BAB II LANDASAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Harga Diri Melalui Bimbingan Kelompok dengan Teknik Diskusi Kelompok Peserta Didik SMP Negeri 2 Patebon Kendal

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Manajemen Pendidikan

  Pendidikan merupakan kegiatan yang kompleks meliputi berbagai komponen yang berkaitan satu sama lain (Slameto, 2009: 2). Komponen pendidikan saling berkaitan satu sama lain guna mencapai tujuan yang diinginkan dalam suatu intitusi pendidikan. Kepala sekolah mempunyai tugas merencanakan secara matang, mengorganisasikan berbagai komponen yang ada, melaksanakan kegiatan dalam mencapai tujuan, dan mengawasi sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai secara maksimal.

  Kepala sekolah dibantu wakil kepala sekolah merencanakan program kerja sekolah sebagai pedoman kegiatan bagaimana mewujudkan sekolah yang bermutu sesuai tujuan sekolah. Kepala sekolah mengorganisasikan kegiatan yang ada di sekolah supaya lembaga pendidikan mencapai prestasi yang maksimal. Apabila ada peserta didik harga diri rendah kepala sekolah memberi mandat kepada guru bimbingan konseling untuk menangani tugas tersebut supaya peserta didik dapat dibantu dengan layanan bimbingan agar peserta didik bisa meningkat harga dirinya. Kepala sekolah bersama guru bimbingan konseling mengevaluasi pelaksanaan kegiatan yang ada di sekolah ada peningkatan harga diri yang ditangani guru bimbingan konseling.

  Kepala sekolah bidang garapan pendidikan meliputi sumber daya manusia (SDM) yang mencakup peserta didik, tenaga pendidik yaitu guru, tenaga kependidikan yaitu tenaga ketatausahaan meliputi (pesuruh, penjaga malam, satpam, laboran, pustakawan, dan tenaga lain yang membatu lancarnya pendidikan). Masyarakat pemakai jasa pendidikan termasuk yang harus difungsikan secara maksimal.

  Sumber daya peserta didik perlu dilayani secara maksimal guna mendapatkan keluaran yang maksimal. Peserta didik bermasalah akan berdampak pada prestasi yang tidak maksimal. Hal tersebut perlu dicarikan solusi guna membantu agar peserta didik terhindar dari masalah tersebut dan menumbuhkan kepercayaan diri akan kemampuan diri. Kepala sekolah selaku pimpinan sebuah lembaga pendidikan untuk bisa memaksimalkan tenaga konseling yang ada guna membantu penyelesaian masalah yang dihadapi sebagian peserta didik.

2.2 Pengertian Harga Diri

  Kegagalan untuk mencapai suatu prestasi tak mesti menghasilkan harga diri rendah tetapi menjadikan pengalaman penting peserta didik dalam kehidupan (Loekmono, 1993: 6). Namun, peserta didik yang rendah dalam berperilaku biasanya kurang percaya diri sehingga setiap guru memberi tugas atau maju mengerjakan tugas di papan tulis. Hal tersebut berdampak pada hasil pembelajaran peserta didik.

  Harga diri memiliki dua aspek meliputi penerimaan diri dan penghormatan diri. Kedua aspek tersebut terbagi menjadi lima dimensi yaitu dimensi akademik, emosional, keluarga, sosial, dan fisik. Dimensi akademik mengacu pada persepsi individu terhadap kualitas pendidikan individu, dimensi emosional merupakan keterlibatan individu terhadap emosi individu, dimensi keluarga mengacu pada keterlibatan individu dalam partisipasi, dan integrasi di dalam keluarga, dimensi sosial mengacu pada persepsi individu terhadap hubungan sosial individu, dan dimensi fisik yang mengacu pada persepsi individu terhadap kondisi fisik individu (Rosenberg dalam Rahmania, 2012: 112).

  Harga diri merupakan evaluasi diri yang menjelaskan keputusan positif, negatif, netral, dan kabur yang merupakan salah satu bagian dari konsep diri (Frey dalam Aditomo dan Retnowati, 2004: 5). Konsep diri yang baik akan membentuk harga diri yang baik pula sehingga individu mampu menerima keadaan dirinya secara baik dan wajar, mampu mengekspresikan pendapatnya lewat jalur yang baik dan benar, serta memiliki emosi yang stabil sehingga tidak mudah terpengaruh karena lebih jelas dalam membedakan hal yang positif dan negatif.

  Coopersmith (1987: 5) menjelaskan bahwa harga diri adalah evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya terutama mengenai sikap menerima atau menolak, besar kecilnya kepercayaan individu terhadap kemampuannya, keberartian, kesuksesan, dan keberhargaan. Penilaian harga diri berdasarkan perubahan sikap dan kondisi baik itu jenis kelamin, usia, dan aturan- aturan yang menggambarkan kondisi fisik lainnya.

  Harga diri (self-esteem) mengandung pengertian ”siapa dan apa diri saya”. Segala sesuatu yang berhubungan dengan seseorang, selalu mendapat penilaian berdasarkan kriteria dan standar tertentu, atribut-atribut yang melekat dalam diri individu akan mendapat masukan dari orang lain dalam proses berinteraksi di mana proses ini dapat menguji individu, yang mem- perlihatkan standar dan nilai diri yang terinternalisasi dari masyarakat dan orang lain (Sriati dalam Riyadi, 2012:1). Harga diri berka- itan mengenai hal-hal dirinya, yang diekspresikan dalam suatu bentuk sikap setuju atau tidak setuju dan menunjukkan bahwa individu tersebut meyakini dirinya sendiri sebagai individu yang mampu, penting, dan berharga.

  Harris dan Reynold (dalam Pancariatno, 2009: 38) bahwa harga diri akan muncul apabila individu mempunyai sikap percaya diri, rasa berharga, rasa kuat, rasa mampu, dan perasaan berguna. Apabila individu tidak mempunyai perasaan tersebut maka mereka akan merasakan hidup yang hampa sehingga rendah diri karena penuh keragu-raguan dan putus asa.

  Dalam dunia pendidikan supaya tujuan pendidikan dapat tercapai maka salah satu hal yang perlu dikembangkan terkait dengan harga diri yang tinggi adalah asertivitas. Arsertivitas merupakan cara untuk mengekspresikan apa yang mereka lihat dan apa yang mereka inginkan dan mengekspresikan perasaan integritas, langsung, dan jujur dengan tetap menjaga privasi dan menghormati orang lain (Yasdiananda, 2013: 102).

  Asertivitas selain merupakan salah satu yang dapat mempengaruhi self esteem individu juga merupakan karakteristik penting yang dimiliki individu dengan self esteem yang tinggi.

  Harga diri mengandung arti suatu hasil penilaian individu terhadap dirinya yang diungkapkan dalam sikap –sikap yang dapat bersifat positif dan negatif. Bagaimana seseorang menilai tentang dirinya akan mempengaruhi perilaku dalam kehidupannya sehari

  • –hari. Harga diri yang positif akan membangkitkan rasa percaya diri, penghargaan diri, rasa yakin akan kemampuan diri, rasa berguna serta rasa bahwa kehadirannya diperlukan di dunia ini. Harga diri merupakan salah satu faktor kepribadian yang berupa evaluasi atau penilaian terhadap diri
sendiri yang merupakan kunci terpenting dalam pembentukan perilaku (Paskahandriati, 2014: 8).

  Seorang peserta didik yang memiliki harga diri yang cukup positif, dia akan yakin dapat mencapai prestasi yang dia dan orang lain harapkan. Pada gilirannya, keyakinan itu akan memotivasi peserta didik tersebut untuk sungguh- sungguh mencapai apa yang diinginkan. Sebaliknya, seorang peserta didik yang memiliki harga diri yang negatif akan cenderung merasa bahwa dirinya tidak mampu dan tidak berharga. Di samping itu peserta didik dengan harga diri yang negatif cenderung untuk tidak berani mencari tantangan-tantangan baru dalam hidupnya, lebih senang menghadapi hal-hal yang sudah dikenal dengan baik serta menyenangi hal- hal yang tidak penuh dengan tuntutan, cenderung tidak merasa yakin akan pemikiran-pemikiran serta perasaan yang dimilikinya, cenderung takut menghadapi respon dari orang lain, tidak mampu membina komunikasi yang baik dan cenderung merasa hidupnya tidak bahagia.

  Dari pendapat Coopersmith, Frey, dan Rosenberg

  , maka peneliti menyimpulkan bahwa harga diri merupakan evaluasi diri terhadap sikap positif, negatif, atau netral individu dalam memandang diri guna menerima atau menolak terhadap sesuatu. Coopersmith (1987: 12-13) menjelaskan ada 5 tingkatan harga diri (1) HH (high-high) mempunyai ciri seorang individu yang sukses di bidang sosial dan akademik, selain itu individu yang nampak relatif puas dengan kenyataan atau situasi yang ada. (2) HL (high-low) individu yang mempunyai ciri suka bertahan, mencoba memberi penghormatan yang baik walaupun dipandang rendah oleh orang-orang sekitar dan individu yang miskin akademik. (3) MM (medium-medium) merupakan individu yang stabil, yang relatif puas, dan kapasitas dan prestasinya cukupan. (4) LH (low-high) merupakan individu yang rendah akan daya evaluasi diri dalam kehidupan sosial maupun akademiknya dan individu yang cenderung negatif thingking terhadap diri dibandingkan terpacu untuk membuat diri mereka diterima oleh masyarakat. (5) LL (low-low) merupakan individu yang sosial dan akademiknya rendah, individu yang idak berhasil, dan individu tampak tidak bahagia dalam kehidupannya.

  Jadi, harga diri merupakan evaluasi seseorang dalam memandang dirinya dalam bersikap sehari- hari.

  

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Harga Diri

  Coopersmith (1987: 41-42) membagi 4 sumber dalam pembentukan harga diri, yaitu keberhasilan (succes), nilai-nilai (volue), harapan-harapan (aspirations), dan pertahanan (defenses).

  2.3.1 Keberhasilan (succes) Kata “keberhasilan” mempunyai makna yang berbeda-beda pada setiap individu. Ada sebagian orang memaknai keberhasilan dengan kepuasan spiritual atau dalam bentuk popularitas dan ada juga yang memaknai dengan uang dan popularitas.

  Perbedaan disebabkan karena kondisi budaya. Sebagai contoh di suatu masyarakat yang dianggap berhasil adalah banyak uang, mobil mewah, rumah besar, merdeka, terhormat, dan kuat. Berbeda dengan sebagian orang dalam wilayah lainnya.

  Sebaliknya mereka yang miskin, lemah, dan tidak merdeka adalah orang-orang yang gagal.

  Selain budaya ada empat area pengalaman yang dijadikan faktor kesuksesan antara lain: (1)

  power area of success (kemampuan mengontrol

  sikap). (2) signicance area of success merupakan penerimaan orang lain terhadap sikap dan kasih sayang diri. (3) Competence area of success (tingkat pencapaian). (4) Virtue area of succes (tingkah laku, patuh pada kode etik, moral, dan prinsip agama).

  2.3.2 Nilai-Nilai (values) Setiap orang memberikan penilaian yang berbeda-beda pada kesuksesan dengan dasar pengalaman yang dimiliki. Perbedaan-perbedaan ini merupakan fungsi dari nilai-nilai yang diinternalisasikan dari orang tua dan figur-figur signifikan lainnya. Penerimaan, respek dari orang tua, dan kondisi-kondisi yang mempengaruhi pembentukan harga diri akan berpengaruh dalam pembentukan nilai-nilai yang realistis dan stabil.

  2.3.3 Harapan (aspiration) Harapan seseorang terhadap yang diinginkan.

  Hubungan aspirasi dengan harga diri berkaitan. Ada indikasi bahwa seseorang yang pernah sukses akan merespon lebih realitis dibanding ornag yang pernah gagal. Maka semakin rendah harga diri seseorang, semakin rendah aspirasinya tetapi apabila mereka mampu mengatasinya maka sangat mungkin untuk meningkatkan harga diri mereka.

  2.3.4 Pertahanan Diri (defenses) Beberapa pengalaman mungkin bisa merupakan sumber evaluasi diri yang positif tetapi ada pula yang menghasilkan evaluasi negatif. Kenyataan ini tidak mudah diamati atau diukur dengan cara yang sama setiap individu. Interprestasi akan bervariasi sesuai dengan karakter individu dalam mengatasi distress dan situasi ambigu serta tujuan dari harapan-harapan mereka. Cara mengatasi ancaman dan ketidakjelasan individu dalam mempertahankan dirinya terhadap kecemasan atau penurunan harga diri, dan tidak berdaya.

  

2.4 Pengukuran Harga Diri Bimbingan

Kelompok

  Macam-macam pengukuran harga diri meliputi: skala Skala Self-Esteem Rosenberg dan

  children self esteem inventory Coopersmith. Dalam penelitian ini menggunakan inventori bernama

children self esteem inventory (Coopersmith, 1987).

  Inventori bernama Self Esteem Inventory (SEI) yang dikembangkan oleh Coopersmith tahun 1987 dalam Surrey (1996: 2), berisi 58 item yang dijawab dengan dua kemungkinan jawaban “Seperti saya” atau “Tidak seperti saya”. Item pernyataan dalam kalimat positif diberi skor berbanding terbalik dengan skor terhadap item pernyataan dalam kalimat negatif. Jadi, pada instrumen harga diri pada item pernyataan dalam kalimat positif diberi skor 1 untuk pilihan jawaban “Seperti saya” dan skor 0 untuk “Tidak seperti saya”. Sedangkan untuk item pernyataan dalam kalimat negatif diberi skor 0 untuk pilihan jawaban “Seperti saya” dan skor 1 untuk “Tidak seperti saya”.

2.5 Pengertian Bimbingan Kelompok

  Bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan yang diberikan kepada individu dalam situasi kelompok (Romlah, 2006: 3). Kegiatan bimbingan kelompok berupa penyampaian informasi yang tepat mengenai masalah pendidikan, pekerjaan, pemahaman pribadi, penyesuaian diri, dan masalah hubungan antar pribadi. Kegiatan bimbingan kelompok dapat dipimpin oleh seorang guru atau pembimbing (konselor). Media instruksional yang digunakan meliputi cerita yang tidak selesai, sandiwara boneka, film, ceramah oleh ahli, laporan kegiatan, dan sebagainya.

  Bimbingan kelompok merupakan layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah peserta didik (konseli) secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh berbagai bahan dari konselor membahas bersama-sama topik tertentu guna memahami permasalahan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan (Sukardi, 2008: 78). Bimbingan kelompok dalam upaya untuk membimbing kelompok peserta didik difokuskan pada pemberian informasi. Gasda (dalam Prayitno, 2012: 64) mengemukakan bahwa bimbingan kelompok di sekolah merupakan kegiatan pemberian informasi kepada sekelompok peserta didik untuk membantu mereka menyusun rencana dan keputusan yang tepat. Konselor diharapkan mampu memberi layanan bimbingan kelompok dalam wadah suatu kelompok peserta didik yang mengalami suatu masalah.

  Bimbingan kelompok merupakan suatu proses di mana konselor terlibat dalam hubungan dengan sejumlah klien pada yang sama (PLPG, 2008: 3). Bimbingan kelompok mengaktifkan dinamika kelompok untuk membahas berbagai hal yang berguna bagi pengembangan pribadi dan /atau mengentaskan masalah individu peserta didik dalam bimbingan kelompok.

  Layanan bimbingan kelompok merupakan suatu cara memberikan bantuan bimbingan kepada peserta didik melalui kegiatan kelompok (Tohirin, 2013: 164). Aktivitas dan dinamika layanan bimbingan kelompok diwujudkan dalam membahas dalam pengembangan potensi peserta didik dalam mengikuti pembelajaran di sekolah. Di bawah pimpinan kelompok konselor peserta didik membahas topik-topik berkenaan harga diri peserta didik dalam suasana dinamika kelompok.

  Komunikasi merupakan dasar semua interaksi manusia dan semua fungsi kelompok (Walgito, 2010: 77). Setiap kelompok harus menerima dan menggunakan informasi dalam kegiatan layanan bimbingan kelompok behavioral. Anggota kelompok untuk bisa berkomunikasi dengan bertukar informasi guna membahas topik harga diri yang dialami di sekolah. Hasil layanan bimbingan kelompok diharapkan mampu menyadarkan anggota bimbingan kelompok pentingnya harga diri dengan mengubah persepsi kesadaran diri.

  Bagi seorang konselor profesional dalam bidang pendidikan khususnya dalam mebimbing peserta didik yang mengalami berbagai permasalahan, maka bagi seseorang konselor perlu melewati syarat-syarat keilmuan akademis yang memadai untuk menjawab permasalahan peserta didik. Gazda (dalam PLPG, 2008: 4) membatasi ciri bimbingan kelompok (1) untuk semua individu (peserta didik), (2) membuat usaha tidak langsung untuk mengubah tindakan dan tingkah laku dengan memberikan informasi dan menekankan fungsi kognitif atau interaktif, (3) bisa diterapkan untuk seukuran kelas.

  Syarat-syarat seorang konselor adalah (a) memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas tentang kegiatan yang mengandung pokok-pokok pengetahuan yang luas yang menyangkut kegiatan membimbing dan konseling di sekolah. (b) Seorang konselor harus memiliki mental dan sikap bijaksana yang matang. (c) Bagi seorang yang membimbing dan menasehati orang lain, maka secara material seorang konselor harus memiliki kesehatan jasmani dan rohani serta performance yang menarik. (d) Seorang konselor harus memiliki sikap dan sifat afektif yang baik, ramah, sopan santun, dan ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. e) Seorang konselor harus siap menjalankan kode etik dalam bimbingan dan konseling (Ahmad dalam Tasrif, 2011: 163).

  Tugas konselor di sekolah sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 111 tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah diharapkan pada setiap sekolah ada petugas yang melaksanakan layanan bimbingan yaitu guru pembimbing / konselor dengan rasio satu orang guru pembimbing atau konselor untuk 150 orang peserta didik.

  Metode bimbingan kelompok (group guidance) bertujuan membantu peserta didik yang mengalami masalah melalui kegiatan kelompok. Penyelenggaraan bimbingan kelompok dimaksudkan untuk membantu mengatasi masalah bersama peserta didik dalam layanan bimbingan kelompok. Tohirin (2013: 273) membagi delapan jenis layanan bimbingan kelompok, yaitu (1) program hoom room, (2) karyawisata, (3) diskusi kelompok, (4) kegiatan kelompok, (5) organisasi peserta didik, (6) sosio drama, (7) psikodrama, dan (8) pengajaran remedial.

  Layanan bimbingan kelompok menurut Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 (2014: 112- 113) meliputi hakikat bimbingan kelompok (1) melibatkan beberapa orang yang bertemu dalam suatu kelompok. (2) Mendiskusikan sebuah topik bahasan. (3) Cara yang efektif dalam merespon berbagai kebutuhan peserta didik. (4) Mencegah timbulnya masalah.

  Tujuan bimbingan kelompok meliputi (1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi. (2) Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin. (3) Menyesuaikan diri dengan lingkungan. (4) Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi.

  Topik dalam bimbingan kelompok antara lain (1) kemampuan dan kondisi pribadi. (2) Kemampuan dan kondisi hubungan sosial. (3) Kemampuan, kegiatan, dan hasil belajar. (4) Pengembangan karir.

  Tahapan layanan bimbingan kelompok meliputi: Tahap I merupakan tahapan permulaan meliputi (1) menerima secara terbuka dan mengucapkan terimakasih. (2) Berdoa. (3) Memperkenalkan diri secara terbuka, menjelaskan peranannya sebagai pemimpin kelompok. (4) Menjelaskan pengertian bimbingan kelompok. (5) Menjelaskan tujuan tujuan umum yang ingin dicapai melalui bimbingan kelompok. (6) Menjelaskan cara-cara pelaksanaan yang hendak dicapai melalui tujuan itu. (7) Menjelaskan azas- azas bimbingan kelompok meliputi (a) kesukarelaan, (b) keterbukaan, (c) kegiatan, (c) kenormatifan, (d) kerahasiaan. (7) Menampilkan tingkah laku dan komunikasi yang mengandung unsur-unsur penghormatan kepada orang lain/anggota kelompok, ketulusan hati, kehangatan, dan empati. (8) Perkenalan dilanjutkan rangkaian nama.

  Tahap

  II merupakan tahapan peralihan meliputi kegiatan (1) menjelaskan kembali kegiatan kelompok. (2) Tanya jawab tentang kesiapan anggota untuk kegiatan lebih lanjut. (3) Mengenali suasana apabila anggota secara keseluruhan / sebagian belum siap untuk memasuki tahap berikutnya dan mengatasi suasana tersebut. (4) Meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota.

  Tahap

  III merupakan tahapan kegiatan meliputi aktivitas (1) pemimpin kelompok mengemukakan topik bahasan yang telah dipersiapkan. (2) Menjelaskan pentingnya topik tersebut dibahas dalam kelompok. (3) Tanya jawab tentang topik yang dikemukakan pemimpin kelompok. (4) Pembahasan topik secara tuntas dengan menggunakan rumus 5W+1H. (5) Selingan, dan (6) Menegaskan komitmen para anggota kelompok.

  Tahap IV merupakan tahapan pengakhiran meliputi kegiatan (1) menjelaskan bahwa kegiatan bimbingan kelompok akan diakhiri. (2) Anggota kelompok mengemukakan kesan dan menilai kemajuan yang dicapai masing-masing. (3) Pembahasan kegiatan lanjutan. (4) Pesan serta tanggapan anggota kelompok. (5) Ucapan terima kasih. (6) Berdoa, dan (7) Perpisahan.

2.6 Teknik Diskusi Kelompok

  Pengertian diskusi kelompok merupakan percakapan yang sudah direncanakan antara tiga orang atau lebih dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau untuk memperjelas suatu persoalan di bawah seorang pemimpin (Romlah, 2006: 89). Diskusi kelompok tidak hanya untuk memecahkan masalah tetapi juga untuk mencerahkan suatu persoalan, serta untuk mengembangkan pribadi. Diskusi kelompok merupakan salah satu teknik bimbingan kelompok yang penting malahan dapat dikatakan sebagai jantungnya bimbingan kelompok. Teknik bimbingan kelompok hampir semuanya menggunakan diskusi sebagai cara kerjanya.

  Diskusi kelompok merupakan salah satu layanan bimbingan kelompok yang berbentuk diskusi kelompok supaya harga diri peserta didik meningkat. Sedangkan (Tohirin, 2013: 275) menjelaskan bahwa diskusi kelompok merupakan suatu cara peserta didik memperoleh kesempatan memecahkan masalah secara bersama-sama. Setiap peserta didik memperoleh kesempatan untuk mengemukakan pikiran dalam memcahkan masalah. Kegiatan diskusi kelompok peserta didik diberi peran-peran sepertipimpinan diskusi (moderator) dan notulis. Pimpinan diskusi mempunyai tugas memimpin jalannya diskusi supaya kegiatan diskusi lancar dan terarah sesuai tujuan diskusi. Tugas notulis mencatat hasil diskusi dan peserta didik yang lain menjadi anggota sehingga masing-masing mempunyai tanggung jawab dan harga diri. Masalah yang didiskusikan dalam konteks pemecahan masalah belajar lebih khusus lagi masalah harga diri peserta didik yang rendah. Dengan kegiatan layanan bimbingan kelompok menggunakan metode diskusi kelompok peserta didik yang merasa harga diri rendah akan berkembang karena telah memiliki keberanian tampil dan mengemukakan pendapat.

  Romlah (2006: 90) menjelaskan keuntungan diskusi kelompok dalam bimbingan kelompok antara lain: (1) membuat anggota kelompok lebih lebih aktif karena setiap anggota mendapat kesempatan untuk berbicara dan memberi sumbangan pada kelompok. (2) Anggota kelompok dapat saling bertukar pengalaman, pikiran, perasaan, dan nilai-nilai yang akan dapat membuat persoalan menjadi jelas. (3) Anggota kelompok belajar mendengarkan dengan baik yang dikatakan anggota kelompok. (4) Dapat meningkatkan pengertian terhadap diri sendiri dan pengertian terhadap orang lain. (5) Memberikan kesempatan kepada anggota untuk belajar menjadi pemimpin.

  Langkah-langkah bimbingan kelompok dengan diskusi kelompok (1) menentukan subjek penelitian harga diri rendah berdasarkan inventori harga diri. (2) Membuat jadwal dan perlengkapan bimbingan kelompok. (3) Pelaksanaan bimbingan kelompok dengan teknik diskusi sebanyak 12 pertemuan. (4) Tahapan pengakhiran atau refleksi.

2.7 Kajian Yang Relevan

  Penelitian yang berkaitan dengan harga diri (Self-Esteen) dan bimbingan kelompok. 1) Penelitian Rahmania dan Ika Yuniar (2012) dengan judul Hubungan antara Self-Esteen dengan

  Kecenderungan Body Dysmorphic Disorder pada Remaja Putri yang dimuat jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental. Penelitian di Surabaya, populasi remaja putri berusia 15-18 tahun peserta didik SMA sebanyak 100 peserta didik, memakai alat kuesioner self-esteem questionnaire (SEQ), dan hasil penelitian adalah terdapat korelasi yang signifikan antara self-

  esteem dengan kecenderungan body dysmorphic

  disorder. Semakin tinggi self-esteen maka semakin rendah kecenderungan BDD dan sebaliknya. 2) Penelitian Mochamad Sigit (2013) dengan judul

  Teknik Bermain ”Jembatan Manusia” Dalam

  Bimbingan Kelompok Untuk Meningkatkan Harga

  Diri Pada Peserta didik Slow Learner di SMPN 29 Surabaya. Penelitian di SMP Negeri 29 Surabaya, populasi seluruh peserta didik berjumlah 346, memakai analisis regresi, dan hasil penelitian Ho ditolak dan Ha diterima. Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa teknik bermain jembatan manusia dalam bimbingan kelompok dapat meningkatkan harga diri Peserta didik. 3) Hasil penelitian Yasmita (2013) dengan judul

  

Hubungan antara Self Esteem dengan Asertivitas

pada Peserta didik Kelas X SMAN 5 Merangin.

  Penelitian di SMA 5 Merangin, populasi seluruh peserta didik kelas X yang berjumlah 122 peserta didik, memakai alat kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan product moment dari Karl Pearson, dan bahwa menunjukkan hubungan positif yang signifikan antara harga diri dan ketegasan. Semakin tinggi harga diri peserta didik, semakin tinggi ketegasan, sebaliknya semakin rendah harga diri semakin rendah ketegasan. 4) Mawardi (2005) meneliti Hubungan Harga Diri dan

  Kebutuhan Berprestasi dengan Prestasi Belajar Peserta didik SMA Kristen Satya Wacana Salatiga, menyatakan bahwa ada hubungan yang positif antara harga diri dengan prestasi belajar peserta didik.

  5) Sandha (2012) meneliti Hubungan Antara Self

  

Esteem dengan Penyesuaian Diri pada Peserta didik

  Tahun Pertama SMA Krista Mitra Semarang, menyatakan ada hubungan positif antara harga diri

  (self esteem) dengan penyesuaian diri peserta didik tahun pertama SMA Krista Mitra Semarang. 6) Neolaka (dalam Pancariatno, 2009: 59) meneliti

  Hubungan Harga Diri dan Kecemasan Matematika dengan Prestasi Matematika Peserta didi Kelas I SMA Soe, menyatakan bahwa harga diri tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan prestasi belajar matematika. 7) Purwanti (2012) meneliti Layanan Bimbingan

  Bimbingan Kelompok untuk Mengurangi Kesulitan Belajar Peserta didi SDIT Salsabila Klaseman Yogyakarta, menyatakan bahwa program layanan bimbingan kelompok melalui permainan dapat mengurangi kesulitan belajar peserta didi. 8) Mufidah (2009) meneliti Penggunaan Bimbingan

  Kelompok dengan Teknik Diskusi Kelompok untuk Meningkatkan Minat Belajar Peserta didi Kelas 10

  IPS 2 SMA Negeri 4 Sidoarjo, menyatakan bahwa bimbingan kelompok dengan teknik diskusi kelompok mampu meningkatkan minat belajar peserta didik kelas 10 IPS 2 SMA Negeri 4 Sidoarjo.

  Penelitian ini mengkaji bimbingan kelompok dengan teknik diskusi guna meningkatkan harga diri peserta didik. Peserta didik SMP baru senang- senangnya bermain maka penelitian ini menggunakan cara bermain dengan diskusi kelompok.

2.8 Kerangka Pikir

  Peserta didik SMP Negeri 2 Patebon diketahui adanya peserta didik yang harga diri rendah. Berdasarkan inventori harga diri diketahui peserta didik yang mempunyai harga diri yang rendah berdampak pada perilaku dan sikap peserta didik dalam mengikuti pembelajaran.

  Harga diri dianggap sangat penting bagi keberhasilan hidup individu seperti yang tercantum pada “hierarki kebutuhan manusia pada tingkat ke- 4”. Layanan bimbingan kelompok membantu peserta didik untuk peningkatan harga diri.

  Bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan yang diberikan kepada individu dalam situasi kelompok (Romlah, 2006: 3). Kegiatan membimbing sangat menentukan arah perkembangan, dan kemajuan peserta didik di sekolah baik perkembangan pada prestasi akademik serta perilaku-perilaku sosial lainnya, termasuk pula dalam hal kedisiplinan.

  Bimbingan kelompok membantu peserta didik yang berprestasi akademik di bawah KKM. Peserta didik mempunyai kepercayaan diri dan meningkat prestasi dengan gambar kerangka pikir sebagai berikut. Belum diberi Layanan Layanan Bimbingan Bimbingan Kelompok Kelompok Teknik

  Peserta Didik Harga Diri Diskusi Kelompok Rendah

  Setelah diberi Layanan Bimbingan Kelompok Terjadi Peningkatan

  Harga Diri Peserta Didik

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

2.9 Hipotesis Penelitian

  Hipotesis dalam penelitian ini adalah bimbingan kelompok dengan teknik diskusi kelompok dapat meningkatkan secara signifikan harga diri peserta didik kelas IX G SMP Negeri 2 Patebon Kendal.

Dokumen yang terkait

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Self Efficacy (Efikasi Diri) Siswa yang Rendah di Kelas XI IPS SMAN I Kendal Melalui Layanan Konseling Kelompok Behavioral

0 1 10

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Self Efficacy (Efikasi Diri) Siswa yang Rendah di Kelas XI IPS SMAN I Kendal Melalui Layanan Konseling Kelompok Behavioral

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Self Efficacy (Efikasi Diri) Siswa yang Rendah di Kelas XI IPS SMAN I Kendal Melalui Layanan Konseling Kelompok Behavioral

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Self Efficacy (Efikasi Diri) Siswa yang Rendah di Kelas XI IPS SMAN I Kendal Melalui Layanan Konseling Kelompok Behavioral

0 2 104

Bab II Kajian Teori - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Manajemen Sarana Prasarana Di SMP Negeri 1 Limbangan Kabupaten Kendal Tahun 2014/2015

0 0 24

Bab III Metode Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Manajemen Sarana Prasarana Di SMP Negeri 1 Limbangan Kabupaten Kendal Tahun 2014/2015

0 0 14

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Manajemen Sarana Prasarana Di SMP Negeri 1 Limbangan Kabupaten Kendal Tahun 2014/2015

0 0 38

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Manajemen Sarana Prasarana Di SMP Negeri 1 Limbangan Kabupaten Kendal Tahun 2014/2015

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Manajemen Sarana Prasarana Di SMP Negeri 1 Limbangan Kabupaten Kendal Tahun 2014/2015

0 0 33

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Harga Diri Melalui Bimbingan Kelompok dengan Teknik Diskusi Kelompok Peserta Didik SMP Negeri 2 Patebon Kendal

0 0 8