Pengembangan perangkat pembelajaran matematika dengan metode naive geometry untuk melatihkan literasi matematis siswa SMP pada materi persamaan kuadrat.

(1)

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN

MATEMATIKA

DENGAN METODE NAIVE GEOMETRY

UNTUK MELATIHKAN

LITERASI MATEMATIS SISWA SMP

PADA MATERI PERSAMAAN KUADRAT

SKRIPSI

Oleh: Maria Ulfa NIM D04212016

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PMIPA

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA APRIL 2017


(2)

(3)

(4)

ii


(5)

(6)

vi

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA

DENGAN METODE NAIVE GEOMETRY UNTUK MELATIHKAN

LITERASI MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI PERSAMAAN KUADRAT

Oleh: MARIA ULFA ABSTRAK

Naive geometry adalah metode geometris sederhana untuk menyelesaikan persamaan kuadrat dengan merepresentasikan bangun persegi dan persegipanjang yang berhimpit kemudian dimanipulasi sedemikian hingga menjadi bangun persegi yang sempurna. Kegiatan representasi adalah salah satu komponen dari literasi matematis. Selain representasi masih banyak komponen literasi matematis lain yang mampu dilatihkan dengan menggunakan metode naive geometry. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran matematika dengan metode naive geometry untuk melatihkan literasi matematis siswa SMP pada materi persamaan kuadrat dan mengetahui kemampuan literasi matematika siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dengan perangkat pembelajaran matematika yang dikembangkan.

Perangkat yang dikembangkan meliputi RPP dan LKS dengan model pengembangan Plomp. Uji coba dilakukan pada 22 siswa kelas VIII – C SMP Ulul Albab Sidoarjo. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah validasi, observasi, angket dan tes. Data kevalidan dan kepraktisan perangkat diperoleh dari hasil penilaian validator. Data keefektifan perangkat pembelajaran diperoleh dari hasil observasi aktivitas siswa, kemampuan guru melaksanakan sintaks pembelajaran dan angket respon siswa. Sedangkan data kemampuan literasi matematika siswa diperoleh dari hasil observasi dan tes literasi matematis yang mengacu pada indikator literasi matematis.

Dari analisis data diperoleh hasil sebagai berikut: rata-rata total kevalidan RPP sebesar 4,20 dan dinyatakan sangat valid; rata-rata total kevalidan LKS sebesar 4,14 dan dinyatakan sangat valid. Perangkat pembelajaran memenuhi kriteria praktis dengan rata-rata penilaian “B” yang berarti dapat digunakan dengan sedikit revisi. Pembelajaran memenuhi kriteria efektif dikarenakan persentase aktivitas siswa yang aktif dalam pembelajaran dengan persentase 95,3% lebih besar daripada persentase aktivitas siswa yang pasif yaitu 4,7%.; kemampuan guru melaksanakan sintaks pembelajaran sebesar 3,51 yang termasuk dalam kategori sangat baik; respon positif siswa sebesar 82,65%; dan hasil observasi dan tes literasi matematis siswa menunjukkan 22,73% siswa mempunyai kemampuan literasi matematika “tinggi”, 68,18% siswa mempunyai kemampuan literasi matematika “sedang” dan 9,09% siswa mempunyai kemampuan literasi matematika “rendah”.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian dan Pengembangan ... 6

D. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan... 7

E. Manfaat Pengembangan ... 7

F. Asumsi dan Keterbatasan ... 8

G. Definisi Operasional ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika ... 11

B. Naive Geometry 1. Sejarah Matematika dalam Pembelajaran ... 12

2. Sejarah Matematika Naive Geometry ... 13

3. Metode Naive Geometry ... 17

4. Pembelajaran Matematika dengan Metode Naive Geometry .... 19

5. Perangkat Pembelajaran Matematika dengan Metode Naive Geometry ... 20

C. Literasi Matematis 1. Pengertian Literasi Matematis ... 21

2. Indikator Literasi Matematis ... 23

D. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... 30

BAB III METODE PENELITIAN A. Model Penelitian dan Pengembangan ... 34


(8)

C. Uji Coba Produk

1. Desain Uji Coba ... 53

2. Subjek Uji Coba ... 54

3. Jenis Data ... 54

4. Instrumen Pengumpul Data ... 55

5. Teknik Analisis Data ... 60

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN A. Data Uji Coba 1. Data Kevalidan Perangkat Pembelajaran ... 70

2. Data Kepraktisan Perangkat Pembelajaran ... 73

3. Data Keefektifan Perangkat Pembelajaran ... 74

4. Data Hasil Kemampuan Literasi Matematika Siswa ... 81

B. Analisis Data Uji Coba 1. Analisis Data Kevalidan Perangkat Pembelajaran ... 94

2. Analisis Data Kepraktisan Perangkat Pembelajaran... 97

3. Analisis Data Keefektifan Perangkat Pembelajaran ... 98

4. Analisis Data Hasil Kemampuan Literasi Matematika Siswa .. 105

C. Revisi Produk ... 106

D. Kajian Produk Akhir ... 114

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 117

B. Saran ... 118

DAFTAR PUSTAKA ... 119


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di abad ke-20 ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat.Salah satu ilmu pengetahuan yang berperan penting dalam perkembangan pendidikan adalah matematika.Peran matematika dalam pendidikan adalah meningkatkan penguasaan sains dan teknologi baik aspek terapan maupun penalaran.1Hal ini menunjukkan bahwa metematika adalah ilmu yang penting untuk dipelajari oleh siswa.

Pelajaran matematika adalah salah satu pelajaran wajib di sekolah. Di ujian nasional SMP, matematika juga termasuk mata pelajaran yang ikut diujikan selain Bahasa Indonesia, IPA dan Bahasa Inggris. Berdasarkan peraturan pemerintah terbaru tentang penyelenggaraan UN di tahun 2016, syarat kelulusan siswa bukan sepenuhnya diambil dari nilai UN.Syarat kelulusan siswa 50% dari nilai UN dan 50% sisanya dari nilai sekolah.

Nilai UN matematika siswa SMP pada tahun 2016 masih rendah. Hal ini dipaparkan oleh Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Kemdikbud yang bernama Nizam. Beliau mengatakan bahwa hal tersebut merupakan pekerjaan rumah yang belum terselesaikan dari tahun ke tahun, nilai matematika selalu rendah. Nizam juga menjelaskan bahwa rendahnya nilai matematika tahun 2016 juga disebabkan karena soal-soal matematika di UN 2016 menguji daya penalaran yang lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Ini artinya 41,92 persen siswa SMP kita baru pada sampai tahap memahami apa yang diajarkan, belum sampai pada mengalokasikan, apalagi menalar.2

Rendahnya kemampuan siswa SMP di Indonesia dalam menguasai matematika juga terlihat dari hasil survey PISA (Programme For International Student Assesment) pada tahun 2012. PISA merupakan suatu bentuk evalusi yang diadakan

1Daniel R. Mautang, Tesis: “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Pokok Bahasan Persamaan Kuadrat di Kelas 3 SMP Negeri 4 Passi”. (Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2004), 1.

2Koran Jakarta, “Nilai UN 1,8 Juta Siswa SMP Dibawah Standar” Evaluasi Ujian

Nasional-Nilai Matematika Terus Jeblok, diakses dari http://www.koran-jakarta.com, pada tanggal 19 Oktober 2016


(10)

2

setiap tiga tahun sekali oleh OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) sejak tahun 2000.Penilaian PISA fokus pada membaca, matematika, sains dan pemecahan masalah. Penilaian ini tidak hanya memastikan apakah siswa dapat mengetahui apa yang mereka pelajari namun juga melihat seberapa baik mereka mampu mengeksplorasi dan menerapkannya baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah. Kemampuan matematika siswa oleh PISA disebut dengan literasi matematis.3

Literasi matematis adalah kemampuan seseorang untuk merumuskan, menerapkan dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks, termasuk kemampuan melakukan penalaran secara metematis dan menggunakan konsep, prosedur, dan fakta untuk menggambarkan, menjelaskan atau memperkirakan fenomena atau kejadian.4Literasi matematis membantu siswa dalam memahami peran dan kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan survey dari PISA pada tahun 2012 terhadap literasi matematis siswa menunjukkan bahwa siswa Indonesia menempati peringkat 64 dari 65 negara. Hampir semua siswa Indonesia yang berusia 15 tahun ikut berpartisispasi, namun hasilnya 98,5% siswa hanya mampu mencapai level 3 dari 6 level yang sudah ditetapkan oleh PISA.5

Pada level 3 siswa Indonesia hanya mampu melaksanakan prosedur dengan baik dalam menyelesaikan soal serta dapat memilih strategi pemecahan masalah.Sedangkan pada level 4 PISA siswa diharap mampu bekerja secara efektif dengan model dan dapat memilih serta mengintegrasikan representasi yang berbeda, kemudian menghubungkannya dengan dunia nyata.6

3Nurina Ayuningtyas, Tesis: “Profil Literasi Matematis Berdasarkan Standar PISA Siswa

Kelas X Ditinjau dari Gaya Kognitif Visualizer dan Verbaizer. (Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2015), 11.

4 Indrie Noor Aini, “Meningkatkan Literasi Matematis Siswa melalui Pendekatan

Keterampilan Proses Matematis (Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa Madrasah

Tsanawiyah)”. (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2013), 2.

5Sesuai hasil survey PISA pada tahun 2012 terhadap kemampuan literasi matematis

siswa.Dikutip dari Nurina Ayuningtyas, Op. Cit., hal 4.

6Harianto Setiawan, Dafik, dan Nurcholif Diah Sri Lestari, “Soal Matematika dalam PISA

Kaitannya dengan Literasi Matematika dan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi”,


(11)

3

Kebanyakan siswa Indonesia belum mencapai kemampuan matematika PISA level 4. Hal ini menunjukkan bahwa siswa di Indonesia masih kesulitan dalam membuat model matematika dan menghubungkan masalah matematika dengan dunia nyata.Kesulitan ini dipicu dari tidak terbiasanya siswa dalam menyelesaikan masalah matematika yang berkaitan langsung dengan dunia nyata.Oleh karena itu perlu diadakannya pembelajaran yang bermakna sehingga siswa mampu mengaitkan masalah matematika dengan dunia nyata.Salah satu contoh pembelajaran yang bermakna adalah dengan memasukkan unsur sejarah didalamnya.

Pada bidang matematika banyak sekali peneliti yang menyarankan penggunaan sejarah matematika dalam proses pembelajaran.7 Hal ini dikarenakan sejarah mampu memberikan banyak keuntungan dalam proses pembelajaran. Diantaranya adalah sejarah bisa dijadikan sebagai objek cerita untuk menarik minat siswa dalam belajar.Kemudian sejarah juga bisa dijadikan sebagai motivasi supaya keinginan belajar siswa meningkat.Yang terakhir sejarah juga dapat digunakan untuk menjelaskan materi abstrak yang sulit dipahami oleh siswa.

Contoh materi abstrak yang sulit dipahami oleh siswa SMP adalah aljabar.Aljabar adalah cabang matematika yang mempelajari penyederhanaan dan pemecahan masalah menggunakan simbol tertentu yang mewakili bilangan atau yang dikenal dengan istilah variabel.Dalam kurikulum 2013, Aljabar adalah salah satu materi yang diberikan kepada siswa SMP kelas VIII.Namun kenyataannya banyak siswa yang masih sulit dalam memahami materi aljabar.

Kesulitan yang dihadapi siswa ketika belajar aljabar antara lain: (1) siswa tidak biasa dengan langkah-langkah aljabar, (2) siswa bingung dengan perbedaan penggunaan huruf pada aljabar, dan (3) siswa menemukan aljabar terlalu abstrak.8 Salah satu contoh kesulitan siswa SMP kelas VIII dalam belajar aljabar

7 Intan Bigita Kusumawati, Tesis: “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model Kooperatif dengan Menggunakan Pendekatan Saintifik dan Metode Naive Goemetry pada Materi Persamaan kuadrat di Kelas VIII SMP”. (Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2014), 1.

8Diana Tri Cholidah, Tesis: “Profil Berpikir Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Aljabar Ditinjau dari Gaya Belajar”. (Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2014), 18.


(12)

4

adalah siswa menganggap bahwa + 2 adalah sama dengan 2+ 2. Hal ini menunjukkan siswa belum mengetahui apa makna dari operasi aljabar yang dia temui.

Pembelajaran dengan menggunakan sejarah matematika dirasa mampu untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap pelajaran matematika.Salah satu sejarah matematika yang dapat digunakan untuk melatihkan kemampuan aljabar adalah metode naive geometry. Metode naive geometrydigunakan untuk mempelajari materi persamaan kuadrat khususnya mencari akar-akar persamaan kuadrat.9Persamaan kuadrat adalah salah satu materi yang harus dikuasai siswa SMP sesuai dengan kompetensi dasar pada mata pelajaran matematika SMP kelas VIII kurikulum 2013.Melalui kompetensi dasar ini diharap siswa mampu untuk menentukan akar persamaan kuadrat dengan satu variabel yang tidak diketahui.

Naive geometry adalah metode geometris sederhana untuk menyelesaikan persamaan kuadrat.10Dalam menyelesaikan persamaan kuadrat dengan menggunakan metode naive geometry, siswa diminta untuk merepresentasikan bangun persegi dan persegipanjang yang berhimpit kemudian dimanipulasi sedemikian hingga menjadi bangun persegi yang sempurna. Dengan menggunakan metode naive geometry diharapkan siswa mampu memahami persamaan kuadrat yang terlihat abstrak menjadi lebih konkrit.

Dengan menerapkan metode naive geometry dalam pembelajaran diharapkan siswa mampu menyelesaikan masalah persamaan kuadrat untuk melatihkan kemampuan literasi matematika siswa.Oleh karena itu peneliti mengambil judul

penelitian “Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Matematika dengan Metode Naive Geometry untuk Melatihkan Literasi Matematis Siswa SMP pada Materi Persamaan Kuadrat”.

9 Intan Bigita Kusumawati, Op. Cit., hal 3. 10


(13)

5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana kevalidan perangkat pembelajaran matematika dengan metode naive geometry untuk melatihkan literasi matematis siswa SMP pada materi persamaan kuadrat? 2. Bagaimana kepraktisan perangkat pembelajaran matematika

dengan metode naive geometry untuk melatihkan literasi matematis siswa SMP pada materi persamaan kuadrat? 3. Bagaimana keefektifan pembelajaran matematika dengan

metode naive geometry untuk melatihkan literasi matematis siswa SMP pada materi persamaan kuadrat?

Keefektifan pembelajaran matematika dengan metode naive geometry untuk melatihkan literasi matematis siswa SMP pada materi persamaan kuadrat dapat diketahui dari pertanyaan sebagai berikut :

a. Bagaimana aktivitas siswa selama berlangsungnya pembelajaran matematika dengan metode naive geometry untuk melatihkan literasi matematis siswa SMP pada materi persamaan kuadrat?

b. Bagaimana kemampuan guru melaksanakan sintaks pembelajaran matematika dengan metode naive geometry untuk melatihkan literasi matematis siswa SMP pada materi persamaan kuadrat?

c. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan metode naive geometry untuk melatihkan literasi matematis siswa SMP pada materi persamaan kuadrat?

4. Bagaimana kemampuan literasi matematika siswa SMP setelah mendapatkanpembelajaran matematika dengan metode naive geometry pada materi persamaan kuadrat?


(14)

6

C. Tujuan Penelitian dan Pengembangan

Tujuan dari penelitian pengembangan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikankevalidan perangkat pembelajaran matematika dengan metode naive geometry untuk melatihkan literasi matematis siswa SMP pada materi persamaan kuadrat.

2. Untuk mendeskripsikan kepraktisan perangkat pembelajaran matematika dengan metode naive geometry untuk melatihkan literasi matematis siswa SMP pada materi persamaan kuadrat.

3. Untuk mengetahui keefektifan pembelajaran matematika dengan metode naive geometry untuk melatihkan literasi matematis siswa SMP pada materi persamaan kuadrat.

Keefektifan pembelajaran matematika dengan metode naive geometry untuk melatihkan literasi matematis siswa SMP pada materi persamaan kuadrat dapat diketahui dari tujuan sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui aktivitas siswa selama berlangsungnya pembelajaran matematika dengan metode naive geometry untuk melatihkan literasi matematis siswa SMP pada materi persamaan kuadrat. b. Untuk mengetahui kemampuan guru melaksanakan

sintaks pembelajaran matematika dengan metode naive geometry untuk melatihkan literasi matematis siswa SMP pada materi persamaan kuadrat.

c. Untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan metode naive geometry untuk melatihkan literasi matematis siswa SMP pada materi persamaan kuadrat.

4. Untuk mengetahuikemampuan literasi matematika siswa SMP setelah mendapatkan pembelajaran matematika dengan metode naive geometry pada materi persamaan kuadrat.


(15)

7

D. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

Produk yang akan dikembangkan oleh peneliti adalah perangkat pembelajaran matematika yang terdiri dari:

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan metode naive geometry untuk melatihkan literasi matematis siswa SMP pada materi persamaan kuadrat

2. Lembar Kerja Siswa (LKS) dengan metode naive geometry untuk melatihkanliterasi matematis siswa SMP pada materi persamaan kuadrat

E. Manfaat Pengembangan

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, antara lain : 1. Bagi Penulis

Penelitian ini dapat memberikan wawasan, pengetahuan serta pengalaman dalam mengembangkan disiplin ilmu yang telah dimiliki. Selain itu penggunaan metode naive geometry dalam pembelajaran matematika diharapkan dapat melatihkan kemampuan literasi matematis siswa SMP.

2. Bagi Guru

Pembelajaran matematika dengan metode naive geometry untuk melatihkanliterasi matematis siswa SMP pada materi persamaan kuadrat ini dapat memberikan informasi metode mengajar yang baru dan belum pernah dipakai oleh guru.

3. Bagi Siswa

Siswa diharapkan lebih termotivasi dalam mengikuti pembelajaran matematika dengan metode naive geometry dan dapat membantu melatihkanliterasi matematis siswa.

4. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam melakukan penelitian yang sejenis.


(16)

8

F. Asumsi dan Keterbatasan

1.

Asumsi Penelitian

Asumsi adalah kondisi yang ditetapkan sehingga jangkauan penelitian atau riset jelas batasnya.Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa siswa mengisi angket respon siswa dengan sebenar-benarnya.

2.

Batasan Penelitian

Penelitian ini memiliki batasan penelitian agar tujuan penelitian yang diinginkan tercapai. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dalam penyusunan penelitian ini hanya sebatas pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS).

b. Penelitian ini menggunakan materi Persamaan Kuadrat dengan kompetensi dasar “Menentukan akar persamaan kuadrat dengan satu variabel yang tidak

diketahui”.

G. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan dalam penafsiran pada penelitian ini, maka perlu didefinisikan beberapa istilah sebagai berikut:

1. Pengembangan perangkat pembelajaran adalah serangkaian proses atau kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan suatu alat pembelajaran berdasarkan teori pembelajaran yang telah ada. Alat pembelajaran yang dimaksud adalah sekumpulan sumber belajar yang memungkinkan siswa dan guru melakukan kegiatan pengajaran, meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS).

2. Naive geometry merupakan metode geometris sederhana untuk menyelesaikan persamaan kuadrat khususnya mencari akar-akar persamaan kuadrat dengan bantuan bangun geometri, yaitu bangun persegi dan persegipanjang yang salah satu sisinya saling berhimpit.

3. Pembelajaran matematika dengan metode naive geometryadalah sebuah upaya untuk membantu siswa membangun konsep persamaan kuadrat dengan


(17)

9

menggunakan bangun datar persegi dan persegipanjangyang salah satu sisinya saling berhimpit.

4. Literasi matematis adalah kemampuan seseorang untuk merumuskan, menerapkan dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks, termasuk kemampuan melakukan penalaran secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur, dan fakta untuk menggambarkan, menjelaskan atau memperkirakan fenomena atau kejadian.

5. Valid adalah ketepatan dan kecermatan suatu perangkat pembelajaran dalam melakukan fungsi ukurnya. Perangkat pembelajaran dikatakan valid apabila validator menyatakan bahwa perangkat sudah sesuai dengan aspek-aspeknya. 6. Perangkat pembelajaran dikatakan praktis jika validator

menyatakan bahwa perangkat layak digunakan di lapangan dan realitanya menunjukkan bahwa mudah bagi para pengguna untuk menggunakan perangkat pembelajaran tersebut secara leluasa.

7. Perangkat pembelajaran dikatakan efektif jika terdapat kesesuaian antara pelaksanaan pembelajaran dengan indikator-indikator efektifitas pembelajaran. Adapun indikator-indikator efektifitas pembelajaran dalam penelitian ini meliputi :

a. Aktivitas siswa efektif

b. Kemampuan melaksanakan sintaks pembelajaran c. Respon siswa terhadap pembelajaran positif

8. Aktivitas siswa adalah kegiatan siswa selama pembelajaran berlangsung.Keefektifan aktivitas siswa diukur dengan menggunakan lembar pengamatan aktivitas siswa selama proses kegiatan belajar mengajar.

9. Kemampuan guru melaksanakan sintaks pembelajaran adalah sejauh mana guru mampu melaksanakan langkah-langkah pembelajaran dalam Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan metode naive geometry selama proses pembelajaran.

10. Respon siswa diperoleh melalui angket yang digunakan untk mengukur pendapat siswa terhadap pembelajaran matematika dengan metode naive geometry.

11. Kemampuan literasi matematis adalah kecakapan yang dimiliki dalam merumuskan, menerapkan dan menafsirkan


(18)

10

matematika dalam berbagai konteks, termasuk kemampuan melakukan penalaran secara metematis dan menggunakan konsep, prosedur, dan fakta untuk menggambarkan, menjelaskan atau memperkirakan fenomena atau kejadian. Kemampuan literasi matematis siswa dalam penelitian ini dinilai dari observasi dan literasi matematis.


(19)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Matematika

Pengertianbelajar berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.1 Sejalan dengan pendapat Slameto yang mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.2 Sehingga dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu upaya seseorang untuk mengubah tingkah laku secara utuh yang merupakan hasil dari pengalamannya dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar.

Muhaimin mengatakan bahwa pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa untuk belajar.3 Kegiatan pembelajaran akan melibatkan siswa mempelajari sesuatu secara efektif dan efisien. Sedangkan menurut Suherman pembelajaran adalah proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah, seperti guru, sumber/fasilitas, dan teman sesama siswa.4 Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu upaya siswa untuk mengubah tingkah laku secara utuh dengan cara melakukan proses sosialisasi dengan lingkungan sekolah seperti teman, guru, dan sumber/fasilitas belajar.

Pembelajaran matematika menurut Nikson adalah suatu upaya membantu siswa untuk membangun konsep atau prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep atau prinsik itu terbangun kembali.5

1

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, “Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)”, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, diakses dari http://kbbi.web.id/ajar, pada tanggal 30 Maret 2016

2

Slameto Alfabeta, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010), 2.

3

Yatim Riyanto, Paradigma Pembelajaran, (Surabaya: Unesa Press, 2005). 89 4

Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: UPI, 2001), 9. 5

Rachmatiyah, Tesis: “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Kontekstual dengan Strategi REACT pada Materi Peluang di SMK Negeri 1 Tarakan”. (Surabaya: Universitas


(20)

12

Konsep-konsep matematika pada tingkat yang lebih tinggi tidak mungkin dipahami bila prasyarat yang mendahului konsep-konsep itu tidak dipelajari. Belajar matematika tidak dama dengan belajar ilmu-ilmu lain. Dalam belajar matematika konsep-konsep yang ada harus dipahami tidak cukup jika hanya dihafalkan. Jika belajar matematika hanya dengan hafalan maka siswa akan menemui kesulitan. Bahan pelajaran yang diperoleh dengan hafalan belum siap untuk dipakai dalam pemecahan masalah.

B. Naive Geometry

1. Sejarah Matematika dalam Pembelajaran

Sejarah matematika adalah penyelidikan terhadap asal mula penemuan di dalam matematika dan sedikit perluasannya. Penyelidikan terhadap metode dan notasi matematika dimasa silam. Dalam perjalanan sejarahnya matematika berperan membangun peradaban manusia sepanjang masa. Penggunaan sejarah matematika dalam pembelajaran mulai dikembangkan di era ini.

Beberapa peneliti diantaranya Fauvel dan Maanen, Radford, dan Katz menyarankan untuk menggunakan sejarah matematika dalam proses proses pembelajaran matematika6 Hal ini dikarenakan kesulitan berpikir dalam menemukan atau mempelajari konsep baru yang dihadapi masyarakat jaman dahulu bisa jadi sama dengan kesulitan siswa dalam mempelajari konsep baru.

Banyak keuntungan yang bisa didapat dari penerapan sejarah matematika dalam proses pembelajaran. Fauvel menyatakan terdapat tiga pengaruh positif penggunaan sejarah matematika dalam proses belajar siswa,7 yaitu:

a. Understanding (pemahaman)

Perspektif sejarah dan perspektif matematika (struktur modern) saling melengkapi untuk memberikan gambaran yang jelas dan menyeluruh,

6

Intan Bigita Kusumawati, Op. Cit. hal 20.

7 Sumardyono, “Pemanfaatan Sejarah Matematika di Sekolah” PPPPTK Matematika

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, diakses dari http://p4tkmatematika.org/2012/08/pemanfaatan-sejarah-matematika-di-sekolah/, pada tanggal 30 Maret 2016.


(21)

13

yaitu pemahaman yang rinci tentang konsep-konsep dan teorema-teorema matematika, serta pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana konsep-konsep matematika saling berhubungan dan bertemu.

b. Enthusiasm (antusiasme)

Sejarah matematika memberikan sisi aktivitas manusia dan tradisi/kebudayaan manusia. Pada sisi ini, siswa merasa menjadi bagiannya sehingga menimbulkan antusiasme dan motivasi tersendiri.

c. Skills (keterampilan)

Yang dimaksud Fauvel bukan keterampilan matematis semata, tetapi keterampilan dalam hal: keterampilan research dalam menata informasi, keterampilan menafsirkan secara kritis berbagai anggapan dan hipotesis, keterampilan menulis secara koheren, keterampilan mempresentasikan kerja, dan keterampilan menempatkan dan menerima suatu konsep pada level yang berbeda-beda. Keterampilan-keterampilan di atas jarang diantisipasi dalam pembelajaran konvensional/tradisional.

Penggunaan sejarah matematika dalam pembelajaran tidak semata-mata membuat siswa dalam sekejap langsung memperoleh nilai yang tinggi pada suatu topik tertentu dalam semalam, tetapi dapat membuat pelajaran matematika lebih bermakna bagi siswa. Ketika pelajaran matematika menjadi bermakna, siswa tidak akan mengalami kesulitan dalam memahami materi yang dipelajari.

2. Sejarah Matematika Naive Geometry

Dari penelitian yang dilakukan oleh Radford & Guerette, salah satu sejarah matematika yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan aljabar siswa


(22)

14

adalah naive geometry.8Naive geometry merupakan metode geometris sederhana untuk menyelesaikan persamaan kuadrat khususnya mencari akar-akar persamaan kuadrat.

Berdasarkan penelitian Hoyrup, zaman dahulu masyarakat Babilonia kuno (2000 SM-1600 SM) sudah mengenal dan dapat menyelesaikan persamaan kuadrat walaupun masih sangat terbatas. Hal ini dikemukakan Hoyrup berdasarkan temuannya pada naskah dalam prasasti masyarakat Babilonia. Prasasti ini bernama BM 13901 yang sekarang disimpan di British Museum.

Dibawah ini adalah salah satu cuplikan naskah prasasti BM 13901 “The Surface and my confrontation (the square-line) I have accumulated 45.” Hoyrup menerjemahkan naskah tersebut menggunakan simbol aljabar. Sehingga hasil terjemahannya seperti dibawah ini

The surface and my confrontation I have accumulated .” Dalam terjemahan Hoyrup 45’ sama dengan , 30’ sama dengan , dan 15’ sama dengan .

Permasalahan yang tertulis dalam prasasti tersebut adalah untuk mencari sisi dari persegi, dimana diketahui jumlah dari luas persegi dan persegi panjang adalah . Pemahaman masyarakat babilonia tentang persegi bukanlah persegi seperti yang kita kenal saat ini tetapi persegi tersebut mempunyai sisi proyeksi atau sisi dengan proyeksi yang disebut canonical projection atau proyeksi kanonik. Proyeksi tersebut berupa persegi panjang dengan panjang l dan lebar x. Jadi, luas daerah yang dimaksud sebesar adalah merupakan total luas dari persegi dan proyeksi kanonisnya.9 Jika kesimpulan tersebut disimbolkan dalam bentuk alajabar menjadi � + � = .Agar lebih jelas, perhatikan gambar di bawah ini.

8Intan Bigita Kusumawati, “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Dengan Pendekatan

Sejarah Naive Geometry pada Materi Persamaan Kuadrat di Kelas VIII SMP, Jurnal Edukasi, 1, (April, 2015), 109.

9


(23)

15

Gambar 2.1 Persegi

Gambar 2.2

Sisi dengan Proyeksi atau Proyeksi Kanonik

Gambar 2.3

Persegi dengan Proyeksi Kanonik

Namun solusi dari permasalahan tersebut tidak digambarkan dengan jelas dalam prasasti.

Berikut ini adalah hasil terjemahan Hoyrup yang telah disempurnakan oleh Radford dan Gurette dari petunjuk dalam prasasti BM 13901:

Tabel 2.1

Terjemahan Prasasti BM 13901 Versi Hoyrup Naskah Prasasti

BM 13901

Terjemahan oleh Hoyrup

Terjemahan dalam Bahasa

Indonesia The surface and

my confrontation

I have

accumulated 45’.

The surface and my confrontation (the square-line) I have accumulated

Pertemukan kedua luas (berhimpit pada sisi persegi x) sehingga hasil penjumlahannya X

1

X

1

X


(24)

16

. adalah .

You pose. The moiety of 1 you break, 30’ and

30’you make span.

The half of 1 you break, and you make span (a regtangle, here a square).

Kamu membagi setengah dari 1, Sehingga sisinya dan kemudian dikalikan (sebuah persegi panjang, kemudian menjadi persegi).

15’ to 45’ you append: 1 makes 1 equaliteral. 30 which you have made span.

to you append:

1, make 1

equaliteral.

Kamu

menambahkan (luas persegi dengan sisi ) ke luas sebelumnya sehingga hasilnya sama

dengan 1,

kemudian buat persamaan dengan hasil 1. In the inside of1

you tear out: 30’ the confrontation.

which you made span you tear out inside 1: the square-line.

Persegi dengan sisi sebesar kamu tambahkan

kedalam 1:

sehingga sisi dari persegi x adalah


(25)

17

Hoyrup kemudian menginterpretasikan penyelesaian masalah tersebut dalam bentuk geometri, interpretasi geometri dari petunjuk yang terdapat dalam prasasti BM 13901 menurut Hoyrup adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2

Interpretasi Geometri Terjemahan Prasasti BM 13901 Menurut Hoyrup

Terjemahan Prasasti BM 13901 Menurut

Hoyrup

Ilustrasi

Pertemukan kedua luas (berhimpit pada sisi persegi x) sehingga hasil penjumlahannya adalah .

Kamu membagi

setengah dari 1, Sehingga sisinya dan kemudian dikalikan (sebuah persegi panjang, kemudian menjadi persegi). Kamu menambahkan

(luas persegi dengan sisi ) ke luas sebelumnya sehingga hasilnya sama dengan 1, kemudian buat persamaan dengan hasil 1.

x +

x x

x 1

x


(26)

18

Persegi dengan sisi

sebesar kamu

tambahkan kedalam 1: sehingga sisi dari persegi x adalah .

3. Metode Naive Geometry

Metode naive geometry merupakan metode geometris sederhana untuk menyelesaikan persamaan kuadrat khususnya mencari akar-akar persamaan kuadrat. Dari interpretasi geometri terjemahan prasasti BM 13901 dapat disimpulkan langkah-langkah menyelesaikan persamaan kuadrat � + � = dengan metode Naive Geometry adalah sebagai berikut:

a. Modelkan persamaan � + � = kedalam bentuk persegi dan persegipanjang.

b. Potong persegipanjang secara vertikal menjadi dua bagian yang sama besar.

x

x

b

x

x


(27)

19

c. Ambil salah satu potongan persegipanjang dan pindahkan sedemikian hingga sisi dari persegipanjang yang dipindahkan berhimpit dengan sisi dari persegi bagian bawah.

d. Tambahkan persegi kecil pada bangun datar baru yang terbentuk untuk menyempurnakan bentuk pesegi baru.

e. Dari persegi baru yang terbentuk diketahui bahwa panjang sisinya adalah � +� dan luasnya adalah

+ � . Karena luas persegi sama dengan sisi dikali sisi maka,

(� + ) = + ( ) � + = √ + ( ) � = √ + ( ) −

x

x

x


(28)

20

4. Pembelajaran Matematika dengan Metode Naive Geometry

Pembelajaran matematika menurut Nikson adalah suatu upaya membantu siswa untuk membangun konsep atau prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep atau prinsip itu terbangun kembali.10 Konsep-konsep matematika pada tingkat yang lebih tinggi, tidak mungkin dipahami bila prasyarat yang mendahului konsep-konsep itu tidak dipelajari. Belajar matematika tidak sama dengan belajar ilmu-ilmu lain. Dalam belajar matematika konsep-konsep yang ada harus dipahami, tidak cukup jika hanya dihafalkan. Jika belajar matematika hanya dengan hafalan maka siswa akan menemui kesulitan. Bahan pelajaran yang diperoleh dengan hafalan belum siap untuk dipakai dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan latar belakang penelitian pada bab I telah dijelaskan bahwa siswa kesulitan dalam memahami materi aljabar. Salah satu materi aljabar yang tercantum dalam kompetensi dasar matematika kurikulum 2013 yaitu persamaan kuadrat. Cara penyampaian materi persamaan kudrat secara konvensional disekolah adalah dengan menunjukkan bentuk umum persamaan kuadrat dan cara penyelesaiannya menggunakan pemfaktoran, melengkapkan kuadrat sempurna dan rumus kuadratik.

Secara umum siswa memang mahir menghitung penyelesaian persamaan kuadrat. Namun ketika diberi soal aplikasi persamaan kuadrat dalam kehidupan sehari-hari beberapa siswa akan merasa kebingungan. Karena mereka terbiasa menggunakan rumus tanpa tahu makna rumus yang mereka gunakan. Pembelajaran seperti ini akan memiliki kehampaan makna. Siswa akan menganggap matematika adalah kumpulan angka dan huruf tanpa arti.

Seperti yang telahdijelaskan sebelumnya, metode naive geometry merupakan metode geometris sederhana

10

Rachmatiyah, Tesis: “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Kontekstual dengan Strategi REACT pada Materi Peluang di SMK Negeri 1 Tarakan”. (Surabaya: Universitas


(29)

21

untuk menyelesaikan persamaan kuadrat khususnya mencari akar-akar persamaan kuadrat dengan bantuan bangun geometri.Pembelajaran matematika dengan metode naive geometryadalah sebuah upaya untuk membantu siswa membangun konsep persamaan kuadrat dengan menggunakan bangun datar persegi dan persegipanjang yang saling berhimpit.Pembelajaran dengan menggunakan metode naive geometry pada materi persamaan kuadrat akan sangat berbeda dengan pembelajaran konvensional di sekolah. Siswa akan diajak untuk menemukan penyelesaian persamaan kuadrat dengan bantuan bangun geometri.

Diawal pembelajaran siswa akan ditunjukkan masalah nyata yang akan diselesaikan dengan metode naive geometry. Kemudian siswa diminta untuk menggambarkan masalah tersebut dalam bentuk geometris. Tahap selanjutnya siswa akan diarahkan untuk membuat model matematika dari masalah yang disajikan. Yang terakhir siswa akan melakukan operasi hitung sampai menemukan penyelesaian dari persamaan kuadrat tersebut.

5. Perangkat Pembelajaran Matematika dengan Metode Naive Geometry

Perangkat pembelajaran menurut Suhadi adalah sejumlah bahan, alat, media, petunjuk dan pedoman yang akan digunakan dalam proses pembelajaran.11 Dengan demikian perangkat pembelajaran adalah komponen penting yang perlu disiapkan guru sebelum melakukan pembelajaran di kelas.

Sejalan dengan pendapat Suparno yang menyatakan bahwa sebelum mengajar seorang guru diharapkan mempersiapkan alat-alat peraga yang akan digunakan, mempersiapkan pertanyaan dan arahan untuk memancing siswa aktif belajar, mempelajari keadaan siswa, mengerti kelemahan dan kelebihan siswa, serta mempelajari

11 Muhammad Joko Susilo, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka


(30)

22

pengetahuan awal siswa, kesemuanya ini akan dijelaskan didalam perangkat pembelajaran.12

Dari semua penjelasan diatas dapat ditarik benang merah bahwa perangkat pembelajaran adalah sekumpulan media atau sarana yang digunakan guru dan siswa didalam proses pembelajaran agar kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan lancar.

Agar tujuan pembelajaran matematika tercapai maka diperlukan perangkat pembelajaran matematika yang didesain sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dalam penelitian ini peneliti mengembangkan perangkat pembelajaran matematika dengan metode naive geometry. Tujuan dari pengembangan perangkat ini untuk melatihkan literasi matematis siswa SMP pada materi persamaan kuadrat. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lember Kerja Siswa (LKS) dengan menggunakan metode naive geometry untuk melatihkan literasi matematis siswa SMP pada materi persamaan kuadrat.

C. Literasi Matematis

1. Pengertian Literasi Matematis

Literasi Matematis merupakan serapan dari bahasa

inggris yaitu “Mathematical Literacy”. Menurut kamus bahasa inggris Mathematical memiliki arti yang berhubungan dengan ilmu pasti, matematis. Sedangkan Literacy artinya melek huruf, gerakan pemberantasan buta huruf.13 Dari dua pengertian diatas dapat ditarik garis besar pengertian literasi matematis adalah melek matematika. Yang dimaksud dengan melek matematika adalah kemampuan untuk memahami matematika.

Dalam memahami matematika kita memerlukan keterampilan matematika seperti membaca soal, menulis model, dan berhitung. Namun seiring berjalannya jaman, keterampilan tersebut tidak cukup untuk menyelesaikan

12 Ibid, hal 182.

13

John, M. Echols – Hassan Shadily. An English-Indonesian Dictionary. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996.


(31)

23

berbagai masalah kompleks dalam kehidupan sehari-hari, kita perlu memahami hubungan antar dua objek atau lebih. Kemudian dari definisi, aksioma maupun teorema atau dalil yang telah dibuktikan sebelumnya, diperoleh kesimpulan sementara. Beberapa kesimpulan sementara yang diperoleh, dapat dirumuskan sampai menemukan kesimpulan akhir. Kemampuan yang termuat pada seluruh proses ini dinamakan penalaran matematis. Tuntutan kehidupan mengharuskan setiap orang memiliki kemampuan penalaran, sehingga pengertian literasi matematis sudah tidak lagi sekedar kemampuan membaca, menulis, dan berhitung. Penalaran matematis menjadi tambahan dalam aspek literasi yang sudah ada.

Menurut OECD literasi matematis adalah kemampuan individu untuk merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks. Termasuk kemampuan melakukan penalaran secara matematis dan menggunakan konsep matematika, prosedur, fakta untuk menggambarkan, menjelaskan dan memperkirakan fenomena. Literasi membantu individu untuk mengenal peran yang matematika mainkan di kehidupan sehari-hari dan sekaligus menggunakannya untuk membuat keputusan yang tepat sebagai warga Negara yang membangun, peduli dan berpikir.14

Pengertian lain tentang literasi matematis menurut Indrie Noor Aini adalah kemampuan seseorang untuk merumuskan, menerapkan dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks termasuk kemampuan melakukan penalaran secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur dan fakta untuk menggambarkan, menjelaskan atau memperkirakan fenomena atau kejadian.15

2. Indikator Literasi Matematis

Kompetensi-kompetensi literasi matematis menurut Jan de Lange ada delapan, yaitu: (1) Mathematical thinking

14

OECD, “PISA 2015 Draft Mathematics Framework”, (Paris:OECD,2013)

15 Indrie Noor Aini, Tesis: Meningkatkan Literasi Matematis Siswa melalui Pendekatan

Keterampilan Proses Matematis (Studi Kuasi Ekspreiman pada Siswa Madrasah


(32)

24

and reasoning, (2) Mathematicalargumentation, (3) Mathematical Communication, (4) Modeling, (5) Problem posing and solving, (6) Representation, (7) Symbols, (8) Tools and technology.16 Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai kedelapan kompetensi literasi matematis dari Jan de Lange:

a. Mathematical Thinking and Reasoning (Pemikiran

dan Penalaran Matematika)

“Posing questions characteristic of mathematics; knowing the kind of answers that mathematics offers, distinguishing among different kinds of statements; understanding and handling the extent and limits of mathematical concepts.”17

Berdasarkan uraian diatas pemikiran dan penalaran matematika menurut Jan de Lange adalah sebagai berikut:

1. Membuat pola matematis, dari permasalahan yang diajukan siswa mampu menganalisis situasi matematis dengan membuat pola sederhana. 2. Membuat perkiraan jawaban dari permasalahan

matematika.

3. Memberikan pernyataan atau alasan atas jawaban yang diajukan

4. Menggunakan konsep matematika untuk menarik kesimpulan

Dari penjelasan diatas penulis merumuskan indikator pemikiran dan penalaran matematika antara lain:

1. Siswa dapat menganalisis situasi matematis dengan membuat pola sederhana

2. Siswa dapat menarik kesimpulan dari pola yang telah dibuat

16

Jan De Lange, “Mathematics For Literacy”, Quantitative Literacy: Why Numeracy

Matters for Schools and Collage, The National Council on Education and the Disciplines, (Princeton, 2003), 77.

17


(33)

25

b. Mathematical Argumentation (Argumentasi

Matematika)

“Knowing what proofs are; knowing how proofs differ from other forms of mathematical reasoning; following and assessing chains of arguments; having a feel for heuristics; creating and expressing mathematical arguments.”18

Berdasarkan uraian diatas argumentasi matematika menurut Jan de Lange adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui apa yang dibuktikan dan cara membuktikannya

2. Mengikuti dan menilai rangkaian argumen-argumen secara matematis

3. Memiliki rasa heuristik, yaitu apa yang terjadi, apa yang tidak dapat terjadi, dan mengapa terjadi 4. Membuat argumen-argumen secara matematis

Dari penjelasan diatas penulis merumuskan indikator argumentasi matematika yaitu siswa dapat membuat argumen matematis yang logis dan dapat dipertanggungjawabkan alasannya.

c. Mathematical Communication (Komunikasi

Matematika)

“Expressing oneself in a variety of ways in oral, written, and other visual form; understanding someone else’s work.”19

Berdasarkan uraian diatas komunikasi matematika menurut Jan de Lange adalah mengekspresikan matematika dalam berbagai cara seperti tanya-jawab, tulisan, dan bentuk visual lainnya, serta memahami hasil pekerjaan orang lain.

Menurut NCTM kemampuan komunikasi matematika siswa dapat dilihat dari:

18Ibid, Hal 77 19


(34)

26

1. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tulisan dan mendemonstrasikannya secara visual

2. Kemampuan memahami, menginterpretasi dan mengevaluasi ide-ide matematika baik secara lisan, tulisan maupun dalam bentuk visual lainnya. 3. Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah,

notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi

Berdasarkan kedua pendapat tersebut, penulis merumuskan indikator komunikasi matematika antara lain:

1. Siswa dapat mengekspresikan ide-ide matematika dalam bentuk tulisan

2. Siswa dapat mengekspresikan ide-ide matematika secara lisan

d. Modeling (Pemodelan)

“Structuring the field to be modeled; translating reality into mathematical structures; interpreting mathematical models in terms of context or reality; working with models; validating models; reflecting, analyzing, and offering critiques of models or solutions; reflecting on the modeling process.”20

Berdasarkan uraian diatas pemodelan menurut Jan de Lange adalah sebagai berikut:

1. Menyusun situasi yang akan dimodelkan

2. Menerjemahkan dari realitas ke dalam bentuk matematika

3. Mengintepretasikan model matematika dari realitas 4. Beroperasi dengan model

5. Memvalidasi model

6. Merefleksikan, menganalisis, dan memberikan kritik terhadap model dan hasilnya

7. Memonitoring dan mengontrol proses pemodelan

20


(35)

27

Dari penjelasan diatas penulis merumuskan indikator pemodelan antara lain:

1. Siswa dapat menyajikan fenomena matematika dalam bentuk model matematis

2. Siswa dapat melakukan operasi hitung dengan model

e. Problem Solving (Pemecahan Masalah)

“Posing, formulating, defining, and solving problems in a variety of ways.”21

Berdasarkan uraian diatas pemecahan masalah menurut Jan de Lange adalah mengajukan, merumuskan, menggambarkan, dan menyelesaikan masalah dalam bermacam cara.

Menurut Polya langkah pemecahan masalah antara lain:

1. Memahami masalah 2. Merencanakan penyelesaian 3. Melakukan perhitungan 4. Memeriksa kembali hasil

Dari penjelasan diatas penulis merumuskan indikator pemecahan masalah sebagai berikut:

1. Siswa dapat mengidentifikasi masalah matematika 2. Siswa dapat menyelesaikan masalah matematika

f. Representation (Representasi)

“Decoding, encoding, translating, distinguishing between, and interpreting different forms of representations of mathematical objects and situations as well as understanding the relationship among different representations.”22

Berdasarkan uraian diatas representasi menurut Jan de Lange yaitu memecahkan kode, menyandikan, menerjemahkan, membedakan, dan menggambarkan

21Ibid, Hal 77 22


(36)

28

bentuk-bentuk berbeda dari gambaran objek dan situasi matematis sebaik memahami hubungan antara gambaran yang berbeda.

Representasi matematika merupakan penggambaran, perwakilan, penerjemahan, pengungkapan, atau bahkan pelambangan ide, gagasan, dan konsep matematik yang ditampilkan siswa dalam berbagai bentuk sebagai upaya memperoleh kejelasan makna, menunjukkan pemahamannya atau memecahkan masalah yang dihadapinya. Suatu masalah dapat direpresentasikan melalui gambar, kata-kata (verbal), tabel, benda konkrit, atau simbol matematika.

Mudzakir dalam penelitiannya

mengelompokkan representasi ke dalam tiga ragam representasi yang utama, yaitu: (1) representasi visual berupa diagram, grafik atau tabel, dan gambar; (2) persamaan atau ekspresi matematika; dan (3) kata-kata atau teks tertulis.23

NCTM mengungkapkan beberapa hal terkait representasi sebagai berikut:

1. Proses representasi melibatkan penerjemahan masalah atau ide ke dalam bentuk baru

2. Proses representasi termasuk pengubahan diagram atau model fisik ke dalam simbol-simbol atau kata-kata.

3. Proses representasi juga dapat digunakan dalam penerjemahan atau penganalisaan masalah verbal untuk membuat maknanya menjadi jelas Dari penjelasan diatas penulis merumuskan indikator representasi antara lain:

1. Siswa dapat menerjemahkan gambar menjadi kalimat matematika

2. Siswa dapat menyajikan ide matematika ke dalam bentuk gambar

23

Mudzakir, Tesis: “Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write untuk Meningkatkan

Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP”. (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2006), 47.


(37)

29

g. Symbols (Menggunakan Simbol)

“Using symbolic, formal, and technical language and operations.”24

Berdasarkan uraian diatas menggunakan simbol menurut Jan de Lange yaitu menggunakan bahasa dan operasi yang bersifat resmi dan simbolis. Yang dimaksud dengan menggunakan simbol matematika antara lain:

1. Memahami pernyataan dan ekspresi matematika yang memuat simbol dan rumus.

2. Menggunakan simbol matematika dalam membuat pernyataan matematis.

Dari penjelasan diatas penulis merumuskan indikator menggunakan simbol yaitu siswa dapat menggunakan simbol matematika dalam membuat pernyataan matematis.

h. Tools and technology (Memanfaatkan Alat dan

Teknologi)

“Using aids and tools, including technology when appropriate.”25

Berdasarkan uraian diatas memanfaatkan alat dan teknologi menurut Jan de Lange yaitu menggunakan bantuan dan alat untuk mempermudah dalam melakukan kegiatan matematika seperti perhitungan, selain itu menggunakan teknologi pendukung yang sesuai contohnya kalkulator atau aplikasi komputer yang lebih canggih.

Dari penjelasan diatas penulis merumuskan indikator memanfaatkan alat dan teknologi antara lain:

1. Siswa dapat memanfaatkan teknologi untuk mempermudah perhitungan

2. Siswa dapat menggunakan alat bantu dalam menfasilitasi penyelesaian masalah matematika

24 Jan De Lange, Op. Cit. Hal 77 25


(38)

30

Setelah mengkaji masing-masing kompetensi literasi matematis dari Jan de Lange, dibuatlahempat belas indikator literasi matematis, indikator tersebut antara lain: 1. Siswa dapat menganalisis situasi matematis dengan

membuat pola sederhana

2. Siswa dapat menarik kesimpulan dari pola yang telah dibuat

3. Siswa dapat membuat argumen matematis yang logis dan dapat dipertanggungjawabkan alasannya

4. Siswa dapat mengekspresikan ide-ide matematika dalam bentuk tulisan

5. Siswa dapat mengekspresikan ide-ide matematika secara lisan

6. Siswa dapat menyajikan fenomena matematika dalam bentuk model matematis

7. Siswa dapat melakukan operasi hitung dengan model 8. Siswa dapat mengidentifikasi masalah matematika 9. Siswa dapat menyelesaikan masalah matematika 10. Siswa dapat menerjemahkan gambar menjadi kalimat

matematika

11. Siswa dapat menyajikan ide matematika ke dalam bentuk gambar

12. Siswa dapat menggunakan simbol matematika dalam membuat pernyataan matematis

13. Siswa dapat memanfaatkan teknologi untuk mempermudah perhitungan

14. Siswa dapat menggunakan alat bantu dalam menfasilitasi penyelesaian masalah matematika D. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Model pengembangan perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Plomp. Peneliti memilih model Plomp karena mempunyai prosedur yang jelas dan sistematis. Plomp menyatakan:


(39)

31

we characterized educational design in short as method within which one is working in systematic way towards the solving of a make problem.”26

Karakteristik dari desain bidang pendidikan sebagai metode yang didalamnya orang bekerja secara sistematik menuju ke pemecahan dari masalah yang dibuat.Model Plomp terdiri dari tiga fase, yaitu:penelitian pendahuluan (Preliminary Research), fase pembuatan prototype (Prototyping Phase), dan fase penilaian (Assessment Phase)27.Berikut adalah penjelasan dari masing-masing fase model Pomp:

1. Fase Penelitian Pendahuluan (Preliminary Research) Penelitian pendahuluan (preliminary research)merupakan tahap awal yang dilakukan peneliti dalam memperoleh data yang membantu tujuan penelitian. Sesuai dengan pernyataan Plomp,

Preliminary research: needs and context analysis, review of literature, development of a conceptual or theoretical framework for the study”28.

Dari pernyataan tersebut, pada fase pertama dilakukan analisis pendahuluan atau identifikasi masalah yang meliputi mengumpulkan dan menganalisis informasi, mendefinisikan masalah, meninjau kepustakaan dan merencanakan kerangka konseptual.

Fase penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan masalah dasar yang diperlukan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran. Pada tahap ini informasi yang dianalisis yaitu analisis masalah (awal akhir), kurikulum, karakteristik siswa dan materi pembelajaran.

2. Fase Pembuatan Prototype (Prototyping Phase)

Fase kedua dari model pengembangan Plomp adalah pembuatan prototype (prototyping phase). Pada fase kedua

26Rochmad. “Desain Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika”. Jurnal Kreano. Vol. 3 No. 1, Juni 2012. 65.

27 Tjeerd Plomp, Educational Design Research: an Introduction, (Netherlands:

Netherlands Institute for Curriculum Development, 2007),hal.15.

28


(40)

32

ini, hal yang menjadi fokus adalah desain yang akan menjadi mikrosiklus dari penelitian dengan evaluasi formatif supaya tujuan yang diinginkan (penyempurnaan) dapat dicapai. Kegiatan yang dilakukan dalam fase ini adalah membuat desain solusi permasalahan pada fase penelitian awal, dilanjutkan dengan penyusunan draf perangkat pembelajaran dengan format yang disesuaikan dengan kebutuhan peneliti. Selain itu ditentukan pula instrumen-instrumen penelitian sebagai bagian dari evaluasi formatif.

Langkah berikutnya adalah merealisasikan draf perangkat pembelajaran sehingga dihasilkan bentuk prototype awal. Prototype tersebut berupa RPP dan LKS. Kemudian prototype tersebut dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan direvisi kembali oleh peneliti sebelum dilakukan evaluasi formatif.

Menurut Suparman, evaluasi formatif dimaksudkan untuk mendapatkan umpan balik dari siswa, guru dan pakar.29 Umpan baik tersebut digunakan sebagai dasar untuk merevisi prototype dalam rangka meningkatkan kualitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan sebelum diterapkan pada kegiatan pembelajaran sebenarnya. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut.

a. Lembar Validasi Perangkat Pembelajaran

Lembar validasi perangkat pembelajaran ini didesain untuk mengetahui umpan balik para pakar (validator) ditinjau dari berbagai aspek untuk mendapatkan data validitas dari perangkat pembelajaran yang dikembangkan.Suparman menjelaskan bahwa lembar validasi berbentuk nontes seperti kuesioner yang disusun berupa skala penilaian (rating scales)30.

29Suparman, Skripsi: “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Kontekstual yang Mengintegrasikan Pendidikan Keselamatan Berlalu Lintas Untuk Siswa SMP/Mts”(Surabaya: Universitas Surabaya, 2008), 37.

30


(41)

33

b. Lembar Pengamatan Pelaksanaan Pembelajaran Pengamatan atau observasi merupakan kegiatan untuk melihat pelaksanaan seuatu tindakan dan untuk mengevaluasi ketepatan tindakan tersebut. Ditinjau dari waktunya pengamatan dibedakan menjadi dua, yaitu pengamatan langsung dan pengamatan tidak langsung. Pengamatan langsung dilakukan oleh pengamat terhadap objek yang diamati saat terjadinya peristiwa. Sementara pada pengamatan tidak langsung, pengamat mengamati objek melalui dokumentasi gambar atau film.

c. Angket Respon Siswa

Masriyah mendefinisikan angket sebagai pengumpul data berupa pertanyaan/pernyataan yang disampaikan kepada responden untuk dijawab secara tertulis31. Pernyataan pada suatu angket dapat berisi pernyataan positif (favorable) atau pernyataan negatif (unfavorable) yang lebih baik jumlah poinnya diupayakan berimbang dengan tujuan untuk mengecek konsisten jawaban responden. Selanjutnya berdasarkan bentuk poin pernyataan yang akan disusun, angket dibedakan menjadi dua yaitu angket tertutup dan angket terbuka. Angket tertutup berupa poin-poin pernyataan yang diikuti dengan sejumlah pilihan jawaban, sedangkan angket terbuka tidak disediakan pilihan jawaban.

3. Fase Penilaian (Assessment Phase)

Fase penilaian adalah fase dimana produk yang telah dihasilkan akan dievaluasi oleh ahli yang berkompeten dalam bidangnya. Plomp menyatakan,

Assessment phase: (semi-) summative evaluation to conclude whether the solution or intervention meets the pre-determined spesificatations. As also this phase often results

31


(42)

34

in recommendations for improvement of the intervention, we call this phase semisummative32.

Fase ini bertujuan untuk mempertimbangkan kualitas solusi yang dikembangkan dan membuat keputusan lebih lanjut. Berdasar hasil pertimbangan dan evaluasi tersebut, proses dan analisis informasi dilakukan untuk menilai solusi dan selanjutnya dilakukan revisi sampai prototype yang dihasilkan dapat digunakan dalam uji coba.

Adapun kegiatan utama yang dilakukan pada fase ini yaitu kegiatan validasi perangkat pembelajaran dan melaksanakan uji coba terbatas. Kegiatan tersebut digunakan untuk menguji tiga hal yaitu (1) kelayakan prototype 1 yang telah didesain dan disusun menurut validitas pakar, (2) kepraktisan penggunaan prototype 2 dalam uji coba terbatas, (3) keefektifan hasil pelaksanaan uji coba terbatas. Bila ketiga hal tersebut terpenuhi maka dihasilkan solusi yang dikembangkan dalam menghadapi masalah dan selanjutnya dapat diterapkan pada situasi yang sebenarnya.

32


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Model Penelitian dan Pengembangan

Penelitian ini adalah jenis penelitian pengembangan, yaitu suatu proses penelitian untuk mengembangkan suatu produk. Adapun produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah perangkat pembelajaran matematika dengan metode naive geometry untuk melatihkan literasi matematis siswa SMP pada materi persamaan kuadrat. Perangkat tersebut terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini diadaptasi dari model pengembangan Plomp yang terdiri dari tiga fase, yaitu: fase penelitian pendahuluan (preliminary research), fase pembuatan prototype (prototyping phase), dan fase penilaian (assessment phase)1.

B. Prosedur Penelitian dan Pengembangan

Prosedur penelitian dan pengembangan ini mengacu pada model pengembangan Plomp. Penelitian ini mengadaptasi model pengembangan Plomp yang terdiri atas tiga fase yaitu fase penelitian pendahuluan, fase pembuatan prototype, dan fase penilaian. Ketiga fase tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Fase Penelitian Pendahuluan (Preliminary Reserch)

Fase penelitian pendahuluan atau fase preliminary research merupakan langkah paling awal yang dilakukan dalam penelitian ini. Fase ini dilakukan untuk mengetahui kebutuhan yang diperlukan dalam mengembangkan perangkat pembelajaran di tempat penelitian berlangsung. Kegiatan yang dilakukan pada fase ini adalah menghimpun informasi tentang permasalahan pembelajaran matematika terdahulu atau yang tengah berjalan dan merumuskan informasi yang diperlukan untuk merancang pengembangan pembelajaran matematika dengan metode naive geometry untuk melatihkan literasi matematis siswa. Pada tahap ini

1 Umi Salamah, Berlogika dengan Matematika untuk SMP Kelas VII SMP dan MTs”,


(44)

36

dilakukan analisis awal akhir, analisis kurikulum, analisis siswa dan analisis materi pembelajaran dengan cara mengumpulkan dan menganalisis informasi yang mendukung untuk merencanakan kegiatan selanjutnya. Berikut penjelasan keempat hal tersebut:

a. Analisis Awal Akhir

Analisis awal akhir merupakan kegiatan awal penelitian yang dilakukan untuk menetapkan kebutuhan dasar yang dibutuhkan peneliti untuk mengembangkan perangkat penelitian. Pada tahap ini dilakukan analisis pada teori belajar yang terdapat di tempat penelitian dan hal lain yang dibutuhkan peneliti.

Peneliti melakukan analisis awal akhir dengan tujuan untuk mengetahui kondisi awal yang terdapat di SMP Ulul Albab Sidoarjo khususnya di kelas VIII–C. Untuk mengetahui hal ini, peneliti melakukan investigasi awal berupa wawancara kepada guru mata pelajaran matematika dan beberapa siswa kelas VIII– C.

Dari hasil wawancara tersebut peneliti mendapatkan informasi tentang proses pembelajaran di SMP Ulul Albab Sidoarjo. Proses pembelajaran yang digunakan di sekolah ini masih menggunakan pembelajaran konvensional. Guru melaksanakan pembelajaran dimana siswa hanya mendengar dan mencatat serta diakhir pelajaran diberikan pekerjaan rumah.

Sedangkan hasil wawancara peneliti kepada guru menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang merasa kesulitan dalam belajar matematika. Khususnya materi yang berkaitan dengan aljabar. Menurut beliau, siswa menganggap bahwa alajabar adalah hal abstrak yang sulit untuk dimengerti. Hal ini menjadi salah satu penyebab kemampuan literasi matematika siswa masih rendah.

b. Analisis Kurikulum

Kurikulum yang berlaku di SMP Ulul Albab Sidoarjo saat ini adalah kurikulum 2013. Sudah tiga


(45)

37

tahun lamanya SMP Ulul Albab Sidoarjo telah meninggalkan KTSP. Para guru selalu berusaha mengikuti perkembangan kurikulum baru yang dikeluarkan pemerintah. Namun tidak semua pembaharuan itu mampu dilaksanakan oleh guru. Guru masih menggunakan kurikulum 2013 yang direvisi pada tahun 2014. Untuk edisi revisi terbaru masih belum diterapkan sekolah karena pertimbangan sulitnya menyesuaikan dengan kondisi siswa.

Untuk menerapkan pembelajaran dengan melatihkan literasi matematis perlu pengkajian kurikulum yang digunakan. Dalam tahap ini ditentukan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang sesuai dengan metode naive geometry. Berikut kompetensi inti dan kompetensi dasar yang akan dikembangkan dalam penelitian ini:

Tabel 3.1

Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar dalam Penelitian

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

3. Memahami dan

menerapkan

pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural)

berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait

fenomena dan

kejadian tampak mata

3.3 Menentukan akar persamaan kuadrat dengan satu variabel yang tidak diketahui

c. Analisis Siswa

Kegiatan analisis siswa adalah analisis karakter siswa yang meliputi latar belakang pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Hasil analisis siswa SMP Ulul Albab Sidoarjo antara lain:


(46)

38

1. Siswa kelas VIII–C SMP Ulul Albab sudah mengenal dan mempelajari materi operasi ajabar di semester ganjil. Operasi aljabar adalah materi prasyarat yang diperlukan sebelum belajar materi persamaan kuadrat.

2. Berdasarkan penjelasan guru matematika, siswa kelas VIII–C memiliki kemampuan matematika yang beragam. Hanya terdapat dua siswa yang kemampuan matematikanya dikategorikan baik, sedangkan siswa yang lainnya termasuk dalam kategori sedang dan rendah. Guru masing asing dengan kemampuan literasi matematika sehingga beliau belum mengetahui tentang kemampuan literasi matematika siswanya.

d. Analisis Materi Pembelajaran

Analisis materi digunakan untuk merinci dan menyusun secara sistematis materi ajar yang relevan untuk diajarkan. Dalam penelitian ini materi yang diajarkan adalah materi yang sesuai dengan metode naive geometry yaitu materi persamaan kuadrat. Hasil analisis selanjutnya yaitu pengidentifikasian konsep materi persamaan kuadrat yang menghasilkan pemetaan konsep sebagai berikut:

Gambar 3.1

Peta Konsep Persamaan Kuadrat Persamaan Kuadrat

Melengkapi Kuadrat Sempurna Rumus

Kuadratik Faktorisasi

Akar Persamaan Kuadrat


(47)

39

Ada tiga cara untuk menentukan akar persamaan kuadrat, yaitu: menggunakan rumus kuadratik, melengkapkan kuadrat sempurna dan faktorisasi. Penelitian ini hanya menggunakan cara pertama yaitu dengan rumus kuadratik. Setelah siswa belajar menentukan akar persamaan kuadrat siswa akan belajar menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan persamaan kuadrat. Ini merupakan tujuan akhir dari literasi matematis, dimana siswa mampu menyelesaikan masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari.

2. Fase Pembuatan Prototype (Prototyping Phase)

Kegiatan yang dilakukan pada fase ini adalah merancang perangkat pembelajaran dan instrumen-instrumen penelitian yang dibutuhkan. Peneliti membutuhkan waktu berberapa bulan dalam menyusun perangkat dan instrumen. Hal ini dikarenakan kurangnya informasi yang dibutuhkan peneliti terkait metode naive geometry dan literasi matematis dalam pembuatan perangkat. Tujuan dari fase ini adalah untuk menghasilkan prototype. Langkah yang dilakukan dalam perancangan perangkat pembelajaran dan instrumen antara lain:

a. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Pada tahap ini peneliti membuat rencana pelaksanaan pembelajaran pada materi persamaan

kuadrat dengan KD “Menentukan akar persamaan kuadrat dengan satu variabel yang tidak diketahui.”

RPP tersebut terdiri dari dua pertemuan dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) dan pembelajaran kooperatif. Penyusunan RPP difokuskan untuk melatih literasi matematis siswa dalam kegiatan pembelajaran.

Rencana pelaksanaan pembelajaran ini digunakan sebagai pegangan guru dalam mengorganisasikan siswa ke dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas untuk setiap pertemuan.


(48)

40

Komponen utama RPP yang disusun, yaitu: (1) identitas sekolah, (2) identitas mata pelajaran, (3) kelas/semester, (4) materi pokok, (5) alokasi waktu, (6) kompetensi inti, (7) kompetensi dasar, (8) indikator, (9) tujuan pembelajaran, (10) materi pembelajaran, (11) model/metode pembelajaran, (12) alat/media/sumber belajar, (13) langkah-langkah pembelajaran, (14), dan penilaian. Berikut adalah bagian-bagian dari RPP yang dikembangkan:

Tabel 3.2

Bagian-Bagian RPP yang Dikembangkan No. Komponen

RPP

Uraian

1. Bagian Judul Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) 2. Bagian

Identitas RPP

Identitas sekolah, mata pelajaran, kelas, semester, materi pokok, alokasi waktu

3. Kompetensi Inti

Berisi:

Kompetensi inti yang sesuai untuk materi persamaan kuadrat

yang terdapat pada

Permendikbud no. 68 Tahun 2013

4. Kompetensi Dasar

Berisi:

Kompetensi dasar yang sesuai untuk materi persamaan kuadrat

yang terdapat pada

Permendikbud no. 68 Tahun 2013

5. Indikator Berisi indikator pencapaian kompetensi siswa. Dalam hal ini, kompetensi yang akan dicapai siswa adalah siswa mampu menentukan akar persamaan kuadrat dengan menggunakan metode naive geometry dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan persamaan


(49)

41

No. Komponen RPP

Uraian

kuadrat 6. Tujuan

Pembelajaran

Merupakan hasil yang harus dicapai siswa setelah pembelajaran

7. Materi Pembelajaran

Berisi materi persamaan kuadrat 8. Model /

Metode Pembelajaran

Berisi model, pendekatan dan metode yang digunakan. Dalam hal ini, RPP pertemuan pertama

menggunakan model

pembelajaran berbasis masalah sedangkan pertemuan kedua

menggunakan model

pembelajaran kooperatif. Pendekatan dan metode pembelajaran yang digunakan keduanya adalah pendekatan saintifik dan metode naive geometry.

9. Alat / Media / Sumber Belajar

Alat yang digunakan antara lain penggaris, spidol, kalkulator, Papan tulis, LCD. Media yang digunakan adalah Lembar Kerja Siswa (LKS) dan Powerpoint, sedangkan sumber belajar siswa adalah Buku Paket Matematika Kelas VIII Kurikulum 2013 Edisi 2014

10. Langkah Pembelajaran

Berisi uraian kegiatan guru dan kegiatan siswa beserta perkiraan waktu. Kegiatan tersebut terdiri dari tiga tahap, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan penutup.

11. Penilaian Berisi teknik penilaian, bentuk instrumen dan pedoman penskoran


(50)

42

Kegiatan pembelajaran dibagi menjadi dua pertemuan, pertemuan pertama menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Sedangkan pertemuan kedua menggunakan model pembelajaran kooperatif. Dibawah ini akan diuraikan secara singkat kegiatan pembelajaran dari masing-masing RPP untuk melatihkan literasi matematis siswa sebagai berikut:

Tabel 3.3

Uraian Singkat Kegiatan Pembelajaran pada RPP Pertemuan Pertama

Tahap Uraian Singkat Kegiatan Pembelajaran 1. Mengawali pembelajaran dengan

mengucapkan salam dan berdo’a

bersama

2. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada materi persamaan kuadrat

3. Menayangkan kegiatan sehari-hari yang berkaitan dengan persamaan kuadrat lewat slide

4. Memberikan motivasi kepada siswa akan pentingnya belajar persamaan kuadrat dengan metode naive geometry 5. Menyampaikan langkah-langkah

pembelajaran yang akan dilaksanakan Tahap 1 Mengorientasi siswa kepada masalah

1. Menyajikan materi mencari akar persamaan kuadrat lewat slide dengan menayangkan permasalahan kebun Pak Adit

2. Memberikan kesempatan siswa untuk berpendapat tentang solusi dari masalah yang disajikan.

Tahap 2 Mengorganisasikan siswa belajar

1. Membagi siswa dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 4 siswa di setiap kelompoknya.


(51)

43

2. Mengorganisasikan masing-masing kelompok untuk siap belajar dan bekerja 3. Membagikan LKS yang berisi materi

menentukan akar persamaan kuadrat dengan metode naive geometry.

4. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya hal yang belum dipahami di LKS.

5. Mengkondisikan setiap kelompok untuk berdiskusi dengan anggotanya

Tahap 3 Membimbing penyelidikan individual dan kelompok

1. Memberi kesempatan siswa untuk menentukan akar persamaan kuadrat menggunakan metode naive geometry dan menentukan akar persamaan kuadrat dengan bentuk x2 + bx = c menggunakan metode naive geometry yang disajikan dalam LKS

Tahap 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

1. Meminta dua anggota kelompok bertukar posisi denggan 2 anggota kelompok lain.

Kemudian masing-masing anggota kelompok wajib mempresentasikan LKS yang telah dikerjakan menggunakan metode naive geometry secara bergantian

2. Mendorong kelompok lain untuk

mengajukan pertanyaan dan

menyampaikan pendapat terhadap hasil pekerjaan kelompok yang presentasi. Tahap 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses

pemecahan masalah

1. Setelah presentasi kelompok berakhir, guru membuka forum diskusi kelas untuk memberikan tanggapan secara


(1)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

131

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Perangkat pembelajaran matematika dengan metode naive geometry untuk melatihkan literasi matematis siswa SMP pada materi persamaan kuadrat telah dinyatakan “sangat valid oleh validator. Hal ini terlihat dari penilaian tiga validator yang menghasilkan nilai rata-rata total kevalidan RPP sebesar 4,20, dan LKS sebesar 4,14.

2. Perangkat pembelajaran matematika dengan metode naive geometry untuk melatihkan literasi matematis siswa SMP pada materi persamaan kuadrat berupa RPP dan LKS juga dinilai “praktis” oleh para ahli, dengan penilaian “B”. Nilai “B” ini berarti bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan dapat digunakan dengan sedikit revisi.

3. Pembelajaran matematika dengan metode naive geometry untuk melatihkan literasi matematis siswa SMP pada materi persamaan kuadrat dinilai “efektif”. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas siswa, kemampuan guru melaksanakan sintaks pembelajaran, respon siswa dan hasil kemampuan literasi matematika siswa.

a. Aktivitas siswa selama pembelajaran telah memenuhi kriteria “efektif” .Dengan melihat persentase aktivitas siswa yang aktif dalam pembelajaran dengan persentase 95,3%, lebih besar daripada persentase aktivitas siswa yang pasif yaitu 4,7%.

b. Kemampuan guru melaksanakan sintaks pembelajaran telah memenuhi kriteria “efektif”. Dengan melihat rata rata-rata total penilaian kemampuan guru melaksanakan sintaks pembelajaran sebesar 3,51 yang termasuk dalam kategori sangat baik.

c. Respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan metode naive geometry untuk melatihkan literasi matematis siswa SMP pada materi persamaan kuadrat telah memenuhi kriteria “efektif”. Dengan rata-rata respon siswa memperoleh persentase skor sebesar 82,65%.


(2)

132

4. Kemampuan literasi matematika siswa kelas VIII – C SMP Ulul Albab Sidoarjo pada materi persamaan kuadrat dari 22 siswa yang dites dan diobservasi, terdapat 5 siswa (22,73%) yang termasuk dalam kategori siswa berkemampuan literasi matematika tinggi, 15 siswa (68,18%) masuk dalam kategori siswa berkemampuan literasi matematika sedang, dan 2 siswa (9,09%) masuk dalam kategori siswa berkemampuan literasi matematika rendah.

B. Saran

Saran-saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Materi persamaan kuadrat yang dikembangkan dalam perangkat pembelajaran matematika dengan metode naive geometry ini hanya sampai menemukan rumus kuadratik. Sedangkan cara lain untuk menentukan akar persamaan kuadrat seperti pemfaktoran dan kuadrat sempurna belum dikembangkan didalamnya karena keterbatasan waktu dan pengetahuan peneliti. Bagi pembaca yang tertarik dengan penelitian ini dapat menyempurnakan metode naive geometry

ini dengan menggunakan pemfaktoran dan kuadrat sempurna. 2. Perangkat pembelajaran matematika dengan metode naive

geometry untuk melatihkan literasi matematis siswa SMP hanya bisa dikembangkan pada materi persamaan kuadrat. Hal ini dikarenakan keterbatasan metode naive geometry yang hanya bisa digunakan pada materi tersebut. Bagi pembaca yang ingin mengembangkan perangkat pembelajaran matematika untuk melatihkan literasi matematis siswa pada materi lain bisa menggunakan metode lain yang dirasa sesuai dengan indikator literasi matematis yang ingin dicapai.


(3)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

133

DAFTAR PUSTAKA

Aini, Indrie Noor, Tesis: “Meningkatkan Literasi Matematis Siswa melalui Pendekatan Keterampilan Proses Matematis (Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa Madrasah Tsanawiyah)”.

Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2013.

Alfabeta, Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Adi Mahasatya, 2006.

Ayuningtyas, Nurina, Tesis: “Profil Literasi Matematis Berdasarkan Standar PISA Siswa Kelas X Ditinjau dari Gaya Kognitif

Visualizer dan Verbaizer”. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2015.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, diakses pada tanggal 30 Maret 2016; http://kbbi.web.id/ajar; internet

Cholidah, Diana Tri, Tesis: “Profil Berpikir Siswa SMP dalam

Memecahkan Masalah Aljabar Ditinjau dari Gaya Belajar”. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2014.

Dafik , Harianto Setiawan dan Nurcholif Diah Sri Lestari. 2014. “Soal Matematika dalam PISA Kaitannya dengan Literasi Matematika dan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi”.

Prosiding Seminar Nasional Matematika. Universitas Jember. November, 2014. 247.

Echols, John M. Dan Hassan Shadily. An English-Indonesian Dictionary. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996.

Khabibah, Siti, Disertasi: “Pengembangan Model Pembelajaran

Matematika dengan Soal Terbuka untuk Meningkatkan Kreatifitas Peserta Didik Sekolah Dasar”. Surabaya:

Universitas Negeri Surabaya, 2006.

Koran Jakarta. Evaluasi Ujian Nasional-Nilai Matematika Terus Jeblok: Nilai UN 1,8 Juta Siswa SMP Dibawah Standar. diakses pada tanggal 19 Oktober 2016; dari http://www.koran-jakarta.com; internet

Kusumawati, Intan Bigita, 2015. “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Dengan Pendekatan Sejarah Naive Geometry


(4)

134

pada Materi Persamaan Kuadrat di Kelas VIII SMP”. Jurnal Edukasi. 1. April, 2015.

Kusumawati, Intan Bigita, Tesis: “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model Kooperatif dengan Menggunakan Pendekatan Saintifik dan Metode Naive Goemetry pada

Materi Persamaan kuadrat di Kelas VIII SMP”. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2014.

Lange, Jan De. 2003 “Mathematics For Literacy”. Quantitative Literacy: Why Numeracy Matters for Schools and Collage. The National Council on Education and the Disciplines. Princeton. Mautang, Daniel R., Tesis: “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Pokok Bahasan Persamaan

Kuadrat di Kelas 3 SMP Negeri 4 Passi”. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2004.

Mudzakir, Tesis: “Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write untuk

Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP”. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia,

2006.

Mufidah, Lailatul, Skripsi: “Pengembangan Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah yang Memperhatikan Metakognisi untuk Meningkatkan Literasi matematis Siswa SMP pada materi SPLDV”. Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2015.

OECD, 2003. “The PISA 2003 Assesment Framework-Mathematic, Reading, Science and Problem Solving Knowledge and Skills”. OECD, 2003.

Plomp, Tjeerd. 2007. “Educational Design Research: an Introduction”.

Netherlands: Netherlands Institute for Curriculum Development.

Rachmatiyah, Tesis: “Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Kontekstual dengan Strategi REACT pada Materi Peluang di SMK Negeri 1 Tarakan”. Surabaya: Universitas Negeri

Surabaya, 2013.

Riduwan. Skala Pengukuran Varabel-v3ariabel Penelitian. Bandung : Alfabeta, 2010.

Riyanto, Yatim. Paradigma Pembelajaran. Surabaya: Unesa Press, 2005.

Rochmad. 2012. “Desain Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika”. Jurnal Kreano. Vol. 3 No. 1, Juni 2012. 65.


(5)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

135

Salamah, Umi, Berlogika dengan Matematika untuk SMP Kelas VII SMP dan MTs. Solo: Platinum, 2015.

Sugiyono. Statistik Non Parametrik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2011.

Suherman. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI, 2001.

Sumardyono, Pemanfaatan Sejarah Matematika di Sekolah: PPPPTK Matematika Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, diakses

pada tanggal 30 Maret 2016;

http://p4tkmatematika.org/2012/08/pemanfaatan-sejarah-matematika-di-sekolah/; Internet

Sumaryono, Ihsan Wakhid, Skripsi: ”Pengembangan Perangkat

Pembelajaran Matematika Realistik untuk Melatihkan Kemampuan Berpikir Kritis”. Surabaya: IAIN Sunan Ampel,

2008.

Suparman, Skripsi: “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Kontekstual yang Mengintegrasikan Pendidikan Keselamatan Berlalu Lintas Untuk Siswa SMP/Mts”.

Surabaya: Universitas Surabaya, 2008.

Susilo, Muhammad Joko. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Siswa, 2007.


(6)

136