Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Guru Pkn dalam Menegakkan Tata Tertib Sekolah (Studi Kasus di SMP Negeri 1 Pakis Tahun Ajaran 2013/2014) T1 172010004 BAB IV

(1)

55

dibahas 3 (tiga) hal, yaitu (1) Gambaran Umum Penelitian; (2) Deskripsi Data Hasil Penelitian; dan (3) Pembahasan.

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Deskripsi Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di SMP Negeri 1 Pakis beralamat di Jalan Raya Kopeng Km. 21,7 Kaponan, Pakis, Magelang dimana lokasinya sangat strategis karena dilalui oleh banyak alat transportasi sehingga memudahkan siswa untuk mencapai sekolah. SMP Negeri 1 Pakis didirikan pada tanggal 4 Juni 1981 oleh Mendikbud dengan kepemilikan tanah dari pemerintah seluas 13.000 m 2 / SHM dan luas seluruh bangunan 5.890 m 2. SMP Negeri 1 Pakis saat ini berstatus sekolah negeri dan sudah berakreditasi A dengan kepemimpinan Bapak Parmin yang menjabat sebagai kepala sekolah dari tahun 2013.

Sekolah ini diharapkan mampu menampung peserta didik yang berdomisili di daerah pedesaan yang jauh dari kota Magelang. Siswa yang menempuh pendidikan di SMP N 1 Pakis rata-rata berasal dari daerah lereng gunung Merbabu seperti Ndakan, Geni’an, Ndaman dan Kembruyungan.

SMP Negeri 1 Pakis mempunyai Visi ”Meningkat Dalam Prestasi, Santun Dalam Berinteraksi”. Dalam rangka mewujudkan visi tersebut sekolah menetapkan


(2)

misi yang memberi arah pada tercapainya cita-cita sekolah. Adapun misi SMP Negeri 1 Pakis adalah:

1. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan yang efektif sehingga siswa memiliki pengetahuan dasar yang sesuai dengan potensi yang dimiliki.

2. Menumbuhkan semangat kesadaran akan pentingnya peningkatan prestasi. 3. Mendorong dan membantu siswa agar dapat berinteraksi dengan sesama

warga sekolah dengan santun dan benar.

4. Menciptakan lingkungan yang kondusif agar tercipta hubungan interaktif yang baik sesama warga sekolah dan masyarakat.

Bertolak pada visi dan misi sekolah diatas, SMP Negeri 1 Pakis juga mempunyai tujuan yang hendak dicapai oleh segenap warga besar SMP Negeri 1 Pakis adalah :

1. Mewujudkan iklim sekolah yang kondusif guna mendukung kegiatan belajar mengajar yang secara efektif.

2. Terwujudnya kinerja yang mantap dengan berdedikasi yang tinggi.

3. Terwujudnya pemahaman bahwa sekolah adalah pusat pendidikan dan pengambangan budaya dengan dengan cara meningkatkan mutu pendidikan. 4. Terwujudnya interaksi yang baik antara warga sekolah dengan masyarakat 5. Meningkatnya profesionalitas guru-guru.

Saat ini SMP Negeri 1 Pakis memiliki ruang kelas sebanyak 18 ruang yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar. 5 ruang digunakan untuk rombel kelas VII A sampai E, 5 ruang digunakan untuk kelas VII, 1 ruang laboratorium IPA, 1


(3)

ruang ketrampilan dan 1 ruang TIK. Selain 18 ruang tersebut sarana dan prasarana yang dibangun untuk menunjang kegiatan belajar di SMP Negeri 1 Pakis antara lain: ruang kepala sekolah, ruang TU, ruang BK, mushola dll. Saat ini pembangunan lantai dan parkiran juga mulai di rencanakan untuk melengkapi fasilitas yang ada di sekolah agar semakin nyaman dan untuk mencegah siswa agar tidak keluar dari lingkungan sekolah.

4.1.2 Keadaan Guru di SMP Negeri 1 Pakis

Dari data dan wawancara operasional tugas Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Pakis dibantu oleh beberapa Wakil Kepala Sekolah yaitu Wakil Kepala Sekolah Urusan Sarana dan Prasarana, Wakil Kepala Sekolah Urusan Hubungan Masayarakat, Wakil Kepala Sekolah Urusan Kurikulum dan Wakil Kepala Sekolah Urusan Kesiswaan.

Guru di SMP Negeri 1 Pakis saat ini berjumlah 34 orang dengan status tetap dan tidak tetap. Kebanyakan guru mengajar tidak hanya pada satu pelajaran saja namun bisa mengajar di pelajaran lain yang di kuasai. Selain tenaga pengajar di SMP Negeri 1 Pakis juga di bantu dengan tenaga kependidikan yang berjumlah 5 orang.

Keseluruhan data guru adaptif dan TU dapat dilihat dalam table berikut : Tabel 4.1 Tenaga Pendidik Di SMP Negeri 1 Pakis

No Guru Bidang Studi Status Jumlah

T TT

1 Pendidikan Agama Islam 2 - 2

2 Pendidikan Agama Kristen - 1 1

3 Bahasa Jawa 1 1 2


(4)

5 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) 2 - 2

6 Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) 3 1 4

7 Matematika 2 1 3

8 Pendidikan Jasmani & Kesehatan 2 - 2

9 Bahasa Inggris 2 1 3

10 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) 2 1 3

11 Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) 2 1 3

12 Bimbingan Konseling 2 - 2

13 Ketrampilan Prakarya 1 2 3

14 Seni Budaya Ketrampilan (SBK) 1 - 1

Jumlah 25 9 34

(Sumber: Data SMP N 1 Pakis) Keterangan:

T = Tetap TT = Tidak Tetap 4.1.3 Keadaan Siswa di SMP Negeri 1 Pakis

Saat ini SMP Negeri 1 Pakis memiliki 392 siswa dengan jumlah siswa laki-laki 187 orang dan 205 siswa perempuan. Siswa terbagi dalam rombongan-rombongan belajar yang masing-masing kelas pararel 5 sehingga ada kelas VII A sampai VII E, VIII A sampai VIII E dan IX A sampai IX E. Data keseluruhan siswa SMP Negeri 1 Pakis dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 4.2 Distributor Siswa dalam Rombongan Belajar No Kelas Laki-Laki Perempuan Jumlah 1 VII A

VII B VII C VII D VII E 11 12 12 10 10 14 11 13 13 11 25 23 25 23 21 2 VIII A

VIII B VIII C VIII D VIII E 12 15 14 13 14 17 13 14 17 14 29 28 28 30 28


(5)

IX B IX C IX D IX E 14 14 12 13 13 14 14 14 27 28 26 27 (Sumber: Data SMP N 1 Pakis) 1.1.4 Bentuk-Bentuk Pelanggaran Tata Tertib Sekolah

Berdasarkan catatan Guru BK bentuk-bentuk pelanggaran tata tertib sekolah di SMP Negeri 1 Pakis selama 3 (tiga) bulan dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 4.3 Bentuk-Bentuk Pelanggaran Tata Tertib Sekolah

No Bentuk Pelanggaran

Bulan April-Juni

1 Alpa 5

2 Bolos 14

3 Terlambat 30

4 Atribut tidak lengkap 10

5 Gaduh di kelas 2

6 Keluarga 2

7 Melompat jendela / memecahkan jendela -

8 Membawa HP -

9 Rambut panjang / di cat berwarna 8 10 Mempunyai video porno di HP - 11 Mengucap kata-kata kotor / melawan guru 8 12 Meminta uang secara paksa (ngompas) -

13 Mengganggu lawan jenis -

14 Pencurian -

15 Perkelahian 8

16 Pacaran di lingkungan sekolah 1

17 Merokok 4

18 Minum-minuman keras -


(6)

Data pelanggaran pada tabel 4.3 sejalan dengan data pelanggaran tata tertib sekolah selama tahun 2013 sebagai berikut :

Tabel 4.4 Pelanggaran Tata Tertib Tahun 2013

No Jenis Kenakalan

Tahun 2013

Jumlah Kelas

VII VIII IX

1 Bolos 91 35 20 146

2 Terlambat 17 95 92 204

3 Atribut tidak lengkap 10 35 - 45

4 Gaduh di kelas 8 5 - 13

5 Keluarga 3 3 3 9

6 Membawa HP - 3 - 3

7 Rambut panjang/ di cat berwarna 9 - - 9

8 Pornografi/asusila 2 4 - 6

9 Melawan guru 2 18 - 20

10 Meminta uang secara paksa 5 1 - 6

11 Pencurian - 4 - 4

12 Perkelahian 36 8 6 50

13 Pacaran di lingkungan sekolah 1 5 2 8 14 Mengucap kata-kata kotor 1 9 6 16

15 Merokok 6 - 7 13

16 Meminum minuman keras 4 5 - 9

(Sumber : SMP N 1 Pakis)

Dari data tabel 4.3 dan 4.4 bentuk pelanggaran yang masih tinggi terdapat pada bentuk pelanggaran ringan yaitu terlambat, bolos dan atribut tidak lengkap. Pelanggaran dalam kategori sedang yang dilakukan adalah melawan guru, rambut disemir dan mengucap kata-kata kotor. Sedangkan untuk pelanggaran berat yang terjadi selama penelitian adalah kasus perkelahian dan merokok.


(7)

4.1.5 Penyebab Pelanggaran Tata Tertib Sekolah

Dari hasil wawancara dan observasi langsung penyebab pelanggaran tata tertib dapat dilihat sebagai berikut:

1. Alpa adalah tidak masuk sekolah tanpa keterangan yang tidak diketahui pihak sekolah dan orang tua. Sebagian siswa tidak masuk ke sekolah dengan alasan malas, bangun kesiangan, adanya konflik antar siswa sehingga takut pergi ke sekolah atau belum bisa melunasi uang sekolah. Beberapa siswa yang pernah alpa mengaku mereka ijin ke orang tua pergi ke sekolah namun tidak sampai ke sekolah melainkan ke tempat penyewaan playstation atau ke warnet.

Menurut Guru BK sanksi dari jenis pelanggaran ini adalah orang tua di panggil namun dari hasil penyebaran kuesioner 10 % siswa menyatakan tidak setuju dengan alasan bahwa adanya beberapa siswa kurang mampu yang alpa karena sakit namun dirawat di rumah sehingga tidak mungkin adanya surat keterangan dokter.

2. Bolos sekolah disebabkan beberapa alasan diantaranya karena siswa terlambat datang ke sekolah dan akhirnya diteruskan untuk tidak masuk yang dilakukan sendiri maupun berkelompok. Bolos juga dilakukan ketika bosan dan iseng karena mengikuti ajakan teman. Tempat yang sering digunakan untuk membolos adalah Kali Soti yang berada di belakang sekolah dan warung yang berada di depan sekolah untuk merokok.

Dari hasil penyebaran kuesioner 100% siswa menyatakan setuju untuk mengikuti pelajaran sampai akhir dan tidak meninggalkan sekolah sebelum


(8)

pelajaran berakhir, namun kenyataannya siswa masih banyak yang melanggar. Menurut salah satu siswa penyebab dari pelanggaran ini karena kurangnya pengawasan pihak sekolah dengan adanya gerbang sekolah yang setiap saat terbuka dan tidak ada penjaganya sehingga siswa akan mudah meninggalkan sekolah.

3. Terlambat datang ke sekolah paling banyak dilakukan siswa dengan alasan bangun kesiangan, bisnya datang terlambat, macet atau bahkan karena rumahnya jauh.

Dari hasil angket diketahui bahwa siswa kurang setuju dengan adanya sanksi bagi siswa yang datang terlambat ke sekolah dikenai sanksi membersihkan sekolah, siswa beranggapan jika banyaknya siswa yang terlambat dan dikenai sanksi untuk membersihkan sekolah maka itu akan digunakan siswa untuk tidak ikut pelajaran dan akan menganggu proses belajar mengajar di kelas.

Sedangkan penyebaran kuesioner mengenai respon siswa tentang kehadiran siswa diketahui 100% siswa menyatakan setuju jika harus berada di lingkungan sekolah 15 menit sebelum pelajaran di mulai dan 10% siswa menyatakan kurang setuju dengan adanya pelaporan terlebih kepada guru piket apabila terlambat karena dirasa akan membuat aktifitas belajar siswa lain menjadi terganggu. 20% siswa menyatakan tidak setuju jika tidak di perbolehkan masuk ke kelas ketika terlambat lebih dari 15 menit dengan


(9)

alasan akan menyulitkan siswa di minggu selanjutnya karena tertinggal pelajaran.

Selain kasus terlambat ke sekolah, kasus terlambat masuk kelas juga dilakukan siswa setelah jam istirahat. Penyebab terlambatnya masuk kelas adalah siswa yang keluar dari lingkungan sekolah, biasanya ke warung yang ada di luar sekolah dengan alasan jajanan yang dijual lebih lengkap. Sehingga ketika bel masuk siswa telat masuk kelas karena bel tidak terdengar.

Hal ini sesuai dengan pendapat siswa dari hasil angket tentang istirahat 40% siswa menyatakan kurang setuju jika harus berada di ingkungan sekolah selama istirahat dengan beranggapan bahwa kurangnya fasilitas yang ada di dalam sekolah seperti misalnya kantin dan fotocopy. Jika siswa yang akan fotocopy diwajibkan harus lapor Kepala Sekolah itu akan memakan waktu banyak sedangkan waktu istirahat hanya 15 menit. Namun 60% siswa mengatakan setuju dengan pertimbangan bahwa siswa yang keluar dari lingkungan sekolah akan menyebabkan siswa melakukan hal-hal yang tidak diinginkan (kecelakaan) karena dekat dengan jalan raya dan juga pelanggaran lain seperti merokok karena warung di sekitar sekolah.

4. Atribut tidak lengkap atau baju di corat coret disebabkan karena atributnya hilang dan mengikuti trend atau malu jika harus memakainya karena terlihat jadul/culun.

5. Gaduh dikelas disebabkan karena siswa merasa bosan dan akhirnya mengganggu teman yang lain, namun ada juga siswa yang karena kurang


(10)

menyukai guru sehingga siswa gaduh untuk membuat guru tidak nyaman di kelas.

6. Masalah keluarga biasanya disebabkan oleh keluarga yang broken home dan masalah ekonomi yang mengakibatkan siswa kurang konsen terhadap pelajaran dan berakibat prestasinya menurun.

7. Rambut yang berwarna disebabkan karena pengaruh dari lingkungan atau dari media, karena orang tua tidak menegur akhirnya siswa menjadi terbiasa. 8. Mengucap kata-kata kotor disebabkan karena kebiasaanya yang didapat dari

teman bermain, sedangkan melawan guru biasanya dilakukan karena dinasehati atau ditegur namun siswa membangkang sehingga melawan guru dengan mengucap kata-kata kotor di depan guru.

9. Perkelahian disebabkan oleh masalah individu dan salah paham akibat bermain yang kelewat batas atau masalah antar geng.

10.Pacaran di lingkungan sekolah disebabkan kurangnya rasa tanggung jawab dari diri siswa.

11.Merokok yang dilakukan di kamar mandi sekolah, warung dan kali soti disebabkan oleh faktor dari lingkungan dan kebiasaan di keluarga, sehingga ketika siswa selama berada di sekolah kurang bisa menahan diri untuk tidak merokok.


(11)

Selain pelanggaran pada tabel 4.3, penyebab pelanggaran tata tertib selama tahun 2013 adalah :

1. Melompat jendela biasanya disebabkan siswa yang ingin membolos, sedangkan memecahkan jendela dilakukan oleh siswa akibat dari bermain dengan teman yang kelewat batas.

2. Kasus membawa handphone yang paling banyak dilakukan oleh siswa dan paling sulit diatasi karena sudah menjadi kebiasaan. Umumnya karena mengikuti teman dan melihat banyaknya teman yang membawa handphone tetapi tidak di beri sanksi secara tegas. Sehingga siswa ikut-ikutan membawa handphone.

3. Mempunyai video porno di HP didapat dari teman bermain dan akibat rasa penasarannya sehingga siswa saling mengirim ke teman lain. Guru berhasil mengetahuinya karena adanya laporan dari siswa lain dan terkadang siswa menonton di kelas.

4. Meminta uang secara paksa dilakukan oleh siswa berkelompok yang merasa paling kuat, biasanya di sebabkan karena kurangnya uang yang di berikan oleh orang tua. Hasil dari ngompas itu biasanya digunakan untuk bermain PS atau ke warnet.

5. Mengganggu lawan jenis disebabkan karena iseng karena jam kosong akhinya menganggu siswa perempuan dengan melakukan perbuatan yang kurang sopan.


(12)

6. Pencurian disebabkan karena ekonomi yang kurang di keluarga sehingga siswa terpaksa melakukan pencurian, biasanya yang di curi adalah HP atau uang.

7. Minum-minuman keras biasanya dilakukan di warung atau bahkan di pasar yang tidak jauh dari lingkungan sekolah disebabkan karena kurangnya religious dari siswa dan adanya pergaulan yang salah, terkadang siswa bergaul dengan anak yang lebih dewasa dan tidak berpendidikan sehingga siswa mudah terpengaruh.

4.1.6 Upaya Guru Pkn dalam Menegakkan Tata Tertib Sekolah Di SMP Negeri 1 Pakis

Berdasarkan keterangan wawancara yang dilakukan kepada guru PKn dan guru BK penanganan pelanggaran tata tertib yang dilakukan oleh pihak sekolah di SMP Negeri 1 Pakis menggunakan tiga jenis upaya yaitu sebagai berikut:

a. Upaya Preventif

Tentang upaya preventif hasil wawancara dengan BBH dan SW yang merupakan guru PKn diperoleh penjelasan bahwa penegakkan tata tertib dimulai dengan menggunakan penanganan preventif. Beliau menyatakan:

“Penananganan preventif lebih besar manfaatnya daripada upaya represif dan kuratif. Banyaknya pelanggaran yang terjadi selama ini telah menghabiskan banyak tenaga dan waktu untuk menanganinya, sehingga upaya preventif merupakan cara yang optimal yang harus diperhatikan agar pelanggaran tata tertib tidak terjadi. Dalam penanganan tersebut guru PKn tidak bekerja secara personal namun dilakukan dengan pihak yang lain seperti guru agama ketika mengajar harus memberikan perhatian penuh mengenai akhlak atau norma-norma, meningkatkan pemahaman mengenai tata tertib sekolah kepada siswa misalnya dengan mengaitkan pelajaran atau materi yang ada dengan tata tertib


(13)

sekolah, menjadi contoh yang baik misalnya ketika mengajar datangnya tidak telat, berpakaian yang sesuai dengan aturan sekolah, dan berbicara yang sopan, membaca asmaul husna ketika akan memulai pelajaran dan sholat berjamaah di mushola yang ada di sekolah ketika sholat dhuhur, dengan begitu setidaknya akan ada kesadaran sendiri siswa, dan mendampingi kegiatan kesiswaan yang ada di sekolah seperti OSIS atau ekstra pramuka. Keterlibatan guru dalam kegiatan ini bisa sebagai masukan moral yang tidak didapat dalam kelas, karena mungkin di dalam kelas siswa kurang berani untuk bertanya”(Wawancara :21-04-2014).

Pendapat tersebut dilengkapi oleh pernyataan NW selaku Guru BK yang menyatakan:

“Selain melakukan upaya tersebut pihak sekolah sendiri sudah mulai melakukan berbagai upaya untuk meminimalkan pelanggaran tata tertib, seperti misalnya. menempel slogan dan kata mutiara di tempat-tempat yang bisa dilihat dan dibaca siswa dan melengkapi fasilitas sekolah dengan pembangunan fisik sekolah agar siswa tidak keluar sehingga perilaku siswa dapat di kontrol, Pembangun ini antara lain pembangunan tembok pembatas di belakang sekolah agar siswa tidak membolos, koperasi yang dilengkapi fotocopy agar siswa tidak keluar, pembangunan parkiran sekolah agar siswa tidak parkir di luar sekolah, mem-paving halaman sekolah agar siswa nyaman dengan begitu siswa yang tidak menjaga kebersihan sekolah dapat di amati”(Wawancara: 24-04-2014).

Upaya prefentif juga dilakukan pihak sekolah yang bekerjasama dengan beberapa warga sekitar sekolah, hal ini dikatakan oleh PW selaku guru BK bahwa:

“Karena minimnya waktu yang digunakan untuk mengontrol siswa sehingga pihak sekolah juga bekerjasama dengan pihak yang berada di sekitar lingkungan sekolah seperti misalnya warga yang ada di depan SMP yang sering digunakan siswa untuk nongkrong. Dari hasil laporan warga, guru bisa mengetahui kegiatan yang di lakukan oleh siswa ketika berada di luar lingkungan sekolah yang tidak bisa di awasi oleh guru ketika jam istirahat atau jam pulang sekolah. Adapun hal yang sangat sulit diatasi adalah banyaknya siswa yang membawa kendaraan ke sekolah yang di parkir di rumah-rumah warga dengan membayar Rp 1000,-. Terkadang guru sudah memberikan pemahaman kepada siswa mengenai SIM C dan terkadang menakut-nakuti dengan adanya razia namun

masih saja siswa membawa kendaraan dengan alasan rumahnya


(14)

Sementara menurut AK tentang perilaku Guru PKn dia menyatakan :

”Guru PKn sudah cukup rajin namun terkadang juga masih telat. Pemberian contoh yang berkaitan dengan tata tertib juga sudah di lakukan, tetapi memang anak berasal dari kepribadian buruk yang kadang kurang memperhatikan pelajaran, entah itu karena pelajarannya yang membosankan atau karena dari gurunya yang suaranya kurang begitu jelas. Untuk sebagian guru masih ada yang memberikan contoh kurang begitu sopan dalam menyampaikan materi, penyampaian tidak pantas di dengarkan siswa atau dalam bahasa jawa “saru” dan masih juga di temui guru merokok di lingkungan sekolah, namun itu bukan guru PKn” (Wawancara AK kelas VIII C:23-04-2014).

Hal itu juga di katakan oleh Y bahwa :

“Guru Pkn dan guru lain dalam memberikan sanksi kurang begitu tegas, karena hanya ditegur sehingga hal ini membuat siswa tidak jera dan cenderung membuat siswa melakukan pelanggaran lagi bahkan memancing siswa lain untuk melakukan pelanggaran juga. Seperti misalnya ketika di kelas siswa tidak memperhatikan tetapi mainan handphone” (Wawancara Y kelas VIII B:23-04-2014).

b. Upaya Represif

Pelaksanaan tata tertib pasti tidak semuanya berjalan sesuai dengan apa yang di harapkan. Sesuai dengan tata tertib sekolah yang telah ada bahwa setiap pelanggaran akan diberikan sanksi sesuai tingkatannya ringan, sedang ataupun berat sanksi telah dipersiapkan. Tata tertib sekolah merupakan ketentuan yang mengikat dengan tujuan untuk menunjang terselenggaranya proses pendidikan yang baik. Tata tertib sekolah akan efektif jika setiap pelanggarannya mengandung sanksi yang bersifat memaksa. Namun yang lebih utama adalah apakah sistem penanganan pelanggaran yang terjadi mampu membuat jera siswa atau masih bisa saja di lakukan di waktu mendatang.


(15)

Dalam upaya represif SW menyatakan:

“Bentuk penanganan represif adalah dengan memberikan sanksi berupa teguran dan nasihat bagi siswa yang melanggar tata tertib yang ditemui secara langsung, biasanya guru memberi teguran dengan bahasa yang halus atau pujian dahulu yang bisa di terima misalnya”kamu itu cantik/ganteng jika bajumu di masukkan” itu untuk kategori pelanggaran ringan, berbeda untuk pelanggaran yang tingkatannya sedang dan berat ketika menemui pelanggaran akan membawa ke ruang BK biar didata dan diproses oleh guru BK.” (Wawancara: 21-04-2014).

Diakui oleh NK bahwa:

“Dalam penanganan pelanggaran yang dilakukan oleh siswa sebenarnya menggunakan system akumulasi angka kredit pelanggaran yang berjumlah 100 angka, jika siswa melakukan banyak pelaggaran maka siswa akan cepat mencapai angka tersebut, tergantung dengan pelanggaran yang dilakukan oleh siswa, jika pelanggaran yang dilakukan termasuk pelanggaran yang berat-berat maka kemungkinan yang paling buruk adalah siswa di keluarkan. Namun system untuk sekarang ini belum bisa dijalankan karena meningkatnya jumlah pelanggaran yang dilakukan oleh siswa. Latar belakang siswa yang berasal dari daerah terpencil dan pelosok membuat siswa masih di beri kebijakan oleh guru. Kasus yang masih bisa di bebaskan dari system point ini adalah terlambat, baju tidak di masukkan dan bolos, sedangkan untuk kasus yang tidak bisa diberi kebijakan adalah perbuatan-perbuatan kriminal dari minum-minuman keras atau asusila” (Wawancara:23-04-2014).

Penanganan atau pemberian sanksi bagi pelanggar ringan, sedang dan berat tidaklah sama, hal tersebut seperti yang dikatakan PW bahwa:

“Hukuman bagi pelanggaran ringan adalah penambahan bentuk tugas misalnya disuruh mengerjakan soal-soal di perpustakaan, hukuman fisik (lari 5x mengelilingi lapangan), membersihkan lingkungan sekolah, namun terkadang hukuman itu tidak membuat siswa jera dan melakukan pelanggaran lagi sehingga hukuman selanjutnya adalah memanggil orang tua. Biasanya yang paling banyak melakukan pelanggaran ini justru siswa yang berasal dari siswa yang rumahnya dekat dengan sekolah. Untuk siswa yang jauh dari sekolah atau yang berada di lereng merbabu justru disiplin dan tidak pernah terlambat. Dalam hal pelanggaran sedang dan berat siswa di beri sanksi dari diberikannya tugas yang mendidik, orang tua di panggil sampai menghadap langsung ke kepala sekolah atau bahkan bisa saja di keluarkan. Adapun bentuk-bentuk pelanggaran yang masih sulit di atasi adalah terlambat, baju tidak di masukkan sampai membawa


(16)

handphone. Pihak sekolah sudah membuat tata tertib sebaik yang di harapkan namun hal ini sulit di taati. Kondisi ini salah satunya di sebabkan asal siswanya yang tidak sedikitnya berasal dari siswa yang tidak di terima di sekolah favorit atau berasal dari kota yang notabennya berasal dari lingkungan yang kurang baik (Wawancara:23-04-2014)

Pendapat mengenai hukuman yang diberikan oleh guru dikatakan A (VIII A) bahwa :

“Guru kurang begitu mampu mengurangi pelanggaran tata tertib sekolah karena kurangnya ketegasan dari guru. Misalnya ketika mendapati siswa yang melanggar guru hanya menakut-nakuti tidak akan di naikkan ke kelas berikutnya. Hal itu tidak akan membuat jera bagi siswa karena satu dua kali tidak ada tindakan dari guru selanjutnya maka akan membuat pelanggaran lagi dan bahkan lebih”(Wawancara:21-5-2014)

c. Upaya Kuratif

Upaya kuratif adalah upaya antipasti yang dilakukan agar tidak melakukan pelanggaran lagi. Upaya kuratif yang dilakukan guru PKn menurut BBH adalah:

“Dalam hal ini yang dilakukan oleh guru PKn adalah dengan bekerjasama dengan guru Bimbingan Konseling dan wali kelas secara intensif untuk mengawasi tingkah laku siswa yang dianggap sering melakukan pelanggaran tata tertib sekolah. Selain melakukan pengawasan guru Bk dibantu dengan guru PKn dan lainnya juga memberikan pembinaan dengan mengumpulkan siswa yang paling banyak melanggar dan diberikan pemahaman kesalahan yang dilakukannya dan disuruh untuk membuat surat pernyataan agar tidak melakukan lagi pelanggaran”(Wawancara:21-04-2014).

Upaya lain yang dilakukan oleh Guru BK menurut NW adalah:

“Ketika pengawasan tidak cukup maka guru terkadang melakukan home visit dengan mendatangi rumah siswa yang sering melanggar untuk membina secara khusus dengan disaksikan oleh orang tua siswa agar jera. Dan apabila upaya ini tidak berhasil maka terpaksa di kembalikan ke orang tua”(Wawancara:23-04-2014).


(17)

4.1.7 Hambatan Guru Pkn dalam Menegakkan Tata Tertib Sekolah Di SMP Negeri 1 Pakis

Dalam menegakkan tata tertib sekolah sudah pasti di temui beberapa hambatan dalam penegakkannya. Seperti yang disampaikan oleh BBH bahwa:

“Hambatan dalam menegakkan tata tertib adalah masalah waktu, keterbatasan waktu yang digunakan guru dalam mengontrol dan melakukan pengawasan terhadap perilaku siswa di sekolah dimana keberadaan siswa di sekolah yang hanya kurang lebih 7 jam. Pengawasan sekilas hanya dilakukan guru ketika siswa berada di kelas dan di lingkungan sekolah, ketika siswa berada di luar sekolah sudah pasti guru akan sulit untuk mengontrol terlebih pengontrolan satu persatu. Kemudian pemahaman siswa dalam menerapkan sikap dan tingkah lakunya, terkadang siswa menganggap norma tersebut sudah baik namun ternyata norma tersebut tidak sesuai dengan tata tertib yang ada di sekolah. Misalnya pemakaian baju daleman bagi siswa yang berhijab dan dianggap sesuai dengan norma yang ada di masyarakat ternyata tidak sesuai dengan yang ada di sekolah. Jadi guru PKn yang menemui masalah tersebut harus benar-benar bisa memutuskan untuk mengatasi hal tersebut” (Wawancara:28-04-2014).

Sedangkan menurut SW bahwa:

“Hambatan dalam menegakkan tata tertib adalah kurangnya kerjasama guru terhadap guru lain. Banyaknya anggapan bahwa guru PKn, Agama dan BK yang mempunyai tanggung jawab terhadap tingkah laku siswa di sekolah karena ha-hal yang berkaitan dengan moral dan karakter. Kebanyakan guru hanya memberikan pengatahuan lain yang kurang memperhatikan sikap (afektif). Guru lain lebih menekankan untuk mejadikan siswa yang cerdas saja tetapi tidak memperhatikan perilaku siswa. Lemahnya monitoring dan pengawasan juga sangat mempengaruhi penegakkan tata tertib karena semua langsung di berikan kepada BP/BK dan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan. Untuk itu guru pelajaran lain juga harus saling bekerja sama untuk membina moral siswa, tidak hanya mengandalkan guru PKn,agama dan BK saja. Hambatan lain adalah kurang bisa seirama dalam penegakkan tata tertib sekolah misalnya ada guru yang konsisten dan ada juga guru yang sama sekali tidak konsisten dalam memberikan sanksi bagi siswa. Hal tersebut membuat siswa tidak peduli terhadap tata tertib sekolah. Kurang konsisten dari Guru menyebabkan siswa tidak menghargai teguran atau nasehat dari Guru. Dukungan masyarakat terhadap ketertiban siswa di SMP Negeri 1 Pakis ini juga masih kurang, ini terlihat dengan adanya warung yang membolehkan siswa membeli rokok ketika sekolah belum


(18)

selesai bahkan ada juga yang menjual minum-minuman keras” (Wawancara:28-04-2014).

4.2Pembahasan Hasil Penelitian

4.2.1. Bentuk-Bentuk Pelanggaran Tata Tertib Sekolah

Bentuk-bentuk pelanggaran tata tertib di SMP Negeri 1 Pakis yang menonjol adalah bolos, terlambat dan atribut tidak lengkap. Pelanggaran ini masih dalam kategori ringan karena bentuk penanganannya masih bersifat teguran, nasihat, sanksi fisik seperti lari, push-up dan sanksi yang bersifat mendidik seperti mengerjakan soal-soal di perpustakaan. Pelanggaran lain yang masih dilakukan oleh siswa meliputi pelanggaran sedang dan berat namun pelanggaran tersebut hanya dilakukan oleh beberapa siswa saja.

Bolos, terlambat dan atribut tidak lengkap paling banyak dilakukan oleh siswa kelas VII dan VIII. Dari data pelanggaran selama tahun 2013 pelanggaran ini juga mencapai jumlah yang sangat tinggi, dapat dilihat bahwa kasus terlambat mencapai 204 kasus, bolos mencapai 146 kasus dan atribut tidak lengkap mencapai 45 kasus. Selama 3 (tiga) bulan penelitian yaitu dari bulan April sampai Juni bentuk pelanggaran terlambat, bolos dan atribut tidak lengkap ternyata masih cukup tinggi dilakukan oleh siswa.

Pelanggaran dalam kategori sedang yang masih dilakukan walaupun jumlahnya sedikit adalah rambut disemir atau tidak sesuai aturan dan pacaran di kelas. Bentuk sanksi bagi pelanggaran yang bersifat sedang lebih berat dari sanksi


(19)

pelanggaran ringan misalnya pemanggilan orang tua siswa atau pembuatan surat pernyataan yang isinya tidak akan mengulangi pelanggaran tersebut.

Jenis pelanggaran berat yang dilakukan oleh siswa adalah merokok dan perkelahian. Pelanggaran yang bersifat berat adalah pelanggaran yang sanksinya berupa pemanggilan orang tua dengan di proses oleh kepala sekolah atau maksimal oleh pihak kepolisian.

4.2.2. Penyebab Pelanggaran Tata Tertib Sekolah

Penyebab pelanggaran tata tertib di SMP Negeri 1 Pakis dapat di kategorikan menjadi dua yaitu faktor yang berasal dari sekolah dan dari luar sekolah. Termasuk faktor dari dalam sekolah adalah lokasi sekolah itu sendiri, faktor dari guru, faktor fasilitas pendidikan yang ada di sekolah, norma-norma dan kekompakan guru dalam memberikan sanksi. Sedangkan yang termasuk dalam faktor luar sekolah adalah jarak tempat tinggal siswa, lingkungan keluarga, lingkungan sosial (masyarakat) dan adanya norma-norma baru yang datang dari luar.

Lokasi sekolah merupakan salah satu penyebab pelanggaran tata tertib sekolah, hal ini dapat dilihat dari lokasi sekolah yang dekat dengan pasar yang digunakan siswa untuk membolos atau sekedar membeli rokok.

Faktor guru mencakup kualitas dan mutu guru. Kualitas dan mutu guru ini menuntut guru harus menguasai bidangnya dalam mengajar dan memiliki kepribadian yang baik bagi siswa. Faktor fasilitas pendidikan yang kurang bisa memenuhi kebutuhan siswa dapat mengakibatkan siswa melanggar tata tertib sekolah, seperti misalnya tidak adanya tempat parkir sekolah, tidak adanya penjaga sekolah, kantin


(20)

dan koperasi yang kurang sesuai dengan kebutuhan siswa sehingga siswa harus keluar dari lingkungan sekolah untuk memenuhi kebutuhannya.

Kekompakan guru dalam mengajar dan memberi sanksi mempengaruhi timbulnya pelanggaran tata tertib, perbedaan dalam memberikan sanksi pelanggaran akan menyebabkan siswa acuh terhadap tata tertib dan mempengaruhi siswa lain. Pengelola sekolah, guru, orang tua serta lingkungan harus seiring sejalan dalam menegakkan kedisiplinan dalam hidup, supaya hal itu bisa tercapai. Semuanya komponen yang ada disekolah harus berjalan beriringan, sekuat apapun pihak sekolah ingin mendisiplinkan siswa, jika tidak diimbangi dengan perhatian orang tua dan lingkungan sosial yang ada, maka upaya pihak sekolah tersebut akan terasa sangat berat, bahkan terancam gagal.

Faktor luar sekolah mencakup jarak tempat tinggal siswa yang jauh dari sekolah dan hanya bisa dicapai dengan bus sehingga kondisi ini membuat siswa tidak bisa tepat waktu untuk sampai ke sekolah dan harus membawa kendaraan bermotor yang jelas dilarang oleh sekolah.

Kondisi ekonomi keluarga yang berbeda-beda sehingga siswa yang kurang mampu mencoba menyesuaikan dengan siswa lain yang justru memaksa melakukan pelanggaran lain seperti mencuri. Selain ekonomi, pendidikan orang tua juga mempengaruhi tingkah laku siswa di sekolah. Orang tua yang kurang berpendidikan sering membiarkan keinginan anak-anaknya dan kurang mengarahkan anaknya ke pendidikan akhlak yang baik, seperti misalnya merokok. Kebiasaan ini didapat dari


(21)

siswa yang sering melihat orang tua merokok sehingga siswa mencoba dan akhirnya menjadi terbiasa.

Lingkungan sosial juga merupakan salah satu pendorong bagi seseorang untuk melakukan suatu aktivitas sosial. Lingkungan juga memberi pengaruh terhadap kepribadian seseorang dalam melakukan. Keberadaan individu yang satu akan berpengaruh pada individu yang lain mengingat bahwa siswa yang sedang mengalami masa penemuan jati diri sangat memerlukan orang lain. Gaya bicara dan kebiasaan lingkungan masyarakat akan mudah menular kepada siswa ketika ia tinggal dalam waktu tertentu bersama mereka. Hal itu menunjukkan adanya saling mempengaruhi dalam sebuah hubungan sosial. Siswa yang tinggal dalam lingkungan yang tidak atau kurang beretika atau kurang disiplin tentunya akan berpengaruh terhadap kepribadiannya. dan hal itu sering terbawa dalam perilaku tidak disiplin di lingkungan sekolah. Berbagai kegiatan di masyarakat yang mempengaruhi perilaku siswa seperti adanya hiburan di desa yang melibatkan siswa seperti topeng ireng, janthilan dan juga setiap acara di desa dengan mengundang dangdut. Hal ini menyebabkan siswa akan telat datang ke sekolah karena malamnya mereka nonton dangdut sehingga bangun kesiangan.

Lingkungan pergaulan siswa juga mempengaruhi tindakan siswa, apalagi maraknya geng disekolah sehingga kebanyakan siswa melakukan pelanggaran secara berkelompok. Dalam pergaulan siswa terkadang bergaul dengan anak yang lebih dewasa dan tidak sekolah sehingga mereka cenderung melakukan tindakan yang kurang baik dari hal kecil seperti merokok dan minum-minuman keras.


(22)

Norma-norma baru yang di dapat dari luar mempengaruhi perilaku siswa misalnya dari cara berpakaian, gaya rambut siswa yang tidak sesuai aturan dan barang-barang yang dibawa siswa seperti kendaraan dan handphone.

4.2.3. Upaya Guru PKn dalam Menegakkan Tata Tertib Sekolah

Pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangakan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan meweujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati (Heri, 2012:27).

Pendidikan karakter dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas dilaksanakan khususnya oleh pelajaran Pendidikan Agama dan PPKn karena misinya adalah mengembangkan nilai dan sikap. Sedangkan untuk pelaksanaannya pendidikan karakter merupakan tanggung jawab setiap elemen sekolah karena di sekolah siswa mendapat beberapa pelajaran yang tidak di dapat dari lingkungan keluarga.

Beberapa peran guru PKn sebagai orang yang bertanggung jawab memberikan karakter kepada siswa antara lain memahami nilai-nilai karakter yang akan di kembangkan, tanpa pemahaman yang baik maka akan sulit bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran secara efektif. Mengembangkan pembelajaran aktif, mengembangkan kultur sekolah, menjadi model yaitu guru yang berkarakter harus bisa memberikan contoh bagi siswa. Dari berbagai peran guru PKn, beberapa yang sudah dilakukan oleh guru PKn di SMP Negeri 1 Pakis yaitu memahami nilai-nilai karakter dengan mengaitkan beberapa nilai-nilai karakter di setiap materi pelajaran,


(23)

menjadi model yaitu menjadi contoh dalam berperilaku bagi siswa dan mengembangkan tradisi atau kultur yang baik di sekolah dengan adanya kegiatan religious atau mengadakan kegiatan pada peringatan keagamaan. Namun guru PKn di SMP Negeri kurang mengembangkan pembelajaran aktif di kelas karena menurut beberapa siswa guru PKn masih menggunakan pembelajaran konseptual.

Langkah-langkah Guru Pkn di SMP Negeri 1 Pakis dalam menegakkan tata tertib dilakukan secara bertahap. Guru PKn tidak dapat berjalan sendiri namun bekerjasama dengan guru lain dalam penegakkan tata tertib. Upaya yang dilakukan guru PKn dalam menegakkan tata tertib meliputi upaya preventif, represif dan kuratif. Upaya preventif yang di lakukan antara lain melalui penanaman sifat religious dengan pembacaan asmaul husna sebelum pelajaran di mulai, memberi contoh yang baik dengan tidak melanggar tata tertib misalnya ketika mengajar datangnya tidak terlambat, pemberian nasehat setiap upacara atau ketika pelajaran PPKn, meningkatkan pemahaman mengenai tata tertib dengan mengaitkan materi yang ada, mengikuti kegiatan kesiswaan seperti OSIS atau ekstra pramuka.

Selain guru PKn, dari pihak sekolah juga melakukan upaya dalam mencegah timbulnya pelanggaran tata tertib dengan pembangunan fisik sekolah seperti misalnya pemasangan slogan dan kata mutiara di tempat yang bisa dilihat dan dibaca oleh siswa, pembuatan tempat parkir, pembangunan pagar sekolah, koperasi yang dilengkapi dengan mesin fotocopy, dan mem-paving halaman sekolah agar memberi rasa nyaman. Sekolah juga bekerjasama dengan beberapa warga sekitar sekolah untuk mengontrol perilaku siswa di luar sekolah. Selanjutnya upaya represif juga dilakukan


(24)

untuk menegakkan tata tertib. Upaya Represif merupakan upaya pemberian hukuman bagi siswa yang melanggar tata tertib. Tindakan pemberian saksi terhadap siswa yang melanggar peraturan antara lain berupa hukuman yang sesuai dengan perbuatannya, hal itu untuk menggugah nuraninya untuk melakukan perbuatan yang baik dan bermoral (Kartono, 1991: 26). Sedangkan Dalam upaya ini guru PKn memberikan hukuman langsung seperti teguran atau nasihat bagi pelanggaran sedang, namun untuk pelanggaran yang bersifat sedang dan berat guru PKn menyerahkan kepada guru BK.

Soeparwoto (2006:215) mengatakan dalam usaha menindak pelanggaran tata tertib sekolah, tindakan represif dilaksanakan apabila tingkah laku siswa sudah melewati batas toleransi dari norma sosial atau kadar angka poin yang telah ditentukan oleh pihak sekolah. Apabila siswa telah melakukan pelanggaran berat maka yang berwenang memberikan hukuman represif ini adalah Kepala Sekolah. Pada tahun 2012/2013 SMP Negeri 1 Pakis terpaksa mengembalikan 4 siswa ke orang tua karena tersangkut kasus MIRAS.

Sanksi yang diberikan bagi siswa yang melanggar dibedakan bagi pelanggaran tingkat ingan, sedang dan berat. Bagi pelanggaran ringan bentuk sanksinya adalah teguran, nasihat, sanksi fisik (lari,push-up) dan sanksi yang mendidik seperti mengerjakan soal-soal di perpustakaan. Apabila siswa masih melanggar maka siswa disuruh membuat surat pernyataan tidak mengulangi pelanggaran lagi. Dalam pelanggaran sedang siswa diberi hukuman dengan pemanggilan orang tua namun terkadang surat tidak diberikan oleh siswa sehingga guru harus melakukan home visit,


(25)

selain sanksi tersebut siswa disuruh membuat surat pernyataan yang diketahui oleh orang tua dan kepala sekolah. Sedangkan untuk pelanggaran berat siswa dikenai hukuman hampir sama dengan pelanggaran sedang namun disertai pembinaan khusus oleh guru apabila ternyata siswa masih belum berubah maka siswa terpaksa dikembalikan kepada orang tua.

Awalnya dalam pemberian sanksi bagi siswa yang melanggar SMP Negeri 1 Pakis menggunakan system poin angka (credit poin) untuk menimbulkan efek jera namun ternyata di ketahui bahwa system ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Alasannya banyaknya siswa yang melanggar dan mengulangi pelanggaran akan mempercepat siswa mencapai point pelanggaran 100% sehingga akan mengakibatkan siswa harus di keluarkan.

Menurut Giri (2007: 86) penerapan credit poin dapat dilihat dalam 2 (dua) tipe yaitu dari sisi positif dan sisi negatif pada tabel berikut :

Tabel 4.5 Perbandingan Sisi Positif dan Sisi Negatif Penerapan Credit Point

No Perbandingan Positif Negatif

1 Kriteria Bersifat menciptakan suasana ketertiban dan kedisiplinan

Bersifat top down 2 Aturan Dibuat dengan

kesepakatan antara sekolah dan siswa

Adanya sifat yang membatasi dan memaksa 3 Sanksi Lebih tegas dan

Spesifik

Kurang memberikan impelementasi pendidikan moral cenderung ke sanksi yang bersifat fisik 4 Personil Guru akan dapat

mudah mengontrol

penggunaan poin yang kurang konsisten dan


(26)

setiap pelanggaran siswa dengan penggunaan standarisasi poin

tegas oleh Guru dalam pendataan, sanksi akan berdampak siswa akan mengacuhkan pemberian poin tersebut

(Sumber : Giri, 2007: 86)

Sedangkan untuk upaya kuratif guru Pkn bersama guru lainnya melakukan pengawasan khusus bagi yang sering melanggar dengan cara mengumpulkan siswa yang berpotensi untuk melakukan pelanggaran lagi atau berpotensi mempengaruhi temannya. Home visit juga dilakukan oleh guru agar bisa bekerjasama dengan orang tua untuk mengawasi perilaku siswa di rumah.

4.2.4. Hambatan Guru Pkn dalam Menegakkan Tata Tertib

Hambatan dalam penegakkan tata tertib sekolah dipilah menjadi hambatan yang bersifat internal dan eksternal. Termasuk bersifat internal adalah hambatan yang berasal dari faktor dalam sekolah seperti fasilitas sekolah sendiri yang memang kurang memadai atau lengkap sehingga penegakkan tata tertib menjadi terhambat, terbatasnya waktu guru untuk mengontrol perilaku siswa, pemahaman siswa terhadap tata tertib sendiri yang masih kurang diakibatkan karena kurangnya sosialisasi tata tertib, kurangnya kerjasama antara guru dalam memonitoring perilaku siswa di sekolah bahkan terkadang ada guru lain yang tidak memberikan contoh yang baik seperti waktu kedatangan ke sekolah yang telat. Ketegasan antar guru yang berbeda dalam memberikan sanksi membuat siswa tidak jera dan melakukan pelanggaran kembali. Karakteristik anak yang memang memiliki kepribadian yang dibangun dari lingkungan keluarga dan pergaulan sehingga memiliki kebiasaan yang sulit diatasi.


(27)

Sedangkan hambatan yang bersifat eksternal adalah hambatan yang disebabkan dari luar sekolah seperti misalnya kurangnya dukungan masyarakat sekitar atau orang tua. Hal ini dilihat dengan masih adanya warga yang menjual dan memperbolehkan siswa membeli rokok meski sebenarnya warung tersebut dibuka untuk memenuhi kebutuhan warga sekitar.


(1)

Norma-norma baru yang di dapat dari luar mempengaruhi perilaku siswa misalnya dari cara berpakaian, gaya rambut siswa yang tidak sesuai aturan dan barang-barang yang dibawa siswa seperti kendaraan dan handphone.

4.2.3. Upaya Guru PKn dalam Menegakkan Tata Tertib Sekolah

Pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangakan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan meweujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati (Heri, 2012:27).

Pendidikan karakter dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas dilaksanakan khususnya oleh pelajaran Pendidikan Agama dan PPKn karena misinya adalah mengembangkan nilai dan sikap. Sedangkan untuk pelaksanaannya pendidikan karakter merupakan tanggung jawab setiap elemen sekolah karena di sekolah siswa mendapat beberapa pelajaran yang tidak di dapat dari lingkungan keluarga.

Beberapa peran guru PKn sebagai orang yang bertanggung jawab memberikan karakter kepada siswa antara lain memahami nilai-nilai karakter yang akan di kembangkan, tanpa pemahaman yang baik maka akan sulit bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran secara efektif. Mengembangkan pembelajaran aktif, mengembangkan kultur sekolah, menjadi model yaitu guru yang berkarakter harus bisa memberikan contoh bagi siswa. Dari berbagai peran guru PKn, beberapa yang sudah dilakukan oleh guru PKn di SMP Negeri 1 Pakis yaitu memahami nilai-nilai karakter dengan mengaitkan beberapa nilai-nilai karakter di setiap materi pelajaran,


(2)

menjadi model yaitu menjadi contoh dalam berperilaku bagi siswa dan mengembangkan tradisi atau kultur yang baik di sekolah dengan adanya kegiatan religious atau mengadakan kegiatan pada peringatan keagamaan. Namun guru PKn di SMP Negeri kurang mengembangkan pembelajaran aktif di kelas karena menurut beberapa siswa guru PKn masih menggunakan pembelajaran konseptual.

Langkah-langkah Guru Pkn di SMP Negeri 1 Pakis dalam menegakkan tata tertib dilakukan secara bertahap. Guru PKn tidak dapat berjalan sendiri namun bekerjasama dengan guru lain dalam penegakkan tata tertib. Upaya yang dilakukan guru PKn dalam menegakkan tata tertib meliputi upaya preventif, represif dan kuratif. Upaya preventif yang di lakukan antara lain melalui penanaman sifat religious dengan pembacaan asmaul husna sebelum pelajaran di mulai, memberi contoh yang baik dengan tidak melanggar tata tertib misalnya ketika mengajar datangnya tidak terlambat, pemberian nasehat setiap upacara atau ketika pelajaran PPKn, meningkatkan pemahaman mengenai tata tertib dengan mengaitkan materi yang ada, mengikuti kegiatan kesiswaan seperti OSIS atau ekstra pramuka.

Selain guru PKn, dari pihak sekolah juga melakukan upaya dalam mencegah timbulnya pelanggaran tata tertib dengan pembangunan fisik sekolah seperti misalnya pemasangan slogan dan kata mutiara di tempat yang bisa dilihat dan dibaca oleh siswa, pembuatan tempat parkir, pembangunan pagar sekolah, koperasi yang dilengkapi dengan mesin fotocopy, dan mem-paving halaman sekolah agar memberi rasa nyaman. Sekolah juga bekerjasama dengan beberapa warga sekitar sekolah untuk mengontrol perilaku siswa di luar sekolah. Selanjutnya upaya represif juga dilakukan


(3)

untuk menegakkan tata tertib. Upaya Represif merupakan upaya pemberian hukuman bagi siswa yang melanggar tata tertib. Tindakan pemberian saksi terhadap siswa yang melanggar peraturan antara lain berupa hukuman yang sesuai dengan perbuatannya, hal itu untuk menggugah nuraninya untuk melakukan perbuatan yang baik dan bermoral (Kartono, 1991: 26). Sedangkan Dalam upaya ini guru PKn memberikan hukuman langsung seperti teguran atau nasihat bagi pelanggaran sedang, namun untuk pelanggaran yang bersifat sedang dan berat guru PKn menyerahkan kepada guru BK.

Soeparwoto (2006:215) mengatakan dalam usaha menindak pelanggaran tata tertib sekolah, tindakan represif dilaksanakan apabila tingkah laku siswa sudah melewati batas toleransi dari norma sosial atau kadar angka poin yang telah ditentukan oleh pihak sekolah. Apabila siswa telah melakukan pelanggaran berat maka yang berwenang memberikan hukuman represif ini adalah Kepala Sekolah. Pada tahun 2012/2013 SMP Negeri 1 Pakis terpaksa mengembalikan 4 siswa ke orang tua karena tersangkut kasus MIRAS.

Sanksi yang diberikan bagi siswa yang melanggar dibedakan bagi pelanggaran tingkat ingan, sedang dan berat. Bagi pelanggaran ringan bentuk sanksinya adalah teguran, nasihat, sanksi fisik (lari,push-up) dan sanksi yang mendidik seperti mengerjakan soal-soal di perpustakaan. Apabila siswa masih melanggar maka siswa disuruh membuat surat pernyataan tidak mengulangi pelanggaran lagi. Dalam pelanggaran sedang siswa diberi hukuman dengan pemanggilan orang tua namun terkadang surat tidak diberikan oleh siswa sehingga guru harus melakukan home visit,


(4)

selain sanksi tersebut siswa disuruh membuat surat pernyataan yang diketahui oleh orang tua dan kepala sekolah. Sedangkan untuk pelanggaran berat siswa dikenai hukuman hampir sama dengan pelanggaran sedang namun disertai pembinaan khusus oleh guru apabila ternyata siswa masih belum berubah maka siswa terpaksa dikembalikan kepada orang tua.

Awalnya dalam pemberian sanksi bagi siswa yang melanggar SMP Negeri 1 Pakis menggunakan system poin angka (credit poin) untuk menimbulkan efek jera namun ternyata di ketahui bahwa system ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Alasannya banyaknya siswa yang melanggar dan mengulangi pelanggaran akan mempercepat siswa mencapai point pelanggaran 100% sehingga akan mengakibatkan siswa harus di keluarkan.

Menurut Giri (2007: 86) penerapan credit poin dapat dilihat dalam 2 (dua) tipe yaitu dari sisi positif dan sisi negatif pada tabel berikut :

Tabel 4.5 Perbandingan Sisi Positif dan Sisi Negatif Penerapan Credit Point

No Perbandingan Positif Negatif

1 Kriteria Bersifat menciptakan suasana ketertiban dan kedisiplinan

Bersifat top down

2 Aturan Dibuat dengan kesepakatan antara sekolah dan siswa

Adanya sifat yang membatasi dan memaksa 3 Sanksi Lebih tegas dan

Spesifik

Kurang memberikan impelementasi pendidikan moral cenderung ke sanksi yang bersifat fisik 4 Personil Guru akan dapat

mudah mengontrol

penggunaan poin yang kurang konsisten dan


(5)

setiap pelanggaran siswa dengan penggunaan standarisasi poin

tegas oleh Guru dalam pendataan, sanksi akan berdampak siswa akan mengacuhkan pemberian poin tersebut

(Sumber : Giri, 2007: 86)

Sedangkan untuk upaya kuratif guru Pkn bersama guru lainnya melakukan pengawasan khusus bagi yang sering melanggar dengan cara mengumpulkan siswa yang berpotensi untuk melakukan pelanggaran lagi atau berpotensi mempengaruhi temannya. Home visit juga dilakukan oleh guru agar bisa bekerjasama dengan orang tua untuk mengawasi perilaku siswa di rumah.

4.2.4. Hambatan Guru Pkn dalam Menegakkan Tata Tertib

Hambatan dalam penegakkan tata tertib sekolah dipilah menjadi hambatan yang bersifat internal dan eksternal. Termasuk bersifat internal adalah hambatan yang berasal dari faktor dalam sekolah seperti fasilitas sekolah sendiri yang memang kurang memadai atau lengkap sehingga penegakkan tata tertib menjadi terhambat, terbatasnya waktu guru untuk mengontrol perilaku siswa, pemahaman siswa terhadap tata tertib sendiri yang masih kurang diakibatkan karena kurangnya sosialisasi tata tertib, kurangnya kerjasama antara guru dalam memonitoring perilaku siswa di sekolah bahkan terkadang ada guru lain yang tidak memberikan contoh yang baik seperti waktu kedatangan ke sekolah yang telat. Ketegasan antar guru yang berbeda dalam memberikan sanksi membuat siswa tidak jera dan melakukan pelanggaran kembali. Karakteristik anak yang memang memiliki kepribadian yang dibangun dari lingkungan keluarga dan pergaulan sehingga memiliki kebiasaan yang sulit diatasi.


(6)

Sedangkan hambatan yang bersifat eksternal adalah hambatan yang disebabkan dari luar sekolah seperti misalnya kurangnya dukungan masyarakat sekitar atau orang tua. Hal ini dilihat dengan masih adanya warga yang menjual dan memperbolehkan siswa membeli rokok meski sebenarnya warung tersebut dibuka untuk memenuhi kebutuhan warga sekitar.


Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25