanpenjebaran penduduk sadja
jang ditudju, tapi djuga perubahan struktur perekonomian.
k. Djalan kedua tersebut dalam sub d. diatas ialah menaikkan capital/
labor ratio, jang berarti penanaman modal. Pada azasnja ada dua
763
djurusan penanaman modal jang bisa ditempuh. Pertama penanam
an modal disektor pertanian.
Perbaikan irigasi, perluasan penggunaan pupuk dan lain , termasuk
dalam usaha ini. Dalam djangka pendek, apabila tudjuan pemba
ngunan pertamapertama ialah menaikkan produksi beras (pangan)
maka barangkali usaha ini adalah jang termudah dan termurah.
l.
Djurusan kedua dari penanaman modal ialah kearah sektor industri.
Dalam rangka program sandangpangan barangkali industrialisasi
baru akan dilaksanakan sesudah produksi beras dan tekstil sudah
mentjapai tingkatan jang tjukup. Tapi dalam djangka lama, mau
tak mau djalan industrialisasi harus ditempuh karena dilapangan
industrilah terletak harapan kenaikkan produksi jang sebesarbesar
nja dan untuk meletakkan dasardasar guna perekonomian jang
seimbang.
m. Persoalan ketiga, jaitu menaikkan skill pekerdja. pada umumnja,
untuk memperoleh produktivitet kerdja jang lebih tinggi dengan
modal peralatan dan luas tanah jang ada, memerlukan perhatian
jang chusus untuk kepentingan pembangunan di Indonesia, karena
tingkat skill pekerdja disini pada umumnja belumlah memuaskan.
n. Diatas ditindjau setjara summier azasazas pembangunan dilihat dari
sudutpenduduk. Pilihan usaha mana jang akan ditempuh, pertama
kali ditentukan oleh tudjuan jang akan ditjapai. Tapi pada azasnja
ketigatiga usaha harus didjalankan bersamasama untuk mentjapai
tudjuan itu.
Djika tudjuan adalah menaikkan produksi beras dalam djangka
pendek, maka penanamanpenanaman modal dalam pertanian ada
lah jang paling tepat.
Djika tudjuan adalah merubah struktur perekonomian dalam djangka
pandjang, maka transmigrasi harus .didjalankan, disertai dengan
industrialisasi dan usahausaha pendidikan.
§ 725. Transmigrasi
a.
Arti Transmigrasi dalam Pembangunan Indonesia.
Transmigrasi selalu mengambil tempat jang utama dalam rentjana
rentjana pembangunan di Indonesia. Pulau Djawa disatu f:hak
penduduknja terlalu padat sedangkan pulau 2 lainnja kekurangan
tenaga kerdja. Kelebihan penduduk disektor pertanian dipulau
Djawa hares dipindahkan kelapang lain, dan ketempat lain, jang
masih dapat didjadikan tanah pertanian.
Penduduk pulau Djawa tiap tahun bertambah dengan kirakira satu
djuta. Ini berarti bahwa setiap tahun hares ditjarikan pekerdjaan
bagi kira2 200.000 kepala keluarga baru. Sudah tentu oleh indus
trialisasi akan dihisap sebagian (besar) .dari tambahan tenaga ker
dja ini. Tetapi karena tanah Indonesia masih mempunjai kemung
kinankemungkinan perluasan pertanian jang sangat luasnja, maka
pembangunan kearah ini tidak boleh dilalaikan pula. Di kemudian
hari industri 2pun tidak hanja mau dibangunkan dipulau Djawa
764
sadja, tetapi ibeberapa daerah .lain, seperti Sumatra Selatan dan
Utara, daerah Sulawesi Selatan, dllnja, akan merupakan potensi 2
besar untuk berkembang mendjadi daerah2 industri. Semuanja ini
memerlukan penduduk dari pulau Djawa sebagai tenaga kerdja.
b.
Soa12 dan kesukaran2 dalam pelaksanaan transmigrasi.
Pembagian penduduk setjara geografis seperti jang sekarang ter
djadi ini memang setjara historis tidak terdjadi karena setjara
kebetulan sadja. Perkembangan ini memang terdjadi selaras dengan
kekuatan2 ekonomi. Hal ini tidak boleh dilupakan. Selama negara
kita adalah negara agraris, maka penjebaran penduduk djuga akan
mengikuti tanah2 jang subur dan iklim jang baik. Memang tanah
dan iklim dad pulau Djawa djauh lebih subur dan baik daripada
tanah2 di Kalimantan dan sebagian besar dari Sumatra. Sudah
barang tentu manusia dengan karjanja dapat memperbaiki keadaan
kesuburan sesuatu daerah, misalnja dengan mengadakan sistim
pengairan dan dengan menggunakan pupuk2, tetapi semuanja ini
memerlukan kapitalisasi jang serba banjak. Alam 'telah menganu
gerahkan kepada pulau Djawa, Bali dan Lombok, tanah jang sangat
suburnja dan iklim (terutama pembagian hudjan) jang sangat me
nguntungkan pula, dan oleb karena itu pulau2 Sunda Ketjil ini
penduduknja sangat tjepat bertambahnja.
Maka kalau kita sekarang mau memindahkan kelebihan penduduk
ini kepulau2 lain, usaha demikian tidak dapat dikerdjakan tanpa
usaha2 kapitalisasi dari tanahtanah baru itu, baik dengan memba
ngun sistim pengairan jang luas maupun dengan menggunakan
pupuk2 jang intensip. Sudah merupakan pengetahuan umum bahwa
di Sumatra Selatan panen pertama ditJbidang2 tanah transmigrasi
barn sangat menjenangkan, Bering melebihi basil tanah di Djawa ;
tetapi setelah panen kedua dan ketiga maka kesuburan ini turun
sangat, kalau penanamannja tidak disertai pengairan atau pemu
pukan jang tjukup.
Maka usaha transmigrasi, ja'ni usaha pemindahan penduduk dari
Djawa ke pulau2 lain, lekas sekali mentjapai batas 2 kemampuannja,
kalau tidak dilakukan berbarengan dengan usaha 2 pembangunan
daerah (baik pertanian maupun Iapang2 hidup lainnja) diberbagai
bagai pulau itu. Sampai sekarang usaha pembangunan daerah masih
kurang dilakukan dengan intensipnja; oleh karena itu kemampuan
menampung penduduk baru djuga masih sangat terbatasnja.
Soal pembangunan daerah akan memerlukan pembiajaan jang
sangat besarnja. Soal transmigrasi dengan sendiri memerlukan
pembelandjaan jang sangat besarnja pula, dan selama ini belum
dapat disediakan maka tidak ada gunanja untuk mengharapkan
bahwa kita dapat memindahkan sekian ratus ribu penduduk setiap
tahun. Angka2 basil pelaksanaan sampai sekarang hanja membuk
tikan kenjataan ini.
Didalam Rentjana Lima Tahun misalnja dalam 2½ tahun sedjak
1956 hinggga Djuni 1958 telah dikeluarkan pembiajaan sebesar
765
Rp. 143 djuta dan. dengan ini ihanja dapat dipindahkan 12.523
keluarga.
(Lihat laporan Biro Perantjang Negara mengenai peiaksanaan Ren
tjana ini ; halaman 424). Atas dasar sisanja sebanjak Rp. 240
djuta (daripada djumlah alokasi) dapat dikirakirakan djumlah
transmigrasi jang dapat dikirimkan dalam 2½ tahun jang berikut
nja, ja'ni kira2 22.000 keluarga. Njatalah bahwa hasil 2 ini, jang
pada saat ini merupakan batas kemampuan kita, hanja merupakan
beberapa tetes sadja dari keperluan kita. Taksiran jang achir ini
djuga hanja berlaku djika bagian terbesar dari pengiriman jang
akan datang itu ditudjukan ke Sumatra Selatan, dimana telah banjak
terdapat fasilitet2 Pemerintah berupa djalandjalan, djembatan 2 dan
lainlain.
Djika pengiriman dilakukan kedaerah2 jang belum dimilikit fasilitet
ini, maka ongkos2 tetap ini akan mendjadi besar hingga mempe
ngaruhi djumlah transmigran jang dikirim.
Dalam pada ini harus diingat pula nilai daripada uang kita jang
semakin merosot jang ikut mempengaruhi pengiriman transmigran.
Dilain fihak, semua propaganda dan penerangan mengenai trans
migrasi jang pernah dilakukan di Djawa, baik jang bersumber resmi
maupun jang tidak (misalnja oleh karena pemberitaan jang baik
dari kawan2 atau keluarga jang sudah pindah), pada saat ini sudah
banjak menghilangkan keraguraguan orang untuk pindah ke „Se
berang”.
Maka dimana2 dipulau Djawa terdapat pemintaan untuk dipindah
kan jang djauh melebi'hi kemampuan pemerintah untuk menjeleng
garakan.
Sudah beberapa lama pula sifat penerangan/propaganda pemerintah
tidak lagi bersifat andjuran untuk berpindah tetapi hanja bersifat
memberi keterangan kalau diminta mengenai berbagalbagai keper
luan dan tjara berpindah.
Oleh karena Pemerintah tidak dapat menampung lagi segala per
mintaan perpindahan ini maka banjak orang desa jang mampu
berichtiar untuk pergi ketanah „seberang” atas biaja sendiri. Mereka
ini, jang pergi atas pengetahuan pemerintah dan dengan sekedar
bantuan seperlunja, disebut transmigran spontan. Arus transmigrasi
spontan ini dewasa ini dihalangi oleh berbagaibagai rintangan
(bottlenecks), terutama kesukaran dalam fasilitet 2 pengangkutan,
chusus dari Djakarta ke Sumatra Selatan. Kapasitet kereta api dan
hubungan kapal masih terialu ketjil sehingga segala gedjala 2 anti
sosial, seperti pentjatutan2 kartjis dan berbagai2 penipuan, sangat
meradjalelanja. Semuanja ini menundjukkan bahwa permintaan
melebihi persediaan, dan pemerintah kurang mampu dalam menje
diakan fasilitet2 pengangkutan ini.
c.
Konsiderasi2 untuk politik transmigrasi;
Beberapa soal mengenai volume dan effisiensi transmigrasi ini harus
oleh para perentjana negara atau oleh jang menentukan politik
766
negara dalam persoalan ini. Pertama berapakah djumlah pembe
landjaan jang dapat disediakan oleh negara untuk keperluan ini?
Kedua, bagaimana menggunakan sumbersumber pembelandjaan ini
seeffisieneffisiennja ?
Seal menentukan djumlah sumber2 pembelandjaan ini adalah sangat.
peliknja. Dari pembitjaraan dimuka sudah djelas bahwa usaha
transmigrasi dalam keseluruhannja membutuhkan pembelandjaan
jang sangat besarnja. Tetapi begitu pula keperluan projekprojek
pembangunan nasional jang besar.
Maka achirachirnja tidak banjak pula jang dapat dialokir kepada
rentjana transmigrasi ini. Dalam menentukan besar atau luas suatu
projek kita djuga harus menghitung batas2 kemampuan kita, diber
bagai2 tempat atau bagian dari pelaksanaannja ; misalnja, batas 2
kemampuan kita ditentukan oleh kekurangan tenaga ahli, keku
rangan alatalat transpor, kekurangan deviezen, dan lainlainnja.
Tetapi, masih dalam batas2 kemampuan tehnis ini, djumlah sumber 2
pembelandjaan jang dapat dimobilisir untuk keperluan pemindahan
penduduk ini mungkin masih dapat diperbesar kalau politik umum
terhadap pembangunan kita diubah seperlunja. Sampai sekarang
segala pembangunan nasional masih terlalu direntjanakan dan di
biajai oleh Pusat. lni semuanja menimbulkan pembatasan 2 kemam
puan sendiri. Tadi kita simpulkan bahwa transmigrasi ini harus
dipandang sebagai konsekwensi, atau sebagai suatu keperluan
(requirement), dari pembangunan daerah. Maka sebetulnja soal
pembangunan inilah jang harus diberi perhatian pertama, dan bukan
soal pemindahan penduduk dari pulau Djawa. Sebab pangkal
fikiran jang mementingkan soal perpindahan penduduk dari Djawa
sering berakibat bahwa jang diandjurkan untuk pindah (dan jang
dibiajai oleh Pemerintah) adalah orang e jang miskin, jang kurang
sehat, jang kurang giat dan dinamis, pokoknja manusia 2 jang tak
begitu berguna didesa2 di Djawa. Hanja transmigran 2 spontanlah
merupakan manusia2 jang mampu dalam segala hal.
Kalau soal pembangunan daerah diutamakan, dan untuk ini inisiatip
dan tanggungdjawab dari daerah2 itu sendiri dihargai dan disti
mulir, maka berdasar atas otonomi daerah ini (jang diberi kemung
kinan pembelandjaan jang tjukup)';rentjana2 pembangunan daerah
mungkin mendapat momentum jang lebih besar. Kalau daerah sudah
mendapat otanomi dan tanggungdjawab terhadap pembangunannja
sendiri, maka mungkin pemerintah daerah itu sanggup untuk men
tjari sumbersumber keuangan jang lebih besar untuk membelandjai
pembangunan2 "overhead facilities" dalam daerah itu.
Peranan Pemerintah Pusat nanti lebih bersifat mengkoordinasikan.
Karena pemindahan penduduk ini merupakan suatu rentjana jang
luas, jang menjangkut berbagai2 daerah, jang menjangkut berba
gaibagai djawatan pemerintah pusat (misalnja djawatan 2 pengang
kutan), maka pembelandjaan dan aktivitet Pemerintah Pusat harus
ditudjukan kepada mengatur integrasi dan koordinasi masing 2 ba
gian dari rentjana pemindahan penduduk ini. Misalnja Pemerintah
Pusat dapat mentjurahkan perhatiannja jang chusus kepada usaha
pengurangan berbagai2 bottlenecks (rintangan2 karena kekurangan
767
kapasitet). Dewasa ini bottlenecks terutama ada pada transport, alat 2
besar jang memerlukan pembiajaan deviesen, kekurangan 2 ahli
tehnik, dan lainlainnja.
Pertanjaan bagaimana mendjamin effisiensi dari penggunaan pem
belandjaan pemerintah pusat sebetulnja sudah didjawab diatas ini,
ja'ni pemerintah pusat harus mentjurahkan perhatiannja untuk
menjelesaikan bottlenecks ini.
Pentjukupan tenaga ahli, baik dalam lapang tehnik maupun dalam
lapang administrasi dan organisasi, tetap memerlukan perhatian
pemerintah pusat. Dapat diselidiki apakah sesuatu projek bantuan
dart luar negeri dapat sekedar meringankan kebutuhan kita dibi
dang ini. Perentjanaan pembukaan dan pembangunan daerah masih
banjak memerlukan tenaga survey, ja'ni untuk survey geologis,
survey klimatologis dan hidrografis, survey geodetis, dan lain 2nja,
jang semuanja masih memerlukan banjak tenaga tehnik. Maka di
sinilah satu bagian dari rentjana pembangunan nasional membu
tuhkan hasi12 dari bagian lain. Effisiensi dari rentjana a transmigrasi
achirachirnja harus menunggu hasilnja dari rentjana pendidikan
nasional kita.
Selama semua bottlenecks dan kekurangan pembelandjaan ini belum
dapat diatasi maka adalah chajal untuk mengharapkan bahwa dalam
sepuluh tahun ini kita akan memindahkan sekian puluh djuta pen
duduk dari Djawa. Perhitungan logistik jang sederhana sadja sudah
akan menjangkal segala projeksi2 jang hersifat demikian ini.
Usaha transmigrasi tidak berarti bahwa sekian banjak manusia di
pindah dari satu tempat ketempat lain. Jang penting adalah bahwa
manusia2 itu dipindah dari suatu tempat jang tingkat pendapatannja
rata' rendah ketcmpat atau daerah jang tingkat pendapatannja
tinggi. Inilah hukum dad arus gerakan manusia jang disebut mi
grasi. Karena kesuburan asli dari tanahtanah diluar pulau Djawa
adalah kurang daripada di Djawa maka orang 2 desa dart Djawa ini
tidak akan pindah begitu sadja. Produktivitet tani diluar Djawa
harus diperbesar dengan menggunakan tjara a produksi jang me
ngandung lebih banjak modal, modal untuk saluran2 irigasi, modal
untuk menggunakan pupuk buatan, modal untuk membangunkan
alatalat transport jang seiba tjukup.
Tingkat pendapatan dari sesuatu daerah pertanian djuga dapat naik
kalau didalem atau disebelalt daerah itu ada suatu perpusatan
industri, sehingga pertanian dan industri itu dapat saling mengu
atkan kedudukannja. Maka kalau kita dapat bangunkan misalnja
daerah Sumatra Selatan selbagai suatu unit daerah pembangunan
dimana ada pusat industrinja dan ada daerah belakang pertaniannja
jang luas, maka nistjaja pelebaran ruang }tidal) ini akan menarik
banjak transmigran dari Djawa.
d.
Halhat konkrit jang perlu diusahakan.
1. Hakhak para transmigran atas tanah jang diusahakan diberi
djaminan jang lebih kuat dari fihak Pemerintali, dan luasnja
768
2.
3
4.
5.
6.
7.
tanah itu ditentukan lebih luas dari milik keluarga petani di
Djawa, agar djangan sampai menimbulkan "keuterboertjes".
Dalam mengatur hubungan diantara para transmigran dengan
penduduk asli setempat mengenai hake atas tanah jang akan/
telah diusahakan oleh para transmigran, hendaknja.diperhati
kan hak ulajat masjarakat, hukum adat, atas tanah jang ber
sangkutan dan perlunja diadakan pembitjaraan/persetudjuan
terlebih dahulu dengan penguasa adat setempat, dengan me
menuhi sjarat hukum adat jang berlaku, misalnja : upatjara
selamatan, dan lainlain.
Pemerintah membantu dan memberi dorongan untuk terlaksa
nanja assimilasi antara para transmigran dengan penduduk asli
setempat.
Perkebunan2 bibit/proefstation2 diadakan diluar Djawa dalam
diumlah jang tiukup, chususnja didaerahdaerah jang diren
tjanakan akan didjadikan daerah transmigrasi, supaja dengan
demikian berhasilnja usaha para transmigran didaerah itu akan .
lebih ferdjamin.
Jajasan2 transmigrasi dari fihak partikelir mendapat bantuan,
bimbingan dan pengawasan dari fihak Pemerintah.
Pendidikan achlak, disamping pendidikan umum, kepada para
transmigran diberikan sebaikbaiknja dengan penempatan para
petugas2 agama dan alien ulama dikalangan para transmigran.
Peresmian penentuan ibukota negara djuga harus dipandang dari
sudut transmigrasi (letak ibukota harus sentral).
§ 726. Urbanisasi a. Pengertian.
Urbanisasi adalah pertumbuhan darn kotakota didalam negeri jang
sedang mengalami perubahan strukturil2 karena mereka sedang
membangun. Pertumbuhan kota diukur dalam pertumbuhan djum
lah penduduknja. Sudah sedjak sebelum perang dunia 11, dan lebih2
lagi sesudah perang dunia II ini, berbagaibagai kota di Asia telah
tumbuh lebih tjepat daripada pertumbuhan .negeri pada umumnja.
Dengan kata2 lain, kota2 didalam negeri itu tumbuh lebih tjepat
daripada negeri2 itu sendiri. Di India misalnja, sedjak perang dunia II
ini kotakotanja tumbuh lebih daripada dua kali lebih tjepat dari
pada negerinja sebagai kesatuan. Indonesia dalam hal ini djuga
tidak ketinggalan. Kota2 besar di Indonesia banjak jang tumbuh
dengan ketjepatan kira2 5%; sedangkan penduduk negerinja tum
buh dengan ketjepatan kirakiia 2% setahun. .
769
Pada hakekatnja, urbanisasi sebagai suatu gedjala perpindahan
manusia dalam djumlah2 jang serba besar ,tidak banjak bedanja
daripada perpindahan2 manusia jang disebut imligrasi (atau jang
disebut transmigrasi di Indonesia). Dalam ichtiar mentjari perbaik
an kehidupan, manusia telah biasa mengembara, mentjari tempat
nafkah jang lain, disesuatu tempat atau sesuatu negara lain, jang
tampaknja ada kemungkinan2 jang lebih baik bagi pentjaharian
nafkahnja. Perpindahan2 ini disebut mobilitet horisontal dan sejara
ekonomis maka kemampuan mobilitet ini selalu merupakan suatu
keuntungan bagi snafu bangsa. Ada kalanja mobilitet ini kurang,
karena adanja berbagaihagai rintangan. Oleh kekurangan mobile
tet ini maka proses perataan pendapatan didalam masjarakat atau
negara itu djuga agak terhalang. Kalau sesuatu negara ekonominja
sedang tumbuh, maka terdjadilah berbagaibagai perubahan struk
tur. Salah suatu perubahan struktur adalah perubahar imbangan
geografis dalam struktur penempatan tenaga. Kalau djaman perta
nian imbangan geografis ini mengikuti perbedaan 2 kesuburan tanah
dan baiknja iklim, maka dalam zaman industrialisasi penjebaran
dari penempatan'tenaga ini lebih mengikuti "economics of location"
dari berbagaibagai industri ; misalnja banjak industri akan men
dekati sumber2 alamnja, banjak industri 2 lainnja akan herkelompok
didekat kata2 jang besar. Gedjala penjeharan industri jang baru
ini hares diikuti oleh migrasi kaum kerdjanja. Seandainja kita
membangun perekonomian industri dimana industri harus mengikuti
penjeharan geografis dari penduduknja jang lama (jang ditentukan
oleh keperluan2 pertanian) maka sistim perekonomian industri jang
demikian itu tidak akan effisien.
Biarpun mobilitet horisontal ini pada hakekatnja adalah baik untuk
perkembangan ekonomi, namun gerakan2 manusia ini sexing me
nimbulkan persoalan2nja sendiri. Sering kesedjahteraan dari kaum
pekerdja tidak terdjamin didalam lapang dan tempat kerdja jang
bare itu. Maka berbagaibagai soal kemasjarakatan timbul sekitar
gedjala urbanisasi ini, jang semuanja meminta perhatian dari dan
penjelesaian oleh pemimpin2 masjarakat itu.
b.
Sebabsebab dari Urbanisasi.
Urbanisasi di Asia mengandung dua matjam sebab, jakni sebab jang
merupakan kekuatan pendorong dan sebab jang merupakan penarik.
Di sedjarah urbanisasi di Eropah dan Amerika kekuatan penarik
adalah jang terutama. Disitu industria baru kebanjakan berkelom
pok pada kota2 besar atau pada distrik2 jang dekat pada sumber2
alam, seperti batubara dan bidji besi. Tenaga pekerdja mengalir dari
daerah2 pertanian karena tertarik oleh kemungkinan pendapat an
jang lebih besar. Sifat imigrasi demikian itu adalah permanen dan
betulbetul merupakan gedjala perubahan struktur (imbangan
kerdja).
Dinegerinegeri padat di Asia jang kebanjakan serba miskin itu la
pang penghidupan didesadesa dipedalaman lamakelamaan terasa
semakin sempit ; tingkat penghidupan semakin turun oleh karena
adanja „pengangguran jang tak kentara” (disguised unemployment).
770
Kadang2, seperti dibeberapa bagian di Indonesia ini, ada gangguan
keamanan didaerah pedesaan semuanja ini menimbulkan suatu ke
kuatan pendorong kepada orang2 desa untuk mengembara kekota2
untuk mengadu keuntungan disitu.
Sebagianbesar dari migrasi ini, setidaktidaknja dalam niatan per
mulaannja, masih bersifat tidak permanen. Artinja, orang, jang ting
gal kekota ini masih mengharapkan bahwa mereka kelak, atau
dikemudian hari, akan pulang kerumah halamannja. Desa masih
dipandangnja sebagai rumah pangkalnja.
Sifat migrasi dari penduduk desa kekotakota besar di Asia ini ber
beda2 satu sama lainnja. Motif2 dari gerakan penduduk serta hasil
hasilnja, berbeda diantara kota Djakarta, Bangkok, Calcuta, Delhi,
Dacca, dan lainlainnja sebab kepadatan penduduk, tingkat pen
dapatan, kebudajaan, dan lainlainnja, berbedabeda untuk daerah 2 dan
negerinegeri itu. Tetapi, hiarpun demikian gedjala 2 umum dari faktor
pendorong dan faktor penarik itu keduaduanja ada. Di India faktor 2
pendorong rupanja lebih kuat, di. Bangkok. faktor penarik lebih kuat,
dan di Indonesia kedua faktor ini kurang lebih sama kuatnja.
Tidak semuanja kota2 besar di Asia itu mempunjai industri jang
luas jang dapat memberi.pekerdjaan kepada ratusan ribu buruh.
Kebanjakan negeri2 ini belum mempunjai momentum industri jang
besar. Kota Djakarta dan Surabaja tidak merupakan perketjualian.
Tetapi toch tiap2 ttahun beriburibu keluarga masuk kekotakota
besar ini dari pedesaan. Pekerdjaan apa jang dapat diperolehnja ?
Sudah barang tentu industri ketjil atau industri ringan jang banjak
tumbuh dikotakota ini memerlukan banjak buruh, tetapi mungkin
sebagian besar dari penduduk baru mendapat pekerdjaan dalam
lapang2 kerdja jang termasuk lapang kerdja „tertiair”, jakni missal
nja sebagai bakul, dagang ketjil, dagang etjer, dalam usahausaha
pengangktttan (ingat pengendara betja), sebagai pelajan rumah
tangga, dan lainlainnja.
Lapang tertiair ini rupanja sangat elastis, dan mampu menempuh
tenaga kerdja dengan tidak terlalu banjak mengganggu effisiensi
tehnis dari usahanja. Kalau dalam sesuatu pabrik buruhnja terlalu
banjak maka sering orang2 ini hanja mengganggu satu sama lainnja
dan produksi dapat sangat terganggu pub. Tetapi sebuah toko
dapat mempekerdjakan sedjumlah pelajan jang sebe'tulnja agak
kelebihan dengan tiada banjak gangguan effisiensi. Hal demikian
malah sering dirasakan sebagai perbaikan pelajanan.
Gedjala demikian itu bahkan masih dapat dilihat di Tokyo dewasa
ini. Perkembangan Tokyo jang dewasa ini merupakan kota jang
tenbesar didunia dimungkinkan oleh karena lapang2 kerdja tertiair
ini dapat mengabsorbir banjak sekali kaum kerdja jang baru.
Orang kata lapang2 tertiair di kebanjakan kotakota di Asia adalah
"overemployed" (terlalu banjak tenaga kerdjanja). Sudah tentu
overemployment ini meninggikan tingkat ongkos dari lapang djasa 2
ini, tetapi setjara social hal ini harus dipandang sebagai suatu tjara
771
untuk membagi pendapatan nasional setjara lebih merata. Pe
nampungan kelebihan tenaga kerdja dalam lapang2 djasa dikotakota
ini djuga ada untungnja, jakni orang2 ini merasa dirinja produktip,
merasa berdjasa untuk masjarakat. Oleh karena karja mereka ini
maka terkumpullah suatu pengalaman kerdja jang nanti dapat di
pakai setjara lebih produktip, kalau betul' ada penambahan lapang
kerdja jang setjara sosial dipandang lebih effektif.
c.
Soal2 sosial dan ekonomi jang ditimbulkan oleh urbanisasi.
Setjara ekonomis maka suatu aglomerasi didalam suatu kota, jakni
jang menjebabkan gedjala urbanisasi, mengandung berbagaibagai
keuntungan. Suatu kota besar merupakan suatu "labor pool" jang
selalu dapat melajani pabrik2 dan perusahaan2 jang tumbuh atau
lahir baru. Didalam perpusatan tenaga kerdja demikian itu maka
pembentukan keahlian (skill formation) dapat berdjalan lebih lan
tjar, terutama oleh karena lebih mudahnja proses beladjar diantara
sesama kaum kerdja. Suatu perpusatan kota djuga menguntungkan
hidupnja perusahaan2, karena keperluan listerik, air, transport,
djasa2 dari bank2, insurance, dan lainlainnja, semuanja lebih mudah
diatur dalam suatu kota besar.
Tetapi, kalau kotanja mendjadi terlalu besar, maka beberapa fasi
litet tidak dapat segera mengikuti perkembangan permintaan, dan
timbullah rintangan' bottlenecks) jang nrenurunkan effisiensi dari
perpusatan usaha.ini. Misalnja djumlah perumahan tidak mentjuku
pi, djalan2 dikota mendjadi terlalu sempit, persedilaan air kurang.
Semuanja ini merupakan soalsoal jang mempunjai kepentingan
ekonomi, jang utama. Tetapi, selain persoalanpersoalan dibidang
ekonomi ini ada pula persoalanpersoalan jang timbal dibidang
sosilal. Kekurangan perumahan mengakibatkan mahalnja sewa
rumah dan timbulnja „slum areas” (gubuggubug liar), dimana
kaum pekerdja hidup djauh lebih kurang seihat dan sedjahtera di
bandingkan dengan tjara hidupnja didesa. Dikotakota. di Asia
jang tumbuhnja terlalu tjepat, keadaan kesehatan umum (health
dan hygiene) djuga sering menjedihkan.
Para migran kekota sering tidak membawa keluarganja seketika,
karena mereka ini mau menghemat ongkos perpindahannja atau
karena mereka ini mau menghemat ongkos perpindahannja atau
karena mereka ini berharap masih seringsering kembali kekampung
halamannja. Maka terdapatlah perpisahan keluarga jang mem
bawa kepintjangan2 sosial dan moril tersendiri, seperti prostitusi
dan pertjeraian jang sering. Pokoknja, kesehatan mental dari para
migran kekota ini merupakan suatu soal jang perlu diperhatikan.
Dibelakang semua kepintjangankepintjangan sosial ini sering
masih ada suatu kepintjangan sosial jang prinsipiil, jakni perbedaan
kelas jang agak tadjam antara kaum jang punja dan jang tidak
punja. Perbedaan sosial ini menjolok mata sekali dibeberapa kota
besar di Asia, dan dibandingkan dengan kotakota ini maka kota 2
besar kita masih mendingan keadaannja, Sudah selajaknja kaum
jang berada jang pegang kekuasaan dikota itu, dan segala fasilitet2
722
kekotaan (misalnja djalandjalani aspal, air leding, tisterik, dan lain
lainnja) terutama dibangunkan untuk kepentiugan kaum jang ber
ada itu. Pembangunan kampung dikotakota besar sering terlalai.
Kaum jang kurang berada biasanja tidak tjukup kuat setjara politis
untuk mendjamin bahwa pertumbuhan fasilitetfasilitet kota djuga
setjara langsung ditudjukan kepada mereka.
d.
Konsiderasi2 untuk politik slat.
Untuk menanipung kelebihan kaum"pekerdja jang tidak dapat men
tjari nafkah dilapang pertanian lagi itu, maka berbagai 2 industri
ketjil dapat dikembangkan dalam kotakota ketjil dan desa. lni akan
mengurangi migrasi kaum pekerdja kekotakota besar.
Djadi, desa dan kotakota ketjil diindustrialisir, dan bukan kotakota
besar sadja. Hal ini harus didjalankan dengan melistrikkan desa 2
(rural electrificatilon) dan dengan pembangunan sistim djalandjalan
jang baik jang mendjamin lantjarnja hubungan desa dan kota.
Dengan tjara „disperision of industrialihation” ini djumlah ongkos
jang harus dikeluarkan mungkin lebih besar daripada kalau semua
industrialkasi dilakukan hanja dikotakota besar sadja. Tetapi
masjarakat harus membajar ongkos extra ini untuk mendjamin ke
sedjahteraan buruhnja. Sebaliknja politik ini djuga tidak berarti
bahwa pertumbuhan kotakota besar sebagai perpusatanperpusatan
industri sama sekali ditinggalkan. Suatu djalan tengah adalah
untuk mengindustrialisir bukan suatu kota besar, tetapi suatu distrik
atau suatu daerah (jang disebut suatu metropolitan area). Misalnja
tidak semua industri ditempatkan di Djakarta, tetapi disebar dise
kitarnja, sampai Periok, Tanggerang, Djatinegara, Pasar Minggu,
Depok, dan lainlain kola ketjiil sekeliling Djakarta. Industri 2 besar
harus mendirikan perkampungannja sendiri untuk buruhnja. Dengan
industrialisasi suatu metropolitan area maka keuntungan 2 dari
suatu perpusatan industri masilh serba dapat ditjapai.
Djalan pertumbuhan demikian ini tidak akan datang sendiri, tetapi
pemerintah harus mengatur kearah demikian.
Tiap politik penempatan industri didalam batasbatas kota djuga
mengenal masalah „zoning”, jakni pemeriintah kota menentukan
bagianabagian mana disediakan untuk industri, bagian2 mana untuk
kediaman penduduk. „Zoning” ini maksudnja untuk meritjegah
gangguangangguan jang datang dari industri (asap, suara, lalu
lintas, dan lainlainnja) terhadap kesedjahteraan hidup penduduk
kota itu.
Selain politik industrialisasi jang bersifat dispersi ini, maka kepin
tjangan sosial dari suatu urbanisasi t dapat dikurangi oleh suatu
pemerintahan kota jang demokratis dan progresif, dan jang dapat
mendjamin sumbersumber keuangan untuk berbuat demikian.
Pemerintah kota ini harus sadar akan perbedaan sosial jang ada
antara kaum (kelas) jang berada dan jang tidak berada. Maka
773
golongan jang berada harus tjukup dikenakan padjak untuk dapat
melakukan pembangunan kampungkampung kota. Untuk mendja
min sumbersumber keuangan ini pemerintah kota tidak boleh
bersifat „sok sosial” terhadap soal tarip air, listrik, tarip padjak,
dan lainlainnja, jang sebetulnja hanja menguntungkan penduduk
kota jang sudah berada.
Sering penduduk dari golongan jang berada ini mendapat air
minum, listrik, dan lainlain sebagainja, berdasar taripa jang
mengandung subsidi. Maka dalam, pada jang kurang mampu telah
memiberi subsidi kepada kaum jang mampu.
Dalam hal ini patut ditjatat bahwa sifat struktur pemerintah kota
di Indonesia sering masih kurang disesuaikan dengan keperluan 2
kepemerintahan dari suatu kota besar jang industri dan dagangnja
sedang tumbuh dengan tjepatnja. Terutama kekuasaan otonominja,
sebagai sjarat bagi selfgovernment terlalu kurang ; terutama dasar
keuangannja terlalu sempit. Oleh karena itu kotakota besar ini
terlalu tergantung kepada anugerahanugerah dari Pemerintahan
Pusat,
Dibeberapa negeri di Asia telah ditjoba apakah idea dari "community
development" djuga dapat dipraktekkan dilingkungan kota. Artinja,
dengan gugur gunung, dan gotongrojong, berdasar atas sifat kehi
dupan warga kota jang lebih sosial, maka bagian dari) kotapun
(misalnja kampung2 di kota) dapat dibangun dengan tidak banjak
memerlukan belandja modal.
Kehidupan dikota memang setjara tradisionil bersifat individualistis,
kalau dibandingkan kehidupan didesa. Maka usahausaha untuk
lebih „mensosialkan” kehidupan dikota djuga amat sukarnja. Di
kotakota dinegara komunis sistem komune dirasakan belum dapat
dilaksanakan, karena (menurut orang komunis) dikotakota masih
terlalu banjak orang jang pandangan hidupnja bersifat individu
alistis dan berdjuistis.
e.
Usahausaha konkrit :
Disamping jang tersimpul dalam uraian tersebut diatas, perlu dike
mukakan beberapa usahausaha konkrit jang patut mendapat
perhatian dalam masalah urbanisasi.
Untuk mentjegah pemindahan terusmenerus jang akibat buruknja
samasama dimaklumi perlu diadakan tindakan2 diantaranja :
1
Desentralisasi industri
Pendirian pabrikpabrik/perusahaanperusahaan jang baru
supaja ditempatkan diluar kota, dan sedjalan dengan itu di
kembangkan elcktrifikasi.
Sedjauh elektrifikasi belum berhasil, penempatan pabrikpabrik/
perusahaanperusahaan jang menggantungkan tenaganja atas
daja listrik situ; ditempatkan dikotakota ketjil/kabupaten.
774
2.
3.
4.
5.
6.
Begitu djuga tempattempat pendidikan, latihanlatihan kerdja,
rumahrumah sakit, sekolahsekolah termasuk perguruan 2
tinggi; kantorkantor, lembagalembaga dan lain djika mungkin
supaja ditetapkan diluar kota agar dengan demikian kota tidak
selalu menondjol seakan2 Negara kita ini merupakan Negara
Kota, dimana desa hanja mendjadi embe1 2 belaka dan agar
dapat wengurangi faktorfaktor jang antara lain menjebabkan
urbanisasi.
Lalulintas perhubungan diantara kota dan desa supaja di
perbaiki.
Pemindahan penduduk baru kekota diawasi dan tidak terlalu
gegabah diterima.
Pembangunan desa dipertjepat dan
Pemulihan keamanan.
775