BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaran IPA di SD - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: "Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Se

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1. Pembelajaran IPA di SD

  Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa Inggris science. Kata science sendiri berasal dari kata dalam bahasa Latin scientia yang berarti saya tahu. Science berasal dari social sciences (ilmu pengetahuan sosial) dan natural science (ilmu pengetahuan alam).Namun dalam perkembangannya science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) saja Suriasumantri (1998). IPA secara sederhana didefinisikan sebagai ilmu tentang fenomena alam semesta. Menurut Trianto (2010: 136) bahwa IPA merupakan suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eks- perimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya. Sedangkan dalam kurikulum 2004 sains (IPA) diartikan sebagai cara mencari tahu secara sistematis tentang alam semesta. Menurut Hendro dan Jenny (1993:3) ucapan Einstein: Science is the atempt to make the chaotic diversity

  

of our sense experience correspond to a logically uniform system of thought , mem-

  pertegas bahwa IPA merupakan suatu bentuk upaya yang membuat berbagai pengalaman menjadi suatu sistem pola berpikir yang logis tertentu, yang dikenal dengan istilah pola berpikir ilmiah.

  IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui model ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya. (Trianto 2010:136) Menurut Wahyana (dalam Trianto 2010:136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya model ilmiah dan sikap ilmiah. Pada hakikatnya IPA berikut: 1) IPA sebagai produk

  Menurut Iskandar (2001:3) ilmu pengetahuan alam sebagai disiplin disebut juga sebagai produk IPA. Ini merupakan kumpulan hasil kegiatan empiris dan kegiatan analitik yang dilakukan oleh para ilmuwan selama berabad abad. Bentuk ilmu pengetahuan alam sebagai produk adalah fakta-fakta, konsep- konsep, dan teori-teori IPA. 2) IPA sebagai proses

  Iskandar (2001:5) menyatakan bahwa IPA tidak dapat dipisahkan dari metode-metode penelitian. Memahami IPA lebih dari mengetahui fakta-fakta dalam IPA. Memahami IPA juga memahami proses IPA, yaitu memahami bagaimana mengumpulkan fakta-fakta dan memahami bagaimana menghubungkan fakta-fakta. 3) IPA sebagai teknologi

  IPA dan teknologi tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena keduanya mempunyai hubungan yang erat satu sama lain, IPA sebagai sebuah ilmu yang dapat menimbulkan hal-hal baru berupa teknologi berdasarkan hasil kerja keras para scientist dalam meneliti dan menganalisa sebuah ilmu. Hasilnya sangat berperan bagi kehidupan manusia dalam melangsungkan kehidupannya. Bentuk dari IPA sebagai teknologi dapat dilihat dari beberapa produk masa kini yang mengaplikasikan pengetahuan IPA seperti dalam bidang teknologi tentang bumi, seperti di temukannnya teropong bintang oleh para ilmuwan untuk dapat melihat bintang dan planet lain di tata surya ini. 4) IPA sebagai sikap

  Sikap ilmiah adalah sikap tertentu yang diambil dan dikembangkan oleh ilmuwan untuk mencapai hasil yang diharapkan. Iskandar, (2001:11). Sikap- sikap ilmiah meliputi: 1) obyektif terhadap fakta; 2) tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan bila belum cukup data yang mendukung; 3) berhati terbuka; 4) tidak mencampuradukkan fakta dengan pendapat. berbeda dengan model pembelajaran yang ada di SMP maupun SMA. Model pembelajaran di SD harus berpusat pada siswa, baik potensi, kebutuhan, perkembangan siswa. Serta menyeluruh dan berkesinambungan. Sehingga pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

  Iskandar (2001:23) menyatakan bahwa proses dan perkembangan belajar siswa sekolah dasar memiliki kecenderungan beranjak dari hal-hal konkret, memandang sesuatu yang di pelajari sebagai suatu keutuhan, terpadu dan memalui proses manipulatif. Oleh karena itu pembelajaran SD harus direncanakan. Piaget (dalam Iskandar, 2001:27) memandang perkembangan intelektual berdasar perkembangan sturktur kognitif. Setiap siswa melewati tahap perkembangan secara hirarki, artinya siswa tidak dapat melompati suatu tahap tanpa melaluinya. Piaget (dalam Lapono, 2008:19) menyatakan bahwa tahap perkembangan kognitif memilik 4 tahap yaitu tahap sensorimotor inteligence,

  

preoperation thought, concrete operation dan formal operations. Yang akan

  dijelaskan sebagai berikut: 1) sensorimotor inteligence (0-2 tahun)

  Menurut Rifai dan Anni (2009:27) Pada tahap ini bayi menyusun pemahaman dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman indra (sensori) mereka dengan gerakan motorik (otot). Pada tahap ini bayi hanya memperlihatkan pola reflektif untuk beradaptasi dengan dunia. Selama dalam tahap ini, pengetahuan bayi akan dunia adalah terbatas pada persepsi yang diperoleh dari pengindraannya dan kegiatan motoriknya. Iskandar (2001:27) mengidentifikasi ciri-ciri dari tahap perkembangan sensorimotor intelligence, sebagai berikut: 1) siswa mengadaptasi dunia luar dengan perbuatan; 2) siswa pada awalnya belum mengenal bahasa atau cara lain untuk memberi label pada objek atau perbuatan; 3) siswa tidak mempunyai cara-cara untuk memberi arti terhdap sesuatu dan tidak berfikir tentang dunia luar; 4) siswa di akhir tahap ini telah sampai pada pembentukan struktur kognitif, sementara untuk mengkoordinasikan perbuatan dalam hubungannya terhadap benda, waktu, ruang, dan kausalitas; 5) siswa mulai perbuatan. 2) preoperation thought (2-7 tahun)

  Menurut Rifa’i dan Anni (2009:29) Tahap pemikiran ini bersifat simbolis, egoisentris, dan intuitif sehingga tidak melibatkan pemikiran operasional. Iskandar (2001:27) mengidentifikasi ciri-ciri tahap perkembangan

  

preoperation thought, sebagai berikut: 1) siswa mulai meningkatkan kosakata; 2)

  siswa membuat penilaian berdasarkan persepsi bukan pertimbangan konseptual; 4) siswa mulai mengetahui pengetahuan unik mengenai sifat-sifat benda dan mulai memahami tingkah laku dan organisme di dalam lingkungannya; 5) siswa tidak berfikir balik; 6) siswa tidak berfikir tentang bagian-bagian dan keseluruhan secara serentak; 7) siswa mempunyai pandangan subjektif dan egosentrik. 3) concrete operation (7-15 tahun)

  Menurut Rifa’i dan Anni (2009:30) Pada tahap ini siswa sudah dapat berfikir secara abstrak, idealis dan logis. Pemikiran operasional tampak lebih jelas dalam pemecahan problem verbal, seperti siswa dapat memecahkan suatu masalah walau di sajikan secara verbal. Siswa juga mampu berfikir spekulatif tentang kualitas ideal yang siswa inginkan dalam diri mereka dan diri orang lain. Pemikiran ini dapat menjadi fantasi, sehingga siswa seringkali menunjukan keinginan untuk segera mewujudkan cita-citanya. Disamping itu anak sudah mampu menyusun rencana untuk memecahkan masalah dan dan secara sistematis menguji solusinya. Iskandar (2001:28) mengidentifikasi ciri-ciri tahap perkembangan concrete

  

operation, sebagai berikut: 1) siswa mulai memandang dunia secara objektif

  dari suatu aspek ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur kesatuan secara serempak; 2) siswa mulai berfikir secara operational; 3) siswa menggunakan cara fikir operational untuk mengklasifikasikan benda-benda; 4) siswa membentuk dan menggunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan menggunakan hubungan sebab akibat; 5) siswa memahani konsep substansi.

  4) formal operations (11-15 tahun) Menurut Lapono (2008:1-19) tahap formal operations merupakan tahap kecakapan kognitif mencapai puncak perkembangan. Siswa mampu merprediksi, befikir tentang situasi tentang situasi hipotesis, tentang hakikat berfikir serta mengapresiasi struktur bahasa dan berdialog. Sarkasme, bahasa gaul, mendebat, berdalih adalah sisi bahasa remaja cerminan kecakapan berfikir abstrak dalam/ melalui bahasa. Iskandar (2001:28) mengidentifikasi ciri-ciri dari tahap perkembangan concrete operation sebagai berikut: 1) siswa menggunakan pemikiran tingkat yang lebih tinggi dari tahap sebelumnya; 2) siswa membentuk hipotesis, melakukan peneyelidikan/penelitian terkontrol, dapat menghubungkan bukti dengan teori; 3) siswa dapat bekerja dengan ratio, proporsi dan probalitas; 4) siswa membangun dan memahami penjelasan yang rumit mencakup rangkaian deduktif dan logika. Berdasarkan uraian di atas, siswa SD berada pada tahap

  

concrete operation (7-15 tahun), pada tahap ini siswa mengembangkan pemikiran

  logis, masih sangat terikat pada fakta-fakta perseptual, artinya siswa mampu berfikir logis, tetapi masih terbatas pada objek-objek konkret, dan mampu melakukan konservasi.

  Depdiknas (Standar Isi 2007:485) ruang lingkup kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut: 1) makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan; 2) benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, gas; 3) energy dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana; 4) bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainya. Materi tersebut adalah materi yang di ajarkan pada siswa SD yang masih belum dapat memahami sesuatu secara abstrak.

  Bertitik tolak pada perkembangan intelektual dan psikososial siswa SD, hal ini menunjukkan bahwa siswa mempunyai karakteristik sendiri, yang dalam proses berfikirnya, siswa belum dapat dipisahkan dari dunia konkret atau hal- hal yang faktual, sedangkan perkembangan psikososial siswa usia SD masih berpijak pada prinsip yang sama, siswa tidak dapat dipisahkan dari hal-hal yang tersebut, guru dituntut untuk dapat mengemas perencanaan dan pengalaman belajar yang diberikan kepada siswa dengan baik, menyampaikan hal-hal yang ada di lingkungan sekitar kehidupan siswa sehari-hari, sehingga materi pelajaran yang dipelajari tidak abstrak dan lebih bermakna bagi siswa.

  Standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) IPA Kelas IV Semester II di sajikan secara rinci melalui tabel 2.1 berikut ini.

  9.1 Mendeskripsikan perubahan kenampakan bumi

  11.2 Menjelaskan hubungan antara sumber daya alam dengan

teknologi yang digunakan

  11.1 Menjelaskan hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan

  11. Memahami hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat

  10.3 Mendeskripsikan cara pencegahan kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor)

  10.2 Menjelaskan pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor)

  10.1 Mendeskripsikan berbagai penyebab perubahan lingkungan fisik (angin, hujan, cahaya matahari, dan gelombang air laut)

  10. Memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan

  9.2 Mendeskripsikan posisi bulan dan kenampakan bumi dari hari ke hari

  9. Memahami perubahan kenampakan permukaan bumi dan benda langit

Tabel 2.1 SK dan KD IPA Kelas IV Semester II Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Energi dan Perubahannya

  8.4 Menjelaskan perubahan energi bunyi melalui penggunaan alat musik Bumi dan Alam Semesta

  8.3 Membuat suatu karya/model untuk menunjukkan perubahan energi gerak akibat pengaruh udara, misalnya roket dari kertas/baling-baling/pesawat kertas/parasut

  8.2 Menjelaskan berbagai energi alternatif dan cara penggunaannya

  8.1 Mendeskripsikan energi panas dan bunyi yang terdapat di lingkungan sekitar serta sifat-sifatnya

  8. Memahami berbagai bentuk energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari

  7.2 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah bentuk suatu benda

  7.1 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah gerak suatu benda

  7. Memahami gaya dapat mengubah gerak dan/atau bentuk suatu benda

  11.3 Menjelaskan dampak pengambilan bahan alam terhadap

pelestarian lingkungan Sumber Permendiknas nomor 22 tahun 2006 Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan penting dalam dalam pembelajaran yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman dan mengembangkan ketrampilan. Menurut Slavin (1997), pembelajaran kooperatif, merupakan model pembelajaran dalam kooperatif atau

  

cooperative learning mengacu pada model pengajaran, siswa bekerjasama dengan

kelompok kecil saling membantu dalam belajar (Nur dan Wikandari, 2000).

  Pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah pembelajaran berkelompok yang dicirikan dengan penggunaan nomor kepala. Menurut Suprijono (2009:92) pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe NHT di awali dengan numbering. Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Jumlah kelompok sebaiknya memperhatikan jumlah konsep yang dipelajari. Jika peserta didik dalam suatu kelas terdiri dari 40 orang dan terbagi menjadi 5 kelompok maka tiap kelompok terdiri dari 8 orang. Tiap-tiap orang dalam kelompok diberi nomor 1-8. Setelah kelompok terbentuk guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus di jawab oleh tiap-tiap kelompok. Berikan kesempatan pada tiap kelompok untuk menemukan jawaban. Pada kesempatan ini kelompok menyatukan kepalanya “heads together” berdiskusi memikirkan jawaban dari guru.

  Pada dasarnya, NHT merupakan varian dari diskusi kelompok. yang rinciannya adalah sebagai berikut: a.

  Siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok.

  b.

  Masing-masing siswa dalam kelompok dibagi nomor.

  c.

  Guru memberikan tugas/pertanyaan pada masing-masing kelompok untuk mengerjakannya.

  d.

  Setiap kelompok mulai berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianngap paling tepat dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut.

  e.

  Guru memanggil salah satu nomor secara acak.

  f.

  Siswa dengan nomor yang yang dipanggil mempresentasikan jawaban dari hasil diskusi kelompok siswa. empat fase sebagai sintaks pembelajaran kooperatif tipe NHT (Trianto, 2009: 82). Fase 1: Penomoran

  Dalam fase ini, guru membagi siswa kedalam kelompok 3-5 orang dan setiap anggota kelompok diberikan nomor 1-5. Fase 2: Mengajukan Pertanyaan

  Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Fase 3: Berpikir Bersama

  Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban timnya. Fase 4: Menjawab

  Guru memanggil suatu nomor tertentu kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. Berdasarkan sintaks pembelajaran kooperatif tipe NHT, dapat dibuat langkah- langkah pembelajaran NHT sebagai berikut:

  1. Rencana pembelajaran meliputi :

  a. Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

  b. Mendisain model pembelajaran kooperatif tipe number haeds together (NHT)

  c. Menyusun asesmen

  d. Menyusun Instrumen observasi

  2. Kegiatan Pelaksanaan meliputi :

  • Kegiatan Awal a.

  Guru memberi salam pembuka dan doa b.

  Guru memberikan apersepsi c. Guru memotivasi siswa d.

  Guru menyampaikan tujuan pembelajaran e. Guru menjelaskan tentang langkah-langkah pembelajaran NHT

  Guru memanggil salah satu nomor tertentu secara acak.

  pembelajaran kooperatif tipe NHT a.

  Tahap Penomoran: Guru membagi siswa dalam kelompok dan beranggotakan 3-5 orang secara heterogen. Siswa bergabung dengan kelompok yang ditentukan, kemudian setiap anggota kelompok diberikan nomor 1 sampai 5 (disesuaikan dengan jumlah siswa).

  b.

  Tahap mengajukan pertanyaan: Guru mengajukan pertanyaan berupa tugas atau LKS untuk dikerjakan di dalam kelompok.

  c.

  Tahap berpikir bersama: Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban timnya.

  d.

  Tahap menjawab: 1.

2. Siswa yang dipanggil nomornya maju kedepan untuk mempresentasikan hasil diskusikelompoknya.

  3. Kelompok yang lain menanggapi jawaban dari kelompok yang mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya sehingga peserta didik dapat menemukan jawaban yang utuh.

  • Kegiatan Akhir meliputi : a.

  Siswa di bimbing guru membuat rangkuman b.

  Siswa bersama guru melakukan refleksi c. Guru mengamati hasil yang diperoleh masing-masing kelompok kemudian memberikan penghargaan bagi kelompok yang berhasil dan memberikan semangat bagi kelompok yang belum berhasil dengan baik.

  d.

  Sebagai tindak lanjut guru memberikan pekerjaan rumah (PR).

  e.

  Guru menyampaikan materi yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya. Dari 2 pendapat di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Masing-masing siswa dalam kelompok diberi nomor 3. Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban timnya.

  4. Siswa dipanggil nomornya secara acak.

  5. Mempresentasikan hasil jawaban sesuai dengan nomor yang ditunjuk secara acak dan bergantian.

  Kelebihan yang dimiliki pembelajaran kooperatif tipe NHT, diantaranya antara lain: a.

  Meningkatkan keaktifan siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar.

  b.

  Dapat menumbuhkan rasa toleransi antar siswa dan mampu menghargai pendapat teman yang lain.

  c.

  Siswa termotivasi untuk berpartisipasi dalam diskusi kelompok agar dapat menjawab dengan baik ketika nomornya di panggil.

  Kelemahan yang dimiliki pembelajaran kooperatif NHT, diantaranya antara lain: a.

  Siswa yang pandai cenderung mendominasi sehingga dapat menimbulkan sikap minder siswa yang lemah.

  b.

  Ada siswa yang sekedar menyalin pekerjaan siswa yang lain tanpa memiliki pemahaman yang memadai pada saat diskusi menyelesaikan masalah.

  c.

  Pengelompokan siswa memerlukan waktu yang khusus dan pengaturan tempat duduk yang berbeda.

2.1.3. Hasil Belajar

  Menurut Winkel, bahwa hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi siswa dan dari sisi guru (Dirnyati dan Mudjiono dalam Lunandar, 2010:7). Dari sisi siswa, hasil belajar rnerupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat belum belajar. Dari sisi guru, bagaimana guru dapat meyampaikan pembelajaran dengan baik dan siswa dapat menerimanya. Pendapat yang lain disampaikan oleh Nana Sudjana (dalam Lunandar, 2010:8) menyatakan bahwa hasil belajar yang diperoleh siswa adalah hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yarg dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004: 22). Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar : (1). Ketrampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004:22). Menurut Hamalik (2006: 30), hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti rnenjadi mengerti. Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah, dua diantaranya adalah kognitif, dan afektif. Perinciannya adalah sebagai berikut : 1.

  Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.

  2. Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, rnenilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.

  Evaluasi hasil belajar (Wardani, N.S., 2012:51) evaluasi yang dilakukan oleh guru untuk memantau proses kemajuan, perkembangan hasil belajar peserta didik sesuai dengan potensi yang dimiliki dan kemampuan yang berkesinambungan. Jadi evaluasi hasil belajar meliputi evaluasi proses belajar dan evaluasi hasil belajar. Dengan demikian, hasil belajar adalah perolehan skor dari evaluasi proses belajar dan evaluasi hasil belajar yang meliputi ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Jadi hasil belajar adalah besarnya skor dari skor proses belajar dan skor hasil belajar.

  Menurut Mardapi (2008:2) pengukuran merupakan kegiatan penentuan angka bagi suatu objek secara sistematik. Penentuan angka ini merupakan usaha untuk menggambarkan karakteristik suatu objek. Menurut Wardani Naniek Sulistya, dkk (2012:47) pengukuran adalah kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa atau benda. Sedangkan menurut Anas Sudijono (2008:4) pengukuran adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur angka-angka pada suatu objek atau peristiwa dengan kriteria tertentu.

  Menurut Wardani Naniek Sulistya (2012:50) menyatakan bahwa asesmen atau penilaian adalah proses pengambilan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Informasi ini dapat diperoleh dari data proses pembelajaran dan hasil belajar siswa. Menurut Grondlund dalam Jihad dan Haris (2013:54) penilaian sebagai proses sistematik pengumpulan, penganalisaan dan penafsiran informasi untuk menentukan sejauh mana siswa mencapai tujuan. Penilaian dilakukan untuk mengetahui pencapaian keberhasilan pembelajaran yang dilakukan. Menurut Nana Sudjana (2012:3) penilaian merupakan proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penilaianatau asesmen adalah proses pengambilan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik sesuai kriteria tertentu.

  Menurut Wardani Naniek Sulistya (2012:56) fungsi penilaian dalam pembelajaran yaitu: a.

  Penilaian formatif Penilaian formatif yang dilaksanakan pada setiap akhir pokok bahasan.Tujuan dari penilaian formatif adalah untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi tertentu.

  b.

  Penilaian sumatif Penilain sumatif dilakukan pada akhir satuan program tertentu (semester atau akhir tahun ajaran). Tujuan dari penilaian sumatif adalah untuk melihat prestasi yang dicapai peserta didik selama satu program yang secara lebih khusus hasilnya merupakan nilai yang tertulis dalam raport dan penentuan kenaikan kelas.

  c.

  Penilaian diagnosis Penilaian yang dilakukan untuk melihat kelemaham siswa dan faktor-faktor yang diduga menjadi penyebabnya, dilakukan untuk keperluan pemberian bimbingan belajar dan pengajaran remidial, sehingga aspek yang dinilai meliputi kemampuan belajar, aspek-aspek yang melatarbelakangi kesulitan belajar yang dialami siswa serta berbagai kondisi siswa. d.

  Penilaian penempatan Penilaian yang ditunjukkan untuk menempatkan siswa sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya. Misalnya dalam pemilihan jurusan atau menempatkan siswa pada kerja kelompok dan pemilihan kegiatan tambahan.

  e.

  Penilaian seleksi Penilaian seleksi digunakan untuk memilih orang yang paling tepat untuk menempati kedudukan atau posisi tertentu. Penilaian ini dapat dilakukan kapan saja saat diperlukan. Secara umum dalam penilaian terdapat 2 teknik yaitu teknik tes dan non tes.

1. Teknik tes

  Menurut Asep dan Haris (2013:67) Tes merupakan himpunan pertanyaan yang harus dijawab, harus ditanggapi, atau tugas yang harus dilaksanakan oleh orang yang dites. Menurut Wardani Naniek Sulistya (2012:114) tes adalah alat ukur indikator atau kompetensi tertentu untuk pemberian angka yang jelas dan spesifik, sehingga hasilnya relative ajeg bila dilakukan dalam kondisi yang relatif sama. Sedangkan menurut Nana Sudjana (2012:35) tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan- pertanyaaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam betuk tulisan (tes tertulis), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan).

  Jadi dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu alat penilaian yang digunakan untuk mengukur indikator atau kompetensi tertentu untuk memberikan angka yang jelas sehingga hasilnya relatif ajeg bila dilakukan dalam kondisi yang sama. Berikut ini adalah teknis tes menurut Jihad dan Haris (2013:68): 1)

  Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan a.

  Tes tertulis Tes atau soal yang harus dikerjakan siswa secara tertulis.

  b.

  Tes lisan Tes berupa sekumpulan soal atau tugas pertanyaan yang diberikan pada siswa dan dilaksanakan dengan tanya jawab. c.

  Tes perbuatan Tugas yang pada umumnya berupa kegiatan praktek atu kegiatan yang mengukur keterampilan

  2) Jenis tes berdasakan bentuk jawabannya a.

  Tes objektif Tes objektif meliputi soal tes pilihan ganda, isian, benar salah, menjodohkan, serta jawaban singkat.

  b.

  Tes uraian Tes uraian meliputi uraian terbatas dan uraian bebas.

2. Teknik non tes

  Menurut Jihad dan Haris (2013:69) teknik non tes merupakan prosedur yang dilalui untuk memperoleh gambaran mengenai karakteristik minat, sifat, dan kepribadian. Menurut Endang Poerwanti (2008) macam-macam teknik non tes adalah sebagai berikut: a.

  Observasi Observasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu observasi formal dan informal. Observasi formal adalah observasi menggunakan instrumen yang dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan kemajuan belajar peserta didik. Sedangkan observasi informal dilakukan pendidik tanpa menggunakan instrumen.

  b.

  Wawancara Cara untuk memperoleh informasi mendalam yang diberikan secara lisan dan spontan, tentang wawasan, pandangan atau aspek kepribadian peserta didik.

  c.

  Angket Suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh informasi yang berupa angket sikap.

  d.

  Analisa Sampel Kerja Digunakan untuk mengkaji respon yang benar dan tidak benar yang dibuat siswa dalam pekerjaannya dan hasilnya berupa informasi mengenai kesalahan atau lain.

  e.

  Analisa tugas Dipergunakan untuk menentukan komponen utama tugas dan menyusun skill dengan urutan yang sesuai dan hasilnya berupa daftar komponen tugas dan daftar

  skill yang diperlukan.

  f.

  Checklist dan Rating Scale Dilakukan untuk mengumpulkan informasi dalam bentuk semi terstruktur, yang sulit dilakukan dengan teknik lain dan data yang dihasilkan dapat kuantitatif atau kualitatif, tergantung format yang digunakan.

  g.

  Portofolio Kumpulan dokumen dan karya-karya peserta didik dalam karya tertentu yang diorganisasi untuk mengetahui minat, perkembangan belajar dan prestasi siswa.

  h.

  Presentasi Peserta didik menyajikan karyanya. i.

  Proyek Individu Kelompok Mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan serta dapat digunakan untuk individu maupun kelompok.

  Wardani Naniek Sulistya, dkk (2012) mengartikan bahwa evaluasi merupakan proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil pengukuran, dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria tersebut dapat berupa proses atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM atau batas keberhasilan atau patokan nilai yang telah ditentukan. Acuan atau patokan yang digunakan dalam pengambilan keputusan dapat berupa Penilaian Acuan Norma (PAN). PAN merupakan cara penilaian yang mengacu kepada rata-rata kelompok atau rata-rata kelas. Kriteria ini ditentukan setelah tes dilaksanakan dan standar kelulusan didasarkan pada keadaan kelompok atau kelas. Sedangkan kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat baku disebut dengan PenilaianAcuan Patokan (PAP), seperti kriteria ketuntasan minimal (KKM).

  Penelitian yang relevan dengan penelitian tentang model pembelajaran kooperatif tipe NHT, telah dilakukan oleh Martalina Isyurniarsih (2002) yang berjudul "Upaya meningkatkan hasil belajar kognitif dan aktivitas pada mata

  pelajaran IPA melalui model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) pada siswa kelas lV SD Negeri 02 Candisarri Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2011/2012". Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah terjadi peningkatan hasil belajar afektif siswa untuk siswa mata pelajaran

  IPA kelas IV semester II tahun pelajaran 2011/2012. Peningkatan hasil belajar siswa pada kondisi awal siswa yang tuntas 8 (33,3%) dan yang tidak tuntas 16 orang atau (66,67%). Pada siklus I siswa yang tantas 22 orang (91,67%) dan yang tidak tuntas 2 orang (8,33%). Sedangkan pada siklus II semua siswa yang terdiri dan 24 orang tersebut sudah memenuhi KKM atau dapat dikatakan tuntas 100%. Sedangkan untuk meningkatkan hasil belejar afektif pada kondisi awal kurang aktif (41,67%), pada siklus II menjadi aktif (58%), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together dapat hasil belajar afektif siswa kelas IV SD Negeri 02 Candisari, Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan Tahun pelajaran 2011/2012.

  Penelitian sejenis telah dilakukan oleh Martalina Isyurniarsih (2002) yang berjudul "Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dengan Media Powerpoint Pada Siswa Kelas III SDN Bringin 02.". Hasil belajar kognitif siswa dalam pembelajaran IPA melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan media powerpoint mengalami peningkatan pada tiap siklus. Pada siklus I siswa memperoleh nilai rata-rata 64 dengan ketuntasan klasikal sebesar 67% atau 26 orang siswa mengalami ketuntasan belajar sedangkan 13 orang siswa tidak tuntas. Kemudian pada pelaksanaan tindakan siklus II perolehan rata-rata hasil belajar siswa meningkat menjadi 76 dengan ketuntasan klasikal sebesar 87% yang berarti 34 orang mengalami ketuntasan belajar dan 5 siswa tidak tuntas.

  Penelitian

  • – penelitian terdahulu membuktikan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa, hal ini dimungkinkan karena secara teoritis jika guru menerapkan sintaks pembelajaran melibatkan siswa sejak perencanaan baik dalam menetukan topik maupun cara mempelajarinya melalui NHT.

  Penelitian ini dilakukan dengan cara asumsi yang dibangun seperti di atas. Artinya, peningkatan hasil belajar IPA siswa dapat mungkin terjadi jika siswa dikondisikan dengan model pembelajaran NHT, di mana siswa terlibat dalam penemuan-penemuan, baik itu masalah-masalah nyata yang dihadapinya dan bagaimana menemukan solusi untuk masalah itu dengan keterlibatan ini, siswa lebih mudah memahami materi atau konsep IPA yang diajarkan karena dapat mendorong terjadinya peningkatan hasil belajar IPA. Langkah-langkah pelaksanaan model kooperatif tipe NHT.

  1. Membentuk kelompok yang terdiri dari 5 siswa 2.

  Masing-masing siswa dalam kelompok diberi nomor 3. Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban timnya.

  4. Siswa dipanggil nomornya secara acak.

  5. Mempresentasikan hasil jawaban sesuai dengan nomor yang ditunjuk secara acak dan bergantian. Secara sistematis kerangka berpikir digambarkan sebagai berikut :

  • -
  • - -

Gambar 2.1 Bagan Peningkatkan Hasil Belajar IPA

  

Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT.

  Hasil belajar dibawah KKM ≥ 75 Pembelajaran IPA “Sumber Daya Alam”

  “Pecahan Sederhana“ Pembelajaran

  IPA konvensional Unjuk kerja Model pembelajaran tipe NHT

  1. Membentuk kelompok @ 5 siswa

  3. Diskusi kelompok 4.

  Menerima panggilan dengan nomor

  5.Mempresentasikan hasil Skor proses belajar Skor Hasil belajar Hasil belajar,

  KKM ≥ 75

  2. Mendapat nomor

  6. Mengerjakan soal evaluasi secara individu

2.4 Hipotesis tindakan

  Hipotesis tindakan yang dirumuskan dalam penelitian adalah peningkatan hasil belajar IPA dapat diupayakan melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa kelas lV SD Negeri 1 Sedadi Penawangan Grobogan Semester II Tahun 2013/2014.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Berbantuan Media Audio Visual pada Peserta Didik Kelas 5 SDN

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Berbantuan Media Audio Visual pada Peserta Didik Kelas 5 SDN

0 0 111

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar IPA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Melalui Pendekatan Scientific Dengan Model Examples Non Examples Pada Sisw

0 0 20

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Setting Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Melalui Pendekatan Scientific Dengan Model Examples Non Examples Pada Siswa Kelas V SD N

0 0 17

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Tindakan 4.1.1 Kondisi Awal - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Melalui Pendekatan Scientific Dengan Model Examples No

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Melalui Pendekatan Scientific Dengan Model Examples Non Examples Pada Siswa Kelas V SD Negeri 2 Danyang Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobo

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Melalui Pendekatan Scientific Dengan Model Examples Non Examples Pada Siswa Kelas V SD Negeri 2 Danyang Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobo

0 0 64

Pengalaman Menjadi Ibu Di Usia Dini Di Desa Leo-Leo Rao, Kecamatan Morotai Selatan Barat, Kabupaten Pulau Rao, Provinsi Maluku Utara Tugas Akhir - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengalaman Menjadi Ibu Di Usia Dini di Desa Le

0 0 30

BAB II KAJIAN TEORI Pada Bab Ini Akan Membahas Pengertian IPA 2.1.Pelajaran IPA 2.1.1. Pengertian IPA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V Pada Mata Pelajaran IPA Melalui Metode Dis

0 0 10

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V Pada Mata Pelajaran IPA Melalui Metode Discovery Di SDN Mangunsari 05 Kec Sidomukti Salatiga Tahun 2013/2014

0 0 35