FILSAFAT PENDIDIKAN DAN PENINGKATAN SUMB
A. PENDAHULUAN
Suatu usaha untuk mengatasi persoalan-persoalan pendidikan tanpa menggunakan kearifan (wisdom) dan kekuatan filsafat ibarat sesuatu yang sudah ditakdirkan untuk gagal. Persoalan pendidikan adalah persoalan filsafat. Pendidikan dan filsafat tidak terpisahkan karena akhir dari pendidikan adalah akhir dari filsafat, yaitu kearifan (wisdom). Dan alat dari filsafat adalah alat dari pendidikan, yaitu pencarian (inquiry), yang akan mengantar seseorang pada kearifan.
Untuk mencerdaskan dan memajukan kehidupan suatu bangsa dan negara sesuai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan maka diadakan suatu proses pendidikan atau suatu proses belajar yang akan memberikan pengertian, pandangan, dan penyesuaian bagi seseorang atau si terdidik ke arah kedewasaan dan kematangan. Dengan proses ini, maka akan berpengaruh terhadap perkembangan jiwa seorang anak didik atau peserta dan atau subjek didik ke arah yang lebih dinamis baik kearah bakat atau pengalaman, moral, intelektual maupun fisik (jasmani) menuju kedewasaan dan kematangan tadi. Tujuan akhir pendidikan akan terwujud guna menumbuhkan dan mengembangkan semua potensi si terdidik secara teratur, apabila prakondisi alamiah dan sosial manusia memungkinkan, seperti: iklim, makanan, kesehatan, keamanan dan lain sebagainya yang relatif sesuai dengan kebutuhan manusia.
B. ALIRAN – ALIRAN FILSAFAT DALAM PENDIDIKAN MODERN
Pendidikan merupakan aspek terpenting dalam membangun karakter manusia. Namun, dalam perkembangannya, pendidikan sering dianggap tidak penting bahkan dianggap tidak diperlukan. Akan tetapi, pendidikan pada waktunya menempati posisi penting dalam kehidupan. Saat manusia sadar, bahwa pendidikan merupakan aspek luar yang membangun keterampilan dan kemampuan manusia lain. Fase-fase tersebut dapat terlihat dari teori-teori pendidikan yang muncul, mulai dari teori empirisme, nativisme, naturalisme, dan konvergensi. Masing-masing teori menyampaikan kelebihan dan kekurangan pendidikan serta bagaimana peran pendidikan dalam kehidupan masyarakat. Perkembangan tersebut, penting untuk dipelajari dan dihikmahi, mengingat semua teori tersebut pada hakikatnya mendasari konsep-konsep pendidikan saat ini.
1. Aliran Empirisme
Aliran empirisme, bertentangan dengan paham aliran nativisme. Empirisme ( empiri = pengalaman), tidak mengakui adanya pembawaan atau potensi yang dibawa lahir manusia. Dengan kata lain bahwa manusia itu lahir dalam keadaan suci, tidak membawa apa-apa. Karena itu, aliran ini berpandangan bahwa hasil belajar peserta didik besar pengaruhnya pada faktor lingkungan. Dalam teori belajar mengajar, maka aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan peserta didik. Pengalaman belajar yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas atau pun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan. Tokoh perintis aliran empirisme adalah seorang filosof Inggris bernama John Locke (1704- 1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dalam aliran empirisme seorang pendidik memegang peranan penting terhadap keberhasilan peserta didiknya. Menurut Redja Mudyahardjo bahwa aliran nativisme ini berpandangan behavioral, karena menjadikan perilaku manusia yang tampak keluar sebagai sasaran kajiannya, dengan tetap menekankan bahwa perilaku itu terutama sebagai hasil belajar semata-mata. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keberhasilan belajar peserta didik menurut aliran empirisme ini, adalah lingkungan sekitarnya. Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya kemampuan dari pihak pendidik dalam mengajar mereka. Ketika aliran-aliran pendidikan, yakni nativisme, dan empirisme dan dikaitkan dengan teori belajar Aliran empirisme, bertentangan dengan paham aliran nativisme. Empirisme ( empiri = pengalaman), tidak mengakui adanya pembawaan atau potensi yang dibawa lahir manusia. Dengan kata lain bahwa manusia itu lahir dalam keadaan suci, tidak membawa apa-apa. Karena itu, aliran ini berpandangan bahwa hasil belajar peserta didik besar pengaruhnya pada faktor lingkungan. Dalam teori belajar mengajar, maka aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan peserta didik. Pengalaman belajar yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas atau pun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan. Tokoh perintis aliran empirisme adalah seorang filosof Inggris bernama John Locke (1704- 1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dalam aliran empirisme seorang pendidik memegang peranan penting terhadap keberhasilan peserta didiknya. Menurut Redja Mudyahardjo bahwa aliran nativisme ini berpandangan behavioral, karena menjadikan perilaku manusia yang tampak keluar sebagai sasaran kajiannya, dengan tetap menekankan bahwa perilaku itu terutama sebagai hasil belajar semata-mata. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keberhasilan belajar peserta didik menurut aliran empirisme ini, adalah lingkungan sekitarnya. Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya kemampuan dari pihak pendidik dalam mengajar mereka. Ketika aliran-aliran pendidikan, yakni nativisme, dan empirisme dan dikaitkan dengan teori belajar
2. Nativisme dan Naturalisme
Nativisme berasal dari kata Nativus yang berarti kelahiran. Tokoh aliran ini adalah Arthur Schopenhauer (1788-1860) seorang filosof jerman, yang berpendapat bahwa hasil pendidikan dan perkembangan manusia itu ditentukan oleh pembawaan yang diperolehnya sejak anak itu dilahirkan. Anak dilahirkan kedunia sudah mempunyai pembawaan dari orang tua maupun disekelilingnya, dan pembawaan itulah yang menentukan perkembangan dan hasil pendidikan. Lingkungan, termaksud tidak upaya tidak mempengaruhi perkembangan anak didik. Apabila seorang anak berbakat jahat, maka ia akan menjadi jahat, begitu pula sebaliknya. Karena dalam aliran ini dikenal dengan istilah pessimisme paedagogis, karena sangat pesimis terhadap upaya-upaya dan hasil pendidikan. Natur artinya alam, atau apa yang dibawa sejak lahir. Aliran ini sama dengan aliran nativisme. Naturalisme yang dipelopori oleh Jean Jaquest Rousseau, bependapat bahwa pada hakekatnya semua anak manusia adalah baik pada waktu dilahirkan yaitu dari sejak tangan sang pencipta. Tetapi akhirnya rusak sewaktu berada ditangan manusia, oleh karena Jean Jaquest Rousseau menciptakan konsep pendidikan alam, artinya anak hendaklah dibiarkan tumbuh dan berkembang sendiri menurut alamnya, manusia jangan banyak mencampurinya.
Jean Jaquest Rousseau juga berpendapat bahwa jika anak melakukan pelanggaran terhadap norma-norma, hendaklah orang tua atau pendidik tidak perlu untuk memberikan hukuman, biarlah alam yang menghukumnya. Jika seorang anak bermain pisau, atau bermain api kemudian terbakar atau tersayat tangannya, atau bermain air kemudian ia gatal-gatal atau masuk angin. Ini adalah bentuk hukuman alam. Biarlah anak itu merasakan sendiri akibatnya yang sewajarnya dari perbuatannya itu yang nantinya menjadi insaf dengan sendirinya.
3. Teori Konvergensi
Konvergensi dipelopori oleh William Stern. Gagasan Stern mengenai konvergensi ini didasari pada dua teori sebelumnya, yakni nativisme dan empirisme. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa konvergensi merupakan gabungan antara kedua teori tersebut. Hal ini dapat ditilik dalam teori konvergensi yang menyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan manusia itu bergantung pada faktor bakat/pembawaan dan faktor lingkungan, pengalaman/pendidikan (Ahmadi dan Uhbiyati, 1991: 294). Jika diidentifikasi teori tersebut, maka jelas bahwa unsur nativisme dan empirisme membangun kedua teori itu. Hal itu tercermin pada, faktor bakat yang merupakan gagasan teori nativisme, sedangkan faktor lingkungan yang merupakan gagasan empirismi. Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peran yang sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu anak tersebut dilahirkan tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang baik sesuai dengan perkembangan bakat anak itu. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak akan menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri anak itu tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk dikembangkannya. Sebagai ilustrasi, anak dalam tahun pertama mempelajari bahasa bukan karena dorongan dan bakat. Melainkan karena meniru suara ibunya dan orang-orang di sekitarnya. Namun, tanpa ada bakat dan dorongan, tentu saja hal itu tidak dimungkinkan. Sehingga kedua aspek ini sama pentingnya. Sebagai gambaran lain, seorang yang memiliki bakat bermain musik, namun karena lingkungan tidak mengkondisikan orang tersebut, maka ia pun tidak akan menjadi pemusik hebat. Ada tiga teori konvergensi yang terkenal yang disampaikan oleh Stern, yakni:
a. Pendidikan mungkin dilaksanakan.
b. Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi yang kurang baik.
c. Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan
Pandangan konvergensi ini tentu saja memberi arah yang jelas mengenai pentingnya pendidikan. Bahwa, pendidikan harus dilakukan agar potensi anak dapat ditingkatkan. Sehingga bakat yang ada semakin terasah, sementara kompetensi lain pun ikut diasah.
C. PEMIKIRAN FILOSOFIS TENTANG PENDIDIKAN MANUSIA
Hampir semua aliran filsafat membicarakan masalah pendidikan dan memikirkan teori-teori untuk melaksanakan pendidikan menurut pendapat dan paham yang mereka anut dan yakini dapat membentuk dan membina akal pikiran anak didik yang akan mendatangkan kemajuan dan kebahagiaan mereka itu dibelakang hari. Tetapi sejak kurang lebih dua puluh lima abad yang lalu, seorang bijaksana unggul yang agung dalam pemikirannya, yaitu Aristoteles sendiri, telah memperingatkan bahwa:
“O rang tidak sama sekali setuju tentang hal-hal yang akan diajarkan, apakah kita memandang kepada kebaikan atau kehidupan yang terbaik. Tidak ada kepastian apakan
pendidika itu leboh bersangkut paut dengan intelektualitas atau dengan kebajikan moral. Praktek yang berjalan sekarang membingungkan, tidak ada seorang pun yang tahu atas landasan prinsip apa kita akan maju. Apakah yang berguna dalam kehidupan, kebajikan ataukan pengetahuan yang lebih tinggi, yang akan menjadi tujuan dari pengajaran kita. Ketiga pendapat itu semuanya memikat perhatian orang. Lagi pula, tentang cara-caranya tidak terdapat kesepakatan, karena bagi orang-orang yang berlain-lainan, memulai dengan ide yang berbeda-beda sudah tentu tidak akan bersesuaian dalam prakteknya”.
Jadi dengan demikian, Aristoteles dan orang-orang yang semasa dengannya, berpendapat akan sukarlah untuk setuju dengan semacam pendidikan yang tetap, untuk anak didik karena kondisi sosial di masa itu pun berada dalam keadaan perubahan yang cepat.
D. PENDIDIKAN DALAM ANALISIS FILSAFAT
Masalah pendidikan adalah merupakan masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan
manusia, bahkan keduanya pada hakikatnya adalah proses yang satu. 1 Pengertian yang luas dari pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh Lodge, yaitu
bahwa: “life is education, and education is life”, akan berarti bahwa seluruh proses hidup dan kehidupan manusia itu adalah proses pendidikan segala pengalaman sepanjang hidupnya merupakan dan memberikan pengaruh pendidikan baginya. Dalam artinya yang sepit, pendidikan hanya mempunyai fungsi yang terbatas, yaitu memberikan dasar-dasar dan pandangan hidup kepada generasi yang sedang tumbuh, yang dalam prakteknya identik dengan pendidikan formal di sekolah dan dalam situasi dan kondisi serta lingkungan belajar yang serba terkontrol.
Bagaimanapun luas sempitnya pengertian pendidikan, namun masalah pendidikan adalah merupakan masalah yang berhubungan langsung dengan hidup dan kehidupan
1 Ruper c lodge, philoshopy of education, Harer & Brother, New York, 1974, hlm23.
manusia. Pendidikan merupakan usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaanya, dalam membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi mu, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugasnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakikat dan ciri-ciri kemanusiannya dan pendidikan formal di sekolah hanya bagian kecil saja dari padanya. Tetapi merupakan inti dan bisa lepas kaitannya dengan proses pendidikan secara keseluruhannya.
Dengan pengertian pendidikan yang luas, berarti bahwa masalah kependidikan pun mempunyai ruang lingkup yang luas pula, yang menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. Memang diantara permasalahan kependidikan tersebut terdapat masalah pendidikan yang sederhana yang menyangkut praktek dan pelaksanaan sehari-hari, tetapi banyak pula pula diantaranya yang menyangkut masalah yang bersifat mendasar dan mendalam, sehingga memerlukan bantuan ilmu-ilmu lain dalam memecahkannya. Bahkan pendidikan juga menghadapi persoalan-persoalan yang tidak mungkin terjawab dengan menggunakan analisa ilmiah semata-mata, tetapi memerlukan analisa dan pemikiran yang mendalam, yaitu analisa filsafat. Berikut ini akan dikemukakan beberapa masalah kependidikan yang memerlukan analisa filsafat dalam memahami dan memecahkannya, antara lain:
1. Masalah kependidikan pertama yang mendasar adalah tentang apakah hakikat pendidikan itu. Mengapa pendidikan itu harus ada pada manusia dan merupakan hakikat hidup manusia itu. Dan bagaimana hubungan antara pendidikan dengan hidup dan kehidupan manusia. Apakah pendidikan itu berguna untuk membawa kepribadian manusia, apakah potensi hereditas yang menentukan kepribadian manusia itu, atau faktor-faktor yang berasal dari luar/lingkungan dan pendidikan. Mengapa anak yang mempunyai potensi hereditas yang tidak baik, walaupun mendapatkan pendidikan dan lingkungan yang baik, tetap tidak berkembang.
2. Apakah sebenarnya tujuan pendidikan itu. Apakah pendidikan itu untuk individu, atau untuk kepentingan masayarakat. Apakah pendidikan dipusatkan untuk membina kepribadian manusia ataukah untuk pembinaan masyarakat. Apakah pembinaan manusia itu semata-mata unuk dan demi kehidupan riil dan materil di dunia ini, ataukah untuk kehidupan kelak di akhirat yang kekal.
Masalah-masalah tersebut merupakan sebagian dari contoh-contoh problematika pendidikan, yang dalam pemecahannya memerlukan usaha-usaha pemikiran yang mendalam Masalah-masalah tersebut merupakan sebagian dari contoh-contoh problematika pendidikan, yang dalam pemecahannya memerlukan usaha-usaha pemikiran yang mendalam
1. Pendekatan secara spekulatif, yang disebut juga sebagai cara pendekatan reflektif, berarti
membayangkan dan menggambarkan.
2. Pendekatan normatif, artinya nilai atau aturan dan ketentuan yang berlaku dan dijunjung tinggi dalam hidup dan kehidupan manusia.
3. Pendekatan analisa konsep, artinya pengertian atau tangkapan seseorang terhadap sesuatu objek. Setiap orang mempunyai pengertian atau tangkapan yang berbeda- beda mengenai yang sama, tergantung pada perhatian, keahlian dan kecendrungan masing-masing.
4. Analisa ilmiah terhadap realitas kehidupan sekarang yang aktual ( scientific analysis of current life ) penedekatan ini sasarannya adalah masalah-masalah kependidikan yang aktual, yang menjadi masalah masa kini, dengan menggunakan metode ilmiah dapat didiskripsikan dan kemudian dipahami permasalan- permasalahan yang hidup dan berkembang dalam masayrakat dan dalam proses
pendidikan serta aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan pendidikan. 2
E. PERAN FILSAFAT DALAM PENDIDIKAN
Filsafat, dalam arti analisa filsafat adalah merupakan salah satu cara pendekatan yang digunakan oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan problematika pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikannya, di samping menggunakan metode ilmiah lainnya. Filsafat juga berfungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah dikembangkan oleh para ahlinya, yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat tertentu, mempunyai relevansi dengan kehidupan dalam praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang berkembang dalam masyarakat. Filsafat, termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau pedagogik. Suatu praktek kependidikan yang didasarkan dan diarahkan oleh suatu filsafat pendidikan tertentu, akan
2 James gibril, introduction to philoshopy of education, Allyn & Bacon Inc., Boston.1969 2 James gibril, introduction to philoshopy of education, Allyn & Bacon Inc., Boston.1969
F. PENDEKATAN FILOSOFI DALAM PEMECAHAN MASALAH PENDIDIKAN
Pendekatan filosofis adalah cara pandang atau paradigma yang bertujuan untuk menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik objek formanya. Dengan kata lain, pendekatan filosofis adalah upaya sadar yang dilakukan untuk menjelaskan apa dibalik sesuatu yang nampak. Pendekatan filosofis untuk menjelaskan suatu masalah dapat diterapkan dalam aspek-aspek kehidupan manusia, termasuk dalarn pendidikan. Filsafat tidak hanya melahirkan pengetahuan baru, melainkan juga melahirkan filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan adalah filsafat terapan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang dihadapi. John Dewey (1964) berpendapat bahwa filsafat merupakan teori umum tentang pendidikan. Filsafat sebagai suatu sistem berpikir akan menjawab persoalan-persoalan pendidikan yang bersifat filosofis dan memerlukan jawaban filosofis pula.
Filsafat pendidikan sebagai filsafat terapan, yaitu studi tentang penerapan asas-asas pemikiran filsafat pada masalah-masalah pendidikan pada dasarnya mengenal dua pendekatan yang polaritis, yaitu:
1. Pendekatan tradisional
2. Pendekatan progresif.
Pengertian masing-masing pendekatan dan variasi pendekatan daripadanya dan aliran- aliran filsafat pendidikan dihasilkannya akan dijelaskan di bawah ini:
1. Pendekatan Tradisional Pendekatan tradisional dalam filsafat pendidikan melandaskan diri pada asas-asas
sebagai berikut:
a. Bahwa dasar-dasar pendidikan adalah filsafat, sehingga untuk mempelajari filsafat pendidikan haruslah memiliki pengetahuan dasar tentang filsafat.
b. Bahwa kenyataan yang esensial baik dan benar adalah kenyataan yang tetap, kekal dan abadi.
c. Bahwa nilai norma yang benar adalah nilai yang absolut, universal dan obyektif.
d. Bahwa tujuan yang baik dan benar menenukan alat dan sarana, artinya tujuan yang baik harus dicapai dengan alat sarana yang baik pula.
e. Bahwa faktor pengembang sejarah atau sosial ( science, technology, democracy dan industry ) adalah sarana alat untuk prosperity of life dan bukannya untuk welfare of life sebagai tujuan hidup dan pendidikan sebagaimana yang ditentukan oleh filsafat.
2. Pendekatan Progresif Sebagai penghujung yang berbeda dari pendekatan di atas dan dari kontinuitas
aliran filsafat pendidikan adalah pendekatan progresif kontemporer dengan dasar- dasar pemikiran sebagai berikut:
a. Bahwa dasar-dasar pendidikan adalah sosiologi, atau filsafat sosial humanisme ilmiah, yang skeptis terhadap kenyataan yang bersifat metafisis transendental.
b. Bahwa kenyataan adalah perubahan, artinya kenyataan hidup yang esensial adalah kenyataan yang selalu berubah dan berkembang.
c. Bahwa truth is man-made , artinya kebenaran dan kebajikan itu adalah kreasi
manusia, dengan sifatnya yang relatif temporer bahkan subyektif.
d. Bahwa tujuan dan dasar-dasar hidup dan pendidikan relatif ditentukan oleh perkembangan tenaga pengembang sosial dan manusia, yang merupakan sumber perkembangan sosial masyarakat.
e. Bahwa antara tujuan dan alat adalah bersifat berkelanjutan, bahwa tujuan dapat menjadi alat untuk tujuan yang lebih lanjut sesuai dengan perkembangan sosial masyarakat
G. HUBUNGAN FILSAFAT DAN TEORI PENDIDIKAN
Hubungan antara filsafat dan teori pendidikan sangatlah penting sebab ia menjadi dasar, arah dan pedoman suatu sistem pendidikan. Filsafat pendidikan merupakan aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan dan mengharmoniskan serta menerangkan nilai-nilai dan tujuan yang ingin di capai. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa tidak semua masalah kependidikan dapat dipecahkan dengan menggunakan metode ilmiah semata-mata. Banyak diantara masalah- masalah kependidikan tersebut yang merupakan pertanyaan-pertanyaan filosofis, analisa filsafat terhadap masalah-masalah pendidikan tersebut, dengan berbagai cara pendekatannya, akan dapat menghasilkan pendangan-pndangan tertentu mengenai masalah-maslah kependidikan bisa tersebut. Dan atas dasar itu bisa disusun secara sistematis teori-teori pendidikan. Disamping itu jawaban-jawaban yang telah dikemukakan oleh jenis dan aliran filsafat tertentu sepanjang sejarah terhadap problematika kehidupan yang dihadapinya Hubungan antara filsafat dan teori pendidikan sangatlah penting sebab ia menjadi dasar, arah dan pedoman suatu sistem pendidikan. Filsafat pendidikan merupakan aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan dan mengharmoniskan serta menerangkan nilai-nilai dan tujuan yang ingin di capai. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa tidak semua masalah kependidikan dapat dipecahkan dengan menggunakan metode ilmiah semata-mata. Banyak diantara masalah- masalah kependidikan tersebut yang merupakan pertanyaan-pertanyaan filosofis, analisa filsafat terhadap masalah-masalah pendidikan tersebut, dengan berbagai cara pendekatannya, akan dapat menghasilkan pendangan-pndangan tertentu mengenai masalah-maslah kependidikan bisa tersebut. Dan atas dasar itu bisa disusun secara sistematis teori-teori pendidikan. Disamping itu jawaban-jawaban yang telah dikemukakan oleh jenis dan aliran filsafat tertentu sepanjang sejarah terhadap problematika kehidupan yang dihadapinya
Hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan teori pendidikan dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Filsafat, dalam arti analisa filsafat adalah merupakan salah satu cara pendekatan yang digunakan oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan permasalahan pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikannya, di samping menggunakan metode-metode ilmiah lainnya. Sementara itu dengan filsafat, sebagian pandangan tertentu terhadap sesuatu obyek, misalnya filsafat idelisme, realisme, materialisme dan sebagainya, akan mewarnai pula pandangan ahli pendidikan tersebut dalam teori-teori pendidikan yang dikembangkannya. Aliran filsafat tertentu terhadap teori-teori pendidikan yang dikembangkan atas dasar aliran filsafat tersebut. Dengan kata lain, teori-teori dan pandangan-pandangan filsafat pendidikan yang dikembangkan oleh fillosof, tentu berdasarkan dan bercorak serta diwarnai oleh pandangan dan aliran filsafat yang dianutnya.
2. Filsafat, juga berfungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah dikembangkan oleh para ahlinya, yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat tertentu, mempunyai relevansi dengan kehidupan nyata. Artinya mengarahkan agar teori-teori dan pandangan filsafat pendidikan yang telah dikembangkan tersebut bisa diterapkan dalam praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang juga berkembang dalam masyarakat. Di samping itu, adalah merupakan kenyataan bahwa setiap masyarakat hidup dengan pandangan filsafat hidupnya sendiri-sendiri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, dan dengan sendirinya akan menyangkut kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Di sinilah letak fungsi filsafat dan filsafat pendidikan dalam memilih dan mengarahkan teori-teori pendidikan dan kalau perlu juga merevisi teori pendidikan tersebut, yang sesuai dan relevan dengan kebutuhan, tujuan dan pandangan hidup dari masyarakat.
3. Filsafat, termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau paedagogik. Suatu praktek kependidikan yang didasarkan dan diarahkan oleh suatu filsafat pendidikan tertentu, akan menghasilkan dan menimbulkan bentuk-bentuk dan gejala-gejalan kependidikan yang tertentu pula. Hal ini adalah data-data kependidikan yang ada dalam suatu masyarakat tertentu. Analisa filsafat berusaha untuk menganalisa 3. Filsafat, termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau paedagogik. Suatu praktek kependidikan yang didasarkan dan diarahkan oleh suatu filsafat pendidikan tertentu, akan menghasilkan dan menimbulkan bentuk-bentuk dan gejala-gejalan kependidikan yang tertentu pula. Hal ini adalah data-data kependidikan yang ada dalam suatu masyarakat tertentu. Analisa filsafat berusaha untuk menganalisa
Di samping hubungan fungsional tersebut, antara filsafat dan teori pendidikan, juga memiliki hubungan yang bersifat suplementer, sebagai berikut: 3
1. Kegiatan merumuskan dasar-dasar, dan tujuan-tujuan pendidikan, konsep tentang sifat hakikat manusia, serta konsepsi hakikat dan segi-segi pendidikan serta isi moral pendidikannya.
2. Kegiatan merumuskan sistem atau teori pendidikan ( science of education ) yang meliputi politik pendidikan, kepemimpinan pendidikan atau organisasi pendidikan, metodologi pendidikan dan pengajaran, termasuk pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan masyarakat dan Negara.
Definisi di atas merangkum dua cabang ilmu pendidikan yaitu, filsafat pendidikan dan sistem atau teori pendidikan, dan hubungan antara keduanya adalah bahwa yang satu
“ supplemen ” terhadap yang lain dan keduanya diperlukan oleh setiap guru sebagai pendidik dan bukan hanya sebagai pengajar di bidang studi tertentu”.
H. HUBUNGAN FILSAFAT DENGAN PENDIDIKAN DAN PENTINGNYA BAGI MANUSIA
1. Hubungan filsafat dengan pendidikan
Filsafat yang dijadikan pandangan hidup oleh suatu masyarakat atau bangsa merupakan asas dan pedoman yang melandasi semua aspek hidup dan kehidupan bangsa, termasuk aspek pendidikan. Filsafat pendidikan yang dikembangkan harus berdasarkan filsafat yang dianut oleh satu bangsa. Sedangkan pendidikan merupakan suatu cara atau mekanisme dalam menanamkan dan mewariskan nilai-nilai filsafat itu sendiri. Pendidikan sebagai suatu lembaga yang berfungsi menanamkan dan mewariskan sistem-sistem norma tingkah laku yang didasarkan pada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan dan pendidik dalam suatu masyarakat. Untuk menjamin upaya pendidikan dan proses tersebut efektif,
3 Ali “aifullah, Antara Filsafat dan Pendidikan Usaha Nasional, “urabaya.1 3 3 Ali “aifullah, Antara Filsafat dan Pendidikan Usaha Nasional, “urabaya.1 3
Menurut Jhon Dewey, filsafat merupakan teori umum, sebagai landasan dari semua pemikiran umum mengenai pendidikan. Dalam kaitan ini, Hasan Langgulumg berpendapat bahwa filsafat pendidikan adalah penerapan metode dan pandangan filsafat dalam bidang pengalaman manusia yang disebutkan pendidikan. Selanjutnya Al-Syaibani secara teperinci menjelaskan bahwa filsafat pendidikan merupakan usaha mencari konsep-konsep di antara gejala yang bermacam-macam, meliputi :
a. Proses pendidikan sebagai rancangan terpadu dan menyeluruh.
b. Menjelaskan berbagai makna yang mendasar tentang semua istilah pendidkan.
c. Pokok-pokok yang menjadi dasar dari konsep pendidikan dalam kaitannya dengan bidang kehidupan manusia.
Hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan menjadi sangat penting sekali, sebab ia menjadi dasar, arah, dan pedoman suatu sistem pendidikan. Filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan, mengharmoniskan dan menerangkan nilai-nilai dan tujuan yang ingin dicapai. Jadi, terdapat kesatuan yang utuh antara filsafat, filsafat pendidikan, dan pengalaman manusia.
Filsafat menetapkan ide-ide, idealisme, dan pendidikan merupakan usaha dalam merealisasikan ide-ide tersebut menjadi kenyataan, tindakan, tingkah laku, bahkan membina kepribadian manusia. Kilpatrik mengatakan, berfilsafat dan mendidik adalah dua wajah dalam satu usaha; berfilsafat ialah memikirkan dan mempertimbangkan nilai-nilai dan cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik ialah usaha mereliasasikan nilai-nilai dan cita-cita itu dalam kehidupan, dalam kepribadian manusia. Mendidik ialah mewujudkan nilai-nilai yang dapat disumbangkan filsafat, dimulai dengan generalisasi muda, untuk membimbing rakyat, membina nilai-nilai dalam kepribadian mereka, demi menemukan cita-cita tertinggi suatu filsafat dan melembagakannya dalam kehidupan mereka.
Lebih lanjut, Burner dan Bruns mengatakan secara tegas bahwa tujuan pendidikan adalah tujuan filsafat yaitu untuk membimbing ke arah kebijaksanaan. Oleh kerena itu, dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah reliasi dari ide-ide filsafat; filsafat memberi asas kepastian bagi peranan pendidikan sebagai wadah pembinaan Lebih lanjut, Burner dan Bruns mengatakan secara tegas bahwa tujuan pendidikan adalah tujuan filsafat yaitu untuk membimbing ke arah kebijaksanaan. Oleh kerena itu, dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah reliasi dari ide-ide filsafat; filsafat memberi asas kepastian bagi peranan pendidikan sebagai wadah pembinaan
Dari uraian di atas, diperoleh hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan berikut: Filsafat, dalam arti filosofis, merupakan satu cara pendekatan yang dipakai dalam memecahkan problematika pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikan oleh para ahli. Filsafat, berfungsi memberi arah bagi teori pendidikan yang telah ada menurut aliran filsafat tertentu yang memiliki relevansi dengan kehidupan yang nyata. Filsafat, dalam hal ini filsafat pendidikan, mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan. Menurut Ali Saifillah, filsafat pendidikan, dan teori pendidikan terdapat hubungan yang suplementer: filsafat pendidikan sebagai suatu dua fungsi tugas normatif ilmiah yaitu: Kegiatan merumuskan dasar-dasar, tujuan-tujuan pendidikan, konsep tentang hakikat manusia, serta konsepsi hakikat dan segi pendidikan.
Kegiatan merumuskan sistem atau teori pendidikan yang meliputi politik pendidikan, kepemimpinan pendidikan, metodologi pendidikan dan pengajaran, termasuk pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan masyarakat. Dari uraian di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa antara filsafat pendidikan dan pendidikan terdapat suatu hubungan yang erat sekali dan tak terpisahkan. Filsafat pendidikan mempunyai peranan yang amat penting dalam sistem pendidikan karena filsafat merupakan pemberi arah dan pedoman dasar bagi usaha- usaha perbaikan, meningkatkan kemajuan dan landasan kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan.
2. Kedudukan Filsafat dalam Kehidupan Manusia
Dengan befikir filsafat, kita dapat mengatasi kemelut hidup. Hal ini dapat terjadi karena dengan memahami apa itu filsafat, maka kita dapat menggunakannya atau menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tidak mengarah kepada jalur yang tidak pernah diharapkan sebelumnya.
Beragam masalah di Indonesia tidak akan bisa selesai dengan pendekatan- pendekatan teknis, seperti pendekatan ekonomi teknis, pendekatan politik teknis, pendekatan teknologi teknis, ataupun pendekatan budaya teknis. Beragam masalah tersebut bisa selesai dengan sendirinya, jika setiap orang Indonesia mau berfilsafat, Beragam masalah di Indonesia tidak akan bisa selesai dengan pendekatan- pendekatan teknis, seperti pendekatan ekonomi teknis, pendekatan politik teknis, pendekatan teknologi teknis, ataupun pendekatan budaya teknis. Beragam masalah tersebut bisa selesai dengan sendirinya, jika setiap orang Indonesia mau berfilsafat,
Filsafat timbul karena kodrat manusia. Manusia mengerti bahwa hidupnya tergantung dari pengetahuannya. Pengetahuan itu digunakan untuk menyempurnakan kehidupannya. Karena konsekuensi dari pandangan filsafat itu sangat penting dan menentukan sikap orang terhadap dirinya sendri, terhadap orang lain, dunia, dan tuhannya. Tingkah laku manusia berlainan sekali dengan tingkah laku hewan, manusia adalah makhluk merdeka. Ia dapat mengerti, menciptakan kebudayaan, ilmu pengetahuan. Filsafat itu berhubungan erat dengan sikap orang dan pandangan hidup manusia, justru karena filsafat mempersoalkan dan menanyakan sebab-sebab y ng terakhir dari kesemua yang ada. Apabila filsafat dijadikan suatu ajaran hidup maka ini berarti bahwa orang mengharapkan dari filsafat itu dasar-dasar ilmiah yang dibutuhkannya nuntuk hidup. Filsafat diharapkan memberikan petunjuk-petunjuk tentang bagaimana kita harus hidup untuk menjadi manusia sempurna, baik, susila dan bahagia.
I. KEMAMPUAN MANUSIA MENGEMBANGKAN DIRI
Manusia adalah makhluk yang mampu mengembangkan diri. Kemampuan ini menyebabkan manusia berpeluang untuk membentuk dirinya baik secara fisik maupun mental. Dengan cara mengatur kadar dan komposisi makanan dan minuman dengan disertai latihan yang teratur, fisik manusia dapat dibentuk. Usaha seperti itu sudah dilakukan orang-orang Sparta di zaman Yunani Kuno. Hasilnya adalah manusia yang berotot kekar. Sekarang pun hal yang hampir sama dipraktikkan oleh para binaragawan.
1. Sebaliknya, manusia pun memiliki potensi mental untuk dikembangkan. Berbagai potensi mental yang terangkum dalam aspek kognisi, emosi dan konasi dapat dikembangkan manusia untuk menjadi makhluk yang berperadaban ( homo sapien ). Peningkatan dan pengembangan diri ini menyebabkan manusia memiliki tingkat peradaban yang berbeda dan mengarah dari zaman ke zaman. Kemajuan peradaban manusia ini terlihat dari adanya periodisasi sejarah umat manusia seperti zaman prasejarah dan zaman sejarah: zaman kuno, zaman pertengahan, zaman modern
hingga zaman pascamodern (post modern). 4
4 Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat dan Pendidikan, (Cet. I, Jakaarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 185-186.
2. Manusia memiliki berbagai potensi atau sumber daya untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Sumber daya ini pada dasarnya baru berupa kemungkinan, layaknya lembaga atau benih pada tumbuh-tumbuhan. Hasilnya baru akan terlihat apabila potensi tersebut dapat disalurkan melalui pengarahan, bimbingan maupun latihan yang
terarah, teratur dan sinambung. 5
J. FILSAFAT PENDIDIKAN DAN KEPRIBADIAN
Peningkatan kualitas sumber daya manusia tentunya berbeda dari zaman ke zaman. Sifat, bentuk dan arahannya tergantung dari kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat masing- masing. Dalam komunitas nelayan misalnya, peningkatan kualitas sumber daya diarahkan pada upaya untuk membentuk seseorang menjadi nelayan yang terampil. Peningkatan kualitas sumber daya terlihat dari mereka yang semula awam terhadap masalah yang menyangkut kehidupan nelayan menjadi nelayan profesional, mencakup ketepatan menentukan manusia ikan, menggunakan berbagai perangkat alat penangkap ikan, pembuatan perahu serta peralatannya. Peningkatan kualitas ini setidaknya telah mampu mengangkat status orang yang semula hanya pemegang atau nelayan gurem itu menjadi nelayan profesional. Demikian pula halnya pada lingkungan kehidupan masyarakat tani, pedagang dan lainnya.
Di masyarakat tradisional, peningkatan kualitas sumber daya manusia masih terbatas pada aspek-aspek tertentu, yang erat kaitannya dengan tradisi setempat. Namun yang jelas, peningkatan itu tak lepas hubungannya dengan filsafat hidup dan kepribadian masing-masing. Dalam pengertian sederhana, filsafat diartikan sebagai kepribadian jati diri dan pandangan hidup seseorang, masyarakat atau bangsa. Kondisi ini dibentuk oleh tradisi kehidupan masyarakat ataupun oleh usaha yang terprogram. Namun demikian, sesederhana apa pun, pembentukan itu tak lepas dari peran pendidikan. Pendidikan, pada prinsipnya dapat dilihat
dari dua sudut pandang: individu dan masyarakat. 6 Transfer nilai-nilai budaya yang paling efektif adalah melalui proses
pendidikan. Dalam masyarakat model pendididkan tersebut didasarkan pada suatu sistem yang sengaja dirancang dengan program pendidikan secara formal. Oleh sebab itu, dalam
penyelenggaraannya di bentuk kelembagaan pendidikan formal. 7
5 Ibid, hlm. 186. 6 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologi, Filsafat dan Pendidikan, (Cet. I,
Jakatra: Pustaka Al Husna, 1986), hlm. 38. 7 JA, Op.Cit. hlm. 187-188
Pendidikan mencakup dua kepentingan utama, yaitu pengembangan potensi individu dan pewarisan nilai-nilai budaya. Kedua hal ini berkaitan erat dengan pandangan hidup suatu masyarakat atau bangsa itu masing-masing. Dengan kata lain, sistem pendidikan bagaimanapun sederhananya mengandung karakteristik tentang jati diri pandangan hidup
masyarakat atau bangsa yang membuatnya. 8 Setidak-tidaknya, kepribadian dapat dilihat dari empat aspek muatannya, Pertama,
aspek personalia, yaitu kepribadian dilihat dari pola tingkah laku lahir dan batin yang dimiliki seseorang. Kedua, aspek individualitas, yakni karakteristik atau sifat-sifat khas yang dimiliki seseorang, hingga dengan adanya sifat-sifat ini seseorang secara individu berbeda dengan individu lainnya. Ketiga, aspek mentalitas, sebagai perbedaan yang berkaitan dengan cara berpikir. Mentalitas sebagai gambaran pola pikir seseorang. Keempat, aspek identitas, yaitu kecenderungan seseorang untuk mempertahankan sikap dirinya dari pengaruh luar. Identitas merupakan karakteristik yang menggambarkan jati diri seseorang. Berdasarkan ke empat aspek tersebut, terlihat bagaimana hubungan antara pendidikan dan pembentukan kepribadian, dan hubungannya dengan filsafat pendidikan yang bersumber dari nilai-nilai
budaya sebagai pandangan hidup suatu bangsa. 9
K. SISTEM NILAI DAN FILOSOFI KEHIDUPAN MANUSIA
Sistem nilai dalam satu masyarakat itu adalah aturan-aturan yang memberikan petunjuk yang telah disepakati oleh masyarakatnya itu sendiri. Petunjuk-petunjuk tentang mana yang patut dan mana yang tidak patut, mana yang dianggap elok mana yang tidak elok, mana yang etis dan mana yang tidak etis hingga sampai pada mana yang benar dan mana yang tidak dibenarkan. Sistem nilai yang kemudian dikenal sebagai etika, adalah hukum non tekstual yang berperan mendampingi hukum normatif tekstual (hukum positif) yang diatur dalam sistem perundangan di dalam pranata hukum satu negara yang demokratis.
Dilemasi sistem politik di negeri ini, adalah tidak adanya etika yang memandu perilaku para politisi-politisinya itu sendiri. Etika sebagai hukum non tekstual yang seharusnya mengawasi dan menjaga agar mereka tetap berada dijalur kepantasan, kepatutan , dan lain-lainnya sebagaimana dijelaskan di atas. Dalam beberapa dirkursus yang sering kita temui, hampir seluruh politisi Indonesia bahkan mereka yang menyandang gelar Professor sebagai kaum akademisi/intelektual selalu mengatakan bahwa dimensi etika berada di luar
8 HL, Op.Cit. hlm. 39 9 Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat dan Pendidikan, (Cet. I, Jakaarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2011), hlm. 193.
ranah hukum. Artinya, ketika mereka mencoba mengurai berbagai persoalan-persoalan pelanggaran etika , selalu berkecenderungan untuk hanya melihat dari aspek „materi‟ hukum dan prosedur hukum serta aspek-aspek politik pragmatis sebagai satu-satunya jalan/upaya yang bisa ditempuh.
Kehidupan secara lebih baik merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh manusia dalam kehidupannya. Untuk mencapai hidup secara lebih baik manusia perlu untuk dibentuk atau diarahkan. Pembentukan manusia itu dapat melalui pendidikan atau ilmu yang mempengaruhi pengetahuan tentang diri dan dunianya, melalui kehidupan sosial atau polis, dan melalui agama. Dalam tulisan ini akan membahas tentang unsur-unsur pembentuk manusia yang dapat membantu manusia untuk hidup lebih baik. Pembentukan manusia yang lebih baik bukan dalam arti moral; baik buruknya manusia, tetapi dalam arti pembentukan manusia sebagai makhluk yang hidup dan berbudaya, yakni hidup yang lebih bijaksana, dan lebih kritis.
Filsafat bukanlah ilmu positif seperti fisika, kimia, biologi, tetapi filsafat adalah ilmu kritis yang otonom di luar ilmu-ilmu positif. Kelompok mencoba mengangkat tiga unsur pembentukan manusia. Ketiga unsur pembentuk itu antara lain:
1. Pengetahuan manusia tentang diri sendiri dan lingkungannya
2. Manusia dalam hubungannya dengan hidup komunitas
Pengetahuan menjadi unsur yang penting dalam usaha membentuk manusia yang lebih baik. Dengan pengetahuan yang memadai manusia dapat mengembangkan diri dan hidupnya. Apa yang diketahui secara lebih umum dalam pengetahuan, dalam ilmu diketahui secara lebih masuk akal. Dalam hal ini ilmu lebih kritis daripada hanya menerima apa yang didapat dari pengetahuan. Sekalipun demikian kelompok mengangkat pengetahuan untuk memahami hidup manusia dan secara kritis dilihat oleh ilmu. Pengetahuan yang dimaksud di sini lebih pada pengetahuan manusia tentang diri sendiri dan dunianya. Ketika manusia mengetahui dan mengenal dirinya secara penuh, ia akan hidup secara lebih sempurna dan lebih baik dalam dunia yang adalah dunianya. Berkaitan dengan itu manusia juga membutuhkan pengetahuan tentang lingkungan atau dunianya. Dengan pengetahuan yang ia miliki tentang dunia atau lingkungannya, manusia dapat mengadaptasikan dirinya secara cepat dan lebih mudah.
Manusia ternyata tidak hidup sendirian dalam dunianya. Ia hidup dalam hubungan dengan dan membutuhkan manusia lain, yang menunjukkan hakikat dari manusia, yaitu sebagai makhluk sosial. Manusia membutuhkan orang lain untuk dapat membentuk dan Manusia ternyata tidak hidup sendirian dalam dunianya. Ia hidup dalam hubungan dengan dan membutuhkan manusia lain, yang menunjukkan hakikat dari manusia, yaitu sebagai makhluk sosial. Manusia membutuhkan orang lain untuk dapat membentuk dan
Unsur lain yang menurut kelompok dapat membantu membentuk manusia sehingga manusia dapat hidup secara lebih baik, lebih bijaksana adalah agama. Dengan kata lain, agama mengandung nilai-nilai universal yang pada hakikatnya mengajarkan yang baik bagi penganutnya.
a. Manusia mengetahui dirinya dan dunianya Pengetahuan merupakan salah satu unsur yang penting dalam hubungan dengan pembentukan manusia untuk hidup secara lebih baik dan lebih sempurna. Manusia adalah makluk yang sadar dan mempunyai pengetahuan akan dirinya. Selain itu juga manusia juga mempunyai pengetahuan akan dunia sebagai tempat dirinya bereksistensi.
Dunia yang dimaksudkan di sini adalah dunia yang mampu memberikan manusia kemudahan dan tantangan dalam hidup. Dunia di mana manusia bereksistensi dapat memberikan kepada manusia sesuatu yang berguna bagi pembentukan dan pengembangan dirinya. Pengetahuan merupakan kekayaan dan kesempurnaan bagi makhluk yang memilikinya. Manusia dapat mengetahui segala- galanya, maka ia menguasai makhluk lain yang penguasaannya terhadap pengetahuan kurang.
Dalam lingkungan manusia sendiri seseorang yang tahu lebih banyak adalah lebih baik bila dibandingkan dengan yang tidak tahu apa-apa. Pengetahuan menjadikan manusia berhubungan dengan dunia dan dengan orang lain, dan itu membentuk manusia itu sendiri. Namun, pengetahuan manusia begitu kompleks. Pengetahuan manusia menjadi kompleks karena dilaksanakan oleh suatu makhluk yang bersifat daging dan jiwa sekaligus, maka pengetahuan manusia merupakan sekaligus indrawi dan intelektif.
Pengetahuan dikatakan indrawi lahir atau luar bila pengetahuan itu mencapai secara langsung, melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan peraba, kenyataan yang mengelilingi manusia. Sementara, pengetahuan itu dikatakan indrawi batin ketika pengetahuan itu memperlihatkan kepada manusia, dengan ingatan dan Pengetahuan dikatakan indrawi lahir atau luar bila pengetahuan itu mencapai secara langsung, melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan peraba, kenyataan yang mengelilingi manusia. Sementara, pengetahuan itu dikatakan indrawi batin ketika pengetahuan itu memperlihatkan kepada manusia, dengan ingatan dan
Lalu bagaimana pengetahuan yang dimiliki manusia tentang dirinya dan dunianya dapat membentuk manusia untuk hidup secara lebih baik? Manusia mengetahui dirinya berarti mengenal dengan baik kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya. Sementara, manusia mengetahui duninya berarti menusia mengenal secara baik apa yang ada atau terkandung dalam dunianya itu, baik potensi yang dapat memudahkan manusia itu sendiri maupun tantangan yang diperhadapkan kepadanya.
Kekurangan manusia dapat diatasi dengan apa yang ada dalam dunianya. Tentu saja melalui suatu relasi, baik relasi dengan orang lain maupun relasi dengan alam. Pengetahuan dan pengenalan atas diri dan dunianya membantu manusia untuk mengarahkan dirinya kepada hidup yang lebih baik. Salah satu cara manusia mengetahui dirinya dan lingkungannya adalah melalui pendidikan. Dan pendidikan di sini tentu saja pendidikan yang diharuskan untuk seni yang baik, yang khas hanya untuk manusia, dan yang membedakannya dari semua binatang.
b. Manusia dalam hidup komunitas Secara umum komunitas dapat diartikan sebagai suatu perkumpulan atau persekutuan manusia yang bersifat permanen demi pencapaian suatu tujuan umum yang diinginkan. Dan umumnya tujuan yang hendak dicapai itu didasarkan atas kesatuan cinta dan keprihatinan timbal balik satu dengan yang lain. Jadi, secara tidak langsung hidup komunitas dapat dimengerti sebagai suatu kehidupan dimana terdapat individu-individu manusia yang membentuk suatu persekutuan guna mencapai suatu tujuan bersama. Dan tujuan yang dicapai itu selalu merunjuk pada nilai-nilai tertentu yang diinginkan bersama.